You are on page 1of 6

Analisis Pengendalian Kualitas Tepung Terigu

Kemasan 25 kg PT ISM Tbk. Divisi Bogasari Flour


Mills Departemen Flour Silo Bulk & Packing (FSBP)
dengan Pendekatan Six Sigma
1st Cindy Meisya PH 2nd Nurfajriah 3rd Santika Sari
Fakultas Teknik Fakultas Teknik Fakultas Teknik
Universitas Pembangunan Veteran Universitas Pembangunan Veteran Universitas Pembangunan Veteran
Jakarta Jakarta Jakarta
Depok, Jawa Barat Depok, Jawa Barat Depok, Jawa Barat
cindymeisya05@gmail.com nurfajriahzhia@gmail.com santika.sari@upnvj.ac.id

Abstrak—The demands of the food and beverage industry to be tersebut sampai kepada pelanggan. Peningkatan kualitas dapat
able to compete in the global market continue to increase, one of diidentifikasi dengan turunnya produk cacat. Produk cacat
which comes from consumers who are increasingly critical of the merupakan gagalnya suatu produk dalam mengasilkan produk
food consumed. Quality Improvement can be known by yang sesuai spesifikasi.
emphasizing the reduction in defective products. PT ISM Tbk
Bogasari Flour Mills also often experiences problems in the “Pengendalian adalah kegiatan yang dilakukan untuk
production process, especially in the production of defective memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang
products. Therefore, this study was created to identify and Improve dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan” (Vincent
the processes that cause defective products by using the Six Sigma Gasperz 2005:480). Oleh karena itu pengendalian kualitas
method using the DMAIC approach (Define, Measure, Analyze, diperlukan agar kualitas dapat terjaga mulai dari bahan baku
Improve, Control). Based on data processing, the average value of sampai produk jadi hingga produk tersebut sampai kepada
sigma level is 4.17 including the average quality of the USA pelanggan. Melalui pengendalian kualitas (quality Control)
industry with a total defect of 34649.45 sacks per million chance of diharapkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan efektifitas
defect based on DPMO calculation. It can be identified that there pengendalian dalam mencegah terjadinya produk cacat sehingga
are 4 types of defects namely, metal detectors, scales, labels, and dapat mengurangi terjadinya pemborosan baik dari segi bahan
sewing failures where the defect failed to have the highest baku maupun tenaga kerja.
percentage of damage by 49%. In resolving these problems, several
Improvements were made, one of which was to routinely check the PT ISM Tbk. Divisi Bogasari selain menghasilkan tepung
sewing machine and periodically maintain the machine to increase terigu, juga menghasilkan produk sampingan yaitu berupa sisa
productivity and reduce the resulting defective products. olahan penggilingan gandum ataupun hasil gagal dari proses
produksi tersebut. Perusahaan ini memroduksi dan
Kata Kunci— Quality Control, Six Sigma, DMAIC mendistribusikan berbagai jenis produk yang dihasilkan seperti;
I. PENDAHULUAN tepung terigu, pasta, tepung premiks, tepung industri dan produk
sampingan yang diproduksi dalam bentuk kemasan maupun
Industi pangan saat ini dituntut agar dapat bersaing di pasar curah. Pada PT ISM Tbk. Divisi Bogasari Flour Mills terdapat
global, hal tersebut dikarenakan konsumen semakin kritis banyaknya produk cacat yang dihasilkan pada saat proses
terhadap pangan yang mereka dikonsumsi. Untuk dapat produksi sehingga membuat turunnya produktifitas dan
bersaing, maka dari itu perusahaan harus berupaya untuk efektifitas, maka dari itu perlu diadakannya perbaikan yang
meningkatkan kualitas dan tingkat produktivitasnya demi dilakukan dari sisi pengurangan produk cacat.
meningkatkan kepuasan pelanggan.. Tanpa disadari, standar
kualitas mutu pangan menjadi prioritas dan mempengaruhi Untuk mencapai peningkatan pada kualitas dan produktivitas
keputusan dalam membeli sebuah produk. pada perusahaan, beberapa metode pengendalian kualitas dapat
digunakan. Salah satunya adalah metode six sigma. “Six Sigma
Kualitas dapat diartikan sebagai “keseluruhan karakteristik pertama kali muncul pada tahun 1987, dimana perusahaan
produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, Motorola memberikan suatu pendekatan baru dari sector
manufacture, dan maintenance, dimana produk dan jasa tersebut komunikasi Motorola yang pada saat itu dikepalai oleh George
dalam pemakaianya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan Fisher. Motorola memberikan konsep perbaikan tersebut karena
pelanggan" (Feigenbaum, 1991). Kualitas atau mutu adalah pada tahun 1980, perusahaan Motorola mengalami kejadian
suatu tingkatan produk dapat dikatakan baik atau buruk sesuai dimana produk yang diluncurkan dimakan oleh pesaing Jepang”
dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perusahaan harus (Pande, 2002). Pada penelitian ini dipilih metode Six Sigma
dapat menjaga mutu mulai dari bahan baku hingga produk dengan menggunakan pendekatan DMAIC (Define, Measure,

TP-18
Analyze, Improve, Control) karena dapat diketahui dengan jelas TABEL I. TINGKAT SIGMA
jenis kecacatan produk yang paling sering terjadi dan juga
metode ini sangat mudah untuk digunakan dan dipahami, oleh
karena itu akan lebih mudah untuk melakukan perbaikan demi
meningkatkan kualitas produk..
II. LANDASAN TEORI
2.1. Metode Six Sigma
“Six Sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas
menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO-
defects per million opportunities) untuk setiap transaksi
produk (barang/jasa). Upaya giat menuju kesempurnaan
(zero defect-kegagalan nol)” (Gasperz, 2002). Berdasarkan
definisi Six Sigma di atas, dapat disimpulkan bahwa six
sigma merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk Sumber : Vincent Gaspersz, Avanti Fontana,2011.
mengurangi produk cacat mencapai 3,4 produk dari satu juga
kemungkinan terjadinya produk cacat yang dihasilkan.
III. METODE PENELITIAN
2.2. Tahap-tahap Pengendalian Kualitas dengan Six Sigma
Penelitian ini dilakukan di PT ISM Tbk. Divisi Bogasari
“Tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas dengan Flour Mills, yang berlokasi di Jalan Raya Cilincing No.1, RW.11
Six sigma terdiri dari lima langkah yaitu menggunakan Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara,
pendekatan DMAIC atau Define, Measure, Analyze, Daerah Khusus Ibukota Jakarta Kode pos 14110. Pada penelitian
Improve, and Control” (Pete dan Holpp 2002:45-58). ini hanya dilakukan pada proses packing tepung terigu kemasan
1. Define 25 kg pada bagian Departemen Flour Silo Bulk & Packing
(FSBP). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Tahap Define merupakan tahapan pertama dalam metode Six Sigma. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
metodologi DMAIC. Pada tahap ini adalah dengan pengolahan jumlah produk defect menggunakan metode Six
memahami pemasalahan yang tengah dihadapi sampai Sigma dengan model perbaikan program DMAIC yaitu:
dengan mengidentifikasikan permasalahan secara
TABEL II. LANGKAH-LANGKAH SIX SIGMA
mendetil.
No Langkah Tugas Output
2. Measure 1 Define CTQ Diidentifikasi jenis-jenis
kerusakan yang terjadi
Tahap Measure merupakan tahap kedua dalam 2 Measurement Diagram Peta Diketahui nilai level sigma
metodologi DMAIC, dimana pada tahapan ini akan Control, DPMO, dan
dilakukan pengukuran dan pengidentifikasian sumber Nilai Sigma
potensial ketidaksesuaian yang terjadi di dalam suatu 3 Analyze Diagram Pareto dan Diketahui penyebab-
proses. Fishbone Diagram penyebab dari terjadinya
kerusakan produk
3. Analyze 4 Improve Usulan perbaikan Perancangan perbaikan
dan implementasi yang akan dilakukan
Tahap analisis ini berfokus untuk mengidentifikasi usulan perbaikan
penyebab terhadap ketidaksesuaian yang berpengaruh 5 Control Penilaian terhadap Rencana kegiatan Control
terhadap produktivitas perusahaan. Improve yang dilakukan untuk
saran perbaikan yang
4. Improve dilakukan
Sumber : Pengumpulan data
Dalam langkah ini dilakukan analisis untuk memahami
akar permasalahan yang kemudian dibuat suatu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
perencanaan perbaikan yang berfungsi untuk
Berikut merupakan tahapan pengendalian six sigma pada
menurunkan DPMO dan meningkatkan Six Sigma.
produk tepung terigu kemasan 25 kg.
5. Control
1. Define
Fase Control merupakan suatu tahapan berupa upaya -
1.1 Identifikasi Objek Penelitian
upaya pengawasan dalam mempertahankan segala
perbaikan yang sudah dilaksanakan. Pengambilan data yang dilakukan merupakan data
produksi dan data defect pada produksi tepung terigu
2.3. Tingkat Six Sigma
kemasan 25 kg pada Group A dan Group B. Seperti table 2
Tingkat pencapaian Sigma berdasarkan DPMO dapat berikut:
dilihat pada tabel 1 berikut:

TP-19
TABEL III. DATA PRODUKSI TEPUNG TERIGU 25 KG TABEL V. DATA JUMLAH DEFECT TEPUNG TERIGU 25KG

Sumber : Pengumpulan data


Sumber : Pengumpulan data
Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa defect rate untuk
periode tersebut sebesar 1,52%, dimana target utama dalam Selanjutnya dibuat peta kendali seperti berikut:
penelitian ini adalah mencapai produk tidak cacat hingga
99,96%. Oleh karena itu hasil defect tersebut dapat dikatakan
masih normal akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
agar dapat mencapai level 6 sigma dan untuk mengetahui
penyebab banyaknya produk cacat tersebut.
1.2 Identifkasi CTQ
Berikut merupakan Critiqal To Quality berdasarkan jenis
product Defect, seperti table 3 berikut:
TABEL IV. DIAGRAM CRITIQAL TO QUALITY

Gambar 1. Grafik Diagram Control


Sumber : Pengumpulan data

Pada hasil grafik yang ditunjukkan pada Gambar 1


didapatkan bahwa nilai Defect produk masih berada di dalam
batas kendali karena tidak melewati batas kontrol atas dan batas
kontrol bawah. Langkah selanjutnya, yaitu dengan menghitung
Sumber : Pengumpulan data DPMO dimana ini sangat penting untuk mengetahui tingkat
level sigma pada proses produksi. Berikut rekapitulasi hasil nilai
2. Measure DPMO dan tingkat sigma selama 9 bulan pada Tabel V
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan pengolahan
data yang selanjutnya dilakukan pembuatan diagram
Control, perhitungan DPMO dan nilai level sigma pada
bagian proses produksi tepung terigu kemasan 25 kg. Data
rekapitulasi produk cacat tepung terigu kemasan 25 kg, pada
table 4 sebagai berikut:

TP-20
TABEL VI. PERHITUNGAN TINGKAT SIGMA DAN DPMO • Mesin jahit tidak berjalan dengan lancar disebabkan
mesin jahit mengering yang disebabkan oleh
kurangnya pelumas atau terdapat sisa benang yang
tersangku pada mesin yang mengakibatkan terjadinya
penumpukan debu dan sisa serat karung pada mesin.
• Benang jahitan sering putus disebabkan oleh
peletakkan jarum terlalu kebawah yang mengakibatkan
ketegangan benang menjadi besar dan mudah putus.
2. Faktor Manusia
• Operator melakukan terburu-buru.
• Operator kurang terampil dalam melakukan
Sumber : Pengumpulan data pekerjaanya.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada proses • Kurangnya kesadaran akan kesalahan yang dilakukan
produksi tepung terigu kemasan 25 kg memiliki rata-rata tingkat oleh operator.
sigma tiap bulan sebesar 4,17 dimana angka tersbut termasuk
pada tingkat kualitas rata-rata industri USA. Dengan total cacat • Kelelahan akibat posisi kerja.
sebesar 34.649,45 karung per satu juta kesempatan terjadinya • Kurangnya kedisplinan operator dalam bekerja.
cacat berdasarkan perhitungan DPMO (Defect per Milion
Opportunity). Yang mana rata-rata tersebut masuk kedalam level • Operator sering melanggar aturan tetapi tidak adanya
4 sigma dimana target yang harus dicapai adalah level 6 sigma, sanksi tegas yang diberikan.
oleh karena itu perusahaan harus mengidentifikasi lebih lanjut • Posisi pekerja yang tidak ergonomis memicu kelelahan
penyebab utama dari penghasilan produk cacat yang banyak.
3. Faktor Material
3. Analyze
• Benang yang digunakan terlalu halus atau kasar tidak
Tahap analisa ini diolah menggunakan diagram pareto dan sesuai dengan jenis karung yang dijahit.
Fishbone Diagram. Berikut merupakan hasil dari pengolahan
data mengguankan diagram pareto pada gambar 2: 4. Faktor Metode
• Kurangnya inspeksi yang dilakukan sehingga operator
sering melakukan kesalahan.
• Instruksi kerja yang kurang dipahami dan seringnya
berganti operator.
5. Faktor Lingkungan
• Suhu udara yang panas membuat pekerja merasakan
ketidaknyamanan dan ingin cepat-cepat dalam
menyelesaikan pekerjaan.
• Fokus pekerja yang terganggu disebabkan oleh suara
bising dari mesin.
Gambar 2. Diagram Pareto Jenis Cacat Tepung Terigu 25 Kg
Sumber : Pengumpulan data

Berdasarkan hasil pengolahan di atas, dapat diidentifikasi


jenis Defect yang paling dominan pada proses produksi tepung
terigu kemasan 25 kg dari ke-empat jenis cacat yaitu ada pada
cacat Gagal Jahit dengan presentasi cacat 49%. Oleh karena itu
perlu adanya idetifikasi lebih lanjut mengenai jenis cacat Gagal
Jahit tersebut untuk dianalisis akar penyebab permasalahan dan
usulan perbaikannya menggunakan fishbone diagram. Berikut
merupakan fishbone diagram dari produk cacat yang disajikan
pada gambar 3. Gagal jahit pada proses produksi tersebut
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor Mesin
• Jarum tumpul menyebabkan terjadinya kerutan pada
proses menajhit.

TP-21
Machine Man Material
Mesin tidak Posisi kerja
berjalan tidak Operator Kurang
dengan lancar ergonomis terburu-buru disiplin

Jarum Tumpul Kelelahan Jenis benang


tidak sesuai
Benang sering Kurang kesadaran Kurang
putus terhadap kesalahan terampil
Gagal Jahit
Inspeksi tidak Suhu udara
ketat panas
Instruksi kerja kurang
dipahami/sering berganti Bising
operator

Method Environment

Gambar 3. Fishbone Diagram • Menambah fasilitas pada ruang packing agar dapat
Sumber: Pengumpulan data mengurangi suhu panas yang disebabkan oleh mesin
dengan menambah kipas angin.
4. Improve
• Mempertegas pekerja agar menggunakan earplug
Setelah mengetahui sumber penyebab kerusakan pada untuk memberikan ketenangan pekerja dalam proses
cacat produk paling dominan yaitu gagal jahit, maka dibuat produksi.
suatu rekomendasi usulan perbaikan agar dapat menekankan
tingkat kerusakan produk, yaitu: 5. Control
a. Mesin Tahap Control merupakan tahap terakhir dari metode Six
Sigma DMAIC. Mengenai pengendalian terhadap perbaikan
• Melakukan pengecekan secara rutin terhadap mesin atas usulan yang akan dilakukan agar dapat terus berlanjut.
jahit sebelum memulai proses produksi. Pada tahap ini dijabarkan mengenai rencana kegiatan
• Melakukan perawatan secara berkala agar dan Control yang akan dilakukan untuk saran perbaikan yang
memberikan pengetahuan bagi operator agar mampu akan dilakukan yaitu dengan cara sebagai berikut:
memperbaiki mesin secara sederhana. 1. Membuat evaluasi hasil kinerja karyawan agar dapat
b. Manusia diketahui aspek yang harus diperbaiki.
• Memberikan motivasi kepada karyawan agar bekerja 2. Membuat evaluasi rutin mengenai fasilitas yang
secara maksimal. terdapat di pabrik agar mudah diidentifikasi mengenai
aspek yang kurang atau perlu diperbaiki.
• Menerapkan peraturan yang dapat memberikan sanksi
yang tegas kepada pekerja yang lalai. 3. Membentuk suatu badan pengawas untuk mengontrol
seluruh kegiatan produksi sehingga dapat lebih mudah
• Mengubah posisi kerja untuk meningkatkan mengidentifikasi kesalahan.
produktifitas
V. KESIMPULAN
• Memberikan fasilitas tambahan seperti kursi yang
disesuaikan oleh kondisi pekerja. Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
c. Material
1. Berdasarkan pengumpulan dan analisis di dapatkan hasil
• Sebelum dilakukan proses produksi dipastikan jenis bahwa terdapat 4 jenis Defect yaitu, metal detector,
benang dan karung yang dijahit agar sesuai. Dengan
timbangan, label, dan gagal jahit dimana dari ke empat
cara menujuk salah satu operator sebagai penanggung
jawab di setiap shift. jenis tersebut didapatkan hasil bahwa jenis defect gagal
jahit memiliki presentase kerusakan tertinggi sebesar
d. Metode 49% menggunakan diagram pareto dan diidentifikasi
• Melakukan pengawasan rutin pada saat dilakukan penyebab terjadinya defect yaitu dipengaruhi oleh factor
proses produksi yaitu dengan cara membuat tim baru manusia, mesin, material, metode, dan lingkungan
sebagai pengawasan terhadap pekerja. menggunakan fishbone diagram.

• Instruksi kerja dijelaskan secara lisan yaitu dengan cara 2. Pada hasil perhitungan di atas didapatkan nilai rata-rata
melaksanakan briefing secara rutin. tingkat sigma yaitu sebesar 4.17 termasuk kualitas rata-
rata industri USA. Total cacat sebesar 34649,45 karung
e. Lingkungan per satu juta kesempatan terjadinya cacat berdasarkan

TP-22
3. perhitungan DPMO (Defect per Milion Opportunity).
Yang mana rata-rata tersebut masuk kedalam level 4
sigma dimana target yang harus dicapai adalah level 6
sigma, oleh karena itu perusahaan harus
mengidentifikasi lebih lanjut penyebab utama dari
penghasilan produk cacat yang banyak.
4. Berdasarkan hasil perhitungan kerusakan pada diagram
Control didapatkan kesimpulan bahwa nilai presentase
kerusakan masih berada di antara batas Control karena
tidak melebihi Upper Contol Line (UCL) dan Lower
Contol Line (LCL) sehingga dapat disimpulkan bahwa
data defect masih dalam batas yang aman dalam
jangkauan akan tetapi perlu identifikasi lebih lanjut
untuk mencapai level 6 sigma.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Agustin, A, “Implementasi Lean Six Sigma dalam Upaya
Mengurangi Produk Cacat pada Bagian Press Bridge & RIB ASSY
UP Studi Kasus PT Yamaha Indonesia, Maret 2017.
[2] Assauri, Sofjan, Manajemen Produksi. Edisi Keempat. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1998.
[3] Didiharyono, D., Marsal, M., & Bakhtiar, B, “Analisis Pengendalian
Kualitas Produksi Dengan Metode Six-Sigma Pada Industri Air
Minum PT Asera Tirta Posidonia”, Kota Palopo. Sainsmat: Jurnal
Ilmiah Ilmu Pengetahuan Alam, 7(2), 163-176, 2018.
[4] Febriana, Santy. "Penerapan Metode Six Sigma DMAIC Untuk
Perbaikan Kualitas Fisik Batang Rokok Merk Samudra Emas 16
pada Cigarette Maker Machine.", Juli 2007.
[5] Fransiscus, H., Juwono, C. P., & Astari, I. S, “Implementasi metode
six sigma DMAIC untuk mengurangi paint bucket cacat di PT X”,
Jurnal Rekayasa Sistem Industri, 3(2), 53-64, 2014.
[6] Lindsay, James R.Evans dan William M, Pengantar Six Sigma. An
Introduction to Six Sigma & Process Improvement: Jakarta:
Salemba Empat, 2007.
[7] Lumbono, Hari. “Pengendalian Kualitas Produksi Garment di PT.
Asrindo Indty Raya dengan Menggunakan Diagram Kontrol p”.
Diss. Universitas Negeri Semarang, 2007.
[8] Vincent, G, Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi
dengan ISO 9001, 2000. MBNQA, dan HCCP, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2002.
[9] Yuwono, Sudarminto, Setyo dan Elok Waziiroh, Teknologi
Pengolahan Tepung Terigu dan Olahannya di Industri. Malang: UB
Press, 2019.

TP-23

You might also like