You are on page 1of 10

JALUR TRIASE DI RUANGAN TINDAKAN GAWAT DARURAT (RTGD)

PUSKESMAS SIHEPENG

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

PESERTA LATSAR CPNS MANDAILING NATAL GOLONGAN III


ANGKATAN 57 KELOMPOK 2 NOMOR ABSEN 13
NAMA : Ns. MARTIN SIRINGO-RINGO, S.Kep
NIP : 1990031320202121013

PENGAMPU MATERI :

IBU GADIS MELANI RUSLI, SH

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


REGIONAL SUMATERA UTARA
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2022
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Tidak adanya jalur Triase di ruangan tindakan gawat darurat (RTGD) Puskesmas
Sihepeng.
Triase pasien di pelayanan kesehatan kegawatdaruratan menjadi perhatian khusus
dunia saat ini (Wolf et al, 2018). Tujuan dan fungsi triase adalah untuk mengidentifikasi
pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa atau darurat (Aloyce et al, 2014). Triase akan
mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan kualitas perawatan pasien (Afaya, 2017).
Kesalahan dalam penempatan kamar triase dapat merugikan pasien, termasuk keterlambatan
perawatan dan meningkatkan angka kematian di Ruang Tindakan Gawat Darurat RTGD/IGD
(Ali, 2013). Gawat darurat merupakan keadaan dimana pasien memerlukan pemeriksaan
medis segera dan apabila tidak dilakukan pemeriksaan akan berakibat fatal bagi pasien
tersebut (Kartikawati, 2011). Secara Geografis Puskesmas Sihepeng tepat berada di tepi jalan
raya lintas sumatera utara yang berpotensi terjadinya kejadian Kecalakaan Lalu Lintas. Dan
juga memiliki wilayah kerja dengan pegunungan dan banyak sungai yang sangat rawan
terjadinya Kejadian Luar Biasa seperti Tanah Longsor, banjir, dan penyakit menular lainnya,
dll.

B. Kurang Optimalnya Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Puskesmas Sihepeng


Kabupaten Mandailing Natal
Penggunaan APD dalam memberikan pelayanan kesehatan sangatlah penting. APD
tidak hanya melindungi yang memakai akan tetapi juga melindungi orang yang kontak
dengan si pemakai. Di Puskesmas Sihepeng sarana APD sudah cukup lengkap dan memadai
untuk setiap petugas, akan tetapi penggunaan APD belum terlalu optimal, masih ada
beberapa petugas kesahatan yang tidak menggunakan APD dengan alasan, malas
menggunakan dan tidak terbiasa. Jika hal ini tidak ditanggulangi maka kejadian Healt Care
Asosiated Infektion (HAIS) akan meningkat terutama di masa pandemic seperti ini. Hal ini
akan menimbulkan kerugian bagi petugas ataupun pasien yang mendapatkan pelayanan
kesehatan. Penggunaan APD merupakan tindakan pencegahan penyebaran penyakit yang
paling utama.

1
C. Belum Adanya Pencatatan dan Pelaporan Yang Terstruktur Terkait Pemberian
Pengobatan Lanjut VAR di Puskesmas Sihepeng
Puskesmas Sihepeng merupakan salah satu puskesmas yang dipercaya sebagai pemberi
Vaksin Anti Rabies (VAR). Sehingga jika ada kejadian gigitan binatang di wilayah kerja
puskesmas bisa langsung dibawa ke Puskesmas Sihepeng. Berdasarkan data laporan bulanan
Rabies rata-rata kejadian gigitan binatang dalam sebulan yang berobat ke Puskesmas
Sihepeng sebanyak 3 orang yang membutuhkan VAR. Pemberian VAR terdiri atas 4 dosis
dengan 3 siklus. Selama ini yang telah di terapakan setiap pasien yang datang setelah diberi
vaksin untuk pengobatan, dosis selanjutnya hanya di tulis di kertas resep dan tidak ada
pencatatan dan pelaporan yang terstruktur dari puskesmas, hal ini terjadi karena belum ada
nya format pencatatan dan pelaporan terstruktur pengobatan lanjut VAR. Jika hal ini tidak di
atasi maka akan menimbulkan resiko pemberian vaksin yang tidak tepat pada pengobatan
selanjutnya yang dapat membahayakan pasien. Pada isu yang penulis angkat kali ini terkait
dengan dimana dibutuhkannya inovasi baru pencatatan dan pelaporan agar lebih terstruktur
dan menurunkan kejadian yang tidak diinginkan terkait pemberian dosis vaksin yang
berlebih.

D. Kurang Optimalnya Posbindu PTM di wilayah Kerja Puskesmas Sihepeng


Meningkatnya kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) secara signifikan akan menambah
beban masyarakat dan pemeritah, karena penanganannya membutuhkan waktu yang tidak
sebentar, biaya yang besar dan teknologi tinggi. Kasus PTM memang tidak ditularkan namun
mematikan dan mengakibatkan individu menjadi tidak atau kurang produktif namun PTM
dapat dicegah dengan mengendalikan faktor resiko melalui deteksi dini. Secara ideal, pasien
dengan penyakit tidak menular kronis harus mempunyai kemampuan merawat dirinya secara
mandiri (self-care).
Di tingkat komunitas telah diinisiasi pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
penyakit tidak menular yang merupakan salah satu unit terkecil dari kegiatan puskesmas
dimana dapat dilakukan pemeriksaan/pelayanan berkala setiap satu bulan sekali atau lebih,
dimana dilakukan deteksi dini faktor risiko, penyuluhan dan kegiatan bersama komunitas.
Berdasarkan pengalaman selama menjalankan tugas sebagai Perawat di Puskesmas
Sihepeng, saya menemukan beberapa masalah yang sedang berkembang salah satunya yaitu
belum optimalnya pelaksanaan posbindu PTM di wilayah kerja Puskesmas Sihepeng dan

2
kurangnya pemahaman kader tentang pelaksanaan Posbindu PTM. Kinerja tenaga kesehatan
dapat optimal dalam kegiatan pembinaan, bila ada ikut serta peran dan kontribusi dari kader.
Jadi, dalam hal ini untuk terwujudnya peningkatan kesehatan masyarakat yang lebih optimal,
efektif lebih optimal, efektif dan efisien di wilayah kerja Puskesmas Sihepeng, maka
diperlukan optimalisasi posbindu PTM sebagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Sihepeng.

E. Kurangnya Kepatuhan tenaga kesahatan melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun


(CTPS) di Puskesmas Sihepeng
Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)
yang saat ini menjadi perhatian dunia karena permasalahan praktik perilaku cuci tangan yang
buruk tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju di mana sebagian
besar masyarakatnya masih lupa untuk mencuci tangan. Akibatnya angka kejadian diare
masih tinggi di negara-negara seperti Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 15 Oktober
2008, persatuan bangsa-bangsa menetapkan hari ini sebagai hari cuci tangan pakai sabun
sedunia yang berfokus pada anak sekolah sebagai “agen perubahan” (Kementrian Kesehatan
Republik indonesia, 2015) Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun untuk menjadi
bersih serta dapat mencegah teradinya penyakit. Cuci tangan pakai sabun merupakan cara
mudah dan tidak perlu biaya mahal. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktik - praktik
menjaga kesehatan dan kebersihan seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/
buang air besar/ kecil, dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 25%. Diare dan ISPA
dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang.

3
BAB II
IDENTIFIKASI ISU DAN PENETAPAN ISU
A. Perumasan Isu
Tabel 1
Perumasan Isu
No Isu Sumber Isu Penyebab Isu

Tidak adanya jalur Triase di ruangan tindakan Pelayan - Kurangnya kesadaran perawat RTGD tentang
1.
gawat darurat (RTGD) Puskesmas Sihepeng. Publik Pentingnya Triase di RTGD
- Belum adanya SOP Triase
Kurang Optimalnya Penggunaan APD di Pelayan - Kurangnya kesadaran petugas pentingnya pemakian
2.
Puskesmas Sihepeng Kabupaten Mandailing Publik APD
Natal - Kurangnya monitoring PPI puskesmas
Belum Adanya Pencatatan dan Pelaporan Yang Pelayan - Belum adanya SPO pencataan dan pelaporan
3. Terstruktur Terkait Pemberian Pengobatan Publik pemberian VAR
Lanjut VAR di Puskesmas Sihepeng - Belum adanya format pencatatan dan pelaporan
terstruktur pengobatan lanjut VAR
Kurang optimalnya Posbindu PTM di wilayah Pelayan - Kurangnya evaluasi saat pelaksanaan Posbindu PTM
4.
kerjaPuskesmas Sihepeng Publik - Kurang efektifnya tata ruang pada pelaksanaan
Posbindu PTM
Kurangnya Kepatuhan tenaga kesahatan Pelayan - Alokasi dana
5.
melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di Publik - Kurangnya Kesadaran Pentingnya CTPS
Puskesmas Sihepeng
Sumber : Analisi Penulis (2022)

4
B. Penetapan Isu
Dalam hal penentapan isu, maka perlu dilakukan suatu pengujian dengan melakukan salah satu metode yaitu APKL (Aktual,
Problematik, Kekhalayakan, dan Layak.
1. Aktual, yaitu isu benar-benar terjadi, sedang hangat dibicarakan di masyarakat.
2. Problematik,yaitu isu yang kompleks, menarik sehingga perlu dicarikan solusinya segera mungkin.
3. Kekhalayakan, yaitu isu menyangkut hajat hidup orang banyak.
4. Layak, isu yang masuk akal, realistis serta relevan untuk dimunculkan inisiatif solusinya, sesuai keilmuan.
B. Tabel 2
Penetapan Isu Dengan Analisis Metode APKL
NO. ISU A P K L KET

1 Tidak adanya jalur Triase di ruangan tindakan gawat darurat (RTGD) √ √ √ √ Memenuhi
Puskesmas Sihepeng.
2 Kurang Optimalnya Penggunaan APD di Puskesmas Sihepeng √ √ √ √ Memenuhi

3 Belum Adanya Pencatatan dan Pelaporan Yang Terstruktur Terkait Pemberian


Pengobatan Lanjut VAR di Puskesmas Sihepeng, diakrenakan :
- Belum adanya SPO pencataan dan pelaporan pemberian VAR √ √ √ X Tidak
√ √ √ X Memenuhi
- Belum adanya format pencatatan dan pelaporan terstruktur pengobatan
lanjut VAR
4 Kurang Optimalnya Posbindu PTM di wilayah Kerja Puskesmas Sihepeng, Tidak
dikarenakan : √ √ √ √ Memenuhi
- Kurangnya evaluasi saat pelaksanaan Posbindu PTM √ X X √
- Kurang efektifnya tata ruang pada pelaksanaan Posbindu PTM
5 Kurangnya Kepatuhan tenaga kesahatan melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun √ √ √ √ Memenuhi
(CTPS) di Puskesmas Sihepeng

5
Dari tabel.3 diatas dapat disimpulkan hanya ada 3 isu yang dapat ditetapkan. Untuk isu ke 2 dan 3 tidak sesuai
keilmuan/wewenang Penulis, sehingga tidak memenuhi syarat APKL untuk ditetapkan sebagai isu Kontemporer.
5 Validasi Isu Dengan Metode USG
Teknik USG (Urgency, Seriousness, Growth) digunakan untuk menganalisis penyebab dari core isu yang diangkat pada rancangan
aktualisasi kali ini. Metode dengan menggunakan Teknik USG ialah dengan menentukan tingkat Urgensi (Urgency), Keseriusan
(Seriousness), dan Perkembangan Isu (Growth). Teknik USG menggunakan rentang nilai 1-5, dimana semakin tinggi nilai urgensi,
keseriusan dan perkembangan isu maka semakin tinggi nilai yang didapat pada masing-masing unsur. Penjelasan mengenai poin-
point pada teknik USG adalah:
1. Urgency (U), yaitu dapat dilihat dari ketersediaan waktu, mendesak atau tidaknya masalah tersebut diselesaikan.
2. Seriousness (S), yaitu dengan melihat dampak dari masalah terhadap produktivitas kerja, pengaruh terhadap sebuah
keberhasilan, dan apakah membahayakan kepada sistem atau tidak.
3. Growth (G), yaitu melihat apakah permasalahan tersebut berkembang sedemikian rupa sehingga menyebabkan dampak yang
buruk atau sulit dicegah.

Tabel 3
Deskripsi Nilai Interval
No Deskripsi 1 2 3 4 5
1 Urgency TidakMendesak Kurang CukupMendesak Mendesak Sangat Mendesak
(U) Mendesak
2 Seriousness TidakSerius Kurang Serius CukupSerius Serius Sangat Serius
(S)
3 Growth (G) TidakCepatMemburuk Kurang CukupCepatMemburuk CepatMemburuk Sangat
CepatMemburuk CepatMemburuk
Sumber : Analisis Penulis (2022)

6
Tabel 4
Validasi Isu Dengan Metode USG
No Isu U S G Total Prioritas
Tidak Adanya Jalur Triase Di Ruangan Tindakan Gawat Darurat (RTGD) I
Di Puskesmas Sihepeng.
1.
- Kurangnya kesadaran perawat RTGD tentang Pentingnya Triase di 5 5 4 14
RTGD
- Belum adanya SOP Triase 5 5 4 14
Kurang Optimalnya Penggunaan APD di Puskesmas Sihepeng II
2. - Kurangnya kesadaran petugas pentingnya pemakian APD 4 3 4 11
4 3 4 11
- Kurangnya monitoring PPI puskesmas
Kurangnya Kepatuhan tenaga kesahatan melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS) di Puskesmas Sihepeng III
3.
- Kurangnya evaluasi saat pelaksanaan Posbindu PTM 4 3 2 10
4 3 2 10
- Kurang efektifnya tata ruang pada pelaksanaan Posbindu PTM
Sumber : Analisis Penulis (2022)

Kesimpulan : Jadi, top isu yang didapatkan setelah melawakan validasi dengan menggunakan metode USG adalah : Tidak adanya jalur
Triase di ruangan tindakan gawat darurat (RTGD) di Puskesmas Sihepeng.

7
BAB III
PENETAPAN ISU TERPILIH DAN GAGASAN KREATIF

A. Gagasan Kreatif Isu


Dengan merujuk pada penyebab utama isu yang dianalisis menggunakan metode USG
seperti yang sudah di jelaskan diatas, maka gagasankreatif yang akan dilakukan untuk
penyelesaian core isu tersebut adalah “Mengajukan Proposal Pelatihan Skill Perawat
RTGD Tentang Kegawatdaruratan, Pembuatan SOP Triase, Pembuatan Tanda dan
Alur Triase RTGD Puskesmas Sihepeng Kepada Kepala Puskesmas”. Dengan
diajukannya Proposal pelatihan skill perawat rtgd tentang kegawatdaruratan, pembuatan sop
triase, pembuatan tanda dan alur triase RTGD Puskesmas Sihepeng kepada kepala
puskesmas, diharapkan dapat menunjang kualitas pelayanan RTGD dan Pelayanan di Luar
Gedung Puskesmas Sihepeng.

Untuk mewujudkan gagasan kreatif tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan


selama masa habituasi adalah sebagai berikut :
1. Melakukan konsultasi dengan mentor (atasan) mengenai rencana kegiatan yang akan
dilakukan
2. Membuat Rancangan Kegiatan Pelatihan Kegawatdaruratan RTGD
3. Membuat Standar Operasional Pelayanan (SOP) Triase
4. Membuat Tanda-Tanda dan Jalur Pengelompokan Pasien sesuai Triase di RTGD
Pukesmas Sihepeng
5. Mencari Nara Sumber/Pelatih terkait Kegawatdaruratan yang Kompeten dan
Tersertifikasi, beserta Rancangan Pembiaya terkait Alat, Bahan, Waktu, Tenaga yang
diperlukan untuk pelaksanaan Tiga Kegiatan Tersebut.
6. Membuat SK Panitia Pelaksanaan Pelatihan Kegawatdaruratan, Pembuatan SOP Triase
dan pembuatan tanda-tanda dan jalur triase RTGD.
7. Melakukan evaluasi kegiatan
Evaluasi kegiatan dilakukan dengan berpedoman kepada analisisi quisioner dan hasil
notulen yang didapatkan dari Proses Pelatihan bersama para staf Puskesmas Sihepeng.

8
B. Mencari Akar Masalah dengan Metode FISHBONE
Puskesmas Wilker
Kurang
tepat di Pkm
Belum Optimalnya
Ketidakte
pinggir rawan evaluasi
ada jalan raya Kinerja Staf patan
banjir,
SOP lintas tanah
RTGD, dari
Sasaran
Tim Mutu
Sumatera longsor pemilihan
Tingkat
kegawat
Kurangnya Belum ada Pengajuan daruratan
kesadaran staf dana dana
RTGD akan
Pelatihan
sarana
pada
Pentingnya Kegawatdar triase pasien
Triase uratan belum ada

You might also like