Professional Documents
Culture Documents
Studi Numerik Perilaku Penurunan Tanah Pada Timbunan Preloading Dengan Metode Elemen Hingga Plaxis 2D
Studi Numerik Perilaku Penurunan Tanah Pada Timbunan Preloading Dengan Metode Elemen Hingga Plaxis 2D
TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
Program Studi Magister Teknik Sipil
Pengutamaan Rekayasa Geoteknik
i
ABSTRAK
Oleh
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
(Program Studi Magister Teknik Sipil)
Penurunan tanah merupakan salah satu masalah yang paling umum ditemukan pada
pekerjaan tanah. Sifat tanah lunak yang memiliki karakteristik buruk, memungkinkan
terjadinya penurunan tanah pada jangka waktu yang panjang. Menemukan teknik yang
efisien dan efektif dalam metode perbaikan tanah telah menjadi tantangan terus menerus
bagi perusahaan konstruksi dan akademisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
permodelan tanah mana yang paling optimal antara Mohr-coulomb, soft soil dan
hardening soil untuk merepresentasikan penurunan tanah yang terjadi dalam penerapan
perbaikan tanah dengan metode preloading pada Proyek Jalan Tol Indrapura – Kisaran.
Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan software Plaxis 2D yang dikembangkan
berdasarkan metode elemen hingga.
Berdasarkan pola penurunan yang terjadi, model Mohr-coulomb lebih mendekati pola
penurunan observasi lapangan dibandingkan dengan soft soil dan hardening soil. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perhitungan penurunan konsolidasi dengan Plaxis 2D
menggunakan model Mohr-Coulomb, soft soil ataupun hardening soil memberikan hasil
yang memuaskan dimana perbedaan penurunan hasil analisis dengan monitoring lapangan
relatif kecil dan pola penurunan hasil analisis mendekati pola penurunan yang terjadi di
lapangan.
Kata kunci: Mohr-coulomb, soft soil, hardening soil, Preloading, Plaxis 2D, settlement
plate.
i
ABSTRACT
By
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
(Master’s Program in Civil Engineering)
Land subsidence is one of the most common problems encountered in earthworks. The
nature of soft soil which has bad characteristics allows land subsidence over a long
period of time. Finding efficient and effective soil improvement methods has been a
constant challenge for construction companies and academia. The purpose of this study
was to find out which soil modeling is the most optimal between Mohr-coulomb, soft soil
and hardening soil to represent land subsidence that occurs in the application of soil
improvement with the preloading method on the Indrapura - Kisaran Toll Road Project.
The analysis was carried out using Plaxis 2D software which was developed based on the
finite element method.
Based on the results of monitoring the settlement plate in the field, it is known that the
amount of settlement that occurs is 0.836 meters. The amount of land subsidence based on
an analysis using the Mohr-Coulomb model is 0.779 meters or 6.65%. While using the
hardening soil model is 0.802 meters or 4.43%, and the magnitude of the decrease using
the soft soil model is 0.863 meters or 3.24%.
Based on the pattern of settlement that occurs, the Mohr-Coulomb model is closer to the
pattern of decline in field observations compared to soft soil and hardening soil. Thus it
can be concluded that the calculation of consolidation settlement with Plaxis 2D using the
Mohr-Coulomb model, soft soil or hardening soil gives satisfactory results where the
difference in settlement analysis results with field monitoring is relatively small and the
settlement pattern in the analysis results is close to the settlement pattern that occurs in
the field.
Keywords: Mohr-coulomb, soft soil, hardening soil, Preloading, Plaxis 2D, settlement
plate.
ii
STUDI NUMERIK PERILAKU PENURUNAN TANAH PADA
TIMBUNAN PRELOADING DENGAN METODE ELEMEN
HINGGA PLAXIS 2D
Studi Kasus: Pembangunan Jalan Tol Indrapura - Kisaran
Oleh
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
Program Studi Magister Teknik Sipil
Pengutamaan Rekayasa Geoteknik
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tangga 28 Februari 2023
Prof. Ir. Masyhur Irsyam, M.S.E, Ph.D. Ir. Andi Kurnia Setiadi Kartawiria, ST., MT.
NIP 195900201084031002
iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut:
Waluyo, Angga Johar (2023): Studi Numerik Perilaku Penurunan Tanah pada
Timbunan Preloading dengan Metode Elemen Hingga Plaxis 2D, Tesis
Program Magister, Institut Teknologi Bandung.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis, dengan
judul “Studi Numerik Perilaku Penurunan Tanah pada Timbunan Preloading
dengan Metode Elemen Hingga Plaxis 2D”. Penulisan tesis ini diajukan guna
memenuhi salah satu persyaratan akademis untuk mendapatkan gelar Magister
Teknik (MT) – ITB.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini dihadapkan pada sejumlah kendala
dan hambatan, tetapi dengan dilandasi semangat tinggi dan bimbingan dari para
pembimbing, maka berbagai hambatan dan kendala tersebut berhasil penulis
hadapi dan selesaikan dengan baik. Seiring dengan telah selesainya penulisan tesis
ini, penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua Bapak Turba Sakti (Alm) dan Ibu Heni Mariyani, Istri Rin
Adriana Harsya Faizati serta anak Muhammad Rayyan Arrizqi atas motivasi,
inspirasi, dukungan dan doanya.
2. Bapak Ir. R. Sony Sulaksono Wibowo, MT, Ph.D. selaku Ketua Program
Studi Magister Teknik Sipil ITB.
3. Prof. Ir. Masyhur Irsyam, MSE., Ph.D. selaku Ketua Kelompok Keahlian
Rekayasa Geoteknik sekaligus dosen pembimbing atas arahan, masukan,
petunjuk dan bimbingannya.
4. Ir. Andi Kurnia Setiadi Kartawiria, ST., MT. selaku co. pembimbing, atas
arahan, masukan, petunjuk dan bimbingannya.
5. Segenap Bapak/Ibu dosen serta seluruh staf pada program studi Magister
Teknik Sipil ITB atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan.
6. Bapak Yul Ari Pramuharjo selaku Direktur Operasi Bidang Infrastruktur PT.
PP (Persero) Tbk. yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil.
7. Bapak Arzan selaku Senior Vice President Divisi Infrastruktur 1 PT. PP
(Persero) Tbk. yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil.
8. Ibu Ni Made Sasanti selaku Senior Vice President Divisi Human Capital
Management PT. PP (Persero) Tbk. yang telah memberikan dukungan moril
maupun materiil.
v
9. Rekan-rekan Proyek Pembangunan Jalan Tol Indrapura – Kisaran dan Proyek
Fly Over Kopo PT. PP (Persero) Tbk atas dukungannya.
10. Bapak Syiril Erwin Harahap, S.T., M.T., Ph.D yang telah menjembatani agar
dapat menggunakan Plaxis lisensi milik S2/S3 Teknik Sipil USU.
11. Teman seperjuangan Mahasiswa Program Studi Teknk Sipil Pengutamaan
Khusus Geoteknik Struktur dan Infrastruktur.
12. Segenap pihak yang telah membantu penulisan tesis ini.
Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis senantiasa mengharapkan saran, masukan,
pendapat, maupun kritikan demi perbaikan penyusunan tesis ini. Somoga Allah
SWT memberikan yang terbaik kepada kita semua. Amiin.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................i
ABSTRACT.............................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS..................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
DAFTAR NOTASI.............................................................................................xiv
Bab I PENDAHULUAN...................................................................................1
I.1. Latar Belakang..............................................................................1
I.2. Pertanyaan Penelitian (Research Question)..................................2
I.3. Tujuan Penelitian..........................................................................3
I.4. Ruang Lingkup dan Batasan Studi................................................3
I.5. Hasil yang Diharapkan..................................................................3
vii
II.8 Metode Elemen Hingga (Plaxis 2D)...........................................28
II.8.1 Kelengkapan (fitur) pada Plaxis.........................................31
II.8.2 Kondisi Pengaliran Air.......................................................32
II.9 Permodelan Tanah pada Plaxis 2D.............................................35
II.9.1 Mohr Coulomb.....................................................................35
II.9.2 Hardening Soil.....................................................................37
II.9.3 Soft Soil.................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................84
viii
LAMPIRAN..........................................................................................................86
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar IV.2 Lokasi yang dimodelkan pada Plaxis 2D.........................................56
Gambar IV.3 Data BH-05 yang dianalisis..............................................................59
Gambar IV.4 Rekomendasi nilai Eur oleh piranti Plaxis 2D.................................61
Gambar IV.5 Rekomendasi nilai Eoed oleh piranti Plaxis 2D.................................62
Gambar IV.6 Grafik penimbunan vs penurunan pada SP 12+550.........................62
Gambar IV.7 Estimasi penurunan menurut metode Asaoka..................................63
Gambar IV.8 Project properties pada permodelan Plaxis 2D.................................64
Gambar IV.9 Lapisan tanah pada permodelan Plaxis 2D.......................................65
Gambar IV.10 Generate mesh pada Plaxis 2D dengan jumlah 2.812 elements dan
22.789 nodal.....................................................................................66
Gambar IV.11 Kondisi pore pressure saat initial flow condition sebelum konstruksi
..........................................................................................................67
Gambar IV.12 Fase perhitungan yang dikerjakan pada Plaxis 2D...........................68
Gambar IV.13 Tahapan pemasangan geotextile.......................................................69
Gambar IV.14 Tahapan penimbunan layer pertama................................................69
Gambar IV.15 Tahapan penimbunan layer kedua sampai kelima............................69
Gambar IV.16 Tahapan penimbunan beban preloading...........................................70
Gambar IV.17 Penentuan nodal lokasi pemasangan settlement plate......................70
Gambar IV.18 Penyebaran vertical displacement pada soft soil..............................71
Gambar IV.19 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A soft soil.............71
Gambar IV.20 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu.........72
Gambar IV.21 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model soft soil dengan aktual
lapangan............................................................................................72
Gambar IV.22 Penyebaran vertical displacement pada Mohr-coulomb..................73
Gambar IV.23 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A..........................74
Gambar IV.24 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model Mohr-coulomb.......................................................................74
Gambar IV.25 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model Mohr-coulomb dengan
aktual lapangan.................................................................................75
Gambar IV.26 Penyebaran vertical displacement pada hardening soil...................76
Gambar IV.27 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A..........................76
Gambar IV.28 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model hardening soil........................................................................77
Gambar IV.29 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model hardening soil dengan
aktual lapangan.................................................................................77
Gambar IV.30 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D dengan observasi lapangan. .79
xii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1
53
Tabel IV.1 Beban lalulintas berdasarkan kelas jalan.............................................56
Tabel IV.2 Data tanah untuk permodelan Mohr-coulomb.....................................60
Tabel IV.3 Data tanah untuk permodelan hardening soil......................................60
Tabel IV.4 Data tanah untuk permodelan soft soil................................................61
Tabel IV.5 Penurunan tanah dari hasil analisa Plaxis 2D dan observasi lapangan
.............................................................................................................78
xiii
xiv
DAFTAR NOTASI
xv
xvi
Bab I PENDAHULUAN
Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional
(PSN) yang dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jalan Tol Trans
Sumatera ini akan menghubungkan Lampung sampai dengan Aceh melalui 24
ruas jalan berbeda yang panjang keseluruhannya mencapai sekitar 2.704 km dan
ditargetkan akan beroperasi penuh pada tahun 2024. Jalan Tol Trans Sumatera
Ruas Indrapura – Kisaran berlokasi di STA 109+100 s.d 156+850. Ruas Jalan Tol
ini menghubungkan antara Kabupaten Batubara dengan Kabupaten Asahan,
Provinsi Sumatera Utara. Jalan Tol Indrapura-Kisaran ini memiliki total 27
jembatan overpass, 16 jembatan underpass dan 13 box culvert, sedangkan untuk
desain struktur perkerasan menggunakan rigid pavement dengan rata – rata desain
konstruksi timbunan setinggi 7 meter dan galian sedalam 6 meter.
Pada ruas Jalan Tol Indrapura – Kisaran struktur timbunan tanah memiliki tanah
dasar dengan jenis tanah lunak. Berdasarkan karakteristiknya, tanah lunak cukup
buruk untuk dijadikan material pondasi, dikarenakan mempunyai daya dukung
yang rendah, penurunan yang besar dan waktu penurunan yang sangat lama
dikarenakan permeabilitas rendah. Dari hasil monitoring settlement plate di lokasi
1
yang terjadi penurunan pada periode tanggal 1 Februari 2021 sampai dengan 7
Februari 2021 didapat akumulasi penurunan diangka 2,3 meter sampai 2,7 meter.
Dan dari hasil monitoring penurunan elevasi bangunan struktur box culvert
didapat penurunan rata-rata sedalam 50 cm pada bulan Februari 2021. Untuk itu
diperlukan alternatif solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan stabilitas
dan penurunan tanah yang terjadi di Proyek Tol Indrapura – Kisaran.
Metode perbaikan yang dilakukan pada ruas ini adalah dengan pra pembebanan
(preloading). Untuk memastikan bahwa penurunan yang terjadi selama proses
perbaikan tanah telah mencapai drajat konsolidasi yang diinginkan, diperlukan
perhitungan awal potensi penurunan yang akan terjadi. Beberapa metode telah
dideklarasikan untuk perhitungannya baik dengan analitis ataupun piranti lunak.
2
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permodelan tanah yang paling
optimal antara Mohr-coulomb, soft soil dan hardening soil untuk
merepresentasikan penurunan tanah dalam penerapan perbaikan tanah dengan
metode preloading.
3
Bab II KAJIAN LITERATUR
Tanah lunak adalah tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara
seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka
panjang yang tidak dapat ditolerir, tanah tersebut mempunyai kuat geser yang
rendah dan kompresibilitas yang tinggi (Panduan Geoteknik I, 2002).
Tanah lunak secara umum dibagi dalam 3 jenis yaitu pasir lepas, tanah lempung
lunak, dan tanah gambut. Tanah lempung disusun oleh ukuran partikel
mikroskopis hingga sub mikroskopis yang ukurannya lebih kecil dari 0,002 mm
(Terzaghi, K. & R.B. Peck, 1987). Berikut disajikan Tabel II.1 Golongan partikel
tanah.
4
Tabel II.1 Golongan partikel tanah (Das, B.M, 1998)
Berdasarkan uji lapangan, tanah lunak secara fisik dapat diremas dengan mudah
oleh jari-jari tangan. Das (1995), menyatakan nilai hasil pengujian di lapangan
dan di laboratorium akan menunjukkan bahwa tanah tersebut lunak apabila:
koefisien rembesan (k) sangat rendah ≤ 0.0000001 cm/dtk, batas cair (LL) ≥ 50%,
angka pori (e) antara 2,5-3,2, kadar air dalam keadaan jenuh antara 90%-120%
dan berat spesifik (Gs) berkisar antara 2,6-2,9. Kriteria tanah lunak dapat juga
digambarkan seperti pada Tabel II.1. Dimana c adalah nilai kohesi dari tanah, qc
adalah nilai perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya
5
per satuan luas, serta N-SPT adalah jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk
menurunkan batang bor sedalam 30 cm.
Tabel II. 2 Kriteria Tanah Lunak (Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2002)
Tipe tanah lunak yang biasa dikenal adalah tanah ekspansif, tanah residual, tanah
endapan dan tanah gambut. Tanah ekspansif, sifat fisiknya sangat dipengaruhi
oleh kadar air, berat isi kering, parameter indeks, dan pengaruh beban di atas
tanak lunak. Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah ke arah
vertikal dan horizontal, dan menimbulkan pengangkatan (heaving) dan penurunan
tanah. Bila kadar air tanah asli, wn < 15% akan berbahaya, karena memudahkan
penyerapan air dan menimbulkan kerusakan bangunan akibat pengembangan. Jika
berat isi kering berlebihan akan menyebabkan potensi pengembangan yang tinggi,
akan tetapi jika nilai SPT >15 maka akan memperkecil potensi pengembangan.
Tanah residual adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan dasar secara
fisis dan kimia dan tetap tinggal di tempat pembentukannya. Tanah ini banyak
terdapat di daerah tropis, yang faktor iklim (suhu dan kelembapan) dan
topografinya sangat menentukan laju pelapukan dan ketebalan tanah residual.
Tanah ini tetap pada tempat pembentukannya di atas batuan asalnya. Sebagian
dari tanah ini biasanya mengalami erosi akibat hujan pada permukaannya
sehingga butiran terangkut ke tempat lain melalui aliran air kecil dan sungai besar.
Akhirnya bahan ini masuk ke danau atau laut. Di sini terjadi pengendapan lapisan
demi lapisan pada dasar laut atau danau. Proses ini dapat berlangsung selama
ribuan atau jutaan tahun. Tanah ini disebut tanah endapan (sedimentary soil).
6
tegangan normal dan geser maksimum saja (Mohr, 1980). Hubungan antara
tegangan normal dan geser ini dapat dilihat pada Gambar II.1.
Kuat geser yang dimiliki oleh suatu lapisan tanah disebabkan adanya:
a. Tanah kohesif misalnya lempung, kekuatan geser yang dimilki disebabkan oleh
lekatannya atau butir-butir tanah (c soil).
b. Tanah non-kohesif, kekuatan geser yang dimiliki disebabkan oleh gesekan
antara butir-butir tanah sering disebut sudut geser dalam (φ soil).
c. Tanah campuran (tanah halus dan tanah kasar) (c dan φ), kuat geser tanah
disebabkan adanya gesekan dan lekatan.
Hubungan antara kekuatan geser tanah dengan tegangan geser, nilai kohesi tanah
dan sudut geser tanah dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
τ =c +σ tg φ (2.1)
atau untuk mengetahui tegangan efektif seperti persamaan berikut ini:
τ =c ' + σ ' tg φ' (2.2)
dengan:
τ : kuat geser tanah (kN/m2)
σ’ : tegangan normal
φ’ : sudut geser dalam tanah efektif (˚)
c’ : kohesi tanah efektif (kN/m2)
7
Parameter tanah yang digunakan diperoleh berdasarkan data uji laboratorium.
Bilamana tidak terdapat data dari uji laboratorium maka dilakukan pendekatan
korelasi untuk mendapatkan nilai-nilai parameter tanah yang akan digunakan
dalam perencanaan, diantaranya :
a. Berat volume tanah jenuh (γsat) berdasarkan nilai dari pengujian laboratorium
mekanika tanah. Dari pengujian indeks properties akan diketahui sifat-sifat
dasar tanah yang akan diteliti.
b. Jika tidak terdapat hasil pengujian lapangan, maka nilai kadar air (ω sat),
porositas (n), angka pori (e), dan koefisien konsolidasi vertikal (C v) dapat
menggunakan korelasi empiris menggunakan penelitian terdahulu. Untuk tanah
kohesif maka dapat digunakan korelasi berdasarkan nilai berat volume tanah
jenuh seperti yang diusulkan oleh Aditya, W. B., 2017 sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel II.3, Sedangkan untuk tanah non kohesif dapat digunakan
korelasi dari Terzaghi, 1947 seperti pada Tabel II.4.
Tabel II.3 Korelasi perhitungan berat volume tanah jenuh (Aditya, W. B., 2017)
8
g sat w sat g dry k Cv
No. n e
t/m3 % t/m3 cm/s cm2/s
1 1,31 163,00 0,80 4,4 0,50 1,00E-09 1,00E-05
2 1,32 158,23 0,80 4,27 0,51 1,69E-09 1,69E-05
3 1,33 153,46 0,79 4,14 0,53 2,38E-09 2,38E-05
4 1,34 148,69 0,79 4,01 0,54 3,08E-09 3,08E-05
5 1,35 143,91 0,79 3,89 0,56 3,77E-09 3,77E-05
6 1,36 139,14 0,79 3,76 0,57 4,46E-09 4,46E-05
7 1,37 134,37 0,79 3,63 0,59 5,10E-09 5,15E-05
8 1,38 129,60 0,78 3,5 0,60 5,85E-09 5,85E-05
9 1,39 125,63 0,77 3,39 0,62 6,54E-09 6,54E-05
10 1,40 121,67 0,77 3,29 0,63 7,23E-09 7,23E-05
11 1,41 117,70 0,76 3,18 0,65 7,92E-09 7,92E-05
12 1,42 113,73 0,75 3,07 0,67 8,62E-09 8,62E-05
13 1,43 109,77 0,75 2,97 0,68 9,31E-09 9,31E-05
14 1,44 105,80 0,74 2,86 0,70 1,00E-08 1,00E-04
15 1,45 102,83 0,73 2,78 0,72 1,69E-08 1,17E-04
16 1,46 99,87 0,73 2,7 0,73 2,38E-08 1,33E-04
17 1,47 96,90 0,72 2,62 0,75 3,08E-08 1,50E-04
18 1,48 93,93 0,71 2,54 0,77 3,77E-08 1,67E-04
19 1,49 90,97 0,71 2,46 0,78 4,46E-08 1,83E-04
20 1,50 88,00 0,70 2,38 0,80 5,15E-08 2,00E-04
21 1,51 86,01 0,70 2,33 0,81 5,85E-08 2,14E-04
22 1,52 84,03 0,69 2,27 0,83 6,54E-08 2,29E-04
23 1,53 82,04 0,69 2,22 0,84 7,23E-08 2,43E-04
24 1,54 80,06 0,68 2,16 0,86 7,92E-08 2,57E-04
9
g sat w sat g dry k Cv
No. n e
t/m3 % t/m3 cm/s cm2/s
25 1,55 78,07 0,68 2,11 0,87 8,62E-08 2,71E-04
26 1,56 76,09 0,67 2,05 0,89 9,31E-08 2,86E-04
27 1,57 74,10 0,67 2 0,90 1,00E-07 3,00E-04
28 1,58 72,25 0,66 1,95 0,92 2,50E-07 3,30E-04
29 1,59 70,40 0,66 1,9 0,93 4,00E-07 3,70E-04
30 1,60 68,55 0,65 1,85 0,95 5,50E-07 4,00E-04
31 1,61 66,70 0,64 1,8 0,97 7,00E-07 4,30E-04
32 1,62 64,85 0,64 1,75 0,98 8,50E-07 4,70E-04
33 1,63 63,00 0,63 1,7 1,00 1,00E-06 5,00E-04
34 1,64 61,48 0,62 1,66 1,02 1,17E-06 5,17E-04
35 1,65 59,97 0,62 1,62 1,03 1,33E-06 5,33E-04
36 1,66 58,45 0,61 1,58 1,05 1,50E-06 5,50E-04
37 1,67 56,93 0,60 1,53 1,07 1,67E-06 5,67E-04
38 1,68 55,42 0,60 1,49 1,08 1,83E-06 5,83E-04
39 1,69 53,90 0,59 1,45 1,10 2,00E-06 6,00E-04
40 1,70 52,81 0,59 1,42 1,11 2,14E-06 6,14E-04
41 1,71 51,73 0,58 1,39 1,13 2,29E-06 6,29E-04
42 1,72 50,64 0,58 1,36 1,14 2,43E-06 6,43E-04
43 1,73 49,56 0,57 1,34 1,16 2,57E-06 6,57E-04
44 1,74 48,47 0,57 1,31 1,17 2,71E-06 6,71E-05
45 1,75 47,39 0,56 1,28 1,19 2,86E-06 6,86E-05
46 1,76 46,30 0,56 1,25 1,20 3,00E-06 7,00E-04
47 1,77 45,23 0,55 1,22 1,22 3,17E-06 7,17E-04
48 1,78 44,17 0,55 1,19 1,23 3,33E-06 7,33E-04
49 1,79 43,10 0,54 1,17 1,25 3,50E-06 7,50E-04
50 1,80 42,03 0,53 1,14 1,27 3,67E-06 7,67E-04
51 1,81 40,97 0,53 1,11 1,28 3,83E-06 7,83E-04
52 1,82 39,90 0,52 1,08 1,30 4,00E-06 8,00E-04
53 1,83 38,98 0,51 1,06 1,32 4,17E-06 8,17E-04
54 1,84 38,07 0,51 1,03 1,33 4,33E-06 8,33E-04
55 1,85 37,15 0,50 1,01 1,35 4,50E-06 8,50E-04
56 1,86 36,23 0,49 0,98 1,37 4,67E-06 8,67E-04
57 1,87 35,32 0,49 0,96 1,38 4,83E-06 8,83E-04
58 1,88 34,40 0,48 0,93 1,40 5,00E-06 9,00E-04
59 1,89 33,60 0,47 0,91 1,42 5,17E-06 9,17E-04
60 1,90 32,80 0,47 0,89 1,43 5,33E-06 9,33E-04
61 1,91 32,00 0,46 0,87 1,45 5,50E-06 9,50E-04
62 1,92 31,20 0,45 0,84 1,47 5,67E-06 9,67E-04
63 1,93 30,40 0,45 0,82 1,48 5,83E-06 9,83E-04
64 1,94 29,60 0,44 0,8 1,50 6,00E-06 1,00E-03
65 1,95 29,01 0,44 0,78 1,51 6,14E-06 1,47E-03
66 1,96 28,43 0,43 0,77 1,53 6,29E-06 1,95E-03
67 1,97 27,84 0,43 0,75 1,54 6,43E-06 2,42E-03
68 1,98 27,26 0,42 0,74 1,56 6,57E-06 2,89E-03
69 1,99 26,67 0,42 0,72 1,57 6,71E-06 3,37E-03
10
g sat w sat g dry k Cv
No. n e
t/m3 % t/m3 cm/s cm2/s
70 2,00 26,09 0,41 0,71 1,59 6,86E-06 3,84E-03
71 2,01 25,50 0,41 0,69 1,60 7,00E-06 4,32E-03
72 2,02 24,88 0,40 0,67 1,62 7,17E-06 4,79E-03
73 2,03 24,27 0,40 0,66 1,63 7,33E-06 5,26E-03
74 2,04 23,65 0,39 0,64 1,65 7,50E-06 5,74E-03
75 2,05 23,03 0,38 0,62 1,67 7,67E-06 6,21E-03
76 2,06 22,42 0,38 0,61 1,68 7,83E-06 6,68E-03
77 2,07 21,80 0,37 0,59 1,70 8,00E-06 7,16E-03
78 2,08 21,25 0,36 0,58 1,72 8,17E-06 7,63E-03
79 2,09 20,70 0,36 0,56 1,73 8,33E-06 8,11E-03
80 2,10 20,15 0,35 0,55 1,75 8,50E-06 8,58E-03
81 2,11 19,60 0,34 0,53 1,77 8,67E-06 9,05E-03
82 2,12 19,05 0,34 0,52 1,78 8,83E-06 9,53E-03
83 2,13 18,50 0,33 0,5 1,80 9,00E-06 1,00E-02
84 2,14 18,09 0,33 0,49 1,81 9,14E-06 1,90E-02
85 2,15 17,67 0,32 0,48 1,83 9,29E-06 2,80E-02
86 2,16 17,26 0,32 0,47 1,84 9,43E-06 3,70E-02
87 2,17 16,84 0,31 0,45 1,86 9,57E-06 4,60E-02
88 2,18 16,43 0,31 0,44 1,87 9,71E-06 5,50E-02
89 2,19 16,01 0,30 0,43 1,89 9,86E-06 6,40E-02
90 2,20 15,60 0,30 0,42 1,90 1,00E-05 7,30E-02
91 2,21 15,17 0,29 0,41 1,92 4,00E-05 8,20E-02
92 2,22 14,73 0,29 0,4 1,93 7,00E-05 9,10E-02
93 2,23 14,30 0,28 0,39 1,95 1,00E-04 1,00E-01
94 2,24 13,87 0,27 0,37 1,97 4,00E-04
95 2,25 13,43 0,27 0,36 1,98 7,00E-04
96 2,26 13,00 0,26 0,35 2,00 1,00E-03
97 2,27 12,60 0,25 0,34 2,02 2,50E-03
98 2,28 12,20 0,25 0,33 2,03 4,00E-03
99 2,29 11,80 0,24 0,32 2,05 5,50E-03
100 2,30 11,40 0,23 0,31 2,07 7,00E-03
101 2,31 11,00 0,23 0,3 2,08 8,50E-03
11
γ sat X ( 1+e )
GS= −e (2.3)
γw
dengan:
Gs : berat jenis tanah
γsat : berat volume jenuh tanah (t/m3)
γw : berat volume air = 1 (t/m3)
e : angka pori
d. Berat volume tanah (γm) dapat dilihat pada persamaan berikut ini:
GS . γ w ( 1+ω )
γ m= (2.4)
( 1+e )
dengan:
γm : berat volume tanah (t/m3)
ω : kadar air
γw : berat volume air = 1 (t/m3)
e : angka pori
e. Indeks nilai Cc sama dengan tg ˚ kemiringan bagian lurus lengkung K. nilai Cc
merupakan tetapan Gambar II.2 adalah grafik hubungan batas cair (%)
terhadap Cc’, berikut persamaan yang digunakan:
'
C c 1,30 Cc =0,009 ( L ω−10 % ) (2.5)
Gambar II.2 Grafik hubungan antara batas cair dan indeks pemampatan untuk
tanah lempung (Skempton, et al., 1944)
12
f. Parameter kuat geser sebagai rencana daya dukung tekan dibedakan menjadi 2
jenis kegunaan, yaitu pelaksanaan fondasi tiang bor dan fondasi tiang pancang.
Persamaan yang diasumsikan adalah:
Cu = 4N (kPa), atau Cu = 6N (kPa) (2.5)
g. Modulus Elastisitas (E)
Modulus elastisitas merupakan parameter yang bersama-sama dengan Poisson’s
ratio akan membentuk matriks kekakuan yang akan dipergunakan untuk
melakukan analisa elemen hingga di dalam program PLAXIS. Nilai modulus akan
menggambarkan kekakuan dari suatu tanah, di mana ditunjukkan dari besaran
rasio tegangan-regangan tanah tersebut. Penggunaan modulus dapat diperkirakan
batasan regangan yang akan terjadi, di mana material dengan kekuatan yang sama
bisa saja memiliki kekakuan yang berbeda.
13
Tabel II.6 Hubungan antara jenis tanah dan modulus elastisitas
(Hardiyatmo,1994)
Es
Macam Tanah
(kg/cm2)
Lempung
1. sangat lunak 3,0 – 30
2. lunak 20 – 40
3. sedang 45 – 90
4. berpasir 300 – 425
Pasir
1. berlanau 50 – 200
2. tidak padat 100 – 250
3. padat 500 – 1000
Pasir dan Kerikil
1. padat 800 – 2000
2. tidak padat 500 – 1400
Lanau 20 – 200
Loses 150 – 600
Cadas 1400 – 14000
14
besarnya penurunan terhadap waktu. Harga koefisien rembesan diberikan
dalam Tabel II.8 dan Tabel II.9.
Coefficient of
Material
Permeability (mm/s)
Coarse 10 - 103
Fine gravel, coarse, and medium sand 10-2 – 10
Fine sand, loose silt 10-4 – 10-2
Dense silt, clayed silt 10-5 – 10-4
Silty clay, clay 10-8 – 10-5
k
Jenis Tanah
cm/dtk ft/mnt
Kerikil bersih 1,0 – 100 2,0 – 200
Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02
Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002
Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002
Lempung < 0,000001 < 0,000002
15
Menurut Adriani (2006) keadaan tanah dasar yang demikian bila tidak ditangani
dengan baik akan mempengaruhi kondisi badan jalan di atasnya dan akan
mempercepat kerusakan jalan tersebut. Untuk timbunan badan jalan diperlukan
analisis stabilitas dan penurunan sehingga tinggi timbunan yang dikehendaki
untuk badan jalan tidak akan mengalami penurunan lagi setelah kontruksi selesai
dan kestabilan dari lereng timbunan dapat terpenuhi. Bangunan akan mengalami
penurunan yang relatif besar dan berlangsung relatif lama.
Permasalahan lain yang timbul pada konstruksi di atas tanah lunak adalah geseran
(shearing). Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan
daya dukung rendah, diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan
lain biasanya berupa tolakan ke atas (uplift) yang banyak terjadi pada lapisan
lempung (clay) dan lanau (silt) akibat perbedaan tekanan air dan juga sering
terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan yang sering
terjadi. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus
ditanggung oleh tanah lunak.
16
Kovac, 1981). Penurunan tersebut adalah akibat dari deformasi elastis tanah
kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Untuk menghitung
penurunan segera dapat di gunakan rumus dari Giroud (1973) sebagai berikut:
( )
E
E '= 2
2μ (2.7)
1−
1−μ
dengan:
Si : penurunan segera (m)
q : tegangan permukaan (t/m2)
h : tebal lapisan tanah i (m)
E’ : modulus oedometrik (m)
i : titik tinjau (m)
Penurunan hasil dari bahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya
air yang menempati pori-pori tanah. Penurunan ini terbagi menjadi 3 yaitu:
17
a. Tahap 1 yaitu proses pemampatan awal (initial compression), umumnya
dikarenakan oleh pembebanan awal (pre-loading).
b. Tahap 2 yaitu proses konsolidasi primer (primary consolidation), periode
selama tekanan air pori secara lambat laun dipindahkan ke dalam tegangan
efektif, sebagai akibat dari keluarnya air dari pori-pori Gambar II.6 tegangan
air yang keluar dari pori-pori tanah. Adapun beberapa persamaan yang dapat
digunakan:
( )
Cc p ' o+ ∆ p
Sc = log x Hi (2.8)
1+e 0 p' o
atau, apabila po + Δp ≤ p’c;
( )
Cr p' c Cc p ' o+ ∆ p
Sc = log + log x Hi (2.9)
1+e 0 p ' o 1+e 0 p'c
dengan:
Sc : pemampatan konsolidasi
H : tebal lapisan tanah (compressible soil)
eo : angka pori awal dari lapisan tanah
Cr : indeks pemampatan dari lapisan tanah
Cc : tekanan tanah vertical efektif disuatu titik di tengah-tengah lapisan tanah
akibat beban tanah sendiri
Pc : tegangan konsolidasi efektif dimasa lampau
Pc : po + fluktuasi muka air tanah
c. Tahap 3 yaitu konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yang terjadi
setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Pemampatan yang terjadi disini
disebabkan oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.
Sehingga proses yang terjadi bersifat plastis dari butir-butir tanah.
Pada umumnya, bentuk grafik yang menunjukkan hubungan antara pemampatan
dan waktu adalah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar II.3. berikut:
18
Gambar II. 3 Grafik waktu pemampatan konsolidasi untuk suatu penambahan
beban yang diberikan (Das, 1999)
Ketika pada contoh tanah tersebut dilakukan uji konsolidasi, suatu pemampatan
yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang
diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tekanan efektif overburden
maksimum yang pernah dialami sebelumnya. Apabila beban total yang diberikan
adalah lebih besar dari tekanan efektif overburden maksimum yang pernah
19
dialami oleh tanah yang bersangkutan, maka perubahan angka pori yang terjadi
adalah lebih besar, dan hubungan antara e versus log p menjadi linear dan
memiliki kemiringan yang tajam. Untuk lebih jelasnya dapat pada Gambar II.4
Keadaan ini mengarah kepada dua definisi dasar yang didasarkan pada sejarah
tegangan:
20
1. Terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), dimana tekanan efektif
overburden pada saat ini adalah merupakan tekanan maksimum yang pernah
dialami oleh tanah itu.
2. Terlalu terkonsolidasi (overconsolidated), di mana tekanan efektif overburden
pada saat ini adalah lebih kecil dari tekanan yang pernah dialami tanah ini
sebelumnya. Tekanan efektif overburden maksimum yang pernah dialami
sebelumnya dinamakan tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure).
21
Adapun cara menentukan derajat konsolidasi akibat aliran air pori secara vertikal,
digunakan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan Uv dengan range 0 s/d 60%
Perbaikan tanah adalah suatu jenis stabilitas tanah yang dimaksudkan untuk
memperbaiki dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai
syarat teknis yang dibutuhkan, dengan menggunakan bahan additive (kimiawi),
pencampuran tanah, pengeringan tanah atau melalui penyaluran energi
statis/dinamis kedalam lapisan tanah.
Pada umumnya lapisan tanah lunak terdiri dari lempung (clay) atau lanau (silt).
Masalah yang dihadapi ketika merencanakan suatu konstruksi pada kondisi tanah
tersebut adalah daya dukung dan penurunan. Banyak metode yang dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat tanah ini, seperti teknik perbaikan tanah
secara mekanis (fisis), dengan bahan kimia, dengan bahan perkuatan dan secara
hidrolis. Pemilihan metode perbaikan tanah umumnya dilakukan berdasarkan
22
formasi geologi dari lapisan tanah, karakteristik tanah, biaya dan ketersediaan
material serta pengalaman.
23
h. Stage construction (Konstruksi bertahap) adalah suatu metode penimbunan
dengan memperhatikan beban timbunan bila tinggi desain melebihi tinggi kritis
yang dapat dengan aman didukung oleh tanah di bawahnya. Perlu diperhatikan
juga waktu penimbunan dan tahapan tinggi timbunan rencana.
Permasalahan lain yang timbul pada konstruksi di atas tanah lunak adalah geseran
(shearing). Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan
daya dukung rendah, diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan
lain biasanya berupa tolakan ke atas (uplift) yang banyak terjadi pada lapisan
lempung (clay) dan lanau (silt) akibat perbedaan tekanan air dan juga sering
terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan yang sering
terjadi. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus
ditanggung oleh tanah lunak. Bila tanpa perbaikan tanah, penurunan tanah
berlangsung sangat lambat sehingga lambat laun akan terjadi differential
settlement (beda penurunan) yang nyata. Karena beda penurunan ini, perkerasan
jalan lebih cepat rusak daripada umur rencananya. Biaya perawatan jalan menjadi
sangat tinggi, terutama pada umur 5 tahun pertama jalan dioperasikan.
24
Vertical drains (Drainase vertikal) adalah metode untuk perbaikan tanah lunak
yang dalam, adanya drainase vertikal ini akan mengurangi jarak drainase dalam
tanah. Kemudian kecepatan terjadinya konsolidasi akan bergantung pada panjang
jalur drainase. Material yang digunakan adalah prefabricated vertical drains
(PVD) dan prefabricated sand drains. Jika dalam penggunaannya di lapangan
diperlukan, maka harus diperhatikan seksama kapasitas pengeluaran air dan
permeabilitas dari saringan.
PVD umumnya berbentuk pita dengan sebuah inti plastik beralur terbuat dari
material geosintesis (material polimer) yang dibentuk seperti potongan yang
panjang. Material polimer dapat berupa Material PVC dengan lebar 90 sampai
100 mm, ketebalan 2 sampai 6 mm. PVD dibuat dalam bentuk gulungan serta
dipasang dengan minyak khusus sehingga dapat terlindung dari tekanan hidrolik
tanah. Gambar II.7 menunjukkan detail bagian-bagian dari PVD.
25
dengan melakukan timbunan sebanding dengan berat konstruksi yang akan
dilaksanakan.
Ada pula yang menentukan tinggi timbunan sesuai dengan nilai penurunan, agar
tanah timbunan tidak dibuang sia-sia dan dapat dijadikan suatu pondasi dari suatu
konstruksi. Tinggi timbunan kritis beban preloading ini dihitung berdasarkan daya
dukung tanah lempung mula-mula. Kekuatan geser tanah lempung, dalam hal ini
kohesi tanah akan mempengaruhi tinggi timbunan yang akan dipergunakan.
Beberapa metode perbaikan tanah lain selain preloadingdapat dilihat pada Gambar
II.6 dibawah ini:
Gambar II.6 Altenatif solusi untuk penanganan timbunan tanah (Leroueil, et al.,
1990)
Kasus terjadinya penurunan tanah dasar banyak terjadi dilokasi pekerjaan yang
dominan berawa, adapun cara yang dilakukan yaitu dengan pembebanan berupa
dengan pre-loading. Metode ini bertujuan mempercepat terjadinya penurunan,
26
mengisi ruang yang diinisiasikan oleh pemampatan dan meningkatkan daya
dukung tanah dibawahnya. Ketika beban timbunan diletakkan diatas lapisan tanah
lunak, tekanan air pori mengalir perlahan sangat lambat arah vertikal dan menurun
bertahap seperti Gambar II.7 Metode Pre-loading.
27
perubahan penurunan timbunan perlu dipasangkan settlement plate yang akan
diukur secara berkala. Data-data dari hasil pengukuran settlement plate akan
dianalisis menggunakan metode observasi Asaoka untuk memprediksi drajat
konsolidasi yang telah terjadi pada timbunan.
Gambar II.8 Proses pemasangan Settlement plate (data tol Indrapura – Kisaran)
Pelat Penurunan (settlement plate) adalah instrumen yang digunakan untuk
mengukur penurunan vertikal tanah timbunan atau tanah asli. Selama pemasangan
dan pelaksanaan penimbunan, semua instrumen yang dipasang harus dilindungi
terhadap lalu lintas kendaraan dan alat-alat berat. Setelah selesai pemasangan dan
penimbunan, instrumen harus dilindungi dengan suatu pelindung yang tidak
mudah dirusak atau dicuri, untuk menjamin bahwa semua instrumen tidak rusak
dan bekerja dengan baik selama masa konstruksi dan masa pemeliharaan.
Tindakan pengamanan khusus harus dilakukan terhadap instrumen yang
pemasangannya sampai menonjol di permukaan tanah yang dapat rusak akibat
aktivitas konstruksi.
28
1. Dari kurva waktu terhadap penurunan dipilih titik penurunan ρ1, ρ2, ρ3, ρ4, .., ρn.
sedemikan rupa sehingga ρn adalah penurunan waktu tn dan interval waktu
adalah konstan Δt = tn – tn-1.
2. Titik-titik ρ1, ρ2, dst di plot pada grafik.
3. Keseluruhan titik tersebut akan membentuk garis lurus sehingga:
ρ1 = ρ0 + βρn-1 (2.19)
4. Penurunan akhir yang akan terjadi (ρf) dinyatakan sebagai:
ρo
ρf= (2.20)
1−β
5. Penurunan pada waktu t (ρt) dapat dihitung dengan:
ρt =ρ f ¿ (2.21)
6. Konstanta β merupakan gradien kemiringan dari kurva garis lurus nilai-nilai
penurunan diatas, nilainya dapat dipergunakan untuk mendapatkan koefisien
konsolidasi vertikal.
−4 H 2 lnβ
C v= (2.22)
π 2∆ t
Dimana H = jarak drainase vertikal terjauh
Melalui prosedur yang dilakukan diatas, besarnya penurunan tanah actual yang
akan terjadi dapat diprediksi tanpa membutuhkan parameter-parameter yang
digunakan pada analisis konsolidasi, seperti data tekanan air pori, panjang
drainase, regangan maksimum tanah, dan koefisien konsolidasi. Data yang
digunakan disini cukup dari hasil rekaman settlement plate.
Langkah-langkah dari observasi Asaoka diatas dapat dilihat pada Gambar II.9
berikut ini:
29
Gambar II.9 Perkiraan penurunan akhir berdasarkan metode Asaoka (PUPR. Pd –
T06-2004-B)
30
Gambar II.10 (a) Plane strain dan (b) Axisymetric
Metode elemen hingga pada teoritis geoteknik sering berhadapan dengan jenis-
jenis material yang berbeda jauh kekakuannya antara lain:
a. Tiang pancang material yang dianalisis terdiri dari gaya-gaya tiang dan tiang
bor juga sama dalam analisis tiang pancang melainkan ada analisis beton dan
tanah disekitar.
b. Pondasi dangkal dengan analisis tanah pendukung.
c. Dinding penahan tanah (gravity wall, cantilever wall, dll).
d. Pondasi dangkal terdiri dari beton bertulang dan tanah.
e. Timbunan tanah menggunakan geotextile (material itu sendiri dan tanah) yang
dianalisis.
31
Metode elemen hingga pada Plaxis 2D dapat dimodelkan menjadi 2 jenis yaitu
pemodelan dengan elemen segitiga 6 titik nodal dan elemen segitiga dengan 15
titik nodal. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar II.11.
Di dalam pemilihan elemen ini, elemen kompleks yaitu yang lebih banyak
nodalnya (dalam hal ini elemen 15 nodal) akan menghasilkan perhitungan yang
lebih akurat. Akan tetapi penggunaan elemen tersebut mengandung kosekuensi
terbentuknya matriks kekakuan elemen yang lebih besar, dimana hal tersebut
berakibat diperlukan hardware yang dapat mendukung penggunanya.
32
b. Automatic mesh generation, yaitu pembuatan unstructered finite element mash
secara otomatis.
c. High-order elements, yaitu elemen orde tinggi yang dibutuhkan untuk
memeperoleh keakuratan distribusi teganagan tanah dan perkiraan beban
runtuh.
d. Beams, yaitu struktur balok yang khusus digunakan sebagai dinding penahan
tanah, struktur terowongan dan struktur ramping lainnya. Perilaku struktur
tersebut didefinisikan dengan tingkat kelenturan, kekakuan dan ultimate
bending moment. Sendi plastis dapat segera terbentuk jika momen mencapai
batas ultimate. Struktur diatas dapat digunakan secara bersamaan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan dalam rekayasa geoteknik.
e. Interfaces, yaitu elemen sambungan yang diperlukan dalam kalkulasi di mana
terjadi interaksi tanah dan struktur. Interface digunakan untuk mensimulasikan
lapisan tipis di mana terjadi geser seperti pada alas pondasi, tiang, geotekstil,
dinding penahan tanah dan lain-lain. Nilai koefisien geser dan adhesi antara
tanah dan dinding dapat dimasukkan sebagai input dan tidak harus selalu sama
dengan koefisien geser dan kohesi tanah.
f. Anchors, yaitu dimodelkan sebagai elemen pegas elastoplastis. Perilaku
elemen ini didefinisikan dengan tingkat kekakuan dan gaya yang dapat
diterima. Analisis dapat dilakukan untuk angkur prestressed.
g. Geotextile, yaitu elemen yang disimulasikan secara khusus oleh Plaxis sebagai
elemen dengan tahanaan tarik. Geotextile dan geogrid umumnya digunakan
pada konstruksi perkuatan tanah atau pada struktur penahan tanah.
Penggabungan elemen geotextile dan interfaces pada Plaxis dapat mendekati
kondisi sebenarnya.
h. Tunnels, dalam permodelan terowongan ini Plaxis memiliki pilihan parabolik
dan non-parabolik. Beams dan interfaces dapat dimasukkan kedalam
permodelan struktur terowongan dan interaksinya dengan lapisan tanah
sekitarnya.
i. Mohr-Coulomb model, yaitu model non-linear sederhana yang didasari oleh
data parameter tanah. Namun tidak semua perilaku non-linear tanah termasuk
kedalam model ini. Model mohr-coulomb dapat digunakan untuk menghitung
33
beban ultimate untuk pondasi lingkaran, tiang pancang, pondasi dangkal, dan
lain-lain. Model ini juga dapat digunakan untuk menghitung angka keamanan
dengan menggunakan pendekatan phi-c reduction.
j. Advance soil model, yaitu berbagai macam model tanah sebagai tambahan dari
model mohr-coulomb. Agar dapat menganalisis perilaku pemampatan
logaritmik dari tanah lunak terkonsolidasi normal, model cam-clay dapat
digunakan. Referensi pada manual yang dapat digunakan adalah soft soil
model. Pengembangan versi dari model ini adalah permodelan secondary
compression (creep). Untuk tanah keras, seperti lempung overconsolidated dan
pasir, dapat digunakan model hardening soil. Referensi pada manual yang
dapat digunakan adalah material models manual.
k. Steady state pore pressure, terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan
dalam permodelan tekanan pori rembesan tetap. Distribusi tekanan pori
kompleks didasari oleh analisis aliran air tanah satu dimensi. Sebagai alternatif
penyederhanaan, distribusi tekanan air pori multi linear yang diturunkan dari
permukaan air tanah.
l. Excess pore pressure, dalam Plaxis dibedakan antara tanah teralirkan (drained)
dan tanah takteralirkan (undrained) didalam permodelan pasir (permeable) dan
lempung (impermeable). Kelebihan tekanan air pori diperhitungkan dalam
perhitungan plastis, jika lapisan tanah undrained diberi pembebanan.
34
Kondisi pengaliran air pada tanah dibagi menjadi dua kondisi yaitu kondisi
teralirkan (drained) dan tidak teralirkan (undrained). Kondisi pengaliran air
berhubugan dengan kecepatan air keluar dan masuk lapisan tanah pada waktu
tertentu. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian dari kedua kondisi ini.
1. Drained
Merupakan kondisi dimana air mampu keluar masuk tanah pada panjang waktu
tertentu ketika tanah mengalami perubahan isi (load). Perubahan ini tidak
mengakibatkan perubahan tegangan air (water pressure) pada pori tanah karena
air dapat keluar masuk tanah secara bebas ketika volume pori mengecil dan
membesar dalam merespon perubahan isi (load) tanah. Drained biasanya disebut
kondisi jangka panjang.
Pada kondisi drained kekakuan dan kekuatan didefinisikan dalam bentuk
tegangan efektif. Pada kondisi drained nilai tegangan air pori adalah nol dan
tegangan total pada tanah sama dengan tegangan efektif. Dapat dilihat pada
persamaan dibawah ini:
σ = σ’ + μ (2.23)
dengan nilai μ = 0, maka:
σ = σ’ (2.24)
σw = μ = μo +Δμ (2.25)
2. Undrained
Merupakan kondisi dimana air tidak mampu keluar masuk tanah pada panjang
waktu tertentu dimana tanah mengalami perubahan isi (load). Perubahan ini
mengakibatkan perubahan tegangan air (water pressure) pada pori di tanah karena
air tidak dapat keluar masuk tanah secara bebas ketika volume pori tanah berubah.
Undrained biasanya juga disebut kondisi jangka pendek.
35
menggunakan kekuatan geser tertentu yang tidak terdrainase. Undrained (A) dan
undrained (B) adalah opsi yang direkomendasikan untuk memodelkan perilaku
undrained (menerapkan analisis tegangan efektif) (Manual Plaxis, 2018).
Perbedaan mendasar antara kedua jenis undrained (A) dan (B) adalah pada
kekuatan tanah dimana pada undrained (B) kekuatan didasarkan pada kekuatan
geser tak teralirkan. Penjelasan ini terdapat pada piranti Plaxis 2D seperti pada
Gambar II.12 berikut:
Gambar II.12 Perbedaan undrained (A) dan (B) (Piranti Plaxis 2D, 2017)
36
Tahun 1773, seorang insinyur dari Perancis bernama Coulomb memperkenalkan
analisis tentang gaya dorong yang bekerja pada sebuah dinding penahan tanah.
Analisis keruntuhan tanah terebut sampai saat ini dikenal dengan kriteria
keruntuhan Mohr-Coulomb. Menurut Mohr-Coulomb, tanah diasumsikan
berperilaku sebagai material plastik linear elastis sempurna dan tidak diperlukan
pengerasan atau pelunakan.
Permodelan Mohr-Coulomb (elastis sempurna) mengasumsikan bahwa plastisitas
memiliki hubungan dengan regangan atau tidak dapat kembali ke kondisi semula.
Sebuah fungsi kelelahan dimasukkan untuk memastikan bahwa plastisitas telah
dimasukkan dalam perhitungan elemen hingga. Pada permodelan Mohr-Coulomb
melibatkan lima paramater utama dalam proses inputnya yaitu: modulus Young
(E) dan rasio Poisson nu (ν) untuk elastisitas tanah; kohesi (c), sudut gesek phi (φ)
dan sudut dilatancy psi (ψ) untuk plastisitas tanah.
Model Mohr-Coulomb mewakili pendekatan orde pertama dari perilaku tanah atau
batuan. Disarankan untuk menggunakan model ini untuk analisis pertama dari
masalah yang dipertimbangkan. Untuk setiap lapisan, satu perkiraan kekakuan
rata-rata konstan. Karena kekakuan konstan ini, perhitungan cenderung relatif
cepat dan seseorang memperoleh perkiraan deformasi pertama. Kriteria
keruntuhan untuk model ini yang ditunjukkan pada Gambar II.13 berikut:
37
Gambar II.13 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (Schanz et al. 1999)
Gambar II.14 Bidang leleh Mohr-Coulomb dalam ruang tegangan utama (Modul
Plaxis, 2013)
Pada pemodelan tanah Mohr-Coulomb ada dua fase yang terjadi pada grafik
tegangan regangan sebagai berikut :
Pada grafik tersebut terlihat bahwa ketika tanah diberi pembebanan, tegangan dan
regangan tanah tersebut akan terus bertambah sampai menemukan batas fase
elastis, tegangan tanah akan tetap dan hanya regangan yang bertambah. Kondisi
38
tersebut adalah kondisi plastis. Model Mohr-Coulomb terdapat lima parameter.
Rincian dari parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel II.10. Parameter-
parameter tanah diperlukan dalam memodelkan tegangan yang terjadi pada tanah,
untuk kebutuhan terebut beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan sebagai
korelasi empiris dalam penentuan nilainya.
39
memungkinkan tekanan pra-konsolidasi untuk diperhitungkan, pada saat ini nama
model tanah diubah menjadi model tanah hardening. Perubahan ini menunjukkan
bahwa model tersebut memiliki kapasitas yang akan digunakan untuk tanah lunak,
termasuk tanah liat lunak, dengan bantuan fungsi mobilised friction (Nordal,
1999). Memang, model tanah pengerasan telah dikembangkan di bawah kerangka
teori plastisitas. Dalam model ini, tegangan total dihitung menggunakan kekakuan
stres-dependent, yang berbeda untuk antara unloading/reload.
Gambar II.16 Hubungan hiperbolik tegangan dan regangan pada beban primer
untuk standar test triaxial kondisi drained (Schanz et al. 1999)
40
Gambar II.17 Bidang leleh hardening soil dalam ruang tegangan utama (Modul
Plaxis, 2013)
41
II.9.3 Soft Soil
Model soft soil (SSM) telah dikembangkan dalam kerangka kerja critical state
soil mechanic (CSSM), yang mirip dengan model clay cam (CCM) atau modified
cam clay (MCC). Bagian ini menguraikan persamaan dan perbaikan dari SSM ke
MCC. Tabel dibawah adalah tujuh parameter input untuk SSM. Untuk
membedakan antara recompression dan beban utama, diperlukan tekanan pra-
konsolidasi (pp). Tekanan pra-konsolidasi dapat ditentukan oleh nilai rasio OCR.
Soft Soil model (SS model) dapat digunakan ketika memodelkan perilaku tanah
lunak seperti lempung dan tanah gambut yang terkonsolidasi secara normal. Pada
SS model, asumsi meliputi hubungan logaritmik antara regangan volumetrik 𝜀𝑣
dengan tegangan efektif p’ yang membutuhkan nilai λ* dimana λ* adalah indeks
pemampatan yang dimodifikasi dan dapat ditentukan bedasarkan pemampatan
tanah yang terjadi pada saat pembebanan primer. Hal lain ditemukan juga notasi
k* dimana k* adalah indeks pemuaian yang dimodifikasi, menjelaskan
kemampumampatan dari tanah pada pengurangan beban yang diikuti pembebanan
kembali sebagai asumsi respon tanah selama pengurangan beban dan pembebanan
kembali bersifat elastis.
Gambar II.18 Bidang leleh soft soil dalam ruang tegangan utama (Modul Plaxis,
2013)
42
Kriteria kegagalan Mohr-Coulomb diadopsi dalam SSM, oleh karena itu
diperlukan parameter kekuatan ϕ'dan c'. SSM ini memanfaatkan hasil permukaan
berbentuk elips, yang mirip dengan model clay cam modified.
Gambar II.19 Bidang keruntuhan pada material soft soil (Surarak, 2011)
Permodelan soft soil cocok digunakan untuk menganalisa prilaku konsolidasi pada
tanah clay. Parameter yang dibutuhkan model ini berat isi antara lain: γunsat dan
γsat, koefisient permeabilitas (kx,ky,kz), nilai kohesi tanah (c), sudut geser dalam
(φ) dan sudut dilatancy (ψ). Ditambah dengan modified compression index λ*, dan
modified swelling index κ*. Parameter permodelan soft soil dapat dilihat pada
Tabel II.12 berikut ini:
43
Berbeda dengan model cam modified clay, parameter M pada keadaan kritis tidak
mengatur garis keruntuhan. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb digunakan
sebagai pengganti, sedangkan parameter M disimpan dalam SSM untuk
menentukan ketinggian elips. Oleh karena itu, garis kegagalan dan permukaan
hasil elips dapat dikontrol secara terpisah. Secara signifikan, parameter M
bukanlah parameter input langsung SSM tersebut.
44
Bab III METODOLOGI PENELITIAN
Foto lokasi yang akan dianalisis pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
III.2 dan 3.3 berikut ini:
45
Gambar III.3 Pembongkaran timbunan preloading (Data Lapangan)
46
lapisan tanah sedang dengan ketebalan ± 2 meter. Dari kedalaman ±14 meter
sampai akhir pengeboran dikedalaman 30,45 merupakan lapisan tanah keras.
Tanah dasar di BH-04 ini didominasi oleh lapisan pasir berlanau dengan jenis
tanah lunak pada lapisan atas dan tanah keras pada bagian bawahnya.
2. Pada umumnya, kondisi perlapisan tanah pada BH-05 merupakan tanah lunak.
Lapisan atas merupakan tanah sangat lunak dengan nilai N-SPT 1 sampai 3
dengan ketebalan ± 17 meter. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan tanah
sedang dengan ketebalan ± 6 meter. Lapisan berikutnya terdapat lapisan tanah
lunak dengan ketebalan ± 20 meter. Dibawah kedalaman 45,15 sampai akhir
engeboran perupakan tanah sedang. Tanah dasar di BH-04 ini didominasi oleh
lapisan lanau lunak.
3. Kondisi perlapisan tanah di BH-06 mirip dengan kondisi perlapisan tanah di
BH-04. Lapisan atas pada BH-06 merupakan lapisan pasir berlanau dengan
tebal ± 27 meter. Pada lapisan atas terdapat lapisan tanah sangat lunak N-SPT 1
sampai 5 dengan ketebalan ± 15 meter. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan
tanah sedang sampai dengan tanah keras dengan N-SPT antara 33 sampai
dengan 66. Tanah dasar di BH-06 ini didominasi oleh lapisan pasir berlanau
dengan ketebalan 27 meter dengan jenis tanah lunak sampai keras.
Berdasarkan hasil uji SPT di lapangan dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang
dominan di lokasi penelitian menurut SNI-1726-2002 merupakan tanah lunak.
Pemantauan penurunan berdasarkan hasil observasi lapangan menggunakan
settlement plate di lokasi sebelum dan sesudah lokasi penelitian yaitu STA
12+505 dan 12+600 menunjukkan kesamaan pola penurunan yang terjadi.
Besaran dan pola penurunannya dapat dilihat pada Gambar III.5 berikut ini:
47
Gambar III.5 Data penurunan tanah di sekitar lokasi penelitian
48
Untuk data stage construction diambil dari hasil obesrvasi lapangan melalui data
yang direkam pada settlement plate.
Untuk data-data laboratorium diambil dari data BH-05 yaitu berupa indeks
properties tanah dan engineering properties tanah. Data laboratoriumnya antara
lain nilai modulus Young (E) dan rasio Poisson nu (ν) untuk elastisitas tanah,
kohesi (c), sudut gesek phi (φ) dan sudut dilatansi psi (ψ), kekakuan triaksial E 50,
kekakuan pembongkaran triaksial Eur dan kekakuan pembebanan oedometer Eoed
serta data-data lain yang dianggap perlu.
49
diperoleh melalui korelasi-korelasi empriris yang disajikan pada pembahasan
2.2.2 sebelumnya.
Gambar III.6 Ilustrasi input PLAXIS untuk menentukan jenis model analisa dan
elemen hingga pada PLAXIS
50
Gambar III.7 Ilustrasi pendefinisian model tanah dan kondisi dari analisa serta
pendefinisian material propertis tanah
51
4. Selanjutnya dilakukan generating mesh dan perhitungan kondisi awal (initial
condition) dari konstruksi yang ditinjau, baik kondisi awal air tanahnya
maupun kondisi awal geometris strukturnya. Ini merupakan tahapan penting
dimana semua struktur yang ada akan dimasukkan kedalam fungsi elemen
hingga dan ditentukan titik nodal analisisnya. Initial condition akan
menunjukkan besaran beban awal yang diterima oleh lapisan tanah sebelum
dibebani struktur badan jalan diatasnya. Contoh generating mesh dan initial
condition dapat dilihat pada Gambar III.9 dan 3.10.
52
6. Setelah tahapan konstruksi didefinisikan, dilanjutkan dengan pendefinisian
geometris dari struktur yang bersesuaian dengan tahapan konstruksinya.
Selanjutnya dilakukan tahapan perhitungan (calculate) dimana setiap tahapan
perhitungan yang telah selesai silakukan perhitungannya maka akan ditandai
dengan munculnya tanda (√ ). Sedangkan apabila dalam perhitungan ternyata
kondisi tanah telah failure maka akan ditandai dengan (x) dimana ditandai
dengan berhentinya proses perhitungan.
7. Setelah selesai dilakukan tahapan perhitungan, maka selanjutnya ditampilkan
output yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan yang bersesuaian
dengan data hasil perhitungan yang akan dianalisis.
Angka keamanan yang dihitung dalam program Plaxis disajikan dalam bentuk
kurva MSF vs displacement yang terdapat pada modul load displacement curves
untuk titik-titik referensi yang telah dimasukkan pada input data. Untuk
menghitung angka keamanan, digunakan modul load advencement number of
steps dengan memasukkan increment MSF. Pada kalkulasi, nilai c dan λ akan
dikurangi sesuai increment yang dimasukkan.
53
penelitian ini dari tahap awal sampai selesai dapat dirangkum dalam flow chart
pada Gambar III.11 berikut ini:
54
III.8 Waktu dan Durasi Pelaksanaan
Tabel III.1 Jadwal Pelaksanaan Tesis
55
56
Bab IV PERMODELAN DAN ANALISIS
IV.1 Umum
Pada bab ini akan disajikan analisis dan perhitungan konsolidasi tanah pada
penampang jalan yang akan dianalisis. Analisis yang dilakukan menggunakan
metode elemen hingga dengan tiga jenis permodelan yaitu dengan Mohr-coulomb,
soft soil dan hardening soil. Sebagai pembanding antara besar nilai penurunan
tanah antara hasil analisis dengan aktual lapangan dengan perhitungan dalam
penelitian ini, akan diambil data observasi lapangan dari pengukuran dari
settlement plate di STA 12+550, di mana settlement plate ini merupakan data
yang paling representatif sebagai pembanding dikarenakan dipasang berdekatan
dengan lokasi pengambilan data boring BH-05.
57
Tahapan penimbunan dan waktunya akan diambil dari pengukuran settlement
plate, data ini sangat penting untuk mendapatkan hasil yang paling aktual sesuai
dengan realisasi di lapangan. Pada data settlement plate selain tercatat penurunan
instrument juga tercatat penambahan elevasi tanah timbunan setiap harinya. Dari
data ini diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan elevasi
timbunan pada setiap tahapan pekerjaannya. Tinggi timbunan maksimum adalah 7
meter dari elevasi tanah dasar dan tinggi timbunan preloading adalah 2,35 meter
dari top elevasi timbunan. Penimbunan dibagi menjadi 5 tahap penimbunan badan
jalan ditambah 1 tahap timbunan preloading, lama waktu masing-masing tahapan
penimbunan adalah 7 hari.
Settlement Plate
58
Gambar IV.2 Lokasi yang dimodelkan pada Plaxis 2D
Perkerasan jalan yang digunakan adalah perkerasan kaku dengan tebal 55 cm dan
berat jenis beton sebesar 2,4 t/m3. Diperkirakan beban perkerasan kaku sebesar
1,32 t/m2. Berdasarkan SNI-8460-2017, Persyaratan perancangan geoteknik,
beban lalu lintas untuk analisis stabilitas ditentukan berdasarkan kelas jalan,
seperti ditampilkan pada Tabel 4.1.
59
Pada evaluasi perbaikan tanah lunak ini, digunakan beban lalu lintas sebesar 15
kPa atau 1,5 t/m2 dan tidak memperhitungkan beban di luar jalan karena secara
umum tidak terdapat bangunan di sekitar timbunan badan jalan.
Untuk proses desain pembebanan tanah asli selalu diperhitungkan sebagai beban
merata dan dapat diwakili dengan beban timbunan tanah preloading. Sesuai
dengan SNI-8460-2017 tentang persyaratan perancangan geoteknik, beban total
preloading yang diaplikasikan ke tanah asli harus lebih besar atau sama dengan
1,3 kali beban yang direncanakan sehingga total beban preloading menjadi:
Untuk melakukan simulasi terhadap beban perkerasan dan beban lalu lintas,
beban-beban tersebut diasumsikan sebagai beban timbunan tanah tambahan. Oleh
karena itu, tinggi timbunan operasional adalah tinggi timbunan badan jalan
ditambah timbunan sebagai simulasi beban perkerasan dan beban lalu lintas.
Sebagai beban preloading, beban perkerasan dan beban lalu lintas tersebut
digantikan dengan timbunan tanah dengan tinggi sebesar beban tersebut dibagi
dengan berat jenis tanah timbunan rata-rata. Berat jenis rata-rata pada kepadatan
100% dari kepadatan laboratorium adalah sebesar 1,737 ton/m3. Timbunan
preloading ditentukan memiliki kepadatan 90% dari kepadatan laboratorium
sehingga berat jenisnya menjadi sebesar 1,563 ton/m3. Dengan total beban
preloading sebesar 3,67 ton/m2, maka tinggi timbunan preloading menjadi
setinggi:
60
IV.4 Data Parameter Tanah
Dalam permodelan Plaxis dibutuhkan input parameter-parameter tanah yang akan
dimodelkan. Parameter-perameter tanah yang digunakan pada permodelan Plaxis
diambil dari hasil pengujian. Lapisan-lapisan tanah eksisting yang didominasi
oleh lapisan tanah lunak (lanau dan lanau kepasiran) memiliki prilaku undrained.
Gambar IV.3 berikut ini merupakan data BH-05 yang akan dijadikan bahan dalam
permodelan tanah.
61
62
Gambar IV.3 Data BH-05 yang dianalisis
Tabel 4.2, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan material properties tanah yang
akan digunakan dalam analisa pada permodelan Mohr coulomb, hardening soil,
dan soft soil.
63
Tabel IV.2 Data tanah untuk permodelan Mohr-coulomb
DATA TANAH (BH-05)
Uraian Unit
Embankment Elastic Silt 1 Silt 1 Elastic Silt 2 Silty Sand Silt 2 Clayey Sand Clay
Material model - Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb
Kedalaman mtr 0 s/d 8 0 s/d -1 -1 s/d -5 -5 s/d -17 -17 s/d -23.6 -23,6 s/d -32,7 -32,7 s/d -37 -37 s/d -50,45
Drainage type - Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained
γ_unsat kN/m3 14,92 7.73 10.910 7.490 7.35 12.420 14.87 12.86
3
γ_sat kN/m 18,46 14.27 16.32 14.170 13.82 16.89 16.72 17.64
E kN/m2 12500 2500 2500 2500 5000 3000 5000 7500
k_y m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
Nama Lapisan 1 2 3 4 5 6 7
Material model - Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil
Kedalaman mtr 0 s/d 8 0 s/d -1 -1 s/d -5 -5 s/d -17 -17 s/d -23.6 -23,6 s/d -32,7 -32,7 s/d -37 -37 s/d -50,45
Drainage type - Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained
3
γ_unsat kN/m 14,92 7.73 10.910 7.490 7.35 12.420 14.87 12.86
γ_sat kN/m3 18,46 14.27 16.32 14.170 13.82 16.89 16.72 17.64
c 2 15 39.7 39.7 23.4 18.03 39.7 29.7 29.7
kN/m
φ (phi) ° 35 23.01 23.01 34.19 26.44 23.01 38.39 38.39
E50 kN/m2 12500 2500 2500 2500 5000 3000 5000 7500
2
Eoed kN/m 14647 2746 2746 2746 5412 3296 5844 8766
Eur kN/m2 25000 5000 5000 5000 10000 6000 10000 15000
k_x m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
k_y m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
Nama Lapisan 1 2 3 4 5 6 7
64
Tabel IV.4 Data tanah untuk permodelan soft soil
DATA TANAH (BH-05)
Uraian Unit
Embankment Elastic Silt 1 Silt 1 Elastic Silt 2 Silty Sand Silt 2 Clayey Sand Clay
Material model - Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil
Kedalaman mtr 0 s/d 8 0 s/d -1 -1 s/d -5 -5 s/d -17 -17 s/d -23.6 -23,6 s/d -32,7 -32,7 s/d -37 -37 s/d -50,45
Drainage type - Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained
γ_unsat kN/m3 14,92 7.73 10.910 7.490 7.35 12.420 14.87 12.86
γ_sat kN/m3 18,46 14.27 16.32 14.170 13.82 16.89 16.72 17.64
Comp. Index Cc 0.2900 0.6 0.44 1.11 0.81 0.54 0.44 0.39
Swell Index Cr 0.0460 0.120 0.088 0.222 0.116 0.108 0.059 0.078
λ* (lambda) 0.0530 0.1096 0.0804 0.2028 0.1480 0.0986 0.0804 0.0712
κ* (kappa) 0.0168 0.0438 0.0322 0.0811 0.0423 0.0395 0.0214 0.0285
k_x m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
k_y m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
Nama Lapisan 1 2 3 4 5 6 7
Seluruh parameter tanah dikondisikan sebagai lapisan undrained (A) seperti yang
dijelaskan pada sub bab 2.8.2. Pemilihan ini dilakukan karena metode
penimbunan di lapangan yang dilakukan dalam waktu singkat sehingga air tidak
teralirkan keluar. Pada manual plaxis contoh-contoh permodelan hardening soil
menggunakan nilai Eu = 3 x E50 (Manual Plaxis 2018, hal 46), namun
rekomendasi nilai yang disarankan oleh piranti Plaxis 2D saat proses input data
tanah minimal 2 x E50. Rekomendasi tersebut dapat dilihat pada Gambar IV.4
berikut:
65
Gambar IV.4 Rekomendasi nilai Eur oleh piranti Plaxis 2D
66
IV.5 Analisis Drajat Konsolidasi dengan Asaoka
Penurunan tanah secara rutin dilakukan perekaman di lapangan, keseluruhan data
tersebut dimasukkan kedalam grafik penurunan tanah seperti yang terlihat pada
Gambar IV.6.
67
-0.870
-0.860
-0.850
-0.840
Data Settlement
-0.830 f(x) = 0.835414409963901 x − 0.136849201636971 Plate
Linear (Data Set-
tlement Plate)
-0.820 Linear (Data Set-
tlement Plate)
-0.810 Linear
-0.800
-0.800 -0.810 -0.820 -0.830 -0.840 -0.850 -0.860 -0.870
Dari garfik diatas diperoleh persamaan regresi linear untuk data penurunan pada
settlement plate adalah :
y = 0,8354x – 0,1368
sehingga dengan menggunakan persamaan (2.19) dapat diperoleh prediksi
penurunan total:
ρf = 0,1368 / (1 – 0,8354)
= 0,8365 meter
Total penurunan yang telah terjadi di lapangan menurut data settlement plate
adalah 0,836 meter, sehingga drajat konsolidasi yang terjadi dilapangan adalah:
0,836
% konsolidasi= = 99,95%
0,8365
68
penampang tanah yang tidak simetris. Satuan-satuan yang digunakan adalah meter
untuk ukuran panjang, day (hari) untuk satuan waktu dan kN untuk satuan force.
Dimensi geometri yang digunakan untuk memodelkan adalah lebar 100 meter dan
ketebalan 60 meter agar permodelan dapat digambarkan secara keseluruhan. Spasi
yang digunakan adalah 10 cm agar penggambaran dapat dilakukan secara rinci.
Pengaturan propertis model dapat dilihat pada Gambar IV.8.
69
ini timbunan akan didiamkan sampai mencapai konsolidasi minimal 90%. Hasil
permodelan yang telah digambarkan pada Plaxis 2D dapat dilihat pada Gambar
IV.2.
70
normally closed dan ymax adalah open. Waterflow condition arah xmin dan xmax
adalah normally closed, arah ymin adalah normally closed dan ymax adalah open.
Dengan penentuan ini keruntuhan permodelan hanya diperbolehkan terjadi pada
model yang telah dibuat.
Kemudian berikutnya adalah proses generate mesh, seluruh elemen struktur akan
dibagi menjadi bagian-bagian kecil. Semakin kecil elemennya maka perhitungan
akan semakin teliti. Pada penilitian ini mesh yang digunakan adalah medium untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Pemilihan medium dikarenakan jika mesh
terlalu kecil maka proses analisa akan membutuhkan waktu yang sangat lama,
sedangkan jika digunakan coarse maka hasil perhitungan tidak seakurat medium.
Hasil generate mesh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar IV.10.
Gambar IV.10 Generate mesh pada Plaxis 2D dengan jumlah 2.812 elements dan
22.789 nodal
Pada flow condition ini akan diperhitungkan besaran tekanan akibat muka air
tanah yang ada pada lokasi penelitian. Pada penelitian ini elevasi muka air laut
berada pada elevasi -0,47 m, ini menunjukkan bahwa pada initial condition
hampir keseluruhan lapisan tanah eksisting berada di bawah permukan air. Air
pori pada lapisan tanah akan memberikan pengaruh pada tekanan yang akan
71
dialami oleh lapisan tanah di bawahnya sebelum dilakukan proses penimbunan
badan jalan.
Besaran tekanan pada tanah akibat muka air ini digambarkan pada program Plaxis
seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.11 berikut ini:
Gambar IV.11 Kondisi pore pressure saat initial flow condition sebelum
konstruksi
72
1. Fase initial condition
2. Fase Pemasangan geotextile selama 3 hari
3. Fase Timbunan badan jalan tahap 1 selama 7 hari
4. Fase Timbunan badan jalan tahap 2 selama 7 hari
5. Fase Timbunan badan jalan tahap 3 selama 7 hari
6. Fase Timbunan badan jalan tahap 4 selama 7 hari
7. Fase Timbunan badan jalan tahap 5 selama 7 hari
8. Fase Timbunan preloading selama 7 hari
9. Fase Konsolidasi proloading selama 80 hari
Fase-fase perhitungan tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar IV.12 berikut
ini:
Cara menentukan aktivitas pekerjaan mana yang berlangsung pada fase analisis
adalah dengan mengaktivasi lapisan yang sesuai dengan fase pekerjaan yang
dianalisis. Proses aktivasi masing-masing lapisan dapat dilihat pada Gambar
IV.13 sampai dengan Gambar IV.16 berikut:
73
Gambar IV.13 Tahapan pemasangan geotextile
74
Gambar IV.16 Tahapan penimbunan beban preloading
75
IV.8 Hasil Analisis dengan Soft Soil
Setelah seluruh tahapan perhitungan dimasukkan ke dalam program PLAXIS 2D
dengan benar, maka program dapat melakukan perhitungan. Hasil output
perhitungannya menunjukkan bahwa penurunan vertikal yang terjadi pada titik
pemasangan settlement plate terjadi penurunan sebesar 0,863 meter. Hasilnya
dapat dilihat pada Gambar IV.18 berikut ini:
Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan nodal A yaitu lokasi dimana settlement
plate dipasang, dapat dilihat pada Gambar IV.19 berikut ini:
Gambar IV.19 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A soft soil
76
Penurunan yang diperoleh dari Plaxis 2D dengan menggunakan model soft soil
memiliki perbedaan besar penurunan dibandingkan dengan hasil observasi di
lapangan. Penurunan yang diperoleh dari permodelan berbeda sebesar 27,09 mm
atau sebesar 3,24%. Pola penurunan pada Plaxis 2D menunjukkan bahwa
penurunan bergantung pada jumlah pembeban yang dilakukan sedangkan pada
aktualnya setiap hari penurunan terjadi dengan lebih teratur. Grafik hubungan
antara penurunan tanah arah vertikal (Uy) dengan waktu konsolidasi pada titik
tinjauan dapat dilihat pada Gambar IV.20 berikut ini.
Gambar IV.21 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model soft soil dengan aktual
lapangan
77
IV.9 Hasil Analisis dengan Mohr - Coulomb
Tahapan perhitungan pada permodelan dengan Mohr-coulomb sama dengan pada
soft soil, yang membedakan hanyalah parameter tanah yang digunakan. Jika pada
permodelan soft soil kekuatan tanah dihitung dari indeks pemampatan yang
dimodifikasi (λ*) dan indeks pengembangan yang dimodifikasi (k*), maka pada
Mohr coulomd didaarkan dari nilai modulus (E) dan passion rasio (υ) tanah. Hasil
output perhitungan model Mohr coulomb menunjukkan bahwa penurunan vertikal
yang terjadi berada elevasi teratas timbunan preloading yaitu sebesar -0,918
meter, sedangkan pada titik pemasangan settlement plate terjadi penurunan
sebesar -0,801 meter. Hasilnya penurunan tanah pada permodelan ini dapat dilihat
pada Gambar IV.22.
Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan nodal A yaitu lokasi dimana lokasi
settlement plate dipasang, dapat dilihat pada Gambar IV.23.
78
Gambar IV.23 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A
Grafik hubungan antara penurunan tanah arah vertikal (Uy) pada model Mohr-
coulomb dengan waktu konsolidasi pada titik tinjauan dapat dilihat pada Gambar
IV.24 berikut ini.
Gambar IV.24 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model Mohr-coulomb
79
aktualnya setiap hari penurunan terjadi dengan lebih teratur. Perbandingan
penurunannya dapat dilihat pada Gambar IV.25 berikut ini:
80
Gambar IV.26 Penyebaran vertical displacement pada hardening soil
Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan nodal A yaitu lokasi dimana lokasi
settlement plate dipasang, dapat dilihat pada Gambar IV.27.
81
Grafik hubungan antara penurunan tanah arah vertikal (Uy) pada model
hardening soil dengan waktu konsolidasi dapat dilihat pada Gambar IV.28 berikut
ini.
Gambar IV.28 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model hardening soil
Penurunan yang diperoleh dari Plaxis 2D dengan menggunakan model hardening
soil memiliki perbedaan besar penrunan dibandingkan dengan hasil observasi di
lapangan. Penurunan yang diperoleh dari permodelan berbeda sebesar 57,40 mm
atau sebesar 6,87%. Pola penurunan pada Plaxis 2D menunjukkan bahwa
penurunan bergantung pada jumlah pembeban yang dilakukan sedangkan pada
aktualnya setiap hari penurunan terjadi dengan lebih teratur. Perbandingan
penurunannya dapat dilihat pada Gambar IV.29 berikut ini:
82
Gambar IV.29 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model hardening soil dengan
aktual lapangan
IV.11 Pembahasan
1. Dari ketiga analisis permodelan yang dilakukan diperoleh meninjukkan bahwa
pada saat proses penimbunan badan jalan prmodelan Mohr-coulomb
menunjukkan besaran penurunan 0,57 meter, hardening soil 0,34 meter dan
soft soil 0,38 meter sedangkan penurunan aktual pada tahapan ini adalah 0,6
meter. Pada tahapan ini nilai penurunan tanah yang dihasilkan oleh Mohr-
coulomb lebih mendekati actual lapangan dibandingkan permodelan lainnya.
2. Pada tahapan penimbunan preloading besaran penurunan pada model
hardening soil adalah 0,78 meter, Mohr-coulomb adalah 0,8 meter dan soft soil
adalah 0,83 meter sedangkan penurunan aktual lapangan adalah 0,78 meter.
Ditinjau dari besaran penurunan yang terjadi pada tahapan ini hardening soil
memiliki nilai yang lebih mendekati lapangan. Namun pada permodelan Mohr
coulomb dan hardening soil saat proses konsolidasi tidak menunjukkan
penurunan yang signifikan sedangkan aktual lapangan masih terjadi penurunan
meski nilainya relatif kecil.
3. Besaran penurunan akhir tanah sebesar 0,863 meter untuk model soft soil,
0,779 meter untuk Mohr coulomb dan 0,802 meter untuk model hardening soil.
Hasil ini relatif mendekati hasil obervasi penurunan aktual lapangan, di mana
penurunan aktual lapangan adalah sebesar 0,836 meter.
4. Perbedaan penurunan yang terjadi antara ketiga permodelan yang dilakukan
yang dibandingkan dengan penurunan hasil observasi di lapangan dapat dilihat
seperti tertera pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel IV.5 Penurunan tanah dari hasil analisa Plaxis 2D dan observasi lapangan
Perbedaan
Persentasi
Berdasarkan Prediksi Penurunan
Perbedaan
Permodelan Settlement Penurunan Plaxis dengan
Penurunan
Plate (m) Lapangan
(m) (m) (%)
Soft Soil 0.863 0.027 3.240
0.836
Hardening 0.779 0.057 6.651
83
Soil
Mohr
0.801 0.035 4.433
Coulomb
5. Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa penurunan tanah hasil analisa menggunakan
Plaxis 2D menggunakan permodelan soft soil dan Mohr-coulomb lebih
mendekati penurunan aktual di lapangan dimana perbedaannya yaitu 3,24%
dan 4,43% dibandingkan dengan penurunan hasil permodelan hardening soil
yaitu 6,65% terhadap penurunan aktual lapangan
6. Setelah dilakukan analisis menggunakan permodelan Plaxis 2D dengan
menggunakan permodelan soft soil, Mohr-coulomb dan hardening soil
diperoleh grafik penurunan tanah. Grafik penurunan gabungan dari ketiga
permodelan tersebut dibandingkan dengan penurunan hasil observasi lapangan
dapat dilihat pada Gambar IV.30 berikut.
7. Terdapat perbedaan grafik pola penurunan hasil observasi lapangan
dibandingkan dengan permodelan Plaxis 2D. Perbedaan ini disebabkan oleh
pembagian fase kalkulasi dalam Plaxis 2D. Pada permodelan Plaxis 2D fase
kalkulasi didasarkan atas kenaikan tinggi timbunan sedangkan pada observasi
lapangan pengambilan data penurunan dilakukan setiap dua hari meski
kenaikan timbunan tanah hanya 10 cm atau bahkan tidak ada kenaikan elevasi
timbunan. Semakin banyak pembagian fase dan semakin singkat waktu
kalkulasinya, maka grafik yang dihasilkan akan semakin mendekati grafik
observasi lapangan.
Tim. badan jalan
Tim. preloading
Konsolidasi
84
Gambar IV.30 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D dengan observasi lapangan
85
mendekati model lainnya dengan persentasi perbedaanhanya 3,24% dari aktual
lapangan.
86
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Proyek Tol Indrapura – Kisaran STA 12+550 yang dibangun di atas lapisan tanah
lunak mengharuskan dilakukannya perbaikan tanah untuk mencegah kegagalan
konstruksi. Jenis tanah yang memiliki nilai permeabilitas rendah membuat proses
konsolidasi akan berlangsung sangat lama sehingga diperlukan pemasangan beban
preloading. Berdasarkan dari hasil pembahasan di bab-bab sebelumnya tentang
perhitungan penurunan tanah dengan metode elemen hingga menggunakan piranti
Plaxis 2D, dapat diambil beberapa kesimpunan sebagai berikut:
1. Hasil penurunan konsolidasi menggunakan Plaxis 2D dari ketiga permodelan
yaitu Mohr-Coulomb, soft soil ataupun hardening soil relatif mendekati
penurunan hasil observasi di lapangan dengan persentasi perbedaan penurunan
masing-masing adalah 4.433%, 3.240%, dan 6.651%. Ini menunjukkan bahwa
ketiga permodelan ini dapat digunakan dalam analisis meski dengan tingkat
keakuratan yang berbeda.
2. Pada saat proses penimbunan badan jalan permodelan Mohr coulomb memiliki
hasil yang lebih mendekati lapangan. Namun hasil berbeda ditunjukkan pada
tahapan penimbunan preloading dimana model hardening soil lebih mendekati
nilai penurunan actual lapangan seperti yang dijelaskan pada Sub-bab IV-11.
Pada akhir proses perhitungan menggunakan Plaxis 2D permodelan soft soil
memiliki hasil lebih mendekati penurunan akhir lapangan dibandingkan dengan
Mohr-coulomb dan hardening soil. Dengan perbedaan penurunan antara
permodelan dengan hasil observasi lapangan seperti terlihat pada Tabel IV.5.
3. Dari pola penurunan yang terjadi, pada tahapan penimbunan badan jalan dan
preloading pola penurunan pada permodelan Mohr-coulomb lebih mendekati
pola penurunan observasi lapangan dibandingkan dengan soft soil dan
hardening soil. Namun hasil yang berbeda ditunjukkan pada masa tunggu
konsolidasi dimana pola penurunan soft soil lebih mendekati pola penurunan
aktual lapangan dibandingkan kedua permodelan lainnya.
4. Untuk permodelan menggunkan Plaxis 2D pada jalan tol Indrapura – Kisaran,
lebih efektif menggunakan permodelan dengan Mohr-coulomb, hal ini terlihat
87
dari pola penurunan tanah pada saat proses penimbunan yang terjadi dan
perbedaan penurunan dengan observasi lapangan yang relatif kecil yaitu
4,43%. Pemilihan ini didasarkan bahwa pada proses konsolidasi lapisan tanah
bukan hanya hasil akhir penurunan yang ditinjau melainkan juga pola
penurunan tanah yang terjadi. Kesamaan pola penurunan antara Mohr-coulomb
dengan aktual menunjukkan bahwa parameter tanah yang dianalisis pada
permodelan ini sama dengan parameter tanah sebenarnya di lapangan.
V.2 Saran
Untuk pengembangan pada penelitian-penelitian berikutnya mengenai analisis
penurunan tanah menggunakan piranti Plaxis 2D, penulis menyarankan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Pengujian laboratorium sampel tanah hasil pengeboran dilakukan di setiap
lapisan tanah yang berbeda untuk mendapatkan data lapangan yang lebih
akurat. Semakin banyak data yang terkumpul maka hasil penelitian akan
semakin akurat.
2. Pengambilan data tanah disaranakan dilakukan sedekat mungkin dengan
instrument settlement plate agar data yang dianalisis mewakili kondisi
sebenarnya di lapangan.
3. Timbunan preloading di lapangan dapat dibongkar ketika data settlement plate
menunjukkan derajat konsolidasi diatas 90%. Ini terlihat dari analisa
menggunakan metode Asaoka, namun penulis menyarankan untuk dilakukan
pengujian labratorium untuk memastikan drajat konsolidasi tanah.
4. Penelitian ini menggunakan permodelan dengan Mohr-Coulomb, soft soil
ataupun hardening soil menggunakan PLAXIS 2D. Dimasa depan permodelan
dapan dikembangkan dengan menggunakan piranti Plaxis 3D.
88
89
DAFTAR PUSTAKA
90
Bawah Tanah Timbunan. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional,
Volume 2(1). pp. 107-118.
Leroueil, S., et al. (1990). Permeability anisotropy of natural days as a function of
strain. Canadian Geot J. 27(5), 568-579.
Look, B. (1997), Handbook of Geotechnical Investigation and Design Tables.
Meiwa, S., Ikhya. dan Hamdhan, I.N. (2015), “Analisis Konsolidasi dengan PVD
untuk Kondisi Axisymetric dan Beberapa Metode Ekuivalensi Plane
Strain Menggunakan Metode Elemen Hingga”, Jurnal Institud Teknologi
Nasional.
M. Bilal and A. Talib (2016), “A study on advances in ground improvement
techniques,” Adv. Geotech. Eng., no. April, pp. 322 – 330, 2016, doi:
10.13140/RG.2.1.4865.4965.
Mohr, (1910), Geotechnical Engineering Investigation Manual, McGrawHill
Book Co., 984
Nordal, S. (1999). “ Present of PLAXIS ”. Beyond 2000 in Computational
Geotechnics-10 Years of PLAXIS International. Balkema, Rotterdam,
pp. 45- 54.
Plaxis (2018), Manual Plaxis 2D Tutorial 2018. Plaxis
Schanz, T., dan Vermeer, P.A., dan Bonnier, P.G. (1999). “ The Hardening Soil
Model: Formulation and Verification, Beyon 2000 in Computational
Geotechnics “. Balkema, Rotterdam.
Skempton, A. W. (1944): ‘Notes on compressibility of clays’, Quarterly Journal
of the Geological Society, London, 100(2), 119-135.
Surarak C. (2011) Geotechnical Aspect of The Bangkok MRT Blue Line Project,
Griffith University, Brisbane.
Terzaghi, K. dan R.B. Peck, (1987). Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa
Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Terzaghi, K. (1947), “Theoritical Soil Mechanics”, John Willey & Sons, New
York.
91
92
LAMPIRAN
93
Lampiran A Dokumentasi Pelaksanaan Lapangan
94
95
Lampiran B Hasil Output PLAXIS 2D
96
97
Lampiran C Hasil Tes Laboratorium Investigasi Tanah
98
Lampiran D Stratifikasi Lapisan Tanah
99
Lampiran E Data Settlement Plate
-0.1
STA 12 + 505
-0.2 STA 112+550
STA 112+600
-0.3
-0.4
-0.5
-0.6
-0.7
-0.8
-0.9
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
100