You are on page 1of 20

P A N C A SI L A SE B A G A I L A N D A S A N P E N GE M B A N GA N I L M U

B A GI A N 2

Dosen Penga mpu :


F I C KY D E WI I X F I N A, M . P d .

Disu sun Oleh :


H U S N U AT H O I L L AH (202212126111)

F A H R I Z A L A Z H A R P R AT A M A (202212126112)
RIZQI AKBAR (202212126119)

PROGRAM STUDI PENDIDI KAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


JURUSAN TARBI YAH
SEKOLAH TINGGI AG AMA ISLAM AL FITRAH
SURAB AYA
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirraahiim

P u j a d a n p u j i s yu k u r a t a s k e h a d i r a t A l l a h S W T a t a s

b e r k a t l i m p a h a n r a h m a t d a n h i d a ya h - N ya , s e h i n g g a p e nu l i s

dapat me n ye l e s a i k a n mak a la h ya n g be r j u d u l “ Pancasila

S e b a g a i L a n d a s a n P e n g e m b a n g a n I l m u B a g i a n 2 ” i n i d e ng a n

b a i k . D e ng a n ha r a p a n p e m b a c a m a u p u n p e n u l i s m e n d a p a t k a n

ma n fa at dan k e b e r k a ha n dari mak a la h in i, jug a supa ya

m e n d a p a t k a n k e m e n a ng a n d a n k e s e l a m a t a n p a d a ha r i k i a m a t

n a nt i.

S ho l a w a t s e r t a s a l a m , s e na nt i a s a t e r u t u j u k e p a d a b a g i n d a

p e m b a w a r i s a l a h k e s u c i a n , ju n j u n g a n k it a ya it u B a g i n d a N a b i

Mu ha mma d SAW ya n g se la lu me n jad i suri t au la da n ba g i

k e h i d u p a n m a n u s i a k h u s u s n ya u m a t m u s l i m s e p a n j a n g z a m a n .

S e mo g a k it a s e m u a d a p a t me n d a p a t k a n s ya f a a t n ya d i Y a u m i l

A k h i r , Aa m i i n .

T a k lu p a u c a p a n t e r i m a k a s i h p e nu l i s k e p a d a s e m u a

p i h a k ya n g s u d a h be r p a r t i s i p a s i d a l a m p r o s e s p e n ye l e s a i a n

m a k a l a h i n i . P e nu l i s j u g a m e n ya d a r i ma s i h b a n ya k t e r d a p a t

k e s a l a h a n ba i k d a l a m p e n u l i s a n m a u p u n p e n ya j i a n m a t e r i n ya .

H a l t e r s e b u t bu k a n l a h s e b u a h u n s u r k e s e n g a j a a n m e l a i n k a n

m a s i h t e r ba t a s n ya k e m a m p u a n p e n u l i s d a l a m p r o s e s p e m b u a t a n

ii
m a k a l a h t e r s e b u t . D e ng a n d e m i k i a n p e nu l i s m o ho n s a r a n d a n

k r it i k d a r i p e m b a c a a g a r k e d e p a n p e n u l i s d a p a t me m b u a t le b i h

ba ik la g i.

S u r a ba ya , 2 8 N o ve m b e r 2 0 2 2

P e nu l i s

iii
DAFTAR IS I

KATA PENGATAR…………………………………………………i i

DAFTAR IS I…………………………………………………………iv

BAB I PENDAH ULUAN……………………………………………1

A. L a t a r B e l a k a ng … … … … … … … … … … … … … . … … … … . 1

B. Ru mu sa n Masa la h……… …………… ……………… … .…2

BAB II PEM BAHASAN……………………………………… ..…..3

A. P e n g e r t i a n I l m u P e ng e t a h u a n … … … … … … … . . … . … … 3

B . Ko n s e p D a s a r P a n c a s i l a … … … … … . . … . … … … . . … . . … 5

C. Re le va nsi Pa nca sila S e baga i La nda sa n Pe nge mba nga n

I l m u P e ng e t a h u a n … … … … … … … … … … … . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

BAB III PENUTUP………………………………………… ..…….15

Kes impu la n… ………… …………… …… …………… ..…….15

DAFTAR PUSAKA…………………………………………… ……16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Lata r B e la kang
Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, maka Pancasila
mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Fungsi dan peranan itu terus berkembang sesuai dengan
tuntutan zaman. Itulah sebabnya, Pancasila memiliki berbagai predikat sebagai
sebutan nama yang menggambarkan fungsi dan peranannya.

Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah


dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan
dalam Pembukaan UUD 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan
negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam
segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara negara, bersama-sama
segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia

Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya


dan agama dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
mengakomodir seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu,
perumusan Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu bagi aktivitas ilmiah di
Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Sebab, pengembangan ilmu
yang terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme,
seperti yang terjadi pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki
akar budaya dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan
masyarakat sehingga manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada ideologi
bangsa, sama halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan
orientasi yang jelas.

1
Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu di Indonesia, maka perlu dikaji
kebenaran yang khas menurut Pancasila terlebih dahulu. Sebab Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara akan selalu menjadi ukuran bagi setiap sikap
dan perbuatan, termasuk kegiatan para ilmuwan dengan produk ilmunya.

Terkait dengan masalah kebenaran, sejak dahulu selalu menyertai setiap


kegiatan ilmiah. Hal yang demikian ini karena pada ilmu, baik sebagai satu sistem
maupun proses senantiasa ditujukan untuk mencapai kebenaran. Secara historis
dapat diketahui, bahwa dalam hal kebenaran sudah ada tiga paham tradisional
yang besar, yaitu paham koherensi, korepondensi, dan pragmatik. Tetapi timbul
masalah lain, yaitu seandainya hendak berpikir secara sistematik sekaligus
sintetik, maka kiranya ketiga macam paham tersebut dapat dipadukan dalam satu
kerangka yang seluas-luasnya. Sehingga diharapkan dapat merangkum segenap
paham yang lain.

B . Rumusan M a sa lah

Adapun ru mu sa n ma sa la h ya ng d isimp u lk a n dar i


p e n j a b a r a n d i a t a s s e ba g a i be r i k u t .
1 . P e ng e r t i a n I l m u P e ng e t a h u a n
2 . B a g a i a m a n a Ko n s e p D a s a r P a n c a s i l a ?
3.Bag a ima na Re le va nsi P a nc a s i l a Sebagai L a nd a s a n
P e ng e t a hu a n I l m u P e ng e t a h u a n ?

2
BAB II
PEMBAHAS AN

A . P e n g e rt i a n l l m u P e n g e t a h u a n
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala
perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya, atau hasil
usaha manusia untuk memahami suatu obyek tertentu. Cabang filsafat yang
membahas pengetahuan disebut Epistemologi. Istilah lain dalam kepustakaan
filsafat dari epistemologi adalah Filsafat pengetahuan, Gnosiologi, Kritika
pengetahuan, logika material, teori pengetahuan, kriteriologi. Epistemologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan validity
pengetahuan.

Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal
dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari,
mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti
sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik.

Sedangkan Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu


pada tiga hal, yaitu : produk, proses, masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai
produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh
masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-
kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk
diteliti, diuji dan dibantah oleh seseorang. 1

Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya kegiatan kemasyarakatan yang


dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya,
bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam

1
Surajiyo, “Teori Kebenaran Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu” dalam Universitas
Indaprasta PGRI (No. 1, Vol.6 November 2022), 3.

3
proses ini adalah analisisrasional, obyektif, sejauh mungkin ‘impersonal’ dari
masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati.

Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak


tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan
yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.

Van Melsen mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu, yaitu : 2

1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang


secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode)
maupun harus (susunan logis).
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan
tanggung jawab ilmuwan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan.
4. Obyektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh obyek dan tidak didistorsi
oleh prasangka-prasangka subyektif.
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
1. bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6. Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh
sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan
problem-problem baru lagi.
7. Kritis, artinya tidak ada teori yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu
peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertauan
antara teori dengan praktis.

2
Ibid., 4.

4
B . K onsep Da sa r Panc asi la
Pembahasan tentang apa itu kebanaran dalam konteks Pancasila, secara
tegas tidak banyak terungkap dalam literatur-literatur tekstual. Namun, pengkajian
Pancasila dalam wilayah keilmiahan bukanlah sesuatu yang baru. Salah satu tokoh
pemikir yang banyak mengkaji Pancasila, Notonagoro, telah memberikan dasar-
dasar pada kita dalam menafsirkan Pancasila secara ilmiah. Ada tiga alasan yang
menjadi landasan perlunya Pancasila ditelusuri secara ilmiah yakni: 3
1. Menteri Roeslan Abdulgani yang pada seminar Manipol di Bandung pada
tanggal 28 Januari 1961 menyatakan bahwa Presiden Soekarno
menghendaki penarikan ke atas (perumusan teori Pancasila, khususnya
Filsafat Pancasila) dan penarikan ke bawah ajaran Pancasila (tingkat
penjabaran dan pelaksanaannya, yang boleh disebut dengan sikap hidup).
2. Jawaban Presiden Soekarno dalam rapat DPA sebelum 28 Januari 1961
yang menegaskan bahwa Sosialisme Indonesia dan ajaran Pancasila
bersifat ilmiah dan religius. Ilmiah dalam arti: 1) suatu ajaran ilmiah, yang
bersifat khusus berlaku bagi waktu, tempat, keadaan, golongan manusia,
atau bangsa tertentu; 2) lebih tinggi tingkatnya daripada itu ialah suatu
teori ilmiah yang meliputi segala faktor tadi yang lebih luas; dan 3) tingkat
yang lebih tinggi lagi ialah sistem kefilsafatan yang terluas dalam segala
faktornya, sampai dapat mencapai tingkat dan luas yang abstrak, umum,
dan universal.
3. Ketetapan MPRS no. II/MPRS/1960/ yang menentukan tentang
pembangunan mental berdasarkan Pancasila yang menghendaki pula
berfikir secara abstrak, secara ilmiah dan secara filsafati terhadap
Pancasila.

Filsafat Pancasila, menurut Notonagoro, menjadi penting sebab “tidak ada


bahan yang resmi untuk mengetahui isi daripada lima asas yang dimaksudkan.”
Berdasarkan pada pendapat Notonagoro dan tiga alasan tersebut, menjadikan
setiap persolan mengenai segala hal dalam ranah ilmiah yang kemudian dikaitkan

3
Ibid., 5.

5
dengan Pancasila harus mengacu pada lima sila dalam Pancasila, termasuk
mengenai kebenaran, yakni: 4

Ke-Tuhanan

Menurut Notonagoro, sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa mengandung isi


arti mutlak, bahwa dalam Negara Republik Indonesia tidak ada tempat bagi
pertentangan dalam hal ke-Tuhanan atau keagamaan, bagi sikap dan perbuatan
anti-Ketuhanan atau anti keagamaan dan bagi paksaan agama. Pertentangan dalam
hal ke-Tuhanan pada dasarnya berasal dari dunia Barat yang bersumber pada
pengaruh hasil ilmu pengetahuan alam kodrat.

Berdasarkan tafsir Notonagoro ini, maka kebenaran dalam konteks


Pancasila dipahami atau dimaknai sebagai tiadanya pertentangan dengan Tuhan.
Dalam makna yang lain, kebenaran adalah kesesuaian dengan nilainilai
ketuhanan. Hidup yang benar apabila kehidupan yang dijalani mengandung
harmonisasi dengan kehendak Tuhan. Hal ini tentu berbeda dengan dunia ilmu
pengetahuan di Barat yang seringkali mengabaikan harmonisasi dengan kehendak
dalam mencapai kebenaran. Makna kebenaran ini sangat berbeda dengan yang
berlaku di Barat. Teori kebenaran korespondensi, misalnya, yang menyatakan
bahwa kebenaran adalah kesesuaian dengan fakta (fact).

Mengenai kebenaran akan adanya Tuhan, seperti Aristoteles, Pancasila


dalam tafsir Notonagoro memaknai Tuhan sebagai causa prima. Dia mangatakan:
”Hakekat Tuhan adalah causa prima, dan unsur-unsur hakekat yang terkandung
dalam causa prima.” Namun tentunya, Pancasila tidak mengandung dualisme
materi dan bentuk dalam filsafat Aristoteles.

Kemanusiaan

Kebenaran adalah aktualisasi atau perwujudan dan terpenuhinya hakekat


manusia. Notonagoro menyatakan, sila kedua dari Pancasila mengandung cita-cita
kemanusiaan, yang lengkap sempurna memenuhi hakekat manusia.

4
Ibid., 5-7.

6
Hakekat yang dimaksud dalam hal ini meliputi: bhinneka-tunggal dan
majemuktunggal atau monopluralis. Hakekat bhinneka-tunggal menunjukkan
bahwa pada manusia terdapat gejala-gejala alam atau proses-proses fisis, gejala-
gejala vegetatif, dan gejala-gejala animal. Selain itu, berbeda dengan tumbuh-
tumbuhan dan hewan, manusia memiliki kemampuan berpikir, berasa, dan
berkehendak. Sedangkan hakekat majemuk-tungal atau monopluralis
menunjukkan bahwa hakekat manusia itu adalah untuk melakukan perbuatan lahir
dan batin atas dorongan kehendak, berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan
rasa untuk memenuhi hasrathasrat sebagai ketunggalan, yang ketubuhan, yang
kejiwaan, yang perseorangan, yang kemakhlukan sosial, yang berkepribadian
berdiri sendiri, yang kemakhlukan Tuhan.

Sesuatu hal dikatakan benar apabila sesuatu itu mendorong pada semakin
menguatnya nilai-nilai kemanusiaan. Segala upaya mencapai tujuan dengan
menghalalkan segala cara tidak mendapatkan tempat dalam Pancasila. Sebagai
refleksi, Niccolo Machiavelli. Baginya menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan dapat dibenarkan.

Persatuan

Notonagoro menyatakan, sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah dan


Negara Indonesia yang terkandung dalam sila ketiga, dengan segala perbedaan
dan pertentangan di dalamnya, memenuhi sifat hakekat daripada satu, yaitu
mutlak tidak dapat dibagi. Segala perbedaan dan pertentangan adalah hal yang
biasa yang justru pasti dapat disalurkan untuk memelihara dan mengembangkan
kesatuan kebangsaan.

Berangkat dari pemahaman di atas tersebut, maka kebenaran adalah suatu


hal yang satu, tidak dapat dibagi-bagi. Namun, untuk mencapai kebenaran tidak
berarti menutup segala bentuk dinamika pemikiran. Pertentangan dan perbedaaan
adalah niscaya sebagai bagian dari proses menuju yang satu, yang benar. Karena
itulah, demokrasi memiliki tempat dalam aktualisasi nilai-nilai pancasila.

7
Keadilan

Kebenaran adalah terpenuhinya hakekat keadilan (adil). Inilah makna


kebenaran dalam Pancasila yang bersumber dari sila kelima. Hakekat daripada
adil menurut pengertian ilmiah, yaitu terpenuhinya segala sesuatu yang telah
merupakan suatu hak dalam hidup bersama sebagai sifat hubungan antara satu
dengan yang lain, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam
hubungan antara satu dengan yang lain adalah wajib. Sehingga, kebenaran dalam
konteks Pancasila merupakan kebenaran yang memiliki keterkaitan dengan
moralitas.

Pemahaman Pancasila secara filosofis, akan mengingatkan kita semua


bahwa Pancasila bukanlah sekedar suatu konsensus politik, melainkan juga
sebagai suatu konsensus filosofis/moral yang mengandung suatu komitmen
transendental yang menjanjikan persatuan dan kesatuan sikap, serta pandangan
kita dalam menyambut masa depan gemilang yang kita cita-citakan bersama.
Sebagai filsafat atau pandangan hidup, Pancasila bermakna jauh lebih luas dan
lebih dalam daripada sekedar pragmatisme.

8
C. Relevan si Pancasi la Sebag ai La ndasan Peng embang an
Ilmu Penget ahuan

1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu 5

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat


mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa
setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai
Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa
nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di
Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara
berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap
pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia
sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian
ilmu).
Keempat pengertian Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
sebagaimana dikemukakan di atas mengandung konsekuensi yang berbeda-beda.
Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri
berkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi
dengan nilai-nilai Pancasila.

6
2. Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri


ke dalam hal-hal sebagai berikut;

5
Rahmah Ningsih, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu (Universitas Esa
Unggul 2019 ), 215.
6
Ibid., 216.

9
Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia
dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara
pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi
yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan
keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan


hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di
masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para
ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia.

Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politik


global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti
spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh
karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal
pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa
Indonesia.

3. Pancasila sebagai sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi

pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi 7

Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan


nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada
hakikatnya Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung arti
bahwa segala aspek pembangunan harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional
untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar
hakikat manusia. Oleh karena itu pembangunan nasional harus meliputi aspek
jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek individu, aspek
makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.

7
Ibid., 218.

10
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat
dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan iptek demi
kesejahteraan hidup manusia. Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia
harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai,
kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.

Menurut Kaelan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-


silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi
pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sila-sila dalam
Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek yakni :

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu pengetahuan,


mencipta, perimbangan antara rasional dengan irrasional, antara akal, rasa,
dan kehendak. Berdasarkan sila pertama ini iptek tidak hanya memikirkan
apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga
dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia
dengan sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan pelestarian. Sila pertama
menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan
sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasardasar
moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan iptek haruslah secara
beradab. Iptek adalah bagian dari proses budaya manusia yang beradab
dan bermoral. Oleh sebab itu, pembangunan iptek harus didasarkan pada
hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia Iptek harus dapat
diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan
menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat
dari penggunaan iptek.
c. Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia
bahwa rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek,
dengan iptek persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud dan

11
terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah di berbagai daerah
terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek. Oleh sebab itu, Iptek
harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan
bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat internasional.
d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara
demokratis. Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk
mengembangkan iptek. Selain itu dalam pengembangan iptek setiap
ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain
dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik,
dikaji ulanh maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
e. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kemajuan iptek harus
dapat menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan,
yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan
masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.

4. Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu. 8

Hakikat Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan


Prof. Wahyudi Sediawan dalam Simposium dan sarasehan Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, sebagai berikut:

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa


manusia hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan
menentukan kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah
manusia diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk
membuat kerusakan di bumi. Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dan
keinsinyuran, seperti: menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat, bertanggung jawab, etis dan taat

8
Ibid., 220.

12
aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan kemanfaatan professional,
dan lain-lain, adalah suatu manifestasi perbuatan untuk kebaikan tersebut.
Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang dimiliki dengan baik sesuai
dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri anugrah Tuhan.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik
bersifat universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia.
Asas kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap
manusia harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki
keinginan, seperti kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai,
mengeluarkan pendapat, berperan nyata dalam lingkungannya, bekerja sesuai
kemampuannya yang tertinggi. Hakikat kodrat manusia yang bersifat mono-
pluralis, sebagaimana dikemukakan Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa dan raga
(susunan kodrat), makhluk individu dan sosial (sifat kodrat), dan makhluk Tuhan
dan otonom (kedudukan kodrat) memerlukan keseimbangan agar dapat
menyempurnakan kualitas kemanusiaannya.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagi


kelangsungan Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan
dan ahli teknik Indonesia perlu menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini
dalam tugas-tugas profesionalnya. Kerja sama yang sinergis antar individu dengan
kelebihan dan kekurangannya masing-masing akan menghasilkan produktivitas
yang lebih tinggi daripada penjumlahan produktivitas individunya. Suatu
pekerjaan atau tugas yang dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme
yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih optimal. Sila keempat,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang
mengandung arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh
dan untuk semua rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban yang sama terhadap negara. Demikian pula halnya dengan ilmuwan
dan ahli teknik wajib memberikan kontribusi sebasar-besarnya sesuai kemampuan
untuk kemajuan negara.

13
Sila keempat ini juga memberi arahan dalam manajemen keputusan, baik
pada tingkat nasional, regional maupun lingkup yang lebih sempit. Manajemen
keputusan yang dilandasi semangat musyawarah akan mendatangkan hasil yang
lebih baik karena dapat melibatkan semua pihak dengan penuh kerelaan.

Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan


arahan agar selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara
bangsa Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu
mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin
kesejahteraan karyawan. Selama ini, pengelolaan industri lebih berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga cenderung
mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi timpang
ini disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan perusahaan.
Pada akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru
merugikan pihak perusahaan itu sendiri.

14
BAB III
PENUTUP

K esimpu lan

Ilmu dengan metode ilmiahnya bertujuan untuk mencapai kebenaran. Karena yang
berilmu itu manusia, maka kebenaran semata-mata tidak hanya murni memenuhi
kriteria koherensi-korespondensi, deduksi-induksi, pemikiran rasional-empiris
saja. Tetapi kebenaran juga harus dikembalikan pada manusianya. Pengembangan
ilmu di Indonesia juga harus dikembalikan pada manusia Indonesia, jati diri
bangsa Indonesia.

Teori kebenaran Pancasila menghendaki, bahwa kebenaran ilmiah itu sekaligus


memenuhi kebenaran koherensi, korespondensi, dan pragmatik. Ketiga hal
tersebut secara simultan saling melengkapi dalam kerja ilmiah. Artinya tidak
menonjolkan atau mementingkan salah satunya.

Untuk pengembangan ilmu di Indonesia nilai kebenaran Pancasila harus dijadikan


dasarnya. Bagi Pancasila kebenaran ilmiah harus koheren dengan nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan; harus berkesesuaian dengan
kenyataan adanya Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil; serta secara pragmatik
ukuran kemanfaatannya harus dikembalikan pada kemanusiaan yang
berketuhanan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan.

Jika sekiranya teori kebenaran Pancasila ingin dikembangkan, dikaji, dan diuji
lebih lanjut, maka seyogyanya tidak sebatas pada kebenaran serta pengembangan
ilmu saja. Tetapi perlu dikaji dan dikaitkan lagi dengan kebenaran dan
pengembangan teknologi. Sebab seperti sudah diketahui di samping ilmu,
teknologi lebih terasa kehadirannya termasuk bagi bangsa Indonesia

15
DAFTAR PUSAKA

Budisutrisna, “Teori Kebenaran Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu”


dalam Jurnal Filsafat. No 1, Vol. 39 April 2006.

N i n g s i h , R a h m a h , “ P a n c a s i l a S e b a g a i D a s a r P e ng e m b a n g a n
I lmu ” da la m Uni ve rsita s Esa Ungg ul . 2019.

S e t yo r i n i, I k a , “ Urgensi Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Nilai


Pengembangan Iptek” dalam Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ Jawa
Tengah.
Surajiyo, “Teori Kebenaran Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu” dalam
Universitas Indraprasta PGRI.

16

You might also like