You are on page 1of 22

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN


(SEBUAH TELAAH TERHADAP HUKUM POSITIF DI INDONESIA)

Hanafi Arief
Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan MAB
Jalan Adhyaksa No. 2 Kayutangi Banjarmasin Kalimantan Selatan Indonesia
Email: hanafi_arief@yahoo.com

Abstract
The marriage agreement is a treaty governing the consequences of a marriage bond. In
Indonesia, marriage agreements are allowed to be made since the enactment of the Civil Code.
The subject of this marriage agreement is then reaffirmed in the Marriage Act No. 1 of 1974. The
marriage agreement is part of the field of family law set out in Book I of the Civil Code (BW).
The arrangement of marriage agreements is described in Chapter VII, articles 139 to 154. In
general, marriage agreements apply and bind the parties or brides in marriage. In the Marriage
Law No. 1/1974, the Marriage Agreement is found in Chapter V, containing one article, namely
article 29. One of the principles contained in this Act related to the marriage agreement is the
right and the position of a balanced husband and wife. Each party can perform legal acts
independently. The marriage agreement in article 29 is not strictly regulated, so it implicitly can
be interpreted that such marriage agreements are not limited to matters of marriage property but
also other matters as long as it is not contrary to religious norms, public order and morals. The
essence of the Marriage Agreement set forth in the Marriage Act No. 1/ 1974 is broader than the
meaning of the marriage agreement contained in the Civil Code (BW).

Keywords: Marriage Agreement, Positive Law of Indonesia.

Abstrak
Perjanjian perkawinan merupakan perjanjian yang mengatur akibat suatu dari adanya ikatan
perkawinan. Di Indonesia, perjanjian perkawinan diperbolehkan untuk dibuat sejak
diberlakukannya KUH Perdata. Perihal perjanjian perkawinan ini kemudian dipertegas kembali
dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974.Perjanjian perkawinan merupakan bagian dari lapangan
hukum keluarga diatur dalam Buku I KUHPerdata (BW). Pengaturan perjanjian perkawinan
dijelaskan pada Bab VII pasal 139 s/d 154. Secara garis besar perjanjian perkawinan berlaku dan
mengikat para pihak/mempelai dalam perkawinan. Dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
Perjanjian Perkawinan didapati dalam Bab V, berisi satu pasal, yaitu pasal 29. Salah satu azas
yang terkandung dalam UU ini terkait dengan perjanjian perkawinan adalah hak dan kedudukan
suami istri yang seimbang. Masing-masing pihak dapat melakukan perbuatan hukum secara
mandiri. Perjanjian perkawinan dalam pasal 29 tidak mengatur secara tegas, sehingga secara
implisit dapat ditafsirkan perjanjian perkawinan tersebut tidak terbatas hanya mengatur mengenai
harta perkawinan saja, namun juga hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan norma agama,
ketertiban umum dan kesusilaan. Esensi Perjanjian Perkawinan yang diatur dalam Undang-
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 lebih luas dari pada makna perjanjian perkawinan
yang terdapat dalam KUH Perdata (BW).

151
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Kata Kunci: Perjanjian Perkawinan, Hukum Positif di Indonesia.

PENDAHULUAN pihak pula, seperti pemberian surat wasiat,


Sesuai dengan kodratnya, manusia pemberian hibah dan lain sebagainya; kedua
mempunyai naluri untuk untuk selalu ingin perbutan hukum dua pihak, yakni perbuatan
hidup bersama, saling berinteraksi, serta yang dilakukan dua pihak yang
mempertahankan keturunan. Untuk itu menimbulkan hak dan kewajiban bagi
manusia melakukan perkawinan. keduanya, sepertipembuatan
Perkawinan dilakukan antara dua jenis perjanjianperkawinan, perjanjian jual-beli
kelamin manusia yang berbeda yakni laki- dan lain-lain.4
laki dan perempuan yang bisanya didahului
PEMBAHASAN
dengan saling ketertarikan satu sama lain
1 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1
untuk hidup bersama. Tambahan pula,
Tahun 1974 tentang Perkawinan,
bahwa dalam kehidupan sosial, manusia
memberikan pengertian mengenai
berinteraksi dan interaksi tersebut
perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara
merupakan perbuatan hukum yang
seorang pria dengan seorang wanita sebagai
melahirkan hak dan dan kewajiban.2
suami istri dengan tujuan membentuk
Sebagai perbuatan hukum,
keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia
perkawinan memerlukan ketentuan yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
mengatur agar perkawinan dan keturunan
Esa.Atas dasar ini, perkawinan diharapkan
yang dilahirkan dikatakan sah menurut
3 dapat membentuk keluarga bahagia dan
hukum (syariah). Perbuatan hukum
kekal, serta diharapkan berjalan lancar, tanpa
dikelompokan menjadi dua; pertama
hambatan, dan bahagia selama-lamanya
perbuatan hukum sepihak, yakni perbuatan
sesuai dengan prinsip atau azas dari suatu
yang dilakukan oleh satu pihak saja dan
perkawinan.5
menimbulkan hak dan kewajiban pada satu
Perkawinan sebagai lembaga hukum,
1
Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan di mempunyai akibat hukum yang sangat
Indonesia,Sumur Bandung, Bandung,1981, hlm. 7.
2
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
4
Hukum Indonesia,PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984, Ibid
5
hlm. 119. Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam Dan
3
Achmad Ichsan,Hukum Perkawinan UU.Perkawinan UU No 1 Tahun 1974, Liberti,
Islam,Pradya ParamithaI, Jakarta, 1960, hlm. 15. Yogyakarta, 1974, hlm. 55.

152
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

pentingdalam kehidupan para pihak yang Islam. Sejak berlakunya Undang-Undang


6
melangsungkan perkawinan. Perjanjian Nomor 1 tahun 1974, sehingga di negara
dalam suatu perkawinan merupakan Indonesia telah terjadi unifikasidalam bidang
perjanjian yang mengatur akibat dari adanya Hukum Perkawinan, kecuali sepanjang yang
ikatan perkawinan, yang salah satunyaialah belum atau tidak diatur dalam undang-
dalam bidang harta kekayaan. Perjanjian undang tersebut, maka peraturan lama dapat
perkawinan jarang terjadi di Indonesia asli, dipergunakan.8
disebabkan masih kuatnya hubungan Meskipun undang-undang tersebut
kekerabatan antara calon suami istri, serta mengatur tentang perkawinan, tapi lebih
kuatnya pengaruh hukum adat. Pada jauh substansinya mengatur pula mengenai
dasarnya perkawinan merupakan suatu hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan
perjanjian yang mengikat lahir dan batin atau segala akibat hukum yang berkaitan
dengan dasar iman. Itu sebab sebagian orang dengan perkawinan, sehingga hal ini dapat
berpendapat, bahwa suatu perkawinan dikategorikan sebagai Hukum
merupakan persetujuan belaka Keluarga.9Perjanjian perkawinan merupakan
dalammasyarakat antara seorang laki-laki istilah yang diambilkan dari judul Bab V
dan seorang perempuan, seperti persetujuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
dalam jual beli, sewamenyewa dan lain berisikan satu pasal, yaitupasal 29.
7
sebagainya. Sedangkan pengertian perjanjian
Di Indonesia, terdapat 3 (tiga) perkawinanini tidak diperoleh penjelasan,
produk peraturan perundang-undangan yang yang ada hanya pengaturan kapan perjanjian
mengatur masalah perjanjian perkawinan, kawin itu dibuat, mengatur keabsahan, saat
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlakunya, dan dapat diubahnya perjanjian
(KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek itu. Tidak diatur mengenai materi perjanjian
(BW), Undang-Undang Nomor 1 tahun l974
8
K. Wantjik Saleh,Hukum Perkawinan
mengenai Perkawinan, dan Inpres Nomor 1 Indonesia,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 3.
9
Tahun 1974 tentang Kompilasi Hukum Hukum keluarga Indonesia ini merupakan
hukum positif Indonesia yang sejalan dengan Hukum
Islam, Hanafi Arief, 2016,Pengantar Hukum
6
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Citra Indonesia dalam Tatanan Historis, tata Hukum dan
Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm. 28. Politik Hukum Nasional,PT. ILKIS Pelangi Aksara,
7
Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan di Yogyakarta, hlm. 199. Lihat pula J. Satrio, Op. cit,
Indonesia,Sumur Bandung, Jakarta, 1981, hlm. 8. hlm. 4.

153
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

seperti telah diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian perkawinan di Indonesia


Perjanjian Perkawinanmerupakan perjanjian mulai diperbolehkan dibuat sejak
atau persetujuan yang dibuat oleh calon diberlakukannya KUHPerdata pada tanggal
suami isteri, sebelum atau pada saat 1 Mei 1848. Dalam hal perjanjian
perkawinan dilangsungkan untuk mengatur perkawinan ini, kemudian dimuat dan
akibat-akibat perkawinan terhadap harta dipertegas kembali dengan diundangkannya
10
kekayaan mereka. Undang-Undang Perkwinan Nomor 1 Tahun
Perjanjian perkawinantidak hanya 1974. Sementara itu akibat daripada
sebatas memperjanjikan masalah keuangan perkembangan zaman yang semakin pesat
atau harta, ada hal lain yang juga penting serta adanya tuntutan persamaan derajat
diperjanjikan, misalnya kejahatan rumah antara laki-laki dengan wanita,
tangga, memperjanjikan salah satu pihak menyebabkan perjanjian perkawinan
untuk tetap berkarir meski sudah menikah tersebut lebih sering dibuat sebelum calon
11
dan lain sebagainya. Perjanjian kawin pasangan suami istri melangsungkan
menurut KUH Perdata Pasal 139 sebenarnya perkawinan. Eksistensi Pasal 29 ayat (1)
merupakan persetujuan antara calon suami pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
dan istri, untuk mengatur akibat perkawinan tahun 1974, dikehendaki adanya perjanjian
terhadap harta kekayaan mereka. Oleh sebagai pengiring tuntutan zaman akan
karena itu, perjanjian perkawinan dapat persamaan status dan derajat serta kebebasan
diadakan baik dalam hal suami-istri akan untuk menentukan kebutuhan bagi rakyat
kawin campur harta secara bulat, maupun sendiri.
dalam hal mereka memperjanjikan adanya Manfaat perjanjian dalam
harta yang terpisah, atau harta diluar perkawinan bagi negara sangatlah besar.
persatuan. Adanya perjanjian perkawinan memberikan
batasan bagi pasangan suami isteri guna
mencegah dan mengurangi konflik terutama
10
Soetojo Prawirohamidjojo,Pluralisme dalam yang terjadi di dalam lembaga
perundang-undangan perkawinan di
Indonesia,Airlangga University Press, Surabaya, perkawinan.Perjanjian perkawinan dapat
1986, hlm.57.
11
Muchsin,Perjanjian Perkawinan Dalam menjadi acuan jika suatu saat nanti timbul
Persfektif Hukum Nasional,Varia Peradilan, Jakarta,
2008, hlm. 7, konflik, meskipun konflik tersebut tidak

154
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dikehendaki. Namun manakala terjadi juga Belum ada definisi baku mengenai
konflik yang harus berakhir dengan perjanjian perkawinan baik menurut bahasa
perceraian, maka perjanjian tersebut dapat maupun istilah. Namun dari masing-masing
dijadikan rujukan sehingga masing-masing kata dalam kamus bahasa dapat
mengetahui hak dan kewajibannya. diartikan: 18 “Perjanjian” berarti persetujuan;
Sebenarnya perjanjian dalam syarat; tenggang waktu; kesepakatan baik
perkawinan menurut asalnya merupakan lisan maupun tulisan yang dilakukan oleh
terjemahan dari kata dua pihak atau lebih untuk ditepati.
“huwelijksevoorwaarden” yang ada dalam Sedangkan “perkawinan” berarti:
12
Burgerlijk Wetboek(BW). Istilah ini pernikahan; hal-hal yang berhubungan
13
terdapat dalam KUH Perdata, Undang- dengan kawin. Dalam arti formal perjanjian
undang nomor 1 tahun 197414dan Kompilasi perkawinan adalah tiap perjanjian yang
15
Hukum Islam. Kata “huwlijk”menurut dilangsungkan sesuai dengan ketentuan
bahasa berarti: perkawinan antara seorang undang-undang antara calon suami istri
16
laki-laki dan seorang perempuan, mengenai perkawinan mereka, tidak
sedangkan “voorwaard”berarti dipersoalkan apa isinya. 19 Menurut Wirjono
17
syarat. Perjanjian perkawinan yaitu, Projodikoro, kata perjanjian diartikan
persetujuan yang dibuat oleh kedua calon sebagai “suatu perhubungan hukum
mempelai pada waktu atau sebelum mengenai harta benda kekayaan antara dua
perkawinan dilangsungkan, dan masing- pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau
masing berjanji akan mentaati apa yang dianggap berjanji melakukan suatu hal,
tersebut dalam persetujuan itu, yang sedang pihak lain berhak menuntut
disahkan oleh pegawai pencatat nikah. pelaksanaan janji itu”.20
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata
menyatakan bahwa Suatu persetujuan adalah
12
Subekti, Op. cit, hlm. 38.
13
KUHPerdata, Bab VII dan VIII Pasal 139-185.
14 18
Undang-undang nomor 1 tahun 1974, Bab V Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa
Pasal 29. Indonesia Kontemporer,Modern English Press,
15
Kompilasi Hukum Islam, Bab VII Pasal 45-52. Jakarta, 1995, hlm. 601.
16 19
Martias Gelar Imam Radjo Mulono,Penjelasan HR. Damanhuri HR, Segi-Segi Hukum
Istilah-Istilah Hukum Belanda Indonesia,Ghalia, Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar
Jakarta, 1982, hlm. 107. Maju, Bandung, 2007, hlm. 1.
17 20
S. Wojawasito, Op. cit, hlm. 772. Ibid.

155
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

suatu perbuatan dengan mana satu orang c. Perjanjian tersebut mulai berlaku
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu sejak perkawinan dilangsungkan.
orang atau lebih”.21Pasal 139 KUH Perdata d. Selama perkawinan berlangsung
menyatakanDengan mengadakan perjanjian perjanjian tersebut tidak dapat
kawin, kedua calon suami istri adalah berhak diubah, kecuali bila dari kedua
menyiapkan beberapa penyimpangan dari belah pihak ada persetujuan untuk
peraturan Undang-undang sekitar persatuan merubah dan perubahan tidak
harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak merugikan pihak ketiga.23
menyalahi tata susila yang baik atau tata Inpres Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
tertib umum dan asal di indahkan pula segala KompilasiHukum Islam pasal 47
ketentuan dibawah ini.22 menyatakan:
Undang-undangPerkawinanNo. 1 “Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan kedua calon mempelai dapat
tahun 1974 pasal 29 menjelaskan:
membuat perjanjian tertulisyang disahkan
a. Pada waktu atau sebelum Pegawai Pencatat Nikah mengenai
kedudukan harta dalam perkawinan”,
perkawinan dilangsungkan, kedua
a. Perjanjian tersebut dalam ayat (1)
pihak atau persetujuan bersama dapat meliputi percampuran harta
pribadi dan pemisahan harta
dapat mengadakan perjanjian
pencaharian masing-masing
tertulis yang disahkan oleh Pegawai sepanjang hal itu tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
pencatat perkawinan, setelah mana
b. Di samping ketentuan dalam ayat
isinya berlaku juga terhadap pihak (1) dan (2) di atas, boleh juga isi
perjanjian itu menetapkan
ketiga sepanjang pihak ketiga
kewenangan masing-masing untuk
tersangkut. mengadakan ikatan hipotik atas
harta pribadi dan harta bersama atau
b. Perjanjian tersebut tidak dapat
harta syarikat.24
disahkan bilamana melanggar
batas-batas hukum, agama dan
kesusilaan. 23
Departement agama RI, Himpunan Peratura
perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Agama, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang ,
21
Sudarsono, Kamus Hukum,Rincka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 138.
24
Jakarta, 2007, hlm. 363. Departement agama RI,Himpunan Peratura
22
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Undang-Undang Hukum Perdata,Pradnya Paramita, Agama, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang
Jakarta, 1978, hlm. 51. Kompilasi Hukum Islam,Jakarta, 2001, hlm. 328.

156
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Perjanjianperkawinan menurut Gatot akibat-akibatperkawinan terhadap harta


28
Supramono adalah perjanjian yang dibuat kekayaan mereka.
oleh calon suami dengan calon isteri pada Pada dasarnyaperjanjian
waktu atau sebelum perkawinan perkawinanialah perjanjian mengenai harta
dilangsungkan, perjanjianmana dilakukan benda suami-isteri selama perkawinan
secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai mereka, yang menyimpang dari asas atau
Pencatat Nikah danisinya juga berlaku pola yang ditetapkan oleh undang-undang.
terhadap pihak ketiga sepanjang Dalam Pasal 147 juncto Pasal 149 KUH
25
diperjanjikan. Menurut R. Subekti, Perdata dikatakan, bahwa perjanjian
“Perjanjian perkawinan adalah suatu perkawinanharus dibuat dengan Akta
perjanjian mengenaiharta benda suami-istri Notaris sebelum
selama perkawinan mereka yang dilangsungkannyaperkawinan, perjanjian
menyimpang dari asasatau pola yang mana mulai berlaku semenjak saat
ditetapkan oleh undang-undang”. 26 Komar perkawinan dilangsungkan dan tidak boleh
Andasasmita mengatakan apa yang ditarik kembali atau diubah dengan cara
dinamakan „perjanjian atau syaratkawin‟ itu bagaimanapun selama berlangsungnya
adalah perjanjian yang diadakan oleh bakal perkawinan. Abdul Kadir Muhammad
atau calon suami-istridalam mengatur berpendapat, persyaratan perjanjian
(keadaan) harta benda atau kekayaan sebagai perkawinan adalah sebagai berikut: 29
27
akibat dariperkawinan mereka. Soetojo 1. Dibuat pada waktu atau sebelum
Prawirohamidjojo dan Asis perkawinan dilangsungkan.30
Safioedin,”perjanjianperkawinan” adalah 2. Dalam bentuk tertulis yang
perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh disahkan oleh pegawai pencatat
calon suami istrisebelum atau pada saat nikah.31
perkawinan dilangsungkan untuk mengatur
28
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis
Safioedin,Hukum Orang dan Keluarga,Alumni,
Bandung, 1987, hlm. 57.
25 29
Gatot Supramono, Op. cit., hlm. 39. HR, Damanhuri, Op. cit, hlm. 19.
26 30
R. Subekti, Op. cit, hlm. 9. Happy susanto, Pembagian Harta Gono-Gini
27
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Saat Terjadi Perceraian,Visimedia, Jakarta, 2008,
Otentik dan Penjelasannya,Ikatan Notaris Indonesia hlm. 97.
31
(INI) Daerah Jawa Barat, Bandung, 1990, hlm. 5. Ibid.

157
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

3. Isi perjanjian tidak melanggar perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
batas-batas hukum, agama dan sebagai undang-undangbagi mereka yang
kesusilaan. membuatnya. Namun khususnya dalam
4. Mulai berlaku sejak perkawinan pembuatan perjanjianperkawinan, undang-
dilangsungkan. undang memberikan kemungkinan bagi
5. Selama perkawinan berlangsung, mereka yang belummencapai usia dewasa
perjanjian tidak dapat diubah. untuk membuat perjanjian, dengan ketentuan
6. Perjanjian perkawinan dimuat sebagaimana tercantumdalam Pasal 151
dalam akta perkawinan.32 KUHPerdata:
Perjanjian perkawinan merupakan 1) Yang bersangkutan telah memenuhi
suatu perjanjian karenanya harusmemenuhi syarat untuk melangsungkan
persyaratan umum suatu perjanjian, kecuali pernikahan.
dalam peraturan khususditentukan lain. 2) Dibantu oleh mereka yang izinnya
Adapun persyaratan umum tersebut adalah diperlukan untuk
tentang syarat-syaratsahnya suatu perjanjian melangsungkanpernikahan.
yang diatur dalam Pasal 1320 3) Jika perkawinannya berlangsung
KUHPerdata.33 dengan izin hakim, maka rencana
Selain hal yang tercantum dalam perjanjiankawin tersebut
Pasal 1320 KUHPerdata, (konsepnya) harus mendapat
perjanjianperkawinan juga harus persetujuan pengadilan.
dilaksanakan dengan „itikad baik, sesuai Pasal 147 KUHPerdata dengan tegas
dengan ketentuanPasal 1338, karena menetapkan, perjanjian perkawinanharus
dibuat dengan akta Notaris dengan ancaman
32
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kebatalan. Hal itu dimaksudkanagar
Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, perjanjian perkawinan dituangkan dalam
Bab IV tentang Akta Perkawinan Pasal 12 berbunyi:
h. perjanjian perkawinan bila ada;
bentuk akta autentik, karenamempunyai
33
Lihat Pasal 1320 KUHPerdata yang konsekuensi luas dan dapat menyangkut
menyatakan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjiandiperlukan empat syarat : kepentingan keuangan yangbesar sekali.
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan,
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal perjanjian perkawinan harusdibuat sebelum

158
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

perkawinan dilangsungkan. Setelah 1) Tidak boleh bertentangan dengan


perkawinan dilangsungkan,perjanjian kesusilaan atau dengan ketertiban
perkawinan dengan cara bagaimanapun tidak umum(Pasal 139 KUHPerdata).
dapat diubah. 2) Tidak boleh memuat syarat yang
Syarat pembuatan perjanjian menghilangkan status suami
perkawinan dengan akta Notaris adalah sebagai kepalakeluarga, dan juga
untukmemperoleh kepastian tanggal ketentuan yang memuat janji bahwa
pembuatan perjanjian perkawinan, karena isteri akan tinggalsecara terpisah
kalauperjanjian perkawinan dibuat dengan dalam tempat tinggal kediaman
akta di bawah tangan, maka ada sendiri dan tidak mengikutitempat
kemungkinan bias back date(tanggal tinggal suami (Pasal 140
mundur) diubah isi perjanjian perkawinan KUHPerdata).
dan syaratnyasehingga dapat merugikan 3) Tidak boleh memuat perjanjian
pihak ketiga. Syarat tersebut juga yang melepaskan diri dari ketentuan
dimaksudkan, agarperjanjian perkawinan undang-undang tentang pusaka bagi
mempunyai kekuatan pembuktian dan keturunan mereka, juga tak boleh
kepastian hukumtentang hak dan kewajiban mengatursendiri pusaka keturunan
calon pasangan suami isteri atas harta benda mereka itu. Tidak boleh
34
mereka”. diperjanjikan salah satupihak
Selain syarat-syarat sahnya diharuskan akan menanggung lebih
perjanjian perkawinan, KUHPerdata juga besar hutang dari keuntungan
telahmenentukan dengan terperinci beberapa yangdiperoleh dari kekayaan
ketentuan yang tidak boleh bersama. (Pasal 141 KUHPerdata).
dijadikanpersyaratan dalam perjanjian 4) Tidak boleh membuat perjanjian-
perkawinan yaitu dalam Pasal 139-142 perjanjian yang bersifat kalimat-
KUHPerdata,yang antara lain: kalimatyang umum, bahwa
perkawinan mereka akan diatur oleh
Undang-Undang.
Syarat-syarat perjanjian perkawinan
34
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 77.
ini juga ada diatur dalam UU

159
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Perkawinandalam Pasal 29 yang antara kesusilaan”. Pengesahan Perjanjian Kawin


35
lain: tersebut oleh Pegawai Pencatat Perkawinan
a) Pada waktu atau sebelum sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1)
perkawinan dilangsungkan, kedua undang-undang tersebut. Dengan demikian
belah pihak ataspersetujuan perjanjian perkawinan tersebut tidak boleh
bersama dapat mengadakan melanggar batas-batas hukum, agama dan
perjanjian tertulis yang disahkan kesusilaan.
olehpegawai pencatat perkawinan. Dengan demikian sahnya perjanjian
Perjanjian ini berlaku terhadap perkawinanialah manakalaaktanya telah
pihak ketigasepanjang pihak ketiga didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
tersangkut; Negeri dan dicatat adanya Perjanjian
b) Perjanjian tersebut tidak dapat Perkawinan tersebut pada akta perkawinan
disahkan apabila melanggar batas- oleh Petugas Kantor Catatan Sipil.
batashukum, agama, dan Perjanjian perkawinan merupakan suatu
kesusilaan; perjanjian yang harus dibuat dengan
c) Perjanjian tersebut berlaku sejak mendasarkan pada syarat-syarat umum yang
perkawinan dilangsungkan; berlaku untuk dapat sahnya suatu perjanjian
d) Selama perkawinan berlangsung, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
36
perjanjian tersebut tidak dapat KUHPerdata. Syarat-syarat tersebut:
diubah,kecuali bila dari kedua belah 1. Berdasarkan pada kesepakatan atau
pihak ada persetujuan untuk kata sepakat, dimana para pihak
mengubah danperubahan tidak yang mengadakan perjanjian
merugikan pihak ketiga. perkawinan mempunyai suatu
Menurut Pasal 10 ayat (2) Undang- kehendak yang bebas yaitu terhadap
undang Nomor 1 Tahun 1974:“Perjanjian pihak-pihak tersebut tidak ada
Kawin tidak dapat disahkan bilamana unsur paksaan, penipuan atau
melanggar batas-batas hukum, agama dan kekhilafan dalam mengadakan
perjanjian.
35
Libertus Jehani, Tanya Jawab Hukum
Perkawinan Pedoman Bagi (Calon) Suami Istri,Rana
36
Pustaka, Jakarta, 2012, hlm. 29-30. R. Subekti, Op. cit, hlm. 17.

160
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

2. Para pihak harus cakap menurut Pengaturan perjanjian perkawinan


hukum untuk membuat suatu dalam KUHPerdata dijelaskan pada Bab VII
perjanjian. Untuk membuat suatu pasal 139 s/d 154. Secara garis besar
perjanjian, para pihak yang perjanjian perkawinan berlaku mengikat
mengadakan perjanjian cakap para pihak atau mempelai apabila terjadi
mempunyai kewenangan/berhak perkawinan.Perjanjian perkawinan ini lebih
untuk melakukan suatu tindakan sempit dari perjanjian secara umum karena
hukum seperti yang diatur dalam bersumber pada persetujuan saja dan pada
perundang-undangan yang berlaku. perbuatan yang tidak melawan hukum, tidak
3. Perjanjian yang dibuat tersebut termasuk pada perikatan atau perjanjian
harus secara jelas memperjanjikan yang bersumber pada Undang-
tetang sesuatu hal yang tertentu. undang.Sungguh pun tidak ada definisi yang
4. Hal-hal yang diperjanjikan oleh jelas tentang perjanjian perkawinan, namun
para pihak harus tentang sesuatu dapat diberikan batasan bahwa hubungan
yang halal dan tidak boleh hukum tentang harta kekayaan antara kedua
bertentangandengan undang- belah pihak, yang mana satu pihak berjanji
undang, ketertiban umum dan atau dianggap berjanji untuk melakukan
kesusilaan. sesuatu hal, sedangkan dipihak lain berhak
Perjanjian perkawinan bagian dari menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut.37
lapangan hukum keluarga harus sesuai Perjanjian perkawinan dilakukan
dengan ketentuan dalamBuku I seacara tertulis atas persetujuan kedua belah
KUHPerdata. Perjanjian perkawinan pihak. Hal ini menimbulkan konsekuensi
memiliki karakteristik yang berbeda dengan hukum yang berarti para pihak telah
perjanjian pada umumnya, seperti yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut
diatur dalam Buku III KUHPerdata. Namun dan tidak boleh melanggar perjanjian
pada prinsipnya Buku III KUHPerdata juga tersebut, seperti tertuang dalam pasal 1313
berlaku terhadapperjanjian perkawinan. KUH Perdata (BW). Para pihak harus
Keabsahansuatu perjanjian perkawinan
jugatundukpada ketentuan syarat sah 37
Martiman Prodjohamidjodjo,Hukum
Perkawinan di Indonesia, Indonesia Legal Center
perjanjian pada umumnya. Publising, Jakarta, 2002, hlm. 29.

161
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

mentaaati perjanjian ini sebagaimana diatur untuk itu. Persetujuanpersetujuanharus


dalam KUH Perdata (BW). Sebagai sebuah dilaksanakan denganitikad baik.39
perjanjian maka bila salah satu pihak Berdasarkan Pasal 139 KUH Perdata
melakukan pelanggaran (inkar janji) dapat (BW),keberadaan perjanjian perkawinan
dilakukan gugatan baik gugatan cerai atau adalah sebagai pengecualian ketentuan
ganti rugi. Pasal119 KUHPerdata yaitu ketika
Perjanjian perkawinan sebagai perkawinan berlangsung, maka secara
persetujuan atau perikatan antara calon hukum berlakupersatuan bulat antara
suami-istri itu pada prinsipnya sama dengan kekayan suami maupun kekayaan isteri atau
perjanjian-perjanjia pada umumnya.Sebab dengan kata lain sebatas mengatur.Adapun
satu sama lain terikat pada Pasal 1320 tujuan pokok diadakannya perjanjian
KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perkawinanialah mengatur antara suami-
38
perjanjian-perjanjian. Perjanjian isteri apa yang akan terjadi mengenai
Perkawinan yang memenuhisyarat-syarat hartakekayaan yang mereka bawa dan atau
tentang sahnya perjanjianperjanjianmenurut yang akan mereka peroleh masingmasing.40
pasal 1320 KUH Perdataharus dipandang Pasal 139 KUHPerdata mengandung
berlakusesuai dengan Undang-Undang bagi suatu asas bahwa calon suami-istri bebas
pihakyang berjanji. untuk menentukan isi perjanjian perkawinan
Dalam pasal 1338 KUHPerdata yang dibuatnya. Akan tetapi kebebasan
ditegaskan bahwa Semuapersetujuan yang tersebut dibatasi oleh beberapa larangan
dibuat secara sah berlakusebagai Undang- yang harus diperhatikan oleh calon suami-
Undang bagimereka yangmembuatnya. isteri yang akan membuat perjanjian
Persetujuan-persetujuan itutidak dapat perkawinan. Subtansi perjanjian perkawinan
ditarik kembali selain dengansepakat kedua diserahkan pada pihak calon pasangan yang
belah pihak, atau karenaalasan-alasan yang akan menikah dengan syarat isinya tidak
oleh Undang-Undangdinyatakan cukup

39
Abdulkadir Muhammad, Hukum
38
Pasal 1320 KUH Perdata berbunyi: Untuk perdataIndonesia,PT.Citra AdityaBakti, Bandung,
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. hlm.99.
40
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Mochammad Djais,Hukum Harta Kekayaan
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu Dalam Perkawinan, Fakultas Hukum Universitas
hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Diponegoro, Semarang, 2003, hlm. 9.

162
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kewajiban di bidang hukum


kesusilaan, hukum dan agama. kekayaan.
Mengenai isi yang dapat 3. Nurnazly Soetarno berpendapat
diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan, bahwa perjanjian perkawinan hanya
dapat dikemukakan beberapa pendapat ahli dapat memperjanjikan hal-hal yang
hukum antara lain :41 berkaitan dengan hak dan
1. Sebagian ahli hukum berpendapat kewajiban di bidang hukum
bahwa perjanjian perkawinan dapat kekayaan, dan hal itu hanya
memuat apa saja, yang menyangkut mengenai harta yang
berhubungan dengan baik dan benar- benar merupakan harta
kewajiban suami istri maupun pribadi suami istri yang
mengenai hal-hal yang berkaitan bersangkutan, yang dibawa ke
dengan harta benda perkawinan. dalam perkawinan.
Mengenai batasan-batasan yang Sebagaimana yang disebutkan dalam
dapat diperjanjikan dalam Pasal 139 KUHPerdata, bahwa dalam
perjanjian perkawinan. Hal ini perjanjian perkawinan itu kedua calon
merupakan tugas hakim untuk suami-istri dapat menyimpangi ketentuan-
mengaturnya. ketentuan yang ditetapkan dalam harta
2. R. Sardjono berpendapat bahwa bersama, asal saja penyimpangan-
sepanjang tidak diatur di dalam penyimpangan tersebut tidak bertentangan
peraturan perundang-undangan, dan dengan kesusilaan dan ketertiban
tidak dapat ditafsirkan lain, maka umum(openbare orde) dengan
lebih baik ditafsirkan bahwa mengindahkan pula isi ketentuan yang
perjanjian perkawinan sebaiknya disebutkan setelah pasal 139 KUHPerdata
hanya meliputi hak-hak yang itu.42
berkaitan dengan hak dan Dengan demikian dapa dikatakan
bahwa pasangan yang mengikatkan diri
41
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif,
42
2004,Hukum Perkawinan dan Keluarga R. Soetojo Prawirohamidjojo,Pluralisme
diIndonesia,Badan Penerbit Fakultas Hukum dalam Perundang-Undangan Perkawinan
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 80-81. diIndonesia, Airlangga University Press, Surabaya,
2002, hlm. 64.

163
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dalam perjanjian perkawinan tersebut akan campur harta,apabila milik bersama itu
memperoleh jaminan selama perkawinan dihentikan, si suami atau si istri akan
berlangsung maupun sesudahnya. Karena itu membayarbagian hutang yang melebihi
untuk memutuskan perkawinan, perimbangan dan keuntungan bersama
dipersyaratkan adanya pelanggaran (Pasal142); dalam perjanjian itu tidak boleh
perjanjian. Itu sebabperistiwa hukum secara umum ditunjuk begitu saja
sepertiini yang sangat jarang terjadi kepadaperaturan yang berlaku dalam suatu
mengingat akibat hukum yang akan negara asing (Pasal 143)
ditanggung apabila salah satu pihak ingkar Pasal 147 KUHPerdata menyatakan,
terhadap perjanjian perkawinan tersebut, dan perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum
ada sanksi yang harus dipikul oleh pihak perkawinan dilangsungkan dan perjanjian
yang melanggar perjanjian perkawinan tersebut harus dibuat di hadapan Notaris,
tersebut. jika tidak dilakukan di hadapan Notaris,
Dalam KUHPerdata diberikan maka perjanjian tersebut batal. 44 Syarat ini
beberapa larangan tentang isi dimaksudkan agar: perjanjian tersebut
43
perjanjianperkawinan, yaitu: perjanjian dituangkan dalam bentuk akta otentik yang
tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat:
atau ketertiban umum(Pasal 139); perjanjian Memberikan kepastian hukum tentang hak
tidak boleh menyimpang dari kekuasaan dan kewajiban suami-isteri atas harta benda
yang oleh KUHPerdatadiberikan kepada mereka, mengingat perjanjian perkawinan
suami selaku kepala rumah tangga, misalnya mempunyai akibat yang luas; Untuk
tidak bolehdijanjikan bahwa istri akan membuat perjanjian perkawinan dibutuhkan
mempunyai tempat kediaman sendiri (Pasal seseorang yang benar-benar menguasai
140ayat (1); dalam perjanjian suami istri hukum harta perkawinan dan dapat
tidak boleh melepaskan hak mereka merumuskan semua syarat dengan teliti. Hal
untukmewarisi harta peninggalan anak-anak ini berkaitan dengan ketentuan bahwa
mereka (Pasal 141); dalam perjanjian itu bentuk harta perkawinan harus tetap
tidak boleh ditentukan bahwa dalam hal sepanjang perkawinan tersebut. Suatu

43 44
Martiman Prodjohamidjojo, Op. cit., hlm. 29. Happy susanto, Op. cit, hlm. 97.

164
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kekeliruan dalam merumuskan syarat dalam perjanjian perkawinan.Perjanjian


perjanjian perkawinan tidak dapat diperbaiki perkawinan merupakan perjanjian tertulis
lagi sepanjang perkawinan.45 yang dibuat sebelum perkawinan
Dengan demikian jelaslah bahwa dilangsungkan,meskipun ada anggapan
Pasal 147 KUH Perdata tersebut di atas bahwa membuatperjanjian
menghendaki agar perjanjian perkawinan perkawinansebelum perkawinan sangat tidak
dibuat pada waktu sebelum atau sesaat romantis, tidak saling percaya,materialistis,
sebelum perkawinan dilangsungkan, atau bertentangan dengan adat istiadat orang
dengan kata lain bahwa perjanjian Timur dan juga egois karena kelihatannya
perkawinan tidak dapat dibuat setelah layaknyamemproteksi aset pribadi.
46
perkawinan berlangsung. Ketentuan ini Perjanjian perkawinan merupakan
juga merupakan penjabaran dari asas yang istilahynag diambilkan dari judul Bab V
terdapat dalam KUHPerdata, yaitu bahwa Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
selama perkawinan berlangsung termasuk tentang yang berisi satu pasal, yaitu pasal
kalau perkawinan tersebut disambung 29.Sedangkan mengenai pengertian perjanjian
kembali setelah terputus karena perceraian, perkawinan ini tidak diperoleh penjelasan,
bentuk harta perkawinan harus tetap tidak hanyamengatur tentang kapan perjanjian kawin
berubah. Hal tersebut dimaksudkan demi itudibuat, hanya mengatur tentang
perlindungan terhadap pihak ketiga keabsahanya,tentang saat berlakunya dan
(kreditur) supaya tidak dihadapkan kepada tentang dapatdiubahnya perjanjian itu. Jadi sama
situasi yang berubah-ubah, yang dapat sekali tidakmengatur tentang materi perjanjian
merugikan dirinya (dalam arti jaminan harta sepertiyang diatur dalam KUH Perdata.
debitur atas piutang kreditur).47 Salah satu azas yang terkandung
Sementara itu salah satu aspek dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
penting dalam perkawinan yang diatur dalam terkait dengan perjanjian perkawinan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah ialahadanya pengakuan hak dan kedudukan
suami-istri yang seimbang seperti dalam
45
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi pasal 31. Menurut azas ini masing-masing
Praktek Notaris, Ichtiar Baru an Hoeve, Jakarta,
2000, hlm. 153. pihak dapat melakukan perbuatan hukum
46
Happy susanto, Loc. cit.
47
J. Satrio, Op. cit, hlm. 154. secara mandiri begitupula terhadapharta

165
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

48
bendanya. Meskipun secara eksplisit ditetapkan dalam hartabersama, asal saja
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak
tidakmengatur tentang perjanjian perkawinan, bertentangan dengan ke-susilaan dan ketertiban
namun secara implsit pengaturan hal ini dapat umum.
terlihat seperti dinyatakan bahwa kedua belahpihak Perjanjian perkawinan dalam
dapat mengadakan perjanjian tertulisyaitu Undang-undang Perkawinan diatur dalam
Perjanjian Perkawinan. Dalam ketentuanini Bab V Pasal 29 yang terdiri dari empat ayat
tidak disebutkan batasan yang jelas, sepertiAyat (1)yang menyatakan:
bahwaPerjanjian Perkawinan itu mengenai “Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
hal apa.Disamping itu Undang-Undang Nomor 1
bersama dapat mengadakan perjanjian
tidak mengaturlebih lanjut tentang bagaimana tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku
hukumPerjanjian Perkawinan yang dimaksud.49
juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
Peraturan Pemerintah Nomor 9 ketiga tersangkut”. Ayat (2)“Perjanjian
tersebut tidak dapat disahkan bilamana
Tahun 1975tentang pelaksanaan Undang-
melanggar batas-batas hukum, agama, dan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga tidak mengatur kesusilaan”.Ayat (3) “Perjanjian tersebut
mulai berlaku sejak perkawinan
lebih lanjutbagaimana tentang Perjanjian
dilangsungkan.”Ayat (4)“Selama
Perkawinandimaksud, dan hanya disebutkan perkawinan berlangsung perjanjian tersebut
tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua
bahwa kalau adaPerjanjian Perkawinan
belah pihak ada persetujuan untuk merubah
harus dimuat di dalamakta perkawinan dan perubahan tidak merugikan pihak
ketiga”.
(Pasal 12 h).50Dalam KUHPerdata ketentuan
mengenai Perjanjian Perkawinan juga diaturdalam Menurut Martiman
Pasal 139, yang menetapkan bahwa dalam Prodjohamidjodjo, perjanjian dalam Pasal 29
perjanjian kawin itu keduacalon suami isteri ini jauh lebih sempit oleh karena hanya
dapat menyimpangi ketentuanketentuan yang meliputi “verbintenissen” yang bersumber
pada persetujuan saja (overenkomsten), dan
48
Abdul Manaf, Aplikasi Asas Equalitas Hak
dan Kewajiban Suami Istri Dalam Penjaminan Harta
perbuatan yang tidak melawan hukum, jadi
Bersama Pada Putusan Mahkamah Agung,CV. tidak meliputi “verbintenissenuit de wet
Mandar Maju, Bandung, 2006, hlm. 24.
49
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum allen” (perikatan yang bersumber pada
Perdatatentang Orang dan Hukum Keluarga,
NuansaAulia, Bandung,2006, hlm. 67.
50
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan
Indonesia,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hlm. 32.

166
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

51
Undang-undang). Kendatipun tidak ada 1. Sebagian ahli hukum berpendapat
definisi yang jelas yang dapat menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan dapat
perjanjian perkawinan, namun dapat memuat apa saja, yang
diberikan batasan sebagai suatu hubungan berhubungan dengan hak dan
hukum mengenai harta kekayaan mengenai kewajiban suami-isteri maupun
kedua belah pihak, dalam mana satu pihak mengenai hal-hal yang berkaitan
berjanji untuk melakukan sesuatu hal, dengan harta benda perkawinan.
sedangkan di pihak lain berhak untuk Mengenai batasan-batasan yang
menuntuk pelaksanaan perjanjian dapat diperjanjikan dalam
tersebut.52Lebih jelas dapat dikatakan bahwa perjanjian perkawinan, hal ini
perjanjian perkawinan adalah perjanjian merupakan tugas hakim untuk
dibuat oleh calon suami dengan calon istri mengaturnya.
pada waktu atau sebelum perkawinan 2. R. Sardjono berpendapat bahwa
dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan sepanjang tidak diatur di dalam
secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai peraturan perundang-undangan, dan
Pencatat Nikah dan isinya berlaku juga tidak dapat ditafsirkan lain, maka
terhadap pihak ketiga sepanjang lebih baik ditafsirkan bahwa
diperjanjikan.53 perjanjian perkawinan sebaiknya
Mengenai isi yang dapat hanya meliputi hak-hak yang
diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan, berkaitan dengan hak dan
dalam ilmu hukum dapat dikemukakan kewajiban dibidang hukum
pendapat antara lain sebagai berikut :54 kekayaan.
3. Nurnazly Soetarno berpendapat
bahwa perjanjian perkawinan hanya
51
Amiur Nuruddin & Azhari Akmal
Tarigan,Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi dapat memperjanjikan hal-hal yang
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU
No. 1/1974 sampai KHI),Kencana, Jakarta, 2004,
berkaitan dengan hak dan
hlm. 137. kewajiban di bidang hukum
52
Ibid.
53
54
Ibid, hlm. 138. kekayaan, dan hal itu hanya
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan
Sjarif,Hukum Perkawinan dan Keluarga di menyangkut mengenai harta yang
Indonesia,Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 80-81. benar-benar merupakan harta

167
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

pribadi suami isteri yang suatu keadaanyang merugikan bagi pihak


bersangkutan, yang dibawa ke ketiga, misalnya;suatu perjanjian antara
dalam perkawinan. suami dan istri akanberlaku percampuran
Secara umum, perjanjian laba dan rugi jikalau dari perkawinan
perkawinan(prenuptial agreement) berisi mereka dilahirkanseorang anak laki-laki.
tentang pengaturan harta kekayaan calon Perjanjian seperti initidak diperbolehkan.57
55
suami istri. Pada prinsipnya pengertian Pada prinsipnya perjanjian
perjanjian perkawinan itu sama dengan perkawinan ini yang menjadi sumber dari
perjanjian pada umumnya, yaitu suatu berbagai bentuk harta benda dalam
58
perjanjian antara dua orang calon suami istri perkawinan. Pengaturan perjanjian
untuk perkawinan ini seharusnya diletakkan
mengatur harta kekayaan pribadi masing- setelah pengaturan hak dan kewajiban suami
masing yang dibuat menjelang perkawinan, istridanpengaturan mengenai harta benda
serta disahkan oleh pegawai pencatat dalam perkawinan.Keterbatasan pengaturan
nikah.56 perjanjian perkawinan membuat para pihak
Perjanjian mulai berlaku antara memiliki kebebasan untuk menyusun isinya
suamidan istri, pada saat pernikahan ditutup serinci dan selengkap mungkin. Klausula
didepan Pegawai Pencatatan Sipil dan perjanjian perkawinan yang mengatur hal
mulaiberlaku terhadap orang-orang pihak lain selain harta perkawinan tidak boleh
ketigasejak hari pendaftarannya di melanggar hak dan membatasi kewajiban
KepaniteraanPengadilan Negeri setempat di para pihak (suami-istri), misalnya; dalam
manapernikahan telah dilangsungkan. Tiada perjanjian perkawinan diatur bahwa suami
pihak yang diperbolehkan menyimpang tidak menjadi kepala keluarga dan tidak
dariperaturan tentang saat mulai berkewajiban menafkahi istri. Klausula
berlakunyaperjanjian ini, dan tiada pihak semacam ini bertentangan dengan Pasal 31
yang diperbolehkanmenggantungkan
perjanjian pada suatukejadian yang terletak
57
diluar kekuasaanmanusia, sehingga terdapat 58
Ibid, hlm. 38.
R. Soetojo Prawirohamidjojo,Pluralisme
Dalam Perundang-undangan Perkawinan di
55
Happy susanto, Op. cit, hlm. 78. Indonesia,Airlangga University Press, Surabaya,
56
H.A Damanhuri H.R, Op. cit, hlm. 7. 2006, hlm. 58.

168
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

ayat (3) dan Pasal 34 Undang-Undang Apabila perubahan perjanjian perkawinan itu
Nomor Tahun 1974. merugikan pihak ketiga, maka pihak ketiga
Klausula perjanjian perkawinan yang tidak terikat terhadap perubahan perjanjian
melanggar hukum, kesusilaan, dan agama perkawinan tersebut. Adapun mengenai
adalah batal demi hukum.Perjanjian yang waktu pembuatan perjanjian perkawinan,
melanggar norma-norma tersebut dapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
dimintakan pembatalannya oleh pihak 1974 berbeda dengan ketentuan yang
ketiga, bahkanyang tidak terkait sekalipun. terdapat dalam KUH Perdata. Ketentuan
Pada prinsipnya, substansi perjanjian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
perkawinan terbatas mengenai kedudukan 1974 yaitu pada Pasal 29 ayat (1),
harta benda perkawinan. Meskipun menentukan bahwa perjanjian perkawinan
suamiatau istritidak mengatursecara tegas dapat dibuat sebelum perkawinan
hal-haldi luar harta benda perkawinan,norma dilangsungkan atau pada saat perkawinan
agama, kepatutan, kebiasaan dan Undang- dilangsungkan. Dengan demikian mengenai
undang juga mengikat pihak-pihak yang waktu pembuatan perjanjian perkawinan
membuatnya. Namun dengan catatan,bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
pihak ketiga juga terikat dengan perjanjian 1974 ditentukan lebih luas dengan
perkawinan yang dibuat oleh suami istri memberikan dua macam waktu untuk
sebatas hanyamengenai harta benda. Hal-hal membuat perjanjian perkawinan, yaitu
lain di luar pengaturan mengenai harta benda sebelum dan pada saat perkawinan
perkawinan, pihak ketiga tidak terikat dilangsungkan. 59 Dengan telah adanya atau
terhadap segala akibat yang ditimbulkannya. ditentukannya saat pembuatan perjanjian
Pihak ketiga juga dapat mengajukan perkawinan tersebut, maka tidak
pembatalan perjanjian perkawinan diperbolehkan membuat perjanjian
tersebut,terhadap seluruh isi atau sebagian perkawinan setelah perkawinan berlangsung
klausula yang merugikan pihak ketiga. apabila sebelum atau pada saat perkawinan
Perjanjian perkawinan dapat diubah
selama perkawinan berlangsung dengan
syarat atas dasar kesepakatan antara suami-
istri dan tidak boleh merugikan pihak ketiga. 59
Ibid, hlm. 61.

169
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

tidak telah diadakan perjanjian atau harta, namun hal lainnya dapat pula
60
perkawinan. diperjanjikan.
Dilihat dari penjelasan diatas pada Perjanjian Perkawinan di Indonesia
dasarnya, perjanjian perkawinan dalam pasal diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
29 Undang-Undang Nomor Tahun 1974 Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk
tidak mengatur secara tegas bahwa Wetboek (BW), Undang-Undang Nomor 1
perjanjian perkawinan hanya terbatas pada tahun l974 tentang Perkawinan disertai
harta perkawinan, sehingga secara implisit dengan Peraturan Pelaksanaan Nomor 9
dapat ditafsirkan perjanjian perkawinan Tahun 1975, dan Inpres Nomor 1 Tahun
tersebut tidak terbatas hanya mengatur 1974 tentang Kompilasi Hukum Islam.
mengenai harta perkawinan saja, namaun Dengan demikian, maka di Indonesia telah
juga hal lain sepanjang tidak bertentangan terjadi unifikasi dalam bidang Hukum
dengan norma agama, ketertiban umum dan Perkawinan.
kesusilaan. Dapat dilihatjugaesensi Perjanjian Perkawinan dalam
perjanjian perkawinan yang diatur dalam KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW)
Undang-Undang Nomor Tahun 1974 lebih masih tetap berlaku, sepanjang masalah yang
luas daripada makna perjanjian perkawinan berkaitn dengan tersebut tidak diatur dalam
yang terdapat dalam KUH Perdata (BW). Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun
l974, dan Inpres Kompilasi Hukum Islam
PENUTUP
Nomor 1 Tahun 1974.
Perjanjian Perkawinan merupakan
perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh DAFTAR PUSTAKA
calon suami isteri, sebelum atau pada saat Buku-buku
perkawinan dilangsungkan untuk mengatur Achmad Ichsan, 1960, Hukum Perkawinan
Islam,Pradya ParamithaI, Jakarta.
akibat-akibat perkawinan terhadap harta
Abdul Manaf, 2006, Aplikasi Asas Equalitas
kekayaan mereka. Perjanjian ini tidak hanya Hak dan Kewajiban Suami Istri
sebatas memperjanjikan masalah keuangan Dalam Penjaminan Harta Bersama
Pada Putusan Mahkamah
Agung,CV. Mandar Maju, Bandung.
60
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif,
Hukum Perkawinan dan Keluarga di
Indonesia,Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 82.

170
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Abdul Kadir Muhammad, Hukum perdata Hukum Belanda Indonesia,Ghalia,


Indonesia, PT.Citra AdityaBakti, Jakarta.
Bandung. Martiman Prodjohamidjodjo, 2002,Hukum
CST Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum Perkawinan di Indonesia, Indonesia
dan Tata Hukum Indonesia,PN Balai Legal Center Publising, Jakarta.
Pustaka, Jakarta. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,1978, Kitab
Djaja S. Meliala, 2006, Perkembangan Undang-Undang Hukum
Hukum Perdata tentang Orang dan Perdata,Pradnya Paramita, Jakarta.
Hukum Keluarga,NuansaAulia, R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis
Bandung. Safioedin, 1987, Hukum Orang dan
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Keluarga, Alumni, Bandung.
Kamus Besar Ikthasar Indonesia, Soemiyati, 1986, Hukum Perkawinan Islam
Balai Pustaka, Jakarta. Dan UU.Perkawinan UU No 1
-----------------------, 2005, Kamus Besar Tahun 1974,Liberti, Yogyakarta.
Ikthasar Indonesia,Balai Pustaka. Soetojo Prawirohamidjojo, 1986, Pluralisme
2005, Jakarta. dalam perundang-undangan
Hanafi Arief, 2016, Pengantar Hukum perkawinan di Indonesia, Airlangga
Indonesia dalam Tatanan Historis, University Press, Surabaya.
tata Hukum dan Politik Hukum S. Wojawasito, 1990, Kamus Umum
Nasional,PT. ILKIS Pelangi Aksara, Belanda Indonesia,Ikhtiar Baru. Van
Yogyakarta. Hoere, Jakarta.
Happy Susanto, 2008, Pembagian Harta
Subekti, 1995, Pokok-pokok Hukum
Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Perdata, Intermasa, Jakarta.
Visimedia, Jakarta.
S. Wojawasito, 1990, Kamus Umum
J. Satrio, 1993, Hukum Harta Belanda Indonesia,Ikhtiar Baru. Van
Perkawinan,Citra Aditya Bhakti, Hoere, Jakarta.
Bandung.
Sudarsono, 2007, Kamus Hukum,Rincka
K. Wantjik Saleh, 1980, Hukum Perkawinan Cipta, Jakarta.
Indonesia,Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat Serba-
Komar Andasasmita, 1990, Notaris II Serbi Praktek Notaris,Ichtiar Baru an
Contoh Akta Otentik dan Hoeve, Jakarta.
Penjelasannya, Ikatan Notaris
Indonesia (INI) Daerah Jawa Barat, Peter Salim dan Yenny Salim, 1995, Kamus
Bandung. Bahasa Indonesia Kontemporer,
(odern English Press, Jakarta.
Libertus Jehani, 2012, Tanya Jawab Hukum
Perkawinan Pedoman Bagi (Calon) Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum
Suami Istri,Rana Pustaka, Jakarta. Perkawinan di Indonesia,Sumur
Bandung, Bandung.
Martias Gelar Imam Radjo Mulono,
1982,Penjelasan Istilah-Istilah R.Soetojo Prawirohamidjojo, 2002,
Pluralisme dalam Perundang-

171
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Undangan Perkawinan di Undang-Undang Dasar Tahun 1945


Indonesia,Airlangga University Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Press, Surabaya. (Bergelijk Wetbook)
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Sjarif, 2004, Hukum Perkawinan dan Tentang Perkawinan
Keluarga di Indonesia,Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Indonesia, Jakarta. tentang pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974
Peraturan Perundang-undangan

172

You might also like