You are on page 1of 19

Syi’ar Vol. 18 No.

2 Juli-Desember 2018

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA LANSIA

Asniti Karni*

Abstract

Subjective well-being for the elderly is a very urgent matter because with the elderly having a
higher assessment of happiness and life satisfaction, the brand tends to act happier and more
satisfied. Subjective well-being is a person's perception of his life experience, which consists of
cognitive evaluation and affection towards life and presenting in psychological well-being. According
to the author, Subjective Well-Being is a form of gratitude in the process of self-evaluation of
happiness and life satisfaction that is felt so that the individual himself feels comfort and balance
which makes him a complete human being. The support from surrounding people becomes a
benchmark and the support of these individuals can enjoy what they really have. Eldery People have
good subjective well-being, if their needs are met, have self-esteem, optimism, an acceptable sense of
control, openness, positive relationships with others, and an understanding of the meaning and
purpose of life. A pleasant feeling is more than a sad feeling. When the elderly feel homesick, they are
able to control feelings of sadness by remembering God. Elderly people are said to have high
subjective well-being if they experience life satisfaction, often feel joy and rarely feel unpleasant
emotions such as sadness or anger. Conversely, individuals are said to have low subjective well-being
if they are not satisfied with their lives, experience a little excitement and affection, and more often
feel negative emotions.

Keywords : Subjective Well-Being, Eldery

Pendahuluan dilalui oleh individu tersebut adalah masa


Manusia dalam hidupnya lanjut usia atau sering disebut lansia.
mengalami perkembangan dalam Lanjut usia dapat dikatakan
serangkaian periode yang berurutan, mulai sebagai usia emas karena tidak semua
dari periode perkembangan, yaitu neo- orang dapat mencapai usia lanjut, maka
natal, pranatal, bayi, kanak-kanak, pra- jika seseorang telah berusia lanjut akan
pubertas, pubertas, dewasa, dan periode memerlukan tindakan keperawatan yang
usia lanjut. Semua individu mengikuti pola lebih, baik yang bersifat promotif maupun
perkembangan dengan pasti.Setiap masa preventif, agar ia dapat menikmati masa
yang dilalui merupakan tahap-tahap yang usia emas serta menjadi usia lanjut yang
saling berkaitan dan tidak dapat diulang berguna dan bahagia.
kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal
Lanjut usia merupakan masa akhir
perkembangan individu akan memberikan
dari sebuah rentangan kehidupan.
pengaruh terhadap tahap-tahap
Padamasa ini secara umum terjadi proses
selanjutnya. Salah satu tahap yang akan
degeneratif pada segala aspek, fisik,psikis

*Penulis adalah Dosen Jurusan Dakwah IAIN Bengkulu 84


Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

maupun aktivitas sosial. Degeneratif pada orang yang dicintainya dan ingin
aspek, fisik, seperti kulit, mata memudar, mendapatkan perhatian khusus dari
rambut memutih, dagu berlipat dua atau keseluruhan anggota keluarga terutama
tiga, bentuk mulut akan berubah karena anak-anaknya, namun tidak ia dapatkan
hilangnya gigi, bahu membungkuk dan dan harapan tidak sesuai dengan
tampak mengecil, kaki menjadi kendor dan kenyataan. Kebahagiaan dan kepuasaan
pembuluh darah balik menonjol, tangan hidup yang dirasakan oleh lansia
menjadi kurus kering, tulang, jantung, sesungguhnya menjadi suatu harapan yang
pembuluh darah, paru-paru, syaraf dan diimpikan oleh mereka dalam menikmati
jaringan tubuh lainnya. Dengan kehidupan diakhir hidupnya.
kemampuan yang terbatas lansia rentang Konsep Subjective Well-Being
dengan berbagai penyakit dibandingkan
Menurut Pavot dan Diener
dengan fase perkembangan sebelumnya.
subjective well-being mewakili penilaian
Proses ini sangat individualistik, individu
seseorang terhadap diri mereka sendiri dan
yang mampu menyadarinya bisa merespon
penilaian tersebut dapat berdasarkan
positif,namun individu yang tidak mampu
kepada respon kognitif (teori) dan
menyadari hal ini akan merespon negatif
emosional. Penilaian seperti itu adalah
yang berimbas pada semakin cepatnya
informasi pokok dalam menentukan
proses degeneratif tersebut. Cepatnya
kualitas hidup dan kepuasan (well-being)
proses degenarif ini banyak dipengaruhi
seseorang secara keseluruhan, tetapi tidak
oleh berbagai faktor, terutama faktor
cukup untuk menyebabkan kualitas hidup
proses perkembangan masa lalu.Jika masa
yang baik jika elemen dasar dari martabat
lalunya dikembangkan dengan harapan
dan kebebasan manusia tidak ada.
positif, maka dia akan merasa puas.
Menurut Diener, definisi dari
Namun, jika masa perkembangan
subjective well-being dan kebahagiaan
sebelumnya dilalui dengan cara yang
dapat dibuat menjadi tiga kategori.
negatif, maka akan menampilkan keragu-
Subjective well-being bukanlah sebuah
raguan, kemurungan, dan keputusasaan
pernyataan subjektif tetapi merupakan
atas seluruh nilai kehidupannya.
beberapa keinginan berkualitas yang ingin
Pada masa lanjut usia adalah masa
dimiliki setiap orang. Kedua, subjective
dimana ia ingin merasa lebih diperhatikan
well-being merupakan sebuah penilaian
oleh lingkungan disekitarnya. Kebahagiaan
secara menyeluruh dari kehidupan
serta kepuasan hidup yang abadi
seseorang yang merujuk pada berbagai
seutuhnya ingin ia dapatkan dari orang-

85
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

macam kriteria. Arti ketiga dari subjective dalam proses evaluasi diri terhadap
well-being jika digunakan dalam kebahagiaan serta kepuasan hidup yang
percakapan sehari-hari yaitu dimana dirasakan sehingga individu itu sendiri
perasaan positif lebih besar daripada merasakan kenyamanan dan keseimbangan
perasaan negatif. diri yang membuat ia menjadi manusia
Diener, menjelaskan bahwa yang seutuhnya. Dukungan orang-orang
individu dikatakan memiliki subjective sekitar menjadi tolak ukur dan penunjang
well-being tinggi jika mengalami kepuasan individu tersebut bisa menikmati apa yang
hidup, sering merasakan kegembiraan dan sebenarnya dimiliki.
jarang merasakan emosi yang tidak William C. Compton, bahwa
menyenangkan seperti kesedihan atau secara garis besar indeks subjective well-
kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan being seseorang dilihat dari skor dua
memiliki subjective well-being rendah jika variabel utama, yaitu kebahagiaan dan
tidak puas dengan kehidupannya, kepuasan dalam hidup. Untuk dapat
mengalami sedikit kegembiraan dan mengetahui seseorang bahagia atau tidak,
afeksi, serta lebih sering merasakan emosi orang tersebut akan diminta untuk
negatif. Veenhoven mengatakan bahwa menjelaskan tentang keadaan emosinya
Diener mendefinisikan subjective well- dan bagaimana perasaannya tentang dunia
being sebagai penilaian secara positif dan sekitar dan dirinya sendiri. Jadi, tampak
baik terhadap kehidupan, yang mana bahwa ada aspek afektif yang terlibat saat
seseorang dikatakan memiliki subjective seseorang mengevaluasi kebahagiaannya.
well-being yang tinggi apabila ia Sedangkan dalam menilai kepuasan hidup
mengalami kepuasan hidup serta jarang lebih melibatkan aspek kognitif karena
mengalami emosi yang tidak terdapat penilaian yang dilakukan secara
menyenangkan seperti kesedihan dan sadar.
kemarahan.
Dari pengertian diatas disimpulkan
Aspek Subjective Well-Being
bahwa subjective well-being adalah
Ryff menghasilkan suatu model
persepsi seseorang terhadap pengalaman
kesejahteraan dalam bentuk multidimensi
hidupnya, yang terdiri dari evaluasi
yang terdiri atas enam fungsi psikologis
kognitif dan afeksi terhadap hidup dan
positif, yaitu :
mempresentasikan dalam kesejahteraan
a. Penerimaan diri
psikologis. Menurut penulis, Subjective
Well-Being adalah suatu wujud syukur

86
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

Penerimaan bukan mengatur tingkah laku dari dalam


berarti bersikap pasif atau pasrah, diri, serta dapat mengevaluasi diri
akan tetapi pemahaman yang jelas dengan standar personal.
akan peristiwa yang terjadi d. Penguasaan lingkungan
sehingga individu dapat Seseorang yang baik
memberikan tanggapan secara dalam dimensi penguasaan
efektif. lingkungan memiliki keyakinan
b. Hubungan positif dengan sesama dan kompetensi dalam mengatur
Diener dan Seligman lingkungan. Ia dapat
menemukan bahwa hubungan mengendalikan berbagai aktivitas
sosial baik merupakan sesuatu eksternal, memanfaatkan
yang diperlukan, tapi tidak cukup kesempatan, serta mampu
untuk membuat Su- memilih dan menciptakan
bjective well-being seseorang lingkungan yang sesuai dengan
tinggi. Artinya, hubungan sosial kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.
yang baik tidak membuat Sebaliknya seseorang
seseorang mempunyai subjective yang memiliki penguasaan
well-being yang tinggi, namun lingkungan yang kurang baik
seseorang dengan subjective well- akan mengalami kesulitan dalam
being yang tinggi mempunyai mengatur situasi sehari-hari,
ciri-ciri berhubungan sosial yang merasa tidak mampu untuk
baik. mengubah atau meningkatkan
c. Autonomi kualitas lingkungan sekitarnya,
Ciri utama dari seorang kurang peka terhadap kesempatan
individu yang memiliki autonomi yang ada di lingkungannya dan
yang baik antara lain dapat kurang memiliki kontrol terhadap
menentukan segala sesuatu lingkungan.
seorang diri (self determining) e. Tujuan dalam hidup
dan mandiri. Ia mampu untuk Seseorang yang
mengambil keputusan tanpa mempunyai komitmen dalam
tekanan dan campur tangan orang mengejar tujuan hidupnya, dia
lain. Selain itu, orang tersebut akan dapat memahami makna
memiliki ketahanan dalam hidup dan mampu mengatasi
menghadapi tekanan sosial, dapat masalah. Hal itu memiliki arti

87
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

pada masa sekarang dan masa lalu perubahan, merasakan adanya situasi yang
dalam kehidupan. Sedangkan terganggu atau ketidakpuasan seperti : rasa
orang yang komitmen dalam khawatir, cemas, tidak nyaman, Menata
hidupnya kurang maka dia tidak ulang pengalaman, dengan memulai
mampu memaknai hidup. persepsi baru dan penerimaan diri.
f. Pertumbuhan pribadi yang Menurut Kierkegaard “Dalam hidup
berkembang sangatlah penting untuk memahaminya
Pribadi yang mampu dengan kembalikebelakang, tetapi kita
berfungsi sepenuhnya adalah haruslah tetap hidup dengan pandangan ke
pribadi yang mempunyai locus of depan”.
control sebagai alat evaluasi Dari uraian diatas dapat
dimana seseorang tidak disimpulkan bahwa aspek subjective well-
melihat orang lain untuk being terdiri dari : penerimaan diri,
mendapatkan persetujuan, tetapi hubungan positif dengan orang lain,
mengevaluasi diri dengan otonomi/kemandirian, penguasaan
menggunakan standar pribadinya. lingkungan, tujuan hidup dan pribadi yang
Bertumbuh sebagai individu berkembang.
berarti menjadi lebih penuh Faktor yang Mempengaruhi Subjective
pemahaman, kompeten, dan
Well-Being
penuh perhatian pada sesama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Proses dan perubahan dalam
subjective well-being adalah:
menuju pertumbuhan diri sangat
a. Perangai/watak
bervariasi tergantung:
Perangai biasanya
kebutuhannya, nilai-nilaiyang
diinterpretasikan sebagai sifat
dianut, serta perkembangan di
dasar dan universal dari
masa lampau. Kondisi yang
kepribadian, dianggap menjadi
memberi pengaruh besar bagi
yang paling dapat diturunkan, dan
pertumbuhan diri, yaitu:
ditunjukkan sebagai faktor yang
perubahan fisik dan lingkungan,
stabil di dalam kepribadian
peristiwa hidup yang signifikan,
seseorang. Perangai yang stabil
perubahan dalam diri individu,
biasanya lebih bisa memahami
serta kehidupan pribadi.
diri dengan apa yang diinginkan
Tahapan memulai pertumbuhan
diri :Menyatakan (perlu/ adanya/ mesti)

88
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

sehingga perasaan bahagia hadir senang hati datangnya


di dalam diri individu tersebut. kesempatan kedua, mudah
b. Sifat bergaul secara sosial, ketimbang
Sifat ekstrovert berada orang-orang yang bersifat
pada tingkat kebahagiaan yang pesimis.
lebih tinggi karena mempunyai d. Hubungan sosial
kepekaan yang lebih besar Hubungan yang positif
terhadap imbalan yang positif dengan orang lain berkaitan
atau mempunyai reaksi yang lebih dengan subjective well-being,
kuat terhadap peristiwa yang karena dengan adanya hubungan
menyenangkan. yang positif tersebut akan
c. Karakter pribadi lain mendapat dukungan sosial dan
Karakter pribadi lain kedekatan emosional. Pada
seperti optimisme dan percaya dasarnya kebutuhan untuk
diri berhubungan dengan berinteraksi dengan orang lain
subjective well-being. Orang yang merupakan suatu kebutuhan
lebih optimis tentang masa bawaan. Kebahagiaan juga berarti
depannya dilaporkan merasa lebih menyadari bahwa semua orang
bahagia dan puas atas hidupnya terikat dalam persaudaraan,
dibandingkan dengan orang terbuka dengan orang-orang baru
pesimis yang mudah menyerah semakin merasa aman. Maka
dan putus asa jika suatu hal terjadi tidak ada salahnya untuk bersikap
tidak sesuai dengan keinginannya. ramah.
Manusia yang bahagia e. Pendapatan
biasanya memiliki cara pandang Dari survei diketahui, 96
yang optimis, manusia yang persen orang mengakui bahwa
optimis cenderung lebih kepuasan hidup bertambah seiring
berprestasi, mampu menentukan meningkatnya pendapatan pribadi
target atau tujuan hidup yang maupun negara bersangkutan.
lebih jelas, lebih percaya diri, Meski begitu, ketimbang uang,
mampu mengenbangkan perasaan
kemampuannya dalam bahagia lebih banyak dipengaruhi
memecahkan masalah-nya, lebih faktor lain seperti merasa
ulet dan tekun, menerima dengan dihormati,

89
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

kemandirian, keberadaaan teman being, yaitu: perangai/watak,


serta memiliki pekerjaan yang sifat, karakter pribadi lain berupa
memuaskan. Uang bukanlah optimis dan percaya diri,
segala-galanya, uang yang hubungan sosial, pendapatan,
berlimpah tidak secara otomatis pengangguran dan pengaruh
menjamin kebahagiaan, hal yang sosial/budaya.
diinginkan adalah mempunyai Komponen Subjective Well-Being
kesempatan untuk berkumpul Pada umumnya orang percaya bahwa
dengan keluarga, rasanya hidup proses belajar, memori, dan intelegensi
menjadi bahagia. Karena uang mengalami kemerosotan bersamaan
adalah sarana bukan suatu tujuan. dengan terus bertambahnya usia.Kecepatan
f. Pengangguran memproses informasi secara pelan-pelan
Adanya masa memang akan mengalami penurunan pada
pengangguran dapat masa lansia. Menurut Diener, subjective
menyebabkan berkurangnya well-beingterbagi dalam dua komponen
subjective well-being, walaupun umum, yaitu :
Pengangguran adalah penyebab 1. Komponen kognitif
besar adanya ketidakbahagiaan, Komponen kognitif
namun perlu diperhatikan bahwa adalah evaluasi dari kepuasan
tidak semua pengangguran hidup, yang didefinisikan sebagai
mengalami ketidakbahagiaan. penilaian dari hidup seseorang.
g. Pengaruh sosial/budaya Evaluasi terhadap kepuasan hidup
Perbedaan kekayaan dapat dibagi menjadi :
Negara, bahwa dapat a. Evaluasi terhadap kepuasaan
menimbulkan subjective well- hidup secara global (life
being yang tinggi karena biasanya satisfaction)
Negara yang kaya menghargai Evaluasi terhadap
hak asasi manusia, kehidupannya secara
memungkinkan orang yang hidup menyeluruh. Kepuasan hidup
disitu untuk berumur panjang dan secara global dimaksudkan
memberikan demokrasi. Dari untuk mempresentasikan
uraian diatas, diambil kesimpulan penilaian responden secara
bahwa ada 7 faktor yang umum dan reflektif terhadap
mempengaruhi subjective well- kehidupannya. Secara lebih

90
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

spesifik, kepuasan hidup dapat memahami cara seseorang


secara global melibatkan mengevaluasi kondisi dan
persepsi seseorang terhadap peristiwa di dalam hidupnya.
perbandingan keadaan Komponen afektif subjective
hidupnya dengan standard unik well-being dapat dibagi menjadi :
yang mereka punyai. a. Afek positif (positive affect)
b. Evaluasi terhadap kepuasan Afek positif
pada domain tertentu mempresentasikan emosi yang
Penilaian yang dibuat menyenangkan seperti kasih
sesorang dalam mengevaluasi sayang. Emosi positif atau
domain dalam kehidupannya, menyenangkan adalah bagian dari
seperti kesehatan fisik dan subjective well-being karena
mental, pekerjaan, rekreasi, emosi-emosi tersebut
hubungan sosial dan keluarga. merefleksikan reaksi seseorang
Kedua komponen tersebu tidak terhadap peristiwa yang
sepenuhnya terpisah. Evaluasi menunjukkan bahwa hidup
terhadap kepuasan hidup berjalan sesuai dengan apa yang
secara global merupakan ia inginkan. Afek positif terlihat
refleksi dari persepsi seseorang dari emosi-emosi seperti tertarik
terhadap hal-hal yang ada atau berminat akan sesuatu
dalam hidupnya, ditambah (interested), gembira (excited),
dengan bagaimana kultur kuat (strong), antusias
mempengaruhi pandangan (enthusiastic), waspada atau siap
hidup yang positif dari siaga (alert), bangga (proud),
seseorang. bersemangat (inspired), penuh
2. Komponen afektif tekad (determined), penuh
perhatian (attentive), dan aktif
Secara umum, komponen
(active).
afektif subjective well-being
b. Afek negatif (negatif affect)
merefleksikan pengalaman dasar
Afek negatif adalah
dalam peristiwa yang terjadi di
pravelensi dari emosi dan
dalam hidup seseorang. Dengan
mood yang tidak
meneliti tipe-tipe dari reaksi
menyenangkan dan
afektif yang ada seorang peneliti
merefleksikan respon negatif

91
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

yang dialami seseorang Self esteem adalah


sebagai reaksinya terhadap prediktor paling penting dari
kehidupan, kesehatan, subjective well-being. Self esteem
keadaan, dan peristiwa yang yang positif dihubungkan dengan
mereka alami. Afek negatif keberfungsian yang
terlihat dari emosi-emosi adaptif di dalam setiap bidang
spesifik seperti sedih atau kehidupan. Self esteem yang
susah (distressed), kecewa tinggi memberikan sejumlah
(disappointed), bersalah keuntungan bagi individu
(guilty), takut (scared), meliputi perasaan bermakna dan
bermusuhan (hostile), lekas berharga.
marah (irritable), malu b. Sense of perceived control (Rasa
(shamed), gelisah (nervous), tentang pengendalian yang dapat
gugup (jittery), khawatir diterima)
(afraid). Kontrol pribadi
Dapat disimpulkan bahwa merupakan keyakinan bahwa
terdapat dua komponen yang ada individu dapat berperilaku dengan
dalam subjective well-being yaitu cara memaksimalkan hasil yang
komponen kognitif dan komponen baik atau meminimalkan hasil
aktif, dimana komponen kognitif ini yang buruk.
berfungsi sebagai proses c. Extroversion (Terbuka)
pengevaluasian dari kepuasan hidup, Ektroversi menjadi salah
sedangkan komponen aktif yaitu satu prediktor yang paling
berupa pemberian refleksi signifikan dari subjective well-
pengalaman dasar dalam peristiwa being. Individu yang mudah
yang terjadi di kehidupan seseorang. bergaul memiliki kesempatan
Prediktor Subjective Well-Being untuk membangun relasi positif
Menurut Argyle, Myers, dengan individu lain sekaligus
dan Diener, terdapat enam variabel mendapatkan timbal balik dari
yang dihubungkan dengan individu lain sehingga terwujud
kebahagiaan dan kepuasan hidup, kondisi well-being yang lebih
yaitu : tinggi.
a. Self esteem (Harga diri) d. Optimism (Optimisme)

92
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

Individu yang lebih self esteem (harga diri), sense of


optimis dengan masa depan perceived control, extroversion,
merasa lebih bahagia dan lebih optimisme, hubungan positif, dan
puas dengan hidup. Harapan tentang pemahaman tentang arti dan
untuk hasil yang positif tidak tujuan hidup.
hanya meningkatkan mood tetapi Pendekatan dalam Subjective Well-
juga menyediakan strategi coping Being yakni Bottom Up dan Top
yang lebih baik ketika mengalami Down Theory
stress. Diener mengemukakan bahwa
e. Positive relationship (Hubungan kepuasan dalam hidup dan kebahagiaan
positif) dapat dijelaskan dengan menggunakan dua
Individu berada pada pendekatan umum, yaitu bottom up theory
relasi sosial yang positif dan top down theory.
dihubungkan dengan self esteem Dalam bottom up theory, kepuasan
yang lebih tinggi, coping yang dalam hidup dan kebahagiaan seseorang
sukses, kesehatan yang lebih baik, akan tergantung pada banyaknya jumlah
dan masalah psikologis yang lebih kepuasan kecil dan kebahagiaan sesaat
sedikit. yang dialaminya. Dengan kata lain,
f. A sense of meaning and purpose subjective well-being dilihat sebagai
to life (Pemahaman tentang arti penjumlahan pengalaman positif dalam
dan tujuan hidup) kehidupan seseorang. Semakin sering
Kedua variabel tersebut seseorang mengalami peristiwa yang
diukur sebagai religiusitas dalam menyenangkan, maka ia akan semakin
subjective well-being. Agama bahagia.
memberikan perasaan bermakna Perspektif lain memandang
bagi individu di samping juga subjective well-being lebih berkaitan
dukungan sosial dan dengan kecenderungan seseorang
meningkatkan self esteem melalui mengevaluasi dan menginterpretasikan
proses verifikasi diri ketika pengalamannya secara positif. Perspektif
individu berhubungan dengan ini, seseorang dapat memiliki subjective
individu lain untuk berbagi cerita. well-being karena melihat situasi yang
Dalam hal ini terdapat enam dihadapinya dalam hidup secara positif.
prediktor yang dapat dikaitkan Pendekatan yang menjelaskan subjective
dengan subjective well-being, yaitu well-being ini disebut sebagai top down

93
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

theory. Dalam pendekatan ini, pengukuran Istilah lain adalah manula yang
subjective well-being lebih dikaitkan merupakan singkatan dari manusia usia
dengan sifat kepribadian, sikap, dan cara lanjut dan dalam bidang ilmu kesehatan
seseorang menginterpretasi pengalaman masyarakat ada istilah usila singkatan dari
dalam hidup. usia lanjut. Lanjut usia merupakan tahapan
Apabila melihat dari perspektif paling akhir dalam perjalanan hidup
bottom up, usaha untuk meningkatkan manusia. Proses menua tersebut
subjective well-being seharusnya berfokus merupakan proses perkembangan yang
untuk mengubah lingkungan dan situasi terus berlangsung hingga akhir hidup
yang dialami seseorang. Misalnya, dengan manusia. Hurlock, mengatakan bahwa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, manusia dikatakan lanjut usia ketika
hidup di lingkungan yang lebih aman, dan berumur 60 tahun ke atas. Pendapat
lain sebagainya. Apabila melihat Hurlock didukung oleh Santrock bahwa
perspektif top down, usaha untuk saat mencapai umur 60 tahun manusia
meningkatkan kebahagiaan seharusnya dikatakan memasuki periode lanjut usia.
berfokus pada mengubah perspektif Dari berbagai pendapat di atas, dapat
seseorang, keyakinan mereka, atau sifat disimpulkan bahwa orang lanjut usia
kepribadiannya. adalah mereka yang berusia 60 tahun ke
Lanjut Usia (Lansia) atas.
Batasan Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang No. 13
Batasan umur untuk lanjut usia
Tahun 1998 tetang Kesejahteraan Lanjut
berbeda-beda. Untuk menentukan apakah
Usia yang dimaksud lanjut usia adalah
seseorang telah menjadi lanjut usia dapat
seseorang yang berusia 60 tahun. Proses
dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental
penuaan berarti menurunnya daya tahan
age, dan chronological age. Rambut
fisik. Menurut kartari, lanjut usia
memutih, kulit berkeriput, gigi mulai
disebabkan oleh meningkatnya usia
tanggal serta tulang keropos merupakan
sehingga terjadi perubahan struktur dan
ciri-ciri fisik yang sering muncul pada
fungsi sel, jaringan serta organ. Menurut
individu yang lanjut usia meski sebenarnya
Purwakania, usia lanjut merupakan usia
tidak terlalu jelas kapan mulai terjadinya
yang mendekati akhir siklus kehidupan
proses menjadi tua ini.
manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai
Bedasarkan chronological age, juga
umur tahun 60 tahun sampai akhir
terdapat beberapa pendapat mengenai
kehidupan.
batasan usia bagi seorang dewasa lanjut.

94
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

Menurut Monks dan Haditono, masa Karakteristik Lanjut Usia


puncak (lanjut usia) adalah 50-60 tahun
a. Usia lanjut usia merupakan periode
yang sekaligus menandai masuk dewasa
kemunduran
akhir. Hurlock menambahkan bahwa usia
Kemunduran itu sebagian datang
60 biasanya dipandang sebagai garis
dari faktor fisik dan sebagian lagi dari
pemisah antara usia madya dan usia lanjut.
faktor psikologis. Penyebab fisik
Lebih lanjut Hurlock mengatakan bahwa
kemunduran ini merupakan suatu
ada kecenderungan yang meningkat untuk
perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena
menggunakan usia 65 sebagai usia pensiun
penyakit khusus tapi karena proses menua.
dalam berbagai urusan, sebagai tanda
Kemunduran dapat juga mempunyai
mulainya usia lanjut. Papalia,
penyebab psikologis. Akibatnya,
menyebutkan bahwa beberapa ilmuwan
kemampuan seseorang menurun secara
sosial yang mengkhususkan diri
fisik dan mental.
mempelajari penuaan merujuk pada tiga
Gambaran kondisi yang akan
kelompok lanjut usia, yaitu :
dialami sebagian manusia di masa tua,
a. Lanjut usia muda (young old) :
terutama dalam bentuk penurunan
65-74 tahun
kemampuan otak, juga dijelaskan dalam
b. Lanjut usia tua (old old) : 75-84
Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 70, sebagai
tahun
berikut :
c. Lanjut usia tertua (oldest old) : 85
tahun ke atas.
َ ‫َوٱللَّ ُه َخلَقَ ُك ْم ث ُ َّم َيتَ َوفَّ ٰى ُك‬
‫مو ِمن ُكم َّمنيُ َر ّد ِإلَ ٰٓى‬
Karena ciri-ciri fisik dan ‫أَ ْرذَ ِل ْلعُ ُمر ِل َكىْٱ ََل َي ْعلَ َم َب ْعد ِع ْلم‬
mental age tidak dapat dipakai ‫شيْـًٔا ِإنَّٱللَّ َه َع ِليمقَدِير‬
َ
secara tegas untuk menentukan
Artinya : “Allah
apakah seseorang telah memasuki menciptakan kamu, kemudian
mewafatkan kamu dan di antara
masa lanjut usia, maka peneliti
kamu ada yang dikembalikan
menetapkan usia lanjut usia kepada umur yang paling lemah
(pikun), supaya dia tidak
berdasarkan chronological age.
mengetahui lagi sesuatupun yang
Sehingga, lansia dimulai ketika pernah diketahuinya.
Sesungguhnya Allah Maha
individu telah memasuki usia 60
Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
tahun.
b. Usia tua dinilai dengan kriteria yang
berbeda

95
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

Usia tua cenderung dinilai dalam Perubahan yang Dialami Lanjut Usia
hal penampilan dan kegiatan fisik. Bagi
Hurlock, menyatakan bahwa ada
usia tua, anak-anak adalah lebih kecil
beberapa perubahan lansia yaitu :
dibandingkan orang dewasa dan harus
a. Perubahan Fisik
dirawat, sedang orang dewasa adalah
Perubahan penampilan
sudah besar dan dapat merawat diri
fisik yang dialami lanjut usia
sendiri. Orang tua mempunyai rambut
misalnya, bahu membungkuk dan
putih dan tidak lama lagi berhenti dari
tampak mengecil, perut membesar
pekerjaan sehari-hari
dan membuncit, mata kelihatan
c. Lanjut usia mempunyai status
pudar, tidak bercahaya, dan sering
minoritas
mengeluarkan cairan, pipi
Status lanjut usia berada dalam
berkerut, longgar, dan
kelompok minoritas yaitu suatu status
bergelombang, kulit berkerut dan
dalam beberapa hal mengecualikan lanjut
kering, rambut menipis berubah
usia untuk tidak berinteraksi dengan
menjadi putih dan kaku.
kelompok lain.
Perubahan pada fungsi
d. Penyesuaian yang buruk
fisiologis misal sulit bernafas
Butler mengungkapkan bahwa
sebagai akibat dari cara
alasan terjadinya hal demikian diantaranya
pemanfaatantenaga yang tidak
yaitu para lanjut usia merasakan semakin
normal, berkurangnya tingkat
hilangnya status karena kegiatan sosial
metabolisme dan kekuatan otot-
didominasi oleh orang-orang yang lebih
otot menurun. Perubahan panca
muda, keinginan untuk melindungi
indera terlihat seperti menurunnya
keuangan mereka untuk istrinya, serta
fungsi organ penglihatan,
keinginan untuk menghindari beberapa
pendengaran, perasa, penciuman,
rasa sakit atau keadaan yang tak berdaya.
dan perabaan sedangkan
e. Keinginan yang sangat kuat untuk
perubahan
menjadi muda kembali
seksual yang dialami lanjut usia
Status kelompok minoritas pada lanjut
adalah lanjut usia sering menahan
usia secara alami telah membangkitkan
hubungan seksual dan munculnya
keinginan untuk tetap muda selama
keraguan akan kemampuan
mungkin dan ingin tampak muda apabila
seksual karena sikap sosial yang
tampak tanda-tanda menua.
tidak menyenangkan.

96
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

b. Perubahan kemampuan motorik Teori-Teori Mengenai Penuaan


Orang lanjut usia pada Menurut Santrock, ada tiga
umumnya menyadari bahwa lebih teori yang mengupas tentang
lambat dan koordinasi gerak penuaan :
kurang baik dibandingkan pada a. Teori Pemisahan (Disengagement
masa muda. Perubahan Theory)
kemampuan motorik disebabkan Teori pemisahan
oleh pengaruh fisik dan menyatakan bahwa lanjut usia
psikologis. secara perlahan-lahan menarik
c. Perubahan kemampuan mental diri dari masyarakat. Menurut
Perubahan mental yang teori ini, orang-orang dewasa
dialami lanjut usia adalah lanjut atau lebih dikenal dengan
menurunnya kemampuan masa lansia mengembangkan
mengingat, mempelajari hal-hal suatu kesibukan terhadap dirinya
baru, menurunnya kecepatan sendiri (self-preoccupation),
dalam mencapai kesimpulan, mengurangi hubungan emosional
berkurangnya kapasitas berpikir dengan orang lain, dan
kreatif, cenderung lemah dalam menunjukkan penurunan
mengingat hal-hal yang baru, ketertarikan terhadap berbagai
kecenderungan untuk mengenang persoalan kemasyarakatan.
sesuatu yang terjadi pada masa Jadi, penurunan interaksi
lalu meningkat, kehilangan rasa sosial dan peningkatan kesibukan
dan keinginan terhadap hal-hal terhadap dirinya sendiri dianggap
yang lucu dan menurunnya mampu meningkatkan kepuasan
perbendaharaan kata yang hidup di kalangan orang-orang
digunakan. dewasa lanjut usia, rendahnya
d. Perubahan minat semangat juang akan mengiringi
Hubungan antara jumlah aktifitas yang tinggi, dan
keinginan dan minat pada seluruh pemisahan tidak dapat dihindari
tingkat usia ternyata erat dengan bahkan dicari-cari oleh orang usia
keberhasilan penyesuaian. lanjut.
b. Teori Aktivitas (Activity Theory)
Menurut teori aktivitas
yang dikemukakan oleh

97
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

Neugarten, semakin orang-orang sosial yang negatif dan diakhiri


lanjut usia aktif dan terlibat dengan identifikasi, serta
semakin kecil kemungkinan pemberian label seseorang
mereka menjadi renta dan sebagai individu yang tidak
semakin besar kemungkinan mampu.
mereka merasa puas dengan Tugas Perkembangan Lanjut Usia
kehidupannya. Menurut teori ini,
a. Menyesuaikan diri dengan
individu-individu seharusnya
menurunnya kekuatan fisik dan
melanjutkan peran-peran masa
kesehatan secara bertahap
dewasa tengahnya disepanjang
b. Menyesuaikan diri dengan masa
masa dewasa akhir. Kepuasan
kemunduran dan berkurangnya
hidup lansia sangat tergantung
pendapat keluarga
pada kelangsungan
c. Menyesuaikan hidup dengan
keterlibatannya pada berbagai
penghasilan sebagai pensiunan
kegiatan. Teori ini mendukung
d. Menyesuaikan diri atas kematian
para usia lanjut yang masih aktif
pasangan hidup
dalam berbagai kegiatan, bekerja
e. Membina kehidupan rutin yang
dan sebagainya. Lansia akan
menyenangkan
memperoleh kepuasaan bila ia
f. Menciptakan kepuasan keluarga
masih terlibat dalam berbagai
sebagai tempat tinggal dihari tua
kegiatan.
g. Mengembangkan perhatian
c. Teori Rekonstruksi Gangguan
terhadap orang lain diluar
Sosial (Social Breakdown-
keluarga.
Reconstruction Theory)
h. Menyesuaikan diri dengan peran
Penuaan menurut teori
sosial secara fleksibel.
rekonstruksi gangguan sosial
dikembangkan melalui fungsi
Perkembangan Kepribadian Lanjut
psikologis negatif yang dibawa
oleh pandangan-pandangan Usia Menurut Para Ahli
negatif tentang dunia sosial dari
a. Freud
orang-orang lanjut usia dan tidak
Percaya bahwa pada usia
memadainya penyediaan layanan
lanjut, kita kembali kepada
untuk mereka. Gangguan sosial
kecenderungannarsistik masa
dimulai dengan pandangan dunia

98
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

kanak-kanak awal, artinya b. Kepribadian Mandiri : Masa


tindakan yang dibuat harus muda aktif dan dinamis dalam
diperlihatkan kepada orang lain. bergaul, senang menolong orang
Ketika itu tidak bisa dilakukan lain. Pada masa lansia,
maka tidak akan memperoleh menghadapai pensiun timbul
kepuasan. gejolak, perasaan khawatir
b. Carl Jung sehingga takut akan kenyataan.
Mengatakan bahwa pada c. Kepribadian Tergantung :
usia lanjut, pikiran tenggelam Perilaku yang pasif, tidak
jauh di dalam berambisi.
ketidaksadaran.Mungkin saja hal Masalah timbul ketika pasangan
ini yang membuat orang yang hidupnya meninggal duluan.
sudah tua mudah lupa, karena Sehingga mengakibatkan mereka
sulit untuk memanggilnya merana, kadang-kadang juga
kembali ke alam sadar.Hal ini cepat menyusul, karena
mungkin saja disebabkan oleh kehilangan pasangan merupakan
sedikitnya kontak dengan realitas, beban yang berat sehingga
sehingga pikirannya terpendam mengalami stress yang berat dan
dalam ketidaksadaran. sangat menderita.
c. Erikson d. Kepribadian bermusuhan:
Integritas VS Kepribadian yang tidak disenangi
Keputusasaan. Percaya bahwa orang karena perilaku galak,
masa dewasa akhir dicirikan oleh cenderung sewenang-wenang,
tahap terakhir dari delapan tahap agresif semaunya sendiri, takut
siklus kehidupan.. Jika kehidupan menghadapi masa tua, mereka
sebelumnya dapat dijalani dengan berusaha untuk awet muda, takut
baik maka akan merasakan kehilangan power, takut pensiun,
kepuasan/integritas pada masa takut akan kematian. Pada masa
tuanya, dan sebaliknya. lansia terlihat rakus, tamak,
Tipe Kepribadian Lansia emosional dan tidak puas akan
kehidupannya.
a. Kepribadian Konstruktif: Bisa
e. Kepribadian Kritik diri : Ditandai
menerima kenyataan, sangat
sifat-sifat yang sering menyesali
produktif dan selalu aktif.
diri dan mengkritik.Sering terlihat

99
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018

pada masa lansia : antara suami- individualistik berpengaruh bagi


istri tidak akur, masing-masing para lansia yang kurang mendapat
mengurusi kehidupannyasendiri- perhatian, sehingga sering tersisih
sendiri,tidak saling menegur dan dari kehidupan dan terlantar.
saling mengacuhkan walaupun Kurangnya kontak sosial ini
dalam satu atap. menimbulkan perasaan kesepian,
Masalah yang Dihadapi Lanjut Usia dan murung.
c. Masalah Kesehatan
Suardiman menyebutkan
Masalah kesehatan
bahwa masalah pada umumnya
umumnya merupakan masalah
dihadapi oleh usia lanjut dapat
yang paling dirasakan oleh usia
dikelompokkan ke dalam empat
lanjut. Pada usia lanjut terjadi
bagian yaitu :
kemunduran sel-sel karena proses
a. Masalah Ekonomi
penuaan yang berakibat pada
Lansia ditandai menurunnya
kelemahan organ, kemunduran
produktifitas kerja, memasuki
fisik, Hal ini akan menimbulkan
masa pensiun, atau berhentinya
masalah kesehatan.
pekerjaan utama. Hal ini
d. Masalah Psikologis
berakibat menurun-nya
Masalah psikologis yang
pendapatan yang terkait
dihadapi lansia umumnya
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
meliputi kesepian, terasing dari
seperti sandang, pangan, papan,
lingkungan, ketidakberdayaan,
kesehatan, rekreasi, dan
perasaan tidak berguna, kurang
kebutuhan sosial.
percaya diri, ketergantungan, post
b. Masalah Sosial Budaya
power syndrome, dan sebagainya.
Memasuki masa tua
Kehilangan perhatian dan
ditandai berkurangnya kontak
dukungan dari lingkungan sosial
sosial dengan anggota keluarga,
berkaitan dengan hilangnya
anggota masyarakat maupun
jabatan atau kedudukan dapat
teman kerja sebagai akibat
menimbulkan konflik. Berbagai
terputusnya hubungan kerja
persoalan tersebut bersumber dari
karena pensiun. Perubahan nilai
menurunnya fungsi-fungsi fisik
sosial masyarakat yang mengarah
dan psikis akibat dari proses
pada tatanan masyarakat
penuaan.

100
Asniti Karni
Subjective Well Being Pada Lansia

Penutup Endnotess

1
Subjective Well-Being dapat Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
Hidup 365 Hari dalam Setahun,(Jakarta: PT. Bumi
disimpulkan ada tiga kategori yang Aksara, 1995), hlm. 192-193.
2
Yusri Maulina,Dukungan Sosial dan
pertama keinginan berkualitas yang ingin Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku Jawa di
Provinsi Jawa Tengah,(Skripsi Sarjana,Jurusan Psikologi
dimiliki setiap orang. Kedua, subjective Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,
2014), hlm. 8 (diakses tahun 2014, website skripsi Yusri
well-being merupakan sebuah penilaian Maulina http://lib.unnes.ac.id/23569/1/ 1511409031.pdf).
3
Diener,Subjective Well-Being,(USA:
secara menyeluruh dari kehidupan American Phychological Association, 1984), hlm. 544.
4
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
seseorang yang merujuk pada berbagai Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 194.
macam kriteria. ketiga dari subjective well- 5
Diener, Subjective Well-Being, (USA:
American Phychological Association, 1984), hlm. 542.
being yaitu perasaan positif lebih besar 6
Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan
Stephanie Marston, Life Lesson for Women 7 Petunjuk
daripada perasaan negatif. Praktis untuk Menemukan Keseimbangan dan
Kebahagiaan dalam Hidup,(Jakarta: PT. Gramedia
Lajut usia memiliki subjective well- Pustaka Utama, 2012), hlm. 56.
7
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
being tinggi jika mengalami kepuasan Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 196.
hidup, sering merasakan kegembiraan, 8
Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan
Stephanie Marston, Life Lesson for Women 7 Petunjuk
memiliki perasaan harga diri, rasa tentang Praktis untuk Menemukan Keseimbangan dan
Kebahagiaan dalam Hidup, (Jakarta: PT. Gramedia
pengendalian yang dapat diterima, terbuka, Pustaka Utama, 2012), hlm. 3-5.
9
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
optimisme, hubungan positif dengan orang Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
lain, serta pemahaman tentang arti dan 10
Asti Haryati, Bahan Ajar Mata Kuliah
Psikologi perkembangan dan Lansia Semester 6, Prodi
tujuan hidup. Perasaan menyenangkan BKI, IAIN Bengkulu, 2017.
11
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
lebih banyak daripada perasaan yang Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
menyedihkan membuat lansia merasa 12
Sarvatra Wari Erlangga, Jurnal Subjective
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo. Bogor:
nyaman berada di lingkungan seusianya. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010.
13
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
Dan jarang merasakan emosi yang tidak Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
menyenangkan seperti kesedihan atau 14
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm.27-33.
kemarahan. 15
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Sebaliknya, lanjut usia dikatakan Bengkulu, 2017.
16
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin,
memiliki subjective well-being rendah jika (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm. 65.
17
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah
tidak puas dengan kehidupannya, Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN
Bengkulu, 2017.
mengalami sedikit kegembiraan dan 18
Asti Haryati, Bahan Ajar Mata Kuliah
Psikologi perkembangan dan Lansia Semester 6, Prodi
afeksi, serta lebih sering merasakan emosi BKI, IAIN Bengkulu, 2017.
19
Diener. Subjective Well-Being, (USA:
negatif. American Phychological Association, 1984), hlm. 556.
20
Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Hidup,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 170.
21
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm.65.

101
Syi’ar Vol. 18 No. 2 Juli-Desember 2018
22
Dedi Sutanto, Rahasia Menguasai Perasaan
43
dan Pikiran Pemulihan Jiwa, (Jakarta: Trans Media Penney Upton,Psikologi
Pustaka, 2012), hlm. 25. Perkembangan,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm.
23
Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan 234.
44
Stephanie Marston, Life Lesson for Women 7 Petunjuk Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Praktis untuk Menemukan Keseimbangan dan Hidup,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 239.
45
Kebahagiaan dalam Hidup, (Jakarta: PT. Gramedia Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Pustaka Utama, 2012), hlm. 148. Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 54.
24 46
Yusri Maulina,Dukungan Sosial dan Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku Jawa di Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
Provinsi Jawa Tengah,(Skripsi Sarjana,Jurusan Psikologi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 154.
47
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, Sarvatra Wari Erlangga, Jurnal Subjective
2014), (diakses tahun 2014, website skripsi Yusri Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo, Bogor:
Maulina http://lib.unnes.ac.id/23569/1/ 1511409031.pdf). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010.
48
25
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 242.
49
Aksara, 1995), hlm. 18. Yusri Maulina, Dukungan Sosial dan
26
Sarvatra Wari Erlangga, Jurnal Subjective Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku Jawa di
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo, Bogor: Provinsi Jawa Tengah, (Skripsi Sarjana,Jurusan
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010. Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
27
Tim Wesfix, Bahagia itu Dipraktekin, Semarang, 2014), (diakses tahun 2014, website skripsi
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014), hlm. 27. Yusri Maulina http://lib.unnes.ac.id/23569/1/
28
Sarvatra Wari Erlangga,Jurnal Subjective 1511409031.pdf).
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo,Bogor : 50
Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010. Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 249.
29
Andi Fitri Bahrun, Bahan Ajar Mata Kuliah 51
Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Kesehatan Mental Semeseter 6, Prodi BKI, IAIN Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
Bengkulu, 2017. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 395.
30
, Diener, Subjective Well-Being, (USA:
American Phychological Association, 1984), hlm. 557.
31
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
Hidup 365 Hari dalam Setahun,(Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 196.
32
Biro Hukum Departemen Sosial RI,Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,1998.
33
Sarvatra Wari Erlangga,Jurnal Subjective
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo, Bogor:
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2010.
34
Hurlock, E. B,Psikologi perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 380.
35
Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 388.
36
Jhon A. Schindler, Bagaimana Menikmati
Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1995), hlm. 389.
37
Jhon W. Santrok, Perkembangan Masa
Hidup,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 130.
38
Ana Esta., Kesadaran Beragama pada Lansia
di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia
(BPPLU) Provinsi Bengkulu, (Skripsi Sarjana,Prodi
Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Dakwah IAIN Bengkulu, 2013).
39
Departemen Agama RI,Al-Qur’an
Terjemahan LengkapSyamil Qur’an Cordova, PT.
Sygma Examedia Arkanleema, Bandung, 2007, hlm. 274
(surat ke-16).
40
Tim Wesfix. Bahagia itu Dipraktekin.
(Jakarta: PT. Gramedia, 2014). hlm. 45
41
Sarvatra Wari Erlangga. Jurnal Subjective
Well-Being Pada Lansia Penghuni Panti Jompo. Bogor :
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2010
42
Hurlock, E. B, Psikologi perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hlm. 386-393.

102

You might also like