You are on page 1of 19

Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295

e-ISSN : 2657-2494

TINJAUAN BATAS USIA PERKAWINAN PASAL 1 AYAT 1


UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 PERUBAHAN ATAS PASAL 7 AYAT 1
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
PERSPEKTIF TEORI SISTEM JASSER AUDA

M. Arif Hakim1, M. A. Arifin2

1Pascasarjana IAIN Kediri


2STAI Hidayatut Thullab Kediri
Email: arreev@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to 1) find out and understand the background of amendments to article 1 paragraph 1
of Law No. 16 of 2019 on the age limit of marriage, 2) find out the efficacy of amendments article 1 paragraph 1 of
Law No. 16 of 2019 on the age limit of marriage with analysis of jasser Auda system theory. This research is a type
of normative juridical research with a legal approach and a case approach. The source of the data in this study is legal
material and the data is collected through literature studies. The data analysis used is contras (looking for inequality),
comparation (looking for similarities), Criticize (providing views), synthesize (comparing), and summarize
(summarizing). The results showed there are several positive impacts in the form of fulfillment of children's rights,
especially girls, increasing understanding related to the importance of education, increasing understanding related to the
ideal age of marriage, and parents increasingly understand the importance of the ideal age of marriage when they want
to marry their children. It is the right solution in creating a good family. The application of such provisions is able to
regulate the relationship between men and women, maintaining offspring; in a sense, not just obtaining offspring from
legitimate marital relationships, but keeping the offspring into healthy and qualified offspring creates a family of
sakinah, mawaddah, warahmah; maintaining religiousness in the family; Regulate the pattern of good relationships
in the family and regulate the financial aspects in the family, so that human development can increase.

Keyword : Amandment, Age of Marriage, Jasser Auda, Human Development.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui dan memahami latar belakang amandemen
pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang batas usia perkawinan, 2) serta
untuk mengetahui kemaslahatan amandemen pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 tentang batas usia perkawinan dengan analisis teori sistem Jasser Auda. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan
kasus. Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan hokum dan data tersebut dikumpulkan
melalui studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah contras (mencari ketidaksamaan),
comparation (mencari kesamaan), Criticize (memberikan pandangan), synthesize (membandingkan), dan
summarize (meringkas). Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa dampak positif berupa
pemenuhan hak anak khusunya anak perempuan, meningkatnya pemahaman terkait pentingnya
pendidikan, meningkatnya pemahaman terkait pentingnya usia ideal perkawinan, serta orang tua
semakin memahami pentingnya usia ideal perkawinan ketika hendak menikahkan anaknya.
Merupakan solusi tepat dalam menciptakan keluarga yang baik. Penerapan ketentuan tersebut
mampu mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan, menjaga keturunan; dalam artian,
bukan sekedar memperoleh keturunan dari hubungan pernikahan yang sah, melainkan menjaga
keturunan tersebut menjadi keturunan yang sehat dan berkualitas menciptakan keluarga sakinah,
mawaddah, warahmah; menjaga keberagamaan dalam keluarga; mengatur pola hubungan yang baik
dalam keluarga dan mengatur aspek finansial dalam keluarga, sehingga human development dapat
meningkat.

Kata Kunci : Amandemen, Usia Perkawinan, Jasser Auda, Perkembangan Manusia.

100 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

A. PENDAHULUAN sebelumnya yaitu Undang-Undang nomor 1


Perkawinan ialah ikatan lahir bathin tahun 1974 berbunyi Perkawinan hanya
antara seorang pria dengan seorang wanita diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa tahun. Sedangkan menurut fikih seperti yang
(P. R. Indonesia, 1974). Ada juga definisi dipaparkan oleh Wahbah Zuhaili, syarat
perkawinan sebagaimana disebutkan di dalam kedua calon mempelai yang akan menikah
kitab Al-Fikihu āla Madzahib al-Arbaāh oleh ada tiga: Berakal, Baligh dan merdeka
Abdurrahman Al-Jaziri disebutkan kata Perempuan yang akan dinikahi harus
“Perkawinan” atau nikah secara etimologi ditentukan secara utuh (Al-Zuhayli, 1997).
adalah ‫ وطئ‬yang berarti bersenggama atau Definisi baligh yang disematkan pada
bercampur. Dalam pengertian majas orang seseorang bukan diukur dari usia, namun
menyebut nikah sebagai aqad, dikarenakan berdasarkan peristiwa. Dalam tafsir ayat Al-
aqad sebab diperbolehkan senggama (Al- Ahkam bahwa seorang anak dikatakan baligh
Jaziri, n.d.). Para ulama‟ fikih pengikut empat apabila laki-laki telah bermimpi (mimpi
madzhab (Hanafi, Māliki, Syāfi‟i, Hambali) basah), sebagaimana telah disepakatai ulama
mendefinisikan perkawinan sebagai akad bahwa anak yang sudah bermimpi kemudian
untuk menghalalkan seorang laki-laki dengan dia junub (keluar mani), maka dia telah
seorang perempuan berhubungan badan baligh, sedangkan ciri wanita ketika sudah
dengan diawali akad menggunakan lafadz hamil atau haid maka itulah batasan baligh
nikah, kawin atau kalimat yang serupa dengan (Al-Shabuny, 1999).
keduanya (Al-Jaziri, n.d.). Untuk itu dapat Dari ketiga perbedaan diatas antara
disimpulkan dari kedua definisi diatas bahwa fikih dan aturan negara baik aturan lama
tujuan pernikahan ada dua yaitu membangun maupun aturan yang berlaku sekarang
keluarga atau rumah tangga yang sakinah mengakibatkan gejala sosial yang baru,
mawaddah dan rohmah, serta suatu akad Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-
untuk menghalalkan kebutuhan biologis Undang Perkawinan, jika terjadi
manusia yaitu jimak. penyimpangan dari persyaratan usia
Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang- perkawinan tersebut di atas, maka
Undang Nomor 1 Tahun 1974 “perkawinan perkawinan baru dapat dilangsungkan setelah
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum mendapat dispensasi dari pengadilan. Sejauh
masing-masing agamanya dan ini, sering kali orang tua calon mempelai pria
kepercayaannya itu”. Pasal ini sudah dan/atau calon mempelai wanita mengajukan
memasuki wilayah sah ataupun tidak sah dari permohonan dispensasi ke Pengadilan
semua prosesi. Dengan adanya pasal ini, Agama agar anaknya yang belum mencapai
membuka ruang atas perbedaan prosesi usia perkawinan dapat diberikan dispensasi
pernikahan secara keseluruhan yang untuk menikah disebabkan berbagai
dilaksanakan sesuai dengan pedoman agama pertimbangan yang bersifat mendesak.
maupun kepercayaan masing-masing Ada beberapa penelitian dan tulisan
masyarakat untuk menjadi sah dan dilindungi yang membahas tentang batas usia ideal
oleh Undang-Undang. pernikahan perspektif Maqāsid shariah, yang
Namun dapat menjadi polemik menganjurkan usia ideal perkawinan
apabila muncul pasal berikutnya yang terlalu perspektif Maqāsid al-sharīah adalah bagi
menyentuh spesifik dan berbeda dengan perempuan 20 tahun dan dan bagi laki-laki
keumuman pemahaman terhadap sebagian 25 tahun, karena pada usia ini dianggap telah
proses pada agama. Seperti pasal 1 ayat 1 mampu merealisasikan tujuan-tujuan
Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 pensyariatan pernikahan (Maqāsid al-sharīah)
perubahan atas pasal 7 ayat 1 Undang- seperti: menciptakan keluarga yang sakinah
Undang nomor 1 tahun 1974 yang isinya mawaddah wa rahmah, menjaga garis
“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan keturunan, menjaga pola hubungan keluarga,
wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan menjaga keberagamaan dan dipandang siap
belas) tahun”. Pada Undang-Undang dalam hal aspek ekonomi, medis, psikologis,

101
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

sosial, agama (Rohman, 2017). Dan juga melatar belakangi adanya Undang-Undang
menurut Nabila Saifin Nuha Nurul (Haq, Nomor 16 Tahun 2019 tersebut, kemudian
2018) Usia perkawinan yang telah diatur menganalisisnya dengan salah satu teori
dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang hukum Islam yaitu teori sistem Jasser Auda.
Perkawinan menyebutkan bahwa usia yang Lalu bagaimana tentang hak-hak anak
diperbolehkan untuk menikah ialah 16 tahun perempuan sebagai objek, juga bagaimana
bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. perkembangan selanjutnya ketika hak-hak
Namun dalam konteks saat ini usia tersebut tersebut terpenuhi dengan mengurangi sedikit
dianggap kurang ideal dilihat dari berbagai diskriminasi akan hak sebagai anak, sehingga
faktor. Akan terjadi banyak masalah jika kemaslahatan akan amandemen UU nomoor
perkawinan yang dilakukan terlalu muda 16 tahun 2019 tentang batas usia perkawinan
khususnya masalah kesehatan. Faktor lain akan lebih bermanfaat atau malah sebaliknya?
bisa berupa masalah psikis, pendidikan, Pemikiran Jasser Auda diawali
ekonomi maupun yang lainnya. dalam tesis dengan adanya kritik terhadap Usul Fikih
tersebut ataupun dianalisis menggunakan yaitu pertama, Usul al-Fikih terkesan tekstual
Maqāsid al-sharīah, yang mana dapat dan mengabaikan tujuan teks, kedua,
merumuskan suatu hukum dilihat dari Klasifikasi sebagian teori usul al-Fikih
maksud dan tujuan ditetapkannya sebuah mengiring pada logika biner dan dikotomis,
hukum. Peneliti selanjutnya adalah Achmad ketiga. Analisa usul al-fikih bersifat
(Asrori, 2015) di dunia Islam mengulas reduksionis dan atomistik, selain itu Jasser
pendapat para ulama madzhab tentang batas Auda pun mengkritik Maqāsid klasik yang
minimum usia menikah dan penerapannya terjebak pada kemaslahatan individu sehingga
dalam hukum perkawinan di beberapa negara tidak mampu menjawab permasalahan dunia
Islam. Di dalam kitab-kitab fikih, para fukaha yang terjadi, maka oleh Jasser Auda cakupan
berbeda pendapat tentang batasan usia dan dimensi teori Maqāsid klasik diperluas
seseorang untuk dapat disebut baligh. agar dapat menjawab tantangan-tantangan
Menurut ulama Hanāfi, anak laki-laki zaman kekinian. Jasser Auda menjadikan
dipandang baligh apabila usianya telah teori sistem sebagai pendekatan dalam
mencapai 18 tahun dan perempuan 17 tahun. hukum Islam, dan membangun seperangkat
Mazhab Syāfi‟i memberikan batas 15 tahun kategori dengan menggunakan 6 (enam)
untuk laki-laki dan 9 tahun untuk perempuan. fitur sistem yaitu sifat kognitif (cognitive
Hanbali, baik laki-laki dan perempuan 15 nature), saling keterkaitan (interrelated),
tahun. Sedangkan ulama Māliki menandai keutuhan (wholeness), keterbukaan (openess),
kedewasaan dengan tumbuhnya rambut di multi-dimensionalitas (multi-dimentionality) dan
beberapa tempat/anggota tubuh. Perbedaan kebermaknaan (purposefulness). Keenam fitur
pendapat mengenai konsep baligh ini ini sangat erat berkaitan, saling menembus
mengakibatkan batas minimum usia untuk dan berhubungan antar satu dengan lainnya,
menikah di sejumlah negara Islam berbeda sehingga membentuk keutuhan berfikir.
satu sama lain. Namun titik ukur yang bisa menjangkau
Namun, hemat penulis dari ketiga semua fitur yang lain adalah kebermaksudan
peneliti sebelumnya yang menggunakan (Maqāsid) (Rahman, 2018). Keunggulan
analisis Maqāsid al-sharīah klasik yang terjebak pemikiran Jasser Auda dalam konteks
pada kemaslahatan individu sehingga tidak Maqāsid al-sharīah adalah ditawarkannya
mampu menjawab permasalahan dunia yang teori “human development” sebagai target utama.
terjadi, dalam menjaga keselamatan Inilah yang membedakan dari pemikiran
keturunan (hifzhu al-nasl) pada tingkatan al- lainnya. Perbedaan penafsiran dari teks-teks
daruriyyah atau sekurang-kurangnya al-hajiyyah, keagamaan yang seharusnya menjadi bahan
tanpa membahayakan keselamatan jiwa bertoleransi ini oleh sebagian pihak tidak
pihak-pihak yang terikat dalam ikatan diterima sehingga menjadi pemicu terjadinya
pernikahan (hifzhu al-nafs) serta keberlanjutan perpecahan antar sesama pemeluk beragama.
pendidikan anak yang diberikan dispensasi
perkawinannya (hifzhu al-aql). B. METODE PENELITIAN
Maka penulis merasa perlu untuk Penelitian ini merupakan jenis
melakukan penelitian terkait hal-hal yang penelitian yuridis normatif dengan

102 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

pendekatan undang-undang dan pendekatan Berdasarkan perihal permohonan


kasus. Sumber data dalam penelitian ini di atas Pemohon I sampai dengan
adalah bahan hokum dan data tersebut pemohon III menyatakan bahwa UU
dikumpulkan melalui studi kepustakaan. no. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat (1) tentang
Analisis data yang digunakan adalah contras Perkawinan terdapat ketidak sinkronan
(mencari ketidaksamaan), comparation (mencari dengan UUD 1945 pasal 27 ayat (1).
kesamaan), Criticize (memberikan pandangan), Adapun bunyi pasal 7 (1) perkawinan
synthesize (membandingkan), dan summarize hanya diizinkan jika pihak pria sudah
(meringkas). mencapai umur 19 (sembila belas) tahun
Melakukan analisis dan interpretasi dan pihak wanita sudah mencapai umur
dari hasil telaah artikel. menganalisis dan 16 (enam belas) tahun, pasal 27 (1)
mengevaluasi berbagai hasil penelitian dari segala warga negara bersamaan
berbagai literatur, dan untuk memilih metode kedudukannya di dalam hukum dan
yang paling tepat untuk mengintegrasikan pemerintahan itu dengan tidak ada
penjelasan dan interpretasi dari berbagai kecualinya.
temuan tersebut. Sintesis yang kita lakukan Pembedaan usia antara laki-laki
bisa berbentuk naratif atau kuantitatif (meta dan perempuan dalam pasal 7 ayat (1)
analysis). Langkah terakhir ini adalah langkah UU no. 1 tahun 1974 merupakan wujud
penting yang harus kita lakukan dengan detail nyata tidak tercapainya persamaan
dan hati-hati, karena kualitas review kita akan kedudukan dalam hukum yang
ditentukan dari hasil sintesis dan analisis yang dilindungi oleh pasal 27 ayat (1) UUD
kita lakukan. 1945. Penetapan usia perkawinan 16
tahun bagi anak perempuan berada di
C. PEMBAHASAN bawah ambang batas usia anak
1. Ketentuan Batas Usia Perkawinan berdasarkan konvensi hak anak, dimana
Menurut Amandemen Undang- jika seorang anak perempuan telah
Undang Perkawinan dinikahkan di bawah usia 18 tahun
a. Latar belakang batas usia secara otomatis kehilangan hak-haknya
perkawinan pasal 1 ayat 1 sebagai seorang anak. Penetapan usia
Undang-Undang Nomor 16 perkawinan dalam UU no. 1 tahun 1974
Tahun 2019 perubahan atas pasal menunjukkan adanya ketidaksetaraan
7 ayat 1 Undang-Undang Nomor bagi laki-laki dan perempuan khususnya
1 Tahun 1974 terkait jiwa dan raga (Eddyono et al.,
Amandemen batas usia nikah n.d.).
pada Undang-Undang pekawinan di Pada tanggal 18 juni 2015
sebabkan adanya permohonan uji materi Mahkamah Konstitusi Republik
ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan Indonesi telah memutuskan
diajukan oleh Endang wasrinah permohonan perkara yang sama dengan
(Pemohon I), Maryanti (Pemohon II), putusan 30-74/PUU-XII/2014. Para
Marsinah (Pemohon III) pada tanggal pemohon pada pokonya mendalilkan
20 April 2017 yang diterima dan pasal 7 ayat 1 sepanjang frasa 16 (enam
terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah belas) tahun Undang-Undang
Konstitusi (selanjutnya disebut perkawinan bertentangan dengan pasal 1
Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal ayat 3, pasal 28 A, pasal 28 B ayat 1,
20 April 2017 berdasarkan Akta pasal 28 B ayat 2, pasal 28 C ayat 1,
Penerimaan Berkas Permohonan pasal 28 D ayat 1, pasal 28 G ayat 1
Nomor 38/PAN.MK/2017 dan dicatat ,pasal 28 H ayat 1, pasal 28 H ayat 2,
dalam Buku Registrasi Perkara pasal 28 I ayat 1, dan pasal 28 I ayat 2
Konstitusi dengan Nomor 22/PUU- UUD 1945.
XV/2017 pada tanggal 18 Mei 2017, Perkembangan peraturan
yang telah diperbaiki dan diterima di perUndang-Undangan yang
Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 6 selengkapnya telah diuraikan pada
Juni 2017 (Putri, 2018). bagian duduk perkara dan yang pada
pokonya tercantum pada paragraf 3.9

103
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

angka 1 diatas, menyatakan bahwa usia dengan tuntunan kebutuhan yang ada
anak adalah sejak dia lahir, bahkan pada (Putri, 2018).
kondisi tertentu adalah saat masih dalam Hal tersebut sepenuhnya
kandungan, sampai dengan usia 18 merupakan kewenangan pembentuk
tahun, namun, pembentuk Undang- Undang-Undang yang apapun
Undang, dalam hal ini UU Perkawinan, pilihannya tidak dilarang dan selama
saat itu menentukan batas umur untuk tidak bertentangan dengan UUD 1945.
memenuhi tujuan ideal perkawinan, bagi Dalam perkara a quo UUD 1945 tidak
pria sudah mencapai umur 19 tahun dan mengatur secara jelas perihal batasan
bagi wanita sudah mencapai umur 16 usia seseorang disebut sebagai anak hal
tahun. ini juga sama dengan pendapat dari
Sebagaimana telah diuraikan baik perspektif hukum Islam yang
oleh para saksi maupun ahli serta pihak dikemukakan oleh ahli yang diajukan
terkait dalam persidangan bahwa oleh para pemohon yaitu Prof.
perkawinan anak memang rentan dan Muhammad Quraish Shihab yang
berpotensi menghadapi beragam menyatakan,
permasalahan mulai dari kesehatan fisik “kitab suci Al Quran, demikian
khususnya kesehatan reproduski, juga sunnah Nabi tidak menetapkan usia
kesehatan mental, hambatan psikologis tertentu. Ini sejalan dengan hikmah Ilahi
dan sosial, dan yang tak kalah yang tidak mencantumkan rincian
pentingnya adalah berpotnesi mengalami sesuatu dalam kitab suci menyangkut
kesulitan ekonomi untuk memenuhi hal-hal yang dapat mengalami
kebutuhan hidup yang layak yang perubahan yang dirincinya hanya hal-hal
kesemuanya dapat berujung pada yang tidak terjangkau oleh nalar seperti
perceraian dan penelantaran anak yang persoalan metafisika atau hal-hal yang
dilahirkan dari perkawinan tersebut serta tidak mungkin mengalami perubahan
menambah beban ekonomi bagi dari sisi kemanusiaan seperti misalnya,
keluarga yang ditinggalkan atau yang ketetapannya mengharamkan
ikut menanggung kebutuhan dan perkawinan anak dengan ibunya atau
keberlangsungan hidup anggota keluarga dengan ayahnya karena disitu selama
yang mengalami perceraian tersebut manusia normal, tidak mungkin ada
(Putri, 2018). birahi terhadap mereka. Karena tidak
Penjelasan pasal 7 ayat 1 UU adanya ketetapan yang pasti dari kitab
Perkawinan menyatakan untuk menjaga suci, maka ulama-ulama Islam berbeda
kesehatan suami-istri dan keturunan, pendapat tentang usia tersebut bahkan
perlu ditetapkan batas-batas umur untuk ada diantara mereka masyarakat Islam
perkawinan. hal ini sesuai dengan tujuan yang justru melakukan revisi dan
luhur sebagaimana didalilkan para perubahan menyangkut ketetapan
pemohon. Namun, terkait dengan hukum tentang usia tersebut ini untuk
norma yang mengatur batasan usia, menyesuaikan dengan perkembangan
mahkamah konstitusi dalam beberapa masyarakaat dan kebutuhannya” (Putri,
putusannya (vide Putusan Nomor 2018).
49/PUU-IX/2011 bertanggal 18 Pertimbangan hukum diatas telah
Oktober 2011, Putusan Nomor 37- nyata bahwa kebutuhan untuk
39/PUU-VIII/2010 bertanggal 15 menentukan batasan usia perkawinan
Oktober 2010 dan Putusan Nomor khususnya untuk perempuan adalah
15/PUU-V/2007 bertanggal 27 relatif menyesuaikan dengan
November 2007) telah perkembangan beragam aspek baik itu
mempertimbangkan bahwa batasan usia aspek kesehatan hingga aspek sosial
minimum merupakan kebijakan hukum ekonomi. Bahkan, tidak ada jaminan
terbuka (open legal policy) yang yang dapat memastikan bahwa dalam
sewaktu-waktu dapat diubah oleh ditingkatkannya batas usia kawin untuk
pembentuk Undang-Undang sesuai wanita dari 16 tahun menjadi 18 tahun
akan semakin mengurangi angka

104 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

perceraian, menanggulangi masalah 2018). Semua yang dipaparkan diatas


kesehatan, maupun meminimalisir adalah pertimbangan Mahkamah yang
permasalahan sosial lainnya. terjadi pada tahun 2015.
Bukan berarti pula tidak perlu Dalil para pemohon mengenai
dilakukan upaya apapun, terutama ketidak setaraan antar warga negara
tindakan preventif untuk mencegah terkait adanya penentuan batas usia
terjadinya perkawinan usia anak yang perkawinan yang tidak sama antara laki-
dikhawatirkan akan menimbulkan laki dan peerempuan, mahkamah
beragam masalah sebagaimana yang berpendapat bahwa sekalipun penentuan
didalilkan para pemohon, yang menurut batas usia minimal perkawinan
mahkamah, beragam masalah tersebut meupakan kebijakan hukum (legal
merupakan masalah konkrit yang terjadi policy), namun kebijakan a quo tidak
tidak murni disebabkan dari aspek usia boleh memperlakukan warga negara
semata jikalaupun memang dikehendaki secara berbeda semata-mata atas dasar
adanya perubahan batas usia kawin perbedaan jenis kelamin atau gender.
untuk wanita, hal tersebut bisa Benar bahwa dikarenakan kodratnya
diikhtiarkan melalui proses legislative maka dalam batas-batas tertentu
review yang berada pada ranah perlakuan terhadap laki-laki dan
pembentuk Undang-Undang untuk perempuan menuntut pebedaan
menentukan batas usia minimum ideal sehingga dalam konteks demikian
bagi wanita untuk kawin. Pada faktanya pembedaan tersebut bukanlah
pun, sebagaimana didalilkan para diskriminasi dan tidak pula dikatakan
pemohon bahwa dinegara-negara lain melanggar moralitas, rasionalitas, serta
adapula yang menetapkan bahwa batas ketidak adilan yang intolerable.
usia minimal bagi wanita untuk kawin Hal tersebut juga sejalan dengan
adalah 17 tahun, 19 tahun, 20 tahun. pengertian diskriminasi sebagaimana
Jika mahkamah diminta untuk dinyatakan dalam pasal 1 angka 3 UU
menetapkan batas usia minimal tertentu Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
sebagai batas minimal yang Asasi Manusia” Setiap pembatasan,
konstitusional, mahkamah justru pelecehan, atau pengucilan yang
membatasi adanya upaya perubahan langsung atau tak langsung didasarkan
kebijakan oleh negara untuk pada pembedaan manusia atas dasar
menentukan yang terbaik bagi warga agama, suku, ras, etnik, kelompok,
negaranya sesuai dengan perkembangan golongan, status sosial, status ekonomi,
peradaban dari setiap masa atau generasi jenis kelamin, bahasa, keyakinan polotik,
yang dalam hal ini terkait dengan yang berakibat pengurangan,
kebijakan menentukan batas usia penyimpangan, atau penghapusan,
minimal kawin. Tidak tertutup pengakuan, pelaksanna tau penggunaan
kemungkinan bahwa pada saatnya nanti hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dengan mendasarkan pada dalam kehidupan baik individual
perkembangan teknologi, kesehatan, maupun kolektif dalam bidang politik,
sosial, budaya, dan ekonomi, serta aspek ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan
lainnya, usia 18 tahun bukan lagi sebagai aspek kehidupan lainnya” (Putri, 2018).
batas usia minimum yang ideal bagi Sekalipun ketentuan pasal 7 ayat 1
wanita untuk menikah, namun bisa jadi UU Nomor 1 Tahun 1974 merupakan
dianggap yang lebih rendah atau yang kebijakan hukum yang diskriminatif atas
lebih tinggi dari 18 tahun tersebut dasar jenis kelamin, namun tidak serta
sebagai usia yang ideal. merta Mahkamah dapat menentukan
Berdasarkan pertimbangan berapa batas usia minimal perkawinan.
hukum diatas, pasal 7 ayat (1) sepanjang Mahkamah hanya menegaskan bahwa
frasa “16 tahun” UU Perkawinan tidak kebijakan yang membedakan batas usia
bertentangan dengan UUD 1945. Oleh minimal perkawinan antara laki-laki dan
karenanya dalil para pemohon a quo perempuan adalah kebijakan yang
tidak beralasan menurut hokum (Putri, diskriminatif, namun penentuan batas

105
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

usia perkawinan tetap menjadi ranah UndangUndang Nomor 1 Tahun


kebijakan hukum pembentuk Undang- 1974 tentang Perkawinan Pasal 7
Undang. Mahkamah perlu menegaskan ayat 1 yang mengatur batas minimal
kembali pendirian a quo disebabkan usia perkawinan 19 tahun untuk laki-
mahkamah tetap meyakini bahwa laki dan 16 tahun untuk perempuan
kebijakan terkait penentuan batas usia melalui Putusan Nomor 22/PUU-
minimal perkawinan dapat saja berubah XV/2017. MK menyatakan
sewaktu-waktu sesuai dengan tuntunan perbedaan batas usia perkawinan
kebutuhan perkembangan berbagai laki-laki dan perempuan dalam UU
aspek dalam masyarakat. Pada saat tersebut menimbulkan diskriminasi.
mahkamah menentukan batas usia Pada intinya mahkamah
tertentu sebagaimana dimohonkan oleh mengadili sebagai berikut:
para pemohon, hal demikian tentunya 1. Mengabulkan permohonan para
akan dapat menghambat pembentuk pemohon untuk sebagian
Undang-Undang dalam melakukan 2. Menyatakan pasal 7 ayat 1
perubahan ketika ia harus melakukan sepanjang frasa “usia 16 tahun”
penyesuaian terhadap perkembangan Undang-Undang Nomor 1
masyarakat. Tahun 1974 tentang
Pembedaan perlakuan antara laki Perkawinan (Lembaran Negara
-laki dan perempuan itu berdampak Republik Indonesia Tahun 1974
pada atau menghalangi pemenuhan hak nomor 1 tambahan Lembaran
dasar atau hak-hak konstitusional warga Negara Republik Indonesia
negara, baik yang termasuk kedalam Nomor 3019) bertentangan
kelompok hak-hak sipil dan politik dengan UUD 1945 dan tidak
maupun hak-hak ekonomi, sosial, mempunyai kekuatan hukum
kebudayaan, yang seharusnya tidak mengikat.
boleh dibedakan semata-mata 3. Menyatakan ketentuan pasal 7
berdasarkan alasan jenis kelamin maka ayat 1 UU No 1 Tahun 1974
pembedaan demikian jelas merupakan tentang Perkawinan (Lembaran
diskriminasi. Negara Republik Indonesia
Beberapa diskriminasi tersebut Tahun 1974 nomor 1 tambahan
diantaranya adalah: Lembaran Negara Republik
1. Diskriminasi Pemenuhan Hak Atas Indonesia Nomor 3019) masih
Kesehatan Untuk Anak Perempuan. tetap berlaku sampai dengan
2. Diskriminasi Pemenuhan Hak Atas dilakukan perubahan sesuai
Pendidikan Untuk Anak Perempuan. dengan tenggang waktu
3. Pertentangan Perlindungan Anak sebagaimana yang telah
Dan Kewajiban Orang Tua Dalam ditentukan dalam putusan ini.
UU Perkawinan 4. Memerintahkan kepada
4. Ketidakharmonisan UU Perkawinan pembentuk Undang-Undang
Dengan UU Perlindungan Anak. untuk dalam jangka waktu
5. Pertentangan UU Perlindungan paling lama dalam jangka 3
Anak Terhadap UU Perkawinan tahun melakukan perubahan
6. Tinjauan Filosofi Berkurangnya Hak terhadap Undang-Undang
Anak Perempuan Nomor 1 Tahun 1974 tentang
7. Hubungan Landasan Sosiologis Perkawinan (Lembaran Negara
Yang Bertentangan Dengan Persepsi Republik Indonesia tahun 1974
Tokoh Masyarakat Nomor 1 tambahan Lembaran
8. Kebijakan Hak Anak Perempuan negara Republik Indonesia
Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 3019), khususnya
Pada tahun 2017, Mahkamah berkenaan dengan batas
Konstitusi mengabulkan sebagian minimal usia perkawinan bagi
dari gugatan uji materi terkait perempuan.
perbedaan usia perkawinan dalam

106 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

5. Memerintahkan Putusan ini 1. Perkawinan Dalam Kerangka Hak


dalam Berita Negara Republik Asasi Manusia
Indonesia sebagaimana 2. Konsepsi Anak dan Hak Anak
mestinya. 3. Kajian Terkait Asas Dan Norma
6. Menolak permohonan para 4. Kewajiban Dan Tanggung Jawab
Pemohon untuk selain dan Orang Tua
selebihnya.
Secara umum pendefinisian c. Kemaslahatan dibalik
tentang perkawinan berbeda-beda Amandemen Undang-Undang
dari satu konteks masyarakat dengan Nomor 1 Tahun 1974 tentang
masyarakat yang lain. Demikian pula batas usia perkawinan
definisi hukum tentang perkawinan Konsep teori sistem secara
di satu negara dapat berbeda dengan prinsip dasar tidak ada perubahan
definisi yang dianut dan dipraktikkan sebagaimana maqāsid al-sharīah
di dalam masyarakat di mana hukum Klasik, contoh paling mendasar adalah
itu berlaku, termasuk di Indonesia. berkaitan dengan konsep kemaslahatan
dan tingkatan keniscayaan yang
b. Landasan perubahan batas usia menempatkan lima perlindungan, akal,
perkawinan pasal 1 ayat 1 jiwa, keturunan, agama, dan harta.
Undang-Undang Nomor 16 Teori sistem memperluas cakupan dari
Tahun 2019 perubahan atas pasal masing-masing tingkatan tersebut.
7 ayat 1 Undang-Undang Nomor Dalam perlindungan terhadap
1 Tahun 1974 terhadap (keturunan) tidak hanya
Secara umum perkawinan dapat kepada isu pelanggaran kesusilaan dan
dimaknai sebagai sebuah perjanjian menjaga kemaluan semata. Terjadi
antara dua pihak yang mengikatkan diri penambahan dalam hal hukum
untuk membangun sebagai satu keluarga, hak dan kewajiban suami dan
keluarga. UU No. 1 Tahun 1974 tentang istri, kekerasan dalam rumah tangga
Perkawinan mendefinisikan perkawinan dan nilai hukum keluarga lainnya.
sebagai ikatan lahir dan batin antara Dalam perlindungan (akal) tidak hanya
seorang laki-laki dan seorang perempuan pada masalah minuman keras semata,
yang bertujuan untuk membentuk sudah berkembang pada masalah-
keluarga yang bahagia dan kekal dengan masalah pengembangan pikiran ilmiah,
bersandar pada Ketuhanan Yang Maha menuntut ilmu, melawan mentalitas
Esa. taklid dan memerangi kebodohan.
Untuk memenuhi serta Dalam hal perlindungan (jiwa dan
memwujudkan perkawinan yang bisa kehormatan) sudah tidak hanya
membentuk keluarga yang bahagia dan masalah-masalah pertengkaran dan
kekal, sakinah mawadah serta berkah pembunuhan, lebih dari itu
tersebut perlu dipayakan dari perkembangan mengenai hak asasi
pemerintah dengan tidak memangkas manusia sudah masuk dalam isu
hak dari setiap warga negaranya, dan perlindungan jiwa dan kehormatan
adanya jaminan secara hokum, tidak tersebut. Dalam perlindungan
adanya pelanggaran hak, baik sebagai terhadap (Agama) tidak hanya masalah
warga negara atau hak sebagai anak, meninggalkan kewajiban terhadap
serta tanggung jawab orang tua, maka agama tetapi telah mengalami
amandemen perubahan batas usia perkembangan menjadi kebebasan
perkawinan sangat menjamin berbagai kepercayaan dan keyakinan. Mengenai
persoalan tersebut, diantaranya landasan perlindungan (harta) tidak hanya
amandemen tersebut adalah sebagai masalah pencurian, mengalami
berikut: perkembangan kepada isu ekonomi,
distribusi unag, korupsi, kemiskinan,
dan kesenjangan.

107
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

Metodologi ini untuk publik berotoritas mengedit,


merumuskan perpaduan gagasan yang menyempurnakan, dan memodifikasi.
akan dikembangkan dalam Tinjauan Objektif Usia
menganalisis kriteria objektif hukum Perkawinan di Indonesia berbasis
perkawinan dilihat dari konteks Maqāsid al-sharīah dalam hukum Islam
keIndonesiaan. Sedangkan proses prinsip Kedewasaan dianggap cakap
pergeseran hukum perkawinan dari dalam hukum di sebut dengan
aturan masyarakat tradisional menuju Ahliyyah atau dalam bahasa yang lain
ke aturan masyarakat modern dalam adalah kelayakan Persoalan ahliyyah
bentuk peraturan perUndang- dalam usul fikih termasuk dalam
Undangan memerlukan metodologi pembahasan tentang subyek hukum
rumusan yang berdasarkan maqāsid al- yang disebut mukallaf (orang yang
sharīah (tujuan-tujuan dasar al-sharīah), dibebani hukum) atau mahkum álaih
yakni menegakkan nilai prinsip (orang yang kepadanya diberlakukan
keadilan sosial, kemaslahatan umat hukum) (Anwar, 2010). Titah Allah
manusia, kerahmatan semesta dan (khitabsyari’) yang berhubungan
kearifan lokal dengan menggunakan dengan perbuatan mukallaf dalam
empat pendekatan utama, yaitu; bentuk tuntutan (perintah atau
gender, pluralisme, hak-hak asasi larangan) dan pilihan (untuk berbuat
manusia dan demokrasi. atau tidak berbuat) disebut hukum
Pertama, kaidah al-‘ibrah bi al- taklifi (Amir, 2008).
maqāșid la bi al-alfaz. Kaidah ini harus Beberapa hal yang wajib di
menjadi perhatian utama para penafsir penuhi jika dianggap sebagai serorang
dan mujtahid dalam menggali hukum yang Mukallaf, bahwa salah satu dari
dari Al-Quran dan Sunnah, bukan hal tersebut adalah mengatahui
huruf dan aksaranya melainkan tujuan perintah Tuhan, dan pengetahuan
yang dikandungnya. Yang menjadi yang di miliki oleh akal manusia,
dasarnya adalah cita-cita etik-moral batasan tersebut dalam Islam di sebut
sebuah ayat dan bukan legislasi dengan Baligh (dewasa), dan kedua
spesifik atau formulasi literalnya, adalah selalu melaksanakan tuntutan
sehingga dituntut untuk mengetahui yang di sebut dengan (at- Taklif) dan
dan memahami konteks. Kedua, dalam kajian Ushul Fiqh disebut
kaidah jawāz naskh al-nușūs bi al dengan Ahliyyah. Dalam hukum Islam
maslahah. Kaidah ajaran yang dianulir Ahliyyah diartikan sebagai sebuah
dengan menggunakan logika kepantasan dan kecakapan manusia
kemaslahatan adalah diperbolehkan. yang kemudian padanya hak-hak
Kaidah ini sengaja ditetapkan karena berupa (Iltizam) dalam hukum Islam
hukum Islam memang bertujuan untuk Ahliyyah ada dua macam yaitu ahliyyah
mewujudkan kemaslahatan dan al-wujūb dan ahliyyah al-adā’ (Zahrah,
menolak kerusakan. Prinsip ini harus 1958). Ahliyyah al-wujūb merupakan
menjadi dasar dan substansi seluruh kelayakan manusia untuk menerima
persoalan hukum, harus senantiasa ada hak-hak yang ditetapkan baginya dan
dalam pikiran ahli fikih, sehingga dikenai kewajiban-kewajiban (Khallaf,
penyimpangan terhadap kaidah ini 1978). Dalam bahasa Prof Samsul
berarti menyalahi cita-cita hukum. Anwar adalah kecakapan Hukum
Ketiga, kaidah yajuzu tanqih al-nusus bi Pasif. Sedangkan ahliyyah al-adā’ adalah
al-‘aql al-mujtama’. Kaidah ini hendak kelayakan mukallaf untuk
menyatakan akal publik memiliki diperhitungkan perkataan dan
kewenangan untuk mengamandemen perbuatannya secara syari‟ (Khallaf,
sejumlah ketentuan legal-spesifik yang 1978). Dalam pengertiannya, ahliyyah
relatif dan tentatif sehingga ketika al- adā’ merupakan tanggung jawab,
terjadi pertentangan antara akal publik dalam arti segala tindakan mukallaf
dengan bunyi harfiah teks ajaran, akal baik perkataan atau perbuatan
dianggap sah dengan segala akibat

108 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

hukumnya, atau Syamsul Anwar berdampak pada posisi perempuan yang


memberi istilah kecakapan hukum rentan terhadap kekerasan di dalam
aktif. rumah tangga.
Pendidikan adalah hak setiap warga
2. Analisis Batas Usia Perkawinan Negara tanpa mengacu pada umur dan
Perspektif Teori Sistem Jasser Auda jenis kelamin. Menurut Katarina
a. Terpenuhinya Hak-Hak Anak Tomasevski dalam (Wildana & Hasba,
Perempuan Melalui Pembatasan 2016) prioritas utama pendidikan
Usia Perkawinan Dilihat Dari diberikan kepada anak dan pemerintah
Perspektif Teori Sistem Jasser berkewajiban menyediakan dan
Auda. memenuhi hak anak atas pendidikan.
Komunitas internasional menyadari Sementara kewajiban orang tua adalah
bahwa masalah pernikahan anak mendukung dan menghindarkan berbagi
merupakan masalah yang sangat serius. hambatan yang dapat menganggu anak
Sebab kaum wanita dan anak akan dalam menempuh pendidikan.
menanggung risiko dalam berbagai Selain berdampak pada
aspek, berkaitan dengan pernikahan terhambatnya pendidikan dan
yang tidak diinginkan, hubungan seksual kesempatan untuk berkembang,
yang dipaksakan, kehamilan diusia yang perkawinan anak berdampak buruk pada
sangat muda, selain itu juga kesehatan khususnya perempuan. Hal
meningkatnya risiko penularan infeksi ini disebabkan karena perempuan
HIV, penyakit menular seksual lainnya, mengalami kehamilan dan melahirkan di
dan kanker leher rahim. Konsekuensi usia anak. Survei terhadap 16 juta anak
yang luas dalam berbagai aspek perempuan yang melahirkan, terdapat 50
kehidupan tentunya merupakan ribu kasus yang mengalami kematian
hambatan dalam mencapai Millennium (Wildana & Hasba, 2016). Bayi yang
Developmental Goals. Riset Kesehatan dilahirkan pun mengalami resiko tinggi
Dasar (Riskesdes) pada 2013, yang atas kelahiran premature dan kurang gizi.
dilakukan Kementerian Kesehatan RI Selain kesehatan fisik, perkawinan anak
mengungkapkan bahwa di antara juga berpengaruh pada kesehatan psikis
perempuan 10-54 tahun, 2,6% menikah atau mental baik dalam taraf ringan,
pertama kali pada umur kurang lebih sedang, maupun berat. Gangguan
dari 15 tahun, dan 23,9% perempuan di tersebut berupa kecemasan, depresi
bawah umut telah menikah sebelum bahkan berniat untuk bunuh diri
fungsi-fungsi organ reproduksinya (Wildana & Hasba, 2016). Tekanan
berkembang dengan optimal. Dalam mental ini disebabkan karena
konteks regional ASEAN, angka perempuan tidak memiliki status,
perkawinan anak di Indonesia adalah kekuasaan, dukungan dan kontrol atas
tertinggi kedua setelah Kamboja kehidupaan mereka sendiri.
(Djamilah & Kartikawati, 2014). Hak atas kesehatan terkait usia
Perkawinan anak, khususnya bagi kesuburan perempuan, sehingga
anak perempuan, merupakan tindakan perkawinan anak memicu kelahiran
yang dikategorikan merupakan tindakan berulang, kehamilan yang tidak
melanggar hak kemanusiaan karena diinginkan, penghentian kehamilan
perkawinan anak tersebut dapat (Nasrullah et al., 2014). Sementara
menyebabkan pendidikan anak berakhir, kehamilan di usia anak meningkatkan
tertutupnya kesempatan bagi resiko komplikasi selama kehamilan dan
perkembangan fisik anak, eksploitasi persalinan. Sedangkan kondisi bayi yang
seksual melalui kehamilan dan dilahirkan dari ibu dibawah umur 18
melahirkan dini, dan meningkatkan berupa resiko bayi meninggal, terlahir
resiko kekerasan seksual lainnya premature, kurus dan mengalami masalah
(Priherdityo, 2016). Selain itu, akan kesehatan yang serius (Wildana &
membatasi akses perempuan di bidang Hasba, 2016).
ekonomi yang pada akhirnya akan

109
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

Kondisi saat ini, negara sudah 2) Perubahan norma dalam Undang-


mengamandemen dalam menentukan Undang Nomor 1 Tahun 1974
batas usia anak. Undang-Undang tentang Perkawinan ini menjangkau
Nomor 1 tahun 1974 tentang batas usia untuk melakukan
Perkawinan diubah dengan Undang- perkawinan, perbaikan norma
Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang menjangkau dengan menaikkan batas
Perubahan atas Undang-Undang Nomor minimal umur perkawinan bagi
1 tahun 1974 tentang Perkawinan karena wanita. Dalam hal ini batas minimal
1) Mahkamah Konstitusi Republik umur perkawinan bagi wanita
Indonesia telah mengeluarkan dipersamakan dengan batas minimal
Putusan Mahkamah Konstitusi umur perkawinan bagi pria, yaitu 19
Nomor 22/PUU-XV/2017 yang (sembilan belas) tahun. Batas usia
salah satu pertimbangan Mahkamah dimaksud dinilai telah matang jiwa
Konstitusi dalam putusan tersebut raganya untuk dapat melangsungkan
yaitu "Namun tatkala pembedaan perkawinan agar dapat mewujudkan
perlakuan antara pria dan wanita itu tujuan perkawinan secara baik tanpa
berdampak pada atau menghalangi berakhir pada perceraian dan
pemenuhan hak-hak dasar atau hak- mendapat keturunan yang sehat dan
hak konstitusional warga negara, baik berkualitas. Diharapkan juga
yang termasuk ke dalam kelompok kenaikan batas umur yang lebih
hak-hak sipil dan politik maupun tinggi dari 16 (enam belas) tahun
hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, bagi wanita untuk kawin akan
dan kebudayaan, yang seharusnya mengakibatkan laju kelahiran yang
tidak boleh dibedakan semata-mata lebih rendah dan menurunkan resiko
berdasarkan alasan jenis kelamin, kematian ibu dan anak. Selain itu
maka pembedaan demikian jelas juga dapat terpenuhinya hak-hak
merupakan diskriminasi." Dalam anak sehingga mengoptimalkan
pertimbangan yang sama juga tumbuh kembang anak termasuk
disebutkan Pengaturan batas usia pendampingan orang tua serta
minimal perkawinan yang berbeda memberikan akses anak terhadap
antara pria dan wanita tidak saja pendidikan setinggi mungkin.
menimbulkan diskriminasi dalam
konteks pelaksanaan hak untuk Amandemen batas Usia
membentuk keluarga sebagaimana Perkawinan dalam pandangan teori
dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) sitem Jasser Auda memiliki mashlahat
UUD 1945, melainkan juga telah untuk kehidupan manusia khususnya
menimbulkan diskriminasi terhadap bagi pasangan suami isteri. Hal yang
pelindungan dan pemenuhan hak paling pokok dalam program ini yaitu
anak sebagaimana dijamin dalam terkait dengan hifdh nasl bagian dari lima
Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Dalam unsur maqāsid. Namun jika dilihat dari
hal ini, ketika usia minimal kelima unsur pokok dari maqāsid al-
perkawinan bagi wanita lebih rendah sharīah, baik dari hifdz diin, hifdz nafs,
dibandingkan pria, maka secara hifdz ‘aql, dan hifdz maal, program
hukum wanita dapat lebih cepat memiliki kemashlahatan terkait dari al-
untuk membentuk keluarga. Oleh kulliyyatu al-khamsah tersebut. Pada
karena hal tersebut, dalam amar dasarnya, hifdh nasl bukanlah hanya
putusannya Mahkamah Konstitusi menjaga keturunan. Dalam artian, bukan
memerintahkan kepada pembentuk sekedar memperoleh keturunan dari
Undang-Undang untuk dalam jangka hubungan pernikahan yang sah,
waktu paling lama 3 (tiga) tahun melainkan menjaga keturunan tersebut
melakukan perubahan terhadap menjadi keturunan yang sehat dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun berkualitas, karena lahir dari rahim yang
1974 tentang Perkawinan. sudah matang, dan juga semakin tinggi
Pendidikan seorang ibu yang nantinya

110 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

bisa mendidik anak yang dilahirkan eropa-sentris. Menurut filsafat sistem,


menjadi generasi yang unggul dan semesta ini merupakan struktur yang
berkualitas, karena Pendidikan yang kompleks, dan struktur ini tidak bisa
pertama bagi seseorang adalah seorang didekati dengan pendekatan sebab-
ibu dan atau ibu adalah sebagai akibat (Fasa, 2016).
madrasah atau sekolah pertama bagi Jasser Auda dengan begitu yakin,
anaknya. Serta pemenuhan hak anak menepis keraguan terhadap filsafat
perempuan mendapatkan hak yang sama sistem yang di tangan sebagian
dengan laki-laki untuk batas usia pengikutnya digunakan untuk menolak
menikah yaitu sama-sama 19 tahun. gagasan tentang Tuhan karena mereka
Mengingat bahwa perkawinan yang belum bisa melepaskan diri dari cara
dilakukan diusia muda memiliki banyak berpikir yang dikembalikan pada
permasalahan khususnya dibidang argument sebab-akibat sebagai warisan
kesehatan dan diskriminasi akan hak dari pemikiran abad pertengahan dan era
anak. modern. Sebaliknya, Jasser Auda malah
meneguhkan bahwa filsafat sistem dapat
b. Amandemen Pasal 7 Ayat 1 Undang- digunakan untuk melakukan
undang Nomor 1 Tahun 1974 pembaharuan terhadap bukti-bukti
Tentang Perkawinan Dilihat Dari keimanan dan argumentasi rasionalnya
Perspektif Teori Sistem Jasser sesuai dengan konteks kekinian. Di sini,
Auda Auda menggagas apa yang ia sebut
Tawaran dalam pemikiran Jasser dengan “filsafat sistem Islami”. Oleh
Auda adalah melakukan kajian, karena itu, menurutnya filsafat sistem
pemetaan ulang, dan studi kritis dianggap sebagai pendekatan holistik
terhadap teori Maqāsid al-sharīah yang untuk membaca suatu objek sebagai
telah ada melalui pemaduan kajiannya system (Fasa, 2016).
dengan menggunakan pendekatan Filsafat sistem merupakan jalan
keilmuan sains (teori sistem) dan tengah antara kecenderungan realis
keilmuan sosial (pembangunan manusia) dengan nominal dalam memberikan
serta humanities kontemporer seperti jawaban mengenai hubungan antara
isu-isu baru yang terkait dengan HAM, sistem dengan dunia nyata; aliran realis
gender, hubungan yang harmonis melihat realitas objek sebagai wujud
dengan non-Muslim dan begitu nyata yang berada di luar dan terpisah
seterusnya. Hal tersebut didorong dari kesadaran individu, sementara aliran
karena hasil laporan tahunan United nominal memandang bahwa realitas
Nation Development Programme (UNDP) objek bersifat subjektif dan terlahir dari
yang menyebutkan bahwa hingga kesadaran mental seseorang.
sekarang peringkat Human Development Filsafat sistem menjelaskan bahwa
Index (HDI) dunia Islam masih rendah tabiat hubungan antara sistem dengan
(Fasa, 2016). realitas nyata bersifat korelatif. Yakni,
Jasser Auda lebih jauh lagi, pikiran dan perasaan kita mampu
menawarkan pendekatan sistem. memahami dunia dalam wujud
Menurutnya, filsafat sistem hadir sebagai hubungan (korelasi) antara realitas yang
kritik atas modernitas dan maujud dengan tanpa terpisah darinya
postmodernitas, yang menolak dan tanpa ada kesesuaian. Sistemlah
reduksionisme modern yang mengklaim yang menjadi sarana untuk menata
bahwa seluruh pengalaman manusia pikiran kita mengenai realitas nyata.
hanya dapat dipahami melalui logika Melihat realitas melalui sistem
sebab-akibat. Filsafat sistem juga merupakan “proses untuk mengetahui”.
menggugat konsep irasionalitas dan Maka, atas dasar inilah Jasser Auda
dekonstruksi postmodernisme. Filsafat menjadikan teori sistem sebagai
sistem lahir sebagai filsafat pendekatan terhadap hukum Islam.
postmodernisme, yang melampaui Cognitive nature adalah watak
rasionalisme dan tidak terjebak dengan pengetahuan yang membangun sistem

111
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

hukum Islam. Hukum Islam ditetapkan modernisme sebagai aplikasi prinsip


berdasarkan pengetahuan seorang faqih holisme (Auda, 2010).
terhadap teks-teks yang menjadi sumber Teori sistem, Jasser Auda
rujukan hukum. Untuk membongkar menyatakan bahwa setiap hubungan
validasi semua kognisi (pengetahuan sebab-akibat harus dilihat sebagai
tentang teks), Auda menekankan bagian-bagian dari gambaran
pentingnya memisahkan teks (Alquran keseluruhan. Hubungan antara bagian-
dan Sunnah) dari pemahaman orang bagian itu memainkan suatu fungsi
terhadap teks. Harus dibedakan antara tertentu didalam sebuah sistem. Jalinan
sharīah, fikih dan fatwa. antar hubungan terbangun secara
Jasser Auda berpendapat bahwa menyeluruh dan bersifat dinamis, bukan
prinsip dan cara berpikir holistik sekedar kumpulan antar bagian yang
(menyeluruh) penting dihidupkan dalam statis.
usul Fikih karena dapat memainkan Salah satu faktor yang mendorong
peran dalam pembaruan kontemporer. Jasser Auda menganggap penting
Melalui cara berpikir ini, akan diperoleh komponen wholeness dalam pendekatan
“pengertian yang holistic sehingga dapat sistemnya adalah pengamatannya
dijadikan sebagai prinsip-prinsip terhadap adanya kecenderungan
permanen dalam hukum Islam. Auda beberapa ahli hukum Islam untuk
mencoba untuk membawa dan membatasi pendekatan berpikirnya pada
memperluas Maqāsid al-sharīah dari pendekatan yang bersifat reduksionistic
dimensi individu menuju dimensi dan atomistic, yang umum digunakan
universal sehingga bisa diterima oleh dalam usul fikih. Para ahli usul fikih
masyarakat umum; itulah yang ia sebut terdahulu, khususnya al- Razi, telah
dengan maqāṣid alamiyah, seperti menyadari hal itu. Hanya saja, kritik al-
keadilan, kebebasan, dan seterusnya. Razi kepada kecenderungan atomistic ini
Pandangan teori sistem, bahwa hanya didasarkan pada adanya unsur
setiap relasi harus ditinjau secara utuh. ketidakpastian (uncertainty) sebagai hal
Berbeda dengan analisis sebab-akibat yang berlawanan secara biner dengan
yang tendesi parsial/atomistis yang telah kepastian (certainty) dalam pemikiran
menjadi fitur umum pemikiran muslim fikih, tetapi belum sampai masuk ke
di era modern ini. Kehadiran sistem juga persoalan ketidakpastian dalil tunggal
merupakan anti-tesis dari pola pikir yang didasarkan atas parsialitas dan
sebab-akibat yang telah menjamur dalam atomisitas yang melatar belakangi cara
pemikiran Islam sampai saat ini. Pada berpikir kausalitas.
dasarnya penggunaan analisis sistem Penelitian di bidang ilmu alam dan
tidak menegaskan sebab-akibat, namun sosial pada era sekarang ini telah
dikembangkan menjadi holisme. bergeser secara luas dari „piecemeal
Pandangan holisme juga berguna ketika analysis‟, classic equations dan logical
memperkaya argumen tentang eksistensi statements, menuju pada penjelasan
Tuhan (teologi Islam) dalam rangka seluruh fenomena dalam istilah-istilah
mengembangkan bahasanya tentang yang bersifat holistic sistems. Bahkan
sebab-akibat menuju bahasa yang lebih dalam fenomena fisik yang mendasar,
sistematis. Cara pandang ini sekaligus seperti ruang/waktu dan badan (body)
menghendaki, segala sesuatu itu harus pikiran (mind), tidak dapat dipisahkan
dilihat secara holistik. Ketika fitur ini secara empiris, menurut ilmu masa kini.
dikaitkan dengan pengembangan teori Teori sistems berpendapat bahwa setiap
maqāsid yang bisa dimaknai, bahwa hubungan „sebab dan akibat‟ hanyalah
dalam mencari maqāsid sesuatu harus sebagai salah satu bagian dari keutuhan
dilihat secara menyeluruh, bukan hanya gambaran tentang realitas, di mana
satu atau dua ayat. Dalam hal ini, usulan sejumlah hubungan akan menghasilkan
maudhū’i (tematik-kronologis) bisa properti baru yang muncul dan
digunakan. Bahkan metode maudhu’ī kemudian bergabung membentuk
(tematik) juga dipakai oleh kelompok keutuhan (whole) yang lebih dari sekedar

112 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

kumpulan dari bagian-bagian (sum of the hukum mampu mengembangkan


parts). Menurut argumenteologi dan mekanisme dan metode tertentu untuk
„rasional‟, hujjiyyah (juridical authority) mensikapi suatu persoalan yang baru
yang termasuk ‘the holistic evidence’ (aldalil (Auda, 2010).
al-kulliy) dinilai sebagai salah satu bagian Teori sistem membedakan antara
dari usul fikih yang menurut para ahli sistem terbuka dan sistem tertutup
fikih (jurists), posisinya lebih unggul (Auda, 2010). Sistem yang hidup adalah
dibandingkan hukum yang bersifat sistem tebuka. Dalam kajian tafsir,
tunggal dan parsial (single and partial penafsiran ulama terhadap ayat dengan
rulings) (Auda, 2010). menggunakan kognisi masing-masing
Fitur ini kita diminta berijtihad merupakan wilayah sistem yang terbuka.
dengan mempertimbangkan berbagai Sama halnya, Auda memberikan
cabang keilmuan lain yang relevan pernyataan bahwa fikih merupakan
dengan objek yang akan di teliti. wilayah terbuka, dengan alasan
Perubahan batas usia pada pasal ini yaitu memahami ayat dengan hasil ijtihad
Pasal 1 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2019 individual. Hal ini juga bisa dilihat pada
perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 wilayah metodologinya. Para ushuliyyūn,
telah mempertimbangkan tentang mengembangkan bervariasi metode di
psikologi anak dan kesehatan anak dan antaranya ada qiyās, istihsān, maṣlahah
juga reproduksi, disisi lain juga mursalah, sad al-zariah, dan lainnya, untuk
mempertimbangkan kelangsungan menjawab problematika yang mereka
ekonomi keluarga, dan Hak Asasi hadapi yang terus berubah sesuai variasi
Manusia (HAM), sehingga bisa di kondisi dan situasi. Jika pada masa itu
kategorikan perubahan ini metode itu sudah memadai, maka untuk
mempertimbangkan seluruh aspek konteks sekarang seorang mujtahid harus
disiplin ilmu yang berkenaan dengan membuka diri untuk menerima berbagai
batas usia perkawinan tersebut macam keilmuan dalam memecahkan
(menyeluruh). masalah. Selain membuka diri, setiap
Dalam teori sistem, dinyatakan hasil ijtihad selalu terbuka terhadap
bahwa sebuah sistem yang hidup, maka berbagai kemungkinan perbaikan dan
ia pasti merupakan sistem yang terbuka. penyempurnaan. Dengan demikian, fitur
Bahkan sistem yang tampaknya mati ini menghenadaki adanya pendekatan
pun pada hakikatnya merupakan sistem interdisipliner, multi-disipliner, bahkan
yang terbuka. Keterbukaan sebuah transdisipliner untuk memecahkan
sistem bergantung pada kemampuannya berbagai persoalan kontemporer. Hal
untuk mencapai tujuan dalam berbagai yang sama juga berlaku dalam mencari
kondisi. Kondisi inilah yang dan mewujudkan maqāsid.
mempengaruhi ketercapaian suatu Auda menyatakan, penalaran yang
tujuan dalam sebuah sistem. Kondisi dipakai dalam fikih tradisional seperti itu
adalah lingkungan yang mempengaruhi. dalam istilah modern disebut dengan
Sistem yang terbuka adalah sistem yang deontic logic. Atau yang dalam fikih biasa
selalu berinteraksi dengan dikenal dengan “mālā yatimmu al- wājib
kondisi/lingkungan yang berada illā bihi fahuwa wājib”. Penalaran ini
diluarnya. terjebak pada pengklasifikasian biner,
Dengan mengadopsi teori sistem tidak sensitive terhadap perkembangan
seperti itu, Jasser Auda mengatakan kekinian dan monolitik dalam merespon
bahwa sistem hukum Islam merupakan sebuah persoalan. Oleh karena itu,
sistem yang terbuka. Prinsip openness sistem hukum Islam sekarang ini harus
(keterbukaan) penting bagi bagi hukum terbuka terhadap hasil pemikiran filsafat
Islam. Pendapat yang menyatakan (Auda, 2010).
bahwa pintu ijtihad tertutup hanya akan Keterbukaan sebuah sistem
menjadikan hukum Islam menjadi statis. bergantung pada kemampuannya untuk
Padahal ijtihad merupakan hal yang mencapai tujuan dalam berbagai kondisi.
urgen dalam Fikih, sehingga para ahli Kondisi inilah yang mempengaruhi

113
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

ketercapaian suatu tujuan dalam sebuah sebagai wujud keterbangunan hukum


sistem. Kondisi adalah lingkungan yang yang satu dengan hukum yang lain di
mempengaruhi. Sistem yang terbuka Indonesia termasuk juga
adalah sistem yang selalu berinteraksi Sebuah sistem bukanlah sesuatu
dengan kondisi/lingkungan yang berada yang tunggal. Tetapi, ia terdiri dari
diluarnya (Auda, 2010). beberapa bagian yang saling terkait
Fitur ini memiliki efek bahwa antara satu dengan lainnya. Di dalam
sesuatu itu adalah saling terkait. Jasser sistem terdapat struktur yang koheren.
Auda ketika menjelaskan ini, berangkat Karena sebuah sistem terdiri dari
dari klasifikasi yang dibuat oleh ilmu bagian-bagian yang cukup kompleks,
Kognisi (Cognitive science). Ada dua maka ia memiliki spektrum dimensi yang
alternatif teori penjelasan menurut Auda tidak tunggal. Hukum Islam dapat
tentang kategorisasi yang dilakukan oleh dianalogikan seperti sistem. Hukum
manusia, yaitu kategorisasi berdasarakan Islam adalah sebuah sistem yang
kemiripan (feature similarity) dan memiliki berbagai dimensi (Auda, 2010).
kategorisasi berdasarkan konsep mental Prinsip ini digunakan Jasser Auda
(mental concept). Dalam kajian ini, Auda untuk mengkritisi akar pemikiran binary
lebih memilih kategorisasi yang opposition di dalam hukum Islam.
berdasarkan konsep untuk diterapkan Menurutnya, dikotomi antara qaṫ’ῑy dan
pada usul-fikih, sedangkan penggunaan ẓannῑy telah begitu dominan dalam
kategorisasi fitur harus dikritik (Auda, metodologi penetapan hukum Islam,
2010). sehingga muncul istilah qaṫ’ῑyyu al-dilālah,
Salah satu implikasi dari fitur qaṫ’ῑyyu al-ṣubūt, qaṫ’ῑyyu al-mantiq.
interrelated hierarchy ini adalah klasifikasi Paradigma oposisi binary harus
daruriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat, dinilai dihilangkan untuk menghindari
sama pentingnya tanpa ada pembedaan. pereduksian metodologis, serta
Lain halnya dengan klasifikasi al-Syatibi mendamaikan beberapa dalil yang
dikategorikan sebagai penganut feature mengandung pertentangan dengan
smilarity, sehingga hirarkhinya bersifat mengedepankan aspek maqāṣid (tujuan
kaku. Dampak negatifnya, hajiyyat dan utama hukum) (Auda, 2010).
tahsiniyyat selalu tunduk kepada Fitur ini menghendaki bahwa
daruriyyat. Contoh penerapan fitur sesuatu itu harus dilihat dari berbagai
Interrelated hierarchy adalah baik salat dimensi, bukan hanya satu dimensi
(daruriyyat), olah raga (hajiyyat) maupun (Auda, 2010). Cara pandang satu
rekreasi (tahsiniyyat) adalah sama- sama dimensi akan mengakibatkan banyak
dinilai penting untuk dilakukan. Kritikan kontradiksi-kontradiksi. Inilah yang
Auda terhadap kategorisasi yang selama ini menimpa hukum Islam,
digunakan oleh al-Syatibī berdampak sehingga mengakibat adanya istilah
kepada generalisir informasi sehingga ta’arud al-adillah. Dengan fitur multi-
tidak mengangap penting di setiap dimensionalitas, konsep ta’arud al-adillah
informasi. Selain itu, fitur ini juga selama ini bisa diselesaikan. Dengan
memperbaiki dua dimensi maqāṣid: kehadiran fitur ini, berupaya agar
perbaikan pada jangkauan maqāṣid dan menimalisir kotradiksi antar dala’il.
perbaikan orang yang diliputi maqāṣid. Dalam penyelesain ini, Auda lebih
Batas usia perkawinan 19 tahun mengutamakan konsiliasi (jam’u baina al-
bagi laki-laki dan perempuan jika di lihat adillah) tanpa perlu mendahului nasakh
dari kacamata Teori Sistem Jasser Auda (pengahapusan) atau bahkan
didalam Islam merupakan salah satu menegasikan nasakh sebagai metode
aturan yang berada pada posisinya dan penyelesain pertentangan antar dalil.
berkaitan dengan Alquran, sunnah dan Alasan yang lain, setiap dalil memiliki
pedapat para fuqoha‟ lainnya, sehingga tujuan masing-masing sehingga tidak
tidak menjadikannya satu-satunya aturan dimungkinkan terjadi pertentangan dalil.
untuk mewujudkan realisasi tujuan
disyariatkannya perkawinan. Dan

114 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

Mengaktualisasikan jam‟u baina al- tujuan akhir dari pembentukan


dilalah sudah memadai (Auda, 2010). peraturan perUndang-Undangan ini
Batas usia perkawinan 19 tahun ini yang salah satunya dapat dicapai melalui
diatur dalam sebuah Undang-Undang di mekanisme pandangan baru terhadap urf
sebuah negara yaitu Indonesia, sehingga berdasarkan Maqāsid hukum Islam.
keberlakuan aturan ini juga Mempertimbangkan urf merupakan
mempertimbangkan kondisi masyarakat langkah penting bagi hukum Islam
secara keseluruhan, dan akan dirasakan untuk menjadi hukum universal, hal ini
oleh semua masyarakat. dikarenakan Indonesia sebagai negara
Faktor kemaslahatan menjadi dasar yang tidak berdasarkan agama dan
untuk memposisikan analisis pendekatan akhirnya berimplikasi pada pemahaman
sistem sebagai perspektif bagi unsur agama sebagai nilai etik dalam
kebermaksudan dari pengembangan kehidupan publik. Dengan berpijak pada
Undang-Undang. Fenomena sosial di nilai-nilai etika, maka diperlukan prinsip-
tengah masyarakat menjadi perspektif prinsip Maqāsid yang diterima oleh
eksternal. Fitur kognisi dalam semua umat manusia di bumi manapun
pendekatan sistem merupakan sepanjang masa.
perspektif moral yang melandasi Fitur kebermaksudan menjelaskan
bagaimana pengembangan hukum bahwa setiap sistem memiliki tujuan
dilakukan sesuai dengan konstitusi yang (output). Dalam teori sistem, tujuan
merupakan perspektif internal ranah dibedakan menjadi goal (al-hadaf) dan
hukum positif. Perspektif eksternal purpose (al-gayah). Sebuah sistem akan
berfungsi menemukan kemaslahatan menghasilkan tujuan dalam situasi yang
berbangsa dan bernegara di dalam konstan dan bersifat mekanik, serta
jamaknya persoalan sosial di tengah hanya dapat melahirkan satu tujuan
masyarakat. Perspektif moral berfungsi saja. Sedangkan sebuah sistem akan
sebagai media untuk menemukan menghasilkan tujuan dengan cara yang
kemaslahatan bagi manusia yang dimuat berbeda-beda dan dalam hal yang sama
oleh nilai-nilai universal dari keyakinan atau menghasilkan berbagai tujuan
masyarakat. Perspektif internal menjadi dalam situasi yang beragam. Dalam
perantara untuk menemukan konteks ini, konsep batas usia perkawian
kemaslahatan di dalam perumusan dan berada dalam pengertian purpose (al-
pengembangan Undang-Undang. ghayah) yang tidak mekanik dan
Pendekatan sistem yang dijadikan monolitik, tetapi beragam sesuai dengan
sebagai perspektif dalam penelitian ini kondisi dan situasi. Sedangkan, proses
adalah fitur kebermaksudan dari pembentukan Batas usia perkawinan 19
pendekatan sistem Jasser Auda sebagai tahun merupakan salah satu goal (al-
pisau bedah analisis, yang mana fitur hadaf) untuk mencapai tujuan yang
tersebut merupakan fitur pokok dari dimaksud (purpose) yang merupakan
pendekatan sistem Jasser Auda. Dalam suatu kemaslahatan umum dan bersama.
hal fitur kebermaksudan, fitur ini tidak Penelitian ini yaitu berobjek pada
bersifat mekanik tetapi beragam dalam perubahan batas usia perkawinan yang
meraih tujuan akhir. Beragam yang pada mulanya 19 tahun bagi laki- laki
dimaksud disini dapat dipahami bahwa dan 16 tahun bagi perempuan.
kebermaksudan itu memproduksi hasil Perubahan batas usia tersebut jika dilihat
yang berbeda dilingkungan yang sama pada pembahasan ini, maka bisa lihat
sepanjang hasil-hasil yang berbeda itu ada 2 hal yaitu: pertama Ketidaksetaraan
meraih maksud-maksud yang diinginkan (diskriminasi) dan kedua Hak Asasi
sesuai dengan situasi dan kondisi Manusia (khususnya hak seorang anak).
lingkungannya, sehingga tujuan Pada pertimbangannya, salah satu pola
penetapan amandemen Undang-Undang yang di gunakan dengan
perkawinan ini lebih berorientasi kepada mempertimbangkan tujuan perkawinan,
kemaslahatan masyarakat disekitarnya. yaitu untuk membentuk keluarga yang
Kemaslahatan masyarakat merupakan bahagia, tentram satu dengan yang

115
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

lainnya, dan menjaga kesehatan suami- yang satu dengan hukum yang lain di
istri serta keturunannya karena usia Indonesia termasuk juga
menikah sudah pada keadaan matang, Batas usia perkawinan 19 tahun ini
sehingga menghasilkan keturunan yang diatur dalam sebuah Undang-Undang di
berkualitas. sebuah negara yaitu Indonesia, sehingga
Penelitian ini juga keberlakuan aturan ini juga
mempertimbangkan berbagai cabang mempertimbangkan kondisi masyarakat
keilmuan lain yang relevan dengan objek secara keseluruhan, dan akan dirasakan
yang akan di teliti. Perubahan batas usia oleh semua masyarakat.
pada pasal ini yaitu Pasal 1 ayat 1 UU Tujuan yang dimaksud Jasser Auda
No. 16 Tahun 2019 perubahan atas UU bukanlah tujuan yang bersifat satu arah
No. 1 Tahun 1974 telah namun tujuan yang menyeluruh, untuk
mempertimbangkan tentang psikologi itu, aturan ini Batas Usia Perkawinan
anak dan kesehatan anak dan juga Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No 16
reproduksi, disisi lain juga Tahun 2019 Perubahan Atas Pasal 7
mempertimbangkan kelangsungan Ayat 1 Undang-Undang No 1 Tahun
ekonomi keluarga, dan Hak Asasi 1974 sesuai dengan apa yang
Manusia (HAM), sehingga bisa di dimaksudkan teori sistem Jasser Auda.
kategorikan perubahan ini
mempertimbangkan seluruh aspek D. KESIMPULAN
disiplin ilmu yang berkenaan dengan Berdasarkan hasil penelitian yang
batas usia perkawinan tersebut penulis lakukan mengenai tinjauan batas usia
(menyeluruh). perkawinan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
Perubahan batas usia nikah di nomor 16 tahun 2019 perubahan atas pasal 7
Indonesia memang didasari karena ayat 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974
adanya keterbukaan hukum. Pada tahun perspektif teori sistem Jasser Audah maka
1974 pada kemunculannya UU dapat disimpulkan bahwa:
perkawinan nomor 1 tahun 1974 1. latar belakang amandemen pasal 1 ayat 1
Indonesia belum ada aturan atau Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
perUndang-Undangan tentang Hak atas pasal 7 ayat 1 Undang-Undang
Asasi Manusia dan juga perlindungan Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia
anak. Karena sifat berubahnya hukum perkawinan, bermula dari permohonan
berdasarkan berubahnya zaman dan juga uji materi ke Mahkamah Konstitusi
tempat, pasca reformasi muncul banyak Bahwa pembedaan usia antara laki-laki
hal tentang HAM termasuk juga UU dan perempuan dalam pasal 7 ayat 1
Perlindungan anak. Saat ini perubahan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974
pasal 7 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 merupakan wujud nyata tidak
tentang perkawinan khususnya batas tercapainya persamaan kedudukan
usia perkawinan adalah sebagai wujud dalam hukum yang dilindungi oleh pasal
keterbukaan hukum di Indonesia 27 ayat (1) UUD 1945 dan Amandemen
termasuk juga hukum Islam di tersebut merupakan capaian
Indonesia. perkembangan yang positif khususnya
Batas usia perkawinan 19 tahun untuk hukum di Indonesia
bagi laki-laki dan perempuan jika di lihat 2. Tinjauan teori sistem Jasser Audah
dari kacamata Teori Sistem Jasser Auda terhadap batas usia perkawinan pasal 1
didalam Islam merupakan salah satu ayat 1 Undang-Undang No 16 Tahun
aturan yang berada pada posisinya dan 2019 perubahan atas pasal 7 ayat 1
berkaitan dengan Alquran, sunnah dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974,
pedapat para fuqoha‟ lainnya, sehingga dalam penelitian ini ditemukan bahwa
tidak menjadikannya satu-satunya aturan teori sistem jasser Audah untuk
untuk mewujudkan realisasi tujuan menganalisa aturan ini, bisa dikatankan
disyariatkannya perkawinan. Dan bahwa aturan ini sejalan dengan Maqāsid
sebagai wujud keterbangunan hukum al-sharīah dan diharapkan menjadi solusi
yang lebih baik dalam tatanan

116 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

masyarakat. Pendekatan sistem yang Dalam Undang-Undang Perkawinan Di


dijadikan sebagai perspektif dalam Dunia Muslim. Al-’Adalah, 12(2), 807–
penelitian ini adalah Human Development 826.
serta fitur kebermaksudan dari Auda, J. (2008). Maqasid al-Shariah as
pendekatan sistem Jasser Audah, yang philosophy of Islamic law: a systems approach.
mana fitur tersebut merupakan fitur International Institute of Islamic
pokok dari pendekatan sistem Jasser Thought (IIIT).
Audah. Faktor kemaslahatan tersebut Auda, J. (2010). Maqāṣid al-Sharīʿah As
berupa pemenuhan hak anak khusunya Philosophy of Islamic Law. Herndon &
anak perempuan, meningkatnya usia UK: International Institute of Islamic
ideal perkawinan, meningkatnya Thought.
keluarga sejahtera; meningkatnya Djamilah, D., & Kartikawati, R. (2014).
pendidikan, meningkatnya pemahaman Dampak perkawinan anak di Indonesia.
terkait pentingnya usia ideal perkawinan, Jurnal Studi Pemuda, 3(1), 1–16.
serta orang tua semakin memahami Eddyono, S. W., Susanti, L., Kartikasari, D.,
pentingnya usia ideal perkawinan ketika Yulianti, R., Kono, W., Yani, D.,
hendak menikahkan anaknya. Sustiwi, B., Anggiasih, L., Suwahju, A.,
merupakan solusi tepat dalam & Herdiana, R. (n.d.). SUSUNAN TIM
menciptakan keluarga yang baik. KERJA PENYUSUNAN NASKAH
Penerapan ketentuan tersebut mampu AKADEMIK RANCANGAN
mengatur hubungan antara laki-laki dan UNDANG-UNDANG NOMOR…
perempuan, menjaga keturunan; dalam TAHUN… TENTANG
artian, bukan sekedar memperoleh PERUBAHAN ATAS UNDANG-
keturunan dari hubungan pernikahan UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
yang sah, melainkan menjaga keturunan TENTANG PERKAWINAN.
tersebut menjadi keturunan yang sehat Fasa, M. I. (2016). Reformasi Pemahaman
yang lahir dari rahim ibu yang sudah Teori Maqasid Syariah (Analisis
matang dan menjadi generasi yang Pendekatan Sistem Jasser Audah).
berkualitas dan bermakna sehingga HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 13(2),
mampu menciptakan keluarga sakinah, 218–246.
mawaddah, warahmah; menjaga Haq, N. S. N. N. (2018). Batas Usia Minimal
keberagamaan dalam keluarga; mengatur dalam Perkawinan perspektif Maqāsid Al-
pola hubungan yang baik dalam keluarga Shari’a: Analisa terhadap Program Badan
dan mengatur aspek finansial dalam Kependudukan dan Keluarga Berencana
keluarga. Karena baik buruknya Nasional tentang Pendewasaan Usia
perempuan tergantung pemenuhan Perkawinan. Universitas Islam Negeri
akses dan hak warga negara yang setara Maulana Malik Ibrahim.
sesuai amanat konstitusi Indonesia, P. R. (1974). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
E. DAFTAR PUSTAKA 1974 Tentang Perkawinan. Lembaran
Al-Jaziri, A. (n.d.). tt al-Fiqh ala Madzahib al- Negara Republik Indonesia Tahun.
Arba‟ah. Mesir: Dar Al-Irsyad, Juz, 4. Indonesia, R. (2002). Undang-Undang Republik
Al-Shabuny, M. A. (1999). Tafsir Ayat al- Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Ahkam min al-Qur‟an. Bayrut: Dar Al- Perlindungan Anak. Kementerian
Kutub Al-‘Ilmiyyah. Pemberdayaan Perempuan, Republik
Al-Zuhayli, W. (1997). al-Fiqh al-Islami wa- Indonesia.
Adillatuh. Dar al-Fikr. Khallaf, A. al-W. (1978). Ilm Ushul al-Fiqh.
Amir, S. (2008). Uṣūl Fiqh. Jakarta: Kencana Kuwait: Dar al-Qalam.
Prenada Media Group. Nasrullah, M., Muazzam, S., Bhutta, Z. A., &
Anwar, S. (2010). Hukum perjanjian syariah: Raj, A. (2014). Girl child marriage and
studi tentang teori akad dalam fikih its effect on fertility in Pakistan:
muamalat. findings from Pakistan Demographic
Asrori, A. (2015). Batas Usia Perkawinan and Health Survey, 2006–2007. Maternal
Menurut Fukaha Dan Penerapannya and Child Health Journal, 18(3), 534–543.

117
Licensi Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1, Juni 2022 ISSN : 2301-7295
e-ISSN : 2657-2494

Priherdityo, E. (2016). Pernikahan usia anak


masih marak di Indonesia. CNN
Indonesia. Dilansir Dari Https://Www.
Cnnindonesia. Com/Gaya-
Hidup/20160723074431-277-
146515/Pernikahan-Usia-Anak-Masih-
Marak-Di-Indonesia.
Putri, B. U. (2018). MK Kabulkan Gugatan Uji
Materi Batas usia Perkawinan.
Nasional.Tempo.Co.
https://nasional.tempo.co/read/11550
57/mk-kabulkan-gugatan-uji-materi-
batas-usia-perkawinan/full&view=ok
Rahman, F. S. (2018). Analisis Maqashid
Syari‟ah Jasser Auda Terhadap Izin
Perkawinan Dan Perceraian Bagi
Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Ilmiah Ilmu
Sosial Dan Keagamaan, 7(1).
Rohman, H. (2017). Batas Usia Ideal
Pernikahan Perspektif Maqasid Shariah.
Journal of Islamic Studies and Humanities,
1(1), 67–92.
Wildana, D. T., & Hasba, I. B. (2016).
Perkawinan Anak dalam Perspektif Hak
Asasi Manusia. EGALITA, 11(1).
Zahrah, M. A. (1958). Uṣūl al-fiqh. Dār al-Fikr
al-Arabī.

118 M. Arif Hakim, Tinjauan Batas Usia Perkawinan Pasal 1 Ayat 1...

You might also like