You are on page 1of 10

63

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

RESPON CACING PENGGALI TANAH Ponthoscolex Corethrurus


TERHADAP BERBAGAI KUALITAS SERESAH

Herwin Setyaningsih, Kurniatun Hairiah*, Widyatmi Sih Dewi


Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
* penulis korespondensi: kurniatun.h@ub.ac.id

Abstract
Forest conversion to agriculture systems leads to change on litter input (quantitatively and
qualitatively) resulting lower diversity, population density and biomass of earthworm. Litter with
ratio C/N <20, or ratio of (lignin (L)+polifenol (P))/N <10 classified as high quality which
decomposed rapidly. Six types of litter application were tested i.e. prunning of cofee with the
lowest (L+P)/N of 7.5, Gliricidia (L+P)/N of 10, avocado with (L+P)/N of 31, Cofee+Gliricidia
with (L+P)/N of 12, Cofee+Gliricidia+ avocado with the highest (L+P)/N of 64. As control soil
without litter application was used. Applying tree litters regardless their quality increased
significantly (p<0.05) all growth parameters of earthworm, except for Gliricidia application lead to
higher level of earthworm mortality starting at 20 days after treatment. Applied a low quality of
avocado litter to the soil produced the highest biomass (0.79 g/indiv.), diameter (2.42 mm/indiv.)
and length (6.13 cm/indiv.). Mixing coffee litter with Gliricidia litter increased earthworm mortality
(5.5% to 42.5%) and reduced production of cocoon (2 become 0 cocoons) compared to coffee
applied alone. Coffee+Gliricidia+Avocado lead to longer live earthworm up to 80 days Apparently
Gliricidia litter producing chemical substances which harmful to earthworm.
Keyword: earthworm, litter quality, forest conversion

Pendahuluan didominasi oleh speseis tunggal Pontoscolex


corethrurus (Fragoso et al., 1997; Giller et al.,
Biodiversitas merupakan salah satu aspek yang 1997). Dewi et al. (2007) melaporkan hasil studi
memiliki peran penting dalam layanan ekologi inventori cacing tanah di Sumberjaya, Lampung
dan produksi agroekosistem. Salah satu Barat bahwa P. corethrurus merupakan spesies
diantaranya adalah cacing tanah yang dominan pada berbagai lahan pertanian setelah
merupakan ecosystem engineer terpenting di daerah alih guna hutan. Suin (1989) menyatakan
tropis (Lavelle and Spain, 2001). Cacing tanah bahwa Pontoscolex corethrurus merupakan spesies
adalah makrofauna yang berperan penting yang banyak ditemukan pada semua lahan
dalam mempengaruhi fungsi hidrologi tanah pertanian di Indonesia. Populasi, sebaran dan
(Blanchart et al., 1999). Aktivitas cacing tanah aktivitas cacing tanah pada umumnya
dalam mencari makan dan membuat saluran- dipengaruhi oleh kualitas masukan bahan
saluran berperan penting dalam dekomposisi organik, kelembaban tanah, dan suhu (Lee,
bahan organik, penyebaran bahan organik, 1985). Interaksi ketiga faktor tersebut juga
siklus nutrisi dan pergerakan air dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi,
(Lavelle et al., 2000). Beberapa hasil penelitian perkembangan embrio, tingkat kedewasaan,
di Mexico dan Brasilia menunjukkan bahwa dan panjang hidup cacing (Lee, 1985; Curry,
alih guna hutan menjadi lahan pertanian 1998). Bahan organik tanah dan seresah yang
intensif menyebabkan perubahan diversitas agak melapuk merupakan sumber makanan
cacing tanah berupa hilangnya spesies native cacing tanah (Lee, 1985; Anderson, 1988).
dan munculnya spesies eksotik, bahkan sering Cacing tanah lebih menyukai bahan organik
http://jtsl.ub.ac.id
64

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

yang berkualitas tinggi atau memiliki nisbah agroforestri yang memperhatikan peran cacing
C/N rendah dan nisbah N/polifenol tinggi tanah.
(Tian, 1992). Seresah yang berkualitas tinggi
adalah seresah yang mempunyai nisbah C/N
<20 (Handayanto, 1994). Peningkatan kualitas
Bahan dan Metode
seresah melalui penambahan seresah jagung Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-
dan Mucuna pruriens (nisbah C/N dari 62 turun Juni 2007 di Jurusan Tanah. Analisis sifat
menjadi 23) mampu meningkatkan tanah, kualitas seresah, dan BOT dilakukan di
pertumbuhan Pontoscolex corethrurus (Ortiz- Laboratorium Kimia, Fisika dan Biologi Tanah
Ceballos et al., 2005). Pada kondisi lahan di pada bulan Juli hingga Agustus 2007. Cacing
daerah bergunung, suhu lebih berpengaruh tanah yang digunakan adalah cacing tanah jenis
terhadap Pontoscolex corethrurus dari pada endogeik yaitu Pontoscolex corethrurus yang
kelengasan tanah dan kandungan bahan diisolasi dari lahan agroforesrti di Desa
organik (Barois et al., 1999). Sumberagung kecamatan Ngantang.Tanah yang
Pontoscolex corethrurus merupakan spesies dipakai adalah tanah Andisol yang diambil dari
cacing yang memiliki daya adaptasi luas, dan lahan agroforestri di Desa Bulukerto
toleran terhadap berbagai kondisi lingkungan, Kecamatan Batu pada kedalaman 0-20 cm.
maka cacing tersebut berpotensi untuk Tanah dikering anginkan dan diayak dengan
dikembangkan sebagai bioteknologi tanah ayakan 2 mm. Bahan organik yang dipakai
dalam konservasi dan memperbaiki kesuburan berasal dari pangkasan ranting dan daun dari
tanah tropika di Indonesia. Penelitian ini berbagai jenis pohon yang sering ditemukan
bertujuan untuk mempelajari respon Pontoscolex pada lahan agroforestri di Desa Pucangsari
corethrurus terhadap berbagai kualitas seresah Kecamatan Purwodadi. Pangkasan bahan
yang biasa ditemukan pada sistem agroforestri organik tersebut dikering anginkan, digiling dan
berbasis kopi di Indonesia. Hasil penelitian ini diayak dengan saringan bermata lubang 2 mm.
akan berguna sebagai bahan pertimbangan Jenis seresah yang dipakai dalam percobaan
dalam menentukan strategi pengelolaan lahan (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis dan karakteristik kimia seresah yang digunakan dalam percobaan.

Sumber :*= Purwanto, 2007; **= Kurniawan, 2007.

Sifat tanah yang dianalisa adalah: C organik 2) penyiapan media, 3) Pemeliharaan dan
(walkey black), total N (kjehdal), tekstur (pipet), pengamatan. Variabel yang diamati adalah
dan pH (H2O dan KCl). Kualitas seresah yang panjang (cm), berat (g/ekor), diameter (mm),
dianalisis meliputi C organik (walkey black), jumlah kokon (buah), produksi kascing (g/pot),
total N (kjehdal), lignin (Georing dan Van suhu media (0C) dan tingkat mortalitas
Soest) dan polifenol (Anderson dan Ingram). (%).Rancangan percobaan yang digunakan
Tahapan dalam penelitian ini meliputi: 1) adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pengambilan contoh tanah, seresah dan cacing, dengan faktor tunggal yaitu kualitas bahan
http://jtsl.ub.ac.id
65

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72


72, 2014

organik 1) tanpa BO 2) kopi, 3) gliricidia, 4) suhu pada tiap perlakuan selama percobaan
alpukad, 5) kopi+gliricidia, 6) relatif konstan, berkisar antara 25 0C sampai 26
kopi+gliricidia+alpukad. Setiap perlakuan 0C.
diulang 4 kali. Pengamatn variabel dilakukan
Pengaruh penambahan seresah terhadap kandungan
sebanyak 5 kali dengan interval
interv 20 hari sekali.
bahan organik tanah
Total perlakuan 120 pot (6 kualitas bahan
organik x 4 ulangan x 5 kali pengamatan = 120 Penambahan seresah kopi, gliricidia, alpukad
pot perlakuan). Analisis data (analisis dan campuran kopi+
kopi+gliricidia+alpukad
keragaman, korelasi dan regresi) dilakukan meningkatkan kandungan total C pada akhir
dengan menggunakan program SPSS versi 12 percobaan (100 hari setelah perlakuan).
dan Excel. Peningkatan nilai total C tertinggi terjadi pada
pemberian seresah gliricidia yaitu sebesar 4.7%
dari total C pada saat awal percobaan (2.4%).
Hasil dan Pembahasan Pada pemberian seresah campuran
Kondisi suhu selama percobaan kopi+gliricidia+alpukad
+alpukad peningkatan total C
hanya sedikit sekali yaitu 0.41%.
Percobaan dilakukan di laboratorium sehingga
kondisi suhu pada ruangan terkontrol. Kondisi

Gambar 1. Nilai total C pada berbagai penambahan seresah pada awal dan akhir percobaan
(K=kopi, G=gliricidia, A=alpukad).

Bahan organik yang dimakan cacing yaitu berkisar antara 28 hingga 30 g/pot,
sedangkan pada pot kontrol (tanpa
Seresah yang ditambahkan ke dalam tanah
penambahan) hanya diperoleh sebesar 0.69
terus berkurang jumlahnya dengan jalannya
g/pot. Berat netto berat kering bahan organik
waktu. Cacing tanah paling menyukai
(BK BO) dihitung dari selisih antara jumla
jumlah
penambahan seresah alpukad, kopi+gliricidia
kopi+
BO yang diperoleh dari dua waktu pengamatan
dan campuran kopi+gliricidia
gliricidia+alpukad (Gambar
(t1 dan t2) dikoreksi dengan jumlah BO dalam
2A). Penurunan jumlah bahan organik (BO)
tanah (kontrol). Perhitungannya adalah sebagai
tersisa terjadi sangat tajam pada hari ke 20 dan
berikut:
ke 40, setelah itu penurunan yang terjadi relatif
kecil. Netto BO yang tersisa selama percobaan BO netto (g/pot) = (BK BOt1
BOt1- BK BOt2)–
disajikan pada Gambar 2B. 2B Pada awal BK BOkontrol
percobaan, hanya 50% dari jumlah total bahan Semakin tinggi nilai BO netto berarti, jumlah
organik (60 g/pot) yang ditambahkan dapat d BO yang dimakan cacing sedikit.
diperoleh kembali lewat pengapungan dalam air

http://jtsl.ub.ac.id
66

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

Gambar 2. Jumlah seresah yang tersisa dalam tanah (A) dan berat netto seresah tersisa dalam tanah
(B) pada berbagai waktu pengukuran selama percobaan (K=kopi,G=gliricidia, A=alpukad).

dengan jalannya waktu, rata-rata panjang cacing


Pemberian bahan organik alpukad, sebesar 4.6 cm/ekor (Gambar 3A). Hasil
kopi+Gliricidia dan campuran analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi
kopi+Gliricidia+alpukad merupakan bahan penambahan berbagai kualitas seresah dan
organik yang paling disukai cacing tanah, waktu pengamatan berpengaruh sangat nyata
terlihat dari nilai netto bahan organik yang (p<0.01) terhadap panjang tubuh cacing tanah.
tersisa pemberian seresah tersebut Penambahan seresah alpukat menyebabkan
menunjukkan nilai yang rendah jika peningkatan panjang tertinggi (Gambar 3B).
dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya Pemberian berbagai kualitas seresah
.Nilai berat netto seresah yang tersisa untuk memberikan pengaruh yang berbeda nyata
seresah Gliricidia menunjukkan nilai tertinggi, (p<0.05) terhadap panjang tubuh cacing tanah.
ini karena seresah Gliricidia merupakan seresah Pemberian seresah Gliricidia menyebabkan
yang mengadung senyawa beracun sehingga kematian cacing tanah pada hari ke 20.
tidak disukai oleh cacing tanah Pencampuran seresah Giricidia dengan kopi,
(Nagavallemman et al., 2004). mengurangi efek beracun Gliricidia, sehingga
Respon pertumbuhan cacing tanah cacing dapat bertahan hidup sampai hari ke 80.
terhadap penambahan berbagai jenis Semakin beragam campuran seresah
seresah (kopi+Gliricidia+alpukat) menyebabkan
peningkatan panjang tubuh cacing tanah hingga
Panjang tubuh cacing tanah hari ke 100. Penambahan seresah berpengaruh
Panjang tubuh cacing pada saat awal percobaan sangat nyata terhadap panjang rata-rata cacing
untuk semua perlakuan yaitu sekitar 3.5 cm per tanah bila dibandingkan tanpa pemberian
ekor. Panjang tubuh cacing tanah meningkat seresah.

Tabel 2.Rata-rata panjang, berat, dan diameter tubuh cacing tanah selama percobaan.
Seresah Rerata panjang Rerata berat Rerata diameter
cm/ekor g/ekor mm/ekor
Kontrol 5.09b 0.23b 2.19b
Kopi (K) 5.30b 0.43c 2.20b
Glirisidia (G) 0.58a 0.04a 0.25a
Alpukad (A) 6.13c 0.70d 2.42bc
KG 5.05b 0.38c 2.43bc
KGA 5.88c 0.67d 2.94c
keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda artinya berbeda nyata (p<0.05)

http://jtsl.ub.ac.id
67

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

Dari laju peningkatan panjang tubuh cacing berbagai kualitas seresah dan waktu
akibat perlakuan relatif terhadap kontrol berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap
pemberian seresah alpukad dan campuran berat tubuh cacing tanah. Peningkatan berat
kopi+gliricidia+alpukad meningkatkan panjang cacing tertinggi (0.70 g /ekor) terjadi dengan
tubuh cacing tanah dengan laju penambahan penambahan seresah alpukat (Gambar 3).
panjang 0.64 cm/hari/ekor. Pemberian seresah Pemberian berbagai kualitas seresah
gliricidia tidak menunjukkan adanya memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
penambahan panjang tubuh cacing. berat tubuh cacing tanah. Pemberian seresah
dengan nisbah (L+P)/N tinggi (alpukat)
Berat tubuh cacing tanah
memberikan pengaruh terbaik terhadap berat
Berat tubuh cacing tanah meningkat dengan tubuh cacing tanah (0.7 g per ekor) tetapi tidak
jalannya waktu, rata-rata peningkatan sebesar berbeda nyata dengan berat cacing pada
0.41 g per ekor. Berat tubuh cacing pada saat perlakuan kopi+gliricidia+alpukat (0.67 g per
awal percobaan untuk semua perlakuan yaitu ekor).
sekitar 0.25 g per ekor. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa interaksi penambahan

Gambar 3. Rata-rata berat tubuh cacing tanah (A), penambahan berat (B) dengan penambahan
berbagai kualitas seresah pada berbagai waktu pengamatan (K=kopi, G=Gliricidia, A=alpukat).

Pemberian seresah kopi dengan (L+P)/N Dengan berjalannya waktu diameter cacing
rendah masih menunjukkan hasil yang lebih tanah meningkat menjadi rata-rata 2.07 mm per
baik di banding kontrol, tetapi masih lebih ekor. Pertumbuhan diameter cacing pada
rendah daripada campuran berbagai kualitas seresah selama percobaan
kopi+gliricidia+alpukat. Pemberian seresah ditunjukkan pada Gambar 4. Seresah yang
gliricidia menyebabkan kematian cacing pada berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
hari ke 20. Pencampuran kopi+gliricidia mampu pula terhadap diameter cacing tanah.
mengurangi efek beracun gliricidia sehingga Pemberian campuran seresah
cacing masih mampu bertahan hidup sampai kopi+gliricidia+alpukat menunjukkan diameter
hari ke 80. paling besar (2.94 mm per ekor). Pada
campuran kopi+gliricidia cacing hanya mampu
Diameter tubuh cacing tanah
bertahan sampai hari ke 80. Pemberian seresah
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa gliricidid menyebabkan kematian cacing mulai
interaksi antara pemberian berbagai kualitas hari ke 20. Pemberian seresah kopi
sersah dan waktu memberikan pengaruh yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan
sangat nyata (P<0.01) terhadap diameter cacing perlakuan kontrol rata-rata diameter tubuh
tanah. Diameter tubuh cacing tanah pada saat cacing 2.2 mm per ekor.
awal percobaan adalah 1.5 mm per ekor.
http://jtsl.ub.ac.id
68

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

Gambar 4. Rata-rata diameter tubuh (A) dan penambahan diameter cacing tanah dengan
penambahan berbagai jenis seresah pada berbagai waktu pengamatan(K=kopi, G=Gliricidia,
A=alpukat).

cacing tanah. Peningkatan diameter


Hubungan be rat tubuh dengan panjang dan diameter
menyebabkan peningkatan berat tubuh bagi
cacing
cacing tanah, meningkatnya berat tubuh cacing
Adanya peningkatan panjang dan diameter tanah sekitar 74% berhubungan dengan
tubuh cacing tanah diikuti dengan peningkatan diameter cacing tanah. Semakin
meningkatnya berat tubuh cacing tanah panjang dan semakin besar diameter cacing
(Gambar 5A dan 6B). Sekitar 82% dari tanah maka semakin besar pula berat tubuh
peningkatan berat tubuh cacing tanah adalah cacing tanah.
berhubungan dengan meningkatnya panjang

Gambar 5. Hubungan berat tubuh cacing dengan panjang (A) dan diameter tubuh cacing tanah (B).

Mortalitas dan produksi kokon tingkat mortalitas cacing dan terhadap produksi
kokon. Pemberian seresah Gliricidia
Pemberian berbagai kualitas seresah
menunjukkan tingkat kematian cacing
memberikan pengaruh yang berbeda-beda
paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan
terhadap tingkat ketahanan hidup cacing tanah.
yang lain. Tingkat kematian terendah
Cacing tanah ada yang mengalami kematian
ditunjukkan pada perlakuan kopi. Produksi
dan mengalami reproduksi dengan
kokon tertinggi ditunjukkan pada pemberian
ditemukannya kokon pada berbagi perlakuan.
seresah alpukad (Gambar 6A).
Penambahan berbagai kualitas seresah
berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap

http://jtsl.ub.ac.id
69

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

Gambar 6. Rata-rata produksi kokon (A) dan tingkat mortalitas cacing tanah (B) pada berbagai
kualitas seresah (K=kopi, G=Gliricidia, A=alpukad).

Tingkat mortalitas paling tinggi (83.3%) terdekomposisi adalah kandungan N, lignin (L)
ditemukan pada penambahan seresah gliricidia. dan polifenol (P) (Horner et al., 1988). Seresah
Tingkat mortalitas pada perlakuan kontrol yang berkualitas tinggi adalah seresah yang
(tanpa penambahan seresah) masih lebih memiliki kandungan lignin, polifenol dan
rendah dibandingkan dari pada perlakuan nisbah C/N rendah serta cepat terdekomposisi
kopi+gliricidia dan kopi+gliricidia+alpukad (Tian, 1992). Handayanto (1994) menyatakan
tetapi masih lebih tinggi bila dibandingkan bahwa seresah yang berkualitas tinggi
dengan perlakuan kopi dan alpukad. Di lain mempunyai nisbah C/N < 20. Seresah dengan
sisi, penambahan seresah meningkatkan kualitas rendah akan lebih lambat lapuk dan
kegiatan reproduksi cacing tanah yang diukur lambat termineralisasi (Tian et al., 2000)
dari jumlah kokon yang ditemukan. Rata-rata sehingga memiliki masa tinggal di permukaan
produksi kokon tertinggi sebanyak 5 buah yang tanah lebih lama dan mampu memberikan
ditunjukkan pada perlakuan penambahan pasokan hara pada tanah secara lambat. Seresah
seresah alpukad. Pada perlakuan yang memiliki kandungan (L+P)/N yang tinggi
kopi+gliricidia+alpukad dan kopi ditemukan 2 merupakan seresah yang berkualitas rendah dan
buah kokon. Perlakuan yang lain tidak bersifat lambat lapuk (Hairiah et al., 2006).
menunjukkan adanya produksi kokon. Seresah yang bersifat lambat lapuk tersebut
menyebabkan bahan makanan bagi cacing
Pembahasan tanah terus tersedia sampai akhir percobaan
sehingga pertumbuhan cacing masih berlanjut
Pemberian seresah dengan berbagai kualitas
sampai akhir percobaan (Tian et al., 1992).
memberikan pengaruh yang berbeda-beda
Pemberian seresah Gliricidia
terhadap pertumbuhan cacing tanah Pontoscolex
menunjukkan hasil paling rendah. Sejak hari ke
corethrurus. Pemberian seresah berkualitas
20 percobaan cacing tanah mengalami
rendah dengan (L+P)/N yang tinggi (alpukad)
kematian .Hal ini disebabkan karena gliricidia
menunjukkan hasil yang paling baik dalam
merupakan seresah yang bersifat alkaloid. Dari
pertumbuhan cacing tanah. Disisi lain
beberapa hasil studi menunjukkan bahwa
campuran kopi+gliricidia+alpukad mempunyai
gliricidia tidak cocok untuk perbanyakan cacing
nilai (L+P)/N yang tinggi tetapi cacing tanah
tanah karena kemungkinan alkaloid-alkaloid
tidak menunjukkan respon pertumbuhan
dan senyawa-senyawa toksik lain yang
terbaik terhadap penambahan seresah ini
terkandung dalam daun ini dapat menghambat
karena campuran seresah ini mengandung
kehidupan cacing (Nagavallemman et al., 2004).
seresah gliricidia yang bersifat racun. Parameter
Pencampuran antara seresah Gliricidia dengan
yang menyebabkan mudah tidaknya seresah

http://jtsl.ub.ac.id
70

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

kopi atau alpukad dapat mengurangi efek dengan perlakuan gliricidia terhadap
beracun dari gliricidia ini ditunjukkan dari hasil pertumbuhan cacing tanah. Hal ini diduga pada
perlakuan campuran kopi dan gliricidia perlakuan campuran kopi+gliricidia atau kopi
maupun kopi+gliricidia+alpukad masih + gliricidia + alpukad cacing memiliki alternatif
menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding makanan selain gliricidia.

Gambar 7. Pola hubungan antara kandungan L+P/N seresah dengan biomassa (g/ekor) cacing
tanah.

Pencampuran antara kopi + gliricidia + Hubungan produksi kascing dengan pembentukan pori
alpukad merupakan pencampuran antara tanah
seresah kualitas tinggi dan rendah
Pemberian seresah dengan kandungan
menunjukkan hasil yang baik. Hal ini karena
(L+P)/N yang tinggi (alpukad) memberikan
seresah berkualitas tinggi cepat terdekomposisi
pengaruh yang paling baik dalam pembentukan
dan melepaskan N yang diperlukan oleh cacing
kascing oleh cacing, tidak berbeda dengan
tanah. Nitrogen digunakan oleh cacing tanah
pemberian seresah kopi. Pada perlakuan
untuk membentuk jaringan tubuh (Lee, 1985).
kontrol menunjukkan hasil yang lebih baik
Seresah berkualitas rendah bersifat lambat
dibanding dengan perlakuan gliricidia namun
lapuk sehingga menjamin ketersediaan
masih lebih rendah dibanding pemberian
makanan bagi cacing. Pontoscolex corethrurus
campuran seresah kopi+gliricidia+alpukad.
lebih menyukai pakan campuran antara seresah
Penambahan seresah dengan kualitas rendah
berkualitas tinggi dan kualitas rendah (Ortiz-
meningkatkan pertumbuhan cacing sehingga
Ceballos et al., 2005). Keberagaman kualitas
kascing yang dihasilkan juga meningkat. Jumlah
seresah sangata penting meskipun kualitas
kascing yang dihasilkan pada berbagai kualitas
seresah hanya sedikit pengaruhnya terhadap
seresah selama percobaan ditunjukkan Gambar
pertumbuhan cacing tanah karena kualitas
8. Produksi kascing menandakan adanya
seresah mempengaruhi masa tinggal seresah
aktivitas cacing tanah membentuk liang dalam
dipermukaan tanah. Seresah kualitas rendah
tanah. Semakin banyak kascing yang dihasilkan
bersifat lambat lapuk akan menutupi
semakin tinggi aktivitas cacing. Aktivitas cacing
permukaan tanah lebih lama sehingga
tanah membentuk liang dalam tanah
menciptakan iklim mikro yang lebih baik dan
menambah jumlah pori makro tanah.
menjamin ketersediaan makanan bagi cacing.
Banyaknya kascing yang dihasilkan digunakan
Sedangkan seresah cepat lapuk meyediaakan
sebagai pendekatan untuk menghitung
makanan bagi cacing saat itu.Cacing tanah ma
persentase pori. Semakin banyak produksi
sih menunjukkan pertumbuhan pada perlakuan
kascing berarti liang yang dibuat semakin
kontrol hal ini berarti bahwa cacing tanah
banyak sehingga pori yang terbentuk juga
mampu hidup pada kondisi rendah bahan
meningkat.
organik.

http://jtsl.ub.ac.id
71

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

Gambar 8. Rata-rata produksi kascing (g) dengan penambahan berbagai jenis seresah selama
percobaan (K=kopi, G= Gliricidia, A= Alpukat).
penambahan seresah Gliricidia. Pemberian
Implementasi di lapangan seresah alpukat (lambat lapuk) menghasilkan
pertumbuhan tertinggi meliputi berat, panjang,
Pontoscolex coerethrurus menyukai seresah
dan jumlah kokon dibanding dengan tanpa
berkualitas rendah (alpukad). Dari hasil
pemberian seresah. Penambahan seresah
penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah
Gliricidia menyebabkan kematian cacing tanah
juga menyukai campuran seresah dengan
mulai hari ke 20 setelah penambahan.
berbagai kualitas (kopi+gliricidia+alpukad).
Pencampuran seresah kopi dengan Glirricidia
Seresah kualitas rendah bersifat lambat lapuk
meningkatkan tingkat mortalitas cacing tanah,
dibandingkan dengan seresah kualitas tinggi.
dan menurunkan produksi kokon dan
Keragaman kualitas seresah dengan tingkat
kascing.Meningkatnya nisbah
pelapukan yang berbeda-beda menjamin
(Lignin+Polifenol)/N diikuti oleh peningkatan
ketersediaan makanan bagi cacing tanah.
panjang, diameter dan berat tubuh cacing
Berbagai jenis seresah dengan tingkat
tanah.Kualitas seresah kecil sekali pengaruhnya
pelapukan yang berbeda dapat menjaga suhu
terhadap pertumbuhan cacing tanah.
tanah sehingga tercipta iklim mikro yang cocok
bagi pertumbuhan cacing tanah. Untuk
penggunaan lahan dengan sistem agroforestri Daftar Pustaka
berbasis kopi sebaiknya tidak hanya
menggunakan pohon penaung gliricidia saja Anderson, J.M.1 988. Invertebrate Mediated
tetapi menggunakan campuran dari berbagai Transport Processes in Soil. In: Edwards,
jenis pohon lainnya misalnya pohon buah- C.A. (Ed) Biological Interaction in Soil.
Proceedings of a Workshop on Interaction
buahan (alpukad) atau pohon kayu-kayuan yang between Soil-Inhabiting Invertebrates and
bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun Microorganisms in Relation to Plant Growth.
ekologi. The Ohio State Univ., Columbus, Ohio, 23-27
March, 1987. Elsevier. Amsterdam. Pp. 5-19.
Barois, J., Lavelle, P.,Brossard, M., Tondoh, J.,
Kesimpulan Martinez, M., Rossi, J.P., Senapati, B.K.,
Penambahan seresah meningkatkan Angeles, A., Fragoso, C., Jimenez, J.J., Decaens,
pertumbuhan cacing tanah bila dibandingkan T., Lattaud, C., Kanyonyo, J., Blanchart, E.,
dengan tanpa penambahan seresah kecuali pada Chapuis, L., Brown, G., and Moreno, A.1999.

http://jtsl.ub.ac.id
72

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72, 2014

Ecology of Earthworm Species with Large Horner , J.D., Gosz., J.T. and Cates, R.G.1988. The
Tolerance and/or Extended Distribution. In: Role of Carbon Based Plant Secondary
Lavelle, P., Brussaard, L.,and Hendrix, P. (Eds) Metabolites in Decomposition in Terrestrial
Earthworm management in tropical Ecosystems. American Naturalist 132:869-883.
agroecosystems. CABI Pub. UK. Pp. 57-86. Kurnaiawan, S. 2007.Nitrifikasi pada Agroforestri
Bignel, D. and Swift, M. 2001. Standard Methods Kopi Multistrata: Pengaturan Kualitas Masukan
for Assessment of Soil Biodiversity and Land Bahan Organik untuk Menghambat Proses
Use Practice. ICRAF, Bogor. Nitrifikasi dan Mengurangi Pencucian N-NO3-.
Blanchart, E., Albrech, A., Alegre, J., Duboisset, A., Tesis. Universitas Brawijaya. Malang
Villenave, C., Phasanasi, B., Lavelle, P. and Lavelle, P., Barois, I., Blanchart, E., Brown, G.,
Brussard, L. 1999. Effect of earthworms on soil Decaens, T., Fragoso, C., Jimenez, J,J., Kajondo,
structure and physical properties. In: Lavelle, P., K., Moreno, A., Pashanasi, B., Senapati, B and
Brussard, L. and Hendrix, P. (Eds.) Earthworms Villenave, C. 2000. Earthworms as resource in
Management in Tropical Agroecosystems. CAB tropical agroecosystems. In; Suba Rao, N. S. and
International Press. Wallingford. U. K. pp. 149- Dommergeus, Y. R (eds.), Microbial interaction
172. in agriculture and forestry vol II. Science
Curry, J.P., 1998. Factor Affecting Earthworm Publisher, Inc. United State of America.
Abundance in Soil. In: Edwards, C.A. (Ed.) Lavelle, P. and Spain, A.V. 2001. Soil Ecology.
Earthworm ecology. CRC Press LLC. Kluwer Academic Publ., Dordrecht.
Washington D.C. Pp 37-64. Lee, K.E. 1985. Earthworms, Their Ecology and
Dewi, W. S., Yanuwiyadi, B., Suprayogo, D. dan Relationships with Soils and Land Use.
Hairiah, K. 2006. Alih guna hutan menjadi lahan Academic Press. London.
pertanian: (1) Dapatkah sistem agroforestri kopi Nagavallemma KP, Wani SP, Stephane Lacroix,
mempertahankan diversitas cacing tanah di Padmaja VV, Vineela C, Babu Rao M and
Sumberjaya? AGRIVITA VOL 28 NO 3. Sahrawat KL. 2004. Vermicomposting:
Fragoso, C., Brown, G., Patron, J.C., Blanchart, E., Recycling wastes into valuable organic fertilizer.
Lavelle, P., Pashanasi, B., Senapati, B. and Global Theme on Agrecosystems Report no. 8.
Kumar, T.1997. Agricultural Intensification, Soil Patancheru 502 324, Andhra Pradesh, India:
Biodiversity and Agroeco system Function in International Crops Research Institute for the
The Tropics: the role of earthworm. Applied Semi- Arid Tropics. 20 pp.
Soil Ecology 6: 17-35. Ortiz-Ceballos, A. I., Fragoso, C., Equihua, M. and
Giller, K. E., Beare, M. H., Lavelle, P., Izac, A. M. Brown, B. 2005. Influence of food quality, soil
N and Swift, M. J.,1 997. Agricultural moisture and the earthworm Pontoscolex
intensification, soil biodiversity and corethrurus on growth and reproduction of the
agroecosystem function. In: Swift M J (Ed.), Soil tropical earthworm Balanteodrilus pearsei. Pedo
biodiversity, agricultural intensification and biologia 49: 89-98.
agroeco system function. Applied Soil Ecology 6 Purwanto. 2007. Pengendalian Nitrifikasi Melalui
: 3-16. Pengaturan Kualitas Seresah pohon Penaung,
Hairiah, K., Sulistyani, H., Suprayogo, D., Widianto, pada Lahan Agroforestri Berbasis Kopi.
Purnomosidhi, P., Widodo, P. H., and Van Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang.
Noordwijk, M.2006. Litter layer residence time Suin, N. M. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi
in forest and coffee agroforestry system in Aksara, Bandung.
Sumberjaya, west Lampung. Forest ecology and Tian, G. 1992. Biological Effects of Plant Residues
management 224: 45-57. with Contrasting Chemical Compositions on
Hairiah, K., Widianto, Suprayogo, D.,Widodo, P. Plant and Soil under Humid Tropical
H., Purnomosidhi, P., Rahayu, S., and Van Conditions. PhD Thesis. Wageningen
Noordwijk, M. 2004. Ketebalan seresah sebagai Agricultural University, The Netherlands.
indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) sehat. Tian, G., Olimah, J.A., Adeoye, G.O, and Kang,
World Agroforestry Centre, Bogor. ISBN 979- B.T. 2000. Regeneration of Earthworm
3189-17- 6 Population in a Degraded Soil by Natural ant
Hairiah, K. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Alam, Planted Fallows under Humid Tropical
Biodiversitas dalam Tanah. Fakultas Pertanian, Conditions. Soil Sci. Soc. Am. J. 64: 222-228.
Universitas Brawijaya, Malang.
Handayanto, E .1994. Nitrogen Mineralization from
Legume tree prunings of Different Quality.
Thesis for Doctor of Phylosophy. Wye College,
University of London.

http://jtsl.ub.ac.id

You might also like