You are on page 1of 13

p-ISSN : 2528-3561

Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990


e-ISSN : 2541-1934

Strategi Keberlanjutan Pembangunan Energi Terbarukan Jangka


Panjang Indonesia: Kasus Biomassa Energi Terbarukan di Sektor
Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Indonesia
Radhiana1, Syaifuddin Yana2*, Muzailin3, Zainuddin4, Susanti5, Kasmaniar6, Filia Hanum7
1,2,5,6,7
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Indonesia
3
Program Studi Informatika, FMIPA, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Indonesia
4
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Indonesia
*Koresponden email: syaifuddin.yana@serambimekkah.ac.id

Diterima: 11 Desember 2022 Disetujui: 23 Januari 2023

Abstract
Until 2050, it is certain that Indonesia will continue to rely on fossil fuels. To lessen its dependence on
diminishing fossil fuels, Indonesia is still searching for alternate energy sources. Considering the continuing
fall in oil output, the development of alternative and renewable energy sources is crucial in order to
eliminate reliance on imports. Indonesia has been encouraged to create long-term renewable energy to meet
the community's energy needs by of enormous natural resource potential. This country with the moniker
“megadiversity” must be cautious when assessing the possibilities of renewable energy sources derived
from raw resources, particularly biomass energy. Agriculture, plantations, and forestry are the sectors that
have the most potential to be utilized as biomass energy. The results of the debate indicate that agricultural
waste has an annual energy potential of 614,7 million GJ. In addition, forest biomass has an annual energy
potential of 141,500,000 GJ, and plantation crops also have the ability to be used as biomass energy.
Keywords: renewable energy, biomass, agriculture, plantation, forest

Abstrak
Indonesia dapat dipastikan masih mengandalkan energi fosil sampai Tahun 2050. Namun demikian,
Indonesia tetap berupaya untuk mencari energi alternatif lainnya untuk menekan ketergantungan terhadap
energi fosil yang semakin menipis. Pengembangan energi baru terbarukan sangat penting agar tidak terjadi
ketergantungan terhadap impor, mengingat produksi minyak yang terus merosot. Potensi sumber daya alam
yang melimpah jumlahnya di Indonesia, mendorong Indonesia untuk mengembangkan energi terbarukan
jangka panjang guna memenuhi kebutuhan energi di masyarakat. Negara dengan julukan “megavidersity”
ini, harus cermat dalam melirik potensi sumber bahan baku yang dapat menjadi sumber energi terbarukan,
khususnya energi biomassa. Adapun sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk dijadikan energi
biomassa, yaitu pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Hasil diskusi menunjukkan bahwa limbah pertanian
memiliki potensi energi 614,7 juta GJ per tahun. Selanjutnya, biomassa hutan memiliki potensi potensi
energi 141,5 juta GJ per tahun, dan tanaman-tanaman hasil perkebunan yang juga berpotensi untuk
dijadikan energi biomassa.
Kata Kunci: energi terbarukan, biomassa, pertanian, perkebunan, hutan

1. Pendahuluan
Selama lebih dari dua dekade terakhir, upaya telah dilakukan untuk mengembangkan dan
memperluas penggunaan biomassa untuk meningkatkan pasokan, khususnya di daerah pedesaan.
Pemerintah telah berusaha mempopulerkan penggunaan teknologi konversi biomassa yang modern dan
efisien dalam menanggapi kelangkaan bahan bakar fosil dan degradasi lingkungan di daerah pedesaan
yang disebabkan oleh penggunaan kayu bakar secara terus menerus yang mengakibatkan pembukaan
lahan hutan. Meskipun semakin penting, penggunaan biomassa masih menghadapi banyak hambatan
yang berasal dari faktor sosial, kelembagaan dan beberapa faktor ekonomi dan hukum. Biaya untuk
pengembangan energi biomassa sangat spesifik dan tergantung pada sejumlah besar variabel mulai dari
praktik manajemen pasokan bahan baku, jenis teknologi konversi, dan pertimbangan sosial dan
lingkungan [1].
Studi terbaru dan analisis lebih lanjut mengenai penggunaan bahan bakar fosil telah menunjukkan
bahwa cadangan bahan bakar non-terbarukan yang semakin menipis dan meningkatnya gas rumah kaca,
menyebabkan kebutuhan yang semakin besar dalam mengidentifikasi sumber energi alternatif
berkelanjutan [2,3]. Sebagai hasil produksi minyak menurun, setelah puncak produksi diasumsikan

4978
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

menyebabkan kesenjangan energi global untuk berkembang, dan ini akan perlu dijembatani oleh sumber
energi tidak konvensional dan terbarukan yang telah diproyeksikan oleh ahli energi bahwa pasokan
minyak global hanya akan memenuhi permintaan hingga produksi minyak global mencapai puncaknya
hingga Tahun 2020 [2].
Energi dari sumber-sumber yang terbarukan dianggap lebih baik dalam mempromosikan
pembangunan yang berkelanjutan. Penyelidikan terhadap strategi energi alternatif baru-baru ini menjadi
sangat penting, terutama untuk stabilitas dunia di masa depan [4] dan diantara sumber-sumber energi
baru dab terbarukan (EBT) alternatif ini, biomassa tampaknya telah memimpin karena mampu bersaing
di pasaran dan paling menguntungkan di seluruh negara. Biomassa untuk pembangkit energi telah
menarik banyak perhatian pada skala global dan nasional [5]. Menurut banyak pakar yang mendorong
penelitian tentang berbagai biomassa dari sumber yang berbeda termasuk yang dari sumber kehutanan,
pertanian dan air sebagai bahan baku untuk produksi energi.
Asia Tenggara memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang signifikan. Biomassa, energi
panas bumi, energi matahari, tenaga air, energi angin, dan sumber EBT lainnya adalah di antaranya.
Meskipun mempunyai potensi yang besar jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil dan mineral,
pemanfaatannya saat ini terbilang masih rendah. Saat ini, sebagian besar pemerintah berupaya
mengembangkan sumber daya ini dengan berbagai tujuan seperti peningkatan ketahanan energi,
perlindungan lingkungan, peningkatan akses energi, dan promosi investasi [6].
Di ASEAN, energi dari biomassa mewakili sekitar 12,41% dari total konsumsi energi terbarukan
pada Tahun 2011. Namun, produksi energi dari biomassa masih memiliki potensi yang signifikan karena
sebagian besar biomassa masih kurang dimanfaatkan. Selain itu, meningkatnya potensi tanaman energi
dan pengembangan teknologi peningkatan hasil tanaman akan semakin memperluas potensi bioenergi.
Oleh karena itu, biomassa dianggap sebagai sumber energi alternatif yang menjanjikan dalam
perencanaan strategis energi EBT di masa depan, baik dalam secara nasional maupun regional [7].
Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah energi. Kondisi energi Indonesia yang terjadi
karena pertumbuhan konsumsi energi belum dapat memenuhi pasokan energi yang diperlukan.
Sedangkan peningkatan konsumsi energinya rata-rata 3,46% per tahun [8]. Krisis pasokan energi yang
dihadapi Indonesia telah mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan pemanfaatan energi terbarukan
untuk memenuhi kebutuhan energi. Biomassa adalah sumber daya terbarukan, dan energi darinya disebut
energi terbarukan [9].
Biomassa yang paling cocok sebagai sumber energi adalah biomassa yang memiliki nilai ekonomi
terjangkau. Jenis biomassa yang ideal untuk digunakan adalah biomassa yang telah kehilangan produk
utamanya. Saat ini, potensi biomassa di Indonesia yang dapat digunakan untuk pembangkit energi
tersedia dalam limbah pertanian, perkebunan, hutan dan ternak [10]. Biomassa untuk energi memiliki
nilai tertinggi karena karakteristiknya. Beberapa karakteristik dapat diperbaharui dan berkelanjutan,
dapat disimpan, diganti, dan diangkut, ketersediaan tinggi, dan karbon netral. Biomassa dari limbah
(perkebunan, pertanian, hutan dan ternak) dan limbah yang dihasilkan dari sampah dapat menjadi sumber
energi alternatif dan ramah lingkungan karena biomassa berasal dari organik non-fosil yang
menghasilkan CO2 non-polutan dari hasil pembakarannya [9].

2. Metode Kajian Literatur


Kajian ini merupakan tinjauan pustaka yang melihat kemungkinan peluang bahan baku dari berbagai
sektor seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk promosi biomassa sebagai sumber energi
berkelanjutan di Indonesia. Analisis dalam penelitian ini adalah menganalisis data sekunder (secondary
data analysis/desk study). Temuan dan perdebatan terfokus pada keanekaragaman hayati biomassa sebagai
sumber energi terbarukan di berbagai industri, termasuk pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Berdasarkan studi kasus tersebut, Indonesia terus mengembangkan energi biomassa untuk menjadi salah
satu sumber energi utama yang berkelanjutan di masa depan.
Data Base Penelitian Tahun Sumber
• Renewable Energy Prospects: Indonesia. 2017 IRENA
A Renewable Energy Roadmap.
• ASEAN Biomass Waste Generations. 2019 Terragreen.
https://medium.com/@support_61820/asean-
biomass-waste-generations-4dbb711d2789
• BPPT 2015 Indonesia Energy Outlook 2015 Fnu Anindhita, A. Sugiyono, M. S. Boedoyo,
2015, Adiarso. (Jakarta: Center for Energy ReSumbers
Development Technology) p 11.

4979
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Data Base Penelitian Tahun Sumber


• Kementerian PPN/Bappenas. Kajian 2015 Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral, dan
Pengembangan Bahan Bakar Nabati Pertambangan.
(BBN).
• Synthesis of the International Workshop 2017 World Agroforestry Centre. Exploring the
on Developing Science- and Evidence- potential of bioenergy in Indonesia for multiple
based Policy and Practice of Bioenergy in benefits.
Indonesia within the Context of
Sustainable Development, Bogor.
• Prospects for wood-based electricity for
the Indonesian National Energy Policy. CIFOR; https://www.cifor.org/library/6567/
2020
Sumber: Pengolahan data, 2022

3. Hasil dan Diskusi


3.1 Biomassa Sebagai Keanekaragaman Hayati dan Sumber Energi Terbarukan
Biomassa terdiri dari berbagai komponen organik yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan (pohon,
tumbuhan dan termasuk alga). Biomassa dibuat oleh tanaman hijau melalui proses fotosintesis, yang
mengubah sinar matahari menjadi berbagai elemen tanaman. Biomassa adalah contoh bahan organik, dan
ikatan kimia menyimpan energi matahari. Ada tiga bentuk biomassa: biomassa dari kayu, biomassa dari
non-kayu, dan merupakan bahan bakar sekunder.
Saat krisis minyak pada Tahun 1970-an, terjadi kekhawatiran yang meningkat di banyak negara
mengenai keamanan pasokan energi, harga bahan bakar fosil yang lebih tinggi, degradasi lingkungan,
perubahan iklim, dan keberlanjutan sistem energi. Kekhawatiran ini telah menyebabkan peningkatan
perhatian global dalam mendukung pengembangan energi alternatif berdasarkan sumber energi terbarukan.
Potensi energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada energi konvensional menjadi
pertimbangan yang serius dalam beberapa tahun terakhir. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan
alternatif yang berpotensi besar dan memberi kontribusi pada pasokan energi primer secara global. Alasan
biomassa saat ini menarik perhatian adalah pembaharuannya, potensi untuk produksi terdesentralisasi dan
netralitas karbon, dan perannya dalam mitigasi perubahan iklim [11].
Sumber daya energi biomassa meliputi residu pertanian dan kehutanan, energi/tanaman kehutanan,
residu hewan, limbah padat kota, dan lain-lain. Di ASEAN, bauran sumber daya biomassa berbeda dari
setiap negaranya. Perbedaan ini berkaitan dengan bagaimana pertanian, kehutanan, peternakan, dan industri
menghasilkan produk mereka. Tabel 1 menunjukkan potensi sumber daya energi biomassa di sejumlah
negara ASEAN. Namun demikian, tingkat pemanfaatannya masih tergolong rendah.

Tabel 1. Potensi sumber biomass dan pemanfaatannya


Negara Potensi Pemanfaatan
Kamboja Potensi teknis n.a
700 MW
Indonesia Potensi teknis 302 MW
49,810 MW
Malaysia Potensi teknis 221 MW
2,700 MW
Philipina Potensi komersial n.a
120 MW
Thailand Potensi teknis 560 MW
7000 MW
Vietnam Potensi teknis 50 MW
400 MW
Sumber: [12], [13], [15], [16]

Wilayah Asia Tenggara dikaruniai sumber energi terbarukan yang sangat beragam. Dengan
berlimpahnya sumber energi terbarukan di kawasan ini, sudah saatnya bagi negara-negara ASEAN untuk
fokus pada instalasi energi terbarukan di tengah berkurangnya cadangan bahan bakar fosil dan
meningkatnya kekhawatiran lingkungan terhadap bahan bakar fosil dan perubahan iklim khususnya [17].
Berdasarkan potensi sumber daya energi biomassa, tidak semua negara ASEAN memiliki potensi tersebut.
Hanya beberapa negara anggota ASEAN yang memiliki sumber daya biomassa yang dapat dijadikan energi
terbarukan pengganti energi fosil seperti yang terlihat pada Gambar 1.

4980
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Gambar 1. Potensi sumber energi terbarukan di negara-negara ASEAN menurut IEA


(International Energy Agency), 2016
Sumber: Ref. [17]

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa persebaran potensi sumber daya energi biomassa di
kawasan ASEAN hanya terdapat di Indonesia, Malaysia, Myanmar, Brunei, Kamboja, Laos, dan Vietnam.
Sementara Thailand dan Filipina memiliki potensi energi terbarukan lainnya, seperti angin dan tenaga air.
Menurut Ref. [18,19] biomassa saat ini merupakan sumber energi vital di semua negara di seluruh dunia.
Biomassa berpotensi menjadi sumber energi terbarukan yang signifikan di masa depan. Ini adalah
komponen pembangunan berkesinambungan di negara-negara industri dan juga negara terbelakang. Hal ini
berdampak pada terjadi mobilisasi penyediaan biomassa yang besar untuk memenuhi kebutuhan energi di
setiap kawasan.

Gambar 2. Total permintaan biomassa primer di ASEAN, 2025


Sumber: Ref. [20]

Berdasarkan Gambar 2, total permintaan untuk biomassa primer akan mencapai 146 Mtoe per tahun
dalam REmap pada Tahun 2025. Menurut laporan IRENA, ini membandingkan dengan total pasokan
potensi 155-265 Mtoe per tahun pada Tahun 2025 [21]. Penilaian ini mempertimbangkan bioenergi dari
sisa-sisa pertanian dan hutan, limbah industri dan kota, dan tanaman bioenergi tradisional. Namun itu tidak
termasuk tanaman energi tambahan di lahan yang dapat disediakan dengan meningkatkan hasil panen
pangan, mengurangi limbah dan kerugian dalam rantai makanan, atau mengembalikan lahan terdegradasi
menjadi produksi yang semuanya akan meningkatkan pasokan.

4981
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Gambar 3. Permintaan versus rasio pasokan biomassa di Negara Anggota ASEAN tertentu
Sumber: Ref. [20]

Gambar 3 menunjukkan ketersediaan bahan baku biomassa yang cukup di semua Negara Anggota
ASEAN untuk memenuhi permintaan energi, bila dibandingkan dengan high-end potensi pasokan dalam
penilaian pasokan IRENA [32]. Beberapa negara mungkin mencapai batas potensi pasokannya jika hanya
pertimbangan low end dari penilaian pasokan dasar. Potensi ini dapat ditingkatkan secara berkelanjutan
melalui sejumlah strategi dan pedoman. Ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan membuat
lebih banyak lahan tersedia tanpa dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang merugikan pada
masyarakat lokal dan ekosistemnya. Strategi-strategi ini termasuk pengumpulan residu pertanian yang
sistematis, penanaman rumput dan pohon di lahan yang dibebaskan oleh penanaman lahan pertanian yang
lebih intensif, dan mengurangi limbah dan kerugian dalam rantai makanan. Hal ini harus digabungkan
dengan pengelolaan hutan berkelanjutan dan teknologi konversi biofuel yang efisien.

Gambar 4. Perincian penggunaan energi industri oleh pengangkut di Indonesia


Sumber: Ref. [22]

Gambar 4 menunjukkan penggunaan energi biomassa di sektor industri dari Tahun 2010 sampai
2014 terhitung konstan yaitu sebesar 10%. Energi biomassa sebagai energi terbarukan berpotensi besar
untuk menggantikan ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil yang semakin menipis. Ketersediaan
bahan baku untuk energi biomassa sangat melimpah di alam dan terus terbaharu setiap waktunya.
Penggunaan energi biomassa ini diharapkan akan mampu menjawab tantangan global terhadap pemenuhan
energi di berbagai sektor. Indonesia sebagai negara megadiversiti kedua di dunia dan yang pertamanya
adalah Brazil. Dimana kedua negara ini memiliki keunggulan komparatif terhadap sumberdaya alamnya
yang memungkinkan untuk dikelola dan dimanfaatkan untuk pembangunan yang berkelanjutan.

4982
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

3.2 Potensi Pertanian Sebagai Sumber Biomassa


Indonesia merupakan produsen minyak sawit mentah yang sangat besar di dunia. Minyak ini
merupakan bahan baku penting untuk memproduksi biodiesel. Indonesia juga merupakan produsen beras
terbesar ketiga. Produk pertanian utama lainnya adalah: singkong (tapioka), kacang tanah, kakao, kopi, dan
kopra [23]. Bahan bakar biomassa terdiri dari biomassa kayu dan non-kayu. Sumber yang pertama berasal
dari pohon dan semak, yang terakhir dari sisa tanaman dan vegetasi lainnya. Keduanya dapat dikonversi
menjadi arang. Di negara-negara ASEAN, bahan bakar biomassa yang penting adalah kayu dan residu dari
pohon kelapa, karet dan kelapa sawit, serta serbuk gergaji, ampas tebu dan sekam dan jerami dari tanaman
padi. Bahan-bahan tersebut digunakan dalam aplikasi tradisional dan modern.
Pembakaran bersama limbah pertanian dan batubara dapat memberikan kontribusi yang sangat
signifikan untuk mengurangi emisi CO2 dibandingkan dengan pembakaran batubara sederhana untuk
pembangkit listrik. Karena negara-negara ASEAN umumnya kaya akan sumber daya biomassa, ko-
pembakaran biomassa dan batubara dapat memainkan peran penting dalam memerangi perubahan iklim.
Indonesia merupakan negara yang kaya biomassa dan penghasil batubara [24].
Mempercepat pertumbuhan hasil dengan mempromosikan penelitian dan pengembangan dan
memperluas penggunaan praktik pertanian modern harus dilakukan memungkinkan untuk menumbuhkan
jumlah makanan yang sama di lahan yang lebih sedikit. Diintensifkan layanan penyuluhan pertanian di
masyarakat pedesaan dapat membantu menutup kesenjangan antara proyeksi dan hasil potensial, yang tetap
substansial untuk banyak tanaman. Lahan pertanian yang dibutuhkan untuk produksi pangan juga dapat
dikurangi dengan mengurangi limbah dan kerugian dalam rantai makanan (mempertimbangkan kerugian
dalam produksi, penanganan dan penyimpanan pasca panen, pengolahan dan pengemasan, distribusi pasar
ritel, dan konsumsi), yang menurut Food dan Organisasi Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO),
berjumlah 32% dari makanan yang diproduksi di Asia Selatan dan Tenggara [25].
Berdasarkan temuan penelitian, diperkirakan produksi tahunan 150 Mt residu biomassa, atau 50 GW,
memiliki kapasitas untuk menghasilkan energi sebesar 470 GJ. Residu beras yang memiliki potensi energi
teknis sekitar 150 GJ per tahun diyakini sebagai sumber energi biomassa potensial utama di Indonesia.
Selain itu, limbah kayu karet merupakan sumber biomassa lainnya (sekitar 120 GJ per tahun). Sisa lainnya
berasal dari pabrik kelapa sawit dan gula, yang menghasilkan sekitar 78 GJ limbah per tahun (sekitar 67 GJ
per tahun). Total kurang dari 20 GJ per tahunnya dari sisa yang dihasilkan kayu lapis dan veneer, sisa
penebangan kayu, sisa serbuk gergaji, sisa kelapa, dan sisa limbah pertanian lainnya [26].
Produksi produk pertanian di Indonesia melibatkan sejumlah besar limbah pertanian (biomassa) yang
dikeluarkan setiap tahun. Limbah pertanian ini memiliki potensi energi 614,7 juta GJ per tahun.
Selanjutnya, biomassa kayu dari hutan dan pabrik kayu mencapai 15,77 juta ton per tahun, yang merupakan
potensi energi 141,5 juta GJ per tahun. Total biomassa pertanian dan hutannya mencapai 756,1 juta GJ per
tahun, yang sebanding dengan 24GW kapasitas pembangkit listrik terpasang. Kapasitas pembangkit listrik
terpasang bersih Indonesia adalah 30,32 GW (pada akhir 2009), dan negara ini dapat mencakup 80% dari
kekuatannya melalui pembangkit listrik biomassa. Untuk masa depan, pemerintah berencana untuk
berupaya mengembangkan energi terbarukan untuk mengurangi emisi CO2-nya, dan akan meningkatkan
tingkat penggunaannya untuk biomassa, khususnya untuk pertimbangan keberlanjutan [27].
Produk pertanian utama lainnya, yaitu singkong (tapioka), kacang tanah, coklat, kopi, dan kopra [34].
Potensi di sektor pertanian untuk menghasilkan energi biomassa dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan
estimasi potensi sumber biomassa yang diperoleh dari residu pertanian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Potensi sektor pertanian sebagai energi biomassa tahun 2010


Tanaman Hasil Area Tertanam Produksi
(ton/ha) (million ha) (mio tonnes)
Buah kelapa sawit 17.2 5.0 86.0
Beras, padi 5.0 13.2 66.4
Singkong 20.2 1.18 23.9
Sumber: Ref. [23]

Tabel 3. Estimasi potensi biomassa dari limbah pertanian tahun 2007-2008


Tanaman Tipe residu Jumlah residu
(juta ton /tahun)
Minyak sawit Tandan buah kosong 4.6
Kulit 1.2
Serat 2.3
Tebu Ampas tebu 8.1

4983
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Tanaman Tipe residu Jumlah residu


(juta ton /tahun)
Kelapa Tempurung 3.0
Serat 6.8
Nasi padi Sekam 13.6
Cassava Limbah singkong 7.3
Sumber: Ref. [23]

Agroindustri dan limbah pertanian adalah salah satu bahan baku berpotensi tinggi dan dapat
digunakan sebagai bahan baku biomassa untuk menghasilkan energi. Kegiatan pertanian terkait dengan
keberadaan produksi tanaman seperti kakao, kelapa, cengkeh. Masing-masing komoditas ini baik selama
penanaman, pemeliharaan dan panen limbah pertanian seperti batang dan daun yang bisa digunakan sebagai
bahan baku biomassa. Pemanfaatan bahan organik ini sebagai bahan baku biomassa tidak akan mengurangi
kualitas lingkungan dan kegiatan sehari-hari masyarakat. Jika dibuang langsung ke lingkungan, maka akan
menjadi ancaman serius [28]. Identifikasi potensi produksi biomassa dari limbah pertanian dan produk
sampingan dilakukan sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya. Ref. [29] juga melaporkan bahwa sumber
daya pertanian untuk energi biomassa di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Table 4. Sumber biomassa dari pertanian di Indonesia


Biomassa Produksi Tahunan Potensi energi Konten Energi
(juta ton/tahun) (million (MJ/kg)
GJ/year)
Kelapa 3808.263 3.267 -
Tebu 448.745 2.694 -
Karet 3445.121 2.592 -
Beras 12,147.637 66.412 -
Jagung 4131.676 18.328 -
Sumber: Ref. [29]

3.3 Potensi Perkebunan Sebagai Sumber Biomassa


3.3.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit yang juga dikenal dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq merupakan
tanaman perkebunan yang dapat dijadikan sebagai sumber utama minyak nabati Indonesia. Menguntungkan
dan bermanfaat dalam produksi berbagai macam produk, termasuk makanan, bioenergi, oleokimia, dan
lainnya, minyak sawit banyak digunakan. Antara umur 4 sampai 7 tahun, tanaman kelapa sawit sering
mengalami peningkatan hasil. Mencapai titik terendah antara usia 8 dan 15; setelah berusia 16 tahun,
produktivitas mulai menurun secara bertahap. Produktivitas dari kelapa sawit dapat mencapai sekitar 20–
25 ton TBS/ha/tahunnya, atau sekitar 4-5 ton dari minyak sawit, dalam kondisi optimal. Selama
pemrosesan, minyak sawit dapat menghasilkan dua jenis minyak: minyak sawit mentah (CPO) dan minyak
inti sawit (PKO). PKO dibuat dari inti sawit, sedangkan CPO berasal dari mesocarp.
Potensi TBS menjadi CPO yang dihasilkan dari tandan buah kosong (tandan buah sawit kosong)
sekitar 21%, serat mesocarp (serat) sekitar 53,4%, cangkang sawit sekitar 6,4%, dan limbah pabrik kelapa
sawit (limbah cair) sekitar 58,3% [43]. Kelapa sawit dapat dikonversi menjadi biofuel, seperti biodiesel,
biooil, biopelet, biogas, biobriket, gas metana, dan pembangkit listrik tenaga biomassa.. Hasil publikasi
penelitian biomassa produksi minyak sawit mentah (CPO) secara langsung dapat dihasilkan bahan baku
biomassa yang memiliki potensi untuk dijadikan bio-energi [31]. Studi ini juga memaparkan biomassa sawit
yang berlimpah memiliki peluang dalam berbagai industri dan memiliki nilai komersial yang tinggi.
Cangkang sawit dan tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi untuk dijadikan produk yang dapat di
ekspor. Potensi sawit sebagai bio-energi karena memiliki nilai kalori yang bermanfaat terhadap bahan bakar
alternatif.
3.3.2 Tanaman Kelapa
Dari tanaman kelapa (Cocos nucifera L) yang merupakan tanaman perkebunan juga memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Pohon kelapa secara keseluruhannya seperti pohon, batang, akar, daun dan buahnya
dapat berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-harinya. Pohon kelapa dapat menghasilkan
buahnya sekitar 9.000-11.000 butir per hektar per tahunnya. Hasil ini berarti 1,5–2 ton kopra. Pada
umumnya tanaman kelapa dapat hidup lebih dari 50 tahun dan dapat dipanen setelah 6 sampai 8 tahun.
Sekitar 1.200 hingga 7.500 kg kelapa diproduksi rata-rata per hektar. 2869 liter minyak dapat dihasilkan
dari satu hektar kelapa [32].

4984
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Pelepah kelapa tumbuh dari pohon kelapa dan merupakan tangkai daun yang merupakan komponen
tanaman kelapa. Salah satu jenis biomassa yang dihasilkan dalam jumlah besar dari perkebunan kelapa
adalah pelepah kelapa. Sebagian besar sampah yang terbuat dari pelepah kelapa sering dibiarkan terbuka
dan terurai tanpa pengolahan lebih lanjut. Daun kelapa memberikan nutrisi bahan kering yang sebanding
dengan rumput alami yang tumbuh di padang rumput. Protein kasar menyumbang 5,3% nutrisi dalam
pelepah kelapa, dengan hemiselulosa (21,1%), selulosa (27,3%), serat kasar (31,09%), abu (4,48%), BETN
(51,87%), lignin (16,9%), dan silika (0,6%) juga berkontribusi [33].
3.3.3 Tanaman Jarak
Tanaman anggota famili Euphorbiaceae, Jatropha curcas L. banyak ditemukan di Afrika Selatan
dan Tengah, Asia Tenggara, dan India. Ada beberapa jenis minyak jarak, yang terkenal di tempat-tempat
seperti Nikaragua, Tanjung Verde, Ife-Nigeria, dan Meksiko dan tidak beracun. Jatropha sering digunakan
dalam produksi biodiesel. Jatropha curcas L. dapat digunakan sebagai bahan untuk produksi biofuel,
karena bijinya mengandung 32 persen sampai 40 persen. Kandungan minyaknya mudah untuk dikonversi
menjadi bio-diesel. Tumbuhan ini memiliki potensi tinggi untuk digunakan dalam produksi biodiesel [34].
Biji jarak dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biomassa untuk menghasilkan energi atau biogas. Biji-
biji ini selanjutnya disuling menjadi minyak jarak pagar. Minyak jarak yang dihasilkan kemudian dapat
diproses lebih lanjut dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
3.3.4. Tanaman Nyamplung
Pada umumnya tanaman nyamplung mudah tumbuh di dekat pantai-pantai di seluruh Indonesia.
Nama ilmiah tumbuhan ini adalah Calophyllum inophyllum L. Pohon ini dapat tumbuh hingga ketinggian
8 hingga 20 meter, bahkan lebih tinggi hingga 35 meter. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.),
tumbuhan hutan lainnya, memiliki potensi besar sebagai bahan baku biomassa. Biji nyamplung juga dapat
digunakan sebagai bahan baku bioenergi karena kandungan minyaknya yang tinggi. Produktivitas
nyamplung bisa meningkat hingga 20 ton per hektar per tahun. Minyak nyamplung memiliki rendemen di
atas rata-rata lebih dari 50% [46].
3.3.5 Tanaman Kemiri Sunan
Tanaman kemiri sunan, juga dikenal sebagai Reutealis trisperma (Blanco Airy Shaw), adalah
tanaman tropis. Tumbuhan ini termasuk salah satu yang memiliki kemampuan untuk membuat minyak
nabati [54]. Disamping itu, biji dari buahnya mengandung minyak dengan rendemen 50 persen [36].
Tanaman kemiri sunan memiliki potensi dan dapat dijadikan minyak nabati yang dapat diproses menjadi
biodiesel (renewable energi), dan dapat sebagai pengganti energi fosil.
3.3.6. Tanaman Malapari
Sekitar 18 spesies tumbuhan telah dapat diakses sebagai bahan sumber potensial untuk kebutuhan
biodiesel lokal dan ekspor Indonesia [37]. Malapari merupakan salah satu tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber biofuel. Malapari memiliki nama latin Pongamia pinnata L. Tinggi pohon
malapari berkisar antara 15 hingga 25 meter, dengan diameter batang mencapai 80 sentimeter. 30-40 persen
minyak yang terdapat pada tumbuhan Malapari kaya akan trigliserida.
3.3.7 Tanaman Karet
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brasil dan merupakan anggota famili
Euphorbiaceae. Tanaman ini tumbuh subur di lingkungan tropis. Hevea brasiliensis tumbuh pada
ketinggian antara 1 dan 600 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan tahunan antara 2.000 dan 2.500
mm, paparan sinar matahari selama 5 sampai 7 jam per hari, dan pH tanah antara 5 dan 6. Rata-rata satu
pohon karet dapat menghasilkan 800 biji karet dalam setahun. Satu hektar lahan bisa menampung hingga
400 pohon karet. Satu hektar lahan setiap tahunnya bisa menghasilkan 5.050 kilogram benih karet. Biji
karet mengandung antara 40 dan 50 persen minyak nabati, dengan asam oleat dan linoleat mendominasi
dan asam palmitat, stearat, arakidat, dan asam lemak lainnya yang seimbang [61]. Sari bijinya dapat
dimanfaatkan sebagai limbah biodegradable yang dapat diubah menjadi bahan alami yang bermanfaat bagi
masyarakat.
3.3.8. Tebu
Tebu atau dalam bahasa latin dikenal dengan nama Saccharum officinarum L. merupakan tanaman
semusim yang dapat dipanen sekitar 8-14 bulan. Tebu berpotensi menjadi sumber energi berkelanjutan
karena biomassa yang dihasilkan adalah ampas tebu (bagasse) dan daun tebu kering (daduk). Selain itu,
tebu adalah tanaman yang paling efisien dalam mengubah energi matahari menjadi energi kimia dalam
bentuk biomassa. Ampas tebu merupakan salah satu bentuk biomassa tebu yang sering digunakan sebagai
sumber energi [38].
Daun tebu kering atau diduk memiliki nilai kalor 14.656 kJ/kg dan merupakan sumber energi
biomassa lain dari tebu. Diduk menghasilkan sekitar 14% dari berat tebu yang dipanen. Bila kedua jenis

4985
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

biomassa tebu tersebut digabungkan, dapat dihasilkan energi potensial sebesar 1.408.940 MWH. Potensi
ini pada akhirnya akan meningkat menjadi 2,80 juta MWH atau lebih dari dua kali lipat [65].
3.3.9. Ubi Kayu
Singkong adalah tanaman pangan semak yang juga dikenal sebagai singkong / ubi atau singkong.
Sekitar 10.000 SM, Manihot esculenta subsp. Populasi didomestikasi di sekitar tepi lembah sungai Amazon
Selatan, khususnya di negara bagian Rondonia, Brasil Acre, dan Mato Grosso [40]. Dengan
mempertimbangkan faktor bahan baku, teknologi, lingkungan, dan sosial, ubi kayu merupakan bahan baku
yang lebih menjanjikan untuk produksi bioetanol dibandingkan molase.
Ref [42] juga melaporkan tentang potensi biomassa yang bisa digunakan untuk pembangkit listrik di
seluruh provinsi di Indonesia dengan total potensi 32.654 Mwe, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Potensi biomassa sebagai ketenagalistrikan di Indonesia


Potensi Jawa- Sumatera Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total
(MWe) BaliMadura Tenggara
Palm oil 60 8,812 - 3,384 323 - 75 12,654
Sugar 854 399 - - 42 - - 1,295
cane
Rubber - 1,918 - 862 - - -
Coconut 37 53 7 10 38 19 14 177
Rice husk 5,353 2,255 405 642 1,111 22 20 9,808
Corn 954 408 85 30 251 4 1 1,733
Cassava 120 110 18 7 12 2 1 271
Sumber: Ref. [42]

3.4 Potensi Hutan Sebagai Sumber Biomassa


Banyak negara maju dan berkembang tidak menghasilkan energi biomassa melalui kebijakan
instrumen dan insentif keuangan seperti pemberian skema tarif untuk mempercepat investasi dalam sektor
energi terbarukan [70]. Sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan biomassa hutan dan pertanian
yang melimpah dan memperkirakan krisis energi di masa depan, pemerintah Indonesia juga telah
mengumumkan untuk memulai produksi energi dan bahan bakar dari sumber yang terbarukan. Pemerintah
menyadari bahwa industri bioenergi dan biofuel akan meningkatkan jumlah pasokan energi dalam negeri
dan pengurangan bahan bakar dalam subsidi untuk promosi bioenergi dan bahan bakar bio.
Dalam hal ini, sudah menjadi hal mendasar sekarang untuk menyediakan energi oleh biomassa
untuk pengembangan peradaban, terutama untuk daerah pedesaan dan jauh yang umumnya memiliki
sumber daya biomassa yang besar. Energi berbasis biomassa memiliki beberapa keunggulan seperti
ketersediaan yang luas dan distribusi yang seragam. Terutama, di daerah-daerah tersebut, pembangkit
listrik berbasis gasifikasi biomassa menawarkan solusi yang sangat layak untuk memberikan energi yang
lebih tinggi bagi desa dan dusun kecil, yang tidak hanya membuat mereka mandiri tetapi juga akan
mengurangi beban tagihan listrik negara [44]. Skenario yang ada, pemanasan global, pengurangan sumber
daya dan masalah internasional lainnya telah menyebabkan keputusan pembangunan berkelanjutan, dan
sektor energi menggunakan energi terbarukan seperti biomassa membutuhkannya untuk sumber daya
utama.
Meskipun jenis tanaman dan sumber daya biomassa di Indonesia melimpah, kurangnya pengetahuan
tentang fungsi dan kesesuaiannya sebagai bahan baku produksi energi diduga menjadi penyebab utama
dan penghambat pemanfaatan biomassa kayu. Saat ini, banyak penekanan ditempatkan pada identifikasi
spesies biomassa yang cocok dengan keluaran energi tinggi untuk menggantikan sumber energi bahan
bakar fosil tradisional [45].
Keadaan penelitian, teknologi, dan pengembangan bioenergi di Indonesia menunjukkan kemajuan
yang baik dalam menguji berbagai sumber energi yang inovatif dan dalam kolaborasi lintas sektoral dalam
mengembangkan inisiatif tersebut. Upaya telah dimasukkan ke dalam berbagai aspek pengembangan
bioenergi: dari perspektif teknologi hingga eksplorasi model bisnis untuk usaha kecil dan menengah. Kerja
sama pemerintah di bidang energi biomassa telah meningkat, misalnya melalui program Hutan Tanaman
untuk Energi (HTE) yang dibentuk bersama oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ketidakpastian ketersediaan bahan baku dan harga yang
berfluktuasi juga merupakan faktor penghambat penggunaan biomassa untuk produksi listrik skala besar
[46].
Hutan tropis menyimpan lebih dari 25% karbon di biosfer terestrial. Namun, hutan di daerah tropis
hilang pada laju 2.100 km2/tahun [47], yang menambah emisi gas rumah kaca global secara signifikan
[36]. Indonesia memiliki hutan luas dengan hasil hutan yang berlimpah, namun demikian ada risiko

4986
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

merusak sumber daya alam kaya akan keanekaragaman hayati. Bahan baku kehutanan yang berkelanjutan
di Indonesia berasal dari kayu karet, kayu dari limbah kayu atau limbah industri kayu. Studi menunjukkan
potensi untuk mengumpulkan biomassa hutan tahunan sebesar 135 juta ton kering [25]. Laporan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ministry of Energy and Mineral Resources) tahun 2017
[42] tentang potensi biomassa untuk pembangkit listrik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Potensi energi biomassa dari kehutanan di Indonesia, 2017


Potensi Jawa- Sumatera Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total
(MWe) BaliMadura Tenggara
Wood 14 1.212 19 44 21 4 21 1,335
MSW 1.527 326 48 66 74 11 14 2,066
Sumber: Ref. [42]

Agar dapat mengejar target 23% energi terbarukan di tahun 2025 dan sekitar 31% di tahun 2050,
Indonesia telah secara aktif menjajaki opsi untuk melonggarkan ketergantungannya pada bahan bakar fosil.
Energi berbasis kayu memiliki potensi besar untuk dikembangkan di pasar regional dan global. Energi
berbasis kayu dapat didasarkan pada program penanaman pohon industri skala besar di Indonesia.
Tumbuhan ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia dengan jutaan hektar ditanami, tetapi gagal
mencapai semua tujuan publiknya. Untuk melakukannya, kebijakan feed-in tariff unggulan telah
diberlakukan sebagai insentif bagi pembangkit listrik untuk menggunakan biomassa (atau bahan biogas)
[48].
Tabel 7. Residu bahan baku hutan tahun 2007-2008
Residu Hutan Jumlah
(million tonnes/yr)
Rubber wood 2.8
Wood waste 8.3
Sumber: Ref. [34]

Selain meningkatkan emisi karbon, deforestasi dan degradasi hutan dapat mengurangi ketersediaan
biomassa kayu, dimana sekitar 2,5–2,7 miliar orang [49] bergantung pada masakan sehari-hari yang
menggunakan bahan bakar. Mengingat ketergantungan luas pada kayu untuk energi dan pentingnya hutan
untuk mitigasi perubahan iklim, maka perlu untuk mempersiapkan ketersediaan di masa depan sambil
mengembangkan jalur menuju pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Ref. [50]
mengusulkan empat strategi untuk mengelola hutan mitigasi perubahan iklim. Salah satu strategi adalah
untuk memperluas penggunaan biomassa kayu untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil. Banyak
pakar yang memberikan penilaian potensi bioenergi kayu dalam skala global, menyimpulkan bahwa ada
potensi kayu yang tinggi biomassa dari hutan. Pemanfaatan biomassa kayu memiliki peran potensial dalam
pemanasan global mitigasi karena rendahnya emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan pemanfaatan
minyak atau batubara untuk pembangkit listrik.
Ref. [51] melaporkan bahwa spesies pohon yaitu A. Elmeri, A. dumosa, A. longifolius, S.
Balangeran, C. rotundatus, T. obovata, V. pinnata, C. brachiata, F. rukam, dan V. umbonata memiliki
potensi sebagai energi biomassa yang umum digunakan sebagai kayu bakar, bahan kontruksi, dan bahan
untuk membuat furnitur.

Tabel 8. Analisis biomassa jenis pohon di hutan rawa gambut Muara Siran, Indonesia
Spesis tanaman Karbon Hidrogen Oksigen
Nama lokal Nama Latin (%) (%) (%)
Kayu harang A. dumosa 41.33 5.21 38.80
Medang A. elmeri 41.73 5.26 39.21
Terap hutan A. longifolius 42.96 6.03 37.43
Kenanga C. odorata 39.57 4.96 36.88
Bakau C. brachiata 43.63 5.73 37.21
Perepat C. rotundatus 41.34 5.11 37.78
Simpur D. excelsa 43.91 5.73 36.57
Sengkuang D. dao 41.29 5.17 38.44
Sengon buto E.cyclocarpum 42.67 5.17 39.12
Bunga E. nitida 41.35 5.15 38.26
Kebolo F. hispida 42.63 5.23 37.96
Rukam F. rukam 44.73 5.47 38.61

4987
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Spesis tanaman Karbon Hidrogen Oksigen


Nama lokal Nama Latin (%) (%) (%)
Asam gendis G. bancana 41.56 5.18 38.41
Manggis hutan G. nervosa 42.77 5.40 38.51
Tahongai K. hospita 45.62 5.52 38.25
Bungur L. speciosa 45.33 5.13 36.61
Mali L. indica 41.47 5.14 38.09
Tiju L. robusta 40.40 5.01 37.08
Binuang O. sumatrana 41.09 5.10 37.74
Temberas P. galeata 41.65 5.18 38.43
Bayur P. javanicum 42.33 5.47 37.00
Kahoi S. balangeran 41.84 5.23 35.80
S.caudatilimbu
Bluma m 44.78 5.06 37.73
Bumbun S. chloranthum 44.59 5.92 37.26
Pelawan T. obovata 41.63 5.25 39.14
Mas intan V. umbonata 43.86 5.42 37.45
Laban V. pinnata 43.73 5.53 38.00
Rata-rata 42.58 5.32 37.84
Sumber: Ref. [88]

4. Kesimpulan
Meskipun Indonesia masih akan terus menggunakan energi fosil hingga Tahun 2050 namun disisi
lain, Indonesia juga terus mempersiapkan diri dalam pengembangan energi terbarukan secara regional dan
siap bersaing dipasar global. Hal ini dilakukan karena semakin menipisnya cadangan energi fosil di alam
dan meningkatnya biaya impor minyak. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang melimpah,
Indonesia diantisipasi untuk menjadi swasembada energi. Indonesia memiliki hutan tropis yang begitu luas,
penghasil utama berbagai produk pertanian tropis, dan juga perkebunan. Hasil alam tersebut selain
digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer, dapat pula diubah menjadi energi, khususnya biomassa.
Residu dari bahan baku alam yang terbuang begitu saja di lingkungan, akan lebih baik jika dimanfaatkan
sebagai bahan bakar. Sejauh ini, penggunaan energi biomassa belum sekomersial energi fosil. Biomassa
berpotensi menjadi salah satu sumber energi berkelanjutan terpenting di masa depan, terutama untuk
pembangunan berkelanjutan di negara industri dan berkembang.

5. Referensi
[1] O'Connell, D., Braid, A., Raison, J., Handberg, K., Cowie, A., Rodriguez, L., & George, B. (2011).
Sustainable production of bioenergy: a review of global bioenergy sustainability frameworks and
assessment systems. Rural Industries Research and Development.
[2] Ekpeni, L. E., Benyounis, K. Y., Nkem-Ekpeni, F., Stokes, J., & Olabi, A. G. (2014). Energy
diversity through renewable energy source (RES)–A case study of biomass. Energy Procedia, 61,
1740-1747.
[3] Oyedepo, S. O. (2012). Energy and sustainable development in Nigeria: the way forward. Energy,
Sustainability and Society, 2(1), 1-17.
[3] Kothari, R., Tyagi, V. V., & Pathak, A. (2010). Waste-to-energy: A way from renewable energy
sources to sustainable development. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14(9), 3164-3170.
[4] Kothari, R., Tyagi, V. V., & Pathak, A. (2010). Waste-to-energy: A way from renewable energy
sources to sustainable development. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14(9), 3164-3170
[5] Yusaf, T, Goh, S, & Borserio, J. A. (2011). Potential of renewable energy alternatives in Australia.
Renewable and Sustainable Energy Reviews. 15:214–21.
[6] IRENA, 2017. Renewable Energy Prospects: Indonesia. A Renewable Energy Roadmap.
[7] Terragreen. 2019. ASEAN Biomass Waste Generations.
https://medium.com/@support_61820/asean-biomass-waste-generations-4dbb711d2789
[8] BPPT 2015 Indonesia Energy Outlook 2015, Fnu Anindhita, A. Sugiyono, M. S. Boedoyo, Adiarso.
(Jakarta: Center for Energy ReSumbers Development Technology) p 11.
[9] Rosillo-Calle, F., & Woods, J. (2012). The biomass assessment handbook (Vol. 4). Taylor & Francis.
[10] Hermawati W 2014 Biomass Conversion for Alternative Energy in Indonesia: A Review of
ReSumbers, Technology, Management, and Policy, ed H Abimanyu and S Hendarana (Jakarta:
LIPI Press) p 14.

4988
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

[11] Yasmi, Y., Arts, B. J. M., & Hoogstra-Klein, M. A. (2019). Forest Futures: Sustainable pathways for
forests, landscapes and people in the Asia-Pacific region: Asia-Pacific Forest Secor Outlook Study
III. FAO.
[12] Gu, A., & Zhou, X. (2020). Emission reduction effects of the green energy investment projects of China
in belt and road initiative countries. Ecosystem Health and Sustainability, 6(1), 1747947.
[13] Tharakan, P. (2015). Summary of Indonesia’s Energy Sector Assessment (ADB Papers on Indonesia No.
9). Adb,(9), 40.
[14] Guild, J. (2019). Feed‐in‐tariffs and the politics of renewable energy in Indonesia and the Philippines.
Asia & the Pacific Policy Studies, 6(3), 417-431.
[15] Pranadi, A. D., Suryadi, B., & Yosiyana, B. (2018). Status on renewable energy policy and development in
ASEAN. In Renewable Energy in Developing Countries (pp. 3-24). Springer, Cham.
[16] Griffith-Jones, S., Ocampo, J. A., & Spratt, S. (2012). Financing renewable energy in developing
countries: mechanisms and responsibilities.
[17] Rebecca Shamasundari, 2017. The tides are changing in favour of renewable energy. The Asean Post.
Diakses pada Tanggal 27 Maret 2020 di https://theaseanpost.com/article/tides-are-changing-favour-
renewable-energy.
[18] Thrän, D., Seidenberger, T., Zeddies, J., & Offermann, R. (2010). Global biomass potentials—
Resources, drivers and scenario results. Energy for sustainable development, 14(3), 200-205.
[19] Welfe, A., Gilbert, P., & Thornley, P. 2014. Increasing biomass reSumber availability through supply
chain analysis, Journal of Biomass and Bioenergy, Vol. 70, Hal. 249-266.
[20] IRENA and ACE. 2016. Renewable Energy Outlook For Asean. A Renewable Energy Roadmap
2030.
[21] IRENA (2014b). Global Bioenergy: Supply and Demand Projections (Working Paper). Abu Dhabi:
IRENA. Retrieved from http://www.irena.
org/remap/IRENA_REmap_2030_Biomass_paper_2014.pdf
[22] MEMR (2015), Handbook of Energy & Economics Statistics of Indonesia, 2015, MEMR, Jakarta,
Indonesia.
[23] NL Agency Netherlands Programmes for Sustainable Biomass. 2013. Indonesia - Market
opportunities for Bioenergy.
https://english.rvo.nl/sites/default/files/2013/12/Factsheet%20Indonesia%20-
%20Market%20opportunities%20for%20bioenergy.pdf. Diakses pada Tanggal 28 Maret 2020.
[24] ERIA. 2019. Study on the Biomass and Coal Co-Combustion in the ASEAN Region. Diakses pada
Tanggal 28 Maret 2020 di https://www.eria.org/publications/study-on-the-biomass-and-coal-co-
combustion-in-the-asean-region/.
[25] FAO, 2011. Food and Agriculture Organization of the United Nations.
[26] Salman Zafar. 2019. Biomass Energy in Indonesia. BioEnergy Consult Powering a Greener Future,
di akses pada Tanggal 28 Maret 2020.
[27] Asia Biomass Office. 2012. Indonesia Possesses Plentiful Biomass ReSumbers. Diakses pata
Tanggal 27 Maret 2020 di https://www.asiabiomass.jp/english/topics/1209_01.html
[28] A Bunyamin and D Purnomo, 2017. Biomass potential reSumbers identification in Togean Islands,
Central Sulawesi. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 65 012010.
[29] Prastowo, B. Biomass ReSumber in Indonesia: Indonesia’s Solid Biomass Energy Potential. In
Proceedings of the Indonesia-German Workshop and Seminar, Institute Technology of Bandung,
Kota Bandung, Indonesia, 26–27 September 2012; pp. 1–15.
[30] Hambali, E., Thahar, A., & Komarudin, A. 2010. The Potential of Oil Palm and Rice Biomass as
Bioenergy Feedstock. 7th Biomass Asia Workshop 2010, Jakarta, Indonesia.
[31] Kris Hadisoebroto. 2018. Biomassa Sawit Hasilkan Bioenergi. Indonesia Palm Oil Magazine,
Diakses pada Tanggal 27 Maret 2020 di https://www.infosawit.com/news/8331/biomassa-sawit--
hasilkan-bioenergi
[32] Kementerian PPN/Bappenas. 2015. Kajian Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN). Direktorat
Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan.
[33] Bata, M., & Hidayat, N. (2010). Penambahan molases untuk meningkatkan kualitas amoniasi jerami
padi dan pengaruhnya terhadap produk fermentasi rumen secara in-vitro. Jurnal Agripet, 10(2), 27-
33.
[34] Everson, C. S., Mengistu, M. G., & Gush, M. B. (2013). A field assessment of the agronomic
performance and water use of Jatropha curcas in South Africa. Biomass and Bioenergy, 59, 59-69.
[35] Karina, S. (2014). Jenis Tumbuhan Berguna Pada Pekarangan Masyarakat Percampuran di

4989
p-ISSN : 2528-3561
Volume VIII, No.1, Januari 2023 Hal 4978 - 4990
e-ISSN : 2541-1934

Kelurahan Layana Indah Kecamatan Palu Timur Sulawesi Tengah. Biocelebes, 8(2).
[36] Herman, M. dan D. Pranowo, 2011. Karakteristik buah dan minyak kemiri minyak (Reutealis
trisperma (Blanco) Airy Shaw) populasi Majalengka dan Garut. Buletin Ristri 2(1):21-27.
[37] Hambali, E., Thahar, A., Nisyaw, F.N., Biladi, D.B.C., & Haryanto, D. (2015). Sumber bahan bakar
nabati. Dalam T.H. Soerawidjaja & Kudiana (Eds.) Peta jalan litbang bahan bakar nabati: Menuju
mandiri energi.
[38] Setyawardhani, D.A., Distantina, S., Henfiana, H. & Dewi, A.S., 2010, Pembuatan Biodiesel Dari
Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet. Prosiding Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses 2010, Teknik
Kimia UNDIP, Semarang.
[32] Haryanto, A., Triyono, S., Telaumbanua, M., & Cahyani, D. (2020). Pengembangan listrik tenaga
biogas skala rumah tangga untuk daerah terpencil di Indonesia. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian
dan Biosistem (JRPB), 8(2), 168-183.
[39] Yuliani, D., & Mayangsari, R. (2022). Daun Tebu (Saccharum spontaneum L.) Sebagai Penyerap
Zat Warna Tekstil Reactive Blue: Sugarcane Leaves (Saccarum Spontaneum L.) As Absorbent
Reactive Blue Textile Dyes. Biospecies, 15(2), 19-23.
[40] Abass, A., Towo, E., Mukuka, I., Okechukwu, R., Ranaivoson, R., Tarawali, G., & Kanju, E. (2014).
Growing cassava: a training manual from production to postharvest.
[41] Fadjar Goembira, 2018. Waste to Energy Status in Indonesia. Andalas University, Indonesia.
[42] Ministry of Energy and Mineral ReSumbers, 2017, Handbook of Energy and Economic Statistics of
Indonesia 2017, Jakarta.
[43] Kumar A, Kumar N, Baredar P, Shukla A. 2015. Review on biomass energy reSumbers,
potential, conversion and policy in India. Renew Sustain Energ Rev 45: 530-539.
[44] Buragohain B, Mahanta P, Moholkar VS. 2010. Biomass gasification for decentralized power
generation: The Indian perspective. Renew Sustain Energ Rev 4 (1): 73-92.
[45] Ghaley BB, Porter JR. 2014. Determination of biomass accumulation in mixed belts of Salix,
Corylus and Alnus species in combined food and energy production system. Biomass Bioenerg 63:
86-91.
[46] World Agroforestry Centre. 2017. Exploring the potential of bioenergy in Indonesia for multiple
benefits. Synthesis of the International Workshop on Developing Science- and Evidence-based
Policy and Practice of Bioenergy in Indonesia within the Context of Sustainable Development,
Bogor, 14 February 2017.
[47] Galiatsatos, N., Donoghue, D. N., Watt, P., Bholanath, P., Pickering, J., Hansen, M. C., &
Mahmood, A. R. (2020). An assessment of global forest change datasets for national forest
monitoring and reporting. Remote Sensing, 12(11), 1790.
[48] CIFOR, Prospects for wood-based electricity for the Indonesian National Energy Policy. Diakses
pada Tanggal 29 Maret 2020 di https://www.cifor.org/library/6567/
[49] Pachauri, S., Brew-Hammond, A., Barnes, D. F., Bouille, D. H., Gitonga, S., Modi, V., ... & Zerrifi,
H. (2012). Energy access for development.
[50] Trumbore, S., Brando, P., & Hartmann, H. (2015). Forest health and global change. Science,
349(6250), 814-818.
[51] Arung ET, Amirta R, Zhu Q, Amen Y, Shimizu K. 2018. Effect of wood, bark and leaf extracts of
Macaranga trees on cytotoxic activity in some cancer and normal cell lines. J Indian Acad Wood Sci
15 (2): 115-119
[52] Amirta, R., Haqiqi, M. T., Saparwadi, S., Septia, E., Mujiasih, D., Setiawan, K. A., ... & Suwinarti,
W. (2019). Searching for potential wood biomass for green energy feedstock: A study in tropical
swamp-peat forest of Kutai Kertanegara, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity,
20(6).

4990

You might also like