Professional Documents
Culture Documents
69
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397
70 | Tinjauan Kehujahan ‘Urf terhadap Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum Islam
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397
tentang tradisi pengantin bersanding saat menjadi dasar bagi kajian-kajian ‘urf yang
ijab qabul. Fokus penelitian pada analisis sejenis.
maslahah mursalah terhadap ‘urf Penelitian ini secara umum akan
tersebut. (Mufattihin, 2018). Penelitian menganalisis Kehujahan ‘Urf Terhadap
lain tentang tradisi mbangun nikah dalam Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum
tinjauan hukum Islam. Fokus penelitian Islam, namun secara khusus akan
pada kehujahan tradisi mbangun dalam bertujuan untuk menganalisis: (1)
perspektif hukum Islam (Yustafad, 2021). kedudukan ‘urf dalam hukum Islam, (2)
Penelitian lain tentang tradisi ijab qabul kehujjahan ‘urf terhadap ijab qabul dalam
pada masyarakat Samin, Blora. Fokus lafaz bersambung dan satu tarikan nafas.
penelitian pada kehadiran sesepuh
masyarakat samin dalam proses ijab METODE PENELITIAN
qabul. (Listiawati, 2013). Penelitian ini menggunakan
Namun yang berbeda dari metode penelitian kualitatif. Jenis
penelitian ini adalah penelitian ini penelitian ini menggunakan penelitian
mengkaji ‘urf ijab qabul dalam tarikan kepustakaan (library research) yaitu
satu nafas, dan hal ini memang belum suatu penelitian dengan memusatkan
menjadi kajian pada penelitian-penelitian perhatian yang bersumber datanya
terdahulu. Sehingga hal itu jugalah yang diperoleh dari pustaka, buku-buku atau
menjadi novelty dalam penelitian ini. karya-karya tulis yang relevan dengan
Tentu fenomena itu erat kaitannya pokok permasalahan yang diteliti.
dengan hukum Islam baik yang Sumber data utama dalam
bersumber dari Al-Qur’an atau pun Hadis penelitian ini adalah kara-karya fikih
Nabi Saw, maka keduanya menjadi bermazhab imam syafi’i yang membahas
landasan dalam menentukan status tentang ‘urf dalam ijab qabul. Karya
hukum ‘urf ijab qabul dalam tarikan satu utama yang digunakan adalah ‘ianatut
nafas. thalibin yang merupakan kitab Fikih
Penelitian ini tentu memiliki dalam versi Mazhab Syafi’i. Pemilihan
kontribusi bagi umat Islam, khususnya terhadap kitab ini dengan alasan bahwa
bagi mereka yang ingin menikah atau kitab tersebut sering menjadi rujukan
juga yang berprofesi pada bidang masyarakat atau tokoh agama di satu
pernikahan. Dengan temuan penelitian daerah dalam mengambil keputusan, atau
ini masyarakat akan mendapatkan menjawab pertanyaan masyarakat yang
pemahaman tentang status hukum berkitan dengan hukum Islam. Selain itu
tersebut, dan dapat menjadikannya sumber data sekunder juga merujuk pada
sebagai pegangan atu dasar dalam karya-karya penelitian yang membahas
menyelenggarakan ijab qabul. Bahkan tentang hal itu seperti dari artikel jurnal,
tidak menutup kemungkinan juga buku, ataupun tugas akhir mahasiswa.
72 | Tinjauan Kehujahan ‘Urf terhadap Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum Islam
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397
Studi Kepustakaan
mereka tidak memahaminya dengan
(Library Research) pengertian lain”.
Menurutuistilahuahli syara’, tidak
adauperbedaan antara ‘urf dan adat.
Analisis Deskriptif Adatuperbuatan, sepertiukebiasaan umat
(descriftive analysis)
manusiauberjual beli denganutukar-
menukar secaraulangsung, tanpaubentuk
Skema 1. Alur proses penelitian
ucapan akad. Adatuucapan, seperti
74 | Tinjauan Kehujahan ‘Urf terhadap Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum Islam
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397
kepadanya dan sesuatu tersebut ijab dan qabul di antara mempelai laki-
merupakan bagian dari hakikatnya.(Az- laki dengan mempelai perempuan atau
Zuhaili, 2018). Makna akad secara umum antara pihak yang menggantikannya
berasal dari bahasa Arab berarti ikatan, seperti wakil dan wali, dan dianggap
mengikat. Dan dapat juga diartikan tidak sah semata-mata berdasarkan suka
sebagai sambungan, janji. Dalam istilah sama suka tanpa adanya akad.
hukum Islam makna akad secara khusus Jumhur ulama juga menyepakati
didefinisikan sebagai berikut: “Aqad bahwa nikah itu dianggap sah apabila
adalah pertalian antara ijab dan qabul dilakukan dengan menggunakan redaksi
yang dibenarkan oleh syara’ yang (aku mengawinkan) atau (aku
menimbulkan akibat hukum terhadap menikahkan) dari pihak mempelai
obyeknya.” (Az-Zuhaili, 2018) perempuan (wali) atau orang yang
Di dalam istilah pernikahan itu mewakilinya dan redaksi (aku terima)
sendiri, kata akad berasal dari dua kata, utau (aku ridha/setuju) dari pihak
yaitu akad dan nikah. Akad sendiri mempelai laki-laki. Dari penjelasan dan
artinya ialah perjanjian atau pernyataan, pemahaman tersebut, maka dapat
sedang nikah adalah perkawinan atau disimpulkan bahwa dengan adanya suatu
perjodohan. (Kuzari, 2015). Amir akad khususnya akad di dalam suatu
Syarifuddin mengatakan “Akad nikah pernikahan, maka membolehkan antara
adalah perjanjian yang berlangsung seorang laki-laki dengan seorang
antara dua pihak yang melangsungkan perempuan dalam hal berlaku hukum
perkawinan dalam bentuk ijab dan halalnya hubungan mereka dalam
qabul.” Maka akad pernikahan itu adalah melakukan hubungan suami isteri dari
wujud nyata perikatan antara seorang semulanya tidak dihalalkan atau haram
pria yang menjadi suami dengan seorang mereka melakukannya maka dengan
yang menjadi istri, dilakukan di depan adanya akad nikah maka menjadi halal.
dua orang saksi paling sedikit, dengan Berkaitan dengan ijab qabul dapat
menggunakan sighat ijab dan qabul. didefenisikan padanan dua suku kata
Di antara Ulama ada yang yang terdiri dari kata ijab dan qabul. Ijab
mengemukakan tentang definisi akad yaitu pernyataan pertama yang
nikah, misalnya Muhammad Syatha al dikemukakan oleh salah satu pihak, yang
Dimyathi, dalam kitabnya I’anah at- mengandung keinginan secara pasti
Thalibin “Aqad yang mengandung untuk mengikat diri. Adapun qabul
kebolehan hubungan persetubuhan adalah pernyataan pihak kedua yang
dengan kata inkah atau tazwij.” (Al- mengetahui dirinya menerima
Dimyati, 1992), Para ulama sepakat pernyataan ijab tersebut. Kemudian ijab
bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dan qabul yang disebut akad ialah
dilakukan dengan akad, yang mencakup permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai yang mewakilinya untuk dijadikan isteri
gambaran kehendaknya dalam atau teman dalam mengarungi jalan
mengadakan akad, sedangkan qabul ialah kehidupan dikemudian hari dalam ikatan
perkataan yang keluar dari pihak berakad nikah. Sebagai contoh: Ijab dari wali calon
pula, yang diucapkan setelah adanya ijab. mempelai wanita: “Hai Fulan bin Fulen,
(Ghozali, 2017). saya nikahkan Fulanah anak saya dengan
Para ulama menyepakati engkau, dengan mas kawin (mahar) .........”.
pernikahan akan dianggap sah jika Sedangkan qabul di sini adalah sesuatu
dilakukan dengan akad, yang mencakup yang keluarkan (diucapkan) kedua dari
ijab dan qabul di antara mempelai laki- pihak lain (pihak mempelai laki-laki)
laki dengan mempelai perempuan atau sebagai tanda kesepakatan dan kerelaan
antara pihak yang menggantikannya oleh sesuatu yang diwajibkan pihak
seperti wakil dan wali, dan dianggap pertama dengan tujuan mencapai
tidak sah semata-mata berdasarkan suka kesempurnaan akad. Contohnya: Qabul
sama suka tanpa adanya akad. Para dari mempelai laki-laki: “Saya terima
ulama juga sepakat bahwa nikah itu sah nikahnya Fulanah binti ......... dengan
bila dilakukan dengan menggunakan maskawin (mahar)...........”. (Pedoman
redaksi “Zauwajtu” (aku kawinkan) atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah,
“Ankahtu” (aku nikahkan) dari pihak 2004).
mempelai perempuan (wali) atau orang Adapun syarat-syarat shighat
yang mewakilinya dan redaksi “Qabiltu” akad nikah yaitu:
(aku terima) atau “Radhitu” (aku 1. Shighat akad nikah tidak boleh
ridha/setuju) dari pihak mempelai laki- digantungkan dengan sesuatu.
laki. 2. Ijab qabul tidak boleh dibatasi
Ijab dan qabul tidak sah tanpa dengan waktu.
memenuhi beberapa rukun berikut ini: 3. Ijab qabul menggunakan lafaz
1. Pihak calon mempelai yang yang berasal dari kata at-Tazwij
dinikahkan telah baligh. atau an-Nikah.
2. Pelaksanaan ijab-qabul harus pada 4. Antara pengucapan ijab dan qabul
satu tempat. harus bersambung, tidak boleh
3. Lafaz qabul seharusnya tidak dipisah dengan pemisah yang
berbeda dengan lafaz ijab. panjang.
4. Kedua belah pihak saling 5. Antara ijab qabul harus sesuai.
mendengar satu dengan lainnya 6. Ijab qabul dilaksanakan dalam
dan memahami. satu majelis.
Adapun menurut peneliti ijab Mengenai lafaz-lafaz ijab yang
disini yang dimaksudkan oleh peneliti dibenarkan penggunaannya di dalam
adalah ucapan penyerahan oleh wali atau pelaksaan akad pernikahan, ulama
76 | Tinjauan Kehujahan ‘Urf terhadap Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum Islam
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397
Syafi’iyah hanya membatasi pada dua secara hukum sudah sesuai dengan
lafaz saja, yaitu lafaz yang berasal dari ketentuan yang disyariatkan Islam dan
kata nakaẖa dan lafaz zawwaja. Adanya negara. Akan tetapi, perspektif mereka
pembatasan yang sangat ketat terhadap tentang lafaz nikah dengan satu tarikan
lafaz akad nikah dalam madzhab Syafiʻi nafas dan bersambung masih menjadi
ini disebabkan karena menurut mereka suatu polemik.
hanya kedua lafaz inilah secara pasti Pengucapan ijab qabul dalam satu
menunjukkan makna sebuah pernikahan, nafas dan bersambung memang sudah
sedangkan selain kedua lafaz tersebut menjadi tradisi bagi masyarakat Dumai
tidak menunjukkan suatu maksud dan sebagian besar daerah lain di Riau.
pernikahan, dalam kaitannya dengan Hal ini terjadi karena ada pergeseran
persaksian ijab qabul kalau menggunakan penafsiran dalil dan pendapat Mazhab
selain lafaz yang berasal dari kata nakaẖa oleh tokoh agama dan masyarakat
dan lafaz zawwaja menjadi sebab terdahulu. Dikarenakan mazhab yang
ketidaksahan persaksian akad nikah dianut oleh sebagian besar masyarakat
karena terjadi ketidak jelasan maksud Dumai dan Riau adalah mazhab Syafi’i,
dari kedua belah pihak yang melakukan maka dalam memaknai larangan adanya
akad. (Jaziri, 2008). jeda waktu antara ijab dan qabul oleh
beliau, menimbulkan penafsiran dari para
Keharusan bersambungnya Lafaz Ijab tokoh agama dan masyarakat adat di Riau
Qabul dalam Tradisi di Masyarakat juga beberapa daerah lain di Indonesia-
Peraturan tentang pelafalan ijab untuk mewajibkan tradisi ijab qabul
dan qabul yang berlaku di tengah-tengah dalam satu tarikan nafas dan harus
masyarakat Dumai adalah bahwa bersambung dalam prosesi akad nikah.
pelafalan ijab dan qabul harus (Maulana, 2022).
dilaksanakan dalam satu tarikan nafas Tradisi itu telah diwariskan secara
dan bersambung tanpa jeda. Bila hal itu turun-temurun dari dulu sampai
terpenuhi, akad nikahnya dihukumi sah sekarang. Akibat yang ditimbulkan dari
dan sebaliknya. Hal ini kerap kali adanya ‘urf tersebut, membuatnya
membawa dampak negatif pada prosesi menjadi seolah-olah sebagai perbuatan
akad seperti banyak pengulangan mutlak yang harus ada di dalam akad
pelafalan ijab dan qabul dan ketakutan nikah. Jika tidak dilakukan, maka
serta rasa grogi dari calon mempelai pria. dianggap pernikahannya tidak sah.
Di samping itu, terdapat perbedaan Sehingga dapat dikatakan bahwa posisi
redaksi pelafalan disana walaupun hal itu tradisi tersebut hampir sama dengan
tidak berdampak negatif dengan catatan rukun nikah. Padahal sebenarnya
lafaz tersebut mengandung kata nikah tidaklah demikian. Tentu jika ingin
atau kawin dan dapat saling dipahami merubahnya bukanlah perkara mudah.
maknanya. Prosesi akad nikah di Dumai
78 | Tinjauan Kehujahan ‘Urf terhadap Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum Islam
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397
lelaki sempat terdiam lama (selang waktu sehingga tidak boleh dihalangi oleh
yang lama) maka tetap sah akad tersebut apapun bentuknya termasuk hal-hal yang
selama tidak diselingi oleh aktivitas atau diperbolehkan dalam agama seperti
kalimat lain. (Fitri, 2021). khutbah nikah dan lain-lain. (Langsa,
Sedangkan Imam Syafi’i memberi 2021).
syarat agar jeda waktu antara ijab dan Adapun hukum orang yang
qabul tidak lama. Jika jedanya lama maka melakukan praktek ijab qabul dengan
dapat merusak akad. Karena jeda yang satu kali tarikan nafas serta harus
lama dapat mengeluarkan kalimat qabul bersambung ini hukumnya menurut
dari koridor sebagai jawaban atas kalimat kajian-kajian ilmiah dari sejumlah tokoh
ijab. Imam Syafi’i memberi contoh agama dan tokoh masyarakat adalah jaiz,
pelaksanaan ijab qabul yang diselingi yaitu boleh dilakukan dan boleh
oleh sesuatu walaupun khutbah nikah ditinggalkan. Namun mereka juga sepakat
dari si wali, umpamanya : “Aku kawinkan bahwa hal semacam ini bukanlah menjadi
kamu”, lalu mempelai laki-laki menjawab: syarat muthlak dalam pelaksanaan ijab
“Bismillah, alhamdulillah, washsholatu qabul yang menentukan sah tidaknya
wassalamu’ ala Rasulillah wa ala alihi akad tersebut. Dengan demikian berarti
wamau walah, aku terima akad hal tersebut menunjukkan bahwa
nikahnya”. Dalam hal ini Imam Syafi’i kehujjahan ‘urf terhadap pelaksanaan
berpendapat bahwa itu tidak sah karena ijab qabul adalah tetap diterima selama
ijab dan qabul sudah diselingi dengan tidak bertentangan dengan hukum Islam.
kegiatan lainnya, walaupun khutbah (Shalawati, 2021).
nikah yang merupakan hal yang positif
dan baik untuk kedua mempelai. Imam SIMPULAN
Syafi’i menambahkan bahwa dalam Berdasarkan penjelasan di atas dapat
pelaksanaan ijab qabul itu disyaratkan disimpulkan bahwa keduduan ijab qabul
harus dilakukan dalam satu tempat dalam pernikahan merupakan sesuatu
sehingga keduanya dituntut untuk saling yang urgen dan keharusan, bahkan tak
berhadapan secara langsung agar dalam sah tanpa ada ijab qabul. Pada tradisi adat
ucapan ijab dan qabul tidak ada masyarakat (‘urf) yang berlaku turun
penyelangan dalam bentuk apapun yang temurun, terdapat keharusan adanya satu
dikhawatirkan dapat merusak nilai tarikan nafas dan bersambung dalam
kesakralan ijab qabul itu sendiri. pengucapan ijab qabul untuk dianggap
Imam Syafi’i memberi alasan bahwa sebagai sahnya pernikahan tersebut. Hal
ijab itu merupakan rangkaian satu ini telah berlaku awam pada masyarakat
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan muslim di Provinsi Riau, khususnya Kota
dengan apapun juga dan dalam Dumai dan beberapa daerah lainnya.
pelaksanaannya harus bersambung Adapun kehujjahan ‘urf terhadap
pelaksanaan ijab qabul adalah tetap Jaziri, A. R. al. (2008). Kitab Al Fiqh Al
diterima selama tidak bertentangan Mazahib Al Arba’ah. Dar Al-Fikr.
dengan hukum Islam. Diterima dalam arti Khallaf, A. W. (2013). Ilmu Ushul Fikih
perbuatan tersebut bersifat jaiz dan tidak Kaidah Hukum Islam. Pustaka Amani.
mengalahkan hukum Islam, dalam artian Kuzari, A. (2015). Nikah Sebagai
tidak mengambil alih posisi rukun Perikatan. Raja Grafindo Persada.
pernikahan dan tidak pula harus Langsa, P. U. K. (2021). Sige Tareik Nafah:
dipaksakan menjadi syarat sah Pengucapan Ijab-Qabul dalam Pernikahan.
pernikahan, karena ianya hanyalah Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan
Perundang-Undangan, 8(1), 127–143.
sebuah ‘urf yang sudah berkembang di https://doi.org/10.32505/qadha.v8i2.336
masyarakat. 7
80 | Tinjauan Kehujahan ‘Urf terhadap Ijab Qabul dalam Perspektif Hukum Islam
Al-Fikru: Jurnal Ilmiah, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni 2022 ●p-ISSN: 1978-1326 ●e- ISSN: 2721-4397