You are on page 1of 11

MENELISIK PROYEK IKN (IBU KOTA NEGARA) DALAM

IMPLEMENTASI KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN


USAHA
Abstract
This research examines the study of the IKN project and its implementation in
cooperation between the government and business entities. The research used in this
research is a qualitative research which is described descriptively. Various sources were
processed in this study such as books, research results, journals, and research articles.
The results of this study indicate that the plan to relocate the capital is driven by at least
2 considerations, namely creating equitable development and realizing good
governance. The implications of relocating the capital based on equitable development
are not only the determination of new capital which must be based on geo-economy but
also demands new policy instruments that are specific to ensuring equitable distribution
of economic growth and development. On the other hand, relocating the capital based
on realizing good governance will not only create professional, clean, and visionary
government management, but will also produce policies that are not solely based on an
orientation towards equitable development, but are also aimed at improving all aspects
of life. state fairly and proportionally. One way this can be done is through the
development of the business sector such as MSMEs in the new capital. Good
cooperation is needed between the government and business entities and the community
to manage and develop it.
Keywords: Business Entity, Capital City, Government

Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang kajian tentang proyek IKN serta implementasinya pada
kerjasama pemerintah dan badan usaha. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kualitatif yang dijabarkan secara deskriptif. Berbagai sumber diolah
dalam penelitian ini seperti buku, hasil penelitian, jurnal dan artikel penelitian. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwasannya Rencana pemindahan Ibu Kota
setidaknya didorong oleh dua pertimbangan yaitu menciptakan pemerataan
pembangunan dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Implikasi pemindahan Ibu
Kota yang didasarkan kepada pemerataan pembangunan tidak hanya kepada penentuan
ibukota baru yang harus berdasar kepada geo-ekonomi, tetapi juga menuntut instrumen
kebijakan baru yang dikhususkan kepada kepastian pemerataan pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan. Sebaliknya, pemindahan ibukota yang didasarkan kepada
mewujudkan tata pemerintahan yang baik tidak hanya akan mencitakan pengelolaan
pemerintahan yang profesional, bersih dan visioner, tetapi juga akan melahirkan
kebijakan yang tidak semata-mata didasarkan kepada orientasi pemerataan
pembangunan, tetapi juga ditujukan untuk perbaikan terhadap segala aspek kehidupan
bernegara secara adil dan proporsional. Ini bisa dilakukan salah satunya adalah melalui
pengembangan sektor usaha seperti UMKM di ibukota baru. Sehingga sangat
diperlukan Kerjasama yang baik anatar pemerintah dengan badan usaha serta
masyarakat untuk mengelola dan mengembangkannya.
Kata kunci: Badan Usaha, Ibukota, Pemerintah
PENDAHULUAN
Peristiwa ibukota pindahnya ibukota negara telah dilakukan oleh beberapa
negara, dengan berbagai alasan. Memberikan gambaran bahwa pemindahan ibu kota
negara merupakan peristiwa yang tidak tabu dan dilakukan dengan tujuan untuk
memecahkan masalah demi kebaikan maupun kemajuan bangsa dan negara.
Pemindahan ibukota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat dimungkinkan
karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Perubahannya
tidak diatur secara tegas. Dalam Bab II ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia tertulis “Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sekurang-
kurangnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara” (Sutoyo & Almaarif, 2020).
Dalam UUD tidak ada pasal yang menyebutkan di mana dan bagaimana modal negara
diatur. Dengan demikian terdapat fleksibilitas yang tinggi dalam pengaturan termasuk
pemindahan ibu kota negara. Dalam pemindahan ibu kota negara tentunya diperlukan
alasan yang kuat dan mendasar tentang efektifitas fungsinya (Nasution, 2017).
Pemerintah Indonesia mengumumkan akan memindahkan ibu kota negara dari
Jakarta ke Kalimantan Timur pada 16 Agustus 2019. Namun, hanya sektor
pemerintahan dan administrasi yang akan direlokasi, menjadikan Jakarta sebagai pusat
ekonomi Indonesia. Ada wacana alternatif pertama pola pikir dan keberangkatan ibu
kota, bahwa kondisi Jakarta sebagai ibu kota negara yang terlalu lama hingga saat ini
tidak ideal bagi pemerataan pembangunan nasional. Kalau kita lihat semua yang ada di
Jakarta, mulai dari ibu kota negara, kantor pemerintahan, kantor pusat BUMN, pusat
perdagangan, konsentrasi penduduk, pusat industri dan lain-lain (Herdiana, 2022).
Kondisi ini tentu tidak ideal, fungsi yang satu seringkali menghambat fungsi yang lain
yaitu keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Idealnya, beberapa fungsi tersebut perlu
dipindahkan ke kota lain. Perpindahan kegiatan ekonomi akan sangat sulit, namun
bukan tidak mungkin fungsinya sebagai ibukota dipindahkan ke kota lain guna
meningkatkan daya dukung kota lama agar nyaman ditinggali dan memberikan peluang
kota baru dan kawasannya untuk ikut berkembang (Jauchar et al., 2022).
Faktor sosial dan ekonomi selalu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
setiap kota. Elemen sosial dan ekonomi sangat penting untuk pembangunan suatu
bangsa, dan mereka terkait dengan kemajuan ekonomi suatu negara. Demikian pula,
variabel sosial dan ekonomi sangat penting untuk memilih modal suatu negara. Selain
sebab-sebab lain, semua negara lain memindahkan modalnya berdasarkan pertimbangan
sosial dan ekonomi. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang fokus pada faktor
sosial dan ekonomi untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta. Faktor-faktor ini
mungkin termasuk juga pendapatan dan Pendidikan (Sumantri, 2022). Pemindahan ibu
kota perlu dilakukan karena Jakarta merupakan salah satu kota yang mengalami
masalah pendapatan dan pendidikan warganya. Selain itu, unsur sosial dan ekonomi
terdiri dari pekerjaan, keamanan lingkungan, dan dukungan sosial. Semua faktor ini
mempengaruhi kehidupan masyarakat dan mempengaruhi kemampuan untuk tetap sehat
dan memenuhi standar hidup yang baik. Seperti yang disebutkan dalam studi saat ini,
jumlah penduduk Jakarta meningkat secara signifikan (Fitriana et al., 2020).
Berbeda dengan Jakarta, ibu kota baru yang terletak di pusat geografis
Indonesia, yang diharapkan dapat meningkatkan semboyan nasional Bhinneka Tunggal
Ika, atau kesatuan dalam keragaman, dengan 300 suku bangsanya. Ibukota baru yakni
Indonesia, Nusantara atau Ibu Kota Nusantara IKN, akan diresmikan pada Agustus
2024 dengan perayaan hari nasional Indonesia. Ibukota negara diharapkan menjadi kota
yang cerdas, berkelanjutan, dan tangguh. Teknologi sebagai enabler pembangunan
smart city akan dimanfaatkan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan perkotaan.
Untuk kesejahteraan masyarakat, inovasi teknologi harus berkontribusi pada
pengembangan model baru pertumbuhan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk
menjadikan ibu kota lebih modern dan berkelanjutan. Tiga prinsip utama
pengembangan IKN adalah konsep forest city, sponge city, dan smart city (Aji &
Khudi, 2021).
IKN ini adalah kota hijau dengan luas 256.142 hektar, di mana 65% wilayahnya
didedikasikan untuk hutan tropis, 10% untuk taman dan produksi pangan, dan sisanya
sebagai kawasan perkotaan dengan berbagai zona penggunaan dan lingkungan
campuran. Kota hijau akan memanfaatkan banyak sumber daya terbarukan, mulai dari
energi hijau hingga mobilitas udara perkotaan. Ini berarti bahwa kota tersebut
berpotensi untuk menjadi netral karbon, menyerap lebih banyak CO2 daripada yang
dipancarkannya. Pendekatan berkelanjutan penting untuk memastikan pemenuhan
kebutuhan masa depan dengan menjaga kelangsungan sumber daya yang berkelanjutan.
Perkembangan IKN merupakan identitas bangsa sekaligus peluang besar untuk
mendorong pembangunan ekonomi dan modernisasi infrastruktur. Pengembangan IKN
akan menjadi tulang punggung pembangkit ekonomi Indonesia, karena memberikan
manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Pengembangan kota IKN modern akan
memungkinkan keunggulan kompetitif dalam ekonomi global dan berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi dan sosial Indonesia. Rencana induk IKN ini mencerminkan
teknologi terkini, fokus pada inovasi dan menciptakan ekosistem yang diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup warga melalui banyak agenda diantaranya adalah di sektor
usaha (Jauchar et al., 2022). Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan
melakukan kajian terkait menelisik proyek IKN dalam implementasi kerjasama
pemerintah dan badan usaha.

KERANGKA KONSEPTUAL
Konsep Ibu Kota
Ibukota berkaitan dengan politik-administrasi meskipun untuk menggambarkan
organisasi dan kekuasaan politik suatu daerah. Oleh karena itu, ibu kota memiliki peran
penting sebagai eksistensi politik negara untuk menciptakan pendidikan dan peluang
ekonomi dan politik yang lebih baik dibandingkan dengan kota lain. Dalam penelitian
ini pemindahan ibu kota baru di Indonesia telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo
sejak 26 Agustus 2019. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2019) ada
empat alasan utama:
1. Penduduk Jakarta menjadi padat
2. Kontribusi Ekonomi
3. Pasokan Krisis Air
4. Konversi Lahan di Pulau Jawa Mendominasi (Fitriana et al., 2020).
Dalam hal ibu kota baru sebagai representasi identitas nasional, ciri-ciri ibu kota
baru antara lain
1. Ibu kota baru sebagai simbol identitas nasional
2. Dengan konsep Green, Smart, Beautiful dan Sustainable
3. Ibukota negara yang Modern dan bertaraf internasional
4. Ibukota Negara dengan pemerintahan yang baik berdaya guna dan berhasil guna.
Menurut Analisis Data Statistik Nasional (2017) Indonesia memiliki total luas
1.905 Km2 yang dipisahkan dari 34 provinsi dan 267 Juta penduduk. Pada awalnya ada
tiga calon ibu kota baru di Indonesia yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur. Berdasarkan analisis terdapat beberapa kriteria ibu kota negara
yakni sebagai berikut:
1. Lokasi yang strategis, secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia untuk
mewakili keadilan dan mendorong percepatan pembangunan Kawasan Timur
Indonesia atau Indonesia Centric.
2. Lahan luas milik pemerintah/swasta untuk menekan biaya investasi.
3. Tanah harus bebas dari gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, dan
kebakaran hutan dan gambut.
4. Tersedia sumber air yang cukup dan bebas dari pencemaran lingkungan.
5. Dekat dengan kota eksisting yang telah dikembangkan untuk efisiensi investasi
awal infrastruktur dan potensi konflik sosial rendah serta memiliki budaya
terbuka terhadap pendatang (Manan & Suprayitno, 2020).
Jika ditinjau lebih dalam ada lima alasan mengapa relokasi ini harus bermanfaat
bagi Jakarta, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Akan mengurangi kemacetan lalu lintas yang padat.
2. Membantu memperlambat degradasi lingkungan seperti polusi udara dan air.
3. Membantu mengurangi kerentanan Jakarta terhadap risiko bencana alam seperti
gempa bumi dan/atau tsunami, gunung berapi, dan banjir
4. Akan memitigasi tingkat konsentrasi ekonomi dan populasi.
5. Mengurangi penurunan muka tanah akibat pemompaan air tanah (Berawi, 2022).

METODE
Penelitian yang dilakukan penulis ini masuk kedalam penelitian kualitatif
dengan desain penelitian yakni deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif ini didapatkan
dari berbagai sumber diantaranya adalah buku, artikel dan jurnal penelitian serta
beberapa bahan literatur lainnya (Afrizal, 2016). Disamping itu, penulis juga melakukan
pengkritisian dan pengkajian gagasan, temuan ilmiah serta pengetahuan yang
berkontribusi positif pada perkembangan ilmu pengetahuan dan orientasi akademik.
Tidak hanya itu, hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sedikit banyak
kontribusi dan manfaat yang positif baik jika ditinjau dari metodologi pada tema yang
dikaji oleh penulis maupun secara teori yang digunakan untuk menjelaskan bbeberapa
isu, fenomena serta fakta yang terjadi di masyarakat (Arikunto, 2010). Data serta fakta
inilah yang pada akhirnya akan dilakukan pengembangan oleh penulis untuk
dikumpulkan menjadi informasi yang berhubungan dengan tema penelitian yang dikaji
penulis.
ANALISIS DAN DISKUSI
Pemindahan Ibukota dari Jakarta: Alasan dan Tantangan
Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas, ada dua
alasan utama mengapa langkah itu mendesak. Pertama, akan mendorong pembangunan
di pulau-pulau terluar, sehingga mengurangi ketidakseimbangan regional yang terus-
menerus antara Jawa dan tempat-tempat tersebut. Pulau Jawa dihuni oleh hampir 150
juta orang atau 56% dari total penduduk Indonesia. Pulau Jawa juga memberikan
kontribusi ekonomi terbesar, yaitu 58,5% dari total PDB. Kontribusi Wilayah
Metropolitan Jakarta sendiri terhadap PDB nasional adalah 20,8%.4 Terlepas dari
kebijakan sebelumnya untuk meredistribusi penduduk dan kegiatan ekonomi ke pulau-
pulau lain, seperti transmigrasi, desentralisasi, dan kawasan ekonomi khusus, Jawa tetap
sangat dominan dalam hal jumlah penduduk dan penduduk. sumber daya ekonomi
(Adinugroho et al., 2022).
Sementara itu, banyak daerah di Jawa yang menghadapi kelangkaan air. Di
Jakarta, khususnya, kepadatan penduduk yang tinggi memberikan tekanan besar pada
sumber daya air yang terbatas. Kota ini sebenarnya sudah tergolong berstatus
kelangkaan air mutlak. Situasinya juga tidak akan membaik. Kajian Lingkungan Hidup
Strategis untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-
2024 baru-baru ini memperkirakan bahwa seluruh pulau Jawa akan memiliki status
kelangkaan air mutlak yang sama pada tahun 2040. Oleh karena itu, pemerintah
mengandalkan relokasi ibu kota untuk menarik investasi ke wilayah baru, mendorong
pertumbuhan ekonomi di sana dan dengan demikian mempromosikan pemerataan
regional (Martinez & Masron, 2020).
Kedua, langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan pada Jakarta,
yang memiliki kapasitas lingkungan yang terbatas untuk mendukung pertumbuhan
penduduk lebih lanjut. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Jakarta akan
mencapai puncaknya pada tahun 2040 sebesar 11,3 juta orang, naik dari 10,5 juta pada
tahun 2018. Dan itu bukanlah keseluruhan ceritanya. Pertumbuhan penduduk yang cepat
juga akan terjadi di daerah-daerah yang berdekatan seperti Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi. Berdasarkan perkiraan BPS, wilayah Jabodetabek sudah berpenduduk
sekitar 33 juta jiwa (Muzady & Berawi, 2022).
Sebagian besar orang yang bekerja di Jakarta kini tinggal di pinggiran kota,
mengakibatkan volume lalu lintas komuter harian yang sangat besar. Hal ini terlihat dari
pesatnya peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta. Namun, infrastruktur gagal
mengimbangi. Pada tahun 2020, sebuah studi bersama oleh Bappenas dan JICA
menemukan bahwa Jakarta memiliki kemacetan lalu lintas terburuk di dunia. Hal ini
merugikan kota $4,5 miliar per tahun, hilangnya waktu produktif bagi individu; tidak
efisiennya penggunaan sumber daya berupa kendaraan bermotor; penggunaan bahan
bakar yang berlebihan; kesehatan yang buruk akibat polusi udara; dan seterusnya.
Seiring waktu, masalah tersebut berdampak buruk pada kualitas hidup dan tata kelola,
serta efisiensi bisnis. Kemacetan lalu lintas juga berkontribusi terhadap polusi udara
yang memburuk di Jakarta. Pada 2020, diperkirakan penduduk kota harus mengeluarkan
$3,7 miliar untuk pengobatan penyakit yang berkaitan dengan polusi udara (Toontje,
2020).
Beberapa kritikus berpendapat bahwa usulan pemindahan ibu kota menunjukkan
ketidakmampuan pemerintah untuk menyelesaikan masalah Jakarta yang kompleks.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah mengatakan bahwa langkah tersebut tidak berarti
bahwa mereka akan mengabaikan masalah yang dihadapi Jakarta. Bahkan, Jakarta
berencana untuk memodernisasi megacity tersebut dengan menginvestasikan Rp 571
triliun atau $40 miliar selama sepuluh tahun ke depan. Fungsi inti Jakarta sebagai pusat
keuangan, bisnis, dan perdagangan tidak akan terganggu, sementara ibu kota baru akan
menjadi pusat administrasi (Farida, 2021).
Tantangan terbesar terhadap rencana tersebut mungkin datang dari pegawai
negeri sipil di lembaga pemerintah pusat. Sebuah survei yang dilakukan oleh Indonesia
Development Monitoring pada 7-20 Agustus 2019 mengungkapkan bahwa 94,7% dari
1.225 responden yang merupakan staf pemerintah pusat menolak rencana pemindahan
ibu kota ke Kalimantan. Alasan yang disebutkan adalah ketakutan akan rendahnya
kualitas fasilitas kesehatan dan pendidikan, dan bahwa gaji mereka tidak akan cukup
untuk bertahan hidup di ibu kota baru. Dengan demikian, sebagian besar dari mereka
menganggap pensiun dini dari kantor sebagai pilihan pribadi. Ini dimungkinkan bagi
mereka yang berusia 45 tahun atau lebih dan telah melayani selama lebih dari 20 tahun
(Salim & Negara, 2019).
Kekhawatiran lain datang dari beberapa ahli yang mempertanyakan motivasi
relokasi. Konservasionis dan media internasional mengkhawatirkan biaya lingkungan
terhadap keanekaragaman hayati di Kalimantan. Selain itu, kawasan yang dipilih
sebagian besar adalah rawa atau lahan gambut. Dengan demikian, membangun ibu kota
baru di sana berisiko dan akan membutuhkan pengeringan rawa, dan menimbulkan
biaya yang tidak dapat dipertahankan. Selain itu, kendala pembiayaan dapat menunda
pelaksanaan rencana (Nasution, 2017). Bappenas memperkirakan total biaya mencapai
Rp 485,2 triliun, dengan asumsi negara harus membebaskan 40.000 hektar tanah dan
memindahkan 1,5 juta orang, termasuk aparatur negara, pegawai negeri, polisi dan
personel militer. Anggaran pemerintah diperkirakan mencakup sekitar 19% dari total
pembiayaan yang dibutuhkan. Untuk mengisi gap tersebut, pemerintah akan
mengundang BUMN dan pelaku swasta untuk ikut serta dalam pembiayaan. Ini akan
dilakukan melalui berbagai jalur, termasuk pertukaran atau penyewaan aset negara di
Jakarta untuk kepentingan pribadi. Pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal
bagi BUMN dan pelaku swasta untuk pindah ke daerah baru (Aji & Khudi, 2021).
Implementasi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) pada Ibukota
Negara Baru
Dengan terus meningkatnya kebutuhan akan infrastruktur baik di tingkat
nasional maupun daerah, kontribusi pembangunan yang diharapkan dapat diperoleh dari
swasta atau yang umum disebut Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha menjadi tak
terelakkan. Strategi penyediaan infrastruktur dengan modalitas KPBU dianggap sebagai
strategi yang tepat ditengah keterbatasan anggaran dan pertumbuhan penerimaan
perpajakan yang terbatas. Di tingkat nasional, perkembangan pembiayaan dengan
skema KPBU sendiri secara perlahan namun pasti terus meningkat. Terhitung per
Agustus 2017, terdapat 8 proyek KPBU dengan nilai Rp53,61 triliun yang telah
mencapai tahap pemenuhan pembiayaan (financial close) dan 5 proyek dengan nilai
Rp61,6 triliun telah memasuki tahap konstruksi (Kemenkeu, 2018).

Di tingkat Pemerintah Kabupaten dan Kota, opsi penggunaan skema KPBU


sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur di
daerah perlu dipertimbangkan. Kepala Pemerintahan suatu daerah dapat mengeksplorasi
opsi penerapan Skema Pembayaran Ketersediaan Layanan atau Availability
Payment sebagai solusi integratif bagi Pemerintah Daerah untuk mengatasi keterbatasan
anggaran, sehingga dapat me-leverage kemampuan fiskal daerah dan melakukan
percepatan penyediaan layanan kepada masyarakat. Selain itu, penerapan KPBU akan
mengurangi kebutuhan biaya operasional untuk melakukan maintenance karena
penerapan life cycle costing dari layanan yang akan diadakan tersebut telah
diperhitungkan dari awal (Toontje, 2020).

Skema KPBU yang menekankan pada penyediaan layanan dan bukan pada
pembangunan fisik akan meningkatkan penggunaan anggaran yang lebih efektif serta
tepat sasaran. Selain itu, pembayaran berbasis kinerja (Performance Based Payment)
kepada Badan Usaha berdasarkan standar spesifikasi output layanan yang disepakati
diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di daerah.
Transfer teknologi, pengetahuan, dan inovasi dari badan usaha diharapkan akan
meningkatkan kualitas SDM di daerah. Adapun penerapan KPBU lebih memberikan
kepastian waktu pada tahap konstruksi fisik, di mana risiko konstruksi ada di pihak
swasta dan bukan ditanggung oleh Pemerintah Daerah sebagaimana umumnya pada
mekanisme pengadaan tradisional (Kemenkeu, 2018).

Terkait dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha pada calon ibukota baru
ini sangat diperlukan. Pemerintah secara resmi menyampaikan Kaltim sebagai calon
IKN melalui hasil kajian pemerintah terkait rencana pemindahan ibu kota negara
Indonesia. Hasil kajian disampaikan melalui Surat Presiden yang ditujukan kepada
Ketua DPR RI Nomor R-34/Pres/08/2019 tentang Penyampaian Hasil Kajian dan
Permohonan Dukungan Pemindahan Ibu Kota. Berdasarkan data statistik, alasan
pemerintah mendapat dukungan argumentatif. Data tersebut menunjukkan bahwa
kesenjangan pembangunan daerah sangat tajam antara dan di luar Jawa (Herdiana,
2022). Penyebaran penduduk yang tidak merata memperparah kondisi tersebut. Dengan
demikian, relokasi IKN sebagai strategi untuk menjadikan suatu wilayah pertumbuhan
ekonomi dan sekaligus mendorong pembangunan wilayah sekitarnya mendapat
dukungan teoritis dan praktis. Bagi dinamika perekonomian daerah, Provinsi Kaltim
sebagai lokasi IKN baru merupakan modalitas penting untuk mendorong pemerataan
pertumbuhan, khususnya di wilayah timur (Sumantri, 2022).

Kondisi ini didukung oleh realisasi penanaman modal dalam dan luar negeri
yang tertinggi di Kalimantan dan Indonesia Timur. Data tersebut menunjukkan bahwa
Pulau Kalimantan menyumbang 13,64% (Rp52.704,9 miliar) dari realisasi PMDN dan
7,56% (US$2.131,4 juta) realisasi PMA nasional pada tahun 2019. Investasi ini juga
menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi terbesar di
seluruh provinsi di Kalimantan dari 2017-2019. Hal tersebut juga menjadikan
Kalimantan Timur sebagai IKN, artinya faktor ekonomi, sosial budaya, politik, serta
geografi menjadikan IKN di Kalimantan Timur pilihan yang tepat. Maka untuk
mendukung pengalihan IKN, pemerintah kini telah mengeluarkan anggaran untuk IKN,
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2021
tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022. Perpres tersebut diterbitkan dan berlaku
efektif pada 9 September 2021. Dalam peraturan tersebut, kepala negara menyatakan
bahwa dana pengembangan IKN dilakukan dalam rangka pembangunan daerah untuk
mengurangi ketimpangan dan menjamin pemerataan. Berdasarkan dokumen Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) 2022, pemerintah pusat menganggarkan sekitar Rp 510 miliar
untuk pembangunan ibu kota negara baru tahap satu (Jauchar et al., 2022).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan KPBU oleh


Pemerintah yang antara lain menyebutkan bahwa KPBU haruslah sudah memasukkan
KPBU sebagai opsi pada proses perencanaan serta prioritisasinya. Bagi proyek yang
potensial KPBU maka perlu disusun kajian prastudi kelayakan yang berkualitas untuk
meyakinkan serta menarik calon badan usaha pelaksana untuk melakukan investasi.
Untuk melakukan hal-hal ini, Pemerintah perlu menyiapkan SDM yang kompeten dan
mampu menjalin koordinasi dengan stakeholders guna melakukan keseluruhan tahapan
proses KPBU. Mengingat kontrak jangka panjang dengan badan usaha umumnya akan
melewati masa jabatan seorang pimpinan, maka dibutuhkan pula dukungan politik yang
kuat guna menjaga konsistensi dari komitmen untuk menunaikan kewajibannya .

Indikator Pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara adalah pemerataan


ekonomi secara luas sehingga bagian pemulihan beberapa ekonomi di wilayah Indonesia.
Aktivitas pemerintahan dan bisnis yang berpusat di pulau jawa khususnya DKI Jakarta
tentu akan menghambat proses pertumbuhan ekonomi dan pemulihan ekonomi pada
masing-masing wilayah di seluruh Indonesia. Kawasan-kawasan di wilayah Indonesia
tentu memiliki karakter dalam pengembangan ekonomi di wilayahnya. Pemerataan
ekonomi sebagai bagian untuk memulihkan ekonomi yang tidak merata di berbagai
wilayah sehingga perpindahan ibu kota negara sebagai daya tarik wilayah timur untuk
memajukan kawasan industri untuk pertumbuhan ekonomi di daerah. Adanya
kesenjangan daerah akan menghambat angka pertumbuhan ekonomi secara nasional
sehingga pemerintah diharapkan mampu melakukan pemerataan ekonomi sekaligus
mengurangi kesenjangan terutama pada faktor ekonomi.

Perpindahan ibu kota negara tentu menjadi tantangan tersendiri untuk


pengembangan UMKM di wilayah Provinsi Kalimantan Timur sebagaimana peran
UMKM sebagai bagian pemulihan ekonomi dan pemerataan ekonomi di seluruh
wilayah Indonesia. Peran dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga
yang menjaga iklim persaingan usaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
sebagaimana konsideran menimbang yaitu demokrasi dalam bidang ekonomi
menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk
berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam
iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar dan setiap orang yang berusaha di
Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar (Jamilah, 2020).
Pemulihan ekonomi nasional harus dimulai dari upaya pemulihan terhadap
sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Adapun UMKM memiliki peranan
penting terhadap perekonomian Indonesia terutama ketika terjadi krisis. Secara teori
ekonomi, tidak mungkin bisa pulih kalau kita tidak segera memulihkan UMKM-nya.
Hal itu karena sebanyak 99 persen pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM. (Jamilah,
2020) Pemerintah juga memberikan dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada
sebanyak 8,33 juta debitur, usaha mikro (UMi) sebanyak 1 juta debitur, membina
ekonomi keluarga sejahtera sebanyak 6,08 juta debitur, dan pegadaian untuk 10,6 juta
debitur.“ Berdasarkan data APEC tahun 2018 jumlah UMKM mencapai 97 persen dari
total keseluruhan usaha dan berkontribusi 50 persen terhadap tenaga kerja. UMKM juga
berkontribusi signifikan GDP mencapai 20 persen - 50 persen. Terdapat garis waktu
rencana pembangunan ibu kota baru yakni

1. 2017 – 2019 penyusunan dan penyelesaian kajian


2. 2020 penyiapan regulasi dan kelembagaan, penyusunan masterplan kota,
perencanaan kawasan
3. 2021 penyediaan lahan, penyusunan Detail Engineering Design (DED)
kawasan, dan groundbreaking pembangunan ibu kota baru
4. 2022-2024 pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan dan sebagian
kawasan ibu kota negara
5. 2025-2029 pembangunan ibu kota negara (Aldilla & Michael, 2022).

Perpindahan ibu kota negara dengan garis waktu rencana pembangunan tentu
memiliki proses secara bertahap sehingga perlunya kajian yang mampu memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat pasca perpindahan ibu kota negara di Provinsi
Kalimantan Timur (Shimamura & Mizunoya, 2020). Pada perayaan 21 tahun KPPU
tentu bukanlah usia yang relatif muda namun ada tantangan tersendiri dalam menyikapi
persaingan usaha sebagaimana perannya dalam pemulihan ekonomi nasional dengan
meningkatkan kinerja dalam menegakan hukum persaingan usaha serta kemitraan
usaha yang sehat di masa awal pandemi perekonomian nasional mengalami penurunan
yang sangat dalam, pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi mencapai minus
5,32%, akan tetapi realisasi PDB kuartal pertama tahun ini tumbuh 5,62% jika
dibandingkan dengan kuartal kedua 2020. Hal ini merupakan tanda positif bagi
pemulihan ekonomi nasional, KPPU menjaga momentum ini dengan meningkatkan
kinerja persaingan demi terciptanya persaingan usaha sehat di Indonesia (KPPU,
2021).

KESIMPULAN

Tulisan ini menyimpulkan bahwa pembangunan ibu kota baru akan berimplikasi
besar pada pemerataan kesejahteraan nasional karena selama ini pembangunan terpusat
di pulau Jawa dan Sumatera, sedangkan daerah lain cenderung menjadi alternatif atau
bahkan terabaikan. Pemerintah mengklaim Kaltim menjadi lokasi baru IKN karena
provinsi ini memiliki lokasi yang aman dengan ancaman bencana yang minim dan
aksesibilitas lokasi yang tinggi ke kota berkembang. Kemudian ketersediaan sumber air
baku, ketersediaan lahan yang luas milik pemerintah atau BUMN. Dengan demikian,
mengurangi biaya yang dibutuhkan, dan potensi konflik sosial menjadi rendah.
Kawasan Ibu Kota Negara (IKN) merupakan proyek strategis nasional yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan nasional. Beberapa
data menjelaskan secara empiris materi penjelas yang dibahas. Dalam jangka pendek,
mengembangkan IKN dapat mendorong kegiatan ekonomi melalui investasi
infrastruktur di IKN dan sekitarnya, mendorong perdagangan antar daerah, dan
membuka peluang penciptaan lapangan kerja. Jadi, ada penyerapan tenaga kerja. Dalam
jangka menengah dan panjang, pengembangan IKN dapat memberikan pertumbuhan
ekonomi baru bagi IKN dan sekitarnya karena adanya peningkatan berbagai kegiatan
ekonomi dan berkembangnya sektor-sektor ekonomi baru salah satunya adalah melalui
pengembangan sektor usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W. C., Prasetyo, L. B., Kusmana, C., & Krisnawati, H. (2022). Tracking
Environmental Quality of Indonesia’s New Capital City and its Surrounding Area.
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 950(1).
https://doi.org/10.1088/1755-1315/950/1/012077
Afrizal. (2016). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. PT. Raja Grafindo Persada.
Aji, S. B., & Khudi, A. F. (2021). Indonesia’s National Strategic Project, Displacement,
and the New Poverty. Journal of Southeast Asian Human Rights, 5(2), 136–153.
https://doi.org/10.19184/jseahr.v5i2.23399
Aldilla, M. R., & Michael, T. (2022). Impact of Moving the New Capital To
Kalimantan. Jurnal Abdikarya: Jurnal Karya Pengabdian Dosen Dan Mahasiswa,
5(1), 58–65. https://doi.org/10.30996/abdikarya.v5i1.6734
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Rineka Cipta.
Berawi, M. A. (2022). City of Tomorrow: The New Capital City of Indonesia.
International Journal of Technology, 13(4), 690–694.
https://doi.org/10.14716/ijtech.v13i4.6011
Farida, F. (2021). Indonesia’s capital city relocation: A perspective of regional
planning. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah, 9(3), 221–
234. https://doi.org/10.22437/ppd.v9i3.12013
Fitriana, K., Gunawan, W., & Sudana, D. (2020). An Attitudinal Analysis of Social
Actor on Indonesia Capital City Movement. 4th International Conference on
Language, Literature, Culture, and Education, 509(Icollite), 373–378.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.201215.058
Herdiana, D. (2022). Pemindahan Ibukota Negara: Upaya Pemerataan Pembangunan
ataukah Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik. Jurnal Transformative, 8(1),
1–30. https://doi.org/10.21776/ub.transformative.2022.008.01.1
Jamilah. (2020, October). Pemulihan Ekonomi Nasional Dimulai dari UMKM. TURT.
Jauchar, Budiman, Idris, A., Nasir, B., & Khaerunnisa, A. (2022). The Impact of IKN
on Socio-Economic Development in Penajem Paser Utara (PPU) and Kutai
Kartanegara. Journal of Governance and Public Policy, 9(2), LAYOUTING.
https://doi.org/10.18196/jgpp.v9i2.14083
Kemenkeu. (2018). Pembangunan Daerah melalui Skema Kerja Sama Pemerintah dan
Badan Usaha. Kemenkeu.Go.Id.
https://kpbu.kemenkeu.go.id/read/77-224/umum/kajian-opini-publik/pembangunan
-daerah-melalui-skema-kerja-sama-pemerintah-dan-badan-usaha
KPPU. (2021). Kompetisi. https://doi.org/10.4324/9780429455063-5
Manan, A. M. bin A., & Suprayitno, H. (2020). Preliminary Overview of Several
Capital Relocations in Relationship with a Plan of Indonesian Capital Relocation.
Journal of Infrastructure & Facility Asset Management, 2(1), 73–90.
https://doi.org/10.12962/jifam.v2i1.6966
Martinez, R., & Masron, I. N. (2020). Jakarta: A city of cities. Cities, January.
Muzady, R., & Berawi, M. A. (2022). Development of Smart Sustainable City
Conceptual Design for Indonesia ’ s New Capital City. Proceedings of the 7th
North American International Conference on Industrial Engineering and
Operations Management, 2678–2686.
Nasution, A. (2017). The government decentralization program in indonesia. Central
and Local Government Relations in Asia: Achieving Fiscal Sustainability, 601,
276–305. https://doi.org/10.4337/9781786436870.00017
Salim, W., & Negara, S. D. (2019). Shifting the Capital from Jakarta : Reasons and
Challenges. Perspective, 2019(79), 1–9.
Shimamura, T., & Mizunoya, T. (2020). Sustainability prediction model for capital city
relocation in Indonesia based on inclusive wealth and system dynamics.
Sustainability (Switzerland), 12(10). https://doi.org/10.3390/su12104336
Sumantri, S. H. (2022). Analyzing Defense and National Security Aspects from The
Republic of Indonesia’s Prospective New Capital City. Croatian International
Relations Review, 28(89), 246–258. https://doi.org/10.2478/CIRR-2022-0014
Sutoyo, E., & Almaarif, A. (2020). Twitter sentiment analysis of the relocation of
Indonesia’s capital city. Bulletin of Electrical Engineering and Informatics, 9(4),
1620–1630. https://doi.org/10.11591/eei.v9i4.2352
Toontje, R. W. (2020). Energy future for the new Indonesia ’ s capital city : An energy
modelling approach. In Thesis. Universiteit Twente.

You might also like