You are on page 1of 5

Analisis Pemahaman Penderita Asma tentang Penyakit Asma

sebagai Cara untuk Mengontrol Penyakit Asma


Zahra Saliha Izzati
Prodi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
izahrasaliha@gmail.com

Abstract.
Asthma is an inflammatory disease caused by narrowing of the respiratory tract. This disease
is common attacked the children. The prevalence of asthma was 17,4% and increased each
year. WHO predicted in 2025, the medical patient of asthma will become 400 millions of
people. In Indonesia, prevalence of asthma is quite high. Many factors are associated with
uncontrolled asthma. Two factors that cause asthma, there are factor genetics and factor from
the surroundings. Asthma is the disease that can not be healed, but it can be controlled. The
aim of this study is to find out that increasing the knowledge about asthma can be step to
control asthma level. The goals of asthma management are to achieve and maintain controlled
asthma. The research uses qualitative approach with interview method. The subjects of the
interview are the people who got asthma since they were child. There are 3 people whose
being interviewed. Overall, the subjects said after they went to the doctor and got the
education about asthma from the doctor, their control asthma level is getting better, which
means their asthma rarely happen. From the results of the study found out that asthma can be
controlled by increased the knowledge about asthma itself.

Keywords: Asthma, knowledge, control, education

1. PENDAHULUAN

Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi karena adanya penyempitan saluran napas
akibat timbulnya peradangan atau inflamasi. Penyakit asma melibatkan banyak sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel mast, leukotrin, dan lain-lain. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan
hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan episode berulang dari mengi (wheezing), sesak napas,
dada terasa berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini hari (Andayani, 2014). Pada orang
yang terkena asma, biasanya akan terjadi pengeluaran cairan mukus atau lendir yang pekat secara
berlebihan akibat dari penyempitan dan peradangan di saluran napas.

Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,
diketahui bahwa asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia
dan prevalensi penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%, sedang
berdasarkan tanda dan gejala yang responden rasakan dalam satu tahun terakhir prevalensnya lebih
besar lagi yaitu 6%. Angka mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini
menduduki peringkat 5 besar sebagai penyebab kematian. Michel et al melaporkan bahwa prevalensi
asma pada anak sebesar 8 – 10%, orang dewasa 3 – 5% dan dalam 10 tahun terakhir meningkat
sampai 50% di seluruh dunia. Menurut data WHO, penyandang asma di dunia diperkirakan
mencapai 300 juta orang dan diprediksi jumlah ini akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025
mengingat asma adalah penyakit yang un-derdiagnosed (Sihombing, 2010).

Faktor penyebab terjadinya asma dapat dikategorikan menjadi dua hal. Faktor yang pertama
adalah faktor keturunan atau genetik. Gen didapatkan karena diturunkan untuk menjadi sakit asma.
Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi
menimbulkan asma, antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1, reseptor agonis beta2,
GSTP1. Ada juga gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan asma dan atopi, yaitu IRF2, IL-3,Il-4,
IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1, ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan
sebagainya.
Faktor keturunan saja tidak cukup untuk menjadi penyebab timbulnya asma. Faktor
penyebab asma yang kedua adalah faktor pencetus. Faktor pencetus sendiri digolongkan menjadi dua
hal yaitu faktor pencetus dari dalam tubuh maupun faktor pencetus yang berasal dari luar tubuh.
Contoh faktor pencetus dari dalam tubuh antara lain adalah infeksi saluran napas, stres, aktivitas
yang berat, olahraga maupun emosi yang berlebihan. Contoh faktor pencetus dari luar tubuh atau
yang berasal dari lingkungan antara lain adalah debu, serbuk bunga, bulu binatang, zat makanan dan
minuman, obat tertentu, zat warna, bau-bauan, bahan kimia, polusi udara, serta perubahan cuaca atau
suhu. (Resti, 2014)

Diagnosa pada penderita asma tidak terlalu mudah untuk diidentifikasi. Pada sebagian
penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah
terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,
edema, dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas. Sebagai kompensasinya, penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan
hiperinflasi.

Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan
kematian, sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi
obstruksi paru yang menahun. Secara medis, penyakit asma sulit disembuhkan, hanya saja penyakit
ini dapat dikontrol sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pengendalian asma dilakukan
dengan menghindari faktor pencetus, yaitu segala hal yang menyebabkan timbulnya gejala asma.
Apabila anak menderita serangan asma terus-menerus, maka mereka akan mengalami gangguan
proses tumbuh kembang serta penurunan kualitas hidup. Untuk mengontrol asma perlu diketahui
juga perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat, dan cara untuk menghindari faktor pencetus.

Tabel 1. Faktor Pencetus Asma beserta Kontrol terhadap Lingkungan


Faktor Pencetus Asma Kontrol Lingkungan
Debu rumah Cuci sarung bantal, guling, sprei, selimut dengan air panas (55-60°C)
Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
Ganti furnitur berlapis kain dengan berlapis kulit
Bila gunakan pembersih vakum, pakailah filter HEPA dan kantung
debu 2 rangkap
Alergen binatang Mandikan binatang peliharaan 2x/minggu
Pindahkan binatang peliharaan dari dalam rumah atau paling tidak
kamar tidur dan ruang utama
Tepung sari bunga dan jamur Bila di sekitar ruangan banyak tanaman berbunga dan merupakan
di luar ruangan pajanan tepung sari bunga, tutup jendela rapat-rapat, hindari pajanan
tepung sari bunga sedapat mungkin
Polusi udara dalam ruangan Tidak merokok dalam rumah
(asap rokok, asap indari berdekatan dengan orang yang merokok
kayu/masak, spray pembersih Upayakan ventilasi rumah adekuat
rumah, obat nyamuk, dll) Hindari memasak dengan kayu
Hindari menggunakan spray pembersih rumah, obat nyamuk yang
menimbulkan asap atau spray dan mengandung bahan polutan
Polusi udara di luar ruangan
Hindari aktivitas fisik pada keadaan udara dingin dan kelembapan
(asap rokok, cuaca, ozon, gas
rendah
buang kendaraan bermotor,
Tinggalkan/hindari daerah polusi
dll)
Infeksi pernapasan (virus) Menghindari infeksi pernapasan sedapat mungkin dengan hidup sehat
Bila terjadi minta bantuan medis/dokter
Vaksinasi influenza setiap tahun
Obat-obatan Tidak menggunakan Beta-bloker (termasuk tetes mata, dsb.)
Tidak mengonsumsi aspirin atau antiinflamasi non-steroid

Perkembangan penyakit asma yang semakin meningkat mengharuskan diri untuk memahami
lebih mendalam mengenai penyakit asma. Banyak hal yang tidak diketahui dapat memicu timbulnya
asma, terutama bagi penderita asma. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dimengerti adanya
kaitan antara pengetahuan penderita sebagai cara mengurangi intensitas timbulnya asma.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Istilah
penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986) pada mulanya bersumber pada pengamatan
kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif bahwa metodologi kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
dalam peristilahannya. Penelitian kualitatif memiliki ciri atau karakteristik yang membedakan
dengan penelitian jenis lainnya.Secara umum definisi penelitian kualitatif merupakan suatu metode
berganda dalam fokus, yang melibatkan suatu pendekatan interpretatif dan wajib terhadap setiap
pokok permasalahannya. Ini berarti penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami, yang
berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan
orang-orang kepadanya. (Gumilang, 2016).

Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam
penelitian kualitatif. Pada penelitian ini, penulis melakukan wawancara kepada beberapa responden
untuk mengetahui adanya keterkaitan pemahaman penyakit asma pada penderita asma sebagai sarana
untuk mempermudah kontrol penyakit asma.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam memenuhi keperluan penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan tiga orang
penderita asma. Ketiga penderita asma yang telah diwawancarai oleh penulis berjenis kelamin
perempuan dan berusia kurang lebih 18 tahun.

Penderita yang pertama dan kedua memaparkan bahwa keduanya telah mengidap penyakit
asma semenjak lahir. Dapat digolongkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya asma pada
kedua penderita ini adalah karena faktor genetik atau keturunan. Penderita asma yang pertama
menerangkan bahwa dirinya telah menderita asma sejak umur 6 bulan. Penyakit asma ini didapatkan
dari keturunan keluarga bapak. Keluarga yang mengidap asma selain dirinya adalah saudara
perempuan dari bapak dan sepupunya sendiri. Penderita asma yang kedua menerangkan bahwa
dirinya telah menderita asma semenjak kecil. Penyakit asma ini juga didapatkan dari keturunan
keluarga bapak, seperti pada penderita asma yang pertama. Keluarga yang mengidap asma
diantaranya adalah ibu dari sang bapak, bapak, dan adik laki-lakinya. Sementara pada penderita
asma yang ketiga, penyakit asma ini baru timbul ketika dirinya duduk dibangku SD. Penyakit asma
pada penderita ketiga ini disebabkan karena faktor lingkungan seperti debu di sekitar dan kecemasan
yang berlebih.

Faktor pemicu terjadinya asma pada ketiga penderita ini pun berbeda-beda. Penderita
pertama menjelaskan bahwa asma yang dideritanya timbul ketika dirinya menghirup debu yang
berlebihan dan tubuh dalam keadaan kelelahan. Penderita yang kedua menjelaskan bahwa faktor
pemicu timbulnya asma adalah ketika menghirup aroma yang terlalu menyengat dan langsung
mengarah pada dirinya, seperti aroma parfum, aroma pada penyemprot ruangan, dan aroma obat
nyamuk. Selain itu, tawa yang terlalu keras dan tidak teratur juga dapat menjadi pemicu lainnya
timbul asma. Sementara pada penderita yang ketiga, minum yoghurt dan berada di tempat yang
berdebu merupakan faktor pemicu timbulnya asma.
Tata laksana yang dilakukan oleh ketiga penderita untuk menangani asma juga berbeda.
Pada penderita pertama, ketika asma timbul, hal yang dilakukan pertama kali untuk menangani
asmanya adalah dengan menggunakan bronkodilator seperti inhaler. Saat asma yang timbul tidak
teratasi dengan inhaler, penderita akan menggunakan uap untuk mengatasi penyakitnya. Pada
penderita yang kedua, penanganan yang dilakukan saat asmanya timbul adalah dengan mengonsumsi
obat aminofilin. Sedangkan pada penderita ketiga, penanganan asma dilakukan dengan penggunaan
inhaler. Pemberian cairan yang menghangatkan tubuh, seperti minyak kayu putih dan fresh care,
juga dapat menjadi upaya lain penanganan asma yang timbul pada penderita ketiga.

Saat melakukan wawancara, ketiga penderita asma ini menjelaskan bahwa pada awalnya
mereka belum mengetahui lebih mendalam terkait penyakit asma yang diderita. Ketiganya hanya
mengetahui bahwasannya asma merupakan penyakit sesak napas yang hilang dan timbul tiba-tiba.
Penderita pertama dan kedua baru mengetahui detail mengenai penyakit asma saat SMP, tepatnya
ketika keduanya berobat ke dokter. Penderita ketiga tahu detail penyakit asma juga ketika berobat ke
dokter. Dengan berobat ke dokter, ketiga penderita bisa diberikan edukasi mendalam oleh dokter
mengenai penyebab asma, keadaan yang dapat memicu timbulnya asma, hingga cara tepat untuk
menangani penyakit asma.

Ketiga penderita asma mengaku bahwa setelah mengetahui lebih jauh mengenai asma dan
tata cara penanganan asma yang tepat oleh dokter, intensitas terjadinya asma menjadi lebih
berkurang. Dalam beberapa bulan terakhir, asma jarang kambuh. Hal ini menjadi bukti bahwa
dengan meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit asma, maka penderita asma dapat mengontrol
dirinya dari faktor pemicu terjadinya asma.

Hasil yang didapatkan adalah asma yang terkontrol dapat membuat penderita asma hidup
dengan kualitas yang lebih baik. Karena dengan menambah wawasan mengenai asma, penderita
asma menjadi lebih berhati-hati dan menerapkan gaya hidup sehat sehingga asma terantisipasi.

4. KESIMPULAN

Penyakit asma dapat timbul karena dua faktor, yaitu faktor genetik atau keturunan dan faktor
pemicu. Penyakit asma bukanlah jenis penyakit yang dapat diobati, namun penyakit ini dapat
dikendalikan dengan melakukan kontrol diri.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diambil kesimpulan bahwa peningkatan


pemahaman pengetahuan mengenai penyakit asma dapat menjadi kontrol diri yang baik untuk
menimalisir timbulnya asma pada penderita asma. Hal tersebut dibuktikan dari hasil wawancara
yang menjelaskan bahwa asma menjadi jarang timbul setelah ketiga penderita mendatangi dokter
untuk berobat. Maka dari itu, perlu ditingkatkan pemahaman wawasan mengenai penyakit asma ada
penderita asma sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya asma.

5. SARAN

Tidak semua masyarakat memiliki pemahaman yang cukup mengenai asma, terutama bagi
penderita asma itu sendiri. Sejalan dengan hal itu, penulis menyarankan pemberian edukasi lengkap
mengenai asma khususnya kepada para penderita asma. Edukasi mencangkup penyebab timbul
asma, gejala, faktor pemicu, sampai penanganan yang tepat ketika terjadi asma. Pemberian edukasi
dapat dilakukan melalui berbagai sarana, seperti dengan diadakan sosialisasi hingga dilakukan
penyuluhan. Dalam pemberian edukasi, tidak hanya dibutuhkan peran dokter sebagai penyuluh,
namun juga diperlukan kerja sama antara Dinas Kesehatan, puskesmas, dan rumah sakit agar edukasi
yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Diharapkan dengan diberlakukan
cara seperti ini, masyarakat menjadi lebih tahu tentang penyakit asma dan penderita asma dapat
melakukan kontrol yang tepat dalam menghadapi asma yang dideritanya sehingga tercapai kondisi
yang sebaik mungkin.
6. DAFTAR PUSTAKA
Wiyono, W. H. Yunus, F. 7 Zega, C. T. A. (2011). Perbandingan Manfaat Klinis Senam Merpati Putih
dengan Senam Asma Indonesia pada Penyandang Asma. J Respir Indo, 31(2), 72-80.
Andayani, N. Waladi, Z. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Asma dengan Tingkat
Kontrol Asma di Poliklinik Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, 14(3), 139-145.
Gumilang, G.S. (2016). Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bimbingan dan Konseling. Jurnal
Fokus Konseling, 2(2), 144-159.
Alqi, Q. Nainggolan, O. & Sihombing, M. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit
pada Usia ≥ 10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J Respir Indo, 30(2), 85-91.
Imelda, S. Wiyono, W. H & Yunus, F. (2007). Hubungan Derajat Asma dengan Kualitas Hidup yang
Dinilai dengan Asthma Quality of Life Questionnaire. Maj Kedokteran Indonesia, 57(12), 435-
445.
Rachmawati, I. N. (2007). Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif:Wawancara. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 11(1), 35-40.
Atmoko, W, dkk. (2011). Prevalens Asma Tidak Terkontrol dan Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Kontrol Asma di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. J Respir
Indo, 31(2), 53-60.
Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan pada Penderita Asma. Medikora, 5(1), 71-91.
Azhar, K. Dharmayanti, I. & Hasari, D. (2015). Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan
Pencetus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(4), 320-326.
Setyowibowo, S. Yunus, M. (2011). Aplikasi Sitem Pendukung Keputusan Diagnosa Penyakit Paru-
paru dengan Metode Forward Chaining. Jurnal Teknologi Informasi, 2(2), 95-114.
Resti, I. B. (2014). Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres pada Penderita Asma.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(1), 1-20.
Siregar, S. P. (2000). Faktor Atopi dan Asma Bronkial pada Anak. Sari Pediatri, 2(1), 23-28.

You might also like