You are on page 1of 10

KESETARAAN BATAS USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DARI

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM


¹Fitri Yanni Dewi Siregar, ²Jaka Kelana

¹Universitas Medan Area, ²Lembaga Bantuan Hukum Humaniora


¹fitriyannidewisrg@gmail.com, ²kelana.jaka1995@gmail.com
Abstract
In principle, the limitation of age of marriage for citizens is intended so that the couple who are getting
married are expected to have adequate maturity in thinking, maturity of mental and physical strength.
The minimum age limit for marriage has been regulated in statutory regulations and the Compilation
of Islamic Laws, however, there are still inequalities with the stipulated age limit. The inception of Law
Number 16 of 2019 concerning amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage stipulates that
the minimum age of marriage for women is equal to the minimum age of marriage for men, which is 19
(nineteen) years. It is hoped that the implementation of this provision will be an answer to public unrest.
This research is a normative juridical legal research conducted by examining library materials or primary
legal materials. The research specification used in this study is a descriptive analytical method that is
related to the equality of age limit of marriage in the perspective of Islamic law, then the conclusion is
drawn using the deductive method where the regulation regarding the minimum age limit of marriage in
Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to the Law Law Number 1 of 1974 concerning Marriage,
can also be considered good and safe because it has exceeded the age limit of adulthood by Islamic jurists
and does not conflict with Indonesian law and human rights and can realize the goal of marriage properly
without ending in divorce and procreation healthy and high quality.
Keywords: age equality, marriage, Islamic law

Abstrak
Pembatasan umur untuk melakukan perkawinan bagi warga negara pada prinsipnya
dimaksudkan agar pasangan yang akan menikah diharapkan sudah memiliki kematangan
berfikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai. Terhadap pembatasan usia
minimum perkawinan ini telah diatur didalam peraturan perundang-undangan dan Kompilasi
Hukum Islam, namun masih terdapat ketidaksetaraan terhadap ketetapan batas usia yang
ditentukan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan batas minimal umur
perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu
19 (sembilan belas) tahun. Pemberlakuan ketentuan ini diharapkan dapat menjadi jawaban
atas keresahan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum primer. Spesifikasi
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif analitis yang terkait
dengan kesetaraan batas usia perkawinan dalam perspektif hukum islam, kemudian penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif dimana pengaturan terkait batas
minimal usia perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dapat juga dianggap baik dan
aman karena telah melampaui batas usia akil baligh oleh para ahli hukum Islam dan tidak
bertentangan dengan hukum Indonesia dan hak asasi manusia serta dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat
dan berkualitas.
Kata Kunci: kesetaraan usia, perkawinan, hukum Islam

Fitri Yanni Dewi Siregar, Jaka Kelana, Kesetaraan Batas Usia Perkawinan... 1
A. Pendahuluan konsep batas usia minimal perkawinan
1. Latar Belakang Masalah Islam.
Perkawinan merupakan suatu peris­ Sebagian ulama menyatakan bahwa
tiwa hukum yang dapat dianggap sakral batasan usia minimal perkawinan adalah
yang mengakibatkan setiap orang yang baligh dengan ciri, bagi anak laki-laki bila
menjalani terikat seumur hidup dengan bermimpi basah dan bagi anak perempuan
pasangannya, karena itu perkawinan telah menstruasi. Sebagian ulama yang
membutuhkan persiapan yang matang lain menetapkan batasan umur minimal
baik dari fisik maupun psikis. Perkawinan menikah tidak hanya dilihat dari ciri-ciri
pada usia muda saat seseorang belum siap fisik semata, tetapi lebih menekankan pada
fisik maupun psikis sering menimbulkan kesempurnaan akal dan jiwa. Jadi pada
masalah di kemudian hari, bahkan tidak dasarnya para ulama tidak memberikan
sedikit berantakan di tengah jalan.1 batasan baku usia minimal pernikahan,
Perkawinan yang dilakukan oleh artinya berapapun usia calon pengantin
pasangan yang telah sama-sama dewasa tidak menghalangi sahnya pernikahan,
akan membawa dampak yang baik bahkan usia belum baligh sekalipun.3
bagi perkembangan rumah tangga, Menurut agama Islam perkawinan
dengan adanya kedewasaan dari kedua adalah sebagian dari perintah Allah yang
belah pihak baik secara fisik maupun harus dijalankan sebagaimana yang
psikis diyakini akan membawa rumah tercantum dalam Qur’an surat An-nur
tangga tentram dan damai, serta dapat ayat 32:
mewujudkan perkawinan yang baik tanpa ‫ٱلصلِ ِح َني ِم ْن ِع َبا ِدكُ ْم َوإِ َمآئِ ُك ْم إِن‬َّٰ ‫َوأَن ِك ُحوا ْٱلَ َٰ َي ٰى ِمن ُك ْم َو‬
diakhiri dengan perceraian dan mendapat
keturunan yang sehat. Kematangan fisik
‫يَكُونُوا فُ َق َرا ٓ َء يُ ْغ ِن ِه ُم ٱللَّ ُه ِمن فَضْ لِ ِه َوٱللَّ ُه َٰو ِس ٌع َعلِيم‬
Artinya: “dan kawinkanlah orang-orang
dan psikis sebelum menikah menjadi satu
yang sendirian diantara kamu dan orang-
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
orang yang layak (untuk kawin) di antara
dengan bekal itu dengan sendirinya cita- hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
cita untuk membangun rumah tangga hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
yang bahagia, kekal, dan sejahtera dapat Jika mereka miskin Allah akan memberikan
terwujud.2 kemampuan kepada mereka dengan karunia-
Memahami perkawinan sebagai Nya.” 4
ibadah, artinya sama halnya seperti
Perkawinan juga disyariatkan oleh
memahami ibadah lain seperti tata cara
Nabi Muhammad, yang mana hukumnya
salat dan haji bagi yang beragama Islam.
termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam hal ini, tidak ditetapkannya usia
Nikah menurut pendapat fuqaha adalah
tertentu dalam menjalani perkawinan,
akad (kontrak) sebagai cara agar sah
memberikan kebebasan bagi umat Islam
melakukan hubungan seksual. Pernikahan
untuk menyesuaikan perkawinan pada
sangat dianjurkan oleh Islam, maka dari
situasi dan kondisi individu. Batas usia
itu pernikahan merupakan sesuatu yang
dalam perkawinan islam yang tidak di
dianggap sakral meskipun di dalam kitab-
tetapkan secara spesifik, menyebabkan
kitab fiqh klasik mendefeniskan nikah
munculnya perbedaan pendapat terkait
1
A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan: 3
Akhmad Shodikin, “Pandangan Hukum Islam
Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (Bandung: Al-Bayan, 1995). dan Hukum Nasional Tentang Batas Usia Perkawinan,”
H.18. Mahkamah 9, No. 1 (1 Januari 2015). H. 118.
2
A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan: 4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di
Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk. H.18 Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006). H. 43-44.

2 Mahakim Journal of Islamic Family Law | Vol. 5 No. 1 Januari 2021 | 1-10
hanya dengan menggunakan kata-kata Perkawinan di Indonesia diatur dalam
akad. Perkawinan adalah Mitsaqan ghaliza beberapa peraturan perundang-undangan
(ikatan yang kokoh) yang mempersatukan yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun
dua insan, lelaki dan perempuan dalam 1974 tentang Perkawinan, Peraturan
sebuah komitmen membangun rumah Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
tangga. Perkawinan menciptakan adanya Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
hubungan antara dua keluarga besar Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan
dan menjadikan kehidupan manusia Kompilasi Hukum Islam.
berkelanjutan dengan menjaga keturunan. Pengaturan masalah usia minimal
Secara sosiologis perkawinan atau rumah kawin yang tercantum dalam Undang-
tangga disebut sebagai unit-unit terkecil Undang Perkawinan merepresentasikan
untuk terwujudnya sebuah negara-bangsa. jalinan kohesif antara kepentingan negara
Oleh karena itu, perkawinan merupakan dan agama. Usia minimal kawin awalnya
salah satu dari persoalan muamalah.5 tidak terlembaga, kemudian muncul
Jika dipandang dari sisi amalan dalam bentuk baru berupa peraturan
ibadah, pernikahan adalah suatu amalan yang harus disepakati secara nasional,
sunnah yang disyari’atkan oleh Al- bahkan menjadi syarat perkawinan
Qur’an dan Rasulullah SAW dengan menurut negara. Mark E. Cammack
kokoh, sejalan dengan watak seksual dan kemudian mensinyalir bahwa negara
sesuai dengan saluran yang halal dan dan agama pada tahap selanjutnya akan
bersih untuk memperoleh keturunan saling terintegrasi dalam hal perumusan
yang dapat memelihara kehormatan diri, hukum perkawinan, mengingat secara
kegembiraan hati dan ketenangan batin.6 teoretis aturan usia minimal kawin dalam
Substansi yang terkandung dalam tradisi fikih bersifat variatif dan diyakini
syariat perkawinan adalah menaati sesuai dengan interpretasi hukum agama.
perintah Allah serta Rasul-Nya yaitu Sehingga, lahirnya Undang-Undang
menciptakan suatu kehidupan rumah Perkawinan juga tidak lepas dari dominasi
tangga yang mendatangkan kemaslahatan, Pemerintah.8
baik bagi pelaku perkawinan itu Terkait dasar perkawinan, syarat-
sendiri, anak turunan, kerabat, maupun syarat perkawinan, pencegahan
masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan perkawinan, batalnya perkawinan, dan
tidak hanya bersifat kebutuhan internal lainnya termasuk batas usia perkawinan
yang bersangkutan, tetapi mempunyai yaitu baik laki-laki maupun perempuan
kaitan eksternal yang melibatkan banyak memiliki batas usia minimal perkawinan
pihak. Sebagai suatu perikatan yang kokoh yang setara yakni 19 tahun sebagaimana
(Mitsaqan ghaliza), perkawinan dituntut yang tercantum dalam Undang-undang
untuk menghasilkan suatu kemaslahatan Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
yang kompleks, bukan sekedar penyaluran atas Undang-undang Nomor 1 Tahun
kebutuhan bilogis semata.7 1974 tentang Perkawinan. Beberapa ahli
hukum Islam termasuk Imam Mazhab
5
Yulia Fatma, “Batasan Usia Perkawinan Dalam
juga memiliki pendapat tentang batas
Hukum Keluarga Islam (Perbandingan Antar Negara usia perkawinan yang berbeda-beda.
Muslim: Turki, Pakistan, Maroko dan Indonesia),” Jurnal Oleh sebab itu, kesetaraan batas usia
Ilmiah Syari’ah Vol. 18, No. 2 (2019). H. 118. perkawinan di Indonesia dari perspektif
6
Abdul Aziz Salim Basyarahil, Tuntunan Pernikahan
dan Perkawinan (Jakarta: Gema Insani, 2004). H. 9. 8
Ahmad Masfuful Fuad, “Ketentuan Batas Minimal
7
Beni Ahmad Saebani, Hukum Perdata Islam di Usia Kawin: Sejarah, Implikasi Penetapan Undang-
Indonesia (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011). H. 35-36. Undang Perkawinan,” Petita 1, no. 1 (April 2016). H. 39.

Fitri Yanni Dewi Siregar, Jaka Kelana, Kesetaraan Batas Usia Perkawinan... 3
hukum Islam patut untuk dikaji agar 3. Teori Penelitian
prinsip kesamaan kedudukan di depan Istilah dan batasan nikah di bawah
hukum (equality before the law) dalam setiap umur dalam kalangan pakar hukum Islam
penyusunan kebijakan hukum (legal policy) sebenarnya masih terjadi perbedaan.
sebagaimana amanat Pasal 27 ayat (1) UUD Nikah muda dalam persepsi ulama adalah
1945 dapat terlaksana. pernikahan yang dilakukan sebelum
Namun, sebagai perbandingan mencapai masa baligh. Syariat Islam
dapat dikemukakan beberapa hasil tidak membatasi usia tertentu untuk
penelitian oleh beberapa penulis menikah, namun secara implisit syariat
terdahulu terkait batas usia minimal menghendaki orang yang akan menikah
perkawinan menurut hukum Islam yakni adalah benar-benar orang yang sudah
penelitian dari Yulia Fatwa, Mahasiswa siap mental, fisik dan psikisnya, dewasa
Pascasarjana Universitas Islam Negeri dan faham arti sebuah pernikahan yang
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan merupakan bagian dan ibadah.
judul Batasan Usia Perkawinan Dalam Kontroversi muncul menyangkut
Hukum Keluarga Islam (Perbandingan batasan kedewasaan seseorang untuk
Antar Negara Muslim: Turki, Pakistan, boleh menikah yang berimplikasi terhadap
Maroko dan Indonesia). Kesimpulan dari tidak adanya kebebasan atas pernikahan
penelitian tersebut yaitu Perkawinan di bawah umur dalam kaca mata ini. Hal
dalam pandangan Islam merupakan fitrah ini dapat dilihat dari berbagai peraturan
kemanusian yang sangat dianjurkan bagi yang berlaku di berbagai Negara muslim
umat Islam karena menikah merupakan di dunia.
naluri kemanusian yang harus dipenuhi Dalam penetapan batasan umur
dengan jalan yang sah, agar tidak mencari tersebut setiap negara berbeda dalam
jalan kesesatan yang menjerumuskan menetapkan usia anak boleh menikah. Hal
ke lembah hitam. Perintah perkawinan tersebut bisa didasari karena berbedanya
dalam Islam tertuang dalam al-Qur’an dan mazhab yang dipegang oleh Negara
Hadits Nabi Muhammad. Isu nikah muda tersebut atau dilihat dari kondisi sosial
sering menjadi polemik dan kontroversi Negara itu. Selanjutnya penelitian dari
dalam masyarakat dikarenakan masih ada Ahmad Arif Masdar Hilmy yang berjudul
asumsi bahwa hal itu dianjurkan agama. Analisis Terhadap Perbedaan Batas Usia
Minimal Perkawinan Dalam Pasal 15
2. Rumusan Masalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) Perspektif
Dalam penelitian ini, peneliti ke­ Teori Maslahah Sa’īd Ramadān Al-Būti.
mu­dian menguraikan dan mengkaji Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa
bagaimana pengaturan hukum batas Substansi yang terkandung dalam Pasal
usia perkawinan menurut Hukum Islam 15 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang
dan Hukum Indonesia serta bagaimana perbedaan batas usia minimal perkawinan
kesetaraan batas usia perkawinan di bagi laki-laki dan perempuan yakni
Indonesia dari perspektif Hukum Islam kemaslahatan parenting (mental, spiritual,
agar prinsip kesamaan kedudukan di finansial dan fisikal), keseimbangan sosial,
depan hukum (equality before the law) dapat serta tanggung jawab perkawinan.
terlaksana. Berdasarkan hasil analisis mengguna­
kan perspektif teori maṣlaḥah Sa’īd Ra­
maḍān al-Būṭi menunjukkan bahwa
perbedaan batas usia minimal perkawinan

4 Mahakim Journal of Islamic Family Law | Vol. 5 No. 1 Januari 2021 | 1-10
bagi laki-laki dan perempuan dalam Pasal C. Pembahasan
15 KHI merupakan suatu kemaslahatan. 1. Pengaturan Hukum Batas Usia
Mengingat telah terpenuhinya lima syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam
sesuatu dapat dinilai sebagai maṣlaḥah dan Hukum Indonesia.
hakiki, yakni maṣlaḥah harus berada Penentuan batas usia untuk perkawinan
dalam ruang lingkup tujuan syariat (ḥifẓ sangatlah penting. Hal ini menjadi tolak
al-dīn, ḥifẓ al-nafs, ḥifẓ al-‘aql, ḥifẓ alnasl dan ukur bagi masing-masing pihak untuk
ḥifẓ al-māl), tidak bertentangan dengan memiliki kematangan secara biologis dan
Al-Qur’an, tidak bertentangan dengan psikologis. Dalam penjelasan undang-
Sunnah, tidak bertentangan dengan Qiyas, undang dinyatakan, bahwa calon suami
serta tidak bertentangan dengan maṣlaḥah isteri itu harus telah matang jiwa raganya
yang lebih mendesak. untuk melangsungkan perkawinan agar
supaya dapat mewujudkan perkawinan
B. Metode Penelitian secara baik tanpa berakhir pada perceraian
Metode penelitian yang digunakan dan mendapatkan keturunan yang baik
dalam penelitian ini ialah metode dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya
pendekatan yuridis normatif. Peneliti perkawinan antara calon suami-isteri
akan membaca kemudian melakukan yang masih di bawah umur.10
pengoganisasian terhadap setiap bahan Konsep batas usia minimal perkawinan
hukum yang terkumpul. Selanjutnya dalam kajian hukum Islam bervariasi.
peneliti akan melakukan analisis terkait Sebagian ulama menyatakan bahwa
dengan kesetaraan batas usia perkawinan batasan usia minimal perkawinan adalah
dalam perspektif hukum islam (Analisis baligh dengan ciri, bagi anak laki-laki bila
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 bermimpi basah dan bagi anak perempuan
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang telah menstruasi. Sebagian ulama yang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) lain menetapkan batasan umur minimal
yang pada akhirnya penarikan kesimpulan menikah tidak hanya dilihat dari ciri-ciri
dilakukan dengan menggunakan metode fisik semata, tetapi lebih menekankan pada
deduktif yaitu menarik kesimpulan kesempurnaan akal dan jiwa. Jadi pada
dari suatu permasalahan yang bersifat dasarnya para ulama tidak memberikan
umum ke khusus sehingga menjadi acuan batasan baku usia minimal pernikahan,
untuk menjawab permasalahan dalam artinya berapapun usia calon pengantin
penelitian9 yakni tentang pengaturan tidak menghalangi sahnya pernikahan,
hukum batas usia perkawinan menurut bahkan usia belum baligh sekalipun.11
hukum islam dan hukum Indonesia dan Menurut jumhur fuqaha’ atau mayoritas
kesetaraan batas usia perkawinan dalam ahli hukum Islam dari kalangan mazhab
perspektif hukum Islam. Syafi’i dan Hambali, usia baligh adalah
15 tahun untuk pria maupun perempuan.
Menurut Abu Hanifah, usia baligh untuk
pria adalah 18 tahun dan untuk perempuan
adalah 17 tahun. Sedangkan menurut
10
Moh. Hatta, “Batasan Usia Perkawinan dalam
Perspektif Ulama Klasik dan Kontemporer,” Al-Qānūn 19,
no. 1 (Juni 2016). H.66.
9
Johny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian 11
Akhmad Shodikin, “Pandangan Hukum Islam
Hukum Normatif (Malang: Bayumedia Publishing, 2008). dan Hukum Nasional Tentang Batas Usia Perkawinan.”
H. 241. H. 118.

Fitri Yanni Dewi Siregar, Jaka Kelana, Kesetaraan Batas Usia Perkawinan... 5
Malik, usia baligh adalah 18 tahun untuk sebagaimana dijamin oleh Pasal 3 ayat
pria maupun perempuan.12 (3) UU HAM dan Pasal 1 Konvensi Hak
Indonesia lebih konkrit dalam Perempuan (CEDAW) dalam Pasal 1 yang
menentukan batas usia perkawinan. menyatakan bahwa setiap perbedaan,
Ketentuan mengenai batas umur minimal pengecualian atau pembatasan yang
perkawinan terdapat di dalam Pasal 7 ayat dibuat berdasarkan jenis kelamin yang
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memiliki efek atau tujuan merusak atau
mengatakan bahwa: meniadakan pengakuan, kenikmatan atau
“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak latihan oleh perempuan, terlepas dari
pria sudah mencapai umur 19 tahun dan status pernikahan mereka, berdasarkan
pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun. kesetaraan laki-laki dan perempuan, hak
Disamping itu, tiap-tiap perkawinan dicatat asasi manusia dan kebebasan mendasar
menurut peraturan perundang-undangan dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
yang berlaku.” budaya, sipil atau lainnya.15 Berdasarkan
Pembatasan umur minimal untuk hal tersebut pengaturan terkait batas
melakukan perkawinan bagi warga negara usia perkawinan diubah melalui Undang-
pada prinsipnya dimaksudkan agar yang undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
akan menikah diharapkan sudah memiliki Perubahan atas Undang-Undang Nomor
kematangan berfikir, kematangan jiwa dan 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
kekuatan fisik yang memadai.13Kedewasaan pada pokoknya menyatakan bahwa batas
menikah dimaksudkan untuk membangun usia minimal perkawinan untuk pria dan
suatu rumah tangga yang dewasa. Dewasa wanita yakni 19 tahun.
berarti tumbuh dan matang.14 Demikian halnya dengan aturan
Persoalan yang timbul di dalam Hukum Islam dalam konsep Kompilasi
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Hukum Islam. di dalam Kompilasi Hukum
tentang Perkawinan terkait dengan batas Islam juga mengatur mengenai batas umur
usia perkawinan sebagaiman diatur dalam minimal tersebut, yang tercantum dalam
Pasal 7 ayat (1) yang membedakan batas usia Pasal 15 ayat (1) mengatakan bahwa:
perkawinan berdasarkan jenis kelamin. “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah
Batas usia perkawinan bagi laki-laki adalah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan
19 tahun. Batas usia ini tidak dianggap calon mempelai yang telah mencapai umur
sebagai persoalan dari persepktif hak anak yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-
karena usia 19 tahun telah dikategorikan undang No.1 tahun1974 yakni calon suami
sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan
sebagai usia dewasa. Hanya saja batas usia
calon isteri sekurang kurangnya berumur 16
perkawinan untuk perempuan adalah 16
tahun.”
tahun, yang masih masuk dalam kategori
usia anak. Hal ini merupakan bentuk Pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin Islam tersebut belum di revisi padahal
yang bertentangan dengan peraturan telah terbit Undang-undang Nomor 16
perundang-undangan di Indonesia Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
12
Akhmad Shodikin. H. 116. tentang Perkawinan. Dalam perspektif
13
Husen Muhammad, Fikih Perempuan Refleksi Kyai hukum Islam, debat ulama fikih terkait isu
Atas Agama dan Gender (Yogyakarta: LKIS, 2000). H. 68.
14
Monks, dkk, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: 15
Elfia Farida, Implementasi prinsip Pokok Convention
Gajahmada Press, 1992). H. 283. Perhatikan dalam tulisan On The Elinination Of All Forms Discrimination againt Women
Azwandi, Kedewasaan Menikah Perspektif Hukum Islam (CEDAW) di Indonesia, MHH Jilid 40 No 10 Oktober 2011, H.
Dan Hukum Positif Di Indonesia, H. 18 444

6 Mahakim Journal of Islamic Family Law | Vol. 5 No. 1 Januari 2021 | 1-10
usia pernikahan, lebih fokus kepada boleh oleh mereka sebagaimana dalam surat an-
tidaknya pernikahan yang dilakukan Nisa’ ayat 6”
sebelum seorang anak mencapai pubertas “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka
(baligh). Untuk mengetahui bagaimana cukup umur untuk kawin, kemudian jika
ketentuan tentang kesetaraan usia menurut pendapatmu mereka telah cerdas
menikah menurut hukum Islam dan (pandai memelihara harta), maka serahkanlah
hukum positif dan penerapannya di kepada mereka harta-hartanya”.
masyarakat maka penulis tertarik untuk
Cukup umur untuk menikah dalam
mengkaji lebih dalam lagi mengenai
ayat di atas adalah setelah timbul
permasalahan terkait kesetaraan batas
keinginan untuk berumah tangga, dan siap
usia dalam menikah. Karena itu, penulis
menjadi suami dan memimpin keluarga.
mengadakan penelitian dengan judul
Hal ini tidak akan bisa berjalan sempurna,
“Kesetaraan Batas Usia Perkawinan di
jika dia belum mampu mengurus harta
Indonesia dari Perspektif Hukum Islam”.
kekayaan. Berdasarkan ketentuan umum
Pembatasan umur minimal untuk
tersebut, para fuqoha dan ahli undang-
melakukan perkawinan bagi warga negara
undang sepakat menetapkan, seseorang
pada prinsipnya dimaksudkan agar yang
diminta pertanggungjawaban atas
akan menikah diharapkan sudah memiliki
perbuatannya dan mempunyai kebebasan
kematangan berfikir, kematangan jiwa
menentukan hidupnya setelah cukup
dan kekuatan fisik yang memadai.
umur (baligh). Baligh berarti sampai
Kemungkinan keretakan rumah tangga
atau jelas, yakni anak-anak yang sudah
yang berakhir dengan perceraian dapat
sampai pada usia tertentu yang menjadi
dihindari, karena pasangan tersebut
jelas baginya segala urusan/persoalan
memiliki kesadaran dan pengertian
yang dihadapi. Pikirannya telah mampu
yang lebih matang mengenai tujuan
mempertimbangkan/memperjelas mana
perkawinan yang menekankan pada
yang baik dan mana yang buruk.17
aspek kebahagiaan lahir dan batin. Pada
Salah satu tema sentral sekaligus
prakteknya didalam masyarakat ini masih
prinsip pokok ajaran Islam adalah prinsip
banyak dijumpai sebagian masyarakat
egalitarian yakni persamaan antar
yang melangsungkan perkawinan di usia
manusia, baik laki-laki dan perempuan
dini atau di bawah umur. Perkawinan usia
maupun antar bangsa, suku, dan
dini (belia) berdasarkan keterangan di
keturunan. Hal ini diisyaratkan dalam QS.
atas adalah perkawinan antara laki-laki
al-Hujurat, 13:
atau perempuan yang belum baligh.16
‫اس إِنَّا َخلَ ْق َٰنكُم ِّمن َذكَ ٍر َوأُنث َٰى َو َج َعلْ َٰن ُك ْم شُ ُعوبًا‬ ُ ‫يَٰٓأَيُّ َها ٱل َّن‬
2. Kesetaraan Batas Usia Perkawinan
‫َوقَبَآئِ َل لِتَ َعا َرفُ ٓوا إِ َّن أَكْ َر َم ُك ْم ِعن َد ٱللَّ ِه أَتْ َقىٰ ُك ْم إِ َّن ٱللَّ َه َعلِي ٌم‬
di Indonesia dari Perspektif Hukum
Islam ‫َخ ِب ٌري‬
Penentuan batas usia bagi para pihak Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami
yang akan melangsungkan perkawinan menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
di dalam Al-Qur’an tidak ditentukan seorang perempuan dan menjadikan kamu
secara konkrit. Batasan hanya diberikan berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya
berdasarkan kualitas yang harus dinikahi
17
Hasanain Haikal, “Analisis Yuridis Normatif dan
Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 30-74/PUU-XII/2014 Tentang Batas Usia
16
Husen Muhammad, Fikih Perempuan Refleksi Kyai Perkawinan Anak (Perempuan),” Jurnal Pembaharuan
Atas Agama dan Gender. H.68. Hukum 2, no. 2 (2015). H.351.

Fitri Yanni Dewi Siregar, Jaka Kelana, Kesetaraan Batas Usia Perkawinan... 7
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya pasangan (azwâj) dalam al-Qur’an tidak
orang yang paling mulia di antara kamu di saja menyangkut manusia melainkan juga
sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa binatang QS. Al-Syura: 11, dan tumbuh-
diantara kamu.” tumbuhan QS. Thaha: 53. Bahkan kalangan
Ayat tersebut memberikan gambaran sufi menganggap makhluk-makhluk juga
kepada kita tentang persamaan antara berpasang-pasangan.20
laki-laki dan perempuan baik dalam hal Berbicara tentang kesetaraan antara
ibadah (dimensi spiritual) maupun dalam laki-laki dan perempuan berkaitan juga
aktivitas sosial (urusan karier profesional). dengan ketentuan batas usia perkawinan
Ayat tersebut juga sekaligus mengikis sebagaimana diatur dalam dalam
tuntas pandangan yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
antara keduanya terdapat perbedaan tentang Perkawinan dan Kompilasi
yang memarginalkan salah satu diantara Hukum Islam. Kesetaraan juga merupakan
keduanya. persamaan tersebut meliputi salah satu prinsip hak asasi manusia,
berbagai hal misalnya dalam bidang yakni seperangkat hak yang melekat
ibadah. Siapa yang rajin ibadah, maka pada hakikat dan keberadaan manusia
akan mendapat pahala lebih banyak tanpa sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa
melihat jenis kelaminnya. Perbedaan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
kemudian ada disebabkan kualitas nilai dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
pengabdian dan ketakwaannya kepada oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
Allah SWT.18 setiap orang demi kehormatan serta
Ayat ini juga mempertegas misi perlindungan harkat dan martabat
pokok al-Qur’an diturunkan adalah untuk manusia. Beberapa negara di dunia
membebaskan manusia dari berbagai memiliki aturan tentang batas usia minimal
bentuk diskriminasi dan penindasan, perkawinan yang setara antara laki-laki
termasuk diskriminasi seksual, warna dan perempuan yakni 18 tahun. Negara-
kulit, etnis dan ikatan-ikatan primordial negara tersebut antara lain Mesir, Irak,
lainnya. Namun demikian sekalipun Albania, Yordania, Oman, Maroko, Tunisia,
secara teoritis Al-Qur’an mengandung dan Uni Emirat Arab. Sementara, Algeria
prinsip kesetaraan antara laki-laki dan mengatur batas usia minimal perkawinan
perempuan, namun ternyata dalam baik untuk laki-laki maupun perempuan
tatanan implementasi seringkali prinsip- sama seperti Indonesia yakni 19 tahun.
prinsip tersebut terabaikan.19 Kesetaraan ini pada dasarnya telah sesuai
Satu diantara perspektif gender dengan amanat konsitusi khususnya Pasal
dalam al-Qur’an tidak sekedar mengatur 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang
keserasian relasi gender, hubungan laki- menyatakan bahwa “Segala warga negara
laki dan perempuan dalam masyarakat, bersamaan kedudukannya di dalam hukum
tetapi lebih dari itu al Qur’an juga dan pemerintahan dan wajib menjunjung
mengatur keserasian pola relasi antara hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
mikro-kosmos (manusia), makrokosmos ada kecualinya.” Kemudian juga sesuai
(alam), dan Tuhan. Konsep berpasang- dengan UU Pengesahan Konvensi Hak
Sipil dan Politik, UU Pengesahan Konvensi
18
Sarifa Suhra, “Kesetaraan Gender Dalam Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, UU
Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala
Islam,” Jurnal Al-Ulum 13, No. 2 (2013). H. 374.
19
Sarifa Suhra, “Kesetaraan Gender Dalam
Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum 20
Muhyiddin Ibn ‘Arabi, Fushûsh al-Hikam (Beirut:
Islam,” H. 374 Dâr al-Kitab al-Arabi, 1980). H. 297-298.

8 Mahakim Journal of Islamic Family Law | Vol. 5 No. 1 Januari 2021 | 1-10
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan D. Kesimpulan
dan Ratifikasi Konvensi Hak Anak. Undang-Undang perkawinan menga­
Berdasarkan pendapat jumhur fuqaha’ tur tentang banyak hal, satu diantaranya
atau mayoritas ahli hukum Islam yang yakni aturan mengenai batas usia mini­
telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan mal perkawinan. Perbedaan batas usia
bahwa batas usia akil baliq sekitar 15 minimal perkawinan antara laki-laki dan
sampai 18 tahun. Dari perspektif hukum perempuan dinilai bertentangan dengan
Islam, perbedaan batas usia minimal peraturan perundang-undangan di Indo­
perkawinan yang berbeda antara laki- nesia. Berdasarkan hal tersebut, aturan
laki dan perempuan menurut tidak ini diubah melalui Undang-undang
bertentangan dengan hukum Islam apalagi Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
batas usia minimal perkawinan tersebut atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
telah berada pada usia akil baligh yang 1974 Tentang Perkawinan. Berdasarkan
mengisyaratkan bahwasannya seseorang peraturan tersebut, maka batas usia
telah cakap hukum. minimal perkawinan antara laki-laki dan
Kesetaraan batas usia minimal perempuan disetarakan menjadi 19 tahun.
di Indonesia yakni 19 tahun tidak Besarnya peran hukum agama
bertentangan dengan hukum Islam. termasuk hukum Islam dalam hal
Selain itu, kesetaraan usia ini juga telah perkawinan di Indonesia membuat perlu
diterapkan di beberapa negara yang adanya kajian terkait kesetaraan batas
mayoritas penduduknya muslim. Aturan usia minimal perkawinan. Berdasarkan
batas minimal usia perkawinan dalam hasil kajian dalam tulisan ini, maka dapat
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 ditarik kesimpulan bahwa kesetaraan
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang batas usia minimal telah berkesuaian
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dengan hukum Islam. Dengan terbitnya
dapat juga dianggap baik dan aman peraturan perundang-undangan baru
karena telah melampaui batas usia akil yang menyetarakan batas usia minimal
baligh sebagaimana pendapat dari para perkawinan laki-laki dan perempuan,
ahli hukum Islam dan tidak bertentangan menjadi salah satu langkah positif di
dengan hukum Indonesia dan hak asasi bagi setiap warga negara Indonesia
manusia. Perbedaan batas usia minimal tak terkecuali umat Islam untuk
perkawinan bukanlah menjadi syarat memperjuangkan hak asasi manusia.
sahnya pernikahan. Adapun rukun Dalam hal ini, penulis juga berpendapat
nikah yakni ada mempelai laki-laki, ada bahwa perlu adanya revisi pada Pasal
mempelai perempuan yang halal untuk 15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam,
dinikahi, Wali Nikah Perempuan. Syarat untuk menyesuaikan batas usia minimal
sah menikah berikutnya adanya Wali perkawinan dengan Undang-undang
Nikah, Saksi Nikah, Ijab dan Qabul. Dalam Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
rukun iman tersebut tidak ada yang atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
mengatur tentang batas usia minimal Tentang Perkawinan.
perkawinan. Oleh sebab itu, dalam
perspektik HAM tentang kesetaraan batas
usia minimal masih terus dipertahankan.

Fitri Yanni Dewi Siregar, Jaka Kelana, Kesetaraan Batas Usia Perkawinan... 9
DAFTAR PUSTAKA Muhdlor, A. Zuhdi. Memahami Hukum
Perkawinan: Nikah, Talak, Cerai dan
‘Arabi, Muhyiddin Ibn. Fushûsh al-Hikam. Rujuk. Bandung: Al-Bayan, 1995.
Beirut: Dâr al-Kitab al-Arabi, 1980. Saebani, Beni Ahmad. Hukum Perdata Islam
Basyarahil, Abdul Aziz Salim. Tuntunan di Indonesia. Bandung: CV. Pustaka
Pernikahan dan Perkawinan. Jakarta: Setia, 2011.
Gema Insani, 2004. Shodikin, Akhmad. “Pandangan Hukum
Farida, Elfia. Implementasi prinsip Pokok Islam dan Hukum Nasional Tentang
Convention On The Elinination Of All Forms Batas Usia Perkawinan.” Mahkamah 9,
Discrimination againt Women (CEDAW) di No. 1, 1 Januari 2015.
Indonesia, MHH Jilid 40 No.10 Oktober Suhra, Sarifa. “Kesetaraan Gender Dalam
2011. Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya
Fatma, Yulia. “Batasan Usia Perkawinan Terhadap Hukum Islam.” Jurnal Al-
Dalam Hukum Keluarga Islam Ulum 13, No. 2, 2013.
(Perbandingan Antar Negara Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam
Muslim: Turki, Pakistan, Maroko dan di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.
Indonesia).” Jurnal Ilmiah Syari’ah 18, -
No. 2, Juli 2019.
Fuad, Ahmad Masfuful. “Ketentuan
Batas Minimal Usia Kawin: Sejarah,
Implikasi Penetapan Undang-Undang
Perkawinan.” Petita 1, No. 1, April 2016.
Haikal, Hasanain. “Analisis Yuridis
Normatif dan Hukum Islam Terhadap
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
30-74/PUU-XII/2014 Tentang Batas
Usia Perkawinan Anak (Perempuan).”
Jurnal Pembaharuan Hukum 2, No. 2,
2015.
Hatta, Moh. “Batasan Usia Perkawinan
dalam Perspektif Ulama Klasik dan
Kontemporer.” Al-Qānūn 19, No. 1, Juni
2016.
Johny, Ibrahim. Teori dan Metedologi
Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing, 2008.
Monks, dkk. Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta: Gajahmada Press, 1992.
Muhammad, Husen. Fikih Perempuan
Refleksi Kyai Atas Agama dan Gender.
Yogyakarta: LKIS, 2000.

10 Mahakim Journal of Islamic Family Law | Vol. 5 No. 1 Januari 2021 | 1-10

You might also like