You are on page 1of 8
Hak AsasiManusia | 39 4. Fase Kerajaan Dilihatdari sejarah, adatkebiasaan, hukum, tata pergaulan, dan pola hidup bangsa Indonesia pada umumnya terdapat indikasi yang cukup kuat, bahwa bangsa Indo- nesia telah memiliki ide, bahkan nilai yang berkaitan dengan HAM. Adanya ungkapan- ungkapan dan istilah yang sudah dikenal di masyarakat Indonesia sejak dulu, se- perti rembug desa, mufakat, gorong royong, dan musyawarah merupakan bukti hidupnya nilai-nilai HAM di Indonesia, Nilai filosofi dan etika tersebut selalu me- warnai penyusunan seperangkatperaturan hukum yang diciptakan oleh pemangku adat di seluruh wilayah Indonesia, termasuk dalam peraturan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Misalnya di kerajaan Majapahit dikenal adanya budaya Pepe. Pepe dilakukan rakyat apabila ada peraturan kerajaan yang merugikan rakyat, caranya cukup dengan berkumpulnya rakyat di depan alun-alun kerajaan, Perjuangan dan usaha membebaskan diri dari penjajahan yang dilakukan para pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Hasanudin dan yang lainnya merupakan perjuangan melawan cengkaraman penjajah untuk menegakan HAM. 2. Fase Pra-Kemerdekaan Fase ini ditandai dengan lahirnya organisasi-organisasi pergerakan modern. Pemikiran tentang HAM dari para tokoh pada fase ini tertuang dalam tulisan-tulisan seputar pergerakan nasional rancangan UUD di sidang-sidang Badang Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Perkembangan HAM mengalami masa-masa penting dalam perdebatan di sidang-sidang BPUPKI seperti yang dilontarkan oleh Soekarno, Agus Salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, KH. Mas Mansur, KH. Wachid Hasyim, Mr. Maramis. Dalam sidang-sidang BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar- dasar ketatanegaraan dan kelengkapan negara yang menjamin hak dan kewajiban negara dan warga negara. Masa ini ditandai dengan pemahaman HAM yang bersifat universal dan oleh karenanya butir-butir HAM dalam Droit de I’home et du Citoyen harus diakomodasi. Fase dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama, ditandai dengan bangunnya kesadaran nasional melalut ber- divinya organisasi Boedi Oetomo (1908), Kelahiran organisast ini dianggap sebagal tonggak sejarah cita-cita mendirikan negara bangsa, karena walaupun organisasi ini tidak mendapat dukungan massa, namun dalam tubuh Boedi Oetomo telah 40 | Hak Asasi Manusia ada semangat nasional yang pertama. Dalam konteks pemikiran HAM, ata pe, mimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat day mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada Pemerinta, Kolonial maupun dalam tulisan-tulisan yang diniuat dalam majalah Goeroe Desa, Pada intinya organisasi ini memperjuangkan perihal kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat® Tahap kedua, ditandai dengan bangunnya revolusioner bersifat kerakyatan yang berjiwa Islam melalui organisasi Sarekat Islam (1911). Berbeda dengan konsep HAM di kalangan tokoh nasionalis sekuler, tokoh-tokoh organisasi Sarekat Islam mendasari perjuangannya dengan prinsip-prinsip HAM dalam Islam. Konsep HAM Sarekat Islam tersebut terlihat pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak, bebas dari penindasan, dan diskriminasi rasial. Di antara tokoh Sarekat Islam adalah Agus Salim, Tjokro Aminoto, dan Abdul Muis. Tahap ketiga, organisasi pergerakan pada tahap ini bercorak politik sejak awalnya serta menyusun program nasional yang meliputi nasiolisme modern. Organisasi yang menandai tahap ini adalah Indische Partij (1912) dengan tokoh antara Jain yaitu Douwes Dekker, Suwardi Surjaningrat, dan dr. Tjipto Mangunkusumo. Pemikiran HAM dari organisasi ini adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapat perlakuan yang sama, Organisasi lainnya yang termasuk dalam tahap ketiga adalah Perhimpunan Indonesia (1925), Partai Komunis Indonesia (1920), dan Partai Nasional Indonesia (1927). 3. Fase Kemerdekaan Di masa kemerdekaan, benih-benih pemikiran HAM memperoteh legitimasi secara formal dalam bentuk pengaturannya dalam UUD 1945. Sejak saat itu’ pemikiran tentang HAM memperoleh pengakuan secara hukum yang sekaligus dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat bagi Kelanjutan perkembangan pemitiran tentang HAM. Selain itu, prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara berdasarkan hukum yang dijadikan sendi bagi penyelenggaraan negara, menunjukkan bahwa " x adalah negara yang ingin memberikan perlindungan dan penghormatan Indonesia HAM bagi seluruh rakyatnya. yang tengah diperuangkan oleh organisa Boedi Ostomo akhienya mon, |AM yang tengal 3h na fazir Pamontiak, Ahmad Soeba, 3 Sefslan dengan vei eaiceta saat itu seperti Mohammad Hatta, Ni ee Soebardjo, Hak Asasi Manusia | 41 a. Periode 1945 - 1950 Perkembangan pemikiran HAM setelah kemerdekaan berkembangan sesuai dengan sistem politik dan penguasa yang memimpin negara Indonesia. Pada tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 bentuk negara Indonesia meng- alami perubahan mendasar dari bentuk kesatuan menjadi bentuk negara serikat. pada masa Republik Indonesia Serikat, suasana kebebasan yang menjadi semangat Demokrasi Liberal sangat terasa selama berlakunya UUDS 1950, sehingga dapat di- katakan bahwa baik pemikiran maupun aktualisasi HAM pada periode ini sangat maju. Hal ini tampak dari perdebatan HAM di Konstituante, di mana seluruh ang- gota konstituante menganggap HAM sebagai hal yang paling penting dan menjadi unsur tak terpisahkan dari negara konstitusional. Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan sebagaimana dimulai sejak tahun 1945 hingga 1950 tersebut memang lebih menekankan pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang dibentuk disamping itu pula ditekankan pada hak kebebasan untuk menyampaikan pen- dapat terutama di parlemen. Lebih lanjut sepanjang periode int wacana HAM dapat terlihat pada beberapa poin yang terkandung dalam materi konstitusi dan peraturan yang diberlakukan di antaranya yaitu di bidang sipil dan politik sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 (Pembukaan, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan Pasal 24 dan 25), Maklumat Pemerintah 1 November tahun 1945, Maklumat Pemerintah 3 November 1945, Maklumat Pemerintah 14 November 1945, Konstitusi RIS (Bab V Pasal 7-33) dan KUHP Pasal 99. Sementara di bidang ekonomi, sosial, dan budaya dapat dilihat melalui UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31 dan 32), Konstitusi RIS (Pasal 36-40). b. Periode 1950-1959 1959 yang dikenal dengan masa demokrasi de ini dicatat sebagai masa yang Periode selanjutnya yakni 1950- parlementer. Sejarah pemikiran HAM di perio kondusif sepanjang sejarah perjalanan HAM di Indonesia. Secara lebih lanjut, Bagir rn bahwa periode ini merupakan masa gemilang dalam sejarah indikator HAM mencakup lahirnya pelaksanaan pemilihan umum secara Manan menyatakal HAM Indonesia yang tercermin pada lima partai-partai politik, adanya kebebasan pers, bebas dan demokratis, sekaligus adanya kontrol parlemen atas lembaga eksekutif. Tentunya hal demikian menunjukkan bahwa suasane kebebasan mendapatkan tempat di dalam kehidupan politik nasional kala itu. | Hak Asast Manusla se 42 | perdebatan terkait konsep HAM, namun perbedaan ic Meskipun munctl iti i 1 dari berbagai partal politik dengan — ndemokratis: melalui mimb: menghasilkan keputusan dan ages vidi bab tersendiri. Bahkan pag, ing agar dimasukkan dalam ' a oan atat Indonesia meratifikasi 2 konvens! Internasional HAM, yaity; 49 dengan UU No. 59 Tahun 1958 yang mencakup perang dan perlindungan ideologi yang berbeda saat itu betta, ar'parlemen (Konstituante) sehingo, sungsecarabebasda ama tentang substansi HAM yan periode ini terc 1, EmpatKonvensi Geneva 19 perlindungan hak bagi korban perang, tawanan sipil pada waktu perang 2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan dengan mencakup hak perempuan untuk memilih dan dipilih tanpa diskriminasi apapun, dan hak perempuan menempati jabatan-jabatan publik. UU No 68 Tahun 1958 c. Periode 1959 - 1966 Pada periode 1959-1966, sistem politik Indonesia berubah menjadi Demokrasi Terpimpin, sehingga supra dan infra struktur politik berada di bawah kontrol kendali dan tindakan represif presiden.** Pemikiran tentang HAM, khususnya hak sipil dan politik, dihadapkan pada pembatasan yang ketat oleh penguasa, sehingga mengalami kemunduran berbanding terbalik dengan situasi pada masa demokrasi parlemen. Hal ini dikarenakan melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasaan yang terpusat di tangan presiden dan bahkan bersifat absoh berakibat pada pemasungan hak-hak asasi warga negara, Semu: masyarakat diarahkan pada keinginan dan kebijakan pemerin lut akhirnya justru a pandangan politik tah yang otoriter. d. Periode 1966-1999 (Orde Baru) Perlode selanjutnya adalah periode Orde Baru yang berla tahun (1966-1999), Pada awalnyapemerintah near tian anne 32 dan perlindungan HAM, beberapa seminar tentang HAM diselenggansen meyakinkan hal itu, Pada tahun 1967 pemerintah Orde Baru mierekomene a S2gssan untuk dibentuknya pengadilan HAM, serta pembentukan Koni Pengadilan HAM untuk kawasan Asia, Bahkan gagasan tersebut dltindate ; “an dengan penyelenggaraan seminar Nasional Hukum II 1968 yang melahirkan aed % Sistem demokrasi ter arlene lemokras terpimpin dlanggap sebagat bentuk penolakan Sockarno terhap sistem demokras Parlementer yang menurutnya merupakan produk barat dan tidak sesual den, arakter bangsa Indonesia. Hak Asasi Manusia | 43 rekomendasi untuk hak uji materiil demi melindungi kebebasan dasar manusia. Namun, setelah tahun 1970, masyarakat Indonesia kembali dihadapkan pada situasi dan keadaan di mana HAM tidak lagi ditegakkan. Pada era Orde Baru menunjukkan penolakan terhadap prinsip demokrasi dan HAM yang dinilai sebagai produk barat yang individualistik dan bertentangan dengan prinsip hidup gotong royong serta kekeluargaan sebagaimana yang dianut oleh bangsa Indonesia. Beberapa alasan penolakan konsep HAM universal tersebut di- nyatakan melalui beberapa pandangan diantaranya bahwa HAM merupakan pro- duk barat yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila, adanya fakta bahwa bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal konsep HAM dibandingkan dengan DUHAM (Deklarasi Universal Hale Asasi Manusia), dan isu HAM yang seringkali digunakan oleh negara-negara barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Sikap akomodatif pemerintah terhadap penegakan HAM ditunjukkan dengan meratifikasi tiga konvensi HAM Internasional yakni konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan melalui UU No. 7 Tahun 1984, Konvensi Anti-Apartheid dalam Olah Raga melalui UU No. 48 Tahun 1993, dan Konvensi Hak Anak melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. Meski demikian sikap pemerintah yang mengakomodir tuntutan HAM masyarakat belum sepenuhnya disesuaikan dengan pelaksanaan HAM oleh negara. Komitmen pemerintah dalam hal ini dinilai masih jauh dari harapan masyarakat, mengingat pada masa peme- tintahan Orde Baru masih sarat dengan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur negara. Berbagai retorika pemerintah Orde Baru sampaikan untuk melindungi tin- dakannya yang represif. Pendirian Komisi HAM Nasional?” pada tahun 1993 pun sekedar untuk mengakomodir salah satu rekomendasi masyarakat internasional, sekaligus untuk menghadapi_ Konferensi HAM Internasional di Wina. Baru pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, perilaku dan retorika pemerintah dalam bidang mulai berubah. Konsep pemikiran HAM mulai bergeser dari partikularisme ke arah universal, terbukti dari sikap yang lebih kooperatif dan mulai diterimanya standar HAM internasional oleh Indonesia. iden No 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Pada ® Komnas HAM dibentuk melalui Keputusan Pres! 2 dapat memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM di dasarnya pembentukan komisi tersebut diupayakan ag2F Indonesia, 44 | Hak Asasi Manusia Isu pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kekuasaan Secara Sewenan a nang mewarnai tuntutan lengsernya Orde Baru wane Kemmudian banyak Pihak nyvarakan untuk segera dilakukan reformasi, Akhirnya at tahun 199g Menjagi & penting dalam sejarah kekuasaan di Indonesia, ditandai dengan Tuntuhnya rej militer dan datangnya era baru demokrasi setelah tiga puluh tahun lebih tetpasing dibawah rezim otoriter Orde Baru, Runtuhnya era Orde Baru ini sekaligus Menandg) lahimya masa baru terkait pemikiran HAM di Indonesia. @. Periode Pasca Orde Baru Pada tahun 1998, Presiden Soeharto digantikan oleh BJ. Habibie yang wakty telah menjabat sebagai wakil presiden. Adanya tuntutan dari para tokoh dan mahasiswa terhadap Pergantian kekuasaan oto: kekuasaan yang demokratis serta tuntutan dikenal dengan sebutan era reformasi. Turunnya Orde Baru pada tahun 1998, membawa kemajuan bagi perlindungan HAM. Dalam hal ini setelah berakhimya masa Orde Baru, pengkajian terhadap Kebijakan pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip HAM Bencar dilakukan oleh kelompok reformasi melalui Pembentukan peraturan per- undang-undangan baru yang menjunjung tinggi Prinsip HAM baik dalam kehi- dupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Pemerintah reformasijuga menerimanorma-norma internasional baik melalui rati institusionalisasi_norma-norma HAM internasional ke dalam 8 nasional. Pemerintah menetapkan peraturan Perundang-undangan tentang HAM, bahkan pemerintah juga membebaskan beberapa tahanan Politik.2¢ Perhatian pemerintah di era reformasi terhadap Pelaksaaan Ham memang bisa dikatakan mengalami perkembangan secara Signifikan, Hat inj dapat dilihat misalnya pada masa pemerintahan Habibie dengan lahirnya Tap MPR No, a / MPR/1998 tentang HAM yang merupakan salah satu inditator bentuk ens Pemerintah di masa reformasi, Ratifikasi terhadap beberapa konvensi an i dilakukan, yang diantaranya yaitu: ee + Konvens! ILO No, 87 tentang kebebasan berserikat day Petlindun untuk berorganisasi melalui Keppres No. 83 Tahun 1999, gan hak riter Orde Baru dengan sistem penegakkan HAM menjadikan era ini jan pada orde fikasi maupun istem hukum » Bair Manan, dkk., Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak ASasi Mantcin HakAsasiManusia | 45 + Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam lainnya dengan UU No. 5 Tahun 1999; + Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial melalui UU No. 29 Tahun 1999; + Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan UU No. 19 Tahun 1999; + Konvensi ILO No 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan dengan UU No. 21 Tahun 1999; + Konvensi ILO No 138 tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan UU No. 20 Tahun 1999. Komitmen pemerintah di masa kepemimpinan Habibie dalam melaksanakan penegakkan HAM juga diperlihatkan dengan peluncuran program HAM pada Agustus 1998 yang dikenal dengan istilah Rencaia Aksi Nasional HAM. Agenda tersebut didasarkan pada empat pilar, yakni: 1. Persiapan pengesahan teriadap instrumen-instrumen hukum HAM Internasional; 2. Diseminasi informasi dan pendidikan di bidang HAM; 3. Penentuan skala prioritas dalam pelaksanaan HAM; 4, Pelaksanaan substansi dari instrumen hukum HAM Internasional yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional. Keseriusan pemerintah dalam menegakkan HAM ditunjukkan juga melalui dengan pengesahan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Secara operasional ter- dapat beberapa bentuk HAM dalam undang-undang tersebut meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas Kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hake atas kesejahteraan, hak turutserta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak. Di periode ini pemerintah membentuk Kantor Menteri Negara Urusan HAM pada tahun 1999 yang kemudian digabungkan pada tahun 2000 dengan Departemen Hukum dan Perundang-Undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945 pada tahun AUbaedillah, dk, Demokras, Ibid, him. 266 46 | Hak Asasi Manusia 2000, penerbitan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, pengesahan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selain itu, pemerintah Indonesia pada September 2001 menandatangani dua protokol hak anak yaitu protokol mengenai larangan perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menindaklanjuti hal tersebut pada tahun 2002 pemerintah mengesahkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, penerbitan Keppres No. 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM). E. Bentuk Pelangggaran HAM Menurut UU No. 26/2000

You might also like