You are on page 1of 40

LAPORAN PRAKTIKUM

MEKANIKA STRUKTUR

METODE INTEGRASI GANDA


UNTUK ANALISA DEFLEKSI BALOK
Oleh
Nama : Amira Nur Fadiyah
NIM : 195100907111047
Kelompok : Y5
Tgl praktikum : 22 Maret 2021

Asisten:
1. Amelia Puspita Mega Pratiwi
2. Lutvia Nurlatipah
3. Muhammad Nur Solehuddin Wahid

LABORATORIUM DAYA DAN MESIN PERTANIAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Defleksi adalah perubahan bentuk yang terjadi pada benda dalam arah vertikal dan
horisontal yang diakibatkan oleh adanya pembebanan pada benda. Defleksi sebuah balok di
seberang titik pada sepanjang sumbu merupakan peralihan titik tersebut dari letak semula
yang diukur dalam arah y. Pergerakkan vertikal terjadi karena benda diberi beban yang
menakibatkan pemindahan dari posisi semula. Akibat perubahan posisi terbentuk sudut yang
disebut sebagai sudut defleksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi defleksi terdiri dari
kekuatan gaya yang diberikan, sifat dari bahan yang digunakan, jenis beban, dan tumpuan.
Kekuatan gaya yang diberikan bergantung pada besar kecilnya force yang diberikan, dimana
semakin besar gaya yang diberikan maka defleksi yang terjadi juga semakin besar, dan
sebaliknya.
Dari beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian defleksi terdiri
dari metode integrasi ganda, metode luas momen, dan metode energi elastisitas. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai defleksi adalah metode integrasi ganda
(double integrations). Metode ini sangat tepat digunakan untuk mengetahui defleksi yang
terjadi pada suatu panjang batang. Asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan
yaitu hanya defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gayayang bekerja lurus terhadap sumbu
balok. Pada metode integrasi ganda terdapat persamaan lendutan kurva elastis yang
dikehendaki guna menunjukkan nilai y untuk setiap variabel x.

1.2 Tujuan
• Dapat menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda
• Mengetahui dan memahami konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan
cantilever
• Menerapkan free body diagram pada sketsa sistem pembebanan
BAB 2 DASAR TEORI

2.1 Jelaskan Definisi Defleksi


Defleksi adalah perubahan bentuk yang terjadi pada benda dalam arah vertikal dan
horisontal yang diakibatkan oleh adanya pembebanan pada benda. Defleksi sebuah balok di
seberang titik pada sepanjang sumbu merupakan peralihan titik tersebut dari letak semula
yang diukur dalam arah y. Pergerakkan vertikal terjadi karena benda diberi beban yang
menakibatkan pemindahan dari posisi semula. Akibat perubahan posisi terbentuk sudut yang
disebut sebagai sudut defleksi (Mufid, 2015).
Defleksi terdiri dari defleksi lateral dan radial yang memiliki rumus teoritik masing-masing
secara tersendiri. Hal tersebut dikarenakan arah defleksi yang berbeda serta dasar turunan
persamaan yang berbeda. Defleksi radial adalah Sebagian fungsi dari modulus geser dan
defleksi lateral adalah sebagian fungsi dari modulus elastis. Untuk perhitungan defleksi
lateral dan radial secara terpisah merupakan persoalan yang tidak harus dilakukan apabila
hubungan defleksi lateral dan radial dapat ditentukan (Koten dan Hasan, 2014).

2.2 Jelaskan yang dimaksud dengan Pembebanan Sederhana


Pembebanan sederhana adalah suatu sistem yang bisa juga disebut sebagai balok
sederhana. Balok sederhana adalah balok yang disangga bebas pada dua sisi sistem
dengan penyangga dan hanya dapat menahan gaya-gaya pada batang dan tidak dapat
menghasilkan momen. Prinsip utama dasar penggunann kerangka batang untuk struktur
beban yaitu pada penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan
bentuk stabil (Mufid, 2015).
Untuk setiap balok sederhana akan mengalami dua pembebanan yaitu beban luar yang
bekerja pada masing-masing balok menerus dan momen redundan yang bekerja di ujung-
ujung balok sederhana. Sudut rotasi akan dihasilkan oleh semua beban pada setiap ujung-
ujung balok sederhana. Setiap tumpuan terdapat persamaan keserasian pada dua balok
yang bersebelahan wajib memliki sudut rotasi sama. Persamaan keserasian dapat
dipecahkan untuk mendapatkan semua momen lentur redundan (Jasron, 2015).

2.3 Jelaskan yang dimaksud dengan Pembebanan Cantilever


Pembebanan kantiveler merupakan sebuah perlakuan yang diuji yang terdiri dari sebuah
plat dan satu buah penyangga. Pembebanan kantiveler dapat juga berupa balok yang pada
salah satu ujungnya disangga atau dijepit dan ujung lainnya hanya dibiarkan menggantung
bebas. Fungsi dari konstruksi balok kantiveler yaitu untuk meminimalkan penggunaan
bahan-bahan untuk membuat suatu bangunan. Bangunan yang menggunakan prinsip balok
kantiveler seperti pembuatan balkoni, jembatan, rumah, sayap pesawat, dan tangga (kanira
et al., 2015).
Pada konstruksi pembebanan kantilever yang biasa, plat atau balok yang digunakan
dapat berupa sebuah penggaris metal. Untuk balok kantiveler dapat menggunakan berbagai
macam jenis seperti baja. Sebuah balok baja kantiveler yang diberikan beban vertikal
terpusat di ujung akan mengalami suatu deformasi vertikal. Pada hakekatnya suatu benda
yang diberi gaya akan mengalami tegangan yang menghasilkan deformasi. Hasil deformasi
memiliki hubungan yang erat dengan besar gaya yang diberikan (Tuwanakotta, 2017).

2.4 Sebutkan dan Jelaskan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Defleksi


Faktor yang dapat mempengaruhi lendutan atau defleksi yaitu waktu, dimana semakin
bertambahnya waktu lendutan yang terjadi akan semakin besar. Faktor waktu disebabkan
oleh rangkak (creep), susut (shrinkage), dan regangan-regangan yang bergantung pada
waktu. Oleh karena itu, perencana harus mengevaluasi lendutan sesaat maupun lendutan
jangka panjang agar lendutan ini terjamin tidak akan melebihi suatu kriteria tertentu.
Regangan-regangan tersebut menyebabkan perubahan distribusi tegangan pada benda
sehingga kelengkungan pada elemen structural bertambah untuk suatu beban luar yang
tetap tetap (Wiyono dan Trisina, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi defleksi terdiri dari kekuatan gaya yang diberikan, sifat
dari bahan yang digunakan, jenis beban, dan tumpuan. Kekuatan gaya yang diberikan
bergantung pada besar kecilnya force yang diberikan, dimana semakin besar gaya yang
diberikan maka defleksi yang terjadi juga semakin besar, dan sebaliknya. Sifat dari bahan
yang digunakan dapat menentukan apabila benda tersebut dapat menahan besar gaya yang
diberikan. Jenis beban yang diberikan dapat berupa beban terpusat atau merata (Mufid,
2015).

2.5 Sebutkan dan Jelaskan Macam-Macam Metode Pengukuran Defleksi


Dari beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian defleksi terdiri
dari metode integrasi ganda, metode luas momen, dan metode energi elastisitas. Untuk
metode-metode yang telah disebutkan perlu diketahui bahwa hanya dapat diterapkan
apabila seluruh porsi balok berkerja dalam rentang elastis. Terdapat pula metode lainnya
yang dapat digunakan untuk mengukur defleksi yaitu metode simulasi. Metode simulasi
adalah metode yang mudah dilakukan karena pada metode ini, besarnya nilai defleksi dan
lokasi terjadinya defleksi dapat diketahui lebih cepat (Akbar dan Isworo, 2018).
Dalam menyelesaikan atau menghitung suatu defleksi terdapat beberapa cara seperti
metode luas momen (momen area method). Metode luas momen atau luas bidang momen
pantas digunakan untuk mengetahui defleksi dalam satu tempat. Dapat digunakan suatu
asumsi dalam menyelesaikan persoalan yaitu defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang
terjadi tegak-lurus terhadap sumbu balok, dan irisan yang dibentuk bidang datar akan tetap
berupa bidang datar walaupun berubah (Mufid, 2015).
Pada metode integrasi ganda terdapat persamaan yang kemudian diturunkan untuk
menghasilkan masing-masing nilai sudut defleksi dan nilai defleksi. Dapat diketahui pada
suatu permukaan netral balok dari pandangan samping terdapat defleksi yang terjadi yang
disebut sebagai kurva elastis balok. Memperlihatkan bagaimana menetapkan persamaan
kurva ini, yaitu menetapkan defleksi tegak y dari setiap titik dengan koordinat x. Pada suatu
uji pembebanan, di ujung kiri batang sebagai sumbu asli x searah dengan kedudukan balok
original tanpa lendutan, dan sumbu y dengan arah ke atas positif. Defleksi dianggap kecil
dan tidak terdapat perbedaan panjang balok asli dengan proyeksi panjang defleksinya. Oleh
karena itu, kurva elastis datar dan kemiringannya pada setiap titik menjadi kecil (Fiqih,
2019).

2.6 Jelaskan yang dimaksud dengan Metode Integrasi Ganda


Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai defleksi adalah metode
integrasi ganda (double integrations). Metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah defleksi pada balok. Metode integrasi ganda sangat tepat digunakan untuk
mengetahui defleksi yang terjadi pada suatu panjang batang. Asumsi yang digunakan untuk
menyelesaikan persoalan yaitu hanya defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gayayang bekerja
lurus terhadap sumbu balok. Defleksi yang terjadi relatif kecil dibandingkan dengan panjang
baloknya dan irisan yang berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar meskipun
terderformasi (Selleng, 2018).
Pada metode integrasi ganda terdapat persamaan lendutan kurva elastis yang
dikehendaki guna menunjukkan nilai y untuk setiap variabel x. Apabila suatu kondisi
pembebanan dirubah untuk sepanjang balok, maka persamaan momen juga akan berubah.
Kondisi ini membutuhkan penulisan persamaan momen yang berbeda antara setiap titik
pembebanan dua integrasi dari persamaan yang dibuat untuk persamaan momen seperti itu.
Kendala ini dapat dihindari dengan menuliskan persamaan momen tunggal sedemikian rupa
hingga menjadi persamaan kontinu untuk seluruh panjang balok meskipun pembebanan
tidak seimbang (Fiqih, 2019).

2.7 Jelaskan Definisi Free Body Diagram


Free body diagram (FBD) adalah diagram yang mempresentasikan suatu objek dan gaya
yang diberikan padanya oleh objek lain. FBD digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah dalam bidang mekanik dan kesulitan penggunaan dalam instruksi fisika membuat
peneliti membuat rancangan pendekatan yang efektif untuk menggambar dan menggunakan
FBD. Prosedur dalam memecahkan suatu masalah fisika dengan FBD terdiri dari 3 langkah.
Langkah pertama yaitu mengkonstruksi free body diagram, langkah kedua yaitu menentukan
vector gaya resultan pada grafik, dan langkah ketiga yaitu menemukan besarannya (Aviani
et al., 2015).
Free body diagram adalah gambaran yang fokus kepada sebuah objek dan gaya-gaya
yang bekerja pada objek tersebut. Representasi jenis ini dapat digunkan pada beberapa
materi hukum Newton tentang gerak, gravitasi, listrik, dan magnet. Terdapat pula materi
prasyarat yang menggunakan free body diagram yaitu vektor. Suatu gaya yang bekerja pada
sebuah objek digambarkan dengan menggunakan panah, yang menunjukkan besar gaya,
dan panah yang menunjukkan arah gaya (Mardini et al., 2018).
BAB 3 METODE

3.1 Alat Bahan dan Fungsi


Tabel 3.1 Alat dan bahan beserta fungsi
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Pembebanan kantilever Sebagai benda uji
2. Pembebanan sederhana Sebagai benda uji
3. Beban Sebagai bahan perlakuan
4. Timbangan digital Mengukur massa beban
5. Penggaris Mengukur tinggi dan dimensi plat
6. Busur Mungukur sudut defleksi
7. Jangka sorong Mengukur tebal plat
8. Statif Penyangga plat
9. Plat Meletakkan beban

3.2 Cara Kerja dalir


3.2.1 Pembebanan Cantilever

Alat dan bahan

Disiapkan

Beban 1 dan 2

Ditimbang

Dimensi plat

Diukur

Ditentukan titik pembebanan (1/3L, 2/3L, L)

Tinggi tiap titik pembebanan


(H0)
Diukur

Diletakkan
beban pada titik

Diukur perubahan tinggi (H1) dan


sudut

Hasil

Gambar 3.1 Diagram alir cara kerja pembebanan cantilever


Sumber: Data diolah, 2021
3.2.2 Pembebanan Sederhana

Alat dan bahan

Disiapkan

Beban 1 dan 2

Ditimbang

Dimensi plat

Diukur

Ditentukan titik
pembebanan
(1/3L, 2/3L, L)

Tinggi tiap titik


pembebanan (H0)

Diukur

Diletakkan beban pada titik

Diukur perubahan
tinggi (H1) dan
sudut

Hasil

Gambar 3.2 Diagram alir cara kerja pembebanan sederhana


Sumber: Data diolah, 2021
3.3 Gambar Alat + keterangan
Tabel 3.2 Gambar alat dan keterangan
No. Gambar Alat Keterangan
1. Pembebanan cantilever

2. Pembebanan sederhana

3. Beban

4. Timbangan digital

5. Penggaris

6. Busur

7. Jangka sorong

8. Statif

9. Plat
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Free Body Diagram +keterangan


4.1.1 Pembebanan Cantilever

Gambar 4.1 Free Body Diagram Pembebanan Kantilever


Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.1 menggambarkan tentang pembebanan kantilever dalam bentuk
free body diagram. Data yang tertera terdiri dari panjang plat, massa beban, dan nilai
delfeksi hasil praktikum. Pada pembeban sederhana didapatkan 1 penyangga untuk
menopang plat. Dihasilkan pula massa beban 1 dan 2 yang masing-masing adalah
1,9031 N dan 2,119 N. Terdapat pula tiga macam perlakuan pada masing-masing beban
yaitu 1/3L, 2/3L, dan L. Nilai defleksi yang didapatkan untuk beban 1 pada masing-
masing perlakuan secara urut adalah 0,006, 0,042, dan 0,117. Sedangkan untuk beban 2
nilai defleksi yang didapatkan secara urut adalah 0,008, 0,05, 0,216.
4.1.2 Pembebanan Sederhana

Gambar 4.2 Free Body Diagram Pembebanan Sederhana


Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.2 menggambarkan tentang pembebanan sederhana dalam
bentuk free body diagram. Data yang tertera terdiri dari panjang plat, massa beban, dan
nilai delfeksi hasil praktikum. Pada pembeban sederhana didapatkan 2 penyangga untuk
menopang plat. Dihasilkan pula massa beban 1 dan 2 yang masing-masing adalah
1,9031 N dan 2,119 N. Terdapat pula tiga macam perlakuan pada masing-masing beban
yaitu 1/4L, 1/2L, dan 3/4L. Nilai defleksi yang didapatkan untuk beban 1 pada masing-
masing perlakuan secara urut adalah 0,007, 0,009, dan 0,005. Sedangkan untuk beban 2
nilai defleksi yang didapatkan secara urut adalah 0,007, 0,01, 0,006.

4.2 Data Hasil Praktikum

m1 = 194 gram = 0,194 kg

m2 = 216 gram = 0,216 kg

g = 9,81 m/s2

E = 7. 1010 N/m2

W1 = m1 x g = 0,194 . 9,81 = 1,9031 N

W2 = m2 x g = 0,216 . 9,81 = 2,1190 N

1. Defleksi Pembebanan Cantilever

L (panjang) = 30 cm = 0,3 m

h (tebal) = 0,08 cm = 0,0008 m

b (lebar) = 3,1 cm = 0,031 m


1
I = b x h3 = 1/12 . (0,031) . (0,0008)3 = 1,3227. 10-12 Nm
12

a. Beban 1 (W1 = 1,9031 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/3 L 0,1 0,322 0,316 5o 0,1028o 0,006 0,00685
2/3 L 0,2 0,317 0,275 9o 0,408o 0,042 0,0548
L 0,3 0,316 0,199 12o 0,918o 0,117 0,185

SUDUT DEFLEKSI

𝑊𝐿21 1,9031 . (0,1)2 0,019031


θ (1/3 L) = = = = 0,1028o
2𝐸𝐼 2 . 7.1010 . 1,3227. 10−12 0,185178

𝑊𝐿21 1,9031 . (0,2)2 0,076124


θ (2/3 L) = 2𝐸𝐼
= 2.7.1010 .1,3227.10−12 = 0,185178
= 0,408 o

𝑊𝐿21 1,9031 . (0,3)2 0,171279


θ (L) = 2𝐸𝐼
= 2.7.1010 .1,3227.10−12 = 0,185178
= 0,918o

DEFLEKSI

𝑊𝐿31 1,9031 . (0,1)3 0,0019031


y (1/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 .1,3227.10−12
= 0,27777
= 6,85. 10-3 m
𝑊𝐿31 1,9031 . (0,2)3 0,0152248
y (2/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 .1,3227.10−12
= 0,27777
= 5,48.10-2 m

𝑊𝐿31 1,9031 . (0,3)3 0,0513837


y (L) = = = = 1,85.10-1 m
3𝐸𝐼 3 . 7.1010 .1,3227.10−12 0,27777

MOMEN

M (1/3 L) = W.L1 = 1,9031. 0,1 = 0,19031

M (2/3 L) = W.L1 = 1,9031. 0,2 = 0,38062

M (L) = W. L = 1,9031.0,3 = 0,57093

b. Beban 2 (W2 = 2,119 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/3 L 0,1 0,322 0,314 6o 0,1136o 0,008 0,00763
2/3 L 0,2 0,317 0,267 10o 0,4543o 0,05 0,06103
L 0,3 0,316 0,1 13o 1,022o 0,216 0,20597

SUDUT DEFLEKSI

𝑊𝐿21 2,119 . (0,1)2 0,02119


θ (1/3 L) = = = = 0,1136 o
2𝐸𝐼 2 . 7.1010 . 1,3227. 10−12 0,185178

𝑊𝐿21 2,119 . (0,2)2 0,08476


θ (2/3 L) = = = = 0,4543 o
2𝐸𝐼 2 . 7.1010 . 1,3227. 10−12 0,185178

𝑊𝐿21 2,119 . (0,3)2 0,19071


θ (L) = 2𝐸𝐼
= 2. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,185178 = 1,022o

DEFLEKSI

𝑊𝐿31 2,119 . (0,1)3 0,002119


y (1/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,27777
= 0,0076286 m

𝑊𝐿31 2,119 . (0,2)3 0,016952


y (2/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,27777
= 0,0610289 m

𝑊𝐿31 2,119 . (0,3)3 0,057213


y (L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,27777
= 0,2059725 m

MOMEN

M (1/3 L) = W.L1 = 2,119 . 0,1 = 0,2119 Nm

M (2/3 L) = W.L1 = 2,119 . 0,2 = 0,4238 Nm

M (L) = W. L = 2,119 . 0,3 = 0,6357 Nm

2. Defleksi Pembebanan Sederhana

L (panjang) = 59 cm = 0,59 m
h (tebal) = 0,08 cm = 0,0008 m

b (lebar) = 3,5 cm = 0,035 m


1
I = 12 b x h3 = 1/12 . 0,035 (0,0008)3 = 1,4933. 10-12 Nm

a. Beban 1 (W1 = 1,9031 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/4 L 0,1475 0,327 0,32 1,5o 0,3466o 0,007 0,0438
1/2 L 0,295 0,326 0,317 2o 0,3961o 0,009 0,0778
3/4 L 0,4425 0,327 0,322 1o 0,2476o 0,005 0,0438

SUDUT DEFLEKSI
𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 1,9031 (0,1475)(0,59−0,1475)(0,4425+0,59)
θ (1/4 L) = 6𝐿.𝐸𝐼
= 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,3466o

𝑊𝐿2 1,9031.(0,59)2
θ (1/2 L) = = = 0,3961o =
16𝐸𝐼 16 .7.1010 . 1,4933.10−12

𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 1,9031 (0,4425)(0,59−0,4425)(0,1475+0,59)


θ (3/4 L) = 6𝐿.𝐸𝐼
= 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,2476o

DEFLEKSI

𝑊𝑎 2 𝑏 2 1,9031 (0,1475)2 (0,4425)2


y (1/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,043815 m

𝑊𝐿3 1,9031 (0,59)3


y (1/2 L) = = = 0,0778 m
48𝐸𝐼 48 . 7.1010 . 1,4933.10−12

𝑊𝑎 2 𝑏 2 1,9031 (0,4425)2 (0,1475)2


y (3/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,043815 m

MOMEN
𝑊𝑎𝑏 1,9031 (0,1475)(0,4425)
M (1/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2105304 Nm

𝑊𝐿 1,9031 (0,59)
M (1/2 L) = 4
= 4
= 0,280707 Nm

𝑊𝑎𝑏 1,9031 (0,4425)(0,1475)


M (3/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2105304 Nm

b. Beban 2 (W2 = 2,119 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/4 L 0,1475 0,327 0,32 1,5o 0,3859o 0,007 0,0488
o
1/2 L 0,295 0,326 0,316 2 0,441o 0,01 0,086
o
3/4 L 0,4425 0,327 0,321 1 0,2756o 0,006 0,0488
Nb: L1 dan besar sudut diukur pada salah satu ujung pembebanan
SUDUT DEFLEKSI
𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 2,119 (0,1475)(0,59−0,1475)(0,4425+0,59) 0,142799
θ (1/4 L) = 6𝐿.𝐸𝐼
= 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,3700397 = 0,3859o

𝑊𝐿2 2,119.(0,59)2 0,7376739


θ (1/2 L) = = = = 0,441o
16𝐸𝐼 16 .7.1010 . 1,4933.10−12 1,672496

𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 2,119(0,4425)(0,59−0,4425)(0,1475+0,59) 0,1019995549


θ (3/4 L) = 6𝐿.𝐸𝐼
= 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,3700397
= 0,2756o

DEFLEKSI

𝑊𝑎 2 𝑏 2 2,119 (0,1475)2 (0,4425)2


y (1/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,048789 m

𝑊𝐿3 2,119 (0,59)3


y (1/2 L) = = = 0,086 m
48𝐸𝐼 48 . 7.1010 . 1,4933.10−12

𝑊𝑎 2 𝑏 2 2,119 (0,4425)2 (0,1475)2


y (3/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,048789 m

MOMEN
𝑊𝑎𝑏 2,119 (0,1475)(0,4425)
M (1/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2344 Nm

𝑊𝐿 2,119 (0,59)
M (1/2 L) = = = 0,3126 Nm
4 4

𝑊𝑎𝑏 2,119 (0,4425)(0,1475)


M (3/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2344 Nm

4.3 Momen yang Dihasilkan dari Perhitungan Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Pada perhitungan sistem pembebanan kantilever didapatkan nilai momen untuk beban 1
dan 2. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai momen adalah M = W x Ln, dimana W
adalah nilai massa beban 1 dan Ln adalah panjang dari perlakuan untuk beban 1. Pada
pembebanan kantilever terdapat tiga macam perlakuan yaitu 1/3L, 2/3L, dan L. Untuk
perlakuan pada 1/3L didapatkan nilai momen sebesar 0,19031 Nm. Untuk perlakuan pada
2/3L didapatkan nilai momen sebesar 0,38062 Nm. Untuk perlakuan pada L didapatkan nilai
momen sebesar 0,57093 Nm. Kemudian untuk beban ke 2 pada pembebanan kantilever
didapatkan tiga macam perlakuan yang sama. Untuk perlakuan pada 1/3L didapatkan nilai
momen sebesar 0,2119 Nm. Untuk perlakuan pada 2/3L didapatkan nilai momen sebesar
0,4238 Nm. Untuk perlakuan pada L didapatkan nilai momen sebesar 0,6357 Nm.
Terdapat juga perhitungan nilai momen pada sistem pembebanan sederhana yang
menggunakan rumus M = Wab/L, dimana W adalah nilai massa beban, a adalah panjang
dari letak beban terhadap penyangga, b adalah nilai panjang plat dikurangi dengan nilai a,
dan L adalah panjang dari plat. Pada perhitungan momen untuk pembebanan sederhana
dilakukan untuk masing-masing beban 1 dan 2 dengan tiga macam perlakuan yang sama
yaitu 1/4L, 1/2L, dan 3/4L. Pada beban 1 untuk perlakuan 1/4L didapatkan nilai momen
sebesar 0,2105304 Nm. Untuk perlakuan 1/2L didapatkan nilai momen sebesar 0,280707
Nm. Untuk perlakuan 3/4L didapatkan nilai momen sebesar 0,2105304 Nm. Pada beban 2
untuk perlakuan 1/4L didapatkan nilai momen sebesar 0,2344 Nm. Untuk perlakuan 1/2L
didapatkan nilai momen sebesar 0,3126 Nm. Untuk perlakuan 3/4L didapatkan nilai momen
sebesar 0,2344 Nm.
4.4 Perbandingan Defleksi yang Diperoleh dari Hasil Praktikum dengan Teoritis (Y
hitung) pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
Pada praktikum ini didapatkan nilai defleksi dari pembebanan kantilever dan
pembebanan sederhana untuk masing-masing beban dan setiap perlakuan. Nilai defleksi
yang didapatkan berupa nilai defleksi hasil praktikum dan nilai defleksi hasil perhitungan.
Pada pembebanan kantilever terdapat tiga macam perlakuan yaitu 1/3L, 2/3L, dan L. Untuk
beban 1, nilai defleksi yang diperoleh dari hasil praktikum yaitu 1/3L = 0,006, 2/3L = 0,042,
dan L = 0,117. Sedangkan untuk beban 2 nilai defleksi yang diperoleh dari hasil praktikum
yaitu 1/3L = 0,008, 2/3L = 0,05, dan L = 0,216. Kemudian terdapat nilai defleksi dari hasil
perhitungan yang menggunakan rumus y = WL3/3EI, dimana W adalah massa beban, L
adalah panjang dari letak beban terhadap penyangga, E adalah nilai modulus elastisitas, dan
I adalah nilai perhitungan dari dimensi plat. Pada beban 1 untuk perlakuan 1/3L didapatkan
nilai defleksi sebesar 0,00685. Untuk perlakuan 2/3L didapatkan nilai defleksi sebesar
0,0548. Untuk perlakuan L didapatkan nilai defleksi sebesar 0,185. Sedangakan untuk beban
2 didapatkan perhitungan nilai defleksi untuk perlakuan 1/3L sebesar 0,00763, untuk
perlakuan 2/3L sebesar 0,06103, dan untuk perlakuan L sebesar 0,20597.
Pada pembebanan sederhana juga didapatkan hasil nilai defleksi dari praktikum dan
perhitungan. Pada pembebanan sederhana terdapat tiga macam perlakuan yang terdiri dari
1/4L, 1/2L dan 3/4L. Untuk beban 1 nilai defleksi hasil praktikum didapatkan 1/4L = 0,007,
1/2L = 0,009, dan 3/4L = 0,005. Sedangkan untuk beban 2 didapatkan nilai defleksi hasil
praktikum yaitu 1/4L = 0,007, 1/2L = 0,01, dan 3/4L = 0,006. Kemudian untuk nilai defleksi
hasil perhitungan digunakan rumus y = Wa2b2/3EIL, dimana W adalah nilai massa beban, a
adalah adalah panjang dari letak beban terhadap penyangga, b adalah nilai panjang plat
dikurangi dengan nilai a, E adalah nilai modulus elastisitas, dan I adalah nilai perhitungan
dari dimensi plat, dan L adalah panjang dari plat. Pada beban 1 nilai defleksi perhitungan
yang didapatkan untuk 1/4L sebesar 0,0438, untuk 1/2L sebesar 0,0778, dan untuk 3/4L
sebesar 0,0438. Sedangkan pada beban 2 nilai defleksi perhitungan yang didapatkan untuk
1/4L sebesar 0,0488, untuk 1/2L sebesar 0,086, dan untuk 3/4L sebesar 0,0488.

4.5 Perbandingan Defleksi yang Dihasilkan Antara Sistem Pembebanan Cantilever


dengan Pembebanan Sederhana
Dari penjelasan mengenai nilai defleksi yang didapatkan pada saat praktikum maupun
dari hasil perhitungan untuk pembebanan kantilever dan pembebanan sederhana dapat
disimpulkan bahwa pada semua nilai defleksi untuk pembebanan kantilever lebih besar
daripada nilai defleksi yang didapatkan pada pembebanan sederhana. Hal tersebut
dikarenakan pada konstruksi pada masing-masing pembebanan. Untuk pembebanan
kantilever hanya menggunakan satu penyangga, sedangkan untuk pembebanan sederhana
didapatkan penggunaan dua penyangga. Dengan adanya satu penyangga yang menopang
plat, apabila sebuah beban diletakkan pada ujung plat tanpa penyangga, maka nilai defleksi
yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan dengan pembebanan dimana terdapat dua
penyangga yang menyangga plat tersebut (kanira et al., 2015).
4.6 Analisa Grafik pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
4.6.1 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Momen

Hubungan Jarak dengan Momen pada


Pembebanan Cantilever
0,7
0,6
0,5
Momen

0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Jarak

Beban 2 Beban 1

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Jarak dengan Momen pada Pembebanan Kantilever
Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.3 menggambarkan tentang grafik hubungan jarak dengan momen
pada pembebanan kantilever. Terlihat bahwa pada grafik terdapat suatu hubungan yang
berbanding lurus, dimana semakin jauh jarak letak beban di plat dengan penyangganya
maka nilai momen yang dihasilkan juga semakin besar. Apabila hasil grafik dibandingkan
dengan literatur dapat diketahui bahwa kesimpulan yang didapatkan yaitu hubungan
antara jarak dengan momen pada pembebanan kantilever berbanding lurus (Mufid,
2015).

Hubungan Jarak dengan Momen pada


Pembebanan Sederhana
0,35
0,3
0,25
Momen

0,2
0,15 Beban 1
0,1 Beban 2
0,05
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Jarak

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Jarak dengan Momen pada Pembebanan Sederhana
Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.4 menggambarkan tentang grafik hubungan jarak dengan momen
pada pembebanan sederhana. Terlihat bahwa pada grafik terdapat suatu hubungan yang
berbanding lurus, dimana semakin jauh jarak letak beban di plat dari penyangganya
maka nilai momen yang dihasilkan juga semakin besar. Pada grafik tersebut untuk titik
kedua pada beban 1 dan 2 memiliki nilai momen yang terbesar karena titik tersebut
adalah titik yang paling jauh dari kedua penyangga pada pembebanan sederhana.
Apabila hasil grafik dibandingkan dengan literatur dapat diketahui bahwa kesimpulan
yang didapatkan yaitu hubungan antara jarak dengan momen pada pembebanan
sederhana berbanding lurus (Mufid, 2015).

4.6.2 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Defleksi

GRAFIK HUBUNGAN JARAK DAN DEFLEKSI SISTEM


PEMBEBANAN CANTILEVER
0,7

0,6

0,5

0,4
BEBAN 1
0,3
BEBAN 2
0,2

0,1

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Jarak dengan Defleksi pada Pembebanan Kantilever
Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.5 menunjukkan tentang grafik hubungan jarak dengan defleksi
pada pembebanan kantilever. Terlihat bahwa pada grafik terdapat suatu hubungan yang
berbanding lurus, dimana semakin jauh jarak letak beban di plat dengan penyangganya
maka nilai defleksi yang dihasilkan juga semakin besar. Apabila hasil grafik dibandingkan
dengan literatur dapat diketahui bahwa kesimpulan yang didapatkan yaitu hubungan
antara jarak dengan defleksi pada pembebanan kantilever berbanding lurus (Mufid,
2015).

GRAFIK HUBUNGAN JARAK DAN DEFLEKSI SISTEM


PEMBEBANAN SEDERHANA
0,35

0,3

0,25

0,2
BEBAN 1
0,15
BEBAN 2
0,1

0,05

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Jarak dengan Defleksi pada Pembebanan Sederhana
Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.6 menggambarkan tentang grafik hubungan jarak dengan defleksi
pada pembebanan sederhana. Terlihat bahwa pada grafik terdapat suatu hubungan yang
berbanding lurus, dimana semakin jauh jarak letak beban di plat dari kedua penyangga,
maka nilai defleksi yang dihasilkan juga semakin besar. Pada grafik tersebut untuk titik
kedua pada beban 1 dan 2 memiliki nilai defleksi yang terbesar karena pada titik tersebut
memiliki jarak yang paling jauh dari kedua penyangga pada pembebanan sederhana.
Apabila hasil grafik dibandingkan dengan literatur dapat diketahui bahwa kesimpulan
yang didapatkan yaitu hubungan antara momen dengan defleksi pada pembebanan
sederhana berbanding lurus (Mufid, 2015).

4.6.3 Grafik Hubungan antara Momen dengan Defleksi

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Momen dengan Defleksi pada Pembebanan Kantilever
Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.7 menunjukkan tentang grafik hubungan momen dengan defleksi
pada pembebanan kantilever. Terlihat bahwa pada grafik terdapat suatu hubungan yang
berbanding lurus, dimana semakin besar nilai momen yang dihasilkan, maka nilai
defleksi juga semakin besar. Apabila hasil grafik dibandingkan dengan literatur dapat
diketahui bahwa kesimpulan yang didapatkan yaitu hubungan antara momen dengan
defleksi pada pembebanan kantilever berbanding lurus (Mufid, 2015).

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Momen dengan Defleksi pada Pembebanan Sederhana
Sumber: Data diolah, 2021
Pada gambar 4.8 menggambarkan tentang grafik hubungan momen dengan
defleksi pada pembebanan sederhana. Terlihat bahwa pada grafik terdapat suatu
hubungan yang berbanding lurus, dimana semakin besar nilai momen yang didapatkan,
nilai defleksi juga semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Apabila hasil grafik
dibandingkan dengan literatur dapat diketahui bahwa kesimpulan yang didapatkan yaitu
hubungan antara momen dengan defleksi pada pembebanan sederhana berbanding
lurus (Mufid, 2015).

4.7 Hubungan Antara Beban dengan Defleksi pada Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Didapatkan suatu hubungan antara beban dengan defleksi pada sistem pembebanan
kantilever dan pembebanan sederhana, dimana semakin besar suatu massa beban maka
nilai defleksi yang dihasilkan juga semakin besar. Namun didapatkan perbedaan antara
sistem pembebanan kantilever dan pembebanan sederhana. Untuk pembebanan kantilever
penyangga yang digunakan untuk menopang plat hanya satu. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya suatu defleksi yang sangat besar apabila beban diletakkan pada
ujung plat tanpa penyangga. Berbeda halnya dengan sistem pembebanan sederhana,
dimana terdapat dua penyangga yang menopang plat. Untuk nilai defleksi yang dihasilkan
tidak mungkin lebih besar daripada pembebanan kantilever dikarenakan terdapat penyangga
pada kedua ujung plat yang menyangganya. Semakin jauh letak beban dengan suatu
penyangga plat maka nilai defleksi yang dihasilkanpun juga semakin besar. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa hubungan antara beban dengan defleksi adalah berbanding lurus,
dimana semakin besar massa beban maka semakin besar pula nilai defleksi dan begitu pula
sebaliknya (Mufid, 2015).
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada praktikum dengan judul materi metode integrasi ganda untuk analisa defleksi balok
dilakukan suntuk memahami konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan kantilever,
memahami cara menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda, dan
menerapkan free body diagram untuk sketsa hasil sistem pembebanan. Untuk praktikum ini
dilakukan 2 sistem pembebanan yaitu kantilever dan sederhana dengan masing-masing
sistem pembebanan terdapat 3 perlakuan yang berbeda pada letak titik beban. Dilakukan
praktikum dan perhitungan pada masing-masing perlakuan dan sistem pembebanan untuk
kedua macam beban, yaitu beban 1 dan 2. Dari hasil praktikum tersebut didapatkan hasil
praktikum, hasil perhitungan, free body diagram, dan grafik hubungan. Pada free body
diagram diperoleh sketsa perlakuan untuk masing-masing beban pada setiap pembebanan,
dimana dapat disimpulkan bahwa semakin jauh letak posisi beban dari penyangga akan
menghasilkan nilai defleksi yang besar pula dan begitu pula sebaliknya. Untuk grafik
hubungan sendiri diperoleh tiga macam hubungan yaitu hubungan antara jarak dengan
momen, jarak dengan defleksi, dan momen dengan defleksi. Pada setiap grafik hubungan
tersebut didapatkan juga grafik untuk setiap sistem pembebanan. Dari semua hasil grafik
yang didapatkan untuk masing-masing beban dan sistem pembebanan dapat ditarik
kesimpulan bahwa hubungan yang didapatkan berupa berbanding lurus. Hal tersebut
dikarenakan hasil yang didapatkan dari perhitungan menampilkan bahwa semakin jauh jarak
suatu letak beban di plat dari penyangga maka nilai momen dan defleksi juga akan semakin
besar dan begitu pula sebaliknya.

5.2 Kritik dan Saran


Pada praktikum materi metode integrasi ganda untuk analisa defleksi balok terdapat
beberapa hal yang dapat diperbaiki seperti pada sistem laporan, alangkah lebih baik apabila
format tiket masuk berupa mengerjakan laporan bab 1 dan 2. Hal tersebut dikarenakan,
apabila pembuatan laporan dibuat langsung dari bab 1 akan mempersulit para praktikan.
Kemudian untuk pembuatan video praktikum sendiri, lebih baik apabila tidak ada suara lain
yang dapat mengganggu atau membuat para praktikan kebingungan. Lebih baik juga apabila
pada penjelasan materi dan data hasil praktikum tidak perlu terburu-buru agar praktikan
dapat memahami kata-kata asisten dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., dan Isworo, H. 2018. Analisis Defleksi Engine Stand Suzuki Vitara Dengan
Metode Simulasi. Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur. 6(1): 13-16.
Aviani, I., Erceg, N., dan Mešić, V. 2015. Drawing and using free body diagrams: Why it may
be better not to decompose forces. Physical Review Physics Education Research.
11(2): 1-14.
Fiqih, A. Z. 2019. Analisa Lendutan Balok Wide Flange Dengan Metode Analitis Dan Fem
[Skripsi] .Gowa: Universitas Hasanuddin.
Jasron, J. U. 2015. Analisis Pengaruh Letak Beban Terhadap Defleksi Balok Segi Empat
Dengan Tumpuan Engsel - Roll - Roll. Jurnal rekayasa Mesin. 6(3): 167-170.
Kanira, W., Noviani, E., dan Satyahadewi, N. 2015. Pemodelan Matematika Dari
Perambatan Retak Pemodelan Matematika Dari Perambatan Retak. Buletin Ilmiah
Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster). 4(1): 77-84.
Koten, V. K., dan Hasan, D. 2014. Penentuan Hubungan Antara Defleksi Lateral dan Radial
Poros Baja Pada Berbagai Jenis Tumpuan Secara Teoritik. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin Cylinder. 1(1): 57-63.
Mardini, A., Djamas, D., dan Putra, A. 2018. Dampak Penerapan Free Body Diagram
Terhadap kemampuan Peserta Didik Menyelesaikan Soal-Soal Hukum Newton
Dalam Pembelajaran Fisika SMA. Pillar of Physics Education. 11(2): 65-72.
Mufid, I. 2015. Analisis Dinamik Sudut Defleksi Pada Model Vibrasi Dawai [Skripsi]. Malang:
Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Selleng, k. 2018. Analisis Defleksi Pada Material Baja Ringan Dengan Menggunakan Plat
Penguat. Jurnal Mekanikal. 9(1): 830-838.
Tuwanakotta, E. 2017. The Effect of Cyclic Load on Steel Cantilever. Jurnal Karkasa. 3(1): 7-
19.
Wiyono, D. R., dan Trisina, W. 2013. Analisis Lendutan Seketika Dan Lendutan Jangka
Panjang Pada Struktur Balok. Jurnal Teknik Sipil. 9(1): 1-83.
LAMPIRAN
DATA HASIL PRAKTIKUM

m1 = 194 gram = 0,194 kg

m2 = 216 gram = 0,216 kg

g = 9,81 m/s2

E = 7. 1010 N/m2

W1 = m1 x g = 0,194 . 9,81 = 1,9031 N

W2 = m2 x g = 0,216 . 9,81 = 2,1190 N

1. Defleksi Pembebanan Cantilever

L (panjang) = 30 cm = 0,3 m

h (tebal) = 0,08 cm = 0,0008 m

b (lebar) = 3,1 cm = 0,031 m


1
I = 12 b x h3 = 1/12 . (0,031) . (0,0008)3 = 1,3227. 10-12 Nm

a. Beban 1 (W1 = 1,9031 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/3 L 0,1 0,322 0,316 5o 0,1028o 0,006 0,00685
2/3 L 0,2 0,317 0,275 9o 0,408o 0,042 0,0548
L 0,3 0,316 0,199 12o 0,918o 0,117 0,185

SUDUT DEFLEKSI

𝑊𝐿21 1,9031 . (0,1)2 0,019031


θ (1/3 L) = 2𝐸𝐼
= 2. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,185178
= 0,1028o

𝑊𝐿21 1,9031 . (0,2)2 0,076124


θ (2/3 L) = 2𝐸𝐼
= 2.7.1010 .1,3227.10−12 = 0,185178
= 0,408 o

𝑊𝐿21 1,9031 . (0,3)2 0,171279


θ (L) = 2𝐸𝐼
= 2.7.1010 .1,3227.10−12 = 0,185178
= 0,918o

DEFLEKSI

𝑊𝐿31 1,9031 . (0,1)3 0,0019031


y (1/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 .1,3227.10−12
= 0,27777
= 6,85. 10-3 m

𝑊𝐿31 1,9031 . (0,2)3 0,0152248


y (2/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 .1,3227.10−12
= 0,27777
= 5,48.10-2 m

𝑊𝐿31 1,9031 . (0,3)3 0,0513837


y (L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 .1,3227.10−12
=0,27777
= 1,85.10-1 m
MOMEN

M (1/3 L) = W.L1 = 1,9031. 0,1 = 0,19031

M (2/3 L) = W.L1 = 1,9031. 0,2 = 0,38062

M (L) = W. L = 1,9031.0,3 = 0,57093

b. Beban 2 (W2 = 2,119 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/3 L 0,1 0,322 0,314 6o 0,1136o 0,008 0,00763
2/3 L 0,2 0,317 0,267 10o 0,4543o 0,05 0,06103
L 0,3 0,316 0,1 13o 1,022o 0,216 0,20597

SUDUT DEFLEKSI

𝑊𝐿21 2,119 . (0,1)2 0,02119


θ (1/3 L) = 2𝐸𝐼
= 2. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,185178 = 0,1136 o

𝑊𝐿21 2,119 . (0,2)2 0,08476


θ (2/3 L) = 2𝐸𝐼
= 2. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,185178 = 0,4543 o

𝑊𝐿21 2,119 . (0,3)2 0,19071


θ (L) = = = = 1,022o
2𝐸𝐼 2 . 7.1010 . 1,3227. 10−12 0,185178

DEFLEKSI

𝑊𝐿31 2,119 . (0,1)3 0,002119


y (1/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,27777
= 0,0076286 m

𝑊𝐿31 2,119 . (0,2)3 0,016952


y (2/3 L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,27777
= 0,0610289 m

𝑊𝐿31 2,119 . (0,3)3 0,057213


y (L) = 3𝐸𝐼
= 3. 7.1010 . 1,3227. 10−12
= 0,27777
= 0,2059725 m

MOMEN

M (1/3 L) = W.L1 = 2,119 . 0,1 = 0,2119 Nm

M (2/3 L) = W.L1 = 2,119 . 0,2 = 0,4238 Nm

M (L) = W. L = 2,119 . 0,3 = 0,6357 Nm

2. Defleksi Pembebanan Sederhana

L (panjang) = 59 cm = 0,59 m

h (tebal) = 0,08 cm = 0,0008 m

b (lebar) = 3,5 cm = 0,035 m


1
I = b x h3 = 1/12 . 0,035 (0,0008)3 = 1,4933. 10-12 Nm
12

a. Beban 1 (W1 = 1,9031 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/4 L 0,1475 0,327 0,32 1,5o 0,3466o 0,007 0,0438
1/2 L 0,295 0,326 0,317 2o 0,3961o 0,009 0,0778
3/4 L 0,4425 0,327 0,322 1o 0,2476o 0,005 0,0438

SUDUT DEFLEKSI
𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 1,9031 (0,1475)(0,59−0,1475)(0,4425+0,59)
θ (1/4 L) = 6𝐿.𝐸𝐼
= 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,3466o

𝑊𝐿2 1,9031.(0,59)2
θ (1/2 L) = 16𝐸𝐼 = 16 .7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,3961o =

𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 1,9031 (0,4425)(0,59−0,4425)(0,1475+0,59)


θ (3/4 L) = 6𝐿.𝐸𝐼
= 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,2476o

DEFLEKSI

𝑊𝑎 2 𝑏 2 1,9031 (0,1475)2 (0,4425)2


y (1/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,043815 m

𝑊𝐿3 1,9031 (0,59)3


y (1/2 L) = = = 0,0778 m
48𝐸𝐼 48 . 7.1010 . 1,4933.10−12

𝑊𝑎 2 𝑏 2 1,9031 (0,4425)2 (0,1475)2


y (3/4 L) = = = 0,043815 m
3𝐸𝐼𝐿 3 . 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59

MOMEN
𝑊𝑎𝑏 1,9031 (0,1475)(0,4425)
M (1/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2105304 Nm

𝑊𝐿 1,9031 (0,59)
M (1/2 L) = 4
= 4
= 0,280707 Nm

𝑊𝑎𝑏 1,9031 (0,4425)(0,1475)


M (3/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2105304 Nm

b. Beban 2 (W2 = 2,119 N)

Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) Θ ukur Θ hitung y ukur y hitung


Beban (m) (m)
1/4 L 0,1475 0,327 0,32 1,5o 0,3859o 0,007 0,0488
1/2 L 0,295 0,326 0,316 2o 0,441o 0,01 0,086
o
3/4 L 0,4425 0,327 0,321 1 0,2756o 0,006 0,0488
Nb: L1 dan besar sudut diukur pada salah satu ujung pembebanan

SUDUT DEFLEKSI
𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 2,119 (0,1475)(0,59−0,1475)(0,4425+0,59) 0,142799
θ (1/4 L) = = = = 0,3859o
6𝐿.𝐸𝐼 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12 0,3700397
𝑊𝐿2 2,119.(0,59)2 0,7376739
θ (1/2 L) = = = = 0,441o
16𝐸𝐼 16 .7.1010 . 1,4933.10−12 1,672496

𝑊𝑎𝑏 (𝑏+𝐿) 2,119(0,4425)(0,59−0,4425)(0,1475+0,59) 0,1019995549


θ (3/4 L) = = = = 0,2756o
6𝐿.𝐸𝐼 6 . 0,59 . 7.1010 . 1,4933.10−12 0,3700397

DEFLEKSI

𝑊𝑎 2 𝑏 2 2,119 (0,1475)2 (0,4425)2


y (1/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,048789 m

𝑊𝐿3 2,119 (0,59)3


y (1/2 L) = 48𝐸𝐼 = 48 . 7.1010 . 1,4933.10−12
= 0,086 m

𝑊𝑎 2 𝑏 2 2,119 (0,4425)2 (0,1475)2


y (3/4 L) = 3𝐸𝐼𝐿
= 3. 7.1010 . 1,4933.10−12 . 0,59
= 0,048789 m

MOMEN
𝑊𝑎𝑏 2,119 (0,1475)(0,4425)
M (1/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2344 Nm

𝑊𝐿 2,119 (0,59)
M (1/2 L) = 4
= 4
= 0,3126 Nm

𝑊𝑎𝑏 2,119 (0,4425)(0,1475)


M (3/4 L) = 𝐿
= 0,59
= 0,2344 Nm
DHP Y5 INTEGRASI GANDA

PEMBEBANAN CANTILEVER
PEMBEBANAN SEDERHANA

JARAK-MOMEN
MOMEN DEFLEKSI
JARAK-DEFLEKSI

GRAFIK HUBUNGAN JARAK DAN DEFLEKSI SISTEM


PEMBEBANAN CANTILEVER
0,7

0,6

0,5

0,4
BEBAN 1
0,3
BEBAN 2
0,2

0,1

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
GRAFIK HUBUNGAN JARAK DAN DEFLEKSI SISTEM
PEMBEBANAN SEDERHANA
0,35

0,3

0,25

0,2
BEBAN 1
0,15
BEBAN 2
0,1

0,05

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

You might also like