You are on page 1of 15

IMPLEMENTASI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DI

DESA KEDUNGWARU TULUNGAGUNG

Udik Jatmiko1, Lilis Ardini2


1
Program Doktor Ilmu Manajemen STIESIA Surabaya
udikjatmiko@gmail.com
2
Dosen PDIM STIESIA Surabaya

ABSTRACT

The problem in this study is the measurement of the performance of the village
government's financial statements in Kedungwaru Tulungagung in managing the
village income and expenditure budget by focusing on financial performance analysis
based on Permendagri No. 113 of 2014. This study uses a qualitative descriptive
approach, using primary data sourced from APBDes from the period 2019-2021. The
data analysis technique in this research is using trend analysis. The results of this
study explain that financial reporting performance in terms of independence is in the
constructive category, meaning that the intervention of the central, provincial and
district governments has decreased because the village government is quite capable
of managing its local autonomy. The results obtained from the effectiveness of village
finances that meet the criteria required by Permendagri No. 113 of 2014. Financial
efficiency in the inefficient category exceeds the standard provisions of above 60%.
Operational expenditure obtained by the average operating expenditure issued by the
Village Government is appropriate. The growth of financial income obtained on
average has fulfilled the element of financial performance accountability, because it
has been able to maintain and increase its growth from one period to the next.

Keyword : Implementation, Accountability, Financial Management

ABSTRAK

Problematika pada penelitian ini adalah pengukuran kinerja laporan keuangan


Pemerintah Desa di Kedungwaru Tulungagung dalam mengelola anggaran
pendapatan dan belanja desa dengan memfokuskan pada analisis kinerja keuangan
berdasarkan Permendagri No 113 Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif, menggunaka data primer yang bersumber dari
APBDes dari periode 2019-2021. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis trend. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kinerja
pelaporan keuangan ditinjau dari aspek kemandirian dalam kategori konstruktif,
artinya campur tangan pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten telah
mengalami pengurangan karena pemerintah desa cukup mampu mengelola otonomi
lokal daerahnya. Efektivitas keuangan desa diperoleh hasil bahwa memenuhi kriteria
yang disyaratkan Permendagri No 113 tahun 2014. Efisiensi keuangan dalam kategori
tidak efisien melebihi standar ketentuan di atas 60%. Belanja operasi diperoleh rata-
rata belanja operasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa sudah sesuai.
Pertumbuhan pendapatan keuangan diperoleh rata-rata telah menenuhi unsur
akuntabilitas kinerja keuangan, karena telah mampu mempertahankan dan
meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode berikutnya.

Kata Kunci : Implementasi, Akuntabilitas, Pengelolaan Keuangan

A. Pendahuluan
Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa desa
merupakan kesatuan masyarakat yang tertib hukum dengan batas wilayah yang
wewenangnya untuk mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
secara tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Secara praktis, kinerja otonomi desa sangat diatur oleh
peraturan sebagai bentuk menjalankan kegiatan pengelolaan keuangan setiap desa.
Ketentuan Permendagri nomor 113 Tahun 2014 disampaikan bahwa pengelolaan
keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi : perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan desa sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat
mengelola keuangannya tersebut secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan
mengelola pembelanjaan anggaran (Permendagri No. 113, 2014).
Pengelolaan keuangan desa diturunkan dalam bentuk kebijakan desa berupa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Sebagai daerah otonom terendah
dalam sistem pemerintahan Indonesia, desa memiliki keterbatasan dalam hal
pembiayaan segala urusan pemerintahannya. Hal tersebut kemudian terjawab melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pasal 68 bahwa sumber
pendapatan desa selain diperoleh dari pendapatan asli desa juga dapat diperoleh dari
dana bagi hasil pajak daerah kabupaten atau kota, dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah, bantuan keuangan dari pemerintah, dan hibah serta sumbangan dari pihak
ketiga (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2017)
Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
menyebutkan bahwa telah ditemukan 15.100 kelemahan yang terjadi dalam
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa pada tahun 2021 (Munti dan Fahlevi, 2017).
Padahal, tercapainya pembangunan desa yang menjadi tujuan utama dari dana desa
sangat ditentukan dari kinerja pengelolaan keuangan oleh aparatur desanya. Kinerja
pengelolaan keuangan desa harus terus mendapatkan pengawasan yang optimal, agar
aspek akuntabilitas dan transparansi keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik
(Jatmiko et al., 2021). Jumlah dana yang dikucurkan langsung ke desa dari
pemerintah pusat cukup besar, hal tersebut mengakibatkan rawan terjadinya
penyelewengan anggaran dari kepentingan pribadi aparatur desa (Lestari et al., 2020).
Keadaan ini menggambarkan kinerja pengelolaan keuangan pemerintah desa dalam
hal menjaga akuntabilitasnya harus tetap dikontrol dan dikendalikan dalam
pendistribusiannya. Akuntabilitas akan semakin baik jika didukung oleh suatu sistem
akuntansi yang menghasilkan informasi yang akurat, handal, tepat waktu, serta dapat
dipertanggungjawabkan (Machfiroh, 2019). Akuntabilitas dalam pemerintah desa
melibatkan kemampuan pemerintah desa untuk mempertanggungjawabkan kegiatan
yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan masalah pembangunan dan pemerintahan
desa (Sari, 2017).
Observasi awal yang telah dilakukan peneliti mengenai tahap perencanaan
hingga pertanggungjawaban pelaporan keuangan desa yang dilakukan terlihat masih
belum optimal dan tidak berjalan sesuai prosedur yang ditentukan oleh pemerintah
Daerah khususnya pelaporan keuangan desa melalui sistem keuangan desa terpadu
(Siskeudes). Hasil wawancara yang dilakukan dengan Bendahara Pemerintah
Kedungwaru mengemukakan bahwa sering terjadi keterlambatan pelaporan
pertanggungjawaban keuangan Desa, hal ini terjadi karena adanya indikasi kinerja
sumber daya manusia di internal pemerintah desa yang kurang akuntabel. Kinerja
Kaur keuangan dan Bendahara desa yang kurang administratif dalam mengumpulkan
bukti-bukti penggunaan dana menjadi indikator lambannya penyusunan laporan
keuangan sehingga ketidaksesuaian data belanja operasional dan realisasi penggunaan
dana tidak seimbang. Problematika lain yang dapat mempengaruhi tata kelola
keuangan desa adalah banyaknya kegiatan-kegiatan yang direncanakan tidak sesuai
target, sehingga waktu penyelesaian laporan keuangan juga mengalami kemunduran.
Permasalahan di atas semakin menunjukkan kurang maksimalnya kinerja Pemerintah
Kedungwaru Tulungagung apabila ditinjau dari efektivitas dan efisiensi pelaporan
keuangan desa tersebut. Hasil pengamatan dari laporan penyaluran dan realisasi
penggunaan keuangan desa tahun 2020/2021, rata-rata realisasi penggunaan keuangan
desa hanya mencapai 40% realisasi anggaran pendapatan dan belanja desa. Hal ini
yang mengindikasikan bahwa proporsi penggunaan anggaran dana desa tidak sesuai
ketentuan dimana 30% digunakan untuk operasional dan 70% digunakan untuk
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Masalah ini disebabkan karena
sejumlah rencana pengeleloaan keuangan yang ada belum dapat terealisasikan sesuai
target, sehingga pelaporannya juga tidak sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan pendapatan asli desa.
Anggaran pendapatan asli desa dapat dikatakan efektif dan efisien apabila
setiap pemerintah desa mampu merealisasikan pendapatan asli desa dalam hal
operasional, pembangunan dan pemberdayaan. Akan tetapi, ketika realisasi belanja
dengan anggaran kurang efektif dalam pengelolaannya akan mengakibatkan
ketidakseimbangan pegelelolaan keuangan (Lestari et al., 2020). Hal ini berbeda
dengan argumentasi lain yang menjelaskan bahwa secara keseluruhan dari aspek
belanja operasi, aspek kemandirian, efektivitas dan efisiensi sudah sangat baik sesuai
dengan realisasi anggaran pendapatan dan belanja desa (Sunarya dan Lamaya, 2017).
Hasil penelitian meyebutkan bahwa dilihat dari aspek rasio kemandirian dan
keserasian kurang optimal pengelolaan keuangan desa, hal ini disebabkan banyaknya
pemborosan dalam alokasi dana pada anggaran desa yang tidak relevan sehingga
menyebabkan pembelanjaan desa tidak dapat dikatakan efektif (Ramadhani et. al.,
2020).
Untuk memahami implementasi da akuntabilitas pengelolaan keuangan ini
maka pada penelitian ini disampaikan batasan mengenai aspek akuntabilitas
pengelolaan keuangan Pemerintah desa ditinjau dari Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 113 Tahun 2014 yang bersumber pada Laporan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa Periode 2019-2021 di Kedungwaru Tulungagung. Rumusan masalah
penelitian ini disampaikan bahwa : 1) Bagaimanakah implementasi Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 untuk mengukur akuntabilitas kinerja
keuangan di Kedungwaru Tulungagung? 2) Bagaimanakah kinerja pelaporan
keuangan Pemerintah Desa Kedungwaru Tulungagung ditinjau dari aspek
kemandirian, efektivitas, efisiensi, belanja operasi dan pertumbuhan keuangan?
Berdasarkan problematika yang telah diuraikan melalui fenomena dan gap
penelitian yang ada, maka sangat menarik ketika pembahasan difokuskan kepada
trend perkembangan terkait kinerja Pemerintah Desa Kedungwaru dalam mengelola
keuangan ditinjau dari aspek kemandirian, efektivitas, efisiensi, belanja operasi dan
pertumbuhan pendapatan sehingga dapat diketahui akuntabilitas pengelolaan
keuangannya. Tujuan penelitian ini juga dimaksudkan untuk menggambarkan sejauh
mana aspek akuntabilitas kinerja para Pemerintah Desa yang bertanggungjawab atas
pengelolaan keuangan desa dalam mendistribusikan dana untuk kepentingan
pembangungan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dikelola secara transparan
sehingga memiliki aksesbilitas yang relevan kepada para pengguna informasi
keuangan tersebut.
B. Research Methodology
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk
membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2018). Objek penelitian ini
difokuskan pada analisis dan implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan Desa. Kinerja keuangan tersebut
diproksikan dalam rasio kemandirian desa, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio
belanja operasi dan rasio pertumbuhan. Adapun yang menjadi alasan pengambilan
objek penelitian tersebut dikarenakan adanya permasalahan dan indikasi kurang
optimalnya kinerja keuangan Pemerintah Kedungwaru dalam mengeloa APBDes
serta pengalokasiannya secara akuntabel. Metode pengumpulan data bersumber pada
data primer meliputi data laporan APBdes, data laporan PADes, data belanja operasi,
data anggaran desa periode 2019-2021 yang menguatkan penelitian ini. Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis trend dengan
pendekatan deskriptif yaitu metode analisis data yang bertujuan melakukan estimasi
pada masa mendatang untuk melihat kecenderungan meningkat atau menurun pada
suatu variabel, pada kurun waktu tertentu (Moleong, 2019). Metode analisis data
dilakukan dengan menghitung kinerja keuangan melalui aspek kemandirian,
efektivitas, efisiensi, belanja operasi dan pertumbuhan pendapatan, kemudian
dilanjutkan dengan analisis trend terkait pengelolaan keuangan desa melalui proses
analisis bahasan serta ditarik sebuah kesimpulannya.

C. Result and Discussion


Pengukuran kinerja keuangan pada Pemerintah Kedungwaru Tulungagung
dalam penelitian ini merupakan suatu proses penilaian terhadap tingkat kemajuan
pencapaian pelaksanaan dalam bidang keuangan. Adapun rasio yang digunakan
dalam mengukur kinerja keuangan Desa Kedungwaru Tulungagung adalah rasio
kemandirian desa, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio belanja operasi dan rasio
pertumbuhan pendapatan. Berdasarkan dari data tersebut nantinya akan memberi
gambaran atau informasi mengenai kinerja keuangan Pemerintah Kedungwaru
Tulungagung dalam kurung waktu 3 tahun terakhir yakni tahun 2019-2020. Hasil
perkembangan implementasi Permendagri No 113 Tahun 2014 ditinjau dari aspek
kemandirian ditunjukkan oleh tabel 1.
Tabel 1. Kemandirian Keuangan Desa
Pola
Tahun Hasil Rasio KD Kriteria
Hubungan
2019 25,4% Rendah Konstruktif
2020 28,7% Rendah Konstruktif
2021 24,2% Rendah Sekali Instruktif
Sumber : Data Hasil Olahan Peneliti, 2022
Tabel 1 di atas bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Kedungwaru
Tulungagung diperoleh masing-masing pada tahun 2019 sebesar 25,4%. Pada tahun
2020 diperoleh hasil sebesar 28,7%. Secara keseluruhan dapat dijelaskan fakta bahwa
kemandirian keuangan desa pada tahun 2019-2020 rata-rata dalam kategori rendah
pada interval antara >25% - 50%. Dapat diartikan bahwa pada tahun 2019 dan tahun
2020 kemampuan desa dalam mengelola otonomi daerahnya melalui keuangan
tergolong dalam pola yang konstruktif, artinya campur tangan pemerintah pusat,
provinsi dan pemerintah kabupaten telah mengalami pengurangan karena pemerintah
desa sedikit mampu mengelola otonomi lokal daerahnya. Temuan lain juga
didapatkan pada tahun 2021 rasio kemandirian sebesar 24,2% hal ini dikategorikan
dalam fase rendah sekali karena berada pada interval 0 % - 25 %. Dapat dijelaskan
bahwa pada tahun 2021 pengelolaan kemandirian keuangan desa mengalami
penurunan berdasarkan Permendagri No 13 tahun 2014 dalam pola hubungan yang
intruktif, artinya sinergitas yang menunjukkan bahwa kemandirian keuangan desa
masih dominan dibantu oleh pemerintah pusat atau daerah (Desa tidak mampu
melaksanakan otonominya dengan baik). Keadaan ini dikarenakan adanya peristiwa
pandemi covid 19 yang memang menuntut sinergitas dari berbagai elemen dalam
menanggulangi resiko akibat wabah ini, hal inilah yang membuat kemandirian
keuangan desa pada tahun 2021 tampak belum optimal pelaksanaannya. Kondisi ini
juga menjadi perhatian oleh pemerintah daerah, provinsi maupun pemerintah pusat
dalam menyalurkan anggaran pendapatan dan belanja ke desa-desa sehingga
kemandirian desa dalam menghasilkan dana sehingga dapat dipergunakan sebagai
operasional masih bersumber dari pemerintah pusat. Kajian ini sesuai dengan
penelitian dari Maulana dan Napisah (2021) bahwa kinerja apratur pemerintah desa
harus ditingkatkan, sehingga kompetensi-kompetensi dalam mengelola keuangan
dapat menghindarkan kinerja dari tindakan kecurangan dalam mengestimasi setiap
anggaran yang dilaporkan. Hasil penelitian ini diperkuat juga oleh penelitian dari
(Kartika dan Setiawan, 2016), (Puspayanthi et al., 2017). Berdasarkan hasil
perhitungan rasio kemandirian Desa Kedungwaru pada periode tahun 2019 – tahun
2021, maka dapat disampaikan ilustrasi analisis trend sebagai berikut :

30,00%
Rasio KD
28,70%
28,00%

26,00%
25,40%
24,00% 24,20%

22,00%

20,00%
Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021
Rasio KD

Gambar 1. Analisis Trend Rasio Kemandirian Desa Tahun 2019-2021


Berdasarkan gambar 1 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa analisis trend
untuk rasio kemandirian desa pada tahun 2019-2021 mengalami fluktuasi. Pada tahun
2019 rasio kemandirian desa sebesar 25,4% naik 3,3% pada tahun 2020 sebesar
28,7%. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan asli desa baik yang
diperoleh dari dana transfer pemerintah atau dana perimbangan dari tahun 2019 ke
tahun 2020 sebesar Rp. 40.716.355. Namun pada tahun 2021 kemandirian desa
kembali mengalami penuruan 3,5% sehingga tingkat rasio kemandirian desa menjadi
24,2% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini akibat dari pengalokasian dana desa
yang diperuntukan kepada infrastruktur dan pemberdayaan juga meningkat,
sedangkan dana transfer pemerintah menurun yang menyebabkan pendapatan asli
desa mengalami penurunan.
Sesuai Permendagri No 113 Tahun 2014 menjelaskan efektivitas adalah
pencapaian hasil program dengan target yang telah direncanakan, antara hasil (output
- outcome) yang mampu direalisasikan oleh pemerintah desa dalam menguatkan
otonomi potensi riil daerahnya. Pada tabel 2 ini disajikan mengenai perkembangan
efektivitas pengelolaan keuangan.
Tabel 2. Efektivitas Keuangan Desa
Hasil Rasio Kesimpulan
Tahun Kriteria
Efektivitas
2019 111,4% > 100% Sangat Efektif
2020 109,5% > 100% Sangat Efektif
2021 112,4% > 100% Sangat Efektif
Sumber : Data Hasil Olahan Peneliti, 2022

Tabel 2 menunjukkan bahwa perhitungan rasio efektivitas diketahui pada tahun


2019 memiliki nilai sebesar 111,4% yang dikategorikan sangat efektif, disebabkan
karena realisasi pendapatan desa lebih tinggi dibandingkan target pendapatan. Pada
tahun 2020 mengalami penurunan efektifitas keuangan desa sebesar 109,5% namun
masih dalam kategori sangat efektif karena memenuhi kriteria >100% berdasarkan
Permendagri No 13 tahun 2014, penurunan efektivitas ini dikarenakan target
pendapatan yang ditetapkan desa karena adanya penurunan nominal target yang
ditetapkan Pemerintah Kedungwaru Tulungagung. Efektivitas tahun 2021 kembali
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 112,4% yang dikategorikan
sangat efektif, disebabkan karena kenaikan realisasi pendapatan lebih tinggi
dibandingkan dengan target pendapatan.
Akuntabilitas Pemerintah Kedungwaru Tulungagung ditinjau dari rasio
efektivitas dari tahun 2019-2021 menunjukkan bahwa kinerja keuangan Pemerintah
Kedungwaru Tulungagung sudah baik dalam merealisasikan Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Desa (APBDes) yang telah direncanakan. Meningkatnya rasio ini
menunjukkan bahwa Pemerintah Kedungwaru Tulungagung dapat dikatakan
memiliki kinerja yang sangat Efektif dalam mengelola Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Desa (APBDes) untuk dialokasikan dalam bidang pemberdayaan masyarakat
dan pembangunan Desa tersebut. Hasil temuan penelitian ini diperkuat oleh
argumentasi dari Sukmawati dan Nurfitriani (2019), (Wahyuddin, 2016), (Mamuaya
et al., 2017) menjelaskan bahwa kinerja pengelolaan keuangan desa bisa dikatakan
baik apabila efektivitas pendistribusian dari anggaran-anggaran yang sudah dirancang
dapat dijangkau dengan optimal. Analisis trend pada hasil perhitungan rasio
efektifitas dapat digambarkan sebagai berikut :
Rasio Efektivitas
113,00%
112,40%
112,00%
111,40%
111,00%
110,00%
109,50%
109,00%
108,00%
Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021

Rasio Efektivitas

Gambar 2. Analisis Trend Rasio Efektivitas Tahun 2019-2021

Berdasarkan gambar 2 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa trend


perkembangan nilai rasio efektivitas Pemerintah Kedungwaru Tulungagung, pada
tahun 2019 rasio efektivitas sebesar 111,4%, namun pada tahun 2020 mengalami
penurunan sebesar 1,9% menjadi 109,5%. Penurunan efektivitas pengelolaan
keuangan desa ini tidak lepas dari adanya penurunan dari total target pendapatan desa
dan total pendapatan desa juga mengalami fase penurunan. Effektivitas pengelolaan
keuangan mengalami kenaikan sebesar 2,9% pada tahun 2021 menjadi 112,4%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2021 kenaikan yang signifikan
ini ditandadi dengan pendapatan desa yang berkembang kearah positif selama periode
pencatatan keuangan desa, hal ini juga diikuti oleh trend porsitifnya kenaikan dari
target pendapatan yang di proyeksikan oleh Desa Kedungwaru pada tahun tersebut
Berdasarkan Permendagri No 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pemerintah
desa perlu menghitung secara cermat seberapa besar nilai biaya yang dikeluarkan
untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang telah diterima, sehingga dapat
mengetahui kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Efisiensi
keuangan tersebut ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Efisiensi Pengelolaan Keuangan Desa
Hasil Rasio Kesimpulan
Tahun Kriteria
Efisiensi
2019 101,2% > 100% Tidak Efisien
2020 103,8% > 100% Tidak Efisien
2021 104,8% > 100% Tidak Efisien
Sumber : Data Hasil Olahan Peneliti, 2022
Tabel 3 menunjukkan bahwa perhitungan rasio efisiensi diketahui bahwa pada
tahun 2019 memperoleh nilai sebesar 101,2% dikategorikan tidak efisien, disebabkan
kerena total belanja lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pendapatan. Pada
tahun 2020 memperoleh nilai sebesar 103,8%, sedangkan pada tahun 2021
memperoleh nilai sebesar 104,8%. Secara keseluruhan rasio efisiensi menunjukkan
bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kedungwaru Tulungagung dikategorikan tidak
efisien karena melebihi ketentuan yang disyaratkan pada Permendagri No 13 Tahun
2014 yaitu apabila efisiensi > 100% maka kinerja keuangan tidak efisien. Hal ini
disebabkan karena peningkatan total belanja yang lebih tinggi dibandingkan realisasi
pendapatan. Nilai efisiensi yang terendah terjadi pada tahun 2021 dimana penggunaan
belanja modal yang meliputi belanja pegawai, belanja operasional, dan belanja modal
meningkat dalam 1 periode operasional.
Bedasarkan data temuan di atas, maka dapat dijelaskan ilustrasi trend analisis
rasio efisiensi sebagai berikut :

Rasio Efisiensi
106,00%
104,80%
104,00% 103,80%
102,00%
101,20%
100,00%

98,00%
Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021

Rasio Efisiensi

Gambar 3. Analisis Trend Rasio Efisiensi Tahun 2019-2021

Berdasarkan gambar 3 di atas, Akuntabilitas Pemerintah Kedungwaru


Tulungagung dalam mengelola Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes)
rata-rata masih dalam kategori tidak efisien. Pada tahun 2019 efisiensi keuangan
sebesar 101,2%, pada tahun 2020 memperoleh nilai sebesar 103,8% dan tahun 2021
memperoleh nilai sebesar 104,8%. Apabila ditinjau dari Permendagri No 13 Tahun
2014 secara keseluruhan melebihi syarat sebesar > 100%, nilai efisiensi yang baik
adalah pada batas ambang kurang dari 60%. Tidak efisiennya tingkat akuntabilitas
kinerja keuangan ini dikerenakan total belanja lebih tinggi dibandingkan dengan
realisasi pendapatan, sehingga Pemerintah Kedungwaru Tulungagung dan elemen
masyarakat perlu lebih meningkatkan pendapatan asli desa. Hal itu terjadi
dikarenakan bahwa fakta dilapangan diperoleh Pendapatan Asli Pemerintah
Kedungwaru Tulungagung ini terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong-royong dan lain-lain pendapatan asli desa. PADes juga menjadi
salah satu sumber pendapatan desa yang digunakan untuk memperkuat keuangan desa
dalam pembangunan dan pengelolaan desa. Faktanya, mayoritas pemerintah desa
lebih memfokuskan pada pembangunan fisik ataupun infrastruktur, dan masih belum
optimal dalam pengalokasian dana desa kearah pemberdayaan ekonomi desa
(Jatmiko, 2020). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Thoyib et al.,
(2020) bahwa pengelolaan efisiensi anggaran desa harus terus ditingkatkan sebagai
bukti kinerja pemerintah desa yang akuntabel.
Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2014 menyebutkan bahwa rasio belanja
operasi merupakan perbandingan antara total belanja operasi dengan total belanja
daerah. Belanja operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi dalam
satu tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal tertentu sifatnya
rutin atau berulang. Pada umunya proporsi belanja operasi mendominasi total belanja
daerah, yaitu antara 60-90%. Rasio belanja operasi dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Belanja Operasi Atas Keuangan Desa
Hasil Rasio Kesimpulan
Tahun Kriteria
Belanja Operasi
2019 66,0% > 60-90% Memenuhi Proporsi
2020 68,1% > 60-90% Memenuhi Proporsi
2021 66,2% > 60-90% Memenuhi Proporsi
Sumber : Data Hasil Olahan Peneliti, 2022

Tabel 4 menunjukkan bahwa perhitungan mengenai rasio belanja operasi di


Pemerintah Kedungwaru Tulungagung pada tahun 2019 rasio belanja operasi sebesar
66%, Pada tahun 2020 meningkat sebesar 68,1% dan pada tahun 2021 rasio belanja
operasi menurun tidak signifikan sebesar 66,2%. Berdasarkan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa mulai tahun 2019 hingga tahun 2021 rasio belanja operasi yang
dikelola aparatur pemerintah desa berada pada ketentuan > 60% -90%, hal ini dapat
dijelaskan bahwa proporsi belanja operasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa
sudah sesuai untuk pembangunan dan pemberdayaan kemasyarakatan sesuai dengan
Permendagri No 113 Tahun 2014 dibandingkan pengeluaran untuk belanja pegawai
atau belanja kebutuhan aparat desa setempat.
Berdasarkan temuan hasil perhitungan rasio belanja operasi tersebut, maka
dapat disampaikan ilustrasi trend analisis sebagai berikut :

Belanja Operasi
69,00%
68,00% 68,10%
67,00%
66,00% 66,00% 66,20%
65,00%
64,00%
Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021

Belanja Operasi

Gambar 4. Analisis Trend Rasio Belanja Operasi Desa


Berdasarkan gambar 4 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa trend
perkembangan nilai rasio belanja operasi keuangan Desa Kedungwaru, pada tahun
2019-2020 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019 rasio belanja
operasi sebesar 66%, namun pada tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 2,1%
menjadi 68,1%. Kenaikan rasio belanja operasi ini disebabkan oleh naiknya angka
total belanja operasi desa, sedangkan total belanja desa baik belanja rutin atau
operasional justru mengalami penurunan nominal keuangan pada periode tahun 2019
ke tahun 2020. Akan tetapi, angka belanja operasi yang dilakukan Pemerintah Desa
Kedungwaru pada tahun 2021 justru mengalami penurunan sebesar 1,9% menjadi
66,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini tidak lepas dari kinerja
Pemerintah Desa dalam menekan angka total belanja desa yang dikeluarkan dalam
membiayai kegiatan rutin dan aktifitas operasional desa Kedungwaru. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa proporsi belanja operasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa
sudah sesuai untuk pembangunan dan pemberdayaan kemasyarakatan di Desa
Kedungwaru dibandingkan pengeluaran untuk belanja pegawai atau belanja
kebutuhan aparat desa setempat. Pemerintah Kedungwaru Tulungagung lebih banyak
menggunakan anggarannya untuk keperluan belanja modal sebagai anggaran
pembangunan desa. Persentase belanja modal dan belanja untuk pemberdayaan dan
pembinaan masyarakat seharusnya lebih besar karena dipergunakan untuk
kepentingan masyarakat desa, salah satunya seperti pembangunan infrastruktur. Hal
tersebut berarti kinerja Pemerintah Kedungwaru Tulungagung sudah optimal dalam
mengalokasikan dananya, walaupun disisi lain masih banyak terjadi pemborosan
dalam penganggarannya. Hasil penelitian yang telah dilakukan ini sejalan dengan
penelitian dari Yulianto et al., (2021) yang berargumen bahwa pengelolaan keuangan
sebagai implementasi kinerja pemerintah harus relevan dengan biaya dan aspek
belanja operasional desa dalam proses pembangunan dan pemberdayaan. Hal ini
diperkuat oleh Ngakil dan Kaukab (2020) dan Riyanto et al., (2016) bahwa akuntansi
pengelolaan keuangan desa harus diperhatikan tingkat transparansi dan proses
operasionalnya.
Permendagri No 113 Tahun 2014 menjelaskan bahwa rasio pertumbuhan
merupakan suatu kemampuan pemerintah desa dalam menguatkan dan
mempertahankan serta meningkatkan hasil yang telah dicapai dalam 1 tahun anggaran
berjalan yang diukur dari pendapatan tahun berjalan dibandingkan dengan pendapatan
tahun sebelumnya. Pertumbuhan pendapatan dalam mengelola keuangan desa
ditampilkan pada tabel 5
Tabel 5. Pertumbuhan Pendapatan Keuangan Desa
Tahun Hasil Pertumbuhan Kesimpulan
2019 17,6% Tumbuh positif dari tahun sebelumnya 24,6%
2020 - 4,8% Mengalami Penurunan sebesar 12,8%
Tumbuh positif dari tahun sebelumnya
2021 11,3%
sebesar 6,5%
Rata-rata 8.01% Pertumbuhan Positif
Sumber : Data Hasil Olahan Peneliti, 2022
Tabel 5 menunjukkan bahwa perhitungan rasio pertumbuhan pendapatan pada
tahun 2019 dengan presentase 17,6% disebabkan karena realisasi pendapatan tahun
berjalan lebih besar dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2018. Kemudian pada
tahun 2020 memiliki penurunan presentase sebesar -4,8% menjadi 12,8%, keadaan ini
disebabkan karena realisasi pendapatan tahun 2020 lebih kecil daripada realisasi
pendapatan tahun 2019, penurunan ini disebabkan oleh adanya penurunan perolehan
pendapatan transfer dari pemerintah (baik pemerintah pusat, provinsi maupun
kabupaten) yang pengelolaan keuangannya difokuskan untuk penanganan pandemi
covid 19. Sedangkan pada tahun 2021 mengalami peningkatan pertumbuhan
pendapatan memiliki presentase 11,3% atau naik 6,5% disebabkan karena realisasi
pendapatan tahun lalu lebih rendah dari pada realisasi pendapatan tahun berjalan,
pada tahun ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan dari
tahun 2019-2021 memiliki rata-rata pertumbuhan positif sebesar 8,01% yang berarti
tumbuh secara positif, artinya kinerja keuangan pemerintah sudah baik dalam
menjalankan kinerja keuangannya terlihat dalam menghasilkan pendapatan baik
pendapatan transfer, pendapatan asli desa dan pendapatan lain-lain desa yang sah.
Akuntabilitas Pemerintah Kedungwaru Tulungagung berdasarkan Permendagri
No 13 tahun 2014 menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan keuangan desa telah
menenuhi unsur akuntabilitas kinerja keuangan, karena telah mampu
mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode
berikutnya. Terlihat dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa yang semakin tinggi
nilai total pendapatan desa dan pendapatan asli desa. Berdasarkan hasil analisis
perhitungan data mengenai rasio pertumbuhan keuangan desa, maka dapat
disampaikan ilustrasu tren rasio tersebut sebagai berikut :

Pertumbuhan Pendapatan
20,00%
17,60%
15,00%
10,00% 11,30%

5,00%
0,00%
Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021
-5,00% -4,80%
-10,00%

Series 1

Gambar 5. Analisis Trend Rasio Pertumbuhan Pendapatan

Berdasarkan gambar 5 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa trend


perkembangan rasio pertumbuhan pendatan desa pada tahunn 2019-2020 mengalami
tingkat fluktuasi yang signifikan. Hal ini dibuktikan pada tahun 2019 meningkat
sebesar 17,6% dari tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 2020 pertumbuhan
pendapatan desa mengalami penurunan yang signifikan ke angka 22,4% ke arah
negatif. Keadaan ini karena pendapatan desa pada fase terkecil karena pengelolaan
keuangan diarahkan pada penangan covid 19. Pada tahun 2021 rasio pertumbuhan
pendapata desa kembali menguat atau meningkat sebesar 16,1% kearah positif
menjadi 11,30% perkambangannya. Kenaikan pertumbuhan pendapatan disebabkan
oleh pendapatan tahun 2021 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2020 sehingga
ada sinyal bahwa beban operasional yang dikeluarkan pihak pemerintah Desa lebih
kecil, sehingga mampu mempengaruhi tingkat pendapatan. Hasil penelitian yang
telah dilakukan ini sejalan dengan Ningrum (2018) bahwa inkulusi keuangan desa
mampu berkontribusi terhadap angka pertumbuhan ekonomi. Realita ini juga
diperkuat oleh Ramadhani et al., (2020) dan Kholmi (2017) bahwa pertumbuhan
pendapatan desa dapat meningkat, ketika aspek akuntabilitas pengelolaan dilakukan
secara baik, transparan dan penuh kehati-hatian dalam mengalokasikan dana desa
untuk kebutuhan operasional bagi keberlangsungan kegiatan dan pemberdayaan
masyarakat.

D. Conclussion
Merujuk pada kajian hasil analisis dan pembahasan yang telah dijabarkan, maka
dapat disampaikan mengenai trend kinerja pengelolaan keuangan yang dilakukan
Pemerintah Desa Kedungwaru Tulungagung ditinjau dari Permendagri No 113 Tahun
2014. Aspek kemandirian desa dalam mengelola keuangannya pada tahun 2019-2021
mengalami trend fluktuasi yang signifikan, sehingga kinerja Pemerintah Desa
kedungwaru Tulungagung masih tergolong dalam pola instruktif yaitu
ketergantungan pemerintah desa terhadap campur tangan pemerintah baik provinsi
maupun pusat masih tinggi dalam hal pengelolaan dan akuntabilitas keuangan desa.
Kinerja keuangan pemerintah Kedungwaru Tulungagung ditnjau dari aspek
efektivitas tata kelola keuangan desa menunjukkan bahwa sudah baik dalam
merealisasikan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) yang telah
direncanakan. Aspek efisiensi keuangan desa menunjukkan bahwa akuntabilitas
Pemerintah Kedungwaru Tulungagung dalam mengelola Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Desa (APBDes) rata-rata masih dalam kategori tidak efisien. Ditinjau dari
Rasio Belanja Operasi Desa, akuntabilitas Pemerintah Kedungwaru Tulungagung
berdasarkan Permendagri No 13 tahun 2014 menunjukkan rata-rata dalam kategori
sangat proporsional atau sesuai dengan rencana kerja. Ditinjau dari sudut analisis
rasio pertumbuhan pendapatan, akuntabilitas Pemerintah Kedungwaru Tulungagung
menunjukkan rata-rata pertumbuhan dalam kategori yang positif, hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan desa mampu berkembang yang mengindikasikan
adanya sinyal bahwa beban operasional yang dikeluarkan pihak pemerintah Desa
lebih kecil, sehingga mampu mempengaruhi tingkat pendapatan. Hasil penelitian
yang telah dilakukan ini diharapkan dapat menjadikan sebuah bahan kajian dan
tambahan khasanah literasi dalam melakukan pengamatan yang lebih mendalam
mengenai kinerja para aparatur desa dalam mengelola keuangan secara akuntabel dan
transparan.

E. Reference

Ayu Lestari, D. D., Bunga Pertiwi, I., Muchlisun, M., Kabib, N., & Anwar, S. (2020).
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa,
Kabupaten Semarang Tahun 2017-2018. Intelektiva: Jurnal Ekonomi, Sosial &
Humaniora, 1(9).
Kartika, D., AB Setiawan, dan I. K. (2016). Analisis Rasio Kemandirian, Rasio
Efektivitas PAD, dan Rasio Efisiensi PAD Pada Laporan Realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sukabumi. Jurnal Sosial
Humaniora, 7(2).
Jatmiko, U. (2020). Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal Sebelum dan
Sesudah Pengalokasian Dana Desa. JMK (Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan), 5(2). https://doi.org/10.32503/jmk.v5i2.1007
Jatmiko, U., Munir, M., & Jauhari, A. (2021). Disparitas Kesejahteraan Masyarakat
Terdampak Covid 19 Sebelum dan Sesudah Adanya Program Keluarga Harapan
(PKH). SEIKO : Journal of Management & Business, 4(1).
https://doi.org/10.37531/sejaman.v4i1.929
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2017). Buku Pintar Dana Desa.
Kholmi, M. (2017). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Di Desa
Kedungbetik Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang). Journal of Innovation
in Business and Economics. https://doi.org/10.22219/jibe.vol7.no2.143-152
Lexy J. Moleong, D. M. A. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).
PT. Remaja Rosda Karya. https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2013.02.055
Machfiroh, I. S. (2019). Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Benua
Tengah. Jurnal Riset Akuntansi Politala, 1(1).
https://doi.org/10.34128/jra.v1i1.5
Mamuaya, J. V., Sabijono, H., & Gamaliel, H. (2017). Analisis Pengelolaan
Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 (Studi Kasus di
Desa Adow Kecamatan Pinolosian Tengah Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan). Analisis Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri No.
113 Tahun 2014 (Studi Kasus Di Desa Adow Kecamatan Pinolosian Tengah
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan), Universitas Sam Ratulangi, Manado,
5(2).
Maulana, S. W., & Napisah, L. S. (2021). Pengaruh kompetensi aparatur pemerintah
desa dan pengendalian internal terhadap pengelolaan keuangan desa. Jurnal
Riset Akuntansi Dan Perbankan, 15(1).
Munti, F., & Fahlevi, H. (2017). Determinan Kinerja Pengelolaan Keuangan Desa:
Studi pada Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen Aceh. Jurnal Akuntansi
Dan Investasi, 18(2). https://doi.org/10.18196/jai.180281
Ngakil, I., & Kaukab, M. E. (2020). Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Desa di Kabupaten Wonosobo. Journal of Economic, Management,
Accounting and Technology, 3(2). https://doi.org/10.32500/jematech.v3i2.1283
Ningrum, D. K. (2018). Analisis pengaruh inklusi keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan di jawa timur periode tahun 2011-2015.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, 6(1).
Permendagri No 113. (2014). Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Republik
Indonesia, 51(1).
Puspayanthi, N. L. P. A. D., Prayudi, M. A., & Wahyuni, M. A. (2017). Penguatan
pengelolaan keuangan desa dan optimalisasi peran bumdes untuk kemandirian
desa pada desa di Kabupaten Jembrana. E-Journal Akuntansi Undiksha, 8(2).
Ramadhani, D. A. S., Hisamuddin, N., & Shulthoni, M. (2020). Analisis Rasio
Keuangan Untuk Menilai Kinerja Apbdesa (Studi Kasus Desa Bulak Kecamatan
Bendo Kabupaten Magetan). JURNAL AKUNTANSI UNIVERSITAS JEMBER,
17(1). https://doi.org/10.19184/jauj.v17i1.10687
Riyanto, A., Suherman, A., & Prayudi, D. (2016). Akuntansi Dalam Perspektif
Pengelolaan Keuangan Desa. Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi Komputer.
Sari, Y. (2017). Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Nagari di Nagari Cubadak
Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar Tahun 2016. Jurnal
Administrasi Dan Kebijakan Publik, 3(2). https://doi.org/10.25077/jakp.2.3.241-
254.2017
Sugiyono. (2018). Metode Peneiltian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta Bandung.
Sukmawati, F., & Nurfitriani, A. (2019). Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas
terhadap Pengelolaan Keuangan Desa ( Studi pada Pemerintah Desa di
Kabupaten Garut ). Jurnal Ilmiah Bisnis, Pasar Modal, Dan UMKM, 2(1).
Sunarya, H., & Lamaya, F. (2017). Analisis kinerja keuangan desa dengan
pendekatan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113
Tahun 2014 di Desa Aeramo Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo-NTT.
Jurnal Akuntansi, 4(3).
Thoyib, M., Satria, C., Septiana, S., & Amri, D. (2020). Analisis Kinerja Pengelolaan
Keuangan Desa (Studi Pada Kecamatan Betung Kabupaten Banyuasin).
Ekonomica Sharia: Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah,
5(2). https://doi.org/10.36908/esha.v5i2.122
Wahyuddin. (2016). Implementasi kebijakan alokasi dana desa di desa ako kecamatan
pasangkayu kabupaten mamuju utara. E Jurnal Katalogis, 4(5), 141–149.
Yulianto, A., & Widiasmara, A., (2021). Good Governance Akuntansi Dana desa
pada Pemerintahan Desa Dalam Membangun Public Trust. SIMBA: Seminar
Inovasi

You might also like