Professional Documents
Culture Documents
Laporan Amira Nur Fadiyah 195100907111047 Y5 Luas Momen
Laporan Amira Nur Fadiyah 195100907111047 Y5 Luas Momen
MEKANIKA STRUKTUR
Asisten:
1. Ririe Jasmine Fadilla
2. Beatrice Vitria Prihastini
3. Aprilia Damayanti
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB 1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui defleksi yang dihasilkan dari suatu pembebanan dengan metode
luas momen
b. Untuk mengetahui teori dari pembebanan dengan menggunakan metode luas
momen
c. Untuk mengetahui dan menggambarkan free body diagram serta momen lentur
d. Untuk memahami pengaruh sudut terhadap defleksi yang dihasilkan
e. Untuk memahami pengaruh jarak tumpuan terhadap defleksi yang terjadi
BAB 2 DASAR TEORI
2.4 Sebutkan dan Jelaskan Teori Pengukuran Defleksi Metode Luas Momen!
Dalam menyelesaikan atau menghitung suatu defleksi terdapat bebrapa cara seperti
metode luas momen (momen area method). Metode luas momen atau luas bidang momen
pantas digunakan untuk mengetahui defleksi dalam satu tempat. Dapat digunakan suatu
asumsi dalam menyelesaikan persoalan yaitu defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang
terjadi tegak-lurus terhadap sumbu balok, dan irisan yang dibentuk bidang datar akan tetap
berupa bidang datar walaupun berubah (Mufid, 2015).
Penggunaan metode luas momen dalam pengukuran defleksi juga memiliki kelemahan
apabila digunakan pada konstruksi dengan pembebanan yang sangat kompleks. Namun,
metode luas momen lebih praktis dan mudah dikarenakan hitungan dilakukan tidak secara
matematis, sedangkan bersifat numeris. Terdapat pula metode lain yang dapat digunakan
untuk mengukur defleksi yaitu metode integrasi ganda. Metode integrasi ganda pantas
digunakan untuk mengetahui defleksi sepanjang bentang sekaligus (Koten dan Hasan,
2014).
2.6 Apa yang dimaksud dengan Modulus Elastisitas dan Free Body Diagram?
Modulus elastisitas adalah suatu pengukuran yang menetukan kemamapuan benda
dalam menahan perubahan bentuk atau kelenturannya yang terjadi sampai batas elastisnya.
Apa beban yang diberikan cukup besar, maka tegangan yang terjadi juga semakin tinggi dan
terdapat perubahan bentuk yang semakin besar sampai batas elastis. Perhitungan dapat
dilakukan melalui pemberian beban sebagai tegangan yang diberikan kepada benda dan
mengamati penunjukan sebagai regangan (Siagian et al., 2017).
Elastisitas sendiri adalah sifat suatu benda untuk berubah dalam waktu tertentu (tidak
permanen). Dapat dikatakan sebagai sifat untuk melawan perubahan yang terjadi. Suatu
benda dapat dikatakan elastic sempurna apabila setelah gaya yang telah diberikan
dihilangkan benda akan Kembali ke bentuk semula. Modulus elastisitas dapat dijelaskan
melalui grafik yang menunjukkan tegangan dan regangan untuk suatu benda (Souisa, 2011).
Free body diagram (FBD) adalah diagram yang mempresentasikan suatu objek dan gaya
yang diberikan padanya oleh objek lain. FBD digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah dalam bidang mekanik dan kesulitan penggunaan dalam instruksi fisika membuat
peneliti membuat rancangan pendekatan yang efektif untuk menggambar dan menggunakan
FBD. Prosedur dalam memecahkan suatu masalah fisika dengan FBD terdiri dari 3 langkah.
Langkah pertama yaitu mengkonstruksi free body diagram, langkah kedua yaitu menentukan
vector gaya resultan pada grafik, dan langkah ketiga yaitu menemukan besarannya (Aviani
et al., 2015).
BAB 3 METODE
Beban 1 dan 2
Ditimbang massa
Plat
Diukur dimensi
Diulangi
Pada perlakuan yang sama pada
beban 2
Catat Hasil
1 Jangka sorong
2 Statif
3 Plat
4 Tali
5 Timbangan analitik
6 Beban 1 dan 2
7 Pembebanan sederhana
8 Penggaris
9 Busur
BAB 4 PEMBAHASAN
PRAKTIKUM
1. Untuk M1
P1 = m1 . g = 2,119 N
L1 (1/4) = 0,147 m, Sudut = 1,5o
L2 (1/2) = 0,297 m, Sudut = 2o
L3 (3/4) = 0,446 m, Sudut = 1o
y0 = (y1 + y2 + y3) / 3
= 0,3267 m
A. L1 : 0,147 m
m1 : 0,216 kg
P1 : 2,119 N
• ∑Mo =0
(P1 . L1) - (Rb . L) =0
Rb = (0,3144) / 0,59 = 0,5277 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,5913 N
B. L2 : 0,297 m
m1: 0,216 kg
P1: 2,119 N
• ∑Mo =0
(P1 . L2) - (Rb . L) =0
Rb = 0,629343 / 0,59 = 1,0667 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,0523 N
C. L3 : 0,446 m
m1 : 0,216 Kg
P1 : 2,119 N
• ∑Mo =0
(P1 . L3) - (Rb . L) =0
Rb = 0,945074 / 0,59 = 1,6018 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 0.5172 N
2. Untuk M2
P2 = m2 . g = 2,6389 N
L1 (1/4) = 0,147 m Sudut = 1,5o
L2 (1/2) = 0,297 m Sudut = 2o
L3 (3/4) = 0,446 m Sudut = 1o
y0 = (y1 + y2 + y3) / 3
=0,3267 m
yl1 = (y0 - YL1) = 0,0077 m
yl2 = (y0 - YL2) = 0,0117 m
yl3 = (y0 - YL3) = 0,0067 m
A. L1 : 0,147 m
m1 : 0,269 kg
P1 : 2,6389 N
• ∑Mo =0
(P1 . L1) - (Rb . L) =0
Rb = 0,6575 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,9814 N
B. L2 : 0,297 m
m1 : 0,269 kg
P1 : 2,6389 N
• ∑Mo =0
(P1 . L2) - (Rb . L) =0
Rb = 1,3284 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,3105 N
C. L3 : 0,446 m
m1 : 0,269 Kg
P1 : 2,6389 N
• ∑Mo =0
(P1 . L3) - (Rb . L) = 0
Rb = 1,9948 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 0,6441 N
ANALITIK
A. m1 : 0,216 Kg
P1 : 2,119 N
▪ L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,119 . 0,1475. (0,59-0,1475) / (0,59)
= 0,2344 Nm
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,147) (0,59-0,147) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 0,9874 N
𝐿+𝑎
X = 3
= (0,59 + 0,1475) / 3
= 0,2458 m
tB / A = A1 . X
= 0,9874 . 0,2458
= 0, 2427 Nm
𝑡𝐵+𝑎
θA= 𝐿
= 0,2427 / 0,59 = 0,4114 N
DD1 = a . θ A
= 0,1475 . 0,4114
= 0,0607
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,119 (0,1475)2 (0,59-0,1745) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,2319 m2
tD / A = A2 . X
= 0,2319 . 0,0492
= 0,0114
δD = DD1 – tD / A
= 0,0607 – 0,0114
= 0,0493
▪ L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,119 . 0,297. (0,59-0,297) / (0,59)
= 0,3125 Nm
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,297) (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,3166 m2
𝐿
X =2
= 0,59 / 2
= 0,295 m
tB / A = A1 . X
= 1,3166 . 0,295
= 0,3884
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,3884 / 0,59
= 0,6583 N
DD1 = a . θ A
= 0,297 . 0,6599 = 0,1955
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,119 (0,297)2 (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,6628 m2
tD / A = A2 . X
= 0,6628 . 0,099
= 0,0656
δD = DD1 – tD / A
= 0,1955 – 0,0656
= 0,1299 Pa
▪ L3 (3/4) = 0,446 m
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,119 . 0,446. (0,59-0,446) / (0,59)
= 0,2307 Nm
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,446) (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 0,9717 N
𝐿+𝑏
X = 3
= (0,59 + (0,59 - 0,446)) / 3
= 0,2447 m
tB/A = A1 . X
= 0,9717 . 0,2447
= 0,2377 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
= 0,2377 / 0,59
= 0,403 N
DD1 = a . ѲA
= 0,446 . 0,5687
= 0,1797
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,119 (0,446)2 (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,7345 m2
tD / A = A2 . X
= 0,7345 . 0,1487 = 0,1092
δD = DD1 - tD / A
= 0,1797 – 0,1092
= 0,0705 Pa
B. m1 : 0,269 Kg
P1 : 2,6389 N
▪ L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,6389 . 0,147 (0,59-0,147) / (0,59)
= 0,2913
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,147) (0,59-0,147) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,2270 m2
X = (L+a) / 3
= (0,59 + 0,147) / 3
= 0,2457
tB/A = A1 . X
= 1,227 . 0,2457
= 0,3014 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,3014 / 0,59
= 0,5110 N
DD1 = a . ѲA
= 0,147 . 0,5110 = 0,0751
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 =
2𝐸𝐼𝐿
= 2,6389 (0,147)2 (0,59-0,147) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,3057 m2
tD / A = A2 . X
= 0,3057 . 0,049
= 0,0149
δD = DD1 - tD / A
= 0,0751 – 0,0149
= 0,0602 Pa
▪ L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,6389 . 0,297 (0,59-0,297) / (0,59)
= 0,3892
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,297) (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,6396 m2
𝐿
X =2
= 0,59 / 2
= 0,295
tB/A = A1 . X
= 1,6396 . 0,295
= 0,4837 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,4837 / 0,59 = 0,8198 N
DD1 = a . θ A
= 0,297 . 0,8198
= 0,2435
Menghuting δ max (δD)
X =a/3
= 0,297 / 3
= 0,099 N
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,6389 (0,297)2 (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,8254 m2
tD / A = A2 . X
= 0,8254 . 0,099
= 0,0817
δD = DD1 - tD / A
= 0,2435 – 0,0817
= 0,1618
▪ L3 (3/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,6389 . 0,446 (0,59-0,446) / (0,59)
= 0,2873
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,446) (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,2101 m2
𝐿+𝑏
X =
3
= (0,59 + (0,59 - 0,446) / 3
= 0,2447
tB / A = A1 . X
= 1,2101 . 0,2447
= 0,2961 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,2961 / 0,59 = 0,5018 N
DD1 = a . ѲA
= 0,446 . 0,5018 = 0,2238
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,6389 (0,446)2 (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,9148 m2
tD / A = A2 . X
= 0,9148 . 0,1487 = 0,1360
δD = DD1 - tD / A
= 0,2238 – 0,136
= 0,0878
Grafik Defleksi
Pada tabel berikut tertera besar nilai defleksi yang didapatkan dari beban 1 dan 2
serta nilai defleksi maksimum yang didapatkan dari beban 1 dan 2. Untuk mendapatkan
nilai defleksi digunakan rumus DD1 = a . θA, dimana a adalah panjang beban dari ujung
statif dan θA adalah hasil perhitungan dari rumus sebelumnya. Nilai defleksi yang
didapatkan dari beban satu untuk l1, l2, dan l3 secara urut adalah 0,0607; 0,1955; dan
0,1797. Sedangkan untuk beban 2 diperoleh nilai defleksi untuk l1, l2, dan l3 secara urut
yaitu 0,0751; 0,2435; dan 0,2238.
Pada tabel defleksi maksimum didapatkan dengan menggunakan rumus δD =
DD1 – (tD / A), dimana DD1 adalah nilai defleksi dan tD / A adalah nilai dari perhitungan
sebelumnya. Nilai defleksi maksimum yang didapatkan dari beban 1 untuk l1, l2, dan l3
secara urut adalah 0,0493; 0,1299; dan 0,0705. Sedangkan untuk beban 2 diperoleh nilai
defleksi maksimum untuk l1, l2, dan l3 secara urut yaitu 0,0602; 0,1618; dan 0,0878.
5.1 Kesimpulan
Dilaksanakannya praktikum defleksi dengan metode luas momen dengan tujuan untuk
mengetahui defleksi yang dihasilkan dari suatu pembebanan dengan metode luas momen,
mengetahui teori dari pembebanan dengan menggunakan metode luas momen, mengetahui
dan menggambarkan free body diagram serta momen lentur, memahami pengaruh sudut
terhadap defleksi yang dihasilkan, dan memahami pengaruh jarak tumpuan terhadap
defleksi yang terjadi. Dari praktikum ini dapat dipahami yaitu pengaruh dari besarnya suatu
gaya yang diberikan pada beban akan mengkibatkan hasil dari besarnya nilai defleksi dan
sudut. Didapatkan hasil perhitungan nilai defleksi dan nilai defleksi maksimum dari beban 1
dan 2. Pada beban 1 didapatkan nilai defleksi secara berurutan yaitu; 0,0607; 0,1955;
0,1797, dan didapatkan pula nilai defleksi maksimum secara berurutan yaitu; 0,0493; 0,1299;
0,0705. Pada beban 2 didapatkan nilai defleksi secara berurutan yaitu; 0,0751; 0,2435;
0,2238, dan didapatkan pula nilai defleksi maksimum secara berurutan yaitu; 0,0602; 0,1618;
0,0878. Terdapat pula hubungan antara besar nilai sudut dengan nilai defleksi dimana
semakin besar nilai defleksi yang didapatkan maka besar sudut yang dihasilkan juga
semakin besar, dan begitu pula sebaliknya.
Aviani, I., Erceg, N., dan Mešić, V. 2015. Drawing and using free body diagrams: Why it may
be better not to decompose forces. Physical Review Physics Education Research.
11(2): 1-14.
Hermawan, W. 2010. Kinerja Roda Besi Bersirip Gerak Dengan Mekanisme Sirip Berpegas.
Jurnal Keteknikan Pertanian. 24(1): 7-16.
Jiang, Z., Zhao, J., dan Xie, H. 2017. Microforming Technology. London: Academic Press.
Koten, V. K., dan Hasan, D. 2014. Penentuan Hubungan Antara Defleksi Lateral dan Radial
Poros Baja Pada Berbagai Jenis Tumpuan Secara Teoritik. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin Cylinder. 1(1): 57-63.
Mufid, I. 2015. Analisis Dinamik Sudut Defleksi Pada Model Vibrasi Dawai. [Skripsi]. Malang:
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Pane, F. P., Tanudjaja, H., dan Windah, R. S. 2015. Pengujian Kuat Tarik Lentur Beton
dengan Variasi Kuat Tekan Beton. Jurnal Sipil Statik. 3(5): 313-321.
Siagian, C., Dapas, S. O., dan Pandaleke, R. 2017. Pengujian Kuat Lentur Kayu Profil
Tersusun Bentuk Kotak. Jurnal Sipil Statik. 5(2): 95-102.
Souisa, M. 2011. Analisis Modulus Elastisitas Dan Angka Poisson Bahan Dengan Uji Tarik.
Jurnal Barekeng. 5(2): 9-14.
Wiyono, D. R., dan Trisina, W. 2013. Analisis Lendutan Seketika Dan Lendutan Jangka
Panjang Pada Struktur Balok. Jurnal Teknik Sipil. 9(1): 1-83.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN DEFLEKSI DENGAN METODE LUAS MOMEN
Data dan pengamatan:
M1 : 0,216 kg
M2 : 0,269 kg
9
E : 70. 10 N/m2
L : 0,59 m
b : 0,035 m
g : 9,81 m/s2
h : 0,0007 m
I : 1/12 b h3 = 1,0004. 10-12
PRAKTIKUM
1. Untuk M1
P1 = m1 . g = 2,119 N
L1 (1/4) = 0,147 m, Sudut = 1,5o
L2 (1/2) = 0,297 m, Sudut = 2o
L3 (3/4) = 0,446 m, Sudut = 1o
y0 = (y1 + y2 + y3) / 3
= 0,3267 m
A. L1 : 0,147 m
m1 : 0,216 kg
P1 : 2,119 N
• ∑Mo =0
(P1 . L1) - (Rb . L) =0
Rb = (0,3144) / 0,59 = 0,5277 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,5913 N
B. L2 : 0,297 m
m1: 0,216 kg
P1: 2,119 N
• ∑Mo =0
(P1 . L2) - (Rb . L) =0
Rb = 0,629343 / 0,59 = 1,0667 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,0523 N
C. C. L3 : 0,446 m
m1 : 0,216 Kg
P1 : 2,119 N
• ∑Mo =0
(P1 . L3) - (Rb . L) =0
Rb = 0,945074 / 0,59 = 1,6018 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 0.5172 N
2. Untuk M2
P2 = m2 . g = 2,6389 N
L1 (1/4) = 0,147 m Sudut = 1,5o
L2 (1/2) = 0,297 m Sudut = 2o
L3 (3/4) = 0,446 m Sudut = 1o
y0 = (y1 + y2 + y3) / 3
=0,3267 m
A. L1 : 0,147 m
m1 : 0,269 kg
P1 : 2,6389 N
• ∑Mo =0
(P1 . L1) - (Rb . L) =0
Rb = 0,6575 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,9814 N
B. L2 : 0,297 m
m1 : 0,269 kg
P1 : 2,6389 N
• ∑Mo =0
(P1 . L2) - (Rb . L) =0
Rb = 1,3284 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 1,3105 N
C. L3 : 0,446 m
m2 : 0,269 Kg
P2 : 2,6389 N
• ∑Mo =0
(P1 . L3) - (Rb . L) = 0
Rb = 1,9948 N
• ∑F =P
Ra + Rb =P
Ra = 0,6441 N
ANALITIK
A. m1 : 0,216 Kg
P1 : 2,119 N
▪ L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,119 . 0,1475. (0,59-0,1475) / (0,59)
= 0,2344 Nm
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,147) (0,59-0,147) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 0,9874 N
𝐿+𝑎
X = 3
= (0,59 + 0,1475) / 3
= 0,2458 m
tB / A = A1 . X
= 0,9874 . 0,2458
= 0, 2427 Nm
𝑡𝐵+𝑎
θA=
𝐿
= 0,2427 / 0,59 = 0,4114 N
DD1 = a . θ A
= 0,1475 . 0,4114
= 0,0607
X = a/3
= 0,1475 / 3
= 0, 0492 N
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 =
2𝐸𝐼𝐿
tD / A = A2 . X
= 0,2319 . 0,0492
= 0,0114
δD = DD1 – tD / A
= 0,0607 – 0,0114
= 0,0493
▪ L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,119 . 0,297. (0,59-0,297) / (0,59)
= 0,3125 Nm
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,297) (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,3166 m2
𝐿
X =2
= 0,59 / 2
= 0,295 m
tB / A = A1 . X
= 1,3166 . 0,295
= 0,3884
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,3884 / 0,59
= 0,6583 N
DD1 = a . θ A
= 0,297 . 0,6599 = 0,1955
Menghuting δ max (δD)
X = a/3
= 0,297 / 3
= 0,099 m
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,119 (0,297)2 (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,6628 m2
tD / A = A2 . X
= 0,6628 . 0,099
= 0,0656
δD = DD1 – tD / A
= 0,1955 – 0,0656
= 0,1299 Pa
▪ L3 (3/4) = 0,446 m
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,119 . 0,446. (0,59-0,446) / (0,59)
= 0,2307 Nm
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,446) (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 0,9717 N
𝐿+𝑏
X = 3
= (0,59 + (0,59 - 0,446)) / 3
= 0,2447 m
tB/A = A1 . X
= 0,9717 . 0,2447
= 0,2377 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
= 0,2377 / 0,59
= 0,403 N
DD1 = a . ѲA
= 0,446 . 0,5687
= 0,1797
Menghuting δ max (δD)
X = a/3
= 0,446 / 3
= 0,1487 N
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 =
2𝐸𝐼𝐿
tD / A = A2 . X
δD = DD1 - tD / A
= 0,1797 – 0,1092
= 0,0705 Pa
B. m1 : 0,269 Kg
P1 : 2,6389 N
▪ L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
= 2,6389 . 0,147 (0,59-0,147) / (0,59)
= 0,2913
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
tB/A = A1 . X
= 1,227 . 0,2457
= 0,3014 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,3014 / 0,59
= 0,5110 N
DD1 = a . ѲA
= 0,147 . 0,5110 = 0,0751
Menghuting δ max (δD)
X = a/3
= 0,147 / 3
= 0, 049 N
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
= 2,6389 (0,147)2 (0,59-0,147) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,3057 m2
tD / A = A2 . X
= 0,3057 . 0,049
= 0,0149
δD = DD1 - tD / A
= 0,0751 – 0,0149
= 0,0602 Pa
▪ L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M =
𝐿
= 2,6389 . 0,297 (0,59-0,297) / (0,59)
= 0,3892
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,297) (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,6396 m2
𝐿
X =2
= 0,59 / 2
= 0,295
tB/A = A1 . X
= 1,6396 . 0,295
= 0,4837 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,4837 / 0,59 = 0,8198 N
DD1 = a . θ A
= 0,297 . 0,8198
= 0,2435
Menghuting δ max (δD)
X =a/3
= 0,297 / 3
= 0,099 N
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 =
2𝐸𝐼𝐿
= 2,6389 (0,297)2 (0,59-0,297) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,8254 m2
tD / A = A2 . X
= 0,8254 . 0,099
= 0,0817
δD = DD1 - tD / A
= 0,2435 – 0,0817
= 0,1618
▪ L3 (3/4)
𝑃𝑎𝑏
M =
𝐿
= 2,6389 . 0,446 (0,59-0,446) / (0,59)
= 0,2873
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
= 2,6389 (0,446) (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 )
= 1,2101 m2
𝐿+𝑏
X = 3
= (0,59 + (0,59 - 0,446) / 3
= 0,2447
tB / A = A1 . X
= 1,2101 . 0,2447
= 0,2961 Nm
𝑡𝐵/𝐴
θA= 𝐿
= 0,2961 / 0,59 = 0,5018 N
DD1 = a . ѲA
= 0,446 . 0,5018 = 0,2238
Menghuting δ max (δD)
X =a/3
= 0,446 / 3
= 0,1487 N
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 =
2𝐸𝐼𝐿
= 2,6389 (0,446)2 (0,59-0,446) / (2. 7.1010 . 1,0004.10-12 . 0,59)
= 0,9148 m2
tD / A = A2 . X
= 0,9148 . 0,1487 = 0,1360
δD = DD1 - tD / A
= 0,2238 – 0,136
= 0,0878