You are on page 1of 6

LAPORAN KASUS

MEDICINA 2022, Volume 53, Number 1: 1-6


P-ISSN. 2540-8313, E-ISSN: 2540-8321

Satu kasus Staphylococcus aureus sebagai


agen penyebab infeksi sekunder kutaneus pada
pemfigus vulgaris

Published By Ratih Purnamasari Nukana1*, Ida Sri Iswari2, I Gusti Nyoman Darmaputra3
Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRACT
Introduction: Pemphigus vulgaris is an autoimmune bullous disease affecting skin and mucosa with intraepidermal bullae.
The disease is characterized by bullae that break easily into erosion, positive Nikolsky sign and mousy odor. Staphylococcus
aureus is a Gram-positive bacteria it can be a commensal or pathogenic on human skin.
Case Report: We report a case of a 12-year-old patient with pemphigus vulgaris with secondary infection based on blood
test, Gram staining and wound base culture. From wound base culture, examination we found Staphylococcus aureus.
Based on clinical examination, complete blood examination, Gram examination and wound base culture, we concluded
that Staphylococcus aureus can cause infection in pemphigus vulgaris due to extensive wounds that make bacteria easily
colonized the damaged skin, and immunosuppressive condition also increase the risk of infection. Patients was given
methylprednisolone, cotrimoxazole, chlorpheneramine maleate, wound care with open dressing sodium chloride 0.9%, and
gentamicin ointment 0.1%. During the observation there were clinical improvement of the patient.
Conclusion: The diagnosis and management of pemphiigus vulgaris has to be delivered carefully as the patients have a high
risk of secondary infection. Therefore, preventive and curative measures for infection have to be considered.

Keywords: pemphigus vulgaris, bullae, Nikolsky sign, Gram, Staphylococcus aureus.


Cite This Article: Nukana, R.P., Iswari, I.S., Darmaputra, I.G.N. 2022. Satu kasus Staphylococcus aureus sebagai agen penyebab
infeksi sekunder kutaneus pada pemfigus vulgaris. Medicina 53(1): 1-6. DOI: 10.15562/medicina.v53i1.976

ABSTRAK
Pendahuluan: Pemfigus vulgaris adalah penyakit autoimun bulosa yang menyerang kulit dan mukosa, dengan letak bula
1
Program Studi Pendidikan Dokter intraepidermal. Penyakit ini ditandai dengan bula yang mudah pecah menjadi erosi, tanda Nikolsky positif dan mousy odor.
Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif yang dapat bersifat komensal atau patogen pada kulit manusia.
Kelamin; Laporan Kasus: Kami melaporkan kasus pemfigus vulgaris yang disertai tanda infeksi sekunder berdasarkan hasil
2
Departemen Mikrobiologi Klinik; pemeriksaan darah, pewarnaan Gram dan kultur dasar luka. Dari hasil kultur dasar luka ditemukan bakteri Staphylococcus
3
Departemen Dermatologi dan
aureus. Berdasarkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan Gram dan kultur dasar luka, disimpulkan
Venereologi;
bahwa Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi sekunder pada pemfigus vulgaris karena adanya luka yang
luas pada kulit sehingga menyebabkan bakteri mudah berkoloni dan menjadi patogen pada kulit. Pasien diberikan terapi
*Korespondensi:
Ratih Purnamasari Nukana; metilprednisolon, kotrimoksazole, chlorpheneramin maleat, perawatan luka dengan kompres NaCl 0,9%, serta salep
Fakultas Kedokteran Universitas gentamisin 0,1%. Pada pengamatan nampak perbaikan klinis pada pasien.
Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Kesimpulan: Diagnosis dan tatalaksana pemfigus vulgaris harus dilakukan dengan hati-hati dan pasien memiliki risiko
Indonesia; infeksi sekunder yang tinggi sehingga tatalaksana pencegahan atau pengobatan infeksi harus selalu dipertimbangkan.
ratihnukana@gmail.com
Kata kunci: pemfigus vulgaris, bula, tanda Nikolsky, Gram, Staphylococcus aureus.
Diterima: 10-12-2021 Sitasi Artikel ini: Nukana, R.P., Iswari, I.S., Darmaputra, I.G.N. 2022. Satu kasus Staphylococcus aureus sebagai agen
Disetujui: 15-02-2022 penyebab infeksi sekunder kutaneus pada pemfigus vulgaris. Medicina 53(1): 1-6. DOI: 10.15562/medicina.v53i1.976
Diterbitkan: 01-04-2022

PENDAHULUAN adanya autoantibodi yang menyerang dengan prevalensi 70% dari seluruh kasus
desmoglein 1 (Dsg1) dan desmoglein 3 pemfigus. Insidennya mengenai 0,1 – 0,5
Pemfigus vulgaris merupakan suatu (Dsg3) yang menyebabkan gangguan pasien per 100.000 populasi per tahun
penyakit autoimun yang ditandai dengan adhesi antar sel.1-3 di seluruh dunia. Insiden lebih banyak
munculnya bula yang mengenai kulit dan Pemfigus Vulgaris merupakan bentuk didapatkan pada perempuan dan dapat
membran mukosa. Bula terletak pada pemfigus yang paling umum ditemukan, terjadi pada semua usia.1 Berdasarkan
intraepidermal dan terbentuk karena

Published By Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana | Medicina 2022; 53(1): 1-6 | doi: 10.15562/medicina.v53i1.976 1
LAPORAN KASUS

data register pasien Poliklinik Kulit sensitivitas. berlangsung memberat selama 2 minggu
dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar, terakhir dan lesi mengenai hampir seluruh
sepanjang tahun 2017 – 2019 tercatat ada KASUS tubuh. Pasien juga mengeluhkan badan
15 kasus baru pemfigus vulgaris.4 terasa lemas serta nafsu makan yang terasa
Seorang pasien perempuan, 12 tahun
Saat ini terdapat hubungan antara menurun. Rasa meriang baru dirasakan
(pasien sudah menyetujui datanya untuk
autoimun, imunodefisiensi dan infeksi. ketika lesi ditubuhnya cukup luas. Keluhan
di tampilkan pada laporan kasus ini)
Di sisi lain, rawat inap dengan terapi pada kulit ini menyebabkan pasien sulit
datang ke IGD RSUP Sanglah dengan
imunosupresif dapat menjadi predisposisi menggerakan tubuhnya karena kulitnya
keluhan munculnya luka pada hampir
timbulnya septikemia dan infeksi bakteri terasa kaku dan perih. Riwayat nyeri
seluruh tubuh. Keluhan diawali dengan
kulit pada pasien pemfigus vulgaris.3,5 telinga, gigi berlubang, batuk pilek, nyeri
munculnya bercak merah yang gatal
Beberapa studi menyatakan infeksi berkemih sebelumnya disangkal. Pasien
pada bagian dada sejak 4 minggu yang
bakteri pada lesi kulit pasien dengan masih bisa makan dan minum sedikit-
lalu. Bercak kemerahan diikuti dengan
pemfigus vulgaris terbanyak adalah sedikit.
munculnya gelembung berair yang
Staphylococcus aureus (40.81%), diikuti Pasien mengatakan keluhan ini baru
mudah pecah. Saat keluhan tersebut
dengan  Pseudomonas aeruginosa pertama kali dialami. Riwayat penyakit
muncul, pasien berobat ke dokter umum
(12.24%),  Proteus mirabilis (6.12%), sistemik dan kronis lain disangkal oleh
dan diberikan obat salep steroid dan
Streptokokus β-hemolitikus dan pasien, Riwayat keluhan yang sama pada
obat minum. Setelah mendapatkan
basil Gram negatif tidak berfragmen keluarga disangkal. Riwayat penyakit
terapi tersebut lesi dikatakan mengering
(4.08%), serta Proteus vulgaris, sitemik dan kronis pada keluarga
dan keluhan membaik. Beberapa hari
Staphylococcus saprophyticus, Enterococcus disangkal. Pasien adalah seorang pelajar
kemudian pasien mengeluhkan keluhan
sp, Klebsiella sp (2.04%).2,5,6 SMP dengan aktivitas sehari-hari di
yang sama muncul pada bagian perut,
Staphylococcus aureus merupakan sekolah.
punggung, tangan, wajah, kulit kepala
bakteri kokus Gram positif fakultatif Pada pemeriksaan fisik dalam batas
dan kaki. Gelembung berair ini mudah
anaerobik komensal yang biasa ditemukan normal yaitu kesadaran kompos mentis
pecah dan meninggalkan keropeng
pada kulit dan mukosa dalam waktu dan keadaan umum sedang, tekanan darah
berwarna kuning kehijauan. Keluhan ini
yang lama atau sementara. Bakteri ini 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali per
juga dapat menyebabkan infeksi yang
mengancam nyawa. Staphylococcus
aureus mampu berkoloni pada epitel host,
menyerang jaringan dan bertahan pada sel
inang dengan berbagai faktor adhesif dan
invasif.7,8
Berikut dilaporkan kasus pemfigus
vulgaris dengan infeksi sekunder pada
seorang perempuan berusia 12 tahun.
Tujuan pelaporan kasus ini untuk
meningkatkan pemahaman mengenai
bakteri penyebab infeksi sekunder pada
luka pemfigus vulgaris, signifikansi agen
penyebab, serta pemilihan antibiotika
yang tepat sesuai dengan hasil kultur dan Gambar 1. 1a-c. Pemeriksaan fisik pada pasien.

Gambar 2. (a) Pertumbuhan koloni bakteri, (b) Tes Katalase, (c) Tes Koagulase.

2 Published By Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana | Medicina 2022; 53(1): 1-6 | doi: 10.15562/medicina.v53i1.976
LAPORAN KASUS

menit, frekuensi napas 18 kali per menit, difficulty dan Pemfigus Vulgaris. Pasien / Methicillin Sensitive Staphylococcus
suhu tubuh 36,5°C. Pada status generalis diberikan terapi berupa nasi 3x1 porsi aureus (MSSA). Saran dari mikrobiologi
didapatkan dalam batas normal. setara dengan 1200 kkal, Snack 2x1 porsi klinik, jika keadaan klinis dan marker
Status dermatologis pada lokasi setara dengan 480 kkal, Susu 2x200ml infeksi signifikan, maka Trimethoprim/
dorsum manus et pedis dekstra et setara dengan 400 kkal. Dengan total Sulfamethoxazole dapat dipertimbangkan
sinistra didapatkan bula multipel, batas kalori 2000 kkal setara dengan 94,7% sebagai antibiotik pilihan.
tegas, berukuran 4x6cm hingga 5x7cm Recommended Daily Allowance. Setelah adanya hasil kultur, diagnosis
berdinding kendur, berisi cairan serus. Spesimen dasar luka dikirim ke pasien ditegakkan menjadi pemfigus
Pada lokasi fasialis, thorakalis anterior laboratorium mikrobiologi klinik dan vulgaris dengan infeksi sekunder, terapi
et posterior, abdomen, brachi dan dilakukan pemeriksaan kultur bakteri antibiotik ditetapkan Trimethoprim/
antebrachia dekstra et sinistra, ektremitas serta uji sensitivitas antibiotik, spesimen Sulfamethoxazole sebagai antibiotik
inferior didapatkan erosi multiple, batas dasar luka ditanam pada media Agar definitif dan mengganti antibiotik yang
tegas, bentuk geografika ukuran 0,5x1cm Darah dan selanjutnya diinkubasi pada sebelumnya diberikan. Pasien diberikan
hingga 4x6cm, tertutup krusta kuning suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian kotrimoksasol (dengan kandungan
kehijauan tebal pada permukaannya. dilakukan identifikasi dan hasil kultur Trimethoprim dan Sulfamethoxazole)
Tanda nikolsky positif dan mousy odor pada Agar Darah. Pada media Agar Darah secara per oral dengan dosis 960 mg setiap
positif. terdapat pertumbuhan koloni bakteri pada 12 jam selama 14 hari.
Pada pemeriksaan laboratorium kuadran IV (105). Pada media Agar Darah Pada pengamatan lanjutan berikutnya
menunjukkan leukositosis (21.57 x 103/ ditemukan bentuk suatu koloni bakteri keluhan munculnya lesi baru berupa
μL), neutrofilia (81.25%), trombositosis berwarna putih keabuan, berbentuk bulat, bula sudah tidak ada, erosi sudah mulai
(580,1 x 103/μL), peningkatan SGPT (37.9 berukuran, halus, menonjol, berkilau, tepi berkurang, krusta menipis, demam tidak
U/L), SGOT dalam batas normal (25.4 regular. Kemudian identifikasi dilanjutkan ada. Dari pemeriksaan laboratorium
U/L) penurunan ureum (4.30 mg/dL), dengan uji katalase dan uji koagulase. didapatkan kadar leukosit, dan
kadar kreatinin dalam batas normal (0.43 Pada uji katalase didapatkan gelembung neutrofil yang sudah menurun. Pasien
mg/dL), kadar hemoglobin dalam batas udara yang menunjukkan hasil yang mendapatkan terapi metilprednisolon
normal (14.29g/dL), kadar albumin dalam positif dan menginterpretasikan bakteri yang sudah di tapering off menjadi 16 mg
batas normal (4.3 g/dL), kadar natrium Staphylococcus. Lalu pada uji koagulase setiap 8 jam, ranitidine 150 mg setiap 12
menurun (134 mmol/L), kadar kalium didapatkan gumpalan yang menunjukkan jam, gentamisin 0.1% setiap 12 jam topkal
dalam batas normal (4.16 mmol/L), hasil positif. Bakteri yang terisolasi pada lesi erosi, olium coccos pada kulit
gula darah sewaktu normal (96 mg/ merupakan Staphylococcus koagulase yang kering bersisik, dan kompres NaCl
dL). Pemeriksaan Gram dari dasar luka positif. 0,9% selama 10-15 menit setiap 8 jam
didapatkan bakteri kokus Gram positif. Identifikasi bakteri dan uji sensitivitas pada beberapa krusta yang masih tebal.
Pada pemeriksaan Tzanck ditemukan antibiotik dilanjutkan pada media Mueler
adanya sel akantolitik. Hinton (MH) dengan menggunakan alat PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan Vitek 2 dengan cara mensuspensikan
Pemfigus merupakan penyakit autoimun
fisik dan pemeriksaan penunjang (Gram sebagian koloni dengan larutan normal
yang dimediasi oleh imunoglobulin H
dan Tzanck) pasien di diagnosis banding salin 3 mL dan dimasukkan dalam tabung
pada sel epitel skuamus berlapis, ditandai
dengan pemfigus vulgaris, dan pemfigus I, kemudian diambil sedikit suspensi
dengan adanya akantolisis (hilangnya
vulgaris dengan infeksi sekunder. Untuk tersebut dengan mikropipet ke dalam
adhesi antar sel). Secara klinis, pemfigus
menegakkan diagnosis, dilakukan tabung ke II. Pada tabung I diberikan kaset
vulgaris ditandai dengan adanya bula
pemeriksaan kultur dasar luka pada untuk mengidentifikasi bakteri Gram
berdinding kendur pada bagian kulit
lesi erosi. Terapi yang diberikan yaitu positif (GP) dan tabung ke II diberikan
dan mukosa manapun yang mudah
metilprednisolon 125 mg setiap 24 jam kaset untuk tes sensitivitas antibiotik
pecah dan menjadi erosi. Bula dapat
intravena, sefadroksil 500 mg setiap 12 (ASTGP 67).
meluas ke daerah sekitarnya, atau pecah
jam, chlorpheneramin maleat (CTM) 4 mg Dari hasil pemeriksaan ini didapatkan
menjadi erosi dan ulserasi. Pemfigus
tiap 8 jam intraoral, kompres NaCl 0,9% hasil pada Vitex 2 teridentifikasi
vulgaris ditandai dengan tanda Nikolsky
setiap 8 jam selama 10-15 menit pada lesi organisme Staphylococcus aureus yang
positif yaitu induksi mekanik pada kulit
keropeng dan gentamisin 0,1% krim setiap sensitif terhadap antibiotik Amoxicilin/
yang tampak normal dengan gesekan,
12 jam topikal pada lesi erosi. Antibiotik Clavulanic Acid, Ampicilin/Sulbactam,
akan didapat hasil positif pada penyakit
sefadroksil diberikan sebagai terapi Oxacillin, Cefuroxime, Ceftriaxone,
aktif.1,9 Selain itu pemfigus juga ditandai
empiris sambil menunggu hasil kultur Gentamicin, Ciprofloxacin, Clindamycin,
dengan bau khas yang disebut dengan
dasar luka. Tetracycline, Tigecycline, Trimethoprim/
mousy odor. Penyebab timbulnya bau ini
Pasien dikonsulkan ke bagian gizi anak Sulfamethoxazole. Sensitivitas terhadap
belum diketahui pasti namun di duga
untuk evaluasi dan tatalaksana penurunan Oxacillin menunjukkan bahwa
akibat adanya koloni bakteri pada kulit
nafsu makan. Dari bagian anak, pasien di Staphylococcus aureus yang terisolasi
yang menyebabkan infeksi sekunder.10
diagnosis dengan gizi baik dengan feeding bersifat sensitif terhadap methicillin
Pada kasus didapatkan adanya bula yang

Published By Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana | Medicina 2022; 53(1): 1-6 | doi: 10.15562/medicina.v53i1.976 3
LAPORAN KASUS

mudah pecah menjadi erosi dan krusta, tumbuh pada media padat. Sampai saat makrofag bermigrasi ke tempat infeksi.
tanda Nikolsky positif dan mousy odor. ini Staphylococcus aureus memiliki 7 Staphylococcus aureus dapat menghindari
Pemeriksaan penunjang untuk strain, yaitu MRSA, MSSA, 8325, N315, pertahanan ini dengan banyak cara, yaitu
mengetahui jenis bakteri yang berkoloni COL, MW2, dan Mu50,. Dinding sel nya memblokir kemotaksis leukosit, melawan
pada kulit adalah dengan pewarnaan memiliki tebal 20-40 nm, tersusun dari antibodi host, berlindung pada biofilm
Gram dan kultur dasar luka.11 Pada 50% peptidoglikan, 40% asam techoic, atau kapsul polisakarida. Beberapa faktor
kasus didapatkan hasil adanya koloni protein permukaan, exoprotein, dan virulensi juga berkontribusi termasuk
Staphylococcus aureus yang dapat menjadi hidrolase peptidoglikan (autolysins). diantaranya Panton-Valentine leukocidin
bakteri komensal atau patogen penyebab Pertumbuhan dan kelangsungan hidup (PVL), alphahemolysin (disebut juga
infeksi. Pada pasien, hasil Gram dan bakteri tergantung pada kemampuan sel toksin alfa), arginine catabolic mobile
kultur ini disesuaikan dengan gambaran untuk beradaptasi dengan perubahan element (ACME), phenol-soluble
klinis. Adanya peningkatan marker lingkungan. Pertumbuhan Staphylococcus modulins (PSMs). PVL menyebabkan
infeksi seperti leukositosis dan neutrofilia aureus dibagi menjadi 3 fase: lag, lisisnya sel darah putih, toksin alfa
mengarahkan diagnosis menjadi pemfigus eksponensial, dan stasioner. Selama membentuk celah di berbagai sel sehingga
vulgaris disertai infeksi sekunder. Sehingga fase eksponensial, bakteri mengalami menyebabkan lisis, PSMs adalah molekul
pada kasus, infeksi sekunder disebabkan metabolisme yang cepat dan efisien protein larut fenol kecil yang dapat
karena adanya infeksi kulit akibat koloni untuk memastikan konstannya laju melisiskan sel, termasuk neutrofil dan
Staphylococcus aureus. pertumbuhan.12,13 eritrosit.12,13,15 Selain itu proses infeksi
Staphylococcus adalah bakteri Gram- Staphylococcus aureus dianggap sebagai Staphylococcus aureus pada kulit terjadi
positif, bakteri ini memiliki diameter 0,5- spesies yang paling virulent dan menjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor
1,5 μm, bentuk kokus yang membelah patogen utama penyebab infeksi serta host dan organisme komensal pada kulit,
dan membentuk koloni seperti anggur. penyakit. Bakteri ini ditemukan secara serta faktor virulensi dari Staphylococcus
Sampai saat ini, terdapat 45 spesies dan 21 alami pada nares anterior, perineum, aureus. Epidermis tersusun dari
sub-spesies dalam genus Staphylococcus, mukosa kulit dan di nasofaring manusia.13 komponen struktural yaitu filaggrin yang
sekitar 30% populasi manusia dikolonisasi Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi dipecah selama diferensiasi menjadi asam
oleh Staphylococcus aureus.11-13 Bakteri ini kulit dan jaringan lunak mulai dari yang urocanic dan asam karboksil pyrolidone.
tidak bermotil, tidak membentuk spora, jinak (misalnya selulitis tanpa komplikasi Hasil dari pemecahan ini menyebakan
anaerob fakultatif yang berkembang dan impetigo) sampai yang mengancam penurunan pH kulit yang menghambat
melalui respirasi aerobik atau fermentasi. kehidupan. Bakteri ini merupakan perkembangan Staphylococcus aureus,
Untuk bisa bertahan hidup bakteri ini patogen paling umum yang diisolasi dari menghambat aktivasi faktor koloni dan
membutuhkan nutrisi berupa nitrogen luka, abses kulit, dan selulitis purulent.12 adanya mikroba komensal kulit seperti S.
organik, yang dipasok oleh 5-12 jenis asam Staphylococcus aureus memiliki tiga epidermidis, P. acnes dan Malassezia sudah
amino essensial, seperti valin, arginin, dan regulator penentu virulensi yaitu accessory menempati relung sehingga mencegah
vitamin B, termasuk nikotinamid dan gene regulator (agr), dan Staphylococcus kolonisasi dan invasi oleh Staphylococcus
tiamin.12 aureus exoprotein expression (sae) yang aureus dan patogen lainnya.15 Hal ini
Anggota genus ini dibagi 2 yaitu mengatur ekspresi protein permukaan, sesuai pada kasus, didapatkan peningkatan
katalase-positif dan oksidase-negatif, exoprotein, dan protein lainnya. Agr kadar neutrofil dalam darah, sebagai tanda
hal ini berbeda dari genus streptococci, mengatur produksi banyak eksoprotein meningkatnya pertahanan tubuh terhadap
yang memiliki komposisi dinding termasuk TSST-1, enterotoksin B dan infeksi bakteri ini.
sel berbeda dan tergolong katalase- C, dan protease V8, dan menurunkan Staphylococcus aureus dapat ditegakkan
negatif. Staphylococcus toleran terhadap regulasi sintesis protein dinding sel, berdasarkan hasil kultur dari sampel klinik
garam berkonsentrasi tinggi dan panas. termasuk protein pengikat fibronektin, berupa darah, cairan serebrospinal, aspirat
Staphylococcus patogen umumnya dan protein pengikat fibrinogen selama endotrakeal, pus, sputum, urin, sekret
diidentifikasi dari kemampuannya fase pertumbuhan pasca-eksponensial pernafasan, ujung kateter, luka, feses,
menghasilkan koagulase, dan menggumpal dan stasioner. sarA menurunkan cairan tubuh steril, korda umbilikal bayi,
darah. Ini membedakan strain positif ekspresi beberapa exoprotein α-, β-, dan swab hidung, swab tangan dari pekerja
koagulase, yaotu Staphylococcus aureus δ-haemolysin, dan meningkatkan ekspresi medis. Untuk investigasi klinis rutin,
(patogen manusia), S. intermedius dan S. protease. Sedangkan sae memproduksi terdapat beberapa tipe media yang dapat
hyicus (dua patogen hewan), sedangkan factor penentu virulensi. Sae mutan digunakan, di antaranya adalah sheep
spesies Staphylococcus lainnya seperti S. menyebabkan penurunan produksi α- blood agar, tryptic soy agar, chocolate agars,
epidermidis, termasuk koagulase-negatif dan βhaemolysin, DNase, koagulase dan phenylethyl alcohol agar, colistin-nalidixic
(CoNS).12 protein A.12,14 acid agars, mannitol salt agar, CHROMgar.
Staphylococcus aureus adalah bakteri Pertahanan utama tubuh terhadap Pada media Agar Darah akan tampak
komensal dan patogen pada manusia. infeksi bakteri ini adalah respon koloni konveks ukuran sedang hingga
Spesies aureus, merujuk pada koloni neutrofil. Ketika bakteri masuk kulit, besar (0,5-1.5µm), opak, permukaan
yang memiliki warna emas ketika sistem imun seluler berupa neutrofil dan halus, sedikit meninggi, berwarna

4 Published By Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana | Medicina 2022; 53(1): 1-6 | doi: 10.15562/medicina.v53i1.976
LAPORAN KASUS

keabuan atau kekuningan.13,16 Uji biokimia leukositosis dan peningkatan neutrofil (dengan kandungan Trimethoprim dan
terhadap koloni yang dicurigai umumnya yang menunjukkan suatu proses infeksi. Sulfamethoxazole) secara per oral dengan
dilakukan dengan menggunakan metode Hasil korelasi klinis dan penunjang dosis 960 mg setiap 12 jam selama 14
identifikasi semiotomatis atau otomatis dalam hal ini pemeriksaan Gram, kultur hari. Setelahnya dilakukan pemeriksaan
seperti GN card ID 32 GN, API 20NE, dan darah lengkap menunjukkan bahwa darah lengkap ulang dan didapatkan
RapID NF Plus, Vitek 2 system, BD Staphylococcus aureus lebih bersifat penurunan tanda infeksi seperti leukosit
Phoenix, dan sebagainya. Semua metode agen infeksi dibandingkan kolonisasi dan neutrofil, sehingga antibiotik yang
ini didasarkan pada prinsip antibody- atau kontaminan sehingga pemberian diberikan berespon terhadap klinis pasien.
based agglutination.16 Pada kasus sudah antibiotika pada pasien disarankan. Berdasarkan pengamatan pada pasien
dilakukan kultur dasar luka dan jaringan, Staphylococcus aureus sensitif ini nampak perbaikan klinis yang baik,
spesimen diambil dari dasar luka bagian terhadap beberapa antibiotik termasuk sehingga prognosis pasien secara ad
tubuh pasien, selanjutnya spesimen diantaranya imipenem, levofloxacin, vitam adalah bonam, ad functionam
ditanam dan pada media Agar Darah chloramphenicol, cefoxitin, ciprofloxacin, adalah bonam, ad cosmeticum adalah
dan didapatkan pertumbuhan pada gentamisin, tetrasiklin, sulfamethoxazole- dubius ad bonam karena bekas luka
media tersebut. Selanjutnya dilakukan trimethoprim, vancomycin, doxycycline. dapat menimbulkan bekas berupa
identifikasi pada media agar Mac Conkey Resisten terhadap ampicillin, penicillin, hiperpigmentasi kulit, ad sanationam
dengan menggunakan Vitek 2 didapatkan rifampicin, clindamycin, oxacillin, dubius ad bonam karena pemfigus vulgaris
organisme Staphylococcus aureus. erythromycin.19,20 Berdasarkan pola akan berisiko untuk kambuh.
Beberapa penelitian yang membahas bakteri dan kepekaan bakteri terhadap
mengenai infeksi pada pasien dengan antibiotika secara umum di RSUP Sanglah SIMPULAN
pemfigus vulgaris sudah banyak didapatkan Staphylococcus aureus sensitif
Dilaporkan sebuah kasus pemfigus
dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh terhadap antibiotik chloramphenicol,
vulgaris pada seorang perempuan berusia
Mohammad et al menyatakan bahwa 47% gentamycin, erytromisin, trimethropin
12 tahun tanpa penyakit penyerta lain.
sample penelitiannya mengalami infeksi sulfamethoxazole, nitrofurantonin,
Diagnosis pasien berdasarkan klinis
kulit akibat Staphylococcus aureus.17 clindamycin, levofloxacin, cefoxitin,
dan hasil pemeriksaan penunjang yang
Sedangkan penelitian yang dilakukan linezolid, vancomycin.21
telah dilakukan. Pemeriksaan penunjang
Ibrahim et al mendapatkan bahwa infeksi Tr imethopr im - su lfamethox a z ol e
darah lengkap pasien menunjukkan
kulit terbanyak disebabkan disebabkan adalah antibiotik yang sudah lama
leukositosis dan peningkatan neutrofil.
karena Staphylococcus aureus dan digunakan untuk melawan Staphylococcus
Hasil pemeriksaan Gram menunjukkan
Escherichia coli, kondisi infeksi sekunder aureus. Trimethoprim-sulfamethoxazole
adanya bakteri coccus Gram positif dan
ini terjadi akibat terapi kortikosteroid direkomendasikan untuk terapi infeksi
hasil kultur dasar luka didapatkan kuman
dosis tinggi dan kondisi imunosupresif kulit dan jaringan lunak. Trimethoprim
Staphylococcus aureus. Berdasarkan
pada pasien.2 Penelitian oleh Aghmiyuni sebagai bahan aktif dan jika dikombinasi
korelasi klinis, pemeriksaan darah
et al juga menemukan bahwa dengan sulfamethoxazole akan bekerja
lengkap, Gram, dan kultur, disimpulkan
Staphylococcus aureus menjadi bakteri secara sinergis.22 Sulfametoksazol adalah
bahwa kuman yang ditemukan bersifat
terbanyak penyebab infeksi sekunder pada golongan sulfonamid yang bekerja
agen penyebab infeksi sehingga
pasien dengan pemfigus vulgaris, hal ini langsung pada sintesis folat di dalam
pemberian antibiotika Trimethoprim-
disebabkan karena proses autoimun dan organisme mikroba. Sulfamethoxazole
sulfamethoxazole disarankan. Selama
terapi imunosupresive pada pasien dengan menjadi pesaing asam p-aminobenzoic
perawatan pasien mengalami perbaikan
pemfigus.5 Staphylococcus aureus menjadi (PABA) selama sintesis dihydrofolate.
dari kondisi infeksinya yang ditandai
bakteri terbanyak yang ditemukan pada Trimethoprim menjadi penghambat
dengan penurunan pada kadar leukosit
lesi erosi dermatosis vesikobulosa. Hal ini enzim dihydrofolate reduktase, sehingga
dan neutrofil. Prognosis pada pasien ini
bisa disebabkan karena pada dermatosis tetrahydrofolate tidak bisa menjadi
dubis ad bonam. Pada pembuatan laporan
vesikulobulosa dengan luka yang luas bentuk aktif. Tetrahidrofolat adalah
kasus ini tidak ada konflik kepentingan
akan memudahkan kuman untuk komponen yang diperlukan bakteri
dan pendanaan.
berkolonisasi pada kondisi kulit yang untuk sintesis purin yang diperlukan
rusak, selain itu kondisi imunosupresif untuk produksi DNA dan protein.
KONFLIK KEPENTINGAN
dan penggunaan obat steroid dosis tinggi Saat digunakan sendiri, obat ini hanya
dapat meningkatkan resiko infeksi. Pada bertindak secara bakteriostatik. Namun, Seluruh author menyatakan tidak terdapat
beberapa literatur menyatakan infeksi ketika digunakan dalam kombinasi konflik kepentingan terkait artikel ini.
bakteri yang terjadi dengan lesi lepuh trimethoprim-sulfamethoxazole, mereka
dan erosi bisa disebabkan antara lain oleh memblokir dua langkah dalam biosintesis PERSETUJUAN ETIK
Staphylococcus aureus dan Streptococcus.5,18 bakteri asam nukleat esensial dan protein,
Penggunaan data pasien telah disetujui
Pada kasus, saat hari pertama sehingga bersifat bakterisidal.23 Pada
oleh keluarga pasien dan kepala
perawatan di RSUP Sanglah didapatkan kasus diberikan antibiotik kotrimoksasol
departemen terkait
dari pemeriksaan darah lengkap

Published By Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana | Medicina 2022; 53(1): 1-6 | doi: 10.15562/medicina.v53i1.976 5
LAPORAN KASUS

PENDANAAN 8. Askarian F, Ajayi C, Hanssen AM, et.al. The A, B, AB, and O. Jurnal Teknologi Labortorium;
interaction between Staphylococcus aureus SdrD 2019: 8 (1), pp 01-07.
Laporan kasus ini didanai oleh peneliti and desmoglein 1 is important for adhesion to 17. Mohamad AH, Iversen L, Bech R. Pemphigus
tanpa ada keterlibatan pihak ketiga host cells. Scientific Reports.2016;1-11. Vulgaris: Short Time to Relapse in Patients
9. Willam DJ, Timothy GB, Dirk ME. Chronic Treated in a Danish Tertiary Referral Center.
Blistering Dermatoses. In: Andrew’s Disease of 2019. Front. Med. 6:259.
KONTRIBUSI PENULIS the Skin Clinical Dermatology. Tenth edition. 18. Humphreys H. Staphylococcus. In: Greenwood
Saunders Elsevier, 2006, p.459 – 464 D, Slack R, Peutherer J, Barer M, editors.
Seluruh author berkontribusi sama rata 10. Hall BJ, Hall JC. Sauer’s manual of skin disease. Medical Microbiology. Seventeenth edition.
dalam pengumpulan data dan penyusunan 10th ed. Philadelphia. 2010. p.400-413 Edinburg: Blackwell; 2007. p. 172–177
laporan kasus ini. 11. L.G. Harris. Foster SJ, Richards RG. An 19. Akanbi OE, Njom HA, Fri J, et al. Antimicrobial
introduction to staphylococcus aureus, and Susceptibility of Staphylococcus aureus Isolated
techniques for identifying and quantifying from Recreational Waters and Beach Sand in
DAFTAR PUSTAKA s. Aureus adhesins in relation to adhesion Eastern Cape Province of South Africa. Int J
1. Payne AS, Stanley JR. Pemfigus. In: Fitzpatrick’s to biomaterials: review. European Cells and Environ Res Public Health. 2017: 14 (9) : 1001.
Dermatology In General Medicine. Ninth Materials. 2002: 4; p. 39-60. 20. Bhatt CP. Antibiotic susceptibility pattern of
edition. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. 12. Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, et staphylococcus aureus and methicillin-resistant
New York, McGraw Hill, 2019, p.909-934 al. Staphylococcus aureus Infections: staphylococcus aureus in a tertiary care
2. Ibrahim MA. Pemphigus Vulgaris and Epidemiology, Pathophysiology, Clinical hospital. Journal of Pathology of Nepal. 2014: 4;
Infections: A Retrospective Study on Hundred Manifestations, and Management. Clin 548-551.
Patients Presenting as Inpatient Cases at Mayo Microbiol. 2015;28(3):603-661. 21. Bagian/Mikrobiologi Klinik FK Unud/RSUP
Hospital Lahore. Dermatol & Cosmet JOJ. 2019: 13. Tille PM. Staphylococcus, Micrococcus, Sanglah. Pola bakteri dan Kepekaan Bakteri
1(4) ; 60-64. and similiars organisms. In: Bailey Scott’s terhadap antibiotika di RSUP Sanglah periode
3. Didona D, Maglie R, Eming R. et al. Pemphigus: Diagnostic Microbiology. Fourteenth edition. Juli sampai Desember 2016.
Current and Future Therapeutic Strategies. Missouri: Elseiver. 2017. p.248-263 22. Foster TJ. Antibiotic resistence in
Front Immunol. 2019 : 6;259. 14. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical Staohylococcus aureus. Current status and
4. Anonim. Buku Register Rawat Jalan Rumah Microbiology. In: Elseiver. Eight edition. future prospects/ FEMS Microbiology Reviews.
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar: 2017- Philadelphia. 2016. p 170-182 2017; 41 (3) : p.430-449.
2019. 15. Ryu S, Song PI, Seo CH, et al. Colonization 23. Kemnic TR, Coleman M. Trimethoprim
5. Aghmiyuni ZF, Khorshidi A, Moniri R, et al. and Infection of the Skin by S. aureus: Immune Sulfamethoxazole. Available from: https://
The Prevalence of S. aureus Skin and Soft Tissue System Evasion and the Response to Cationic www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513232/.
Infections in Patients with Pemphigus. Hindawi Antimicrobial Peptides. Int. J. Mol. Sci. 2014, Accessed January 2, 2020.
Publishing Corporation. 2016. 1-5. 15, 8753-8772.
6. Kiran KC, Madhukara J, Abraham A, et 16. Turista DDR, Puspitasari E. The growth of
al. S. Cutaneous Bacteriological Profile in Staphylococcus aureus in the blood agar plate
Patients with Pemphigus.  Indian J Dermatol. media of sheep blood and human blood groups
2018;63(4):301–304.
7. Missiakas DM, Schneewind O. Growth and
Laboratory Maintenance of Staphylococcus
aureus. Curr Protoc Microbiol. 2018.

6 Published By Medicina, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana | Medicina 2022; 53(1): 1-6 | doi: 10.15562/medicina.v53i1.976

You might also like