You are on page 1of 23

1

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIR


DI WADUK MULUR SUKOHARJO

DIVERSITY OF WATER BIRD


IN MULUR RESEVEOIR SUKOHARJO

Muhammad Indrawan, Sunarto, Topan Cahyono


Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science,
Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

Indonesia was the most important country that concern for the habitat of
water birds life. It`s about 184 species of water birds that classified in 18 family
have been found in Indonesia.One of the region water land in central java that has
a potential for diversity of water birds is Mulur reservoir in Sukoharjo. The aim of
this research were (1) To know diversity of water birds species in Mulur
reservoir, and (2) To know the “phylogenetic relationship” of water birds in
Mulur reservoir.
Method of this research is survey, it works with exploration of the route
that has been marked and make a data list from all of the bird species that present
on that route. The birds were identified based on morphologic character. The
diversity of birds species were analized with “quality descriptive method”, and to
determine the relationship among them were done by “taxonomy numeric
method” with SPSS ver. 16.
Result showed, there were 6 species of water birds (3 family, 3 orde) in
Mulur Reservoir i.e : Ixobrychus eurhytmus (Ardiedae, Ciconiformes),
Dendrocygna javanica (Dendrocygnidae, Anseriformes), Gallinula chloropus
(Rallidae, Gruiformes), Amaurornis phoenicurus (Rallidae, Gruiformes),
Porphyrio porphyrio (Rallidae, Gruiformes), Bubulcus ibis (Ardiedae,
Ciconiformes).The phylogenetic relationship that close is between Ixobrychus
eurhytmus with Bubulcus ibis with value of the distance is 1,732. The
phylogenetic relationship that distant is between Gallinula chloropus with
Dendrocygna javanica as distant as Dendrocygna javanica with Amaurornis
phoenicurus with value of the distance is 4,690.

Keyword : Diversity, Morphology character, Water Bird, Mulur Resevoir,


Sukoharjo
2

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang


cukup melimpah. Kekayaan biodiversitas ini dapat dilihat melalui jumlah dan
prosentase yaitu 17 % flora fauna di dunia terdapat di Indonesia. Jumlah tersebut
meliputi , 25 % spesies ikan, 10 % tanaman berbunga, 12 % spesies mamalia, 16
% spesies reptil dan amphibi serta 17 % dari seluruh spesies burung di dunia
(Sujatnika. dkk, 1995).
Salah satu kawasan dengan biodiversitas burung yang penting adalah
Pulau Jawa dan Bali. Jawa dan Bali memiliki kekayaan avifauna yang tinggi.
Kawasan tersebut mempunyai kekayaan avifauna sebanyak 494 spesies. Jumlah
tersebut mencakup setengah dari famili burung di dunia. Jenis avifauna yang
dijumpai tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu burung penetap
(368 spesies, 24 endemik) dan 126 spesies burung migran (Whitten et al, 1996).
Salah satu faktor yang mendukung suatu persebaran dan kemampuan
bertahan suatu jenis burung pada satu area adalah variasi karakter morfologi.
Dimana terdapat variasi pada ukuran, lapisan bulu, bentuk paruh, bentuk kaki,
pada tiap spesies (Peterson,1971). Spesialisasi pemilihan makanan oleh berbagai
spesies burung dapat dijadikan sebagai acuan untuk penggolongan beberapa jenis
burung. Selain itu beberapa adaptasi pada kebiasaan makanan dapat berpengaruh
juga pada struktur morfologis terutama pada bentuk paruh dan kaki
(Peterson,1971).
Keanekaragaman jenis burung sangat penting untuk mendeskripsikan
struktur komunitas pada habitat yang ditempati (Zakaria et al, 2009).
Keanekaragaman ini tidak hanya mewakili persentase spesies yang ada di suatu
wilayah, tetapi meliputi perbedaan dan keunikan antar spesies. Perbedaan dan
keunikan tersebut dapat diketahui dengan mempelajari sifat dari suatu spesies dan
mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies yang satu dengan spesies yang
lainnya (Setyawan, 1999).
Keanekaragaman sifat dan ciri yang dimiliki suatu makhluk hidup
sesungguhnya menggambarkan keanekaragaman potensi dan manfaat yang dapat
3

digali. Kita akan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan potensi yang


dimiliki makhluk hidup tersebut, bila data dan informasi ilmiah mengenai sumber
daya hayati belum sepenuhnya diungkap (Retnoningsih, 2008). Salah satu
kawasan lahan basah di pulau Jawa dengan potensi burung air adalah Waduk
Mulur yang berada di wilayah Sukoharjo. Burung air di wilayah ini belum banyak
diteliti secara mendalam mengenai keanekaragaman jenis spesies burung airnya.
Berdasar hal tersebut penelitian tentang Keanekaragaman Jenis Burung Air di
Wilayah Waduk Mulur Sukoharjo menarik untuk dikaji.

Bahan dan Metode


Bahan penelitian untuk keanekaragaman jenis avifauna air ini berupa
spesies burung air yang ada di Waduk Mulur Sukoharjo. Dan alat- alat yang
digunakan Binokuler, sheet/lembar pengamatan, pensil, kamera DSLR, buku
panduan pengenalan lapangan burung – burung Sumatera, Jawa, Bali dan
Kalimantan dari Mac Kinnon (Mac Kinnon et al, 2000).
Metode Penelitian
. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode jelajah, melalui rute
yang telah dibuat dan mencatat semua jenis burung yang terlihat di sekitarnya
(Hidayat et al, 1996). Identifikasi burung dengan mengkroscekkan antara fakta
yang diperoleh dilapangan melalui observasi langsung dengan sumber pustaka
yang ada, yaitu buku panduan lapangan burung-burung Jawa dan Bali, serta
burung-burung di Sumatera, Jawa, bali, dan Kalimantan dari Mac Kinnon
(Elfidasari, 2005). Hubungan kekerabatan burung-burung yang telah teridenfikasi
ditentukan dengan karakter morfologi yang
Analisis data untuk keanekaragaman jenis menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif, sedang untuk penentuan hubungan kekerabatan dilakukan
dengan metode taksonomi numerik yang dianalisis menggunakan SPSS versi 16
dengan langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data tentang karakter-karakter tiap spesimen yang akan
dibandingkan. Pemilihan karakter diusahakan sebanyak mungkin.
4

b. Data beberapa karakter taksonomik dikodekan menurut nilainya dengan


menggunakan angka 0, 1, 2, 3, dan seterusnya.
c. Untuk menentukan hubungan kekerabatan antar famili dilakukan
pengukuran disimilaritas dengan menghitung jarak taksonomik
menggunakan rumus jarak Euclidean, sebagai berikut :

n 2

Δ jk = i =1
(X i j - X ik)
n

Keterangan :
∆jk = jarak taksonomi antara dua individu j dan individu k
Xij = nilai karakter taksonomik ke-i pada individu j
Xik = nilai karakter taksonomi ke-i pada individu k
n = jumlah karakter yang dipakai
d. Dari perhitungan jarak taksonomi, famili-famili kemudian dikelompokkan
dengan metode cluster. Hasil pengelompokan kemudian digambarkan
sebagai sebuah dendogram jarak taksonomi
e. Hubungan kekerabatan ditentukan berdasar nilai jarak taksonomi masing-
masing cluster yang terbentuk. Semakin kecil jarak taksonomi suatu
pasangan familia pada dendogram, maka semakin dekat hubungan
kekerabatanya dan semakin besar nilai jarak taksonomi, maka semakin jauh
hubungan kekerabatannya.
f. Data yang diperoleh dari pengamatan karakter avifauna air ditabulasikan,
dianalisis dengan metode cluster menggunakan jarak Euclidean dan dibuat
dendogram untuk hubungan kekerabatannya menggunakan program SPSS
versi 16 (Fry, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Waduk Mulur dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun
1926, dan dilakukan perluasan oleh Sri Susuhan Pakubuwono X pada tahun 1940.
Waduk yang terletak di desa Mulur kecamatan Bendosari Sukoharjo mendapatkan
suplai air dari Kali Jlantah melalui Bendungan Pepen. Waduk ini dibangun di atas
5

tanah negara seluas ± 151 Ha, dengan luas DAS 7,89 km 2 dan luas daerah
genangan 119,59 Ha. Oleh warga setempat, waduk dimanfaatkan untuk membuka
lahan pertanian dan sebagai tempat pemeliharaan ikan (karamba). (BPSDA,
2002).
Penelitian dilakukan dengan mengelilingi waduk melewati tepian di
sekelilingnya. Saat pengamatan ditemui beberapa pemanfaatan lahan oleh warga
sekitar waduk, yaitu areal persawahan dan karamba. Area karamba ditemukan di
sekitar perairan yang banyak ditumbuhi tanaman air, terletak di dekat tanggul
sebelah barat. Bagian utara waduk jarang sekali ditemukan tanaman air, sehingga
jarang ditemui aktifitas burung air dikawasan ini. Bagian selatan ke timur terdapat
area persawahan dan juga tutupan tanaman air, pada bagian ini juga sering
ditemukan aktivitas burung air. Di bawah ini (Gambar 1) dapat dilihat peta
wilayah waduk mulur, yaitu sebagai berikut ;

3
4

Gambar 1. Peta Posisi Waduk Mulur Sukoharjo (Google Earth)


Keterangan :
1. Tanggul 4. Area pemukiman
2. Tanaman air 5. Area persawahan
3. Jalan Raya
6

Selain pemanfaatan lahan berupa persawahan dan karamba, ditemui


adanya kawasan pemukiman penduduk dan jalan raya di sekitar waduk. Selama
pengamatan yang dilakukan disekitar waduk, aktivitas burung air banyak ditemui
di daerah yang memiliki banyak tanaman air.
B. Jenis-Jenis Burung Air di Waduk Mulur Sukoharjo
Penelitian yang dilakukan di Waduk Mulur mendapatkan 6 spesies burung
air yang diidentifikasi secara deskriptif dengan membandingkan karakter spesies
sampel dengan buku panduan pengenalan lapangan burung – burung Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan karangan Mac Kinnon, yaitu sebagai berikut :
1. Bambangan coklat (Ixobrychus eurhythmus) (Gambar 2)
Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Ciconiiformes
Family : Ardeidae
Genus : Ixobrychus
Spesies : Ixobrychus eurhythmus

2
Keterangan :
1. Paruh
2. Sayap
3. Kaki
4. Jari Kaki
1
3
4

Gambar 2. Ixobrychus eurhythmus


7

Deskripsi :
Warna dominan tubuh adalah coklat; memiliki kalung hitam di bawah
tenggorokan atau dada. Mahkota atau tudung berwarna hitam; Iris berwarna
kuning; paruh kuning kehijauan. Paruh bertipe panjang, straight dan acute.
Lubang hidung terletak pada pangkal culmen. Sayap terbang berwarna hitam,
dan bagian bawahnya berwarna abu-abu. Sayap bertipe rounded (melingkar) .
Ekor bertipe rounded. Merupakan tipe burung pejalan (wading). Kaki
berwarna kuning dan kuku jari tengahnya terdapat serrate (bergerigi). Sisik
kaki bertipe scutellate; cakar bertipe acute. Hallux bertipe incumbent. Panjang
total tubuh mencapai 34,5 cm; panjang sayap 13,2 cm; panjang tungkai 5,6
cm; panjang paruh 5,5 cm; panjang ekor 4,9 cm.
2. Belibis batu (Dendrocygna javanica) (Gambar 3)
Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Anseriformes
Family : Dendrocygnidae
Genus : Dendrocygna
Spesies : Dendrocygna javanica

Keterangan :
1. Paruh
2. Sayap
2
3. Kaki
4. Jari Kaki
5. Selaput renang
5 3
4

Gambar 3. Dendrocygna javanica


8

Deskripsi :
Tubuh berwarna coklat kemerahan dengan mahkota yang berwarna hitam.
Bulu mahkota berwarna hitam tidak menutupi sampai bagian mata. Paruh
bertipe depressed, dan memiliki struktur khusus berupa lamella. Warna paruh
hitam, dengan ujung seperti kait; iris berwarna coklat. Lubang hidung terletak
pada pangkal culmen. Sayap bertipe rounded. Tungging dan ekor bawah
berwarna merah, dengan penutup ekor atas berwarna merah karat. Ekor betipe
rounded. Merupakan burung air tipe perenang. Kaki berwarna hitam, dengan
hallux bertipe elevated. Sisik kaki bertipe reticullate; cakar bertipe obtuse.
Jari-jari kakinya bertipe palmate. Memiliki kebiasaan terbang dan mencari
makan secara berkelompok. Panjang total tubuh mencapai 40 cm; panjang
sayap 23,4 cm; panjang tungkai 5,3 cm; panjang paruh 4,7 cm; panjang ekor
7,4 cm.
3. Mandar Batu (Gallinula chloropus) (Gambar 4)
Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Gruiformes
Family : Rallidae
Genus : Gallinula
Spesies : Gallinula chloropus

1 Keterangan :
1. Sayap
2. Perisai
2
3 3. Paruh
4
4. Mata
5. Kaki

Gambar 4. Gallinula chloropus


9

Deskripsi :
Bulu tubuh seluruhnya hitam suram, kecuali coretan garis putih pada
sepanjang bagian sisi dan dua bercak putih pada bagian bawah ekor. Paruh
pendek, berwarna merah dengan ujung paruh hijau kekuningan; iris berwarna
merah. Terdapat perisai berwarna merah terang pada bagian dahi, perisai
hanya berukuran kecil. Lubang hidung terletak pada tengah culmen. Sayap
bertipe rounded, bagian bulu sayap terluar memiliki coret putih. Ekor bertipe
rounded, dengan tungging berwarna putih. Kaki kuning kehijauan, dengan
bagian atas kaki berwarna merah. Susunan sisik yang menutupi kaki bertipe
scutellate. Cakar bertipe acute. Memiliki nama daerah yaitu pepelan.
Panjang total tubuh mencapai 29,4 cm; panjang sayap 14,8 cm; panjang
tungkai 5 cm; panjang paruh 2,8 cm; panjang ekor 7,4 cm.
4. Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus) (Gambar 5)
Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Gruiformes
Family : Rallidae
Genus : Amaurornis
Spesies : Amaurornis phoenicurus
1
2 Keterangan :
1. Paruh
3
2. Sayap
4
3. Kaki
4. Jari Kaki
5
5. Selaput renang
6

Gambar 5. Amaurornis phoenicurus


10

Deskripsi :
Tubuh berwarna hitam dan putih mencolok. Mahkota dan tubuh bagian atas
hitam, sedang muka, dahi, dada, dan bagian atas perut berwarna putih. Paruh
hijau kekuningan dengan pangkal merah; iris berwarna hitam. Dahi (forehead)
berwarna putih. Lubang hidung terletak pada tengah culmen. Sayap bertipe
rounded, dengan coret putih pada bagian bulu sayap terluar. Ekor bertipe
rounded, dengan tungging berwarna merah karat. Kaki berwarna kuning
kemerahan, dengan sisik kaki bertipe scutellate. Hallux bertipe incumbent;
cakar bertipe acute. Di daerah lebih dikenal dengan nama burung srimbombok.
Panjang total tubuh mencapai 27,7 cm; panjang sayap 15,2 cm; panjang
tungkai 5,6 cm; panjang paruh 3,6 cm; panjang ekor 6,5 cm.
5. Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) (Gambar 6)
Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Ciconiiformes
Family : Ardeidae
Genus : Bubulcus
Spesies : Bubulcus ibis
1 Keterangan :
2 1. Paruh
2. Sayap
3. Kaki

Gambar 6. Bubulcus ibis


11

Deskripsi :
Tubuh berwarna putih; leher berwarna putih kemerahan. Paruh bertipe
panjang, straight (lurus) dan acute, paruh berwarna kuning; iris berwarna
kuning. Bagian punggung berwarna putih kemerahan. Lubang hidung terletak
pada pangkal culmen. Sayapnya besar, bertipe rounded dan berwarna putih.
Ekor bertipe rounded. Kaki panjang dan berwarna hitam, dengan sisik kaki
bertipe scutellate. Hallux bertipe incumbent; cakar bertipe acute. Kuku jari
tengah bertipe pectinate. Ukuran tubuh umumnya melebihi 40 cm. Di
beberapa daerah ada yang menyebut burung ini sebagai blekok sawah.
Panjang total tubuh mencapai 51 cm; panjang sayap 24 cm; panjang tungkai
10,4 cm; panjang paruh 6,4 cm; panjang ekor 9,3 cm.
6. Mandar Besar (Porphyrio porphyrio) (Gambar 7)
Klasifikasi
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Gruiformes
Family : Rallidae
Genus : Porphyrio
Spesies : Porphyrio porphyrio
2 3 Keterangan :
1
1. Paruh
2. Perisai
3. Sayap
4. Kaki

Gambar 7. Porphyrio porphyrio


12

Deskripsi :
Tubuh berwarna hitam kebiruan mencolok. Bagian dada perut dan sayap berwarna
biru kehjauan. Memiliki perisai dikepala yang menutupi sampai ke bagian
mahkota, perisai berwarna merah (ukuran besar). Paruh bertipe compressed,
kokoh, dan berwarna merah; iris berwarna merah. Lubang hidung terletak pada
tengah culmen. Sayap bertipe rounded, berwarna biru kehijauan. Ekor bertipe
rounded, dengan tungging (crissum) berwarna putih. Kaki berwarna merah,
dengan jari-jari kaki yang panjang. Sisik kaki bertipe scutellate; hallux incumbent;
cakar bertipe acute. Memiliki kebiasaan menjentikan ekor pada waktu berjalan. Di
daerah lebih dikenal dengan nama burung biron. Panjang total tubuh mencapai
41,2 cm; panjang sayap 24 cm; panjang tungkai 8,8 cm; panjang paruh 3,7 cm;
panjang ekor 10 cm.
C. Analisis Kekerabatan Fenetik Jenis-jenis Burung Air di Waduk Mulur
Keanekaragaman dapat diukur jika terdapat beberapa nilai kuantitatif yang
mewakili mereka dan nilai-nilai tersebut dapat dibandingkan (Goombridge, 1992).
Keanekaragaman tidak hanya mewakili presentase spesies yang ada di suatu
wilayah, tetapi meliputi perbedaan dan keunikan antar spesies. Perbedaan dan
keunikan tersebut dapat diketahui dengan mempelajari sifat dari suatu spesies dan
mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies yang satu dengan spesies yang
lainnya dan hal ini dilakukan dengan studi taksonomik (Setyawan, 1999).
Keanekaragaman spesies juga meliputi hubungan kekerabatan antara spesies satu
dengan lainnya yang ditemukan di dalam satu wilayah.
Semua spesies sampel dianalisis hubungan kekerabatannya dengan metode
taksonomi numerik yang berdasar pada sebanyak 34 karakter morfologinya. Mayr
dan Ashlock (1991) mendefinisikan bahwa karakter taksonomik adalah tiap ciri-
ciri yang dapat membedakan anggota suatu takson dengan anggota takson lainnya.
Karakter taksonomik dapat membuktikan asal mula diperolehnya hubungan
kekerabatan antar takson. Semakin banyak kesamaan karakter antara 2 spesies,
maka semakin dekat hubungan kekerabatannya. Dalam penelitian ini, diamati 34
karakter taksonomik.
13

Karakter taksonomi masing-masing spesies disusun dalam satu matriks


yang dibuat berdasarkan karakter morfologi tiap spesies. Sokal dan sneath (1963)
menyatakan, seluruh pengelompokan dalam taksonomi numerik didasarkan pada
karakter taksonomi. Setiap karakter taksonomi yang diamati disebut unit karakter,
dalam penelitian ini digunakan metode dua pilihan (two states characther).
Karakter yang dinyatakan dalam dua pilihan dapat disimbolkan dengan angka 0
bila karakter tersebut tidak terdapat pada obyek yang diamati, dan dinyatakan
dalam angka 1 jika karakter tersebut dijumpai dalam obyek yang diamati.
Karakter taksonomi masing-masing spesies disusun dalam suatu matriks
yang dibuat berdasarkan banyak sedikitnya perbedaan yang dimiliki tiap spesies.
Dari matriks ini akan diketahui jumlah perbedaan karakter antara spesies satu
dengan lainnya. Matriks perbedaan karakter dapat dilihat pada tabel 1 di bawah
ini .
Tabel 1. Matriks Perbedaan Karakter Taksonomi 6 Spesies Burung Air

A B C D E F

A X 19 19 13 3 16

B X 22 22 20 21

C X 6 18 5

D X 12 7

E X 15

F X

Keterangan :
A : Ixobrychus eurhythmus
B : Dendrocygna javanica
C : Gallinula chloropus
D : Amaurornis phoenicurus
E : Bubulcus ibis
F : Porphyrio porphyrio
14

Perbedaan karakter terbanyak terdapat antara Dendrocygna javanica


dengan Gallinula chloropus sebanyak 22 karakter. Untuk perbedaan karakter yang
paling kecil terdapat pada Ixobrychus eurhythmus dengan Bubulcus ibis, sebanyak
3 karakter. Perbedaan 3 karakter menunjukkan kedekatan hubungan kekerabatan
diantara 2 spesies ini.
Numerasi perbedaan karakter ini dapat digunakan untuk menghitung jarak
taksonomik dari 6 spesies burung air yang ditemukan di Waduk Mulur. Jarak
taksonomik dihitung dengan mengukur jarak indeks pasangan spesies dengan
rumus jarak Euclidean guna mengetahui jarak taksonomi jenis-jenis burung
tersebut. Jarak taksonomik antar spesies yang ditemukan di Waduk Mulur dapat
dilihat pada tabel 2 di bawah :
Tabel 2. Matriks Jarak Taksonomi Antar 6 Spesies Burung air

Satuan Taksonomi Operasional


STO
A B C D E F

A X 4.359 4.359 3.606 1.732 4

B X 4.69 4.69 4.472 4.583

C X 2.449 4.243 2.236

D X 3.464 2.646

E X 3.873

F X

Keterangan :
A : Ixobrychus eurhythmus
B : Dendrocygna javanica
C : Gallinula chloropus
D : Amaurornis phoenicurus
E : Bubulcus ibis
F : Porphyrio porphyrio
15

Jarak taksonomi terkecil dijumpai pada Ixobrychus eurhythmus dengan


Bubulcus ibis serta Gallinula chloropus dengan Amaurornis phoenicurus. Jarak
antara Ixobrychus eurhythmus dengan Bubulcus ibis adalah sebesar 1,732,
menunjukkan kedua spesies ini memiliki hubungan kekerabatan yang paling
dekat. Hal yang sama juga ditemukkan pada spesies Gallinula chloropus dengan
Amaurornis phoenicurus, dimana memilki jarak sebesar 1,732. Hubungan
kekerabatan paling jauh ditemukkan pada spesies Dendrocygna javanica dan
Gallinula chloropus, dengan jarak taksonomi sebesar 4,690.
Berdasarkan tabel diatas dilakukan pengelompokan yang dimulai dari
matriks 1 dengan menentukan jarak taksonomi terkecil sebagai klaster 1,
selanjutnya dibuat matriks kedua sebagai klaster 2. Langkah ini dilanjutkan
sampai diperoleh matriks 6, sehingga semua spesies dapat tergabung ke dalam
satu klaster besar. Pengelompokan yang dimulai dari klaster-klaster kecil sampai
akhirnya semua klaster dimasukan dalam satu klaster besar disebut metode
agglomerative (Annawaty, 2001). Dengan metode ini didapatkan rekapitulasi
jarak taksonomi terkecil dari masing-masing matriks yang disajikan dalam tabel 3
di bawah ini :
.Tabel 3. Rekapitulasi jarak taksonomi terkecil Antar Pasangan Spesies
(Klaster)

Kombinasi Klaster
Tahapan Klastering Jarak Taksonomi
Klaster 1 Klaster 2

1 A E 1.732

2 C F 2.236

3 CF D 2.444

4 AE CFD 3.261

5 AECFD B 3.693
16

Keterangan :
A : Ixobrychus eurhythmus
B : Dendrocygna javanica
C : Tachybaptus ruficollis
D : Gallinula chloropus
E : Amaurornis phoenicurus
F : Bubulcus ibis
Analisis cluster data yang bersifat kuantitatif maupun deskriptif dengan
metode Agglomerative untuk mengidentifikasi sekelompok obyek yang
mempunyai kemiripan karakteristik tertentu yang dapat dilihat dengan jelas. Dasar
dari analisis cluster yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pengukuran jarak atau ketidaksamaan (Purwantoro et al. 2005).
Nilai-nilai yang diperoleh dari perhitungan jarak Euclidean selanjutnya
disusun dalam matriks berukuran p x p. Nilai terkecil yang ada dalam matriks p x
p tersebut menunjukkan nilai jarak atau ketidaksamaannya kecil. Hal ini berarti
obyek yang bersangkutan memiliki kesamaan yang besar sehingga memiliki
hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Kedua obyek yang memiliki nilai jarak
Euclidean terkecil selanjutnya bergabung menjadi satu cluster yang pertama
(Purwantoro et al. 2005).
Langkah berikutnya adalah menghitung jarak antara cluster pertama
dengan obyek-obyek lainnya. Langkah tersebut dikerjakan seterusnya hingga
diperoleh satu cluster yang memuat seluruh obyek yang dipergunakan dalam
penelitian ini. Klasifikasi bertingkat hasil analisis ini selanjutnya dapat disajikan
dalam diagram dua dimensi, yang dikenal dengan dendrogram, yang
menggambarkan penggabungan yang dibuat bertahap (Purwantoro et al. 2005)
Berdasar rekapitulasi jarak taksonomi terkecil pada tabel tabel 3 maka dapat
dibuat dendogramnya,yaitu pada gambar 8 berikut ini :
17

25 20 15 10 5 0

Ixobrychus eurhythmus

1,732
Bubulcus ibis

3,261
Gallinula chloropus

2,236
Porphyrio porphyrio

2,444

3,693
Amaurornis phoenicurus

Dendrocygna javanica

Gambar 8. Dendogram Jarak Taksonomi 6 Spesies Burung Air


di Waduk Mulur
Dendogram dapat memberikan informasi jauh dekatnya hubungan antar
spesies dan informasi jumlah klaster dalam data tersebut. Tinggi jauhnya simpul
dalam dendogram sebanding dengan jarak antar kelompok yang dihubungkan.
Dengan memotong dendogram secara vertikal pada titik tertentu dapat
menunjukkan jumlah pengelompokkan (Ribert et al., 1999). Dengan
menggunakan dendogram tersebut dapat diketahui jarak taksonomi antar
kelompok burung air.
18

Dari dendogram diatas dapat dilihat terjadi pengelompokan yang membagi


6 spesies tersebut menjadi 3 kelompok yang berbeda yaitu ;
a. kelompok I (Ixobrychus eurhytmus dan Bubulcus ibis),
b. Kelompok II (Gallinula chloropus, Porphyrio porphyrio dan
Amaurornis phoenicurus)
c. Kelompok III (Dendrocygna javanica).

Antara kelompok I dengan II memiliki jarak sebesar 3,261, jarak ini


menunjukkan hubungan kekerabatan yang tidak begitu dekat. Sebab kedua
kelompok ini masing-masing termasuk dalam 2 ordo yang berbeda, yaitu
Ciconiiformes (kelompok I) dan Gruiformes (kelompok II). Jarak kekerabatan
paling jauh ditunjukkan oleh kelompok III (Anseriformes) yaitu sebesar 3,693
(terhadap kelompok I dan II)
Jarak antara tiap individu dapat diketahui dengan membaca tabel 4, pada
Ixobrychus eurhythmus dan Bubulcus ibis memilki jarak terkecil yaitu sebesar
1,732, sebab dari 34 karakter, kedua spesies hanya memiliki 3 perbedaan karakter
yaitu Ixobrychus eurhythmus memiliki ciri adanya kalung hitam dibagian dada
yang tidak dimililiki oleh Bubulcus ibis. Ixobrychus eurhythmus memiliki warna
dominan tubuh merah kecoklatan sedangkan Bubulcus ibis warna dominan
tubuhnya adalah putih.
Jarak Taksonomi paling jauh ditemukan antara Dendrocygna javanica
dengan Porphyrio porphyrio yaitu 4,690. Terdapat 22 karakter yang berbeda
antara kedua spesies ini. Dendrocygna javanica merupakan burung perenang
dengan jari kaki yang bertipe palmate, dan halluxnya bertipe elevated. Sedangkan
Porphyrio porphyrio merupakan burung pejalan dengan jari kaki tanpa selaput
renang dan halluxnya bertipe incumbent. Untuk lebih detailnya perbedaan
karakter kedua spesies ini dapat dilihat pada tabel 6 di bawah :
19

Tabel 6. Perbedaan karakter antara Dendrocygna javanica dan Gallinula


chlorupus
Perbedaan Karakter
Dendrocygna javanica Porphyrio porphyrio

Tipe kaki perenang Tipe kaki pejalan


Hallux lebih panjang dibanding
Jari-jari kaki bertipe palmate
kuku jari tengah
Hallux elevated Hallux incumbent

Paruh bertipe depressed Paruh straight dan acute

Paruh memiliki lamella Memiliki perisai pada dahi


Sisik kaki bertipe Scutellate-
Sisik kaki bertipe Reticullate
reticullate
Cakar bertipe obtuse Cakar bertipe Acute

Ujung paruh berbentuk seperti


Pangkal paruh berwarna merah
kait
Lubang hidung di pangkal
Lubang hidung di tengah culmen
culmen
Warna dominan tubuh merah
Warna dominan tubuh hitam
kecoklatan
Memiliki coret putih pada bulu
sayap terluar
Perisai berwarna merah

Jarak terjauh juga ditemukan pada spesies Dendrocygna javanica dengan


Amaurornis phoenicurus yaitu sebesar 4,690, dengan 22 perbedaan karakter.
Diantaranya yaitu Dendrocygna javanica memiliki warna iris merah, sedang
Amaurornis phoenicurus irisnya berwarna kuning, serta tipe sisik kaki yang
berbeda pada kedua spesies ini.
Selain jarak terdekat dan terjauh, terdapat juga spesies yang memiliki
sedikit perbedaan karakter yaitu Gallinula chloropus dengan Porphyrio
porphyrio. Jarak taksonomi kedua spesies ini sebesar 2,236, dengan 5 perbedaan
20

karakter. Gallinula chloropus memiliki tipe paruh straight dan acute; sisik kaki
bertipe scutellate-reticullate; adanya coret putih pada bulu sayap terluarnya. Pada
Porphyrio porphyrio memiliki tipe paruh compressed dan sisik kakinya bertipe
scutellate.
Pada Bubulcus ibis dan Amaurornis phoenicurus memiliki jarak
taksonomi sebesar 3,873, dengan 15 perbedaan karakter. Beberapa diantaranya
yaitu Bubulcus ibis memiliki paruh bertipe panjang, straight dan acute, kuku jari
tengah bertipe pectinate. Amaurornis phoenicurus memilki ciri pangkal paruh
berwarna merah, hallux lebih panjang dibanding kuku jari tengah, serta paruh
bertipe straight dan acute.
Dari pengukuran jarak taksonomi keenam spesies burung air yang
ditemukan di Waduk Mulur kekerabatan paling dekat dijumpai pada spesies
Ixobrychus eurhythmus dengan Bubulcus ibis. Jarak taksonomi terdekat juga
dijumpai antara Gallinula chloropus dengan Amaurornis phoenicurus. Untuk
kekerabatan terjauh dijumpai antara Gallinula chloropus dengan Dendrocygna
javanica. Hasil analisis jarak taksonomi ini tidak berbeda dengan analisis secara
deskriptif yang dilakukan oleh peneliti. Dari analisis deskriptif ditemukan 3 ordo
yang membedakan diantara 6 spesies burung air di Waduk Mulur. Ketiga ordo
tersebut adalah Ciconiiformes, Anseriformes, Gruiformes.
Ditemukan 2 spesies yang masuk dalam ordo Ciconiiiformes yaitu
Ixobrychus eurhythmus dan Bubulcus ibis. Analisis jarak taksonomi menyatakan
kedua spesies ini memiliki kekerabatan yang dekat, dan menurut analisis
deskriptif kedua spesies masuk dalam satu ordo yang sama. Sehingga kedua
spesies ini memiliki sedikit perbedaan karakter antara satu dengan lainnya. Hal
yang sama ditemui pada Gallinula chloropus Amaurornis phoenicurus dan
Porphyrio porphyrio, ketiga spesies ini masuk dalam satu ordo yang sama yaitu
Gruiformes. Ordo Anseriformes hanya ditemui satu spesies yaitu Dendrocygna
javanica.
21

Kesimpulan
Terdapat 6 spesies (3, famili, 3 ordo) burung air di Waduk Mulur
Sukoharjo yaitu Ixobrychus eurhytmus (Ardiedae, Ciconiformes), Dendrocygna
javanica (Dendrocygnidae, Anseriformes), Gallinula chloropus (Rallidae,
Gruiformes), Amurornis phoenicurus (Rallidae, Gruiformes), Bubulcus ibis
(Ardeidae, Ciconiformes), Porphyrio porphyrio (Rallidae, Gruiformes). Dari
keenam spesies tersebut hubungan kekerabatan paling dekat yaitu Ixobrychus
eurhytmus dengan Bubulcus ibis sebesar 1,732. Kekerabatan paling jauh yaitu
Dendrocygna javanica dan Gallinula chloropus, sebesar 4,690,serta antara
Dendrocygna javanica dan Amurornis phoenicurus dengan jarak yang sama
(4,690).
22

DAFTAR PUSTAKA

Annawaty, 2001. Kekerabatan Ular-ular Familia Colubridae di DIY dan


Sekitarnya (Tesis). Program Pendidikan S2 Program Studi Biologi
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Elfidasari, D. 2005. Keberhasilan Makan Tiga Jenis Kuntul Di Sekitar Cagar


Alam Pulau Dua Serang: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. BIOTIKA. 4
(2) : 9-17.

Fry, J. C. 1993. Biological Data Analysis. A Pratical Approach. New York :


Oxford University Press Inc.

Groombridge, B. 1992. Global Biodiversity. London : Chapman and Hall.

Hidayat, Sugeng, P., Harianto , dan Nurcahyani, N. 1996. Keanekaragaman Jenis


Burung Air di Lebak Bun-Bun, Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan. Plasma nutfah . 5 (2): 43-50 .

John MacKinnon. Phillips, K. and van Balen, B. 2000. Burung – Burung di


Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak, dan
Brunei Darussalam). Jakarta: Puslitbang- LIPI.

Mayr, E and P. D. Ashlock. 1991. Principles Of Systematic Zoology, 2nd Ed.


Dubuque : Mcgraw-Hill.

Peterson, R. T. 1971. The Birds. New York : Time Life Nature Library.

Purwantoro, A., Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih. 2005. Phylogenetic Of


Orchids Based On Morphological Characters. Ilmu Pertanian. 12 (1) : 1 –
11.

Retnoningsih, A. 2008. http://shantybio.transdigit.com/?Biologi_Taksonomi:


Taksonomi_dalam_pengelolaansumber%26nbsp%3Bdaya%26nbsp%3Bge
netika%26nbsp%3Btumbuhan%26nbsp%3Bdi_Indonesia
[5 September 2008].

Ribert, A. Enaji, A., dan Lecourtier, Y. 1999. An Incremental Hierarchical


Clustering. United Kingdom : Trois-Rievieres.

Setyawan, A. D. 1999. Status Taksonomi Genus Alpinia Berdasarkan Sifat-Sifat


Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Minyak Atsiri. BioSMART 1(1) : 31-
40.

Sokal, R.R, and P.H.A. Sneath. 1963. Principles of Numerical Taxonomy. San
Francisco : W.H. Freeman.
23

Sujatnika. 1995. Melestarikan keragaman Hayati Indonesia Pendekatan Daerah


Burung Endemik. Jakarta : PHPA/Birdlife International- IP.

Whitten, T, and R. E. Soeriatmadja, S, A. Afif. 1996. The Ecology of Java and


Bali. Vol II. Singapore : Peripuls Edition (Hk) Ltd.

Zakaria, M., Rajpar, M. N., and Sajap, A. S. 2009. Spesies Diversity and Feeding
Guilds of Birds in Paya IndahWetland Reserve, Peninsular Malaysia.
Zoological Research 5 (3) : 86-100.

You might also like