Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Asthma is a chronic respiratory disease that ranks tenth as a cause of death in Indonesia. It is
estimated that the prevalence of asthma in Indonesia is 5% of the entire population of Indonesia,
meaning that currently there are 12.5 million asthma patients in Indonesia. Asthma cannot be
cured but can be controlled. High self-efficacy can lead to active coping strategies, such as
taking prescription asthma control medications or asthma relievers. It is necessary to increase
self-efficacy to improve the quality of life of asthma patients. The aim of the study was to analyze
the relationship between self-efficacy and control of bronchial asthma. Methods: This type of
research is analytic observational with a cross sectional approach. A sample of 51 asthma
patients undergoing outpatient treatment at the Sukamerindu Public Health Center was selected
using a purposive sampling technique. The dependent variable studied was control of bronchial
asthma. The independent variables studied included self-efficacy. The result in this study is that
there is a relationship between self-efficacy and control of bronchial asthma (p=0.000). The
conclusion in this study is that there is a relationship between self-efficacy and control of
bronchial asthma in the Sukamerindu Public Health Center Work Area, Bengkulu City in 2020.
The researcher suggests that the Sukamerindu Public Health Center can provide counseling or
health education about asthma, increasing the participation of asthmatics in asthma intervention
programs.
ABSTRAK
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronik yang menempati urutan kesepuluh sebagai
penyebab kematian di Indonesia. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh
penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia. Asma tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol.. Efikasi diri yang tinggi dapat menyebabkan strategi koping
aktif, seperti mengambil kendali asma obat sesuai resep atau obat pereda asma. Perlu adanya
peningkatan efikasi diri untuk meningkatkan kualitas hidup pasien asma. Tujuan Penelitian
adalah untuk menganalisis hubungan Self-efficacy dengan kontrol asma bronkial. Jenis penelitian
ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 51 pasien
asma yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Sukamerindu dipilih dengan teknik purposive
sampling. Variabel dependen yang diteliti adalah kontrol asma bronkial. Variabel independen
yang diteliti meliputi self efficacy. Hasil dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
self efficacy dengan kontrol asma bronkial (p=0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat
hubungan antara self efficacy dengan kontrol asma bronkial di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2020.Peneliti menyarankan kepada pihak Puskesmas
Sukamerindu untuk dapat memberikan penyuluhn atau pendidikan kesehatan tentang asma,
meningkatkan partisipasi penderita asma dalam program intervensi penyakit asma.
tingkat fatalitas yang rendah, namun kasus asma di Indonesia tahun 2018 berjumlah
nya cukup banyak ditemukan pada 1.017.290 orang, dimana asma menempati
masyarakat. WHO memperkirakan 100-150 sepuluh besar penyebab kesakitan dan
juta penduduk dunia menderita asma, dan kematian di Indonesia. Secara nasional yang
diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah tergambar dari data survei kesehatan rumah
sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. tangga (SKRT) diberbagai provinsi di
Menurut laporan Global Initiative for Asthma Indonesia. Sebanyak 9 provinsi yang
(GINA), pada tahun 2012 pasien asma sudah mempunyai prevalensi penyakit asma
mencapai 300 juta orang. Asma tidak dapat tertinggi antara lain, Jawa Barat di urutan
disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan pertama di ikuti Jawa Timur, Jawa Tengah,
pemberian obat-obatan yang tepat, sehingga Sumatera Utara, Banten, DKI
kualitas hidup dapat tetap optimal. Sedangkan Jakarta,Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan,
menurut (Mumpuni, 2013) pengobatan hanya dan Nusa Tenggara Timur (Riskesdas, 2018).
dapat memperingan atau mengendalikan Sementara itu, prevalensi terendah terdapat di
frekuensi terjadinya serangan asma yang Provinsi Lampung (1,6%), kemudian diikuti
berlangsung dan disebut asma terkontrol. Riau, dan Bengkulu (2%), sementara untuk
Artinya penyakit asma dapat dikontrol Provinsi Jawa Tengah (4,3%) (Profil
ataupun dikendalikan agar serangan asma Kesehatan Indonesia, 2018).
tidak terjadi sewaktu-waktu. Dampak penyakit asma sendiri
Menurut data World Health bermacam–macam tergantung dari faktor
Organization (WHO) tahun 2017, kematian penyebab asma itu sendiri ada yang bisa
akibat asma di Indonesia mencapai 14.624 menyebabkan sesak nafas, batuk kronis,
jiwa. Angka ini berarti asma menyebabkan mudah lelah, hingga kematian (Ratih, 2010).
kurang lebih 1% keseluruhan kematian di Penyakit asma merupakan penyakit kronis,
Indonesia. Kira-kira 1.1% komunitas karena itu pasien harus mengenal penyakit
Indonesia menderita asma. Data WHO, dengan baik. Dengan demikian, pasien dapat
prevalensi asma bronchiale di seluruh dunia mencegah serangan asma dan bila terjadi
adalah sebesar 8-10% pada orang dewasa dan serangan asma pasien tidak mengalami
dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar kepanikan serta dapat mengambil langkah
50%. Setiap tahun mortalitas asma bronchiale yang tepat. Bila penderita salah dalam
meningkat di seluruh dunia dari 0,8% per menilai beratnya serangan asma dapat
100.000 pada tahun 2016, menjadi 1,2% per menjadi berbahaya. Selain itu pasien juga
100.000 pada tahun 2017 dan meningkat lagi dapat menghindari faktor penyebab terjadinya
menjadi 2,1% per 100.000 pada tahun 2018. frekuensi asma seperti (debu, serbuk, infeksi
Selain itu WHO juga memperkirakan 100- saluran napas, stress emosi, olahraga
150 juta penduduk di dunia saat ini terkena berlebihan). Menghindari faktor-faktor
penyakit asma dan diperkirakan akan terus tersebut frekuensi asma dapat dihindarkan
bertambah 180.000 setiap tahun (WHO, (Nursalam, dkk, 2017).
2017). Penyakit asma ini juga kerap kali
WHO (2021) menunjukan bahwa menggangu individu penderita asma, hal yang
penyakit asma mempengaruhi sekitar 262 juta terganggu berupa gangguan yang terjadi pada
orang dan menyebabkan 461000 kematian. fisik hingga terjadi pada psikologis para
Kemenkes RI (2017) di Indonesia penderitanya. Individu yang penderita
mengatakan penyakit asma masuk dalam penyakit asma juga terganggu psikisnya,
sepuluh besar penyebab kesakitan dan terkadang individu merasa tidak bebas
kematian. Angka kejadian asma 80% terjadi bahkan merasa tertekan karena individu
di negara berkembang akibat kemiskinan, tersebut harus mengkonsumsi obat-obatan
kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan secara rutin (Utami, 2013). Keadaan ini
dan fasilitas pengobatan. Di Indonesia menyebabkan tidak sedikit penderita asma
berdasarkan hasil survey, prevalensi penderita yang merasa stres denga npenyakitnya
tersebut. Dwitantyanov dalam (Utami, 2013) hasil kesehatan. Jadi dengan adanya self-
mengungkapkan hal yang sama bahwa efficacy yang tinggi dalam diri individu
gangguan psikis tersebut dapat memicu penderita asma, ia mampu mencegah dan
timbulnya stres dalam kehidupan individu memperkecil jumlah serangan asma yang
yang menderita asma, sehingga penyakit yang muncul, sehingga individu dapat melakukan
tengah dialamioleh individu tersebut menjadi kegiatan sehari-hari dengan lancar.
bertambah parah dan prognosis menjadi Kontrol asma dapat dilihat dari
semakin buruk. frekuensi serangan asma adalah jumlah
Keinginan individu penderita asma kondisi memburuknya gejala asma secara
untuk dapat mencegah asma nya dapat tiba-tiba yang disebabkan oleh pengetatan
dicapai oleh keyakinan individu untuk dapat otot-otot di sekitar saluran udara
melakukan perilaku yang dapat mengatasi (bronkospasme). .Perhimpunan Dokter Paru
asma tersebut. Keyakinan seseorang akan Indonesia dan GINA menetapkan bahwa
kemampuan atau kompetensinya, dalam tujuan utama penatalaksanaan asma adalah
mencapai tujuan atau mengatasi sebuah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hambatan disebut self-efficacy (Baron& hidup penderita, agar asma dapat terkontrol
Bryne, 2005). Dalam konsep self-efficacy ini, dan penderita asma dapat hidup normal tanpa
individu yang memiliki sesuatu suatu hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
penyakit dan memiliki keyakinan akan hari. Apabila penderita asma mengetahui cara
kemampuannya dalam mencapai tujuan untuk mengontrol serangan asma, maka diharapkan
sehat maka ia akan mencari informasi frekuensi serangan asma dapat menurun,
mengenai penyakitnya (Lee, et.al, 2008). sehingga kualitas hidup penderita asma
Efikasi diri yang tinggi dapat menjadi meningkat (GINA, (2012).
menyebabkan strategi koping aktif, seperti Berdasarkan data di Provinsi
mengambil kendali obat asma sesuai resep Bengkulu tahun 2018 penderita asma bronkial
atau obat pereda bila diperlukan serta berjumlah 788 orang. Data di Puskesmas
berkonsultasi dengan dokter jika timbul SukamerinduKota Bengkulu pada tahun 2016
gejala secara persisten. Self-efficacy asma berjumlah 35, tahun 2017 meningkat menjadi
telah dikaitkan dengan kepatuhan terhadap 162 dan tahun 2018 berjumlah 97 penderita.
pemeliharaan asma, serta peningkatan Sedangkan data penderita asma dari bulan
kualitas hidup asma. Penelitian cohort telah Januari-Desember 2019 meningkat menjadi
menunjukkan bahwa efikasi diri asma adalah 101 orang penderita asma pada kelompok
prediktor independen kualitas hidup asma, umur 20-59 tahun.
dan itu meningkat dalam self-efficacy Tujuan penelitian ini untuk mengangkat
(melalui program manajemen asma) telah kasus dengan judul “hubungan self-efficacy
dikaitkan dengan peningkatan manajemen diri dengan kontrol asma bronkial”.
perilaku asma, peningkatan kualitas hidup .
terkait aktivitas, dan menurun pada lama hari METODE
peningkatan terjadinya gejala gejala asma
(Ejebe, I. H., Jacobs, E. A., & Wisk, L. E. Jenis penelitian yang digunakan pada
(2015). penelitian ini adalah metode analitik dengan
Menurut hasil penelitian Scherer YK, pendekatan cross sectional. Penelitian ini
Bruce S. (2001) dan (Talreja N, Soubani AO, dilakukan di Puskesmas Sukamerindu Kota
Sherwin RL, Baptist AP, (2012) menyatakan Bengkulu. Sampel dalam penelitian ini adalah
Efikasi diri asma yang rendah telah dikaitkan pasien asma bronkial yang berkunjung di
dengan peningkatan rawat inap asma dan Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
kunjungan ke instalasi gawat darurat (IGD). berjumlah 51 responden. Waktu penelitian
Penelitian yang ada menunjukkan bahwa self- dilakukan pada Bulan Juni Tahun 2022. Self
efficacyasma adalah faktor penentu penting efficacy di ukur dengan menggunakan
dari manajemen perilaku diri dan prediksi kuesioner Self Efficay yaitu dari AMES