Professional Documents
Culture Documents
BBS - Bu Eng Hu Chap 1b
BBS - Bu Eng Hu Chap 1b
By BBS
BU ENG HU
(ISTANA TANPA BAYANGAN)
CHAPTER ONE;
hijau muda itu sangat pas dengan warna kulitnya yang putih bersih.
Rambutnya dibiarkan terurai sampai pundaknya. Ia terus membaca puisi itu
sambil kadang-kadang berhenti dengan siulan merdu. Pemuda itu berjalan
pelan di antara gang sempit di kota Taiyuan di propinsi Shansi. Setiap ia
bertemu dengan orang-orang ia selalu menyapa ramah sambil
menyungging senyum ramahnya. Hampir semua orang di kota Taiyuan itu
mengenal pemuda itu, seorang pemuda putera pemilik gedung paling besar
di kota Taiyuan. Mereka biasanya memanggil pemuda itu dengan ‘Song-
kongcu atau Tuan muda Song’ anak tunggal dari Song-wangwe (Hartawan
Song).
Kedermawanan pemuda itu tidak perlu ditanyakan lagi, karena hampir
setiap seminggu dua kali ia akan pergi jalan-jalan keliling kota. Setiap
tempat akan dikunjungi, kecuali tempat-tempat ‘kotor’, tentunya. Ketika
berjalan dan ia menemukan kesusahan penduduk ia akan langsung
membantu, makanya tidak heran kalau pemuda itu sangat disayang dan
dihormati oleh penduduk sekitar. Sering ia ikut nimbrung dengan para
pengemis mendengarkan cerita-cerita mereka yang menarik atau
mendengarkan pengaduan mereka tentang kelakuan para pejabat yang
rusak moralnya, atau bahkan mendengarkan cerita tentang dunia kang-ouw.
Pokoknya pemuda yang baru menginjak masa remaja ini bisa dikatakan
sangat supel dan pandai bergaul dengan siapa saja. Kalau sudah ke luar
rumah, ia akan lama sekali kembalinya. Kalau sudah pulang, uang yang ada
di dalam kantongnya akan segera ludes dibagi-bagikan kepada para
pengemis atau penduduk yang membutuhkan.
Pagi-pagi sekali ia sedang berjalan menuju tempat berkumpulnya para
pengemis dari Kay-pang (Perkumpulan Para Pengemis). Tempat itu berada
di sebelah barat kota Taiyuan. Di sana akan ditemukan sebuah kelenteng
kuno yang sudah rusak dan di kelenteng inilah para pengemis biasanya
berkumpul. Kali ini kedatangannya seperti biasanya ingin mendengarkan
cerita-cerita dari teman-temannya para pengemis. Sudah lama Song-kongcu
atau nama lengkapnya Lie Yang bermarga Song bergaul dengan mereka.
Dari mereka ia banyak mendapatkan cerita-cerita sekitar dunia kang-ouw
dan orang-orang yang ada di luar propinsi Shansi, khususnya tentang kota
raja. Orang tua Song Lie Yang tidak pernah membatasi pergaulan anaknya,
hanya kadang-kadang menasehati untuk tidak bergaul dengan pemuda-
Ancaman Ang-hong-pay (1) Pelataran-2
MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS
pemuda kota yang kerjaannya hanya berfoya-foya saja. Dan juga untuk
tidak membuat perkara dengan orang-orang kang-ouw, karena memang
bahaya sekali baginya dan keluarganya. Ini tidak heran, karena keluarga
Song sejak dahulu hanya seorang pelajar lemah yang tidak bisa silat.
Termasuk Lie Yang juga tidak bisa bermain silat dan sebagai seorang
pemuda lemah, namun karena ia terkenal dengan kedermawanan dan
kebaikannya maka tidak ada orang yang memusuhinya, bahkan sebaliknya
banyak ia mempunyai teman, baik orang-orang lemah sepertinya atau dari
orang-orang kang-ouw murid Kay-pang.
Di depan kelenteng tua itu duduk belasan pengemis dengan diam. Dan
ratusan pengemis lainnya berdiri di samping kelenteng dengan tongkat di
tangan mereka, ada juga puluhan lainnya duduk di bawah pohon di
samping kelenteng.
Melihat banyaknya pengemis di tempat ini, Lie Yang terkejut juga. Tidak
biasanya para pengemis bisa berkumpul dan terkumpul begitu banyaknya
seperti hari ini. Apakah mereka sedang mengadakan pertemuan besar,
beberapa kali Lie Yang bertanya pada dirinya tidak mengerti.
“Selamat pagi saudara semuanya !” sapanya dengan senyum ramah.
“Ah, Song-kongcu. Silahkan! Silahkan masuk!” terdengar suara yang
berat dari salah satu pengemis.
Pengemis yang sudah berusia sekitar lima puluh tahun ini mengajak Lie
Yang masuk ke kelenteng dan diikuti oleh pengemis lainnya. Di dalam
kelenteng rusak itu terdapat api unggun kecil sebagai penghangat badan.
Lalu mereka duduk melingkar menghadap api unggun.
“Ah, kenapa kongcu keluar rumah di hari seperti ini? Terlalu berbahaya
bagi kongcu!” kata pengemis itu dengan nada khawatir.
“Memangnya ada apa dengan hari ini, Sun-lopek (Paman Sun)?” tanya
Lie Yang heran dan tidak mengerti. Lalu ia menyapu ke wajah para
pengemis yang terlihat pucat seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu.
“Akhir-akhir ini kami mengalami kemalangan. Banyak saudara kami yang
tewas! Dan sepertinya malapetaka ini akan segera datang ke daerah ini!”
jawab Sun-lopek dengan sedih. Wajahnya tampak tambah pucat.
karena mereka mengenal bahwa pangcu dari partai ini adalah salah satu
murid dari pangcu partai besar Kim-liong-pay (Partai Naga Emas) yang ada
di lereng gunung Thai-san sebelah timur. Apalagi dengan Kim-liong-pay,
bahkan dengan pecahan dari partai ini saja pihak Ang-hong-pay tidak
berani mengusik. Sayang, Kim-liong-pay yang ada di lereng gunung suci itu
sudah lama hancur sehingga partai seperti Ang-hong-pay berani meraja-lela
seenaknya saja. Seandainya Kim-liong-pay masih ada kemungkinan partai
inilah yang akan pertama kali menantangnya.
Next Chapter: Chapter One; Ancaman Ang-hong-pay (2)
Sejak itu keadaan kang-ouw menjadi berubah, di sana sini selalu terjadi
pertentangan antar sesama, tidak ada lagi pemisah dan pemimpinnya lagi.
Hingga beberapa tahun kemudian muncul partai Ang-hong-pay yang
mencoba merebut kendali kang-ouw, tapi dengan niat yang tidak baik.
Partai ini mungkin bercita-cita ingin menjadi pemimpin orang-orang kang-
ouw, tapi sayang jalan yang ditempuh salah dan malah membuat marah
sebagian mereka. Sehingga tidak heran jika terjadi pergolakan pertentangan
di mana-mana yang tidak ada ujung penyelesaiannya kecuali diujung
pedang.
Kita kembali ke kisah cabang Kay-pang yang ada di propinsi Shansi.
Cabang Kay-pang yang ada di propinsi Shansi dipimpin oleh seorang
pengemis yang bernama Sun Kwe San atau Sun-lopek kalau yang
memanggil adalah Lie Yang. Kehancuran markas mereka di kota raja
sebenarnya membuatnya marah dan sakit hati, sayang mereka tidak tahu
dimana markas Ang-hong-pay sehingga mereka tidak bisa menuntut balas.
Dua hari setelah kejadian di kota raja, giliran Kay-pang cabang Shansi,
Ho-nan dan Nan-king yang mendapatkan ancaman dari mereka. Sayang
sekali sayang Kay-pang Ho-nan dan Nan-king sebelum berperang sudah
mengaku kalah dan menakluk, hanya cabang Shansi yang masih bertahan.
Para pengemis di cabang ini lebih memilih berperang habis-habisan dari
pada mengkhianati perkumpulan dan janji mereka. Mereka tahu bahwa
sudah tidak ada lagi bantuan yang bisa diandalkan, karena dunia kang-ouw
sudah hampir ditaklukan oleh Ang-hong-pay yang tidak diketahui berapa
kekuatan mereka sebenarnya. Tidak heran jika pagi itu mereka sudah
berkumpul untuk siap bertempur mati-matian membela kehormatan
mereka, walaupun di dalam hati mereka ada rasa takut.
Lie Yang mendengar perkataan Sun Kay (Pengemis Sun) dengan berkali-
kali geleng-geleng kepala dan meleletkan lidahnya. Kadang sampai kedua
matanya tidak berkedip karena tegangnya.
“Sebaiknya kongcu pulang, aku takut terjadi apa-apa dengan kongcu
kalau berada di sini. Aku sendiri tidak tahu akan bisa bertahan melawan
mereka apa tidak? Sebaiknya kongcu sekarang pulang biar diantar teman-
teman yang lain sampai rumah.” Kata Sun Kay setengah berharap dan
khawatir.
“Ah, ini salahku kenapa aku begitu lemah. Coba seandainya aku bisa
silat, sudah tentu aku bisa membantu teman-teman lebih banyak lagi.
Baiklah aku akan pulang, tapi Sun-lopek dan teman-teman harus berjanji
untuk menang dan tetap hidup. Tidak boleh mati!” kata Lie Yang yang tahu
dirinya tidak mampu membantu mereka. Ia kecewa. Kecewa pada dirinya
sendiri.
“Hahaha... baik! Kami akan berjanji untuk memenggal kepala penjahat
itu sebanyak-banyaknya. Kita akan buktikan bahwa Kay-pang tidak mudah
direcoki oleh penjahat seperti mereka. Kalau aku bisa memenangkan
pertarungan ini, kami akan datang ke rumah kongcu untuk berpesta minum
arak sampai mabuk!” kata Sun Kay sudah tidak lagi diam. Sejak mendengar
perkataan Lie Yang yang sederhana itu, darahnya bergejolak penuh
semangat dan rasa takut tiba-tiba terhempas hilang.
Lie Yang hanya mengangguk sambil pamit pulang. Malam ini teman-
temannya akan bertarung mati-matian membela kehormatan mereka. Entah
ia dapat bertemu dengan mereka lagi apa tidak? Yang jelas ia hanya bisa
berdoa semoga mereka mampu mengalahkan musuhnya.
“Cang Su kamu antar kongcu sampai ke rumahnya!” perintah Sun Kay
kepada salah satu pengawalnya yang bernama Cang Su.
“Tidak, tidak usah repot-repot Sun-lopek! Aku bisa dan berani pulang
sendiri, sebaiknya kalian mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Kalau kalian
tidak mampu mengalahkan musuh dengan kepandaian, maka otak adalah
kepandaian utama manusia!” kata Lie Yang sambil mengedipkan matanya. Ia
memberi senyuman berarti kepada teman-temannya.
“Terima kasih atas petunjuk kongcu! Baiklah, kami tidak akan memaksa.
Hanya hati-hati di jalan!” hanya itu yang bisa dikakatan oleh Sun Kay kepada
Lie Yang sebagai ucapan terima kasih atas pesannya yang berharga.
Sun Kay masih berdiri mematung sedangkan Lie Yang sudah
menghilang diantara pohon. Sun Kay masih berdiri sambil memikirkan akal
apa yang bisa digunakan untuk memukul mundur pengacau nanti. Tiba-tiba
ia tersenyum sepertinya itu tanda bahwa ia telah menemukan akal yang
sejak tad ia pikirkan.