You are on page 1of 15

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Teknik Analisis Data


4.1.1 Analisis Variabel
a. Struktur Modal
Struktur modal adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan
yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Untuk
mencapai kinerja (prestasi kerja) perusahaan yang baik dalam menghasilkan laba salah satunya
dengan adanya struktur modal dalam perusahaan. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan debt to equity ratio. Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dapat dihitung dengan membandingkan seluruh utang
dibagi dengan seluruh ekuitas. DER dapat berguna untuk mengetahui jumlah dana yang
disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan.
Berdasarkan Lampiran 2 menunjukkan bahwa tahun 2016 perusahaan yang memiliki nilai
struktur modal paling rendah sebesar -6,9299 dimiliki oleh PT SLJ Global, Tbk. (SULI) yang
diperoleh dari perhitungan total utang sebesar Rp1.437.841.810.372,00 dibagi total modal
sebesar -Rp207.482.487.516,00. Perusahaan yang memiliki struktur modal paling tinggi sebesar
14,1946 dimiliki oleh PT Ancora Indonesia Resources, Tbk. (OKAS) diperoleh dari perhitungan
total utang sebesar Rp2.118.932.351.351,00 lalu dibagi total modal sebesar
Rp149.277.229.730,00. Nilai rata – rata struktur modal tahun 2016 pada perusahaan sektor
barang baku sebesar 1,2034.
Pada tahun 2017, perusahaan yang memiliki nilai struktur modal paling rendah sebesar
-1,5660 dimiliki oleh PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW) yang diperoleh dari
perhitungan total utang sebesar Rp698.066.277.785,00 dibagi total modal sebesar
-Rp 445.771.695.193,00. Perusahaan yang memiliki struktur modal paling tinggi sebesar 94,0997
dimiliki oleh PT SLJ Global, Tbk. (SULI) diperoleh dari perhitungan total utang sebesar
Rp1.106.326.916.208,00 lalu dibagi total modal sebesar Rp11.756.967.948,00. Nilai rata – rata
struktur modal tahun 2017 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 2,9221.
Pada tahun 2018, perusahaan yang memiliki nilai struktur modal paling rendah sebesar
-1,3856 dimiliki oleh PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW) yang diperoleh dari
perhitungan total utang sebesar Rp684.990.848.727,00 dibagi total modal sebesar
–Rp494.359.842.213,00. Perusahaan yang memiliki struktur modal paling tinggi sebesar 19,2960
dimiliki oleh PT SLJ Global, Tbk. (SULI) diperoleh dari perhitungan total utang sebesar
Rp1.393.135.930.881,00 lalu dibagi total modal sebesar Rp72.198.167.877,00. Nilai rata – rata
struktur modal tahun 2018 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 2,0197.
Pada tahun 2019, perusahaan yang memiliki nilai struktur modal paling rendah sebesar
-3,5797 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari
perhitungan total utang sebesar Rp535.252.285.934,00 dibagi total modal sebesar
-Rp 149.525.648.767,00. Perusahaan yang memiliki struktur modal paling tinggi sebesar
786,9311 dimiliki oleh PT Alumindo Light Metal Industry, Tbk. (ALMI) diperoleh dari
perhitungan total utang sebesar Rp1.723.459.522.731,00 lalu dibagi total modal sebesar
Rp2.190.102.147,00. Nilai rata – rata struktur modal tahun 2019 pada perusahaan sektor barang
baku sebesar 15,6037.
Pada tahun 2020, perusahaan yang memiliki nilai struktur modal paling rendah sebesar
-6,3005 dimiliki oleh PT Alumindo Light Metal Industry, Tbk. (ALMI) yang diperoleh dari
perhitungan total utang sebesar Rp120.231.988.000,00 dibagi total modal sebesar
-Rp19.082.867.000,00. Perusahaan yang memiliki struktur modal paling tinggi sebesar 49,5011
dimiliki oleh PT Ancora Indonesia Resources, Tbk. (OKAS) diperoleh dari perhitungan total
utang sebesar Rp1.189.123.367.600,00 lalu dibagi total modal sebesar Rp24.022.155.264,00.
Nilai rata – rata struktur modal tahun 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 1,6520.
b. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan skala yang dapat disusun besar kecil perusahaan dengan
berbagai cara, antara lain dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Besar
kecilnya perusahaan mempengaruhi kemampuan dalam menanggung risiko yang mungkin
timbul dari berbagai situasi yang dihadapi perusahaan. Perusahaan besar memiliki risiko yang
lebih rendah daripada perusahaan kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki kontrol
yang lebih baik terhadap kondisi pasar, sehingga mereka mampu menghadapi persaingan
ekonomi.
Pada tahun 2016, perusahaan yang memiliki nilai ukuran perusahaan paling rendah sebesar
22,9611 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari
perhitungan total aset sebesar Rp9.372.604.264,00. Perusahaan yang memiliki ukuran
perusahaan paling tinggi sebesar 32,1574 dimiliki oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk.
(INKP) diperoleh dari perhitungan total aset sebesar Rp92.423.556.800.000,00. Nilai rata – rata
ukuran perusahaan tahun 2016 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 28,4237.
Pada tahun 2017, perusahaan yang memiliki nilai ukuran perusahaan paling rendah sebesar
22,8832 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari
perhitungan total aset sebesar Rp8.670.449.040,00. Perusahaan yang memiliki ukuran
perusahaan paling tinggi sebesar 32,2699 dimiliki oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk.
(INKP) diperoleh dari perhitungan total aset sebesar Rp103.428.629.328.000,00. Nilai rata – rata
ukuran perusahaan tahun 2017 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 28,5015.
Pada tahun 2018, perusahaan yang memiliki nilai ukuran perusahaan paling rendah sebesar
21,6843 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari
perhitungan total aset sebesar Rp2.614.327.335,00. Perusahaan yang memiliki ukuran
perusahaan paling tinggi sebesar 32,4730 dimiliki oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk.
(INKP) diperoleh dari perhitungan total aset sebesar Rp126.723.419.253.000,00. Nilai rata – rata
ukuran perusahaan tahun 2018 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 28,6170.
Pada tahun 2019, perusahaan yang memiliki nilai ukuran perusahaan paling rendah sebesar
24,6236 dimiliki oleh PT Inter Delta, Tbk. (INTD) yang diperoleh dari perhitungan total aset
sebesar Rp49.420.100.780,00. Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan paling tinggi
sebesar 32,4033 dimiliki oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk. (INKP) diperoleh dari
perhitungan total aset sebesar Rp118.186.997.050.000,00. Nilai rata – rata ukuran perusahaan
tahun 2019 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 28,7080.
Pada tahun 2020, perusahaan yang memiliki nilai ukuran perusahaan paling rendah sebesar
24,4629 dimiliki oleh PT Inter Delta, Tbk. (INTD) yang diperoleh dari perhitungan total aset
sebesar Rp42.082.606.466,00. Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan paling tinggi
sebesar 32,4172 diperoleh dari perhitungan total aset sebesar Rp119.839.987.085.000,00. Nilai
rata – rata ukuran perusahaan tahun 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 28,6097.
c. Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-
kewajiban keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh tempo. Secara spesifik
likuiditas mencerminkan ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan guna memenuhi semua
utang yang akan jatuh tempo. Rasio ini menggunakan current ratio, current ratio merupakan
rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.
Pada tahun 2016, perusahaan yang memiliki nilai likuiditas paling rendah sebesar 0,0146
dimiliki oleh PT Bumi Resources Minerals, Tbk. (BRMS) yang diperoleh dari perhitungan aktiva
lancar sebesar Rp53.146.162.162,00 lalu dibagi utang lancar sebesar Rp3.635.564.054.054,00.
Perusahaan yang memiliki likuiditas paling tinggi sebesar 42,3423 dimiliki oleh PT Inter Delta,
Tbk. (INTD) diperoleh dari perhitungan aktiva lancar sebesar Rp39.239.681.157,00 lalu dibagi
utang lancar sebesar Rp926.725.760,00. Nilai rata – rata likuiditas tahun 2016 pada perusahaan
sektor barang baku sebesar 2,7148.
Pada tahun 2017, perusahaan yang memiliki nilai likuiditas paling rendah sebesar 0,1733
dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari perhitungan aktiva
lancar sebesar Rp4.582.041.984,00 lalu dibagi utang lancar sebesar Rp26.436.483.360,00.
Perusahaan yang memiliki likuiditas paling tinggi sebesar 16,3427 dimiliki oleh PT Inter Delta,
Tbk. (INTD) diperoleh dari perhitungan aktiva lancar sebesar Rp42.889.578.252,00 lalu dibagi
utang lancar sebesar Rp2.624.381.969,00. Nilai rata – rata likuiditas tahun 2017 pada perusahaan
sektor barang baku sebesar 2,1836.
Pada tahun 2018, perusahaan yang memiliki nilai likuiditas paling rendah sebesar 0,2667
dimiliki oleh PT Solusi Bangun Indonesia, Tbk. (SMCB) yang diperoleh dari perhitungan aktiva
lancar sebesar Rp2.597.672.000.000,00 lalu dibagi utang lancer sebesar
Rp9.739.775.000.000,00. Perusahaan yang memiliki likuiduitas paling tinggi sebesar 14,5604
dimiliki oleh PT Inter Delta, Tbk. (INTD) diperoleh dari perhitungan aktiva lancar sebesar
Rp45.326.151.824,00 lalu dibagi utang lancar sebesar Rp3.112.978.732,00. Nilai rata – rata
likuiditas tahun 2018 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 2,2304.
Pada tahun 2019, perusahaan yang memiliki nilai likuiditas paling rendah sebesar 0,0718
dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari perhitungan aktiva
lancar sebesar Rp35.516.652.656,00 lalu dibagi utang lancar sebesar Rp494.716.803.887,00.
Perusahaan yang memiliki likuiditas paling tinggi sebesar 21,7045 diperoleh dari perhitungan
aktiva lancar sebesar Rp185.274.219.728,00 lalu dibagi utang lancar sebesar
Rp8.536.205.993,00. Nilai rata – rata likuiditas tahun 2019 pada perusahaan sektor barang baku
sebesar 2,3680.
Pada tahun 2020, perusahaan yang memiliki nilai likuiditas paling rendah sebesar 0,0593
dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) yang diperoleh dari perhitungan aktiva
lancar sebesar Rp32.014.242.324,00 lalu dibagi utang lancar sebesar Rp539.913.041.026,00.
Perusahaan yang memiliki likuiditas paling tinggi sebesar 208,4446 dimiliki oleh PT Duta
Pertiwi Nusantara, Tbk. (DPNS) diperoleh dari perhitungan aktiva lancar sebesar
Rp184.653.012.538,00 lalu dibagi utang lancar sebesar Rp885.861.221,00. Nilai rata – rata
likuiditas tahun 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 5,9286.
d. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik
institusi dan blockholders pada akhir tahun. Yang dimaksud institusi adalah perusahaan
investasi, bank, perusahaan ausransi, maupun lembaga lain yang bentuknya seperti perusahaan.
Pada tahun 2016, perusahaan yang memiliki nilai kepemilikan institusional paling rendah
sebesar 0,0000 dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional, Tbk. (INCI) yang diperoleh dari
perhitungan jumlah saham institusional sebesar 0 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar
181.035.556. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional paling tinggi sebesar 0,9938
dimiliki oleh PT Tunas Alfin, Tbk. (TALF) diperoleh dari perhitungan jumlah saham
institusional sebesar 1.345.097.700 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar 1.353.435.000.
Nilai rata – rata kepemilikan institusional tahun 2016 pada perusahaan sektor barang baku
sebesar 0,6916.
Pada tahun 2017, perusahaan yang memiliki nilai kepemilikan institusional paling rendah
sebesar 0,0000 dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional, Tbk. (INCI) yang diperoleh dari
perhitungan jumlah saham institusional sebesar 0 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar
181.035.556. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional paling tinggi sebesar 0,9943
dimiliki oleh PT Tunas Alfin, Tbk. (TALF) diperoleh dari perhitungan jumlah saham
institusional sebesar 1.345.716.700 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar 1.353.435.000.
Nilai rata – rata kepemilikan institusional tahun 2017 pada perusahaan sektor barang baku
sebesar 0,6556.
Pada tahun 2018, perusahaan yang memiliki nilai kepemilikan institusional paling rendah
sebesar 0,0000 dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional, Tbk. (INCI) yang diperoleh dari
perhitungan jumlah saham institusional sebesar 0 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar
196.121.137. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional paling tinggi sebesar 0,9943
dimiliki oleh PT Tunas Alfin, Tbk. (TALF) diperoleh dari perhitungan jumlah saham
institusional sebesar 1.345.715.600 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar 1.353.435.000.
Nilai rata – rata kepemilikan institusional tahun 2018 pada perusahaan sektor barang baku
sebesar 0,6498.
Pada tahun 2019, perusahaan yang memiliki nilai kepemilikan institusional paling rendah
sebesar 0,000 dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional, Tbk. (INCI) yang diperoleh dari
perhitungan jumlah saham institusional sebesar 0 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar
196.121.137. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional paling tinggi sebesar 0,9971
dimiliki oleh PT Fajar Surya Wisesa, Tbk. (FASW) diperoleh dari perhitungan jumlah saham
institusional sebesar 2.470.733.140 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar 2.477.888.787.
Nilai rata – rata kepemilikan institusional tahun 2019 pada perusahaan sektor barang baku
sebesar 0,6615.
Pada tahun 2020, perusahaan yang memiliki nilai kepemilikan institusional paling rendah
sebesar 0,0000 dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional, Tbk. (INCI) yang diperoleh dari
perhitungan jumlah saham institusional sebesar 0 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar
196.121.137. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional paling tinggi sebesar 0,9971
dimiliki oleh PT Fajar Surya Wisesa, Tbk. (FASW) diperoleh dari perhitungan jumlah saham
institusional sebesar 2.470.733.140 lalu dibagi jumlah saham beredar sebesar 2.477.888.787.
Nilai rata – rata kepemilikan institusional tahun 2020 pada perusahaan sektor barang baku
sebesar 0,6443.
e. Kinerja Keuangan Perusahaan
Kinerja keuangan merupakan hasil yang diperoleh manajemen perusahaan ketika
menjalankan fungsinya dalam mengelola aset perusahaan secara efektif selama periode tertentu.
Pengukuran kinerja diperlukan untuk perbaikan kegiatan operasional agar mampu bersaing
dengan perusahaan lain. Analisis kinerja keuangan berupa pengkajian secara kritis menghitung,
mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi terhadap keuangan perusahaan pada periode
tertentu. Kinerja keuangan perusahaan dapat tercermin dari profitabilitas perusahaan.
Pada tahun 2016, perusahaan yang memiliki nilai kinerja keuangan perusahaan paling
rendah sebesar -0,4267 dimiliki oleh PT Bumi Resources Minerals, Tbk. (BRMS) yang diperoleh
dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar –Rp6.202.687.648.649,00 lalu dibagi total
aktiva sebesar Rp14.535.071.175.676,00. Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan
perusahaan paling tinggi sebesar 1,0862 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk.
(SQMI) diperoleh dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar Rp10.180.914.024,00 lalu
dibagi total aktiva sebesar Rp9.372.604.264,00. Nilai rata – rata kinerja keuangan perusahaan
tahun 2016 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 0,0390.
Pada tahun 2017, perusahaan yang memiliki nilai kinerja keuangan perusahaan paling
rendah sebesar -0,2857 dimiliki oleh PT Bumi Resources Minerals, Tbk. (BRMS) yang diperoleh
dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar –Rp3.345.391.094.595,00 lalu dibagi total
aktiva sebesar Rp11.711.092.540.541,00. Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan
perusahaan paling tinggi sebesar 0,1486 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk.
(SQMI) diperoleh dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar Rp1.288.414.800,00 lalu
dibagi total aktiva sebesar Rp8.670.449.040,00. Nilai rata – rata kinerja keuangan perusahaan
tahun 2017 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 0,0234.
Pada tahun 2018, perusahaan yang memiliki nilai kinerja keuangan perusahaan paling
rendah sebesar -0,2549 dimiliki oleh PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW) yang diperoleh
dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar -Rp48.588.147.020,00 lalu dibagi total aktiva
sebesar Rp190.631.006.514,00. Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan perusahaan paling
tinggi sebesar 0,2889 dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) diperoleh dari
perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar Rp755.285.517,00 lalu dibagi total aktiva sebesar
Rp2.614.327.335,00. Nilai rata – rata kinerja keuangan perusahaan tahun 2018 pada perusahaan
sektor barang baku sebesar 0,0255.
Pada tahun 2019, perusahaan yang memiliki nilai kinerja keuangan perusahaan paling
rendah sebesar -0,1732 dimiliki oleh PT Alumindo Light Metal Industry, Tbk. (ALMI) yang
diperoleh dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar -Rp298.808.902.797,00 lalu dibagi
total aktiva sebesar Rp1.725.649.624.878,00. Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan
perusahaan paling tinggi sebesar 0,1703 dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo, Tbk. (CITA)
diperoleh dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar Rp657.718.925.237,00 lalu dibagi
total aktiva sebesar Rp3.861.308.057.131,00. Nilai rata – rata kinerja keuangan perusahaan tahun
2019 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 0,0107.
Pada tahun 2020, perusahaan yang memiliki nilai kinerja keuangan perusahaan paling
rendah sebesar -1,0498 dimiliki oleh PT Tirta Mahakam Resources, Tbk. (TIRT) yang diperoleh
dari perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar -Rp414.398.439.415,00 lalu dibagi total aktiva
sebesar Rp394.725.543.723,00. Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan perusahaan paling
tinggi sebesar 0,1572 dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo, Tbk. (CITA) diperoleh dari
perhitungan laba bersih setelah pajak sebesar Rp649.921.288.710,00 lalu dibagi total aktiva
sebesar Rp4.134.800.442.987,00. Nilai rata – rata kinerja keuangan perusahaan tahun 2020 pada
perusahaan sektor barang baku sebesar -0,0133.

4.1.2 Statistik Deskriptif


Statisitk deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik
desksrtiptif ini dilihat berdasarkan nilai minimum, maksimum, mean (rata-rata), dan standar
deviasi. Berikut disajikan Tabel 4.1 yang merupakan hasil statistik deskriptif:
Tabel 4.1
Analisis Statistik Deskriptif

Maximu
N Minimum m Mean Std. Deviation
DER 295 -6.9299 786.9311 4.680168 46.2003787
UP 295 21.6843 32.4730 28.571959 1.8488942
CR 295 .0146 208.4446 3.085093 12.5978822
KI 295 .0000 .9971 .660574 .2633818
ROA 295 -1.0498 1.0862 .017042 .1117768
Valid N 295
(listwise)
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa struktur modal memiliki nilai minimum
sebesar -6,9299 yang dimiliki oleh PT SLJ Global, Tbk. (SULI) pada tahun 2016. Nilai
maksimum sebesar 786,9311 dimiliki oleh PT Alumindo Light Metal Industry, Tbk. (ALMI)
pada tahun 2019. Nilai rata-rata keseluruhan struktur modal pada tahun 2016 sampai 2020 pada
perusahaan sektor barang baku sebesar 4,6801. Nilai standar deviasi struktur modal pada tahun
2016 sampai 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 46,2003.
Ukuran perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 21,6843 yang dimiliki oleh PT Wilton
Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) pada tahun 2018. Nilai maksimum sebesar 32,4730 dimiliki
oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk. (INKP) pada tahun 2018. Nilai rata-rata keseluruhan
ukuran perusahaan pada tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar
28,5719. Nilai standar deviasi ukuran perusahaan pada tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan
sektor barang baku sebesar 1,8488.
Likuiditas memiliki nilai minimum sebesar 0,0146 yang dimiliki oleh PT Bumi Resources
Minerals, Tbk. (BRMS) pada tahun 2016. Nilai maksimum sebesar 208,4446 dimiliki oleh Duta
Pertiwi Nusantara, Tbk. (DPNS) pada tahun 2020. Nilai rata-rata keseluruhan likuiditas pada
tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 3,0850. Nilai standar
deviasi likuiditas pada tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar
12,5978.
Kepemilikan institusional memiliki nilai minimum sebesar 0,000 yang dimiliki oleh PT
Intanwijaya Internasional, Tbk. (INCI) pada tahun 2016 sampai 2020. Nilai maksimum sebesar
0,9971 dimiliki oleh PT Fajar Surya Wisesa, Tbk. (FASW) pada tahun 2019 dan 2020. Nilai
rata-rata keseluruhan kepemilikan institsional pada tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan
sektor barang baku sebesar 0,6605. Nilai standar deviasi kepemilikan institusional pada tahun
2016 sampai 2020 pada perusahaan sektor barang baku sebesar 0,2633.
Kinerja keuangan perusahaan memiliki nilai minimum sebesar -1,0498 yang dimiliki oleh
PT Tirta Mahakam Resources, Tbk. (TIRT) pada tahun 2020. Nilai maksimum sebesar 1,0862
dimiliki oleh PT Wilton Makmur Indonesia, Tbk. (SQMI) pada tahun 2016. Nilai rata-rata
keseluruhan kinerja keuangan perusahaaan pada tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan sektor
barang baku sebesar 0,0170. Nilai standar deviasi pada tahun 2016 sampai 2020 pada perusahaan
sektor barang baku sebesar 0,1117.

4.1.3 Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah dalam model regresi nilai residual
memiliki distribusi normal atau tidak. Uji menggunakan metode one sample kolmogorov smirnov
test. Pengujian ini dilakukan berdasarkan nilai signifikansi diatas 0,05. Apabila nilai signifikansi
diatas 0,05 maka data telah berdistribusi normal dan sebaliknya apabila nilai signifikansi
dibawah 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. Berikut ini disajikan Tabel 4.2 yang
merupakan uji normalitas:
Tabel 4.2
Uji Normalitas Sebelum Eliminasi

Unstandardized Residual
N 295
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. .11089519
Deviation
Most Extreme Differences Absolute .200
Positive .189
Negative -.200
Test Statistic .200
Asymp. Sig. (2-tailed) .000c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil pengujian normalitas pada metode one
sample kolmogorov smirnov test memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga dapat
dikatakan bahwa data berdistribusi tidak normal. Untuk membuat data dapat berdistribusi normal
maka diperlukan suatu outlier atau eliminasi pada data tersebut eliminasi yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan eliminasi boxplot. Berikut ini disajikan Tabel 4.3 yang merupakan
uji normalitas setelah eliminasi:
Tabel 4.3
Uji Normalitas Setelah Eliminasi

Unstandardized Residual
N 210
Normal Parametersa,b Mean .0025905
Std. .02775737
Deviation
Most Extreme Differences Absolute .054
Positive .034
Negative -.054
Test Statistic .054
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil pengujian normalitas one sample
kolmogorov smirnov test memiliki nilai signifikansi sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05.Hal ini
dikarenakan bahwa data awal sebanyak 295 data dikurangi dengan 85 data sehingga data yang
dipakai menjadi 210 data. Maka dari itu, hasil pengujian ini menunjukkan bahwa data telah
berdistribusi normal. Berikut ini disajikan Gamabr 4.1 yang meruipakan sebuah histogram
normalitas:
Gambar 4.1
Histogram

Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa hasil grafik histogram normalitas ini
menunjukkan gambaran grafik yang mencondong sehingga tidak membentuk suatu pola tertentu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa data telah berdistribusi normal.Berikut ini disajikan Gambar 4.2
yang merupaka Grafik P – P Plots:
Gambar 4.2
Grafik P – P Plots

Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa grafik P - P Plots tersebut menunjukkkan


persebaran yang sangat merata sehingga dapat dikatakan tidak membentuk suatu pola tertentu
dan data telah berdistribusi secara normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat korelasi yang tinggi
atau sempurna antara variabel bebas atau tidak dalam model regresi. Pengujian dilakukan
berdasarkan tolerance dan VIF. Apabila nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan VIF kurang dari
10 maka tidak terjadi permasalahan pada multikolinearitas dan sebaliknya Apabila nilai
tolerance lebih kecil dari 0,10 dan VIF lebih dari 10 maka terjadi permasalahan pada
multikolinearitas. Berikut ini disajikan Tabel 4.4 yang merupakan uji multikolineritas:
Tabel 4.4
Uji Multikolinearitas

Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant
)
Lag_DER .977 1.024
Lag_UP .898 1.113
Lag_CR .863 1.159
Lag_KI .972 1.029
a. Dependent Variable: Lag_ROA
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai struktur modal memiliki nilai tolerance
sebesar 0,977 dan, VIF sebesar 1,024; ukuran perusahaan memiliki nilai tolerance sebesar 0,898
dan, VIF sebesar 1,113; likuiditas memiliki nilai tolerance sebesar 0,863 dan, VIF sebesar 1,159;
kepemlikan institusional memiliki nilai tolerance sebesar 0,972 dan, VIF sebesar 1,029. Hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa keempat variabel bebas tidak terjadi permasalahan pada
multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian ini
menggunakan metode uji glejser. Apabila nilai signifikansi lebih daru 0,05 maka tidak terjadi
permasalahan pada heteroskedasitisitas dan sebaliknya apabila nilai signifikansi kurang dari 0,05
maka terjadi permasalahan heteroskedastisitas. Berikut ini disajikan Tabel 4.5 yang merupakan
hasil uji heteroskedastisitas:
Tabel 4.5
Uji Heteroskedastisitas

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients


Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant .037 .019 1.924 .056
)
Lag_DER .000 .000 .093 1.334 .184
Lag_UP -.001 .001 -.076 -1.051 .294
Lag_CR .000 .001 -.031 -.424 .672
Lag_KI .012 .007 .125 1.786 .076
a. Dependent Variable: Abs_Res
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa struktur modal memiliki nilai signifikansi
sebesar 0,184; ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,294; likuiditas memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,672; kepemilikan institusional memiliki nilai signifikan sebesar
0,076. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi permasalahan pada
heteroskedastisitas. Berikut ini disajikan Gambar 4.3 yang merupakan suatu grafik scatterplot
heteroskedastisitas:
Gambar 4.3
Grafik Scatterplot

Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022


Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa hasil grafik scatterplot heteroskedastisitas
ini menunjukkan hasil persebaran yang sangat merata sehingga tidak terjadi permasalahan pada
heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada kesalahan
penggangu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji
autokorelasi yaitu Apabila nilai DU < DW < (4 – DU) maka tidak terjadi permasalahan pada
autokorelasi. Berikut disajikan Tabel 4.6 yang merupakan uji autokorelasi:
Tabel 4.6
Uji Autokorelasi

Adjusted R Std. Error of Durbin-


Model R R Square Square the Estimate Watson
1 .422 a
.178 .162 .03201963 2.088
a. Predictors: (Constant), Lag_KI, Lag_UP, Lag_DER, Lag_CR
b. Dependent Variable: Lag_ROA
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022
Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil pengujian autokrelasi metode durbin
watson menunjukkan nilai sebesar 2,088 dengan durbin upper sebesar 1,803 yang diperoleh dari
K= 4 dengan jumlah data 210. Hasil pengujian ini menunjukkan nilai sebesar 1,803 < 2,088 < (4
– 1,803) maka tidak terjadi permasalahan pada autokorelasi.

4.1.4 Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi linier berganda merupakan analisis yang berfungsi untuk melihat
hubungan linier antara lebih dari satu variabel dengan satu variabel lain.Variabel yang digunakan
dalampenelitian ini terdiri dari struktur modal, ukuran perusahaan, likuiditas, dan kepemilikan
institusional. Persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = -0,073 – 0,002 X1 + 0,005 X2 + 0,010 X3 - 0,015 X4 + e


Keterangan:
Y : Kinerja Keuangan Perusahaan
a : Konstanta
β1,2,3,4 : Koefisien regresi masing-masing variabel independen
X1 : Struktur Modal
X2 : Ukuran Perusahaan
X3 : Likuiditas
X4 : Kepemilikan Institusional
e : Standarderror

Berikut disajikan Tabel 4.7 yang merupakan analisis persamaan regresi linier berganda:
Tabel 4.7
Analisis Regresi Berganda

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients


Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant -.073 .037 -1.989 .048
)
Lag_DER -.002 .001 -.209 -3.263 .001
Lag_UP .005 .002 .149 2.232 .027
Lag_CR .010 .002 .331 4.852 .000
Lag_KI -.015 .013 -.076 -1.185 .237
a. Dependent Variable: Lag_ROA
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hasil analisis persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:

a. Konstanta menunjukkan angka sebesar -0,073 dan apabila variabel struktur modal, ukuran
perusahaan, likuiditas, dan kepemilikan institusional bernilai nol maka kinerja keuangan
perusahaan sebesar 0,073.
b. Struktur modal yang diukur dengan debt to equity ratio memiliki nilai berlawanan arah
sebesar-0,002, maka setiap kenaikan struktur modal sebesar satu satuan maka nilai kinerja
keuangan perusahaan akan menurun sebanyak 0,002. Dengan asumsi variable ukuran
perusahaan, likuiditas, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
c. Koefisien regresi ukuran perusahaan memiliki nilai searah sebesar 0,005. Setiap kenaikan
ukuran perusahaan sebesar satu satuan maka menaikkan nilai kinerja keuangan perusahaan
sebesar 0,005. Dengan asumsi variabel likuiditas, dan kepemilikan institusional berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan.
d. Koefisien regresi likuiditas memiliki nilai searah sebesar 0,010. Setiap kenaikan nilai
likuiditas sebesar satu satuan maka menaikkan nilai kinerja keuangan perusahaan sebesar
0,010. Dengan asumsi variabel kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
e. Koefisien regresi kepemilikan institusional memiliki nilai berlawanan arah sebesar -0,015.
Setiap kenaikan nilai kepemilikan institusional sebesar satu satuan maka menurunkan nilai
kinerja keuangan perusahaan sebesar 0,015. Dengan asumsi variabel lainnya berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.1.5 Uji Hipotesis


a. Koefisien Korelasi dan Determinasi
Koefisien determinasi merupakan proporsi atau persentase dari total variasi variabel
dependen yang dijelaskan. Apabila koefisien determinasi mendekati 1, maka hal tersebut
menerangkan bahwa variabel independen memiliki kemampuan dalam menjelaskan variabel
dependen yang sangat kuat.Sedangkan koefisien determinasi yangmendekati 0, maka hal tersebut
menerangkan bahwa variabel independen memiliki kemampuan dalam menjelaskan variabel
dependen yang sangat lemah. Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil adjusted r square
sebesar 0,162 atau 16,2 persen dan sisanya sebesar 83,8 persen dijelaskan diluar faktor–faktor
variabel independen lainnya.Hasil koefisien korelasi yang diperoleh dari nilai R sebesar 0,422
dikarenakan koefisien tersebut berada pada rentang 0,400 – 0,599 maka koefisien korelasi
tersebut cukup kuat atau sedang.
b. Uji F (Uji Kelayakan Model)
Uji F atau uji kelayakan model merupakan tahapan awal mengidentifikasi model yang
diestimasi telah sesuai dan layak digunakan atau tidak. Uji ini digunakan untuk mengetahui
apakah model regresi dapat digunakan dalam memengaruhi variabel dependen atau tidak dengan
kriteria pengujian tingkat signifikan sebesar 0,05. Pengujian ini dilakukan dengan cara
membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Apabila nilai Fhitung > Ftabel dengan signifikansi <0,05 maka
model pengujian tersebut layak digunakan. Berikut disajikan Tabel 4.8 yang merupakan uji
kelayakan model:
Tabel 4.8
Uji F (Uji Kelayakan Model)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


1 Regression .046 4 .011 11.11 .000b
0
Residual .210 205 .001
Total .256 209
a. Dependent Variable: Lag_ROA
b. Predictors: (Constant), Lag_KI, Lag_UP, Lag_DER, Lag_CR
Sumber: Output SPSS Versi 25, 2022

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa hasil Fhitung memiliki nilai sebesar 11,110 lebih
besar dari Ftabel sebesar 2,648 dengan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hasil
pengujian menunjukan model penelitian yang dibangun bersifat layak untuk diteliti.
c. Uji t (Uji Parsial)
Uji t atau uji parsial merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadapvariabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan nilai signifikansi <0,05 maka dapat dikatakan variabel independen tersebut
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa struktur modal memiliki nilai t hitung sebesar
-3,263 lebih besar dari ttabel sebesar -1,971 dengan signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05
maka struktur modal berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Ukuran perusahaan memiliki nilai thitung sebesar 2,232 lebih besar dari ttabel sebesar 1,971
dengan signifikansi sebesar 0,027 lebih kecil dari 0,05 maka ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Likuiditas memiliki nilai thitung sebesar 4,852 lebih besar dari ttabel sebesar 1,971 dengan
signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari 0,05 maka likuiditas berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
Kepemilikan institusional memiliki nilai thitung sebesar -1,185 lebih kecil dari ttabel sebesar
-1,971 dengan signifikansi sebesar 0,237 lebih besar dari 0,05 maka kepemilikan institusional
tidak berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur modal terhadap kinerja
keuangan perusahaan pada perusahaan sektor barang baku yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hasil koefisien regresi analisis persamaan regresi linier berganda menunjukkan angka
sebesar -0,002 dengan signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Pratama & Devi, Arisadi, et al (2013), Komara, et al (2016).
Struktur modal yang diukur dengan debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan, perusahaan yang mempunyai banyak
utang cenderung mempengaruhi keuntungan. Struktur modal yang tinggi menjadikan beban
perusahaan bagi pihak luar semakin besar. Apabila keuntungan perusahaan menurun, rasio utang
naik, suku bunga naik dapat memengaruhi hasil kinerja keuangan perusahaan. (Pangesti, et al
(2022))
Perusahaan yang memliki struktur modal tinggi cenderung menghadapi risiko
kebangkrutan apabila perusahaan tidak mampu membayar hutang mereka, sehingga mereka akan
mengalami kesulitan dalam menemukan pemberi pinjaman baru di masa depan. Strutkur modal
juga dapat meningkatkan pengembalian pemegang saham atas investasi mereka dan dapat
digunakan untuk mengurangi pendapatan kena pajak yang terkait dengan pinjaman. (Arisadi, et
al 2013))
H1: Struktur modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja
keuangan perusahaan pada perusahaan sektor barang baku yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hasil koefisien regresi analisis persamaan regresi linier berganda menunjukkan angka
sebesar 0,005 dengan signifikansi sebesar 0,027 lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Dirmansyah, et al (2022), Erawati & Wahyuni (2019), Melania & Tjahjono
(2022).
Ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritna natural total aset berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan, semakin besar ukuran
perusahaannya maka semakin meningkat juga perusahaannya dalam menjalankan bisnisnya
sehingga investor menginvestasikan modalnya kepada perusahaan dan memberikan sinyal positif
karena pengembalian modal yang diberikan kepada investor dapat meningkat apabila keuntungan
yang didapatkan perusahaan dari penjualan meningkat. (Dirmansyah, et al (2022)
Meningkatnya jumlah aset yang dimiliki perusahaan menunjukkan semakin bertambahnya
ukuran perusahaan, maka perusahaan dengan ukuran yang besar dan go public mempunyai akses
yang besar ke sumber-sumber dana baik ke pasar modal maupun perbankan untuk membiayai
investasinya dalam rangka meningkatkan labanya. Perusahaan besar memiliki fleksibilitas lebih
besar untuk memperoleh dana yang diperlukan untuk melaksanakan kesempatan investasi yang
menguntungkan. Dengan demikian, kesempatan untuk meningkatkan prospek kinerja keuangan
pada perusahaan besar lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil. (Arisadi, et al (2013))
H2: Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan
perusahaan.

4.2.3 Pengaruh Likuiditas Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh likuiditas terhadap kinerja keuangan
perusahaan pada perusahaan sektor barang baku yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil
koefisien regresi analisis persamaan regresi linier berganda menunjukkan angka sebesar 0,010
dengan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Anindita, et al (2021), Wulandari & Damayanti (2022), Arisadi, et al (2013).
Likuiditas yang diukur dengan current ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan, setiap peningkatan perbandingan aktiva
lancar dan hutang lancar mempengaruhi laba perusahaan. Likuiditas yang tinggi berarti
perusahaan akan menginvestasikan sejumlah besar uang yang menghasilkan pengembalian
tinggi, dan baik untuk kinerja keuangan perusahaannya. Tingginya likuiditas menjadi sinyal yang
positif bagi investor dalam menginvestasikan modalnya ke perusahaan. (Pangesti, et al (2022))
Tingginya likuiditas ini menjadikan dana dapat tersedia untuk membayar dividen,
membiayai perusahaan, dan investasi sehingga prospek kinerja keuangan perusahaan juga
semakin baik dalam persepsi investor. Hal ini bertujuan dapat meningkatkan permintaan investor
terhadap saham yang meningkat. Adapun beberapa pengaruh yang menyebabkan kemampuan
perusahaan tidak mampu melunasi utang jangka pendeknya yakni perusahaan tidak memiliki
dana sama sekali, perusahaan memiliki dana namun pada saat jatuh tempo tidak memiliki dana
yang cukup sehingga perlu menuunggu jangka waktu yang lama yakni dengan mencairkan
berbagai aktiva lainnya seperti menjual surat berharga, menagih piutang, atau menjual
persediaan aktiva lainnya.
H3: Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.2.4 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap
kinerja keuangan perusahaan pada perusahaan sektor barang baku yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hasil koefisien regresi analisis persamaan regresi linier berganda menunjukkan angka
sebesar -0,015 dengan signifikansi sebesar 0,237 lebih besar dari 0,05. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Hermiyetti & Katlanis (2017), Monica & Dewi (2019), Dewi, et al
(2019).
Kepemilikan institusional tidak berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Hal ini dikarenakan, besar kecilnya pengawasan terhadap kinerja manajemen dalam pengambilan
keputusan perusahaan tidak mempengaruhi laba. Manajer tidak bertindak sesuai kepentingannya
sendiri, sehingga antara manajerial dan institusional dapat saling bekerjasama untuk
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Dengan terlaksananya fungsi pengawasan oleh
pihak institusional melalui kepemilikan sahamnya, maka kinerja manajemen akan semakin
terawasi dan dapat meminimalisasi tindak kecurangan yang dapat dilakukan oleh manajemen
sehingga kinerja keuangan perusahaan dapat meningkat.
Keterbatasan ruang gerak tersebut akan mendorong manajemen melakukan kegiatan
disfungsional, sehingga dengan keberadaan pihak intitusional yang terlalu besar dalam
perusahaan, dapat berdampak negatif kinerja perusahaan. Selain itu, ada kemungkinan
pengawasan oleh pihak institusi kurang efektif, sehingga dibutuhkan pengawasan oleh pihak
eksternal seperti auditor. Hal ini membuat perusahaan mengeluarkan biaya ekstra yaitu biaya
keagenan dalam memonitoring kinerja pengelola. (Sembiring, 2020)
H4: Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan
perusahaan.

You might also like