The magnitude of the pressure in the pores of a formation, known as the formation pore pressure

(or simply formation pressure), is an important consideration in many aspects of well planning and
operations. It will influence the casing design and mud weight selection and will increase the
chances of stuck pipe and well control problems. It is particularly important to be able to predict and
detect high pressure zones, where there is the risk of a blow-out.

Besarnya tekanan pada pori-pori formasi, dikenal sebagai tekanan pori formasi (atau hanya
tekanan formasi), merupakan aspek penting dalam banyak perencanaan dan operasi sumur. Ini
akan mempengaruhi desain casing dan pemilihan berat lumpur dan akan meningkatkan
kemungkinan pipa macet dan masalah kontrol sumur. Sangat penting untuk dapat memprediksi
dan mendeteksi zona bertekanan tinggi, di mana terdapat risiko ledakan.

In addition to predicting the pore pressure in a formation it is also very important to be able to
predict the pressure at which the rocks will fracture. These fractures can result in losses of large
volumes of drilling fluids and, in the case of an influx from a shallow formation, fluids flowing along
the fractures all the way to surface, potentially causing a blowout.

Selain memprediksi tekanan pori dalam suatu formasi, sangat penting juga untuk memprediksi
tekanan di mana batuan akan patah. Rekahan ini dapat mengakibatkan hilangnya cairan
pengeboran dalam jumlah besar dan, dalam kasus influx dari formasi dangkal, cairan mengalir di
sepanjang rekahan sampai ke permukaan, berpotensi menyebabkan ledakan.

When the pore pressure and fracture pressure for all ofthe formationsto be penetrated have been
predicted the well will be designed, and the operation conducted, such that the pressures in the
borehole neither exceed the fracture pressure, nor fall below the pore pressure in the formations
being drilled.

Ketika tekanan pori dan tekanan rekahan untuk semua formasi yang akan ditembus telah
diprediksi, sumur akan dirancang, dan operasi dilakukan sedemikian rupa sehingga tekanan dalam
lubang bor tidak melebihi tekanan rekahan, atau turun di bawah tekanan pori pada formasi yang
sedang ditembus. dibor.

1. FORMATION PORE PRESSURES

During a period of erosion and sedimentation, grains of sediment are continuously building up on
top of each other, generally in a water filled environment. As the thickness of the layer of sediment
increases, the grains of the sediment are packed closer together, and some of the water is expelled
from the pore spaces. However, if the pore throats through the sediment are interconnecting all the
way to surface the pressure of the fluid at any depth in the sediment will be same as that which
would be found in a simple colom of fluid. The pressure in the fluid in the pores of the sediment will
only be dependent on the density of the fluid in the pore space and the depth of the pressure
measurement (equal to the height of the colom of liquid). it will be independent of the pore size or
pore throat geometry.

Selama periode erosi dan sedimentasi, butir-butir sedimen terus menumpuk satu sama lain,
umumnya di lingkungan yang dipenuhi air. Dengan meningkatnya ketebalan lapisan sedimen,
butir-butir sedimen terkemas lebih dekat satu sama lain, dan sebagian air dikeluarkan dari ruang
pori. Namun, jika tenggorokan pori melalui sedimen saling berhubungan sampai ke permukaan,
tekanan fluida pada setiap kedalaman sedimen akan sama dengan tekanan yang ditemukan dalam
kolom fluida sederhana. Tekanan fluida di pori-pori sedimen hanya akan bergantung pada
kerapatan fluida di ruang pori dan kedalaman pengukuran tekanan (sama dengan tinggi kolom
cairan). itu akan terlepas dari ukuran pori atau geometri tenggorokan pori.

The pressure of the fluid in the pore space (the pore pressure) can be measured and plotted against
depth as shown in Figure 1. This type of diagram is known as a P-Z diagram The pressure in the
formations to be drilled is often expressed in terms of a pressure gradient. This gradient is derived
from a line passing through a particular formation pore pressure and a datum point at surface and is
known as the pore pressure gradient. The reasons for this will become apparent subsequently. The
datum which is generally used during drilling operations is the drillfloor elevation but a more general
datum level, used almost universally, is Mean Sea Level, MSL. When the pore throats through the
sediment are interconnecting, the pressure of the fluid at any depth in the sediment will be same as
that which would be found in a simple colom of fluid and therefore the pore pressure gradient is a
straight line as shown in Figure 1. The gradient of the line is a representation of the density of the
fluid. Hence the density of the fluid in the pore space is often expressed in units of psi/ft.

Tekanan fluida dalam ruang pori (tekanan pori) dapat diukur dan diplot terhadap kedalaman
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Jenis diagram ini dikenal sebagai diagram P-Z Tekanan
dalam formasi yang akan dibor sering dinyatakan dalam bentuk dari gradien tekanan. Gradien ini
berasal dari garis yang melewati tekanan pori formasi tertentu dan titik datum di permukaan dan
dikenal sebagai gradien tekanan pori. Alasan untuk ini akan menjadi jelas nanti. Datum yang
umumnya digunakan selama operasi pemboran adalah elevasi lantai bor tetapi tingkat datum
yang lebih umum, yang digunakan hampir secara universal, adalah Mean Sea Level(dibawah
permukaan laut), MSL. Ketika tenggorokan pori melalui sedimen saling berhubungan, tekanan
fluida pada setiap kedalaman dalam sedimen akan sama dengan yang ditemukan dalam kolom
fluida sederhana dan oleh karena itu gradien tekanan pori adalah garis lurus seperti yang
ditunjukkan pada Gambar. 1. Gradien garis merupakan representasi dari massa jenis fluida. Oleh
karena itu kerapatan fluida dalam ruang pori sering dinyatakan dalam satuan psi/ft.

This is a very convenient unit of representation since the pore pressure for any given formation can
easily be deduced from the pore pressure gradient if the vertical depth of the formation is known.
Representing the pore pressures in the formations in terms of pore pressure gradients is also
convenient when computing the density of the drilling fluid that will be required to drill through the
formations in question. If the density of the drilling fluid in the wellbore is also expressed in units of
psi/ft then the pressure at all points in the wellbore can be compared with the pore pressures to
ensure that the pressure in the wellbore exceeds the pore pressure. The differential between the
mud pressure and the pore pressure at any given depth is known as the overbalance pressure at that
depth (Figure 2). If the mud pressure is less than the pore pressure then the differential is known as
the underbalance pressure. It will be seen below that the fracture pressure gradient of the
formations is also expressed in units of psi/ft.

Ini adalah unit representasi yang sangat nyaman karena tekanan pori untuk setiap formasi
tertentu dapat dengan mudah disimpulkan dari gradien tekanan pori jika kedalaman vertikal
formasi diketahui. Mewakili tekanan pori dalam formasi dalam hal gradien tekanan pori juga
memudahkan saat menghitung densitas fluida pengeboran yang akan diperlukan untuk mengebor
melalui formasi yang bersangkutan. Jika massa jenis fluida pemboran di dalam lubang sumur juga
dinyatakan dalam satuan psi/ft maka tekanan di semua titik di dalam lubang sumur dapat
dibandingkan dengan tekanan pori untuk memastikan bahwa tekanan di dalam lubang sumur
melebihi tekanan pori. Perbedaan antara tekanan lumpur dan tekanan pori pada kedalaman
tertentu dikenal sebagai overbalance pressure pada kedalaman tersebut (Gambar 2). Jika tekanan
lumpur lebih kecil dari tekanan pori maka perbedaannya dikenal sebagai tekanan underbalance.
Di bawah ini akan terlihat bahwa gradien tekanan rekahan dari formasi juga dinyatakan dalam
satuan psi/ft.

Most of the fluids found in the pore space of sedimentary formations contain a proportion ofsalt and
are known as brines. The dissolved salt content may vary from 0 to over 200,000 ppm.
Correspondingly, the pore pressure gradient ranges from 0.433 psi/ft (pure water) to about 0.50
psi/ft. In most geographical areas the pore pressure gradient is approximately 0.465 psi/ft (assumes
80,000 ppm salt content) and this pressure gradient has been defined as the normal pressure
gradient. Any formation pressure above or below the points defined by this gradient are called
abnormal pressures (Figure 3). The mechanisms by which these abnormal pressures can be
generated will be discussed below. When the pore fluids are normally pressured the formation pore
pressure is also said to be hydrostatic.
Sebagian besar cairan yang ditemukan di ruang pori formasi sedimen mengandung sebagian
garam dan dikenal sebagai air asin. Kandungan garam terlarut dapat bervariasi dari 0 hingga lebih
dari 200.000 ppm. Sejalan dengan itu, gradien tekanan pori berkisar dari 0,433 psi/ft (air murni)
hingga sekitar 0,50 psi/ft. Di sebagian besar wilayah geografis, gradien tekanan pori sekitar 0,465
psi/ft (dengan asumsi kandungan garam 80.000 ppm) dan gradien tekanan ini telah didefinisikan
sebagai gradien tekanan normal. Setiap tekanan formasi di atas atau di bawah titik yang
ditentukan oleh gradien ini disebut tekanan abnormal (Gambar 3). Mekanisme dimana tekanan
abnormal ini dapat dihasilkan akan dibahas di bawah ini. Ketika cairan pori biasanya ditekan,
tekanan pori formasi juga dikatakan hidrostatik.

2. OVERBURDEN PRESSURES – TEKANAN OVERBURDEN

The pressures discussed above relate exclusively to the pressure in the pore space of the formations.
It is however also important to be able to quantify the vertical stress at any depth since this pressure
will have a significant impact on the pressure at which the borehole will fracture when exposed to
high pressures. The vertical pressure at any point in the earth is known as the overburden pressure
or geostatic pressure. The overburden gradient is derived from a cross plot of overburden pressure
versus depth (Figure 4). The overburden pressure at any point is a function of the mass of rock and
fluid above the point of interest. In order to calculate the overburden pressure at any point, the
average density of the material (rock and fluids) above the point of interest must be determined.
The average density of the rock and fluid in the pore space is known as the bulk density of the rock :
Tekanan yang dibahas di atas berhubungan secara eksklusif dengan tekanan dalam ruang pori
formasi. Namun penting juga untuk dapat menghitung tegangan vertikal pada setiap kedalaman
karena tekanan ini akan berdampak signifikan pada tekanan di mana lubang bor akan retak saat
terkena tekanan tinggi. Tekanan vertikal pada setiap titik di bumi dikenal sebagai tekanan
overburden atau tekanan geostatik. Gradien lapisan penutup diperoleh dari petak silang antara
tekanan lapisan penutup versus kedalaman (Gambar 4). Tekanan overburden pada setiap titik
merupakan fungsi dari massa batuan dan fluida di atas titik perhatian. Untuk menghitung tekanan
overburden pada setiap titik, densitas rata-rata material (batuan dan fluida) di atas titik yang
diinginkan harus ditentukan. Massa jenis rata-rata batuan dan fluida di dalam ruang pori dikenal
sebagai massa jenis batuan :

Since the matrix material (rock type), porosity, and fluid content vary with depth, the bulk density
will also vary with depth. The overburden pressure at any point is therefore the integral of the bulk
density from surface down to the point of interest.

Karena bahan matriks (tipe batuan), porositas, dan kandungan fluida bervariasi menurut
kedalaman, densitas curah juga akan bervariasi menurut kedalaman. Oleh karena itu, tekanan
overburden pada setiap titik merupakan integral dari kerapatan curah dari permukaan sampai ke
titik tujuan.

The specific gravity of the rock matrix may vary from 2.1 (sandstone) to 2.4 (limestone). Therefore,
using an average of 2.3 and converting to units of psi/ft, it can be seen that the overburden pressure
gradient exerted by a typical rock, with zero porosity would be :
Gravitasi spesifik matriks batuan dapat bervariasi dari 2,1 (batu pasir) hingga 2,4 (batu kapur).
Oleh karena itu, dengan menggunakan rata-rata 2,3 dan mengkonversi ke satuan psi/ft, dapat
dilihat bahwa gradien tekanan overburden yang diberikan oleh batuan tipikal, dengan porositas
nol adalah:

2.3 x 0.433 psi/ft = 0.9959 psi/ft

This figure is normally rounded up to 1 psi/ft and is commonly quoted as the maximum possible
overburden pressure gradient, from which the maximum overburden pressure, at any depth, can be
calculated. It is unlikely that the pore pressure could exceed the overburden pressure. However, it
should be remembered that the overburden pressure may vary with depth, due to compaction and
changing lithology, and so the gradient cannot be assumed to be constant.

Angka ini biasanya dibulatkan menjadi 1 psi/ft dan umumnya dikutip sebagai gradien tekanan
lapisan penutup maksimum yang memungkinkan, dari mana tekanan lapisan penutup maksimum,
pada setiap kedalaman, dapat dihitung. Tidak mungkin bahwa tekanan pori bisa melebihi tekanan
overburden. Namun, harus diingat bahwa tekanan overburden dapat bervariasi dengan
kedalaman, karena pemadatan dan perubahan litologi, sehingga gradien tidak dapat dianggap
konstan.
3. abnormal Pressure – tekanan tidak normal
Pore pressures which are found to lie above or below the “normal” pore pressure gradient line are
called abnormal pore pressures (Figure 5 and 6). These formation pressures may be either
Subnormal (i.e. less than 0.465 psi/ft) or Overpressured (i.e. greater than 0.465 psi/ft). The
mechanisms which generate these abnormal pore pressures can be quite complex and vary from
region to region. However, the most common mechanism for generating overpressures is called
Undercompaction and can be best described by the undercompaction model.

Tekanan pori yang ditemukan terletak di atas atau di bawah garis gradien tekanan pori "normal"
disebut tekanan pori abnormal (Gambar 5 dan 6). Tekanan formasi ini mungkin Subnormal (yaitu
kurang dari 0,465 psi/ft) atau Overpressured (yaitu lebih besar dari 0,465 psi/ft). Mekanisme yang
menghasilkan tekanan air pori abnormal ini bisa sangat kompleks dan bervariasi dari satu wilayah
ke wilayah lain. Namun, mekanisme paling umum untuk menghasilkan tekanan berlebih disebut
Undercompaction dan dapat dijelaskan dengan baik oleh model undercompaction.
The compaction process can be described by a simplified model (Figure7) consisting of a vessel
containing a fluid (representing the pore fluid) and a spring (representing the rock matrix). The
overburden stress can be simulated by a piston being forced down on the vessel. The overburden (S)
is supported by the stress in the spring (σ) and the fluid pressure (p). Thus:
Proses pemadatan dapat digambarkan dengan model yang disederhanakan (Gambar 7) yang
terdiri dari bejana yang berisi fluida (mewakili fluida berpori) dan pegas (mewakili matriks
batuan). Tegangan overburden dapat disimulasikan dengan piston yang ditekan ke bawah pada
kapal. Overburden (S) didukung oleh tegangan pegas (σ) dan tekanan fluida (p). Dengan demikian:

S=σ + p
If the overburden is increased (e.g. due to more sediments being laid down) the extra load must be
borne by the matrix and the pore fluid. If the fluid is prevented from leaving the pore space
(drainage path closed) the fluid pressure must increase above the hydrostatic value. Such a
formation can be described as overpressured (i.e. part of the overburden stress is being supported
by the fluid in the pore space and not the matrix). Since the water is effectively incompressible the
overburden is almost totally supported by the pore fluid and the grain to grain contact stress is not
increased. In a formation where the fluids are free to move (drainage path open), the increased load
must be taken by the matrix, while the fluid pressure remains constant. Under such circumstances
the pore pressure can be described as Normal, and is proportional to depth and fluid density.

Jika lapisan tanah penutup bertambah (misalnya karena lebih banyak sedimen yang ditimbun),
maka beban ekstra harus ditanggung oleh matriks dan cairan pori. Jika fluida dicegah untuk
meninggalkan ruang pori (jalur drainase ditutup), maka tekanan fluida harus meningkat di atas
nilai hidrostatik. Formasi seperti ini dapat digambarkan sebagai formasi yang mengalami tekanan
berlebih (yaitu bagian dari tekanan lapisan tanah penutup didukung oleh fluida di dalam ruang
pori dan bukan oleh matriks). Karena air secara efektif tidak dapat dimampatkan, lapisan tanah
penutup hampir seluruhnya didukung oleh fluida pori dan tegangan kontak butir ke butir tidak
meningkat. Pada formasi di mana fluida bebas bergerak (jalur drainase terbuka), beban yang
meningkat harus dipikul oleh matriks, sementara tekanan fluida tetap konstan. Dalam keadaan
seperti itu, tekanan pori dapat digambarkan sebagai Normal, dan sebanding dengan kedalaman
dan densitas fluida.

In order for abnormal pressures to exist the pressure in the pores of a rock must be sealed in place
i.e. the pore are not interconnecting. The seal prevents equalisation of the pressures which occur
within the geological sequence. The seal is formed by a permeability barrier resulting from physical
or chemical action. A physical seal may be formed by gravity faulting during deposition or the
deposition of a fine grained material. The chemical seal may be due to calcium carbonate being
deposited, thus restricting permeability. Another example might be chemical diagenesis during
compaction of organic material. Both physical and chemical action may occur simultaneously to form
a seal (e.g. gypsum-evaporite action).

Agar tekanan yang tidak normal dapat terjadi, tekanan dalam pori-pori batuan harus tertutup
rapat, yaitu pori-pori tersebut tidak saling berhubungan. Segel tersebut mencegah pemerataan
tekanan yang terjadi di dalam urutan geologi. Segel dibentuk oleh penghalang permeabilitas yang
dihasilkan dari aksi fisik atau kimia. Segel fisik dapat dibentuk oleh patahan gravitasi selama
pengendapan atau pengendapan material berbutir halus. Segel kimiawi mungkin disebabkan oleh
kalsium karbonat yang diendapkan, sehingga membatasi permeabilitas. Contoh lainnya adalah
diagenesis kimiawi selama pemadatan material organik. Aksi fisik dan kimiawi dapat terjadi secara
bersamaan untuk membentuk segel (misalnya aksi gipsum-uap).

 Origin of Subnormal Formation Pressures – Asal Mula Tekanan Formasi Subnormal

The major mechanisms by which subnormal (less than hydrostatic) pressures occur may be
summarised as follows:

Mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya tekanan subnormal (kurang dari hidrostatis)
dapat diringkas sebagai berikut:

(a) Thermal Expansion

Assediments and pore fluids are buried the temperature rises. If the fluid is allowed to expand the
density will decrease, and the pressure will reduce.
(a) Ekspansi Termal

Asap dan cairan pori terkubur saat suhu naik. Jika fluida dibiarkan mengembang maka densitasnya
akan berkurang, dan tekanan akan berkurang.

(b) Formation Foreshortening

During a compression process there is some bending of strata (Figure 8). The upper beds can bend
upwards, while the lower beds can bend downwards. The intermediate beds must expand to fill the
void and so create a subnormally pressured zone. This is thought to apply to some subnormal zones
in Indonesia and the US. Notice that this may also cause overpressures in the top and bottom beds.

(b) Pemendekan Formasi

Selama proses kompresi, terjadi pembengkokan lapisan (Gambar 8). Lapisan atas dapat
melengkung ke atas, sedangkan lapisan bawah dapat melengkung ke bawah. Lapisan peralihan
harus mengembang untuk mengisi kekosongan sehingga menciptakan zona yang tidak bertekanan
normal. Hal ini diperkirakan terjadi pada beberapa zona subnormal di Indonesia dan Amerika
Serikat. Perhatikan bahwa hal ini juga dapat menyebabkan tekanan berlebih di lapisan atas dan
bawah.

(c) Depletion

When hydrocarbons or water are produced from a competent formation in which no subsidence
occurs a subnormally pressured zone may result. This will be important when drilling development
wells through a reservoir which has already been producing for some time. Some pressure gradients
in Texas aquifers have been as low as 0.36 psi/ft.

(c) Penyusutan/penipisan

Ketika hidrokarbon atau air diproduksi dari formasi yang kompeten di mana tidak ada penurunan
yang terjadi, maka akan terjadi zona bertekanan di bawah normal. Hal ini akan menjadi penting
ketika mengebor sumur pengembangan melalui reservoir yang telah berproduksi selama beberapa
waktu. Beberapa gradien tekanan di akuifer Texas telah mencapai 0,36 psi/ft.

(d) Precipitation

In arid areas (e.g. Middle East) the water table may be located hundreds of feet below surface,
thereby reducing the hydrostatic pressures
(d) Curah hujan

Di daerah kering (misalnya Timur Tengah), muka air dapat berada ratusan meter di bawah
permukaan, sehingga mengurangi tekanan hidrostatik