You are on page 1of 9

Isolated Mayer–Rokitansky–Kuster–Hauser syndrome (MRKH): Case Report

Susan Meuthia1, Yulia1


1 Bagian Obstetri dan Ginekologi, RSUP Dr M. Djamil, Unversitas Andalas, Padang,

Indonesia
2 Divisi Urogynecology, Bagian Obstetri dan Ginekologi, RSUP Dr M. Djamil,

Unversitas Andalas, Padang, Indonesia

ABSTRAC
Background : Mayer–Rokitansky–Kuster–Hauser syndrome (MRKH) is a rare malformation
characterized by congenital absence of the upper two-thirds of the vagina and an aplasia or
rudimentary uterus in women who have normal development of secondary sexual
characteristics and a 46,XX karyotype. Patients usually present with primary amenorrhea; but
with normal thelarche and adrenarche, as well as sexual intercourse disorders and infertility.
Case report: 25-year-old nulliparous woman with female phenotype and normal secondary
sex development presented with complaints of primary amenorrhea and difficulty in sexual
intercourse. On internal examination, the cervix was not palpable and no hymenal rings.
Transvaginal ultrasound examination showed no uterine appearance, right ovaries was
normal size, There are several follicles and on the left is a cystic mass with size. From a
diagnostic laparoscopy, on the right side of the adnexa a cystic mass is seen, but no uterus
was seen.
Conclusion: Women with MRKH syndrome typically have normal ovarian function dan
typically present with primary amenorrhea. Treatment of MRKH syndrome should include
sexological care of the patient and his partner. The American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) recommends dilatation therapy as first-line treatment and
vaginoplasty surgery should be performed for patients who have failed dilation therapy.

Keyword: Mayer–Rokitansky–Kuster–Hauser syndrome, primary amenorrhea, aplasia uterus

Kata Kunci: Sindrom Mayer–Rokitansky–Kuster–Hauser, aplasia uterus, amenore primer

1dr.ekaputri18@gmail.com
PENDAHULUAN
Sindrom Mayer–Rokitansky–Kuster–Hauser (MRKH) (mullerian agenesis) adalah kompleks
malformasi kongenital langka yang ditandai dengan aplasia uterus dan bagian atas (dua
pertiga) vagina pada wanita dengan ovarium normal dan saluran tuba, karakteristik seksual
sekunder dan kariotipe 46XX.1,2
Insiden sindrom MRKH diperkirakan 1 dari 4500 kelahiran perempuan. Sebagian besar kasus
tampak sporadis, tetapi sedikit yang mungkin bersifat familial. Tipe I (terisolasi) MRKH
lebih jarang daripada asosiasi MURCS.2,4,5
Klasifikasi MRKH dibagi menjadi 3 tipe:
 Tipe I (terisolasi): adanya aplasia uterovaginal terisolasi
 Tipe II: aplasia atau hipoplasia utero-vaginal secara asimetris, disertai hipoplasia atau
tidak adanya salah satu atau kedua tuba fallopi serta adanya malformasi ovarium dan /
atau sistem renalis.
 Tipe III atau MURCS (Mullerian duct aplasia, Renal dysplasia, and Cervical Somite
Anomalies), anomali yang sering dikaitkan adalah urologis (15-40% kasus) dan
anomali kerangka (20- 40%) sementara defek pendengaran, kardiak, dan digitalis
(sindaktili atau polidaktili) jarang terjadi.1,3
Gejala klinis pada sindroma MRKH biasanya ditandai dengan tidak menstruasi (amenore
primer) namun dengan normal thelarche dan adrenarche, serta gangguan hubungan seksual
dan infertilitas.3,6 Sindrom ini menjadi penyebab paling umum kedua amenore primer setelah
disgenesis gonad yang ditandai dengan adanya struktur tubuh yang normal dan
perkembangan psikofisik yang normal. Pasien sindrom MRKH memiliki kariotipe 46, XX
yang normal, genital eksternal yang normal (vulva, labia majora, labia minor dan klitoris) dan
profil hormonal yang normal. Secara klinis, pasien akan memiliki selaput dara yang
imperforata dan saluran vagina yang tersumbat proksimal, yang pada gilirannya
menyebabkan amenore primer dan nyeri panggul siklik saat pubertas.7,8
Bukti embriologis menunjukkan bahwa sindrom MRKH terjadi karena kegagalan
perkembangan duktus Mullerian yang terjadi antara minggu kelima dan keenam kehamilan.
Pada gilirannya menyebabkan perkembangan vagina, serviks, rahim yang buruk atau bahkan
tidak adanya salah satu organ. Kegagalan perkembangan bagian kaudal menyebabkan
agenesis vagina. Kegagalan perkembangan bagian tengah menyebabkan perkembangan rahim
yang tidak normal. Kegagalan bagian atas menyebabkan gangguan perkembangan tuba
falopi. Malformasi kerangka yang terkait dengan sindrom MURCS dikaitkan dengan
perubahan blastema dari somit serviks bagian bawah dan toraks atas (yang berkembang
menjadi tulang belakang dan otot-otot punggung dan dinding tubuh), tunas lengan dan ductus
pronephric.1,2,7
Fenotip sindrom MRKH sangat bervariasi; dalam penelitian yang dilakukan oleh Pan dan
Luo tahun 2016, 100% pasien menunjukkan atresia vagina lengkap, meskipun 1 sampai 3 cm
dari vagina bagian bawah mungkin ada. Dan 100% pasien juga menunjukkan aplasia serviks.
Malformasi pada ovarium dan saluran tuba jarang terjadi pada pasien dengan sindrom MRKH
dan dapat bervariasi dalam tingkat keparahannya. Perubahan parah pada organ-organ ini,
termasuk disgenesis gonad atau agenesis tubo-ovarium, dapat memengaruhi fungsi hormon.
Penelitan selanjutnya menemukan bahwa 3,9% dari penderita MRKH memiliki malformasi
ovarium, yang sependapat dengan Rokitansky, Rall et al., dan Oppelt et al. yang
menggambarkan bahwa ovarium hipoplastik atau aplastik terbatas pada sejumlah kecil
kasus.9,10
Penegakan diagnosis dapat menggunakan USG, MRI, Laparoskopi, dan Pyelography.
Ultrasonografi adalah metode sederhana dan non-invasif, dan harus menjadi pemeriksaan
pertama dalam mengevaluasi pasien dengan suspek aplasia Mullerian. Teknik ini
mengungkapkan tidak adanya struktur uterus antara kandung kemih dan rektum. Magnetic
resonance imaging (MRI) adalah teknik non-invasif yang merupakan gold standard pada
kasus ini dikarenakan menghasilkan gambar yang sangat baik dari bagian superfisial dan
dalam jaringan dan dapat mengklarifikasi hasil USG yang tidak meyakinkan terkait kavitasi
rahim. MRI harus dilakukan ketika temuan ultrasonografi tidak meyakinkan atau tidak
lengkap, MRI memungkinkan evaluasi yang akurat dari aplasia uterus, serta visualisasi yang
jelas dari tuba dan ovarium yang belum sempurna. Aplasia uterus paling baik dicirikan pada
gambar sagital, sedangkan aplasia vagina paling baik dibuktikan pada gambar transversal.
Selain itu, MRI dapat digunakan pada saat yang sama untuk mencari malformasi ginjal dan
tulang terkait.3,7,11
Laparoskopi merupakan tindakan invasif yang membutuhkan rawat inap dan anestesi. Dapat
dilakukan dalam kasus diagnosis yang meragukan setelah ultrasonografi dan/atau MRI.
Laparoskopi terutama dilakukan untuk wanita yang kemungkinan akan menjalani terapi
intervensi (konstruksi neo-vagina) untuk menentukan lokasi anatomi yang tepat dan kelainan
rahim, kemungkinan sisa tuba, lamina vestigial dan ovarium. 3,7,11
Seksualitas wanita dengan sindrom MRKH juga menjadi perhatian. Banyak dari mereka lebih
memilih hubungan seks anal atau oral. Sehingga sebagian besar terapi medis pada sindrom
MRKH telah difokuskan pada teknik bedah dan non-bedah untuk meningkatkan hubungan
seksual melalui penciptaan neovagina. Dengan meningkatnya jumlah pasien MRKH, muncul
pula peningkatan minat pada aspek klinis pasien dengan MRKH (18, 19).9,10

LAPORAN KASUS
Seorang wanita nullipara berumur 25 tahun dengan fenotip perempuan datang dengan
keluhan amenore primer dan kesulitan dalam berhubungan seksual. Pasien sudah menikah
selama 4 tahun dan belum pernah hamil. Pasien tidak ada riwayat mengkonsumsi obat
hormonal, tidak ada riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, vital
sign dalam batas normal, dengan penampilan tubuh Wanita normal. Tinggi badan psien 154
cm, berat badan 56 cm dengan IMT 24,34. Pemeriksaan kepala dan leher tidak
mengungkapkan leher berselaput atau malfromasi wajah. Pemeriksaan fisik dada, jantung dan
perut juga normal.
Tidak ada kelainan berat pada ekstremitas, seperti polidaktili, sindaktili atau tidak adanya
jari. Payudara berkembang dengan baik (Tanner 4) dan memiliki alat kelamin luar Wanita,
klitoris, labia minor dan labia mayora tampak normal. Distribusi rambut kemaluan juga
Tanner 4.
Gambar 1 USG transvaginal: tampak ada massa dia adneksa kanan kesan kista ovarium kanan dan tampak kedua ginjal
ukuran normal

Pada pemeriksaan dalam, hanya 2 cm dari jari pemeriksa yang bisa dimasukkan selama
pemeriksaan internal dan tidak teraba adanya cervik. Pemeriksaan USG transvaginal tidak
tampak gambaran uterus, namun paa adneksa kanan tampak adanya ovarium sedang kan
pada adneksa kiri tampa massa kistik kesan kista ovarium kiri dengan ukuran normal, dengan
kesan agenesis uteri curiga MRHK syndrome. Pada pemeriksaan USG transabdominal,
tampak kedua ginjal dengan bentuk dan ukuran yang normal.
Pada pasien dilakukan laposkopi diagnostic, tampak adanya massa kistik pada adneksa kanan
kesan kista ovarium kanan dan pada adnexa kiri tampak kista ovarium dengan ukran normal
dengan tuba utuh, namun tidak tampak adanya uterus. Dari pemeriksaan yang dilakukan,
ditegakan diagnosis sindroma MRKH tipe I. Pasien dilakukan Laparoskopi kistektomi dan
dilakuka neovaginoplasti.
Gambar 2 laparoskopi diagnostik (a)uterus band (b) ovarium dan tuba Kanan dan kiri, (c) ovarium kiri dan kista ovarium kiri
kiri, (d)kista ovarium kanan

Gambar 3 post neovaginaplasti

DISKUSI
Pada kasus ini ditegakan diagnosis MRKH tipe I dengan adanya aplasia uterovaginal
terisolasi. Hal ini didapatkan dari pemeriksaan USG dan laparoskopi. Kasus isolated ini
merupakan kasus yang lebih jarang terjadi pada sindrom MRKH.
Gejala awal sindrom MRKH biasanya muncul pada masa pubertas berupa amenore primer
pada wanita muda, yang memiliki struktur tubuh dan perkembangan psikofisik yang normal.
Keluhan lain yang sering dilaporkan termasuk nyeri perut siklik yang disebabkan oleh
akumulasi darah menstruasi atau dispareunia dan infertilitas. Karena asal embriologis yang
umum, anomali kongenital saluran kemih juga sering terjadi pada sindrom ini6
Setelah sindrom MRKH didiagnosis, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mencari
malformasi terkait. Karena kelainan ginjal dan tulang mungkin tidak menunjukkan gejala,
setidaknya perlu dilakukan ultrasonografi transabdominal dan radiografi tulang belakang.
Dalam kasus kecurigaan gangguan pendengaran dan/atau kelainan jantung, audiogram
pelengkap dan/atau ekografi jantung juga harus dilakukan. Selain itu, ketika mendiagnosis
sindrom MRKH pada pasien, penting untuk mempertimbangkan riwayat keluarga.
Tergantung pada latar belakang, pemeriksaan kerabat pasien juga dapat direkomendasikan,
terutama untuk kelainan ginjal tetapi juga untuk kelainan tulang.7
MRKH dapat dikaitkan dengan prevalensi gejala kecemasan dan depresi yang lebih tinggi,
serta dengan ketidakamanan sosial, dibandingkan dengan wanita dengan usia yang sama
tanpa kondisi tersebut. Mengenai seksualitas pasien MRKH, sebagian besar penelitian
sepakat bahwa MRKH dikaitkan dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan selama hubungan
seksual serta dengan keterbatasan yang kuat dalam gairah, lubrikasi, dan orgasme. Selain itu,
wanita MRKH dengan neovagina mengalami tekanan terkait seksualitas, lebih sering
menderita disfungsi seksual, dan melaporkan harga diri seksual dan citra diri genital yang
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, yang mencerminkan bahwa wanita MRKH
mungkin merasa tidak aman tentang diri mereka sendiri. Pasien MRKH lebih sering
mengalami penurunan kualitas hidup terkait kesehatan mental yang signifikan, tetapi kualitas
hidup terkait kesehatan fisik tampaknya tidak dipengaruhi oleh MRKH.13 Sehingga tahap
selanjutnya pengobatan wanita dengan sindrom MRKH harus mencakup perawatan
seksologis pasien dan pasangannya.6
Pada pasien ini ditawarkan untuk melakukan pembentukan neovagina, karena salah satu
keluhan pasien adalah kesulitan dalam hubungan seksual. Tujuannya untuk memberikan
kepuasan seksual.
Managemen pembuatan neovagina, melalui metode bedah dan non-bedah. Teknik non-bedah
terdiri dari melebarkan vagina dengan dilator yang sesuai. Selain itu, melalui latihan
peregangan yang tepat, dimungkinkan untuk membentuk vagina yang berfungsi, bahkan dari
lubang kecil. Modalitas yang paling terkenal adalah metode Frank, yang terdiri dari
menempatkan dilator khusus ke daerah vestibulum vagina. Metode lain yang dikenal untuk
meningkatkan kenyamanan pasien diciptakan oleh Ingram et al, yang membuat bangku
dengan dilator yang sesuai di kursi.3,6,12 Teknik bedah paling populer untuk vaginoplasti yang
dipraktikkan di Eropa sekarang adalah prosedur Vecchietti dan Davydov1
Sejak 2002, The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) telah
merekomendasikan terapi dilatasi sebagai pengobatan lini pertama berdasarkan tingkat
keberhasilan keseluruhan yang tinggi (90-96%), menjadi non-invasif dengan tingkat
komplikasi rendah, dan biaya rendah. Karena risiko kepatuhan yang rendah menggunakan
dilator, pengobatan harus diawasi dan diikuti oleh ahli kesehatan yang berpengalaman dalam
terapi ini. ACOG merekomendasikan bahwa operasi harus dilakukan untuk pasien yang
mengalami kegagalan dengan terapi dilatasi dan menekankan bahwa setelah operasi masih
memerlukan dilatasi untuk menghindari striktur. Terapi dilatasi sebagai pilihan pertama juga
didukung oleh Callens et al., yang selanjutnya menyarankan vaginoplasty Vecchietti
laparoskopi sebagai terapi lini kedua.14–16
Infertilitas juga merupakan masalah umum bagi pasien, termasuk pasien ini. Pasien dengan
sindrom MRKH memiliki ovarium yang berfungsi dengan baik dan aksis hipotalamus-
kelenjar hipofisis-ovarium yang normal. Dari sudut pandang hormonal dan fisiologis, pasien
MRKH mampu bereproduksi dan mungkin memiliki keturunan genetik tetapi tidak dapat
melahirkan anak sendiri. Pilihan untuk pasien tersebut adalah adopsi atau mempekerjakan ibu
pengganti. Namun, di banyak negara, termasuk Indonesia, ibu pengganti tidak diperbolehkan
karena alasan etika, hukum, atau agama. Dan saat ini telah dikembangkan transplantasi uterus
sebagai salah terapi infertilitas pada pasien MRKH6

KESIMPULAN
Sindrom Mayer–Rokitansky–Kuster–Hauser (MRKH) ditandai dengan aplasia uterus dan
bagian atas (dua pertiga) vagina pada wanita dengan ovarium normal dan saluran tuba,
karakteristik seksual sekunder dan kariotipe 46XX.1,2 Gejala klinis sindroma MRKH biasanya
amenore primer dengan normal thelarche dan adrenarche, serta gangguan hubungan seksual
dan infertilitas. MRKH dibagi menjadi 3 tipe, yakni Tipe I (terisolasi): adanya aplasia
uterovaginal terisolasi, tipe II: aplasia atau hipoplasia utero-vaginal secara asimetris, disertai
hipoplasia atau tidak adanya salah satu atau kedua tuba fallopi serta adanya malformasi
ovarium dan / atau sistem renalis dan tipe III atau MURCS (Mullerian duct aplasia, Renal
dysplasia, and Cervical Somite Anomalies).1,3Angka kejadian Sindroma MRKH sangat jarang
dengan variasi antara 1:4000 dan 1:5000. Diagnosis Sindrom MRKH ditegakkan dari hasil
pencitraan dengan USG, MRI dan laparoskopi. Setelah sindrom MRKH didiagnosis,
pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mencari malformasi terkait. Pengobatan sindrom
MRKH harus mencakup perawatan seksologis pasien dan pasangannya. 6 The American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan terapi dilatasi
sebagai pengobatan lini pertama dan operasi vaginoplasty harus dilakukan untuk pasien yang
mengalami kegagalan dengan terapi dilatasi.14–16

1. Valappil S, Chetan U, Wood N, Garden A. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser


syndrome: diagnosis and management: Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser syndrome:
diagnosis and management. The Obstetrician & Gynaecologist. 2012;14(2):93-98.
doi:10.1111/j.1744-4667.2012.00097.x

2. Shivalingappa SS, Shetty SB. Mayer–Rokitansky–Küster–Hauser (MRKH) syndrome


with unilateral pulmonary agenesis—a rarity indeed: radiologic review. BJR|case
reports. 2016;2(1):20150157. doi:10.1259/bjrcr.20150157
3. Yeni CM, Khairussani K, Bararah W. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser syndrome.
JKS. 2020;20(1). doi:10.24815/jks.v20i1.18299

4. Khodry MM, Hashim H, Abdelrady A, Hashim A. Unusual form of Mullerian Agenesis


Syndrome. Middle East Fertility Society Journal. 2014;19(4):329-331.
doi:10.1016/j.mefs.2013.09.004

5. Joshi S, Bhandari AR, Shrestha P, Shakya R. Dissociative disorder in Mayer Rokitansky


Küster Hauser syndrome with pulmonary agenesis: a case report. Egypt J Neurol
Psychiatry Neurosurg. 2022;58(1):3. doi:10.1186/s41983-021-00440-y

6. Pluta D, Lemm M, Franik G, et al. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser syndrome – case


studies, methods of treatment and the future prospects of human uterus
transplantation. :15.

7. Morcel K, Camborieux L, Programme de Recherches sur les Aplasies Müllériennes


(PRAM), Guerrier D. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) syndrome. Orphanet
J Rare Dis. 2007;2(1):13. doi:10.1186/1750-1172-2-13

8. Patnaik SS, Brazile B, Dandolu V, Ryan PL, Liao J. Mayer–Rokitansky–Küster–Hauser


(MRKH) syndrome: A historical perspective. Gene. 2015;555(1):33-40.
doi:10.1016/j.gene.2014.09.045

9. Pan H xin, Luo G nan. Phenotypic and clinical aspects of Mayer-Rokitansky-Küster-


Hauser syndrome in a Chinese population: an analysis of 594 patients. Fertility and
Sterility. 2016;106(5):1190-1194. doi:10.1016/j.fertnstert.2016.06.007

10. Rall K, Eisenbeis S, Henninger V, et al. Typical and Atypical Associated Findings in a
Group of 346 Patients with Mayer-Rokitansky-Kuester-Hauser Syndrome. Journal of
Pediatric and Adolescent Gynecology. 2015;28(5):362-368.
doi:10.1016/j.jpag.2014.07.019

11. Paraton H. Embriologi Sistem Alat-alat Urogenital. In: Ilmu Kandungan. 3rd ed. ina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011:33-46.

12. Kłosowicz E, Komenda J, Zmaczyński A, et al. Patient with Mayer-Rokitansky-Kuster-


Hauser syndrome (MRKH) who Underwent Laparoscopic Davydov-Moore
vaginoplasty. IPGOCR. 2020;06(01). doi:10.36648/2471-8165.6.1.83

13. Tsarna E, Eleftheriades A, Eleftheriades M, Kalampokas E, Liakopoulou MK,


Christopoulos P. The impact of Mayer–Rokitansky–Küster–Hauser Syndrome on
Psychology, Quality of Life, and Sexual Life of Patients: A Systematic Review.
Children. 2022;9(4):484. doi:10.3390/children9040484

14. Herlin MK, Petersen MB, Brännström M. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH)


syndrome: a comprehensive update. Orphanet J Rare Dis. 2020;15(1):214.
doi:10.1186/s13023-020-01491-9

15. ACOG. ACOG Committee Opinion Number 274, July 2002. Nonsurgical diagnosis and
management of vaginal agenesis. Obstetrics & Gynecology. 2002;100(1):213-216.
doi:10.1016/S0029-7844(02)02158-0
16. ACOG. Committee Opinion No. 355: Vaginal Agenesis: Diagnosis, Management, and
Routine Care: Obstetrics & Gynecology. 2006;108(6):1605-1610.
doi:10.1097/00006250-200612000-00059

You might also like