Professional Documents
Culture Documents
FIX REVISI HCS Tugas Kel 2
FIX REVISI HCS Tugas Kel 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya deraja kesehatan masyarakat seting-tingginya
(Perpres no. 72 tentang Sistem Kesehatan Nasional).
Banyak tantangan yang dihadapi dalam membangun sistem kesehatan yang kuat dan
handal, diantaranya kurangnya tenaga kesehatan, kurangnya koordinasi antar lembaga
dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. SKN yang lemah sangat
berbahaya ketika diperhadapkan dengan kondisi tidak normal (bencana dan krisis
kesehatan). Kebijakan dari SKN ini telah banyak melakukan perubahan, salah satunya
dalam hal perubahan sub sistem upaya kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Namun
demikian, permasalahan kesehatan yang terus berkembang menuntut SKN menjadi suatu
tatanan yang kuat dalam pembangunan kesehatan. Penguatan SKN harus mampu
memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat baik dalam kondisi normal dan kondisi tidak
normal.
Dampak krisis ekonomi di Indonesia sampai saat ini meluas ke seluruh bidang
kehidupan, termasuk bidang pelayanan kesehatan. Dilema yang dihadapi pelayanan
kesehatan, disatu pihak pelayanan kesehatan harus menjalankan misi sosial, yakni
merawat dan menolong yang sedang menderita tanpa memandang sosial, ekonomi,
agama dan sebagainya. Namun dipihak lain pelayanan kesehatan harus bertahan secara
ekonomi dalam menghadapi badai krisis tersebut. Oleh sebab itu pelayanan kesehatan
harus melakukan reformasi, reorientasi dan revitalisasi. Reformasi kebijakan
pembangunan kesehatan telah selesai dilakukan sebagaimana telah tertuang dalam Visi,
Misi, Strategi dan Paradigma baru pembangunan kesehatan yang populer dengan sebutan
Indonesia Sehat. Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah memberi arah baru
pembangunan kesehatan di Indonesia. (setyawan, 2015)
Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu berdasarkan Penyedia Pelayanan
Kesehatan (Health Provider), adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan, biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan
adalah persoalan utama pemerintah ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan
lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya
operasional (operational cost).
B. TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
TINJAUAN TEORITIS
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi
kesehatan (health economy). yang dimaksud dengan pembiayaan kesehatan adalah dana
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya
kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyararakat.
Pembiayaan kesehatan yang dialokasikan untuk kesehatan dikatakan baik apabila dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, jumlahnya mencukupi
dan dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya sehingga tidak terjadi pembengkakan
biaya yang berlebihan.
Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu
berdasarkan:
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider) adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian
ini bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama
pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak- pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan
kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya investasi (investment cost) serta
seluruh biaya operasional (operational cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer) adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan
menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas
tertentu pemerintah juga turut serta, yakni dalam rangka
terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada
jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu
upaya kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanagan lebih menunjuk pada
seluruh biaya investasi (investement cost) serta seluruh biaya operasional (operational
cost) yang harus disediakan untuk menyelenggarakan kesehatan.
1. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya yang dimanfaatkan dalam upaya untuk
menyelenggarakan dan atau menggunakan pelayanan kedokteran dengan harapan
untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2. Biaya layanan kesehatan masyarakat, yaitu biaya yang dibutuhkan dalam upaya
utnuk menyelenggaraka dan atau mengggunakan layanan kesehatan masyarakat
dengan tujuan utamanya adalah untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan serta
untuk mencegah penyakit.
B. TUJUAN SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang
amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai
tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality).sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah
bertujuan untuk :
1. Risk Spreading
Pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran resiko biaya sepanjang waktu
sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap rumah tangga. Artinya sebuah
sistem pembiayaan harus mampu memprediksikan resiko kesakitan individu dan
besarnya pembiayaan dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun). Kemudian
besaran tersebut diratakan atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi premi
(iuran, tabungan) bulanan yang harus dibayarkan oleh pemakai jasa kesehatan.
2. Risk pooling
beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah dan tidak merata) dapat
sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis (jantung koroner) yang tidak
dapat ditanggung oleh tabungan individu (risk spreading). Sistem pembiayaan harus
mampu menghitung dengan mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan biaya
yang mahal antar individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat dengan
tingkat kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan
kesehatan) dapat mensubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan. Secara sederhana, suatu sistem pembiayaan akan menghitung resiko
terjadinya masalah kesehatan dengan biaya mahal dalam satu komunitas, dan
menghitung besaran biaya tersebut kemudian membaginya kepada setiap individu
anggota komunitas. Sehingga sesuai dengan prinsip solidaritas, besaran biaya pelayanan
kesehatan yang mahal tidak ditanggung dari tabungan individu tapi ditanggung bersama
oleh masyarakat.
Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lain. Secara umum
sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh
pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan
oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini
sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar. Contohnya dana dari
pemerintah pusat dan provinsi.
2. Bersumber dari anggaran masyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atau Corporate
Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau
melalui sistem asuransi.
3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit
tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh
organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar
negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada
negara-negara berkembang.
4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi
kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah
dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran
serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan
mengeluarkan biaya tambahan.
Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka
ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakannya
masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan
tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang
dimanfaatkannya. Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang
mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan
satu negara pun yang pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta. Pada negara yang
peranan swastanya sangat dominan pun peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling
tidak dalam membiayai upaya kesehatan masyarakat, dan ataupun membiayai
pelayanan kedokteran yang menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang
mampu.
b. Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk UKM
dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan kemampuan.
Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam program jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
3. Pembelanjaan
a. Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private patnership digunakan
untuk membiayai UKM.
b. Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana Sehat dan Dana Sosial
Keagamaan digunakan untuk membiayai UKM dan UKP.
c. Pembelajaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan kesehatan
keluarga miskin dilaksanakan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib.
I. FAKTOR PEMBIAYAAN KESEHATAN
Bab ini menjelaskan situasi pembiayaan kesehatan Indonesia sejak desentralisasi pada
tahun 2001 sampai dengan pelaksanaan kesehatan nasional polis asuransi (Skema Jaminan
Kesehatan Nasional) pada Januari 2014. Dimulai dengan situasi pembiyaan kesehatan
Indonesia menggunakan perspektif national health accounts, kemuadian pendanaan
kesehatan oleh pemerintah dan individu (out of pocket payments).
Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya kontribusi pemerintah terhadap kesehatan
pembiayaan, dengan porsi publik hanya 37,8% dari total pengeluaran kesehatan, sedangkan
swasta, terutama pembayaran Out Of Pocket (OOP) , berkontribusi 62,2%. Lebih tinggi
Pengeluaran OOP telah mengakibatkan peningkatan risiko bencana kesehatan pengeluaran
untuk rumah tangga. Namun, sejak tahun 2004, anggaran pemerintah untuk kesehatan
meningkat secara signifikan. Peningkatan anggaran kesehatan ini adalah hasil dari pergeseran
kebijakan pembiayaan kesehatan pemerintah untuk lebih focus pada pengurangan risiko
keuangan pengeluaran perawatan kesehatan, terutama untuk rakyat kurang mampu.
Peningkatan anggaran ini juga diamanatkan oleh Undang-Undang Kesehatan (UU
Kesehatan), yang mengatur bahwa alokasi anggaran pemerintah (secara nasional) minimal
5% dari total anggaran pemerintah pusat (APBN); sedangkan untuk APBD alokasinya untuk
kesehatan harus sebesar setidaknya 10%. Berdasarkan persyaratan hukum itu, pemerintah
akan meningkatkan alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan secara nasional sebesar 5%
dari total pemerintah anggaran pada tahun 2016, jumlah yang diperkirakan menjadi 109
triliun Rupiah.
Menyusul penggabungan sejumlah skema pendanaan yang ada, program jaminan
kesehatan nasional (Jaminan Kesehatan Nasional) JKN) dimulai pada Januari 2014, dengan
kontribusi dari anggota dan pemerintah yang tergabung dalam satu implementasi asuransi
kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan). Pengenalan JKN terutama
bertanggung jawab atas peningkatan belanja pemerintah yang berkelanjutan sejak 2014.
Tantangan tetap dalam proporsi pengeluaran OOP yang tinggi, sistem yang kompleks
dari saluran pendanaan dan pembayaran dari nasional ke tingkat subnasional, memperluas
cakupan untuk memasukkan sektor informal, dan memastikan perbaikan dalam penyediaan
layanan untuk memungkinkan pemerataan akses layanan di seluruh wilayah Indonesia.
Pendapatan publik untuk sistem kesehatan dihasilkan dari berbagai sumber, termasuk
pajak umum (langsung dan tidak langsung) dan pendapatan bukan pajak yang
dikumpulkan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah provinsi/kabupaten,
pinjaman bilateral dan multilateral, serta hibah bilateral dan multilateral kepada
pemerintah. Sumber pembiayaan publik belanja kesehatan di Indonesia meliputi
pendapatan yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, skema jaminan sosial dan Rest of the World (ROW), yang disalurkan melalui
anggaran pemerintah. Pusat anggaran pemerintah untuk kesehatan terdiri dari anggaran
Kementerian Kesehatan dan kementerian lain (non-Kemenkes),
1. Arus keuangan
kesepakatan bersama.
Proses ini menentukan pemilihan dan retensi jaringan fasilitas kesehatan yang
dapat memberikan pelayanan bermutu kepada peserta JKN. Penunjukan dasar
dalam proses seleksi ini mengacu pada standar tautan kredensial, yang didasarkan
pada jumlah dan distribusi domisili peserta, kebutuhan peserta, kemampuan
perusahaan (dalam hal sumber daya manusia) dan ketersediaan penyedia layanan
kesehatan. Proses seleksi meliputi review dan verifikasi keberadaan fasilitas
kesehatan. Proses verifikasi menyangkut perizinan fasilitas kesehatan.
D. Out-Of-Pocket Payments ( Pembayaran langsung)
Pembayaran OOP merupakan sumber pembiayaan terbesar dalam sistem kesehatan
Indonesia, yang mencakup sekitar 46,9% dari THE, pada tahun 2014. Pembayaran OOP
merupakan proporsi pembayaran tertinggi di antara skema pembiayaan swasta. Secara
umum, area utama pengeluaran untuk pembayaran OOP adalah membayar perawatan
kesehatan kuratif pribadi, termasuk obat-obatan (sekitar 95,6% dari pengeluaran OOP).
Di Indonesia, rata-rata tingkat pengeluaran rumah tangga untuk perawatan kesehatan pada
tahun 2005 adalah sekitar 3,5% dari pendapatannya.
Meskipun terjadi penurunan belanja OOP setelah penerapan awal skema
perlindungan kesehatan pada tahun 2005, pangsa OOP dalam total belanja kesehatan tetap
stabil sepanjang tahun 2010 – 2014. Pada tahun pertama pelaksanaan JKN, yang dimulai
pada Januari 2014, masih belum ada penurunan persentase iuran OOP dibandingkan
tahun-tahun sebelum pelaksanaan JKN. Sebagaimana tercantum dalam dokumen Bank
Dunia (Tandon et al., 2016), hal ini menunjukkan bahwa meskipun cakupan asuransi telah
berkembang dan jumlah pembiayaan publik prabayar untuk kesehatan telah meningkat,
pengeluaran OOP juga secara bersamaan meningkat dengan jumlah yang sama.
Yang menjanjikan, porsi pembayaran OOP cenderung menurun setelah Indonesia
memperkenalkan skema perlindungan kesehatan sosial bagi masyarakat miskin dan
hampir miskin pada tahun 2005, menerapkan Askeskin pada tahun 2005, dan kemudian
Jamkesmas pada tahun 2007. Peningkatan pengeluaran kesehatan masyarakat seperti itu
mengubah masyarakat, total saham swasta dan OOP swasta di Indonesia. Data NHA
menunjukkan bahwa pengeluaran kesehatan swasta merupakan penyumbang terbesar
THE dari tahun 1996 hingga 2004 (rata-rata 58%). Menyusul peningkatan bagian publik
dari kontribusi ke THE, bagian dari OOP pengeluaran turun dan saham swasta THE turun
menjadi 32,8% pada tahun 2006.
1. Cost sharing
Cost sharing dalam kaitannya dengan jaminan kesehatan mengacu pada pemberian
jaminan kesehatan atau pembayaran pihak ketiga yang masih mensyaratkan biaya
pemeliharaan kesehatan yang diterima sebagian ditanggung oleh orang yang
ditanggung (WHO, 2017). Sebelum penerapan JKN, penyedia layanan publik di
puskesmas dan di tingkat rumah sakit memungut retribusi. Biaya pendaftaran di
tingkat puskesmas sangat kecil, demikian juga untuk akomodasi di bangsal umum
(kelas 3) di rumah sakit umum. Namun biaya tambahan dikenakan untuk akomodasi
kelas 2, kelas 1 dan bangsal VIP. Dalam peraturan JKN, pembagian biaya tidak
diperbolehkan. Namun, pembayaran tambahan mungkin diperlukan untuk manfaat
non-medis seperti tingkat yang lebih tinggi dari akomodasi rumah sakit. Misalnya:
Peserta yang menginginkan akomodasi rumah sakit dengan kelas yang lebih tinggi
dapat mengambil Asuransi Kesehatan Sukarela tambahan, atau membayar selisih
biaya kelas.
2. Direct payments
Pembayaran ini dilakukan untuk barang atau jasa yang tidak tercakup dalam bentuk
pembayaran pihak ketiga apa pun. Akun pembayaran langsung untuk yang tertinggi
berbagi di antara pembayaran OOP. Mereka sebagian besar untuk obat-obatan, seperti
yang disebutkan di bagian tentang OOP, baik yang dibeli sendiri, atau untuk obat-
obatan di luar daftar yang disepakati JKN, atau di mana stok tidak tersedia.
Pembayaran langsung juga diperlukan untuk layanan yang tidak tercakup oleh JKN,
seperti disebutkan di atas. Dengan diberlakukannya manfaat komprehensif di bawah
JKN dari tahun 2014, diharapkan porsi pembayaran langsung akan menurun di masa
depan
3. Informal payments
Setiap pembayaran tidak resmi yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa
yang dimaksudkan untuk dibiayai sepenuhnya menggunakan pendapatan gabungan
disebut pembayaran informal. Istilah ini juga mengacu pada pembayaran dalam
bentuk barang atau tunai yang dilakukan kepada penyedia individu atau institusional
di luar saluran pembayaran resmi atau pembelian apa pun yang seharusnya
ditanggung oleh sistem pembiayaan kesehatan. Ini termasuk "kontribusi" ke rumah
sakit, pembayaran "amplop" kepada dokter dan nilai persediaan medis yang dibeli
oleh pasien dan obat yang diresepkan yang diperoleh dari apotek swasta yang
sebenarnya merupakan bagian dari layanan yang didanai oleh pemerintah
Meskipun tidak diizinkan dalam sistem kesehatan Indonesia, Pembayaran informal
memang ada meskipun jumlahnya sulit diperkirakan. Mereka dapat dalam berbagai
bentuk termasuk pembayaran kepada penyedia layanan kesehatan yang dilakukan oleh
pasien rawat jalan untuk mempersingkat waktu tunggu atau yang dilakukan oleh
pasien rawat inap untuk menerima layanan sebelumnya (seperti tempat tidur atau
kamar rumah sakit). Bentuk lainnya termasuk pembayaran langsung oleh pasien
kepada penyedia layanan kesehatan untuk obat-obatan atau alat kesehatan tertentu
yang tidak disediakan secara resmi oleh fasilitas tempat mereka bekerja. Tak hanya
pasien, industri farmasi juga terkadang melakukan pembayaran informal kepada
dokter sebagai gratifikasi karena telah meresepkan produk mereka kepada pasien.
Biasanya, untuk setiap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, mis.
Pengiriman perawatan, perawatan bedah, pemeriksaan, dll., staf medis (dokter,
spesialis perawat, apoteker, dll) yang bekerja di rumah sakit akan menerima jumlah
insentif. Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter umum,
dokter spesialis, atau dokter gigi diizinkan untuk melakukan praktik di tidak lebih dari
tiga lokasi/fasilitas yang berbeda dan dikenakan biaya berdasarkan jumlah pasien
yang dirawat. Dokter diperbolehkan bekerja di fasilitas perawatan kesehatan umum di
pagi hari dan di fasilitas swasta di sore hari, misalnya (Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2014b). Sistem pembayaran penyedia dari pembeli pihak
ketiga telah terkena JKN. Penyesuaian dalam pembayaran kepada dokter telah
dilakukan di banyak rumah sakit umum dengan menerapkan skema remunerasi terkait
dengan mekanisme pembayaran JKN. Indonesia kurang berpengalaman dalam
pembayaran sistem kinerja, dengan hanya beberapa proyek percontohan yang
dilaksanakan di provinsi tertentu.
KESIMPULAN
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh
semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya deraja kesehatan masyarakat seting-tingginya.Banyak tantangan yang dihadapi
dalam membangun sistem kesehatan yang kuat dan handal, diantaranya kurangnya tenaga
kesehatan, kurangnya koordinasi antar lembaga dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang
tidak memadai.
Biaya kesehatan adalah besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk
dimanfaatkan dalam upaya kesehatan sesuai dengan kebutuhan perorangan, kelompok dan
masyarakat kesehatan nasional. Pembiayaan kesehatan adalah penataan sumber daya
keuangan yang mengatur penggalia, pengalokasian dan membelanjakan biaya kesehatan
dengan prinsip efisiensim efektif, ekonomis, adil, transparan akuntabel dan berkelanjutan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan
(health economy), yang dimaksud dengan pembiayaan kesehatan adalah dana yang harus
disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyararakat. Pembiayaan kesehatan
yang dialokasikan untuk kesehatan dikatakan baik apabila dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan, jumlahnya mencukupi dan dapat dimanfaatkan sebagai
mana mestinya sehingga tidak terjadi pembengkakan biaya yang berlebihan.
Berdasarkan pengertian ini, maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu
berdasarkan: 1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider) adalah besarnya dana yang
harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini
bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah
dan ataupun pihak swasta, yakni pihak- pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan.
Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada seluruh biaya
investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost). 2. Pemakai Jasa
Pelayanan (Health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi persoalan utama para
pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut serta, yakni
dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
membutuhkannya.
Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus
dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan. Besarnya dana
bagi penyedia pelayanagan lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investement cost)
serta seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan kesehatan.
Adapun tujuan pembiyaan kesehatan adalah Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan
berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di
suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access
to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality).
Sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah bertujuan untuk : 1. Risk Spreading
Pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran resiko biaya sepanjang waktu
sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap rumah tangga. 2. Risk pooling
beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun resiko rendah dan tidak merata) dapat sangat
mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis (jantung koroner) yang tidak dapat ditanggung
oleh tabungan individu (risk spreading). Sistem pembiayaan harus mampu menghitung
dengan mengakumulasikan resiko suatu kesakitan dengan biaya yang mahal antar individu
dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat dengan tingkat kebutuhan rendah
(tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan kesehatan) dapat mensubsidi kelompok
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. 3. Connection between ill-health and
poverty karena adanya keterkaitan antara kemiskinan dan kesehatan, suatu sistem
pembiayaan juga harus mampu memastikan bahwa orang miskin juga mampu pelayanan
kesehatan yang layak sesuai standar dan kebutuhan sehingga tidak harus mengeluarkan
pembiayaan yang besarnya tidak proporsional dengan pendapatan. 4. Fundamental
importance of health kesehatan merupakan kebutuhan dasar dimana individu tidak dapat
menikmati kehidupan tanpa status kesehatan yang baik.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) sendiri memberi fokus strategi pembiayaan kesehatan
yang memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada
umumnya adalah dalam area sebagai berikut: 1. Meningkatkan investasi dan pembelanjaan
publik dalam bidang kesehatan 2. Mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan
penguatan permeliharaan kesehatan masyarakat miskin 3. Pengembangan skema pembiayaan
praupaya termasuk didalamnya asuransi kesehatan sosial 4. Penggalian dukungan nasional
dan internasional 5. Penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional 6. Pengembangan
kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan fakta ilmiah 7. Pemantauan
dan evaluasi Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada
beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi
pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan
hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses
pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas
pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa.
Terdapat 3 unsur pembiayaan pelayanan kesehatan yaitu : 1. Pengumpulan dana (collecting
fund) Pengumpulan dana kesehatan dilakukan untuk membiayai kebutuhan bagi skema
pembiayaan.
2. User payments Dalam model ini, pasien membayar secara langsung
biaya pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta.
Budiarsih. (2020). Hukum Dan Sistem Pembiayaan Kesehatan (1st Ed.). Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya.
Herlina, & Wahyuni Sari, R. (2022). Pembiayaan Sektor Kesehatan (Nasrudin, Ed.;
1st Ed.).
Hosizah, & Cahya Maulana, F. (2018). Modul Koding Klinis Dan Reimbursement.
Universitas Esa Unggul.
Laili Rahmiyati, A. (2021). Buku Ajar Konsep Dasar Pembiayaan Dan Penganggaran
Kesehatan (1st Ed.). Ahlimedia Press.
Savastieieva, O. M., Borysova, L. E., Zhuravlova, T. O., & Butenko, V. V. (2022). National
Health Financing Systems Against The Backdrop Of A Global Pandemic: New
Challenges And Prospects. Wiadomości Lekarskie, 75(5), 1390–1394.
Https://Doi.Org/10.36740/Wlek202205228
Wulandari, A., Rahman, F., Sari, A. R., Laily, N., Pujianti, N., Anggraeni, L., Rochmah, T.
N., & Ernawati. (2020). Pembiayaan Dan Penganggaran Kesehatan (A. Rahayu, Ed.;
1st Ed.). Cv. Mine.
Hidayati, Fifi Anisa Nur, & Pramita Sari, Devi. (2021). Perencanaan Pembiayaan
Kesehatan Di Rumah Sakit.
Http://Ojs.Udb.Ac.Id/Index.Php/Sikenas/Article/View/1256/1061.
Permenkes No. 2 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Nonfisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2022 [JDIH BPK RI]