Professional Documents
Culture Documents
Tahap Perkembangan Manusia
Tahap Perkembangan Manusia
2 Juli-Desember 2018
Asniti Karni*
Abstract
Subjective well-being for the elderly is a very urgent matter because with the elderly having a
higher assessment of happiness and life satisfaction, the brand tends to act happier and more
satisfied. Subjective well-being is a person's perception of his life experience, which consists of
cognitive evaluation and affection towards life and presenting in psychological well-being. According
to the author, Subjective Well-Being is a form of gratitude in the process of self-evaluation of
happiness and life satisfaction that is felt so that the individual himself feels comfort and balance
which makes him a complete human being. The support from surrounding people becomes a
benchmark and the support of these individuals can enjoy what they really have. Eldery People have
good subjective well-being, if their needs are met, have self-esteem, optimism, an acceptable sense of
control, openness, positive relationships with others, and an understanding of the meaning and
purpose of life. A pleasant feeling is more than a sad feeling. When the elderly feel homesick, they are
able to control feelings of sadness by remembering God. Elderly people are said to have high
subjective well-being if they experience life satisfaction, often feel joy and rarely feel unpleasant
emotions such as sadness or anger. Conversely, individuals are said to have low subjective well-being
if they are not satisfied with their lives, experience a little excitement and affection, and more often
feel negative emotions.
maupun aktivitas sosial. Degeneratif pada orang yang dicintainya dan ingin
aspek, fisik, seperti kulit, mata memudar, mendapatkan perhatian khusus dari
rambut memutih, dagu berlipat dua atau keseluruhan anggota keluarga terutama
tiga, bentuk mulut akan berubah karena anak-anaknya, namun tidak ia dapatkan
hilangnya gigi, bahu membungkuk dan dan harapan tidak sesuai dengan
tampak mengecil, kaki menjadi kendor dan kenyataan. Kebahagiaan dan kepuasaan
pembuluh darah balik menonjol, tangan hidup yang dirasakan oleh lansia
menjadi kurus kering, tulang, jantung, sesungguhnya menjadi suatu harapan yang
pembuluh darah, paru-paru, syaraf dan diimpikan oleh mereka dalam menikmati
jaringan tubuh lainnya. Dengan kehidupan diakhir hidupnya.
kemampuan yang terbatas lansia rentang Konsep Subjective Well-Being
dengan berbagai penyakit dibandingkan
Menurut Pavot dan Diener
dengan fase perkembangan sebelumnya.
subjective well-being mewakili penilaian
Proses ini sangat individualistik, individu
seseorang terhadap diri mereka sendiri dan
yang mampu menyadarinya bisa merespon
penilaian tersebut dapat berdasarkan
positif,namun individu yang tidak mampu
kepada respon kognitif (teori) dan
menyadari hal ini akan merespon negatif
emosional. Penilaian seperti itu adalah
yang berimbas pada semakin cepatnya
informasi pokok dalam menentukan
proses degeneratif tersebut. Cepatnya
kualitas hidup dan kepuasan (well-being)
proses degenarif ini banyak dipengaruhi
seseorang secara keseluruhan, tetapi tidak
oleh berbagai faktor, terutama faktor
cukup untuk menyebabkan kualitas hidup
proses perkembangan masa lalu.Jika masa
yang baik jika elemen dasar dari martabat
lalunya dikembangkan dengan harapan
dan kebebasan manusia tidak ada.
positif, maka dia akan merasa puas.
Menurut Diener, definisi dari
Namun, jika masa perkembangan
subjective well-being dan kebahagiaan
sebelumnya dilalui dengan cara yang
dapat dibuat menjadi tiga kategori.
negatif, maka akan menampilkan keragu-
Subjective well-being bukanlah sebuah
raguan, kemurungan, dan keputusasaan
pernyataan subjektif tetapi merupakan
atas seluruh nilai kehidupannya.
beberapa keinginan berkualitas yang ingin
Pada masa lanjut usia adalah masa
dimiliki setiap orang. Kedua, subjective
dimana ia ingin merasa lebih diperhatikan
well-being merupakan sebuah penilaian
oleh lingkungan disekitarnya. Kebahagiaan
secara menyeluruh dari kehidupan
serta kepuasan hidup yang abadi
seseorang yang merujuk pada berbagai
seutuhnya ingin ia dapatkan dari orang-
85
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
macam kriteria. Arti ketiga dari subjective dalam proses evaluasi diri terhadap
well-being jika digunakan dalam kebahagiaan serta kepuasan hidup yang
percakapan sehari-hari yaitu dimana dirasakan sehingga individu itu sendiri
perasaan positif lebih besar daripada merasakan kenyamanan dan keseimbangan
perasaan negatif. diri yang membuat ia menjadi manusia
Diener, menjelaskan bahwa yang seutuhnya. Dukungan orang-orang
individu dikatakan memiliki subjective sekitar menjadi tolak ukur dan penunjang
well-being tinggi jika mengalami kepuasan individu tersebut bisa menikmati apa yang
hidup, sering merasakan kegembiraan dan sebenarnya dimiliki.
jarang merasakan emosi yang tidak William C. Compton, bahwa
menyenangkan seperti kesedihan atau secara garis besar indeks subjective well-
kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan being seseorang dilihat dari skor dua
memiliki subjective well-being rendah jika variabel utama, yaitu kebahagiaan dan
tidak puas dengan kehidupannya, kepuasan dalam hidup. Untuk dapat
mengalami sedikit kegembiraan dan mengetahui seseorang bahagia atau tidak,
afeksi, serta lebih sering merasakan emosi orang tersebut akan diminta untuk
negatif. Veenhoven mengatakan bahwa menjelaskan tentang keadaan emosinya
Diener mendefinisikan subjective well- dan bagaimana perasaannya tentang dunia
being sebagai penilaian secara positif dan sekitar dan dirinya sendiri. Jadi, tampak
baik terhadap kehidupan, yang mana bahwa ada aspek afektif yang terlibat saat
seseorang dikatakan memiliki subjective seseorang mengevaluasi kebahagiaannya.
well-being yang tinggi apabila ia Sedangkan dalam menilai kepuasan hidup
mengalami kepuasan hidup serta jarang lebih melibatkan aspek kognitif karena
mengalami emosi yang tidak terdapat penilaian yang dilakukan secara
menyenangkan seperti kesedihan dan sadar.
kemarahan.
Dari pengertian diatas disimpulkan
Aspek Subjective Well-Being
bahwa subjective well-being adalah
Ryff menghasilkan suatu model
persepsi seseorang terhadap pengalaman
kesejahteraan dalam bentuk multidimensi
hidupnya, yang terdiri dari evaluasi
yang terdiri atas enam fungsi psikologis
kognitif dan afeksi terhadap hidup dan
positif, yaitu :
mempresentasikan dalam kesejahteraan
a. Penerimaan diri
psikologis. Menurut penulis, Subjective
Well-Being adalah suatu wujud syukur
86
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
87
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
pada masa sekarang dan masa lalu perubahan, merasakan adanya situasi yang
dalam kehidupan. Sedangkan terganggu atau ketidakpuasan seperti : rasa
orang yang komitmen dalam khawatir, cemas, tidak nyaman, Menata
hidupnya kurang maka dia tidak ulang pengalaman, dengan memulai
mampu memaknai hidup. persepsi baru dan penerimaan diri.
f. Pertumbuhan pribadi yang Menurut Kierkegaard “Dalam hidup
berkembang sangatlah penting untuk memahaminya
Pribadi yang mampu dengan kembalikebelakang, tetapi kita
berfungsi sepenuhnya adalah haruslah tetap hidup dengan pandangan ke
pribadi yang mempunyai locus of depan”.
control sebagai alat evaluasi Dari uraian diatas dapat
dimana seseorang tidak disimpulkan bahwa aspek subjective well-
melihat orang lain untuk being terdiri dari : penerimaan diri,
mendapatkan persetujuan, tetapi hubungan positif dengan orang lain,
mengevaluasi diri dengan otonomi/kemandirian, penguasaan
menggunakan standar pribadinya. lingkungan, tujuan hidup dan pribadi yang
Bertumbuh sebagai individu berkembang.
berarti menjadi lebih penuh Faktor yang Mempengaruhi Subjective
pemahaman, kompeten, dan
Well-Being
penuh perhatian pada sesama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Proses dan perubahan dalam
subjective well-being adalah:
menuju pertumbuhan diri sangat
a. Perangai/watak
bervariasi tergantung:
Perangai biasanya
kebutuhannya, nilai-nilaiyang
diinterpretasikan sebagai sifat
dianut, serta perkembangan di
dasar dan universal dari
masa lampau. Kondisi yang
kepribadian, dianggap menjadi
memberi pengaruh besar bagi
yang paling dapat diturunkan, dan
pertumbuhan diri, yaitu:
ditunjukkan sebagai faktor yang
perubahan fisik dan lingkungan,
stabil di dalam kepribadian
peristiwa hidup yang signifikan,
seseorang. Perangai yang stabil
perubahan dalam diri individu,
biasanya lebih bisa memahami
serta kehidupan pribadi.
diri dengan apa yang diinginkan
Tahapan memulai pertumbuhan
diri :Menyatakan (perlu/ adanya/ mesti)
88
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
89
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
90
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
91
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
92
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
93
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
theory. Dalam pendekatan ini, pengukuran Istilah lain adalah manula yang
subjective well-being lebih dikaitkan merupakan singkatan dari manusia usia
dengan sifat kepribadian, sikap, dan cara lanjut dan dalam bidang ilmu kesehatan
seseorang menginterpretasi pengalaman masyarakat ada istilah usila singkatan dari
dalam hidup. usia lanjut. Lanjut usia merupakan tahapan
Apabila melihat dari perspektif paling akhir dalam perjalanan hidup
bottom up, usaha untuk meningkatkan manusia. Proses menua tersebut
subjective well-being seharusnya berfokus merupakan proses perkembangan yang
untuk mengubah lingkungan dan situasi terus berlangsung hingga akhir hidup
yang dialami seseorang. Misalnya, dengan manusia. Hurlock, mengatakan bahwa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, manusia dikatakan lanjut usia ketika
hidup di lingkungan yang lebih aman, dan berumur 60 tahun ke atas. Pendapat
lain sebagainya. Apabila melihat Hurlock didukung oleh Santrock bahwa
perspektif top down, usaha untuk saat mencapai umur 60 tahun manusia
meningkatkan kebahagiaan seharusnya dikatakan memasuki periode lanjut usia.
berfokus pada mengubah perspektif Dari berbagai pendapat di atas, dapat
seseorang, keyakinan mereka, atau sifat disimpulkan bahwa orang lanjut usia
kepribadiannya. adalah mereka yang berusia 60 tahun ke
Lanjut Usia (Lansia) atas.
Batasan Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang No. 13
Batasan umur untuk lanjut usia
Tahun 1998 tetang Kesejahteraan Lanjut
berbeda-beda. Untuk menentukan apakah
Usia yang dimaksud lanjut usia adalah
seseorang telah menjadi lanjut usia dapat
seseorang yang berusia 60 tahun. Proses
dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental
penuaan berarti menurunnya daya tahan
age, dan chronological age. Rambut
fisik. Menurut kartari, lanjut usia
memutih, kulit berkeriput, gigi mulai
disebabkan oleh meningkatnya usia
tanggal serta tulang keropos merupakan
sehingga terjadi perubahan struktur dan
ciri-ciri fisik yang sering muncul pada
fungsi sel, jaringan serta organ. Menurut
individu yang lanjut usia meski sebenarnya
Purwakania, usia lanjut merupakan usia
tidak terlalu jelas kapan mulai terjadinya
yang mendekati akhir siklus kehidupan
proses menjadi tua ini.
manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai
Bedasarkan chronological age, juga
umur tahun 60 tahun sampai akhir
terdapat beberapa pendapat mengenai
kehidupan.
batasan usia bagi seorang dewasa lanjut.
94
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
95
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
Usia tua cenderung dinilai dalam Perubahan yang Dialami Lanjut Usia
hal penampilan dan kegiatan fisik. Bagi
Hurlock, menyatakan bahwa ada
usia tua, anak-anak adalah lebih kecil
beberapa perubahan lansia yaitu :
dibandingkan orang dewasa dan harus
a. Perubahan Fisik
dirawat, sedang orang dewasa adalah
Perubahan penampilan
sudah besar dan dapat merawat diri
fisik yang dialami lanjut usia
sendiri. Orang tua mempunyai rambut
misalnya, bahu membungkuk dan
putih dan tidak lama lagi berhenti dari
tampak mengecil, perut membesar
pekerjaan sehari-hari
dan membuncit, mata kelihatan
c. Lanjut usia mempunyai status
pudar, tidak bercahaya, dan sering
minoritas
mengeluarkan cairan, pipi
Status lanjut usia berada dalam
berkerut, longgar, dan
kelompok minoritas yaitu suatu status
bergelombang, kulit berkerut dan
dalam beberapa hal mengecualikan lanjut
kering, rambut menipis berubah
usia untuk tidak berinteraksi dengan
menjadi putih dan kaku.
kelompok lain.
Perubahan pada fungsi
d. Penyesuaian yang buruk
fisiologis misal sulit bernafas
Butler mengungkapkan bahwa
sebagai akibat dari cara
alasan terjadinya hal demikian diantaranya
pemanfaatantenaga yang tidak
yaitu para lanjut usia merasakan semakin
normal, berkurangnya tingkat
hilangnya status karena kegiatan sosial
metabolisme dan kekuatan otot-
didominasi oleh orang-orang yang lebih
otot menurun. Perubahan panca
muda, keinginan untuk melindungi
indera terlihat seperti menurunnya
keuangan mereka untuk istrinya, serta
fungsi organ penglihatan,
keinginan untuk menghindari beberapa
pendengaran, perasa, penciuman,
rasa sakit atau keadaan yang tak berdaya.
dan perabaan sedangkan
e. Keinginan yang sangat kuat untuk
perubahan
menjadi muda kembali
seksual yang dialami lanjut usia
Status kelompok minoritas pada lanjut
adalah lanjut usia sering menahan
usia secara alami telah membangkitkan
hubungan seksual dan munculnya
keinginan untuk tetap muda selama
keraguan akan kemampuan
mungkin dan ingin tampak muda apabila
seksual karena sikap sosial yang
tampak tanda-tanda menua.
tidak menyenangkan.
96
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
97
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
98
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
99
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
100
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia
Penutup Endnotess
1
Subjective Well-Being dapat Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
Hidup 365 Hari dalam Setahun,(Jakarta: PT. Bumi
disimpulkan ada tiga kategori yang Aksara, 1995), hlm. 192-193.
2
Yusri Maulina,Dukungan Sosial dan
pertama keinginan berkualitas yang ingin Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku Jawa di
Provinsi Jawa Tengah,(Skripsi Sarjana,Jurusan Psikologi
dimiliki setiap orang. Kedua, subjective Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,
2014), hlm. 8 (diakses tahun 2014, website skripsi Yusri
well-being merupakan sebuah penilaian Maulina http://lib.unnes.ac.id/23569/1/ 1511409031.pdf).
3
Diener,Subjective Well-Being,(USA:
secara menyeluruh dari kehidupan American Phychological Association, 1984), hlm. 544.
4
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
seseorang yang merujuk pada berbagai Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 194.
macam kriteria. ketiga dari subjective well- 5
Diener, Subjective Well-Being, (USA:
American Phychological Association, 1984), hlm. 542.
being yaitu perasaan positif lebih besar 6
Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan
Stephanie Marston, Life Lesson for Women 7 Petunjuk
daripada perasaan negatif. Praktis untuk Menemukan Keseimbangan dan
Kebahagiaan dalam Hidup,(Jakarta: PT. Gramedia
Lajut usia memiliki subjective well- Pustaka Utama, 2012), hlm. 56.
7
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
being tinggi jika mengalami kepuasan Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 196.
hidup, sering merasakan kegembiraan, 8
Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan
Stephanie Marston, Life Lesson for Women 7 Petunjuk
memiliki perasaan harga diri, rasa tentang Praktis untuk Menemukan Keseimbangan dan
Kebahagiaan dalam Hidup, (Jakarta: PT. Gramedia
pengendalian yang dapat diterima, terbuka, Pustaka Utama, 2012), hlm. 3-5.
9
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
optimisme, hubungan positif dengan orang Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
lain, serta pemahaman tentang arti dan 10
Asti Haryati, Bahan Ajar Mata Kuliah
Psikologi perkembangan dan Lansia Semester 6, Prodi
tujuan hidup. Perasaan menyenangkan BKI, IAIN Bengkulu, 2017.
11
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
lebih banyak daripada perasaan yang Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
menyedihkan membuat lansia merasa 12
Sarvatra Wari Erlangga, Jurnal Subjective
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo. Bogor:
nyaman berada di lingkungan seusianya. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010.
13
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
Dan jarang merasakan emosi yang tidak Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
menyenangkan seperti kesedihan atau 14
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm.27-33.
kemarahan. 15
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Sebaliknya, lanjut usia dikatakan Bengkulu, 2017.
16
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin,
memiliki subjective well-being rendah jika (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm. 65.
17
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
tidak puas dengan kehidupannya, Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
mengalami sedikit kegembiraan dan 18
Asti Haryati, Bahan Ajar Mata Kuliah
Psikologi perkembangan dan Lansia Semester 6, Prodi
afeksi, serta lebih sering merasakan emosi BKI, IAIN Bengkulu, 2017.
19
Diener. Subjective Well-Being, (USA:
negatif. American Phychological Association, 1984), hlm. 556.
20
Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Hidup,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 170.
21
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm.65.
101
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
22
Dedi Sutanto, Rahasia Menguasai Perasaan
43
dan Pikiran Pemulihan Jiwa, (Jakarta: Trans Media Penney Upton,Psikologi
Pustaka, 2012), hlm. 25. Perkembangan,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm.
23
Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan 234.
44
Stephanie Marston, Life Lesson for Women 7 Petunjuk Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Praktis untuk Menemukan Keseimbangan dan Hidup,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 239.
45
Kebahagiaan dalam Hidup, (Jakarta: PT. Gramedia Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Pustaka Utama, 2012), hlm. 148. Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 54.
24 46
Yusri Maulina,Dukungan Sosial dan Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku Jawa di Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
Provinsi Jawa Tengah,(Skripsi Sarjana,Jurusan Psikologi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 154.
47
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, Sarvatra Wari Erlangga, Jurnal Subjective
2014), (diakses tahun 2014, website skripsi Yusri Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo, Bogor:
Maulina http://lib.unnes.ac.id/23569/1/ 1511409031.pdf). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010.
48
25
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 242.
49
Aksara, 1995), hlm. 18. Yusri Maulina, Dukungan Sosial dan
26
Sarvatra Wari Erlangga, Jurnal Subjective Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku Jawa di
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo, Bogor: Provinsi Jawa Tengah, (Skripsi Sarjana,Jurusan
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010. Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
27
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin, Semarang, 2014), (diakses tahun 2014, website skripsi
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm. 27. Yusri Maulina http://lib.unnes.ac.id/23569/1/
28
Sarvatra Wari Erlangga,Jurnal Subjective 1511409031.pdf).
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo,Bogor : 50
Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010. Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 249.
29
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah 51
Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
Bengkulu, 2017. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 395.
30
, Diener, Subjective Well-Being, (USA:
American Phychological Association, 1984), hlm. 557.
31
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
Hidup 365 Hari dalam Setahun,(Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 196.
32
Biro Hukum Departemen Sosial RI,Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,1998.
33
Sarvatra Wari Erlangga,Jurnal Subjective
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo, Bogor:
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010.
34
Hurlock, E. B,Psikologi perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 380.
35
Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 388.
36
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 389.
37
Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Hidup,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 130.
38
Ana Esta., Kesadaran Beragama pada Lansia
di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia
(BPPLU) Provinsi Bengkulu, (Skripsi Sarjana,Prodi
Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Dakwah IAIN Bengkulu, 2013).
39
Departemen Agama RI,Al-Qur’an
Terjemahan LengkapSyamil Qur’an Cordova, PT.
Sygma Examedia Arkanleema, Bandung, 2007, hlm. 274
(surat ke-16).
40
Tim Wesfix. Bahagia itu Dipraktekin.
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014). hlm. 45
41
Sarvatra Wari Erlangga. Jurnal Subjective
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo. Bogor :
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2010
42
Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 386-393.
102