Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
1
Kemampuan Pembentukan Slime pada Staphylococcus epidermidis
dengan komponen lain seperti protein atau karena itu memiliki hubungan yang dekat
DNA. Sifat dari matriks eksopolisakarida dengan hospes, namun S. epidermidis
sangat bervariasi tergantung pada kondisi telah muncul sebagai strain patogen yang
pertumbuhan, media dan substrat (Daniel menyebabkan berbagai infeksi berbeda
Lo´pez, Hera Vlamakis, and Roberto (Daniela Chessa, Giulia Ganau, dan
Kolter, 2010). Produksi biofilm bergantung Vittorio Mazzarello, 2015). S. epidermidis
pada kemampuan bakteri untuk menempel merupakan Staphylococcus dengan
pada permukaan abiotik maupun biotik, sifat biokimia koagulase negatif yang
berproliferasi dan menghasilkan matriks paling umum atau Coagulase-Negative
ekstraselular, yang utamanya terbentuk Staphylococcus (CNS), yang dipisahkan
dari Polysaccharide Intercellular Adhesion dari Staphylococcus koagulase positif
(PIA) pada S. aureus (Klein et al., 2015). seperti S. aureus berdasarkan kurangnya
Pembentukan biofilm terjadi dalam enzim koagulase yang dimilikinya. S.
empat tahap antara lain adhesi atau epidermidis sering ditemukan pada infeksi
perlekatan, perkembangan awal struktur yang berkaitan dengan rumah sakit (infeksi
biofilm, pematangan dan dispersi sel nosokomial), terutama bakteremia yang
dari biofilm ke lingkungan sekitarnya berhubungan dengan penggunaan kateter
dan pada akhirnya kembali ke keadaan dan infeksi kardiovaskular. Patogenesis
planktonik. Untuk dapat membentuk infeksi ini tergantung pada kemampuan
biofilm diperlukan keterlibatan beberapa strain S. epidermidis untuk menempel di
faktor permukaan sel seperti flagella dan permukaan melalui produksi eksopolimer
motilitas, fimbriae, protein autotransporter, yang membentuk struktur multilayer yang
curli fimbrie, pilus konjugatif, dan produksi dikenal sebagai biofilm (Kaiser et al.,
eksopolisakarida. Motilitas (perpindahan) 2013)
pada E. coli secara umum karena adanya S. aureus merupakan bakteri Gram
disebabkan beberapa flagella peritrikus. positif, patogen utama pada manusia dan
Motilitas terlibat dalam proses kolonisasi hewan, menyebabkan berbagai macam
pada organisme atau organ target inang penyakit mulai dari infeksi kulit dan
dan memicu timbulnya kontak antara sel jaringan lunak hingga penyakit invasif
dengan permukaan (Tenke et al., 2011). yang mengancam jiwa (Daniela Chessa,
Staphylococcus aureus bersama Giulia Ganau, dan Vittorio Mazzarello,
dengan Staphylococcus epidermidis 2015). S. aureus merupakan bakteri
merupakan mikroorganisme komersal komensal sekaligus bakteri patogen
yang tidak berbahaya, namun sekarang ini pada manusia. Sekitar 30% dari populasi
secara global dipandang sebagai patogen manusia dapat dijadikan sarana untuk
oportunistik yang penting terkait dengan kolonisasi bakteri S. aureus. Oleh karena
infeksi yang berbeda. Mereka menempati itu S. aureus menjadi penyebab tersering
urutan pertama di antara agen penyebab pada bakteremia dan infeksi endokarditis
infeksi antara lain infeksi implan medis serta osteoartikular, infeksi kulit dan
dan infeksi nosokomial di seluruh dunia, jaringan lunak, pleuropulmonari, dan
dan terutama di negara-negara berkembang infeksi yang terkait penggunaan implan
(Daniela Chessa, Giulia Ganau, dan pada peralatan kesehatan (Tong et al.,
Vittorio Mazzarello, 2015). 2015). Patogenesis strain S. aureus
S.epidermidis pada umumnya dapat disebabkan oleh efek gabungan dari faktor
diisolasi dari epitel manusia dan berkoloni ekstraselular dan toksin, bersama dengan
pada bagian aksila, kepala dan rongga sifat invasif strain seperti perlekatan,
hidung. Bakteri ini merupakan bagian pembentukan biofilm, dan ketahanan
dari mikroflora epitel manusia dan oleh terhadap fagositosis. Beberapa puluh tahun
2
Purbowati, dkk
terakhir muncul strain dari S. aureus yang kemih bagian bawah hingga rongga ginjal
resisten terhadap antibiotik jenis tertentu dan jaringan ginjal (Tenke, et al., 2011).
yaitu Meticillin Resistant Staphylococcus. Infeksi yang disertai dengan
aureus (MRSA) (Daniela Chessa, Giulia pembentukan biofilm menjadi masalah
Ganau, dan Vittorio Mazzarello, 2015). yang besar, karena sulit ditangani secara
Escherichia coli merupakan bakteri efektif oleh sistem kekebalan tubuh inang
Gram-negatif, oksidase-negatif, berbentuk dan tahan terhadap pengobatan dengan
batang dari famili Enterobacteriaceae. antimikroba. Mekanisme perlindungan
Bakteri ini mampu tumbuh baik secara tersebut dianggap menghalangi penyerapan
aerobik dan anaerobik, hidup pada suhu dan penetrasi antibiotik melalui matriks
37 °C, dan bisa juga nonmotile atau motil, biofilm (Cavaliere, et al., 2014). Biofilm
dengan flagella peritrichous (Croxen et diketahui terlibat dalam berbegai macam
al., 2013). E. coli dikenal sebagai bakteri infeksi mikroba dalam tubuh, Diperkirakan
komensal, ditemukan pada mikroflora hampir 80% dari semua infeksi (Ghafourian
usus dari berbagai hewan termasuk et al., 2013).
manusia, tidak semua dari strain ini Karakterisasi biofilm secara in
tidak berbahaya, namun ada beberapa vitro yang sederhana berperan penting
strain dapat menyebabkan penyakit untuk menjawab pertanyaan dasar tentang
yang berbahaya dan kadang fatal pada pembentukan fisiologi dan arsitektur
manusia dan juga mamalia dan kelompok biofilm. Model biofilm secara in vitro
burung. Strain patogenik dibagi menjadi memiliki sejumlah keunggulan seperti
beberapa yaitu strain patogen pada biaya murah, kemudahan pengaturan
intestinal mampu menyebabkan diare kondisi eksperimental, dan kemampuan
serta E. coli ekstraintestinal (ExPEC) untuk menganalisis lapisan biofilm yang
mampu menyebabkan berbagai infeksi terbentuk juga lebih tinggi (Lebeaux, et
pada manusia dan hewan termasuk infeksi al., 2013). Salah satu metode in vitro yang
saluran kemih (ISK), meningitis dan digunakan untuk mendeteksi pembentukan
septikemia. Sistitis dan pylonefritis yang slime sebagai komponen dari biofilm
dapat menyebabkan urosepsis disebabkan adalah metode Congo Red Agar (CRA).
oleh Uropathogenic E. coli (UPEC) yang Metode ini dikembangkan oleh Freeman
merupakan penyebab sekitar 80% dari et al., 1989 sebagai metode fenotipik
130-175 juta ISK pada manusia (Jafari, menggunakan media BHIA (Brain Heart
MM Aslani dan S. Bouzari, 2012). Infusion Agar) yang disuplemen dengan
Patogen utama penyebab ISK pada sukrosa dan ditambahkan pewarna merah
wanita adalah E. coli, yang bertanggung Congo. Metode ini cukup murah dan
jawab terhadap sekitar 80% dari semua mudah dilakukan dan kriteria evaluasi
kejadian ISK (Echols et al., 1999). E. coli didasarkan pada analisis visual warna
yang mampu tumbuh dan berkolonisasi koloni yang tumbuh pada media agar
pada saluran urogenital dikenal sebagai (Kaiser et al., 2013).
UPEC (Uropathogenic Escherichia coli). Penelitian ini bertujuan untuk
UPEC memiliki beberapa faktor virulensi mengidentifikasi dan menganalisa
yang memungkinkan mereka untuk dapat kemampuan pembentukan slime pada
berkolonisasi pada mukosa uroepitelium isolat Staphylococcus epidermidis,
inang, melukai dan menyerang jaringan Staphylococcus aureus, MRSA dan E. coli,
inang, melumpuhkan mekanisme sehingga memberikan data awal tentang
pertahanan inang, memicu respons perbandingan kemampuan pembentukan
inflamasi inang dan akhirnya berlanjut slime sebagai komponen dalam biofilm
menyebabkan infeksi mulai dari saluran pada ketiga strain bakteri ini.
3
Kemampuan Pembentukan Slime pada Staphylococcus epidermidis
4
Purbowati, dkk
Tabel 1. Hasil uji pembentukan slime pada bakteri S. epidermidis, S. aureus dan E. coli dengan metode
CRA
Karakteristik morfologi koloni
Isolat bakteri Merah Hasil
Merah Hitam Sangat hitam
kehitaman
MSSA 1 x Positif (+)
MSSA 2 x Positif (+)
MRSA 1 x Positif (+)
S. epidermidis x Positif (+)
E. coli (S4) x Negatif (-)
E. coli (S55) x Positif (+)
5
Kemampuan Pembentukan Slime pada Staphylococcus epidermidis
dan Enterococci terbukti sangat sulit untuk 2013 menunjukkan bahwa hanya sekitar
diobati dengan dengan terapi antibiotik 41% atau 18/44 dari isolat Staphylococcus
yang ada sebagian karena tingkat sp. yang mampu membentuk slime pada
resistensi alami mereka yang sangat tinggi media CRA.
dan sebagian karena mereka membentuk Beberapa penelitian tentang
biofilm. (O’Toole et al., 2000). kemampuan S. epidermidis dalam
Produksi slime dikarakterisasi membentuk slime juga telah dipublikasikan
melalui munculnya pigmen hitam diantaranya oleh Los et al., 2010, dari total
pada media CRA. Strain bakteri yang 146 strain S. epidermidis yang diisolasi
menghasilkan koloni warna hitam pekat, dari bagian nasofaring pada pasien
hitam, dan hitam kemerahan dengan kanker paru-paru terdapat 58,9% isolat
konsistensi kasar, kering, dan kristal menunjukkan fenotipe positif membentuk
dianggap menghasilkan slime, sedangkan melalui uji CRA. Produksi slime
koloni merah dan Bordeaux merah dengan tampaknya menjadi mekanisme adhesi
konsistensi koloni halus diklasifikasikan yang sangat penting terhadap biomaterial.
sebagai tidak menghasilkan slime. Hasil Penelitian terbaru saat ini menunjukkan
penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa S. epidermidis diketahui sebagai
melalui metode CRA diketahui bahwa penyebab utama infeksi pemakaian kateter.
semua Staphylococcus sp. yang di uji Penelitian terkait pembentukan biofilm
(isolat MSSA 1, MSSA 2 dan MRSA menunjukkan bahwa akumulasi slime
1) mampu membentuk slime yang dimediasi oleh gen ica, yang terdiri dari
merupakan komponen dari biofilm. empat gen adhesi interselular (ica A, ica B,
Namun pada isolat E. coli, terdapat isolat ica C dan ica D) dan satu gen regulator (ica
yang mampu membentuk biofilm dan R). Selain itu, hasil penelitian Zhou et al.,
ada isolat yang tidak mampu membentuk 2013 menunjukkan hal yang serupa dengan
biofilm. Produksi slime menggambarkan literatur sebelumnya, di mana persentase
kemampuan bakteri untuk melekat strain penghasil slime S. epidermidis
secara spesifik pada jaringan host, yang berkisar antara 31% sampai 89%. Diantara
kemudian dilanjutkan dengan produksi strain S. aureus dan S. epidermidis yang
mikrokoloni yang invasif. Namun, bila didapatkan dari 50 pasien penderita
ada beberapa strain bakteri yang tidak tukak kaki akibat diabetes, didapatkan 55
mampu membentuk slime dalam suatu strain S. aureus, 69% memproduksi slime
jenis bakteri pembentuk slime, hal tersebut sementara, dari 20 strain S. epidermidis,
menunjukkan bahwa ada variasi ekspresi 75% yang positif membentuk slime dengan
fenotip dari biofilm atau produksi slime metode CRA (Podbielska et al., 2010).
dari suatu jenis bakteri (Dadawala, 2010). Tidak berbeda dengan S. aureus,
Hasil penelitian ini senada pada S. epidermidis beberapa penelitian
dengan penelitian yang dilakukan oleh juga menunjukkan hal yang sama bahwa
Moghadam, Pourmand dan Aminharati, S. epidermidis mampu membentuk slime
2014 menunjukkan bahwa sekitar 97,5% melalui metode CRA. Seperti yang
MRSA mampu membentuk slime dan ditunjukkan pada penelitian Nachammai,
60% MSSA mampu membentuk slime Karthika Jayakumar, dan Aravazhi, 2016,
pada media CRA. Gowrishhanker et al., dari total 100 isolat E. coli yang didapatkan
2016 dalam penelitiannya menunjukkan dari 400 sampel, terdapat sekitar 70%
bahwa dari total 63 isolat MRSA yang diuji isolat yang positif membentuk biofilm
terdapat 49 (77,8%) isolat yang diketahui melalui metode CRA. Pada penelitian
positif membentuk slime pada media Dadawala, 2010, dari total 14 E. coli
CRA. Namun pada penelitian Terki et al., isolates yang diuji kemampuannya untuk
6
Purbowati, dkk
7
Kemampuan Pembentukan Slime pada Staphylococcus epidermidis
8
Purbowati, dkk
Tong SYC, Joshua S. Davis, Emily Zhou S., Chao, X., Fei,M. Dai, Y. and Bao
Eichenberger, Thomas L. Holland, Liu 2013. Analysis of S. Epidermidis
Vance G. Fowler, Jr.. 2015. icaA and icaD genes by polymerase
Staphylococcus aureus Infections: chain reaction and slime production:
Epidemiology, Pathophysiology, a case control study. BMC Infect
Clinical Manifestations, and Dis. 2013; 13: 242.
Management. Clinical Microbiology
Reviews July 2015 Volume 28
Number 3