Professional Documents
Culture Documents
Putra Halomoan
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan
Jl. H.T. Rizal Nurdin Km. 4,5 Sihitang, Padangsidimpuan 22733
e-mail: putrahsb.halomoan@gmail.com
Abstract: In Islamic marriage system, mahar is one of the prior concern although it is not any of
rules (rukun) of the marriage itself. Etymologically, mahar means dowry.
Terminologically, it refers to something which is given by a husband to his wife as
replacement or guarantee from him from what he takes from her. It can be either in
form of things or sevices (such as setting slaves free, teaching, etc. Basically, mahar is
genuinely the right of a wife. That means it is the wife that determines what and how
many/much she wants it to be given to her. Even if she does not want anything for her
mahar, a husband does not need to force to provide it. However, if his wife requires him
to give her mahar, it should be whole and kind hearted gift to her. This reasonable
since mahar symbolizes deep and true feeling of love and legal evidence of bond between
a husband and a wife. However, in its implementation, mahar is not a simple as it
may seem. Involving traditional and religious leaders in determining and approving
mahar (as in Binabo Julu village) made few marriages postponed, unregistered (siri) or
even cancelled. This also indicates that mahar potentially gives unexpected impacts
toward the marriage it self
sendiri, supaya kamu cenderung dan apabila dimaafkan saja oleh sang
merasa tentram kepada-Nya, dan calon istri maka hilanglah kewajiban
dijadikan-Nya diantaramu rasa suami untuk memberikannya.
kasihsayang. Sesungguhnya pada Maskawin atau mahar tersebut boleh
yang demikian itu terdapat tanda- dimanfa’atkan oleh suami selama itu
tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. atas izin istri.
ar-Ruum [30]: 21) (Departemen Di dalam buku yang lain
Agama Republik Indonesia, t.th.: dijelaskan ”Seorang laki-laki harus
25). memberikan mahar yang
Dapat dipahami bahwa Allah disukainya. Jika si istri berbaik hati
SWT memberikan rahmat-Nya dengan memberikan mahar atau
dengan perkawinan agar manusia memberikan sebahagiannya, setelah
dapat meneruskan keturunan dan mahar itu disebutkan kuantitasnya,
menyalurkan kebutuhan biologisnya maka suami dapat memakannya
secara baik dan benar dalam rangka sebagai makanan yang halal dan
pengabdian diri kepada Allah SWT. baik”. Sebagaimana firman Allah
Selain itu perkawinan juga bertujuan SWT:
ِ ِ ِ ِ
َ ْ ص ُدقَت ِه َّن ْنلَةً ۟ فَِإن ط
untuk memperoleh kedamaian,
ْب لَ ُك ْم َ ََوءَاتُوا۟ ٱلن َساء
kebahagiaan, dan ikatan kekerabatan
di antara suami istri. Islam َعن َش ْى ٍء ِمْنهُ نَ ْف ًسا فَ ُكلُوهُ َهنِيًا َّم ِريًا
menganjurkan bahwa apabila suatu
perkawinan dianggap sah Dan berikanlah kepada perempuan
dilaksanakan oleh seseorang sesuai itu maskawin mereka sebagai
dengan ajaran agama Islam, yaitu pemberian, maka apabila mereka
dengan memenuhi unsur rukun dan berbaik hati kepadamu (rela hatinya)
syarat nikah (Nelli Jumni, 2008: 65). tentang suatu yang kamu berikan itu,
makanlah olehmu harta itu secara
Dalam pelaksanaan
senang hati pula. (Q.S. an-Nisa [4]:
perkawinan Islam mahar merupakan
4) (Departemen Agama Republik
prioritas utama sekalipun mahar
Indonesia, 1989: 46).
tidak termasuk dalam kategori
rukun nikah. Maskawin disebut juga Adapun ketetapan dari
dengan mahar, sadag, nihlah dan Rasulullah tentang mahar ini adalah
faridah. Menurut istilah syarak termaktub dalam kitab Shahih
maskawin artinya suatu yang Bukhari dan Shohih Muslim yang
diberikan oleh laki-laki kepada artinya sebagai berikut :
istrinya sebagai tukaran atau Bahwa Nabi SAW melihat pada diri
jaminan bagi suatu apa yang Abdurrahman bin Auf bekas warna
diterima darinya (Dedi Rohayana, kuning, lalu Nabi bertanya, apa ini?
2008: 35). ia menjawab aku mengawini seorang
Maskawin atau mahar adalah wanita dengan maskawin satu biji
merupakan hak calon istri, banyak Emas, lalu Nabi SAW bersabda
sedikitnya maskawin atau mahar mudah-mudahan Allah SWT
tersebut tergantung pada kehendak memberikan keberkahan kepadamu.
atau kemauaan calon istri itu sendiri, ini adalah ketetapan dari Nabi SAW.
Putra Halomoan, Penetapan Mahar terhadap Kelangsungan Pernikahan… 109
Dan jika kamu ingin mengganti ulama madzhab ada dua macam
istrimu dengan yang lain, sedangkan sebagaimana disebutkan oleh Ibn
kamu telah memberikan kepada Rusyd, yaitu: (Sayyid Quthb, 2001:
seseorang di antara mereka harta 34)
yang banyak, maka janganlah kamu 1. Ketidakjelasan akad nikah itu
mengambil kembali darinya barang sendiri antara kedudukannya
sedikit pun. Apakah kamu akan sebagai salah satu jenis
mengambil dengan tuduhan yang pertukaran, karena yang dijadikan
dusta dan dengan (menanggung) adalah kerelaan menerima ganti,
dosa yang nyata (Q.S. an-Nisa’ [4]: baik sedikit maupun banyak,
20) . seperti halnya dalam jual beli dan
Kemudian ulama mazhab kedudukannya sebagai ibadah
berbeda pendapat dengan yang sudah ada ketentuannya.
rendahnya mahar tersebut. Demikian itu kalau ditinjau dari
Syafi’i, Hambali, dan Imamiyah segi bahwa dengan mahar itu laki-
berpendapat bahwa tidak ada batas laki dapat memiliki jasa wanita itu
minimalnya. Mereka mengambil selamanya, maka perkawinan itu
dalil Hadits Rasulullah SAW. mirip dengan pertukaran. Tetapi
Kawinlah engkau walupun dengan ditinjau dari segi adanya larangan
maskawin cincin dari besi. (HR. al- mengadakan persetujuan untuk
Bukhari). meniadakan mahar, maka mahar
itu mirip dengan ibadah.
Hanafi berpendapat bahwa
2. Adanya pertentangan antara qiyas
jumlah minimal mahar adalah
yang menghendaki adanya
sepuluh dirham. Kalau suatu akad
pembatasan mahar dengan
yang dilakukan dengan mahar
mafhum hadits yang tidak
kurang dari itu, maka akad tetap
menghendaki adanya
sah, dan wajib membayar sepuluh
pembatasan. Qiyas yang
dirham.
menghendaki adanya pembatasan
Maliki mengatakan jumlah
mahar adalah seperti pernikahan
minimal mahar adalah tiga dirham.
itu ibadah, sedangkan ibadah itu
Kalau akad dilakukan dengan mahar
sudah ada ketentuannya.
kurang dari hal tersebut, kemudian
terjadi percampuran, maka suami Penetapan Mahar dalam Islam
harus membayar tiga dirham. Tetapi
apabila belum bercampur maka Penetapan mahar adalah salah
suami boleh memilih antara satu dari adat istiadat, dengan
membayar tiga dirham (dengan demikian hukum Islam mengatur
melanjutkan perkawinan) atau hal tersebut dalam ‘urf (adat istiadat
memfasakh akad, lalu membayar ).
mahar musamma. Kata ’urf secara etimologi
Adapun faktor penyebab adalah sesuatu yang dipandang baik
perbedaan pendapat tentang kadar dan diterima oleh akal sehat.
(ketentuan mahar) di kalangan Sedangkan secara terminologi,
2 JURIS Volume 14, Nomor 2 (Juli-Desember 2015)
Dedi Rohayana, Ade, 2008. Ilmu Mubarok, Jaih, 2002. Kaidah Fiqh
Qowa’id Fiqhiyyah Kaidah-kaidah Sejarah dan Kaidah Asasi, Jakarta
Hukum Islam, Jakarta : Gaya : Raja Grafindi Persada, ed. 1,
Media Pratama, cet. Ke-1. Cet. Ke-1.
Farid Muhammad Washil, Nashr, Mu’in, A, dkk, 1986. Ushul Fiqh
Abdul Aziz Muhammad Qaidah-qaidah Istinbath dan
Azzam, 2009. Qowa’id Fiqhiyyah, Ijtihad ( Jakarta : Dirjen.
Jakarta : Amzah, Cet. Ke-2. Pembinaan Kelembagaan
Ghazaly, Abd. Rahman, 2006. Fiqh Agama Islam Departemen
Munakahat, Jakarta: Kencana, Agama.
ed. 1, cet. Ke-1 Nasib ar-Rifa’i, 1999. Muhammad,
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Hajar, Ibnu, al’Asqolani, tt` Bulughul
Marom min adallatil Ahkam, Jakarta : Gema Insani, Cet ke-1,
Jilid 1.
Jeddah : Alharomaini
Liththoba’ati Wannasyri Nelli Jumni, M. Ag, 2008. Fiqh
Wattauzi’i. Munakahat, Pekanbaru : Suska
Press.
Ibnu Taimiyah, Taqiyuddin, Imam
al’ Alamah, Penerjemah Sayyid Quthb, Syahid, Penerjemah :
Rusnan Yahya, 1997. Hukum- As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim
hukum Perkawinan, Jakarta : Basyarahil dan Muchotob
Pustaka Al-Kautsar, Cet. Ke-1 Hasan, 2001. Tafsir Fi Zhilalil
Qur an,( Jakarta : Gema Insani
Jawad Mughniyah, Muhammad,
2001. Fiqih Lima Mazhab, Jakarta Press, Cet.Ke- 1
: PT. Lentara.
Mas’ud, Ibnu, 2000. Fiqih Madzhab
Syafi’i, Bandung : CV. Pustaka
Setia, Cet. ke-1, jilid 2.