You are on page 1of 117

STUDI NUMERIK PERILAKU PENURUNAN TANAH PADA

TIMBUNAN PRELOADING DENGAN METODE ELEMEN


HINGGA PLAXIS 2D
Studi Kasus: Pembangunan Jalan Tol Indrapura - Kisaran

TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
Program Studi Magister Teknik Sipil
Pengutamaan Rekayasa Geoteknik

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


Februari 2023

i
ABSTRAK

STUDI NUMERIK PERILAKU PENURUNAN TANAH PADA


TIMBUNAN PRELOADING DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
PLAXIS 2D

Oleh
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
(Program Studi Magister Teknik Sipil)

Penurunan tanah merupakan salah satu masalah yang paling umum ditemukan pada
pekerjaan tanah. Sifat tanah lunak yang memiliki karakteristik buruk, memungkinkan
terjadinya penurunan tanah pada jangka waktu yang panjang. Menemukan teknik yang
efisien dan efektif dalam metode perbaikan tanah telah menjadi tantangan terus menerus
bagi perusahaan konstruksi dan akademisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
permodelan tanah mana yang paling optimal antara Mohr-coulomb, soft soil dan
hardening soil untuk merepresentasikan penurunan tanah yang terjadi dalam penerapan
perbaikan tanah dengan metode preloading pada Proyek Jalan Tol Indrapura – Kisaran.
Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan software Plaxis 2D yang dikembangkan
berdasarkan metode elemen hingga.

Berdasarkan hasil monitoring settlement plate di lapangan diketahui besarnya penurunan


yang terjadi adalah sebesar 0,836 meter. Adapun besarnya penurunan tanah berdasarkan
analisis menggunakan model Mohr-Coulomb adalah sebesar 0,779 meter atau 6,65%.
Sedangkan menggunakan model hardening soil adalah sebesar 0,802 meter atau 4,43%,
dan besarnya penurunan menggunakan model soft soil adalah sebesar 0,863 meter atau
3,24%.

Berdasarkan pola penurunan yang terjadi, model Mohr-coulomb lebih mendekati pola
penurunan observasi lapangan dibandingkan dengan soft soil dan hardening soil. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perhitungan penurunan konsolidasi dengan Plaxis 2D
menggunakan model Mohr-Coulomb, soft soil ataupun hardening soil memberikan hasil
yang memuaskan dimana perbedaan penurunan hasil analisis dengan monitoring lapangan
relatif kecil dan pola penurunan hasil analisis mendekati pola penurunan yang terjadi di
lapangan.

Kata kunci: Mohr-coulomb, soft soil, hardening soil, Preloading, Plaxis 2D, settlement
plate.

i
ABSTRACT

NUMERICAL STUDY OF SOIL SETTLEMENT BEHAVIOR ON


PRELOADING EMBANKMENTS USING THE PLAXIS 2D FINITE
ELEMENT METHOD

By
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
(Master’s Program in Civil Engineering)

Land subsidence is one of the most common problems encountered in earthworks. The
nature of soft soil which has bad characteristics allows land subsidence over a long
period of time. Finding efficient and effective soil improvement methods has been a
constant challenge for construction companies and academia. The purpose of this study
was to find out which soil modeling is the most optimal between Mohr-coulomb, soft soil
and hardening soil to represent land subsidence that occurs in the application of soil
improvement with the preloading method on the Indrapura - Kisaran Toll Road Project.
The analysis was carried out using Plaxis 2D software which was developed based on the
finite element method.

Based on the results of monitoring the settlement plate in the field, it is known that the
amount of settlement that occurs is 0.836 meters. The amount of land subsidence based on
an analysis using the Mohr-Coulomb model is 0.779 meters or 6.65%. While using the
hardening soil model is 0.802 meters or 4.43%, and the magnitude of the decrease using
the soft soil model is 0.863 meters or 3.24%.

Based on the pattern of settlement that occurs, the Mohr-Coulomb model is closer to the
pattern of decline in field observations compared to soft soil and hardening soil. Thus it
can be concluded that the calculation of consolidation settlement with Plaxis 2D using the
Mohr-Coulomb model, soft soil or hardening soil gives satisfactory results where the
difference in settlement analysis results with field monitoring is relatively small and the
settlement pattern in the analysis results is close to the settlement pattern that occurs in
the field.

Keywords: Mohr-coulomb, soft soil, hardening soil, Preloading, Plaxis 2D, settlement
plate.

ii
STUDI NUMERIK PERILAKU PENURUNAN TANAH PADA
TIMBUNAN PRELOADING DENGAN METODE ELEMEN
HINGGA PLAXIS 2D
Studi Kasus: Pembangunan Jalan Tol Indrapura - Kisaran

Oleh
ANGGA JOHAR WALUYO
NIM: 25020390
Program Studi Magister Teknik Sipil
Pengutamaan Rekayasa Geoteknik

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui
Tim Pembimbing
Tangga 28 Februari 2023

Dosen Pembimbing Ko-Pembimbing

Prof. Ir. Masyhur Irsyam, M.S.E, Ph.D. Ir. Andi Kurnia Setiadi Kartawiria, ST., MT.
NIP 195900201084031002

iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis Magister yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan


Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa
hak cipta ada pada penulis dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis dan harus
disertai dengan kaidah ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut:
Waluyo, Angga Johar (2023): Studi Numerik Perilaku Penurunan Tanah pada
Timbunan Preloading dengan Metode Elemen Hingga Plaxis 2D, Tesis
Program Magister, Institut Teknologi Bandung.

dan dalam bahasa Inggris sebagai berikut:

Waluyo, Angga Johar (2023): Numerical Study of Soil Settlement Behavior on


Preloading Embankments Using the Plaxis 2D Finite Element Methode,
Master’s Thesis, Institut Teknologi Bandung.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin


Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis, dengan
judul “Studi Numerik Perilaku Penurunan Tanah pada Timbunan Preloading
dengan Metode Elemen Hingga Plaxis 2D”. Penulisan tesis ini diajukan guna
memenuhi salah satu persyaratan akademis untuk mendapatkan gelar Magister
Teknik (MT) – ITB.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini dihadapkan pada sejumlah kendala
dan hambatan, tetapi dengan dilandasi semangat tinggi dan bimbingan dari para
pembimbing, maka berbagai hambatan dan kendala tersebut berhasil penulis
hadapi dan selesaikan dengan baik. Seiring dengan telah selesainya penulisan tesis
ini, penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua Bapak Turba Sakti (Alm) dan Ibu Heni Mariyani, Istri Rin
Adriana Harsya Faizati serta anak Muhammad Rayyan Arrizqi atas motivasi,
inspirasi, dukungan dan doanya.
2. Bapak Ir. R. Sony Sulaksono Wibowo, MT, Ph.D. selaku Ketua Program
Studi Magister Teknik Sipil ITB.
3. Prof. Ir. Masyhur Irsyam, MSE., Ph.D. selaku Ketua Kelompok Keahlian
Rekayasa Geoteknik sekaligus dosen pembimbing atas arahan, masukan,
petunjuk dan bimbingannya.
4. Ir. Andi Kurnia Setiadi Kartawiria, ST., MT. selaku co. pembimbing, atas
arahan, masukan, petunjuk dan bimbingannya.
5. Segenap Bapak/Ibu dosen serta seluruh staf pada program studi Magister
Teknik Sipil ITB atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan.
6. Bapak Yul Ari Pramuharjo selaku Direktur Operasi Bidang Infrastruktur PT.
PP (Persero) Tbk. yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil.
7. Bapak Arzan selaku Senior Vice President Divisi Infrastruktur 1 PT. PP
(Persero) Tbk. yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil.
8. Ibu Ni Made Sasanti selaku Senior Vice President Divisi Human Capital
Management PT. PP (Persero) Tbk. yang telah memberikan dukungan moril
maupun materiil.

v
9. Rekan-rekan Proyek Pembangunan Jalan Tol Indrapura – Kisaran dan Proyek
Fly Over Kopo PT. PP (Persero) Tbk atas dukungannya.
10. Bapak Syiril Erwin Harahap, S.T., M.T., Ph.D yang telah menjembatani agar
dapat menggunakan Plaxis lisensi milik S2/S3 Teknik Sipil USU.
11. Teman seperjuangan Mahasiswa Program Studi Teknk Sipil Pengutamaan
Khusus Geoteknik Struktur dan Infrastruktur.
12. Segenap pihak yang telah membantu penulisan tesis ini.

Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis senantiasa mengharapkan saran, masukan,
pendapat, maupun kritikan demi perbaikan penyusunan tesis ini. Somoga Allah
SWT memberikan yang terbaik kepada kita semua. Amiin.

Bandung, Februari 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK...............................................................................................................i
ABSTRACT.............................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS..................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
DAFTAR NOTASI.............................................................................................xiv

Bab I PENDAHULUAN...................................................................................1
I.1. Latar Belakang..............................................................................1
I.2. Pertanyaan Penelitian (Research Question)..................................2
I.3. Tujuan Penelitian..........................................................................3
I.4. Ruang Lingkup dan Batasan Studi................................................3
I.5. Hasil yang Diharapkan..................................................................3

Bab II KAJIAN LITERATUR..........................................................................4


II.1. Tanah Lunak.................................................................................4
II.2. Karakteristik Tanah Lunak...........................................................5
II.2.1 Kuat geser tanah lunak (lempung).......................................6
II.2.2 Korelasi untuk mendapatkan nilai parameter tanah...........7
II.3 Settlement (Penurunan Tanah)....................................................14
II.3.1 Penurunan segera.................................................................15
II.3.2 Penurunan konsolidasi........................................................16
II.3.3 Tanah Terkonsolidasi secara normal (NC) dan terlalu
terkonsolidasi (OC).............................................................18
II.4 Waktu Konsolidasi......................................................................20
II.5 Jenis-jenis Perbaikan Tanah........................................................21
II.5.1 Permasalahan stabilitas.......................................................21
II.5.2 Permasalahan penurunan....................................................22
II.6 Metode Pembebanan Awal (Preloading)....................................24
II.7 Monitoring Penurunan Tanah dengan Asaoka............................26

vii
II.8 Metode Elemen Hingga (Plaxis 2D)...........................................28
II.8.1 Kelengkapan (fitur) pada Plaxis.........................................31
II.8.2 Kondisi Pengaliran Air.......................................................32
II.9 Permodelan Tanah pada Plaxis 2D.............................................35
II.9.1 Mohr Coulomb.....................................................................35
II.9.2 Hardening Soil.....................................................................37
II.9.3 Soft Soil.................................................................................40

Bab III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................43


III.1 Lokasi Penelitian.........................................................................43
III.2 Kondisi Lapisan Tanah...............................................................44
III.3 Studi Literatur.............................................................................46
III.4 Pengolahan Data Lapangan dan Uji Laboratorium.....................46
III.5 Korelasi untuk Penentuan Parameter Tanah...............................47
III.6 Pemodelan Preloading Soil Menggunakan Piranti Finite Element
Method........................................................................................48
III.7 Kerangka Berpikir Penelitian......................................................51
III.8 Waktu dan Durasi Pelaksanaan...................................................53

Bab IV PERMODELAN DAN ANALISIS......................................................54


IV.1 Umum.........................................................................................54
IV.2 Geometri Penampang Jalan yang Dianalisis...............................54
IV.3 Tinggi Timbunan Preloading.....................................................56
IV.4 Data Parameter Tanah.................................................................58
IV.5 Analisis Drajat Konsolidasi dengan Asaoka...............................62
IV.6 Analisis Pemodelan dengan PLAXIS 2D...................................64
IV.7 Tahapan konstruksi dan kalkulasi Plaxis....................................67
IV.8 Hasil Analisis dengan Soft Soil...................................................71
IV.9 Hasil Analisis dengan Mohr - Coulomb.....................................73
IV.10 Hasil Analisis dengan Hardening Soil........................................75
IV.11 Pembahasan.................................................................................78

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................81


V.1 Kesimpulan.................................................................................81
V.2 Saran...........................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................84

viii
LAMPIRAN..........................................................................................................86

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Dokumentasi Pelaksanaan Lapangan...................................................87


Lampiran B Hasil Output PLAXIS 2D....................................................................89
Lampiran C Hasil Tes Laboratorium Investigasi Tanah..........................................91
Lampiran D Stratifikasi Lapisan Tanah...................................................................92
Lampiran E Data Settlement Plate...........................................................................93

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Grafik kegagalan Mohr dan Coulomb (Das, 1998)............................7


Gambar II.2 Grafik hubungan antara batas cair dan indeks pemampatan untuk
tanah lempung (Skempton, et al., 1944)...........................................11
Gambar II.3 Grafik waktu pemampatan konsolidasi untuk suatu penambahan
beban yang diberikan (Das, 1999)....................................................17
Gambar II.4 Hubungan antara e versus log p (Das, 1999)....................................18
Gambar II.5 Grafik e versus log p yang menunjukkan keadaan akibat
pembebanan, setelah diangkat dan dibebani kembali (Das, 1999)...19
Gambar II.6 Altenatif solusi untuk penanganan timbunan tanah (Leroueil, et al.,
1990).................................................................................................25
Gambar II.7 Metode pembebaban awal (preloading) (M. Bilal, 2016)................25
Gambar II.8 Proses pemasangan Settlement plate (data tol Indrapura – Kisaran)
..........................................................................................................26
Gambar II.9 Perkiraan penurunan akhir berdasarkan metode Asaoka (PUPR. Pd –
T06-2004-B).....................................................................................28
Gambar II.10 (a) Plane strain dan (b) Axisymetric.................................................29
Gambar II.11 Perbedaan 6 nodal dan 15 nodal (Brinkgreve et al., 2013)..............30
Gambar II.12 Perbedaan undrained (A) dan (B) (Piranti Plaxis 2D, 2017)...........34
Gambar II.13 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (Schanz et al. 1999)...............36
Gambar II.14 Bidang leleh Mohr-Coulomb dalam ruang tegangan utama (Modul
Plaxis, 2013).....................................................................................36
Gambar II.15 Grafik perfectly elatic plastic model Mohr-Coulomb (Schanz et
al.1999).............................................................................................36
Gambar II.16 Hubungan hiperbolik tegangan dan regangan pada beban primer
untuk standar test triaxial kondisi drained (Schanz et al. 1999)......38
Gambar II.17 Bidang leleh hardening soil dalam ruang tegangan utama (Modul
Plaxis, 2013).....................................................................................39
Gambar II.18 Bidang leleh soft soil dalam ruang tegangan utama (Modul Plaxis,
2013).................................................................................................40
Gambar II.19 Bidang keruntuhan pada material soft soil (Surarak, 2011).............41
Gambar III.1 Lokasi pengujian tanah BH-05.........................................................43
Gambar III.2 Pelaksanaan penimbunan preloading (Data lapangan).....................43
Gambar III.3 Pembongkaran timbunan preloading (Data Lapangan)....................44
Gambar III.4 Statigrafi lapisan tanah pada lokasi penelitian.................................44
Gambar III.5 Data penurunan tanah di sekitar lokasi penelitian............................46
Gambar III.6 Ilustrasi input PLAXIS untuk menentukan jenis model analisa dan
elemen hingga pada PLAXIS...........................................................48
Gambar III.7 Ilustrasi pendefinisian model tanah dan kondisi dari analisa serta
pendefinisian material propertis tanah.............................................49
Gambar III.8 Ilustrasi permodelan badan jalan......................................................49
Gambar III.9 Ilustrasi Generating mesh pada Plaxis 2D........................................50
Gambar III.10 Ilustrasi initial flow condition pada Plaxis 2D.................................50
Gambar III.11 Kerangka Berpikir Penelitian...........................................................52
Gambar IV.1 Potongan melintang jalan yang dianalisis........................................55

xi
Gambar IV.2 Lokasi yang dimodelkan pada Plaxis 2D.........................................56
Gambar IV.3 Data BH-05 yang dianalisis..............................................................59
Gambar IV.4 Rekomendasi nilai Eur oleh piranti Plaxis 2D.................................61
Gambar IV.5 Rekomendasi nilai Eoed oleh piranti Plaxis 2D.................................62
Gambar IV.6 Grafik penimbunan vs penurunan pada SP 12+550.........................62
Gambar IV.7 Estimasi penurunan menurut metode Asaoka..................................63
Gambar IV.8 Project properties pada permodelan Plaxis 2D.................................64
Gambar IV.9 Lapisan tanah pada permodelan Plaxis 2D.......................................65
Gambar IV.10 Generate mesh pada Plaxis 2D dengan jumlah 2.812 elements dan
22.789 nodal.....................................................................................66
Gambar IV.11 Kondisi pore pressure saat initial flow condition sebelum konstruksi
..........................................................................................................67
Gambar IV.12 Fase perhitungan yang dikerjakan pada Plaxis 2D...........................68
Gambar IV.13 Tahapan pemasangan geotextile.......................................................69
Gambar IV.14 Tahapan penimbunan layer pertama................................................69
Gambar IV.15 Tahapan penimbunan layer kedua sampai kelima............................69
Gambar IV.16 Tahapan penimbunan beban preloading...........................................70
Gambar IV.17 Penentuan nodal lokasi pemasangan settlement plate......................70
Gambar IV.18 Penyebaran vertical displacement pada soft soil..............................71
Gambar IV.19 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A soft soil.............71
Gambar IV.20 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu.........72
Gambar IV.21 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model soft soil dengan aktual
lapangan............................................................................................72
Gambar IV.22 Penyebaran vertical displacement pada Mohr-coulomb..................73
Gambar IV.23 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A..........................74
Gambar IV.24 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model Mohr-coulomb.......................................................................74
Gambar IV.25 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model Mohr-coulomb dengan
aktual lapangan.................................................................................75
Gambar IV.26 Penyebaran vertical displacement pada hardening soil...................76
Gambar IV.27 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A..........................76
Gambar IV.28 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model hardening soil........................................................................77
Gambar IV.29 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model hardening soil dengan
aktual lapangan.................................................................................77
Gambar IV.30 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D dengan observasi lapangan. .79

xii
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Golongan partikel tanah (Das, B.M, 1998)...........................................5


Tabel II.2 Kriteria Tanah Lunak (Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2002)......................................................................................6
Tabel II.3 Korelasi perhitungan berat volume tanah jenuh (Aditya, W. B., 2017)8
Tabel II.4 Nilai-nilai untuk tanah keadaan asli di lapangan.................................10
Tabel II.5 Modulus Elastisitas berdasarkan jenis tanah (Look,1997)..................12
Tabel II.6 Hubungan antara jenis tanah dan modulus elastisitas
(Hardiyatmo,1994)..............................................................................13
Tabel II.7 Nilai-nilai poisson ratio (Das, 1995)...................................................13
Tabel II.8 Harga-harga koefisien rembesan pada tanah (Das, 1995)...................14
Tabel II.9 Nilai koefisien permeabilitas tanah (Das, 1995).................................14
Tabel II.10 Parameter permodelan Mohr-Coulomb...............................................37
Tabel II.11 Parameter permodelan hardening soil.................................................39
Tabel II.12 Parameter permodelan soft soil...........................................................41

Tabel III.1

Jadwal Pelaksanaan Tesis

53
Tabel IV.1 Beban lalulintas berdasarkan kelas jalan.............................................56
Tabel IV.2 Data tanah untuk permodelan Mohr-coulomb.....................................60
Tabel IV.3 Data tanah untuk permodelan hardening soil......................................60
Tabel IV.4 Data tanah untuk permodelan soft soil................................................61
Tabel IV.5 Penurunan tanah dari hasil analisa Plaxis 2D dan observasi lapangan
.............................................................................................................78

xiii
xiv
DAFTAR NOTASI

B Setengah dari jarak vertical drain


c Kohesi tanah
cc Indeks pemampatan
ch Koefisien konsolidasi arah horizontal
cv Koefisien konsolidasi arah vertikal
cs Indeks pemuaian
cu Kohesi tanah dasar
eo Angka pori awal
E Modulus elastisitas tanah
H Tebal lapisan kompresibel
Hcr Tinggi timbunan kritis
Kx Koefisien permeabilitas tanah arah x
Ky Koefisien permeabilitas tanah arah y
Kz Koefisien permeabilitas tanah arah z
kh Koefisien permeabilitas horizontal tanah
kv Koefisien permeabilitas vertikal tanah
pc Tegangan prakonsolidasi
qc Daya dukung tanah
qu Beban preloading
R Jari-jari ekivalen kondisi axisymertry
S Penurunan konsolidasi
s’ Perbandingan diameter smear zone dengan diameter mandrel
Tv Faktor waktu konsolidasi
Ucr Derajat konsolidasi rencana
Uv Derajat konsolidasi arah vertikal
Ur Derajat konsolidasi arah radial
W Berat total tanah
V Volume total tanah
p0 Tegangan overburden efektif awal
Δ𝑝 Tegangan di muka tanah
𝛾𝑡𝑖𝑚𝑏 Berat volume tanah timbunan
𝛾dry Berat volume tanah kering
𝛾wet Berat volume tanah basah
𝜇 Poisson’s ratio
φ Sudut geser
Ψ Sudut dilatansi

xv
xvi
Bab I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Penurunan tanah merupakan salah satu masalah yang paling umum ditemukan
pada pekerjaan tanah. Sifat tanah lunak yang memiliki karakteristik buruk,
memungkinkan terjadinya penurunan tanah pada jangka waktu yang panjang.
Menemukan teknik yang efisien dan efektif dalam metode perbaikan tanah telah
menjadi tantangan terus menerus bagi perusahaan konstruksi dan akademisi.
Berbagai metode telah diperkenalkan dan diusulkan untuk memperkuat tanah
lunak. Metode perbaikan tanah dengan teknik pra pembebanan (perloading),
merupakan salah satu alternatif yang paling umum dilakukan. Pembebanan awal
dilakukan dengan tujuan mengkonsolidasi lapisan tanah lunak dengan besar
pembebanan yang sama atau lebih daripada beban yang akan dipikul oleh tanah
baik saat maupun setelah konstruksi.

Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional
(PSN) yang dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jalan Tol Trans
Sumatera ini akan menghubungkan Lampung sampai dengan Aceh melalui 24
ruas jalan berbeda yang panjang keseluruhannya mencapai sekitar 2.704 km dan
ditargetkan akan beroperasi penuh pada tahun 2024. Jalan Tol Trans Sumatera
Ruas Indrapura – Kisaran berlokasi di STA 109+100 s.d 156+850. Ruas Jalan Tol
ini menghubungkan antara Kabupaten Batubara dengan Kabupaten Asahan,
Provinsi Sumatera Utara. Jalan Tol Indrapura-Kisaran ini memiliki total 27
jembatan overpass, 16 jembatan underpass dan 13 box culvert, sedangkan untuk
desain struktur perkerasan menggunakan rigid pavement dengan rata – rata desain
konstruksi timbunan setinggi 7 meter dan galian sedalam 6 meter.

Pada ruas Jalan Tol Indrapura – Kisaran struktur timbunan tanah memiliki tanah
dasar dengan jenis tanah lunak. Berdasarkan karakteristiknya, tanah lunak cukup
buruk untuk dijadikan material pondasi, dikarenakan mempunyai daya dukung
yang rendah, penurunan yang besar dan waktu penurunan yang sangat lama
dikarenakan permeabilitas rendah. Dari hasil monitoring settlement plate di lokasi

1
yang terjadi penurunan pada periode tanggal 1 Februari 2021 sampai dengan 7
Februari 2021 didapat akumulasi penurunan diangka 2,3 meter sampai 2,7 meter.
Dan dari hasil monitoring penurunan elevasi bangunan struktur box culvert
didapat penurunan rata-rata sedalam 50 cm pada bulan Februari 2021. Untuk itu
diperlukan alternatif solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan stabilitas
dan penurunan tanah yang terjadi di Proyek Tol Indrapura – Kisaran.

Metode perbaikan yang dilakukan pada ruas ini adalah dengan pra pembebanan
(preloading). Untuk memastikan bahwa penurunan yang terjadi selama proses
perbaikan tanah telah mencapai drajat konsolidasi yang diinginkan, diperlukan
perhitungan awal potensi penurunan yang akan terjadi. Beberapa metode telah
dideklarasikan untuk perhitungannya baik dengan analitis ataupun piranti lunak.

Kondisi Pada penelitian ini, penulis akan melakukan perhitungan potensi


penurunan tanah yang akan terjadi dengan metode elemen hingga menggunakan
Plaxis 2D dengan permodelan tanah menggunakan Mohr-coulomb, soft soil dan
hardening soil. Pemilihan metode hardening soil dan soft soil didasarkan atas
kondisi lapisan tanah di lapangan yang isotropik dan jenis tanah yang merupakan
tanah lunak yang plastis. Sedangkan metode Mohr-coulomb yang merupakan
metode paling umum dengan parameter yang relatif mudah diperoleh penulis
untuk dijadikan sebagai pembanding. Dari ketiga metode tersebut akan
disimpulkan metode manakah yang paling mendekati hasil penurunan aktual
berdasarkan hasil observasi lapangan menggunakan settlement plate.

I.2. Pertanyaan Penelitian (Research Question)


Berdasarkan latar belakang sesuai uraian diatas selanjutnya muncul pertanyaan
penelitian yaitu: Bagaimana pengaruh permodelan tanah dengan menggunakan
Mohr-coulomb, soft soil dan hardening soil pada program Plaxis 2D terhadap pola
dan besar penurunan tanah dibandingkan dengan penurunan aktual hasil observasi
lapangan menggunakan settlement plate?

2
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permodelan tanah yang paling
optimal antara Mohr-coulomb, soft soil dan hardening soil untuk
merepresentasikan penurunan tanah dalam penerapan perbaikan tanah dengan
metode preloading.

I.4. Ruang Lingkup dan Batasan Studi


Ruang lingkup dan Batasan studi dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Penelitian ini dilakukan dengan tinjauan lokasi pekerjaan preloading pada
proyek jalan Tol Indrapura – Kisaran di Sta. 112+550.
b. Data penyelidikan tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah bore hole
BH-05 di Sta. 112+550 yang dilengkapi dengan data indeks dan engineering
properties dari pengujian laboratorium.
c. Seluruh data yang digunakan dalam kajian penelitian ini didasarkan pada data
actual yang diperoleh dari pihak proyek.
d. Analisa hanya dilakukan dengan metode elemen hingga menggunakan piranti
Plaxis 2D.
e. Permodelan yang akan dianalisis menggunakan model tanah Mohr-Coulomb,
soft soil dan hardening soil.
f. Drajat konsolidasi lapangan dihitungan dengan menggunakan metode
observasi Asaoka.

I.5. Hasil yang Diharapkan


Adapun hasil yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu untuk mendapatkan
model tanah yang paling optimal untuk diimplementasikan dalam perencanaan
preloading sebagai metode perbaikan tanah di jalan Tol Indrapura – Kisaran.

3
Bab II KAJIAN LITERATUR

II.1. Tanah Lunak


Tanah lunak dalam konstruksi sering menjadi permasalahan dikarenakan
rendahnya daya dukung. Karakteristik lain dari tanah lunak yang menjadi masalah
dalam konstruksi adalah gaya gesernya yang kecil, pemampatan yang besar, dan
permeabilitas yang sangat kecil. Apabila tanah lunak ini tidak diselidiki dengan
baik akan dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka
panjang yang membahayakan konstruksi yang ada diatasnya.

Tanah lunak adalah tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara
seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka
panjang yang tidak dapat ditolerir, tanah tersebut mempunyai kuat geser yang
rendah dan kompresibilitas yang tinggi (Panduan Geoteknik I, 2002).

Rekayasa geoteknik di lapangan menyebutkan bahwa golongan tanah tersebut


adalah tanah lempung. Tanah lempung adalah kumpulan partikel-partikel mineral
lempung yang pada intinya adalah hidrat alumunium silikat yang mengandung
ion-ion Mg, K, Ca, Na dan Fe. Mineral ini bisa digolongkan ke dalam empat
golongan besar, yaitu kaolinit, monmorilonit, ilit, dan halloysit. Mineral lempung
merupakan produk pelapukan batuan secara alami. Jenis serta jumlah mineral
lempung yang terbentuk akibat pengaruh perubahan iklim, material asal dan
topografi.

Tanah lunak secara umum dibagi dalam 3 jenis yaitu pasir lepas, tanah lempung
lunak, dan tanah gambut. Tanah lempung disusun oleh ukuran partikel
mikroskopis hingga sub mikroskopis yang ukurannya lebih kecil dari 0,002 mm
(Terzaghi, K. & R.B. Peck, 1987). Berikut disajikan Tabel II.1 Golongan partikel
tanah.

4
Tabel II.1 Golongan partikel tanah (Das, B.M, 1998)

Ukuran butiran (mm)


Nama Golongan
Kerikil Pasir Lanau Lempung
Massachusetts Institute of 0,06-
>2 2-0,06 <0,002
Technology (MIT) 0,002
U.S. Department of Agriculture 0,05-
>2 2-0,05 <0,002
(USDA) 0,002
American Association of State
2- 0,075-
Higway and Transportation 76,2-2 <0,002
0,075 0,002
Officials (AASHTO)
Unified Soil Classification System
76,2- 4,75- Halus (lanau dan
(U.S. Army Corps of Engineers,
4,75 0,075 lempung) <0, 0075
U.S. Bureau of Reclamation)

II.2. Karakteristik Tanah Lunak


Sifat-sifat tanah lunak secara umum adalah memiliki gaya geser yang kecil,
kemampumampatan yang besar, permeabilitas yang kecil dan memiliki daya
dukung rendah. Kadar air pada tanah lunak tergolong sangat tinggi. Kadar air
tanah lempung bervariasi tergantung pada tingkat plastisitas lempung dan struktur
tanah lempung. Semakin rendah kadar air maka daya dukung tanah akan semakin
besar. Dengan demikian, salah satu cara untuk menaikkan daya dukung tanah
lunak adalah mengeluarkan air pori dari tanah dan mengurangi kadar airnya. Sifat-
sifat tersebut menjadikan tanah lunak sebagai tanah yang kurang menguntungkan
untuk dijadikan sebagai lapisan tanah dasar pada pembangunan konstruksi jalan.

Berdasarkan uji lapangan, tanah lunak secara fisik dapat diremas dengan mudah
oleh jari-jari tangan. Das (1995), menyatakan nilai hasil pengujian di lapangan
dan di laboratorium akan menunjukkan bahwa tanah tersebut lunak apabila:
koefisien rembesan (k) sangat rendah ≤ 0.0000001 cm/dtk, batas cair (LL) ≥ 50%,
angka pori (e) antara 2,5-3,2, kadar air dalam keadaan jenuh antara 90%-120%
dan berat spesifik (Gs) berkisar antara 2,6-2,9. Kriteria tanah lunak dapat juga
digambarkan seperti pada Tabel II.1. Dimana c adalah nilai kohesi dari tanah, qc
adalah nilai perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya

5
per satuan luas, serta N-SPT adalah jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk
menurunkan batang bor sedalam 30 cm.
Tabel II. 2 Kriteria Tanah Lunak (Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2002)

Very Soft Soil Soft Soil


c (t/m²) <2 2 -4
qc (kg/cm2) <6 6-10
N-SPT <2 3-5

Tipe tanah lunak yang biasa dikenal adalah tanah ekspansif, tanah residual, tanah
endapan dan tanah gambut. Tanah ekspansif, sifat fisiknya sangat dipengaruhi
oleh kadar air, berat isi kering, parameter indeks, dan pengaruh beban di atas
tanak lunak. Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah ke arah
vertikal dan horizontal, dan menimbulkan pengangkatan (heaving) dan penurunan
tanah. Bila kadar air tanah asli, wn < 15% akan berbahaya, karena memudahkan
penyerapan air dan menimbulkan kerusakan bangunan akibat pengembangan. Jika
berat isi kering berlebihan akan menyebabkan potensi pengembangan yang tinggi,
akan tetapi jika nilai SPT >15 maka akan memperkecil potensi pengembangan.

Tanah residual adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan dasar secara
fisis dan kimia dan tetap tinggal di tempat pembentukannya. Tanah ini banyak
terdapat di daerah tropis, yang faktor iklim (suhu dan kelembapan) dan
topografinya sangat menentukan laju pelapukan dan ketebalan tanah residual.
Tanah ini tetap pada tempat pembentukannya di atas batuan asalnya. Sebagian
dari tanah ini biasanya mengalami erosi akibat hujan pada permukaannya
sehingga butiran terangkut ke tempat lain melalui aliran air kecil dan sungai besar.
Akhirnya bahan ini masuk ke danau atau laut. Di sini terjadi pengendapan lapisan
demi lapisan pada dasar laut atau danau. Proses ini dapat berlangsung selama
ribuan atau jutaan tahun. Tanah ini disebut tanah endapan (sedimentary soil).

II.2.1 Kuat geser tanah lunak (lempung)


Kondisi keruntuhan suatu lapisan tanah terjadi oleh akibat adanya kombinasi
keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser, dan bukan hanya karena

6
tegangan normal dan geser maksimum saja (Mohr, 1980). Hubungan antara
tegangan normal dan geser ini dapat dilihat pada Gambar II.1.

Gambar II.1 Grafik kegagalan Mohr dan Coulomb (Das, 1998)

Kuat geser yang dimiliki oleh suatu lapisan tanah disebabkan adanya:
a. Tanah kohesif misalnya lempung, kekuatan geser yang dimilki disebabkan oleh
lekatannya atau butir-butir tanah (c soil).
b. Tanah non-kohesif, kekuatan geser yang dimiliki disebabkan oleh gesekan
antara butir-butir tanah sering disebut sudut geser dalam (φ soil).
c. Tanah campuran (tanah halus dan tanah kasar) (c dan φ), kuat geser tanah
disebabkan adanya gesekan dan lekatan.

Hubungan antara kekuatan geser tanah dengan tegangan geser, nilai kohesi tanah
dan sudut geser tanah dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
τ =c +σ tg φ (2.1)
atau untuk mengetahui tegangan efektif seperti persamaan berikut ini:
τ =c ' + σ ' tg φ' (2.2)
dengan:
τ : kuat geser tanah (kN/m2)
σ’ : tegangan normal
φ’ : sudut geser dalam tanah efektif (˚)
c’ : kohesi tanah efektif (kN/m2)

II.2.2 Korelasi untuk mendapatkan nilai parameter tanah

7
Parameter tanah yang digunakan diperoleh berdasarkan data uji laboratorium.
Bilamana tidak terdapat data dari uji laboratorium maka dilakukan pendekatan
korelasi untuk mendapatkan nilai-nilai parameter tanah yang akan digunakan
dalam perencanaan, diantaranya :
a. Berat volume tanah jenuh (γsat) berdasarkan nilai dari pengujian laboratorium
mekanika tanah. Dari pengujian indeks properties akan diketahui sifat-sifat
dasar tanah yang akan diteliti.
b. Jika tidak terdapat hasil pengujian lapangan, maka nilai kadar air (ω sat),
porositas (n), angka pori (e), dan koefisien konsolidasi vertikal (C v) dapat
menggunakan korelasi empiris menggunakan penelitian terdahulu. Untuk tanah
kohesif maka dapat digunakan korelasi berdasarkan nilai berat volume tanah
jenuh seperti yang diusulkan oleh Aditya, W. B., 2017 sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel II.3, Sedangkan untuk tanah non kohesif dapat digunakan
korelasi dari Terzaghi, 1947 seperti pada Tabel II.4.

Tabel II.3 Korelasi perhitungan berat volume tanah jenuh (Aditya, W. B., 2017)

8
g sat w sat g dry k Cv
No. n e
t/m3 % t/m3 cm/s cm2/s
1 1,31 163,00 0,80 4,4 0,50 1,00E-09 1,00E-05
2 1,32 158,23 0,80 4,27 0,51 1,69E-09 1,69E-05
3 1,33 153,46 0,79 4,14 0,53 2,38E-09 2,38E-05
4 1,34 148,69 0,79 4,01 0,54 3,08E-09 3,08E-05
5 1,35 143,91 0,79 3,89 0,56 3,77E-09 3,77E-05
6 1,36 139,14 0,79 3,76 0,57 4,46E-09 4,46E-05
7 1,37 134,37 0,79 3,63 0,59 5,10E-09 5,15E-05
8 1,38 129,60 0,78 3,5 0,60 5,85E-09 5,85E-05
9 1,39 125,63 0,77 3,39 0,62 6,54E-09 6,54E-05
10 1,40 121,67 0,77 3,29 0,63 7,23E-09 7,23E-05
11 1,41 117,70 0,76 3,18 0,65 7,92E-09 7,92E-05
12 1,42 113,73 0,75 3,07 0,67 8,62E-09 8,62E-05
13 1,43 109,77 0,75 2,97 0,68 9,31E-09 9,31E-05
14 1,44 105,80 0,74 2,86 0,70 1,00E-08 1,00E-04
15 1,45 102,83 0,73 2,78 0,72 1,69E-08 1,17E-04
16 1,46 99,87 0,73 2,7 0,73 2,38E-08 1,33E-04
17 1,47 96,90 0,72 2,62 0,75 3,08E-08 1,50E-04
18 1,48 93,93 0,71 2,54 0,77 3,77E-08 1,67E-04
19 1,49 90,97 0,71 2,46 0,78 4,46E-08 1,83E-04
20 1,50 88,00 0,70 2,38 0,80 5,15E-08 2,00E-04
21 1,51 86,01 0,70 2,33 0,81 5,85E-08 2,14E-04
22 1,52 84,03 0,69 2,27 0,83 6,54E-08 2,29E-04
23 1,53 82,04 0,69 2,22 0,84 7,23E-08 2,43E-04
24 1,54 80,06 0,68 2,16 0,86 7,92E-08 2,57E-04

9
g sat w sat g dry k Cv
No. n e
t/m3 % t/m3 cm/s cm2/s
25 1,55 78,07 0,68 2,11 0,87 8,62E-08 2,71E-04
26 1,56 76,09 0,67 2,05 0,89 9,31E-08 2,86E-04
27 1,57 74,10 0,67 2 0,90 1,00E-07 3,00E-04
28 1,58 72,25 0,66 1,95 0,92 2,50E-07 3,30E-04
29 1,59 70,40 0,66 1,9 0,93 4,00E-07 3,70E-04
30 1,60 68,55 0,65 1,85 0,95 5,50E-07 4,00E-04
31 1,61 66,70 0,64 1,8 0,97 7,00E-07 4,30E-04
32 1,62 64,85 0,64 1,75 0,98 8,50E-07 4,70E-04
33 1,63 63,00 0,63 1,7 1,00 1,00E-06 5,00E-04
34 1,64 61,48 0,62 1,66 1,02 1,17E-06 5,17E-04
35 1,65 59,97 0,62 1,62 1,03 1,33E-06 5,33E-04
36 1,66 58,45 0,61 1,58 1,05 1,50E-06 5,50E-04
37 1,67 56,93 0,60 1,53 1,07 1,67E-06 5,67E-04
38 1,68 55,42 0,60 1,49 1,08 1,83E-06 5,83E-04
39 1,69 53,90 0,59 1,45 1,10 2,00E-06 6,00E-04
40 1,70 52,81 0,59 1,42 1,11 2,14E-06 6,14E-04
41 1,71 51,73 0,58 1,39 1,13 2,29E-06 6,29E-04
42 1,72 50,64 0,58 1,36 1,14 2,43E-06 6,43E-04
43 1,73 49,56 0,57 1,34 1,16 2,57E-06 6,57E-04
44 1,74 48,47 0,57 1,31 1,17 2,71E-06 6,71E-05
45 1,75 47,39 0,56 1,28 1,19 2,86E-06 6,86E-05
46 1,76 46,30 0,56 1,25 1,20 3,00E-06 7,00E-04
47 1,77 45,23 0,55 1,22 1,22 3,17E-06 7,17E-04
48 1,78 44,17 0,55 1,19 1,23 3,33E-06 7,33E-04
49 1,79 43,10 0,54 1,17 1,25 3,50E-06 7,50E-04
50 1,80 42,03 0,53 1,14 1,27 3,67E-06 7,67E-04
51 1,81 40,97 0,53 1,11 1,28 3,83E-06 7,83E-04
52 1,82 39,90 0,52 1,08 1,30 4,00E-06 8,00E-04
53 1,83 38,98 0,51 1,06 1,32 4,17E-06 8,17E-04
54 1,84 38,07 0,51 1,03 1,33 4,33E-06 8,33E-04
55 1,85 37,15 0,50 1,01 1,35 4,50E-06 8,50E-04
56 1,86 36,23 0,49 0,98 1,37 4,67E-06 8,67E-04
57 1,87 35,32 0,49 0,96 1,38 4,83E-06 8,83E-04
58 1,88 34,40 0,48 0,93 1,40 5,00E-06 9,00E-04
59 1,89 33,60 0,47 0,91 1,42 5,17E-06 9,17E-04
60 1,90 32,80 0,47 0,89 1,43 5,33E-06 9,33E-04
61 1,91 32,00 0,46 0,87 1,45 5,50E-06 9,50E-04
62 1,92 31,20 0,45 0,84 1,47 5,67E-06 9,67E-04
63 1,93 30,40 0,45 0,82 1,48 5,83E-06 9,83E-04
64 1,94 29,60 0,44 0,8 1,50 6,00E-06 1,00E-03
65 1,95 29,01 0,44 0,78 1,51 6,14E-06 1,47E-03
66 1,96 28,43 0,43 0,77 1,53 6,29E-06 1,95E-03
67 1,97 27,84 0,43 0,75 1,54 6,43E-06 2,42E-03
68 1,98 27,26 0,42 0,74 1,56 6,57E-06 2,89E-03
69 1,99 26,67 0,42 0,72 1,57 6,71E-06 3,37E-03

10
g sat w sat g dry k Cv
No. n e
t/m3 % t/m3 cm/s cm2/s
70 2,00 26,09 0,41 0,71 1,59 6,86E-06 3,84E-03
71 2,01 25,50 0,41 0,69 1,60 7,00E-06 4,32E-03
72 2,02 24,88 0,40 0,67 1,62 7,17E-06 4,79E-03
73 2,03 24,27 0,40 0,66 1,63 7,33E-06 5,26E-03
74 2,04 23,65 0,39 0,64 1,65 7,50E-06 5,74E-03
75 2,05 23,03 0,38 0,62 1,67 7,67E-06 6,21E-03
76 2,06 22,42 0,38 0,61 1,68 7,83E-06 6,68E-03
77 2,07 21,80 0,37 0,59 1,70 8,00E-06 7,16E-03
78 2,08 21,25 0,36 0,58 1,72 8,17E-06 7,63E-03
79 2,09 20,70 0,36 0,56 1,73 8,33E-06 8,11E-03
80 2,10 20,15 0,35 0,55 1,75 8,50E-06 8,58E-03
81 2,11 19,60 0,34 0,53 1,77 8,67E-06 9,05E-03
82 2,12 19,05 0,34 0,52 1,78 8,83E-06 9,53E-03
83 2,13 18,50 0,33 0,5 1,80 9,00E-06 1,00E-02
84 2,14 18,09 0,33 0,49 1,81 9,14E-06 1,90E-02
85 2,15 17,67 0,32 0,48 1,83 9,29E-06 2,80E-02
86 2,16 17,26 0,32 0,47 1,84 9,43E-06 3,70E-02
87 2,17 16,84 0,31 0,45 1,86 9,57E-06 4,60E-02
88 2,18 16,43 0,31 0,44 1,87 9,71E-06 5,50E-02
89 2,19 16,01 0,30 0,43 1,89 9,86E-06 6,40E-02
90 2,20 15,60 0,30 0,42 1,90 1,00E-05 7,30E-02
91 2,21 15,17 0,29 0,41 1,92 4,00E-05 8,20E-02
92 2,22 14,73 0,29 0,4 1,93 7,00E-05 9,10E-02
93 2,23 14,30 0,28 0,39 1,95 1,00E-04 1,00E-01
94 2,24 13,87 0,27 0,37 1,97 4,00E-04
95 2,25 13,43 0,27 0,36 1,98 7,00E-04
96 2,26 13,00 0,26 0,35 2,00 1,00E-03
97 2,27 12,60 0,25 0,34 2,02 2,50E-03
98 2,28 12,20 0,25 0,33 2,03 4,00E-03
99 2,29 11,80 0,24 0,32 2,05 5,50E-03
100 2,30 11,40 0,23 0,31 2,07 7,00E-03
101 2,31 11,00 0,23 0,3 2,08 8,50E-03

Tabel II.4 Nilai-nilai untuk tanah keadaan asli di lapangan

Deskripsi Tanah n (%) e ωsat γd γsat


Pasir seragam (tidak padat) 46 0.85 32 14.3 18.9
Pasir seragam (padat)
c. Berat 34 0.51 19 jenis
17.5 20.9
Pasir berbutir campuran (tidak padat) 40 0.67 25 15.9 19.9
Pasir berbutir campuran (padat) 30 0.43 16 18.6 21.6
Lempung lunak sedikit organik 66 1.90 70 - 15.8
11
Lempung lunak sangat organik 75 3.00 - 14.3
0
sebagai berikut:

11
γ sat X ( 1+e )
GS= −e (2.3)
γw
dengan:
Gs : berat jenis tanah
γsat : berat volume jenuh tanah (t/m3)
γw : berat volume air = 1 (t/m3)
e : angka pori
d. Berat volume tanah (γm) dapat dilihat pada persamaan berikut ini:
GS . γ w ( 1+ω )
γ m= (2.4)
( 1+e )
dengan:
γm : berat volume tanah (t/m3)
ω : kadar air
γw : berat volume air = 1 (t/m3)
e : angka pori
e. Indeks nilai Cc sama dengan tg ˚ kemiringan bagian lurus lengkung K. nilai Cc
merupakan tetapan Gambar II.2 adalah grafik hubungan batas cair (%)
terhadap Cc’, berikut persamaan yang digunakan:
'
C c 1,30 Cc =0,009 ( L ω−10 % ) (2.5)

Gambar II.2 Grafik hubungan antara batas cair dan indeks pemampatan untuk
tanah lempung (Skempton, et al., 1944)

12
f. Parameter kuat geser sebagai rencana daya dukung tekan dibedakan menjadi 2
jenis kegunaan, yaitu pelaksanaan fondasi tiang bor dan fondasi tiang pancang.
Persamaan yang diasumsikan adalah:
Cu = 4N (kPa), atau Cu = 6N (kPa) (2.5)
g. Modulus Elastisitas (E)
Modulus elastisitas merupakan parameter yang bersama-sama dengan Poisson’s
ratio akan membentuk matriks kekakuan yang akan dipergunakan untuk
melakukan analisa elemen hingga di dalam program PLAXIS. Nilai modulus akan
menggambarkan kekakuan dari suatu tanah, di mana ditunjukkan dari besaran
rasio tegangan-regangan tanah tersebut. Penggunaan modulus dapat diperkirakan
batasan regangan yang akan terjadi, di mana material dengan kekuatan yang sama
bisa saja memiliki kekakuan yang berbeda.

Look (1997), membuat perkiraan besaran modulus tanah berdasarkan berbagai


pendekatan. Perkiraan modulus tanah clay berdasarkan nilai SPT untuk kondisi
undrain dinyatakannya dengan besaran E = (1-12)N MPa. Perkiraan yang didasari
pada SPT dinyatakannya dengan E = 2. qc MPa. Sedangkan perkiraan modulus
tanah berdasarkan tipe tanahnya ditunjukkan pada Tabel II.5 dan Tabel II.6.

Tabel II.5 Modulus Elastisitas berdasarkan jenis tanah (Look,1997)

Tipe Tanah Kondisi Modulus Elastisitas, E (MPa)


Loose 5 – 10
Fine sand Medium 10 – 25
Dense 25 – 50
Soft <8
Silt Stiff 8 – 15
Hard >15
Very Soft <2
Soft 1–5
Firm 4–8
Clay
Stiff 7 – 20
Very stiif 15 – 35
Hard 30 – 60

13
Tabel II.6 Hubungan antara jenis tanah dan modulus elastisitas
(Hardiyatmo,1994)

Es
Macam Tanah
(kg/cm2)
Lempung  
1. sangat lunak 3,0 – 30
2. lunak 20 – 40
3. sedang 45 – 90
4. berpasir 300 – 425
Pasir
1. berlanau 50 – 200
2. tidak padat 100 – 250
3. padat 500 – 1000
Pasir dan Kerikil
1. padat 800 – 2000
2. tidak padat 500 – 1400
Lanau 20 – 200
Loses 150 – 600
Cadas 1400 – 14000

h. Koefisien poisson ratio (μ)

Tabel II.7 Nilai-nilai poisson ratio (Das, 1995)

Jenis Tanah Nilai poisson ratio (μ)


Pasir lepas 0,20 – 0,40
Pasir agak padat 0,25 – 0,40
Pasir padat 0,30 – 0,45
Pasir beralanau 0,20 – 0,40
Lempung lunak 0,15 – 0,25
Lempung kaku sedang 0,20 – 0,50

i. Koefisien permeabilitas dari tanah akan dipergunakan untuk menghitung


kecepatan pengurangan tegangan air pori ekses selama proses pengeluaran air
dari pori-pori tanah. Parameter ini pada analisa undrain akan mengontrol

14
besarnya penurunan terhadap waktu. Harga koefisien rembesan diberikan
dalam Tabel II.8 dan Tabel II.9.

Tabel II.8 Harga-harga koefisien rembesan pada tanah (Das, 1995)

Coefficient of
Material
Permeability (mm/s)
Coarse 10 - 103
Fine gravel, coarse, and medium sand 10-2 – 10
Fine sand, loose silt 10-4 – 10-2
Dense silt, clayed silt 10-5 – 10-4
Silty clay, clay 10-8 – 10-5

Tabel II.9 Nilai koefisien permeabilitas tanah (Das, 1995)

k
Jenis Tanah
cm/dtk ft/mnt
Kerikil bersih 1,0 – 100 2,0 – 200
Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02
Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002
Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002
Lempung < 0,000001 < 0,000002

II.3 Settlement (Penurunan Tanah)


Penurunan pada tanah dasar akan terjadi apabila tanah dasar tersebut menerima
beban di atasnya. Penurunan tanah dapat menyebabkan muka jalan turun menjadi
lebih rendah daripada elevasi rencana tinggi bebas tertentu di atas muka air banjir
tertinggi dari lahan sekitar jalan. Masalah yang timbul bila penimbunan dilakukan
di atas tanah lunak yaitu terjadinya penurunan yang besar akibat terjadinya
konsolidasi pada lapisan tanah bawahnya (subsoil).

Kemampuan tanah lunak untuk mendukung timbunan tanpa terjadi keruntuhan


geser atau penurunan yang berlebihan sangat terbatas tergantung dari kuat
gesernya (Barimbing, 2017). Penurunan pada tanah berbutir halus umumnya
berlangsung sangat lambat sehingga lambat laun akan terjadi differential
settlement (beda penurunan) yang nyata (Mochtar, 2000).

15
Menurut Adriani (2006) keadaan tanah dasar yang demikian bila tidak ditangani
dengan baik akan mempengaruhi kondisi badan jalan di atasnya dan akan
mempercepat kerusakan jalan tersebut. Untuk timbunan badan jalan diperlukan
analisis stabilitas dan penurunan sehingga tinggi timbunan yang dikehendaki
untuk badan jalan tidak akan mengalami penurunan lagi setelah kontruksi selesai
dan kestabilan dari lereng timbunan dapat terpenuhi. Bangunan akan mengalami
penurunan yang relatif besar dan berlangsung relatif lama.

Permasalahan lain yang timbul pada konstruksi di atas tanah lunak adalah geseran
(shearing). Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan
daya dukung rendah, diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan
lain biasanya berupa tolakan ke atas (uplift) yang banyak terjadi pada lapisan
lempung (clay) dan lanau (silt) akibat perbedaan tekanan air dan juga sering
terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan yang sering
terjadi. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus
ditanggung oleh tanah lunak.

Bila tanpa perbaikan tanah, penurunan tanah berlangsung sangat lambat


sehingga lambat laun akan terjadi differential settlement (beda penurunan) yang
nyata. Karena beda penurunan ini, perkerasan jalan lebih cepat rusak daripada
umur rencananya. Biaya perawatan jalan menjadi sangat tinggi, terutama pada
umur 5 tahun pertama jalan dioperasikan. Menurut Das (1988) secara umum,
penurunan dasar tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam 2
kelompok besar.

II.3.1 Penurunan segera


Ketika lapisan tanah diberikan beban, baik itu oleh struktur atau timbunan tanah,
maka akan terjadi deformasi pada tanah dasar. Total deformasi arah vertikal yang
terjadi pada permukaan tanah akibat beban yang diterimanya dinamakan
settlement. Pergerakan tanah dapat berupa penurunan dikarenakan penambahan
beban atau pengembangan (swelling) akibat berkurangnya beban (Holtz dan

16
Kovac, 1981). Penurunan tersebut adalah akibat dari deformasi elastis tanah
kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Untuk menghitung
penurunan segera dapat di gunakan rumus dari Giroud (1973) sebagai berikut:

Si=q ∑ i ( Eh' ) (2.6)

Selain itu diketahui juga untuk menghitung nilai E’

( )
E
E '= 2
2μ (2.7)
1−
1−μ
dengan:
Si : penurunan segera (m)
q : tegangan permukaan (t/m2)
h : tebal lapisan tanah i (m)
E’ : modulus oedometrik (m)
i : titik tinjau (m)

II.3.2 Penurunan konsolidasi


Menurut Utami (2019) Tanah lunak adalah tanah yang memiliki stabilitas rendah
sehingga jika diberi beban akan mengalami penurunan yang besar. Cara yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki tanah lunak tersebut adalah dengan
preloading. Pembebanan awal akan menyebabkan tanah memampat dan stabil
dalam menerima beban.

Langkah awal melakukan perencanaan timbunan dengan metode preloading


merupakan hal penting dalam menentukan keberhasilan penggunaan metode
perbaikan tanah. Perbaikan tersebut menggunakan media peletakkan beban
timbunan pada tanah dasar sesuai dengan beban perkerasan dan beban lalu lintas
yang direncanakan.

Penurunan hasil dari bahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya
air yang menempati pori-pori tanah. Penurunan ini terbagi menjadi 3 yaitu:

17
a. Tahap 1 yaitu proses pemampatan awal (initial compression), umumnya
dikarenakan oleh pembebanan awal (pre-loading).
b. Tahap 2 yaitu proses konsolidasi primer (primary consolidation), periode
selama tekanan air pori secara lambat laun dipindahkan ke dalam tegangan
efektif, sebagai akibat dari keluarnya air dari pori-pori Gambar II.6 tegangan
air yang keluar dari pori-pori tanah. Adapun beberapa persamaan yang dapat
digunakan:

( )
Cc p ' o+ ∆ p
Sc = log x Hi (2.8)
1+e 0 p' o
atau, apabila po + Δp ≤ p’c;

( )
Cr p' c Cc p ' o+ ∆ p
Sc = log + log x Hi (2.9)
1+e 0 p ' o 1+e 0 p'c
dengan:
Sc : pemampatan konsolidasi
H : tebal lapisan tanah (compressible soil)
eo : angka pori awal dari lapisan tanah
Cr : indeks pemampatan dari lapisan tanah
Cc : tekanan tanah vertical efektif disuatu titik di tengah-tengah lapisan tanah
akibat beban tanah sendiri
Pc : tegangan konsolidasi efektif dimasa lampau
Pc : po + fluktuasi muka air tanah
c. Tahap 3 yaitu konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yang terjadi
setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Pemampatan yang terjadi disini
disebabkan oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.
Sehingga proses yang terjadi bersifat plastis dari butir-butir tanah.
Pada umumnya, bentuk grafik yang menunjukkan hubungan antara pemampatan
dan waktu adalah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar II.3. berikut:

18
Gambar II. 3 Grafik waktu pemampatan konsolidasi untuk suatu penambahan
beban yang diberikan (Das, 1999)

II.3.3 Tanah Terkonsolidasi secara normal (NC) dan terlalu


terkonsolidasi (OC)
Suatu tanah di lapangan dengan suatu kedalaman tertentu dalam sejarah
geologinya telah mengalami tekanan efektif maksimum akibat berat tanah di
atasnya (maximum effectife overburden pressure). tekanan efektif overburden
maksimum ini mungkin sama dengan atau lebih kecil dari tekanan overburden
yang ada pada saat pengambilan contoh tanah. Berkurangnya tekanan di lapangan
tersebut mungkin disebabkan oleh proses geologi alamiah atau proses yang
disebabkan oleh makhluk hidup (misalnya manusia atau binatang). Pada saat
diambil, contoh tanah tersebut terlepas dari tekanan overburden yang
membebaninya selama ini; sebagai akibatnya contoh tanah tersebut akan
mengembang.

Ketika pada contoh tanah tersebut dilakukan uji konsolidasi, suatu pemampatan
yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang
diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tekanan efektif overburden
maksimum yang pernah dialami sebelumnya. Apabila beban total yang diberikan
adalah lebih besar dari tekanan efektif overburden maksimum yang pernah

19
dialami oleh tanah yang bersangkutan, maka perubahan angka pori yang terjadi
adalah lebih besar, dan hubungan antara e versus log p menjadi linear dan
memiliki kemiringan yang tajam. Untuk lebih jelasnya dapat pada Gambar II.4

Gambar II.4 Hubungan antara e versus log p (Das, 1999)

Keadaan ini dapat dibuktikan di laboratorium dengan cara membebani contoh


tanah melebihi tekanan overburden maksimumnya, lalu beban tersebut diangkat
dan diberikan lagi. Grafik e versus log p untuk keadaan tersebut ditunjukkan
dalam Gambar II.5, di mana cd menunjukkan keadaan pada saat beban diangkat
dan dfg menunjukkan keadaan pada saat beban diberikan kembali.

Gambar II. 5 Grafik e versus log p yang menunjukkan keadaan akibat


pembebanan, setelah diangkat dan dibebani kembali (Das, 1999)

Keadaan ini mengarah kepada dua definisi dasar yang didasarkan pada sejarah
tegangan:

20
1. Terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), dimana tekanan efektif
overburden pada saat ini adalah merupakan tekanan maksimum yang pernah
dialami oleh tanah itu.
2. Terlalu terkonsolidasi (overconsolidated), di mana tekanan efektif overburden
pada saat ini adalah lebih kecil dari tekanan yang pernah dialami tanah ini
sebelumnya. Tekanan efektif overburden maksimum yang pernah dialami
sebelumnya dinamakan tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure).

Nilai banding overconsolidation (overconsolidation ratio, OCR) didefinisikan


sebagai nilai banding tekanan prakonsolidasi terhadap tegangan efektif yang ada,
atau bila dinyatakan dalam persamaan 2.10 berikut ini:
Pc '
OCR= (2.10)
Po '

Tanah normally consolidated mempunyai nilai OCR = 1, dan tanah


overconsolidated bila mempunyai OCR >1. Dapat ditemui pula, tanah lempung
mempunyai OCR<1. Dalam hal ini tanah adalah sedang mengalami konsolidasi
(underconsolidated). Kondisi underconsolidated dapat terjadi pada tanah-tanah
yang baru saja diendapkan baik secara geologis maupun oleh manusia. Dalam
kondisi ini, lapisan lempung belum mengalami keseimbangan akibat beban
diatasnya. Jika tekanan air pori diukur dalam kondisi underconsolidated,
tekanannya akan melebih tekanan hidrostatisnya.

II.4 Waktu Konsolidasi


Menurut Terzaghi, lama waktu konsolidasi (t) dapat dihitung dengan persamaan:
t=Tv ¿¿ (2.11)
dengan:
Tv : faktor waktu terhadap derajat konsolidasi U
Hdr : panjang aliran yang harus ditempuh air pori (m)
Cv : koefisien konsolidasi untuk aliran air pori (m2/th)
t : lama waktu untuk menyelesaikan konsolidasi (tahun)

21
Adapun cara menentukan derajat konsolidasi akibat aliran air pori secara vertikal,
digunakan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan Uv dengan range 0 s/d 60%

Uv= ( √ 4πTv ) (2.12)

Perhitungan Uv > 60%


Uv=( 100−10 ) %
a
(2.13)
dimana:
1.781−Tv
a= (2.14)
0.933
txCv
Tv= (2.15)
Hdr2

II.5 Jenis-jenis Perbaikan Tanah


Perbaikan tanah pada dasarnya dilakukan berdasarkan bagaimana adanya
permasalahan di lapangan yang mengharuskan pekerjaan perlu studi lanjut dengan
pengambilan data dan uji tanah. Adapun jenis-jenis perbaikan yang dapat
diterapkan dalam pelaksanaan yang lebih mudah terhadap waktu, biaya, dan
teknis.

Perbaikan tanah adalah suatu jenis stabilitas tanah yang dimaksudkan untuk
memperbaiki dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai
syarat teknis yang dibutuhkan, dengan menggunakan bahan additive (kimiawi),
pencampuran tanah, pengeringan tanah atau melalui penyaluran energi
statis/dinamis kedalam lapisan tanah.

Pada umumnya lapisan tanah lunak terdiri dari lempung (clay) atau lanau (silt).
Masalah yang dihadapi ketika merencanakan suatu konstruksi pada kondisi tanah
tersebut adalah daya dukung dan penurunan. Banyak metode yang dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat tanah ini, seperti teknik perbaikan tanah
secara mekanis (fisis), dengan bahan kimia, dengan bahan perkuatan dan secara
hidrolis. Pemilihan metode perbaikan tanah umumnya dilakukan berdasarkan

22
formasi geologi dari lapisan tanah, karakteristik tanah, biaya dan ketersediaan
material serta pengalaman.

II.5.1 Permasalahan stabilitas


Analisis geoteknik terdahulu menyebutkan bahwa ada beberapa perbaikan tanah
yang dibawah ini akan di jelaskan:
a. Reduction of embankment height (mereduksi tinggi timbunan) adalah suatu
metode perbaikan tanah ketika terjadi ketidak stabilitas lereng atau timbunan
dengan mengurangi beban diatas tanah asli.
b. Light weight fill (material timbunan yang ringan) adalah suatu metode
perbaikan tanah dengan cara mengubah jenis material yang konvesional
menjadi terbarukan yang lebih ringan seperti Geofoam.
c. Stone column (kolom batu) adalah suatu metode dengan pelaksanaan
konstruksi nya memerlukan proses pre-boring dengan diameter rencana dan
memasukkan material kedalam lubang yang telah dibuat sesuai spesifikasi
rencana berupa agregat. Difungsikan untuk mengurangi kelabilitas struktur
tanah terhadap gaya-gaya diatas atau bawah tanah asli.
d. Lime columns (kolom batu kapur) adalah suatu metode yang pelaksanaan di
lapangan hampir serupa dengan stone column. Perbedaan tersebut adalah
material yang digunakan berupa batu kapur (limestone).
e. Embankment on piles (Proses pemancangan dibawah timbunan) adalah metode
kombinasi yang umum dilaksanakan di lapangan untuk mencegah adanya
penurunan konsolidasi akibat tanah labil. Material yang digunakan adalah
concrete spun pile dan coagurated concrete sheet pile.
f. Partial replacement (Proses menggangti material) adalah metode yang cukup
unik di mana tanah asli tidak cukup menahan beban terhadap gaya geser
maupun gaya guling, dan konsolidasi tanah maka diperlukan penambahan
material berupa campuran beton, agregat, dan material lain (free draining
material).
g. Lateral berms (Bahu beban kontra) adalah suatu metode dengan penambahan
beban pada sisi timbunan untuk menaikkan perlawanan terhadap longsoran.

23
h. Stage construction (Konstruksi bertahap) adalah suatu metode penimbunan
dengan memperhatikan beban timbunan bila tinggi desain melebihi tinggi kritis
yang dapat dengan aman didukung oleh tanah di bawahnya. Perlu diperhatikan
juga waktu penimbunan dan tahapan tinggi timbunan rencana.

II.5.2 Permasalahan penurunan


Penurunan pada tanah dasar akan terjadi apabila tanah dasar tersebut menerima
beban di atasnya. Penurunan tanah dapat menyebabkan muka jalan turun menjadi
lebih rendah daripada elevasi rencana tinggi bebas tertentu di atas muka air
banjir tertinggi dari lahan sekitar jalan. Masalah yang timbul bila penimbunan
dilakukan di atas tanah lunak yaitu terjadinya penurunan yang besar akibat
terjadinya konsolidasi pada lapisan tanah bawahnya (subsoil).

Kemampuan tanah lunak untuk mendukung timbunan tanpa terjadi keruntuhan


geser atau penurunan yang berlebihan sangat terbatas tergantung dari kuat
gesernya (Barimbing, 2017). Penurunan pada tanah berbutir halus umumnya
berlangsung sangat lambat sehingga lambat laun akan terjadi differential
settlement (beda penurunan) yang nyata.

Permasalahan lain yang timbul pada konstruksi di atas tanah lunak adalah geseran
(shearing). Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan
daya dukung rendah, diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan
lain biasanya berupa tolakan ke atas (uplift) yang banyak terjadi pada lapisan
lempung (clay) dan lanau (silt) akibat perbedaan tekanan air dan juga sering
terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan yang sering
terjadi. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus
ditanggung oleh tanah lunak. Bila tanpa perbaikan tanah, penurunan tanah
berlangsung sangat lambat sehingga lambat laun akan terjadi differential
settlement (beda penurunan) yang nyata. Karena beda penurunan ini, perkerasan
jalan lebih cepat rusak daripada umur rencananya. Biaya perawatan jalan menjadi
sangat tinggi, terutama pada umur 5 tahun pertama jalan dioperasikan.

24
Vertical drains (Drainase vertikal) adalah metode untuk perbaikan tanah lunak
yang dalam, adanya drainase vertikal ini akan mengurangi jarak drainase dalam
tanah. Kemudian kecepatan terjadinya konsolidasi akan bergantung pada panjang
jalur drainase. Material yang digunakan adalah prefabricated vertical drains
(PVD) dan prefabricated sand drains. Jika dalam penggunaannya di lapangan
diperlukan, maka harus diperhatikan seksama kapasitas pengeluaran air dan
permeabilitas dari saringan.

PVD umumnya berbentuk pita dengan sebuah inti plastik beralur terbuat dari
material geosintesis (material polimer) yang dibentuk seperti potongan yang
panjang. Material polimer dapat berupa Material PVC dengan lebar 90 sampai
100 mm, ketebalan 2 sampai 6 mm. PVD dibuat dalam bentuk gulungan serta
dipasang dengan minyak khusus sehingga dapat terlindung dari tekanan hidrolik
tanah. Gambar II.7 menunjukkan detail bagian-bagian dari PVD.

Temporary surcharge (Penggantian sebagian) adalah metode yang umum


dilakukan tetapi sulit dikontrol, dan lapisan dari tanah lunak sering terjebak di
bawah timbunan, yang berakibat pada penurunan yang besar.

II.6 Metode Pembebanan Awal (Preloading)


Metode pembebanan awal (preloading) pada tanah lunak merupakan salah satu
metode yang paling populer digunakan untuk meningkatkan kekuatan geser tanah
dan mengontrol penurunan yang terjadi pasca konstruksi. Disamping metodenya
mudah dilakukan di lapangan, biaya yang dibutuhkan juga relatif murah
dibandingkan dengan metode perbaikan tanah lainnya. Pembebanan awal
merupakan proses kompresi tanah dengan memberikan tekanan vertikal sebelum
dilakukan pembebanan kostruksi sebenarnya.

Pembebanan awal dilakukan dengan tujuan mengkonsolidasi lapisan tanah lunak


dengan besar pembebanan yang sama atau lebih daripada beban yang akan dipikul
oleh tanah baik saat maupun setelah konstruksi. Beban preloading adalah beban
yang setara dengan beban konstruksi sebenarnya dimana beban tersebut dilakukan

25
dengan melakukan timbunan sebanding dengan berat konstruksi yang akan
dilaksanakan.
Ada pula yang menentukan tinggi timbunan sesuai dengan nilai penurunan, agar
tanah timbunan tidak dibuang sia-sia dan dapat dijadikan suatu pondasi dari suatu
konstruksi. Tinggi timbunan kritis beban preloading ini dihitung berdasarkan daya
dukung tanah lempung mula-mula. Kekuatan geser tanah lempung, dalam hal ini
kohesi tanah akan mempengaruhi tinggi timbunan yang akan dipergunakan.
Beberapa metode perbaikan tanah lain selain preloadingdapat dilihat pada Gambar
II.6 dibawah ini:

Gambar II.6 Altenatif solusi untuk penanganan timbunan tanah (Leroueil, et al.,
1990)

Kasus terjadinya penurunan tanah dasar banyak terjadi dilokasi pekerjaan yang
dominan berawa, adapun cara yang dilakukan yaitu dengan pembebanan berupa
dengan pre-loading. Metode ini bertujuan mempercepat terjadinya penurunan,

26
mengisi ruang yang diinisiasikan oleh pemampatan dan meningkatkan daya
dukung tanah dibawahnya. Ketika beban timbunan diletakkan diatas lapisan tanah
lunak, tekanan air pori mengalir perlahan sangat lambat arah vertikal dan menurun
bertahap seperti Gambar II.7 Metode Pre-loading.

Gambar II.7 Metode pembebaban awal (preloading) (M. Bilal, 2016)


Tinggi timbunan kritis beban preloading ini dihitung berdasarkan daya dukung
tanah lempung mula-mula. Kekuatan geser tanah lempung, dalam hal ini kohesi
tanah akan mempengaruhi tinggi timbunan yang akan dipergunakan. Daya dukung
tanah lempung dalam perencanaan beban preloading dihitung sebagai berikut:
qult = 5,14 cu (2.16)
q ult =γ timb . H cr (2.17)
2 cu
Maka, H cr = (2.18)
γ timb
di mana:
cu = kohesi tanah dasar (t/m2),
γ timb = berat volume tanah timbunan (t/m3) dan
H cr = tinggi timbunan kritis (m)

II.7 Monitoring Penurunan Tanah dengan Asaoka


Pemilihan instrument-instrumen yang tepat untuk mentukan penurunan tanah di
lapangan merupakan bagian penting dari monitoring penurunan. Untuk
pengawasan lapangan terdapat beberapa instrument yang biasa digunakan yairu
pisometer, pelat penurunan (settlement plate) dan inclinometer. Untuk mengikuti

27
perubahan penurunan timbunan perlu dipasangkan settlement plate yang akan
diukur secara berkala. Data-data dari hasil pengukuran settlement plate akan
dianalisis menggunakan metode observasi Asaoka untuk memprediksi drajat
konsolidasi yang telah terjadi pada timbunan.

Gambar II.8 Proses pemasangan Settlement plate (data tol Indrapura – Kisaran)
Pelat Penurunan (settlement plate) adalah instrumen yang digunakan untuk
mengukur penurunan vertikal tanah timbunan atau tanah asli. Selama pemasangan
dan pelaksanaan penimbunan, semua instrumen yang dipasang harus dilindungi
terhadap lalu lintas kendaraan dan alat-alat berat. Setelah selesai pemasangan dan
penimbunan, instrumen harus dilindungi dengan suatu pelindung yang tidak
mudah dirusak atau dicuri, untuk menjamin bahwa semua instrumen tidak rusak
dan bekerja dengan baik selama masa konstruksi dan masa pemeliharaan.
Tindakan pengamanan khusus harus dilakukan terhadap instrumen yang
pemasangannya sampai menonjol di permukaan tanah yang dapat rusak akibat
aktivitas konstruksi.

Metode observasi Asaoka (1978) merupakan metode observasi yang paling


popular karena selain dapat memprediksi penurunan akhir juga dapat
memungkinkan diperolehnya parameter-parameter konsolidasi. Langkah-langkah
yang dilakukan untuk menentukan nilai konsolidasi menggunakan metode
observasi Asaoka adalah:

28
1. Dari kurva waktu terhadap penurunan dipilih titik penurunan ρ1, ρ2, ρ3, ρ4, .., ρn.
sedemikan rupa sehingga ρn adalah penurunan waktu tn dan interval waktu
adalah konstan Δt = tn – tn-1.
2. Titik-titik ρ1, ρ2, dst di plot pada grafik.
3. Keseluruhan titik tersebut akan membentuk garis lurus sehingga:
ρ1 = ρ0 + βρn-1 (2.19)
4. Penurunan akhir yang akan terjadi (ρf) dinyatakan sebagai:
ρo
ρf= (2.20)
1−β
5. Penurunan pada waktu t (ρt) dapat dihitung dengan:
ρt =ρ f ¿ (2.21)
6. Konstanta β merupakan gradien kemiringan dari kurva garis lurus nilai-nilai
penurunan diatas, nilainya dapat dipergunakan untuk mendapatkan koefisien
konsolidasi vertikal.
−4 H 2 lnβ
C v= (2.22)
π 2∆ t
Dimana H = jarak drainase vertikal terjauh

Melalui prosedur yang dilakukan diatas, besarnya penurunan tanah actual yang
akan terjadi dapat diprediksi tanpa membutuhkan parameter-parameter yang
digunakan pada analisis konsolidasi, seperti data tekanan air pori, panjang
drainase, regangan maksimum tanah, dan koefisien konsolidasi. Data yang
digunakan disini cukup dari hasil rekaman settlement plate.

Langkah-langkah dari observasi Asaoka diatas dapat dilihat pada Gambar II.9
berikut ini:

29
Gambar II.9 Perkiraan penurunan akhir berdasarkan metode Asaoka (PUPR. Pd –
T06-2004-B)

II.8 Metode Elemen Hingga (Plaxis 2D)


Studi ilmiah yang dilakukan saat ini setelah melakukan pengumpulan data di
lapangan melakukan analisis pemodelan Finite Element Method (FEM). Menurut
studi yang dilakukan oleh Iskandar dan Hamdhan (2016) pada penjelasan ringkas
ini piranti analisis FEM memiliki 2 sifat pemodelan yaitu:
a. Pemodelan regangan bidang (plane strain) yang umum dilakukan untuk
geometri dengan penampang melintang dan kondisi pembebanan yang cukup
panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang (arah z).
b. Pemodelan axisymetric adalah pemodelan yang umum dilakukan sebagai
pemodelan berbentuk lingkaran dengan penampang melintang radial yang lebih
seragam dan pembebanan mengelilingi sumbu aksial, deformasi dan kondisi
tegangan diasumsikan sama.

30
Gambar II.10 (a) Plane strain dan (b) Axisymetric

Metode elemen hingga mudah dipergunakan pada masalah-masalah kontiniu


dengan bentuk yang tidak teratur dan terdiri dari material yang berbeda. Metode
ini dilkaukan dengan menggunakan konsep diskritisasi dengan membagi-bagi
benda atas bagian yang kecil dinamakan elemen-elemen hingga. Sehingga
dilakukan analisis untuk masing-masing elemen yang kecil tersebut akan lebih
mudah peninjauannya dibandingkan dengan keseluruhan. Metode ini juga
dipergunakan pada masalah “steady state” dan “time dependent” serta untuk
masalah-masalah dengan sifat material yang non linier.

Metode elemen hingga pada teoritis geoteknik sering berhadapan dengan jenis-
jenis material yang berbeda jauh kekakuannya antara lain:
a. Tiang pancang material yang dianalisis terdiri dari gaya-gaya tiang dan tiang
bor juga sama dalam analisis tiang pancang melainkan ada analisis beton dan
tanah disekitar.
b. Pondasi dangkal dengan analisis tanah pendukung.
c. Dinding penahan tanah (gravity wall, cantilever wall, dll).
d. Pondasi dangkal terdiri dari beton bertulang dan tanah.
e. Timbunan tanah menggunakan geotextile (material itu sendiri dan tanah) yang
dianalisis.

31
Metode elemen hingga pada Plaxis 2D dapat dimodelkan menjadi 2 jenis yaitu
pemodelan dengan elemen segitiga 6 titik nodal dan elemen segitiga dengan 15
titik nodal. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar II.11.

Gambar II.11 Perbedaan 6 nodal dan 15 nodal (Brinkgreve et al., 2013)

Di dalam pemilihan elemen ini, elemen kompleks yaitu yang lebih banyak
nodalnya (dalam hal ini elemen 15 nodal) akan menghasilkan perhitungan yang
lebih akurat. Akan tetapi penggunaan elemen tersebut mengandung kosekuensi
terbentuknya matriks kekakuan elemen yang lebih besar, dimana hal tersebut
berakibat diperlukan hardware yang dapat mendukung penggunanya.

II.8.1 Kelengkapan (fitur) pada Plaxis


Berikut beberapa kelengkapan yang dimiliki program Plaxis untuk mendukung
perhitungan konsolidasi tanah:
a. Graphical input of geometry models, yaitu input program berupa lapisan tanah,
struktur, langkah konstruksi, pembebanan, dan kondisi batas yang dimasukkan
dalam bentuk grafis (CAD), sehingga diharapkan permodelan yang akurat dan
medetail dari kondisi sebenarnya di lapangan dapat tercapai. Dari input
permodelan geometri ini, finite element mesh dibuat secara otomatis oleh
Plaxis.

32
b. Automatic mesh generation, yaitu pembuatan unstructered finite element mash
secara otomatis.
c. High-order elements, yaitu elemen orde tinggi yang dibutuhkan untuk
memeperoleh keakuratan distribusi teganagan tanah dan perkiraan beban
runtuh.
d. Beams, yaitu struktur balok yang khusus digunakan sebagai dinding penahan
tanah, struktur terowongan dan struktur ramping lainnya. Perilaku struktur
tersebut didefinisikan dengan tingkat kelenturan, kekakuan dan ultimate
bending moment. Sendi plastis dapat segera terbentuk jika momen mencapai
batas ultimate. Struktur diatas dapat digunakan secara bersamaan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan dalam rekayasa geoteknik.
e. Interfaces, yaitu elemen sambungan yang diperlukan dalam kalkulasi di mana
terjadi interaksi tanah dan struktur. Interface digunakan untuk mensimulasikan
lapisan tipis di mana terjadi geser seperti pada alas pondasi, tiang, geotekstil,
dinding penahan tanah dan lain-lain. Nilai koefisien geser dan adhesi antara
tanah dan dinding dapat dimasukkan sebagai input dan tidak harus selalu sama
dengan koefisien geser dan kohesi tanah.
f. Anchors, yaitu dimodelkan sebagai elemen pegas elastoplastis. Perilaku
elemen ini didefinisikan dengan tingkat kekakuan dan gaya yang dapat
diterima. Analisis dapat dilakukan untuk angkur prestressed.
g. Geotextile, yaitu elemen yang disimulasikan secara khusus oleh Plaxis sebagai
elemen dengan tahanaan tarik. Geotextile dan geogrid umumnya digunakan
pada konstruksi perkuatan tanah atau pada struktur penahan tanah.
Penggabungan elemen geotextile dan interfaces pada Plaxis dapat mendekati
kondisi sebenarnya.
h. Tunnels, dalam permodelan terowongan ini Plaxis memiliki pilihan parabolik
dan non-parabolik. Beams dan interfaces dapat dimasukkan kedalam
permodelan struktur terowongan dan interaksinya dengan lapisan tanah
sekitarnya.
i. Mohr-Coulomb model, yaitu model non-linear sederhana yang didasari oleh
data parameter tanah. Namun tidak semua perilaku non-linear tanah termasuk
kedalam model ini. Model mohr-coulomb dapat digunakan untuk menghitung

33
beban ultimate untuk pondasi lingkaran, tiang pancang, pondasi dangkal, dan
lain-lain. Model ini juga dapat digunakan untuk menghitung angka keamanan
dengan menggunakan pendekatan phi-c reduction.
j. Advance soil model, yaitu berbagai macam model tanah sebagai tambahan dari
model mohr-coulomb. Agar dapat menganalisis perilaku pemampatan
logaritmik dari tanah lunak terkonsolidasi normal, model cam-clay dapat
digunakan. Referensi pada manual yang dapat digunakan adalah soft soil
model. Pengembangan versi dari model ini adalah permodelan secondary
compression (creep). Untuk tanah keras, seperti lempung overconsolidated dan
pasir, dapat digunakan model hardening soil. Referensi pada manual yang
dapat digunakan adalah material models manual.
k. Steady state pore pressure, terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan
dalam permodelan tekanan pori rembesan tetap. Distribusi tekanan pori
kompleks didasari oleh analisis aliran air tanah satu dimensi. Sebagai alternatif
penyederhanaan, distribusi tekanan air pori multi linear yang diturunkan dari
permukaan air tanah.
l. Excess pore pressure, dalam Plaxis dibedakan antara tanah teralirkan (drained)
dan tanah takteralirkan (undrained) didalam permodelan pasir (permeable) dan
lempung (impermeable). Kelebihan tekanan air pori diperhitungkan dalam
perhitungan plastis, jika lapisan tanah undrained diberi pembebanan.

II.8.2 Kondisi Pengaliran Air


Ketika tanah lempung diberi beban maka ada kecendrungan terjadi perubahan
volume lempung menjadi lebih kecil. Mengecilnya volume lempung
mengakibatkan berkurangnya volume pori karena partikel lempung bersifat
incompressible, saat volume pori mengecil air akan keluar dari lempung. Ketika
beban ditingkatkan secara cepat, lempung akan mengalami kondisi undrained
dalam waktu tertentu (pengaruh pembenanan). Ketika beban diberikan secara
konstan dalam periode waktu yang lama, lempung akan berubah dari kondisi
undrained menjadi drained. Ini karena periode satu hari cukup bagi air untuk
keluar dari lempung, selama periode ini volume pori berkurang dan mencapai
kondisi seimbang (equilibrium).

34
Kondisi pengaliran air pada tanah dibagi menjadi dua kondisi yaitu kondisi
teralirkan (drained) dan tidak teralirkan (undrained). Kondisi pengaliran air
berhubugan dengan kecepatan air keluar dan masuk lapisan tanah pada waktu
tertentu. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian dari kedua kondisi ini.
1. Drained
Merupakan kondisi dimana air mampu keluar masuk tanah pada panjang waktu
tertentu ketika tanah mengalami perubahan isi (load). Perubahan ini tidak
mengakibatkan perubahan tegangan air (water pressure) pada pori tanah karena
air dapat keluar masuk tanah secara bebas ketika volume pori mengecil dan
membesar dalam merespon perubahan isi (load) tanah. Drained biasanya disebut
kondisi jangka panjang.
Pada kondisi drained kekakuan dan kekuatan didefinisikan dalam bentuk
tegangan efektif. Pada kondisi drained nilai tegangan air pori adalah nol dan
tegangan total pada tanah sama dengan tegangan efektif. Dapat dilihat pada
persamaan dibawah ini:
σ = σ’ + μ (2.23)
dengan nilai μ = 0, maka:
σ = σ’ (2.24)
σw = μ = μo +Δμ (2.25)

2. Undrained
Merupakan kondisi dimana air tidak mampu keluar masuk tanah pada panjang
waktu tertentu dimana tanah mengalami perubahan isi (load). Perubahan ini
mengakibatkan perubahan tegangan air (water pressure) pada pori di tanah karena
air tidak dapat keluar masuk tanah secara bebas ketika volume pori tanah berubah.
Undrained biasanya juga disebut kondisi jangka pendek.

Pada program Plaxis kondisi undrained dibedakan menjadi 2 kondisi yaitu


undrained (A) dan undrained (B). Pendekatan pada undrained (A) menggunakan
parameter tegangan efektif (kohesi dan sudut gesekan) untuk memperkirakan
kekuatan geser undrained. Sedangkan, metode undrained (B) (phi = 0)

35
menggunakan kekuatan geser tertentu yang tidak terdrainase. Undrained (A) dan
undrained (B) adalah opsi yang direkomendasikan untuk memodelkan perilaku
undrained (menerapkan analisis tegangan efektif) (Manual Plaxis, 2018).

Perbedaan mendasar antara kedua jenis undrained (A) dan (B) adalah pada
kekuatan tanah dimana pada undrained (B) kekuatan didasarkan pada kekuatan
geser tak teralirkan. Penjelasan ini terdapat pada piranti Plaxis 2D seperti pada
Gambar II.12 berikut:

Gambar II.12 Perbedaan undrained (A) dan (B) (Piranti Plaxis 2D, 2017)

II.9 Permodelan Tanah pada Plaxis 2D


Terdapat beberapa permodelan tanah yang ada pada piranti lunak Plaxis 2D
diantaranya adalah permodelan Mohr-Coulomb, soft soil dan hardening soil.
Masing-masing metode tersebut membutuhkan data yang berbeda dalam proses
analisisnya.

II.9.1 Mohr Coulomb

36
Tahun 1773, seorang insinyur dari Perancis bernama Coulomb memperkenalkan
analisis tentang gaya dorong yang bekerja pada sebuah dinding penahan tanah.
Analisis keruntuhan tanah terebut sampai saat ini dikenal dengan kriteria
keruntuhan Mohr-Coulomb. Menurut Mohr-Coulomb, tanah diasumsikan
berperilaku sebagai material plastik linear elastis sempurna dan tidak diperlukan
pengerasan atau pelunakan.
Permodelan Mohr-Coulomb (elastis sempurna) mengasumsikan bahwa plastisitas
memiliki hubungan dengan regangan atau tidak dapat kembali ke kondisi semula.
Sebuah fungsi kelelahan dimasukkan untuk memastikan bahwa plastisitas telah
dimasukkan dalam perhitungan elemen hingga. Pada permodelan Mohr-Coulomb
melibatkan lima paramater utama dalam proses inputnya yaitu: modulus Young
(E) dan rasio Poisson nu (ν) untuk elastisitas tanah; kohesi (c), sudut gesek phi (φ)
dan sudut dilatancy psi (ψ) untuk plastisitas tanah.

Model Mohr-Coulomb mewakili pendekatan orde pertama dari perilaku tanah atau
batuan. Disarankan untuk menggunakan model ini untuk analisis pertama dari
masalah yang dipertimbangkan. Untuk setiap lapisan, satu perkiraan kekakuan
rata-rata konstan. Karena kekakuan konstan ini, perhitungan cenderung relatif
cepat dan seseorang memperoleh perkiraan deformasi pertama. Kriteria
keruntuhan untuk model ini yang ditunjukkan pada Gambar II.13 berikut:

37
Gambar II.13 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (Schanz et al. 1999)

Gambar II.14 Bidang leleh Mohr-Coulomb dalam ruang tegangan utama (Modul
Plaxis, 2013)

Pada pemodelan tanah Mohr-Coulomb ada dua fase yang terjadi pada grafik
tegangan regangan sebagai berikut :

Gambar II.15 Grafik perfectly elatic plastic model Mohr-Coulomb (Schanz et


al.1999)

Pada grafik tersebut terlihat bahwa ketika tanah diberi pembebanan, tegangan dan
regangan tanah tersebut akan terus bertambah sampai menemukan batas fase
elastis, tegangan tanah akan tetap dan hanya regangan yang bertambah. Kondisi

38
tersebut adalah kondisi plastis. Model Mohr-Coulomb terdapat lima parameter.
Rincian dari parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel II.10. Parameter-
parameter tanah diperlukan dalam memodelkan tegangan yang terjadi pada tanah,
untuk kebutuhan terebut beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan sebagai
korelasi empiris dalam penentuan nilainya.

Tabel II.10 Parameter permodelan Mohr-Coulomb

II.9.2 Hardening Soil


Model Hardening Soil adalah model lanjutan untuk simulasi perilaku tanah.
Adapun model Mohr-Coulomb, keadaan batas tegangan dijelaskan melalui sudut
gesekan (phi), kohesi (c) dan sudut dilatancy (psi). Namun, kekakuan tanah
dijelaskan jauh lebih akurat dengan menggunakan tiga kekakuan input yang
berbeda: kekakuan triaksial E50, kekakuan pembongkaran triaksial Eur dan
kekakuan pembebanan oedometer Eoed. Berbeda dengan model Mohr-Coulomb,
model hardening Soil juga memperhitungkan modulus kekakuan yang bergantung
pada tegangan. Ini berarti bahwa semua kekakuan meningkat dengan tekanan.
Oleh karena itu, ketiga kekakuan masukan berhubungan dengan tegangan
referensi, biasanya diambil sebagai 100 kPa (1 Bar).

Awalnya model tanah hardening pertama kali diperkenalkan dalam program


Plaxis sebagai perpanjangan dari Mohr Coulomb Model (Nordal, 1999).
Kemudian dalam finite element method Plaxis ditambahkan ke model untuk

39
memungkinkan tekanan pra-konsolidasi untuk diperhitungkan, pada saat ini nama
model tanah diubah menjadi model tanah hardening. Perubahan ini menunjukkan
bahwa model tersebut memiliki kapasitas yang akan digunakan untuk tanah lunak,
termasuk tanah liat lunak, dengan bantuan fungsi mobilised friction (Nordal,
1999). Memang, model tanah pengerasan telah dikembangkan di bawah kerangka
teori plastisitas. Dalam model ini, tegangan total dihitung menggunakan kekakuan
stres-dependent, yang berbeda untuk antara unloading/reload.

Pengerasan diasumsikan isotropik, tergantung pada geser plastik dan tegangan


volumetrik. Aturan aliran nonassociated diadopsi ketika berhubungan antara
frictional hardening dan aturan terkait aliran diasumsikan untuk cap hardening.
Schanz et al. (1999) menjelaskan secara rinci, perumusan dan verifikasi model
tanah hardening. Latar belakang penting dari model diringkas dalam bagian ini.
Sebanyak 10 parameter yang diperlukan masukan dalam HSM, sebagaimana
ditampilkan dalam tabel dibawah berbeda dengan hubungan tegangan-regangan
Mohr coulomb model, karena pemuatan utama, diasumsikan kurva hiperbolik
dalam model tanah hardening. Ringkasan parameter yang dibutuhkan dalam
permodelan hardening soil dapat dilihat pada Tabel II.11.

Gambar II.16 dibawah menunjukkan hubungan hiperbolik tegangan dan regangan


pada beban primer.

Gambar II.16 Hubungan hiperbolik tegangan dan regangan pada beban primer
untuk standar test triaxial kondisi drained (Schanz et al. 1999)

40
Gambar II.17 Bidang leleh hardening soil dalam ruang tegangan utama (Modul
Plaxis, 2013)

Tabel II.11 Parameter permodelan hardening soil

41
II.9.3 Soft Soil
Model soft soil (SSM) telah dikembangkan dalam kerangka kerja critical state
soil mechanic (CSSM), yang mirip dengan model clay cam (CCM) atau modified
cam clay (MCC). Bagian ini menguraikan persamaan dan perbaikan dari SSM ke
MCC. Tabel dibawah adalah tujuh parameter input untuk SSM. Untuk
membedakan antara recompression dan beban utama, diperlukan tekanan pra-
konsolidasi (pp). Tekanan pra-konsolidasi dapat ditentukan oleh nilai rasio OCR.

Soft Soil model (SS model) dapat digunakan ketika memodelkan perilaku tanah
lunak seperti lempung dan tanah gambut yang terkonsolidasi secara normal. Pada
SS model, asumsi meliputi hubungan logaritmik antara regangan volumetrik 𝜀𝑣
dengan tegangan efektif p’ yang membutuhkan nilai λ* dimana λ* adalah indeks
pemampatan yang dimodifikasi dan dapat ditentukan bedasarkan pemampatan
tanah yang terjadi pada saat pembebanan primer. Hal lain ditemukan juga notasi
k* dimana k* adalah indeks pemuaian yang dimodifikasi, menjelaskan
kemampumampatan dari tanah pada pengurangan beban yang diikuti pembebanan
kembali sebagai asumsi respon tanah selama pengurangan beban dan pembebanan
kembali bersifat elastis.

Besaran nilai λ* dan κ* dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:
λ* = cc / [2.3 (1 + e)] (2.24)
κ* ≈ 2cr / [2.3 (1 + e)] (2.25)

Gambar II.18 Bidang leleh soft soil dalam ruang tegangan utama (Modul Plaxis,
2013)

42
Kriteria kegagalan Mohr-Coulomb diadopsi dalam SSM, oleh karena itu
diperlukan parameter kekuatan ϕ'dan c'. SSM ini memanfaatkan hasil permukaan
berbentuk elips, yang mirip dengan model clay cam modified.

Gambar II.19 Bidang keruntuhan pada material soft soil (Surarak, 2011)

Permodelan soft soil cocok digunakan untuk menganalisa prilaku konsolidasi pada
tanah clay. Parameter yang dibutuhkan model ini berat isi antara lain: γunsat dan
γsat, koefisient permeabilitas (kx,ky,kz), nilai kohesi tanah (c), sudut geser dalam
(φ) dan sudut dilatancy (ψ). Ditambah dengan modified compression index λ*, dan
modified swelling index κ*. Parameter permodelan soft soil dapat dilihat pada
Tabel II.12 berikut ini:

Tabel II.12 Parameter permodelan soft soil

43
Berbeda dengan model cam modified clay, parameter M pada keadaan kritis tidak
mengatur garis keruntuhan. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb digunakan
sebagai pengganti, sedangkan parameter M disimpan dalam SSM untuk
menentukan ketinggian elips. Oleh karena itu, garis kegagalan dan permukaan
hasil elips dapat dikontrol secara terpisah. Secara signifikan, parameter M
bukanlah parameter input langsung SSM tersebut.

44
Bab III METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Lokasi Penelitian


Lokasi yang dijadikan objek penelitian pada tulisan ini adalah Jalan Tol Trans
Sumatera Ruas Indrapura – Kisaran berlokasi di STA 112+550. Dimana pada
lokasi ini terdapat lapisan tanah lunak yang diperbaiki dengan menggunakan
metode pra pembebanan (preloading). Pada lokasi ini telah dilakukan
penyelidikan tanah yaitu pengeboran BH-05 dengan data-data tanah yang telah
dilakukan pengujian di laboratorium. Lokasi pengujian tanah BH-05 dapat dilihat
pada Gambar III.1 berikut ini:

Gambar III.1 Lokasi pengujian tanah BH-05

Foto lokasi yang akan dianalisis pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
III.2 dan 3.3 berikut ini:

Gambar III.2 Pelaksanaan penimbunan preloading (Data lapangan)

45
Gambar III.3 Pembongkaran timbunan preloading (Data Lapangan)

III.2 Kondisi Lapisan Tanah


Pada STA 11+910 sampai dengan STA 112+800 terdapat 3 titik pengeboran yaitu
BH-04, BH-05 dan BH-06. Statigrafi lapisan tanahnya dapat dilihat pada Gambar
III.4 berikut ini:

Gambar III.4 Statigrafi lapisan tanah pada lokasi penelitian

Berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik, dapat dibuat gambaran tentang


perlapisan tanah di BH-4 sampai dengan BH-6 sebagai berikut:
1. Lapisan atas pada BH-04 merupakan lapisan pasir berlanau yang cukup tebal,
yaitu sekitar 11,45 meter dan merupakan tanah lunak. Di bawahnya terdapat

46
lapisan tanah sedang dengan ketebalan ± 2 meter. Dari kedalaman ±14 meter
sampai akhir pengeboran dikedalaman 30,45 merupakan lapisan tanah keras.
Tanah dasar di BH-04 ini didominasi oleh lapisan pasir berlanau dengan jenis
tanah lunak pada lapisan atas dan tanah keras pada bagian bawahnya.
2. Pada umumnya, kondisi perlapisan tanah pada BH-05 merupakan tanah lunak.
Lapisan atas merupakan tanah sangat lunak dengan nilai N-SPT 1 sampai 3
dengan ketebalan ± 17 meter. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan tanah
sedang dengan ketebalan ± 6 meter. Lapisan berikutnya terdapat lapisan tanah
lunak dengan ketebalan ± 20 meter. Dibawah kedalaman 45,15 sampai akhir
engeboran perupakan tanah sedang. Tanah dasar di BH-04 ini didominasi oleh
lapisan lanau lunak.
3. Kondisi perlapisan tanah di BH-06 mirip dengan kondisi perlapisan tanah di
BH-04. Lapisan atas pada BH-06 merupakan lapisan pasir berlanau dengan
tebal ± 27 meter. Pada lapisan atas terdapat lapisan tanah sangat lunak N-SPT 1
sampai 5 dengan ketebalan ± 15 meter. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan
tanah sedang sampai dengan tanah keras dengan N-SPT antara 33 sampai
dengan 66. Tanah dasar di BH-06 ini didominasi oleh lapisan pasir berlanau
dengan ketebalan 27 meter dengan jenis tanah lunak sampai keras.

Berdasarkan hasil uji SPT di lapangan dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang
dominan di lokasi penelitian menurut SNI-1726-2002 merupakan tanah lunak.
Pemantauan penurunan berdasarkan hasil observasi lapangan menggunakan
settlement plate di lokasi sebelum dan sesudah lokasi penelitian yaitu STA
12+505 dan 12+600 menunjukkan kesamaan pola penurunan yang terjadi.
Besaran dan pola penurunannya dapat dilihat pada Gambar III.5 berikut ini:

47
Gambar III.5 Data penurunan tanah di sekitar lokasi penelitian

III.3 Studi Literatur


Penulis menjadikan beberapa buku, jurnal dan referensi penelitian lainnya
megenai tanah lunak sebagai review literatur pada penelitian ini. Topik-topik yang
dijadikan sebagai studi literasi adalah mengenai kerakteristik tanah lunak, metode
perbaikan tanah lunak, kekuatan tanah, konsolidasi, waktu konsolidasi, metode
elemen hinga, hingga metode perhitungan dengan menggunakan piranti lunak
Plaxis. Untuk metode perhitungan menggunakan Plaxis dikaji lebih mendalam
mengenai prinsip-prinsip dasar dalam perhitungannya, cara menggambarkan
geometri dan kebutuhan data untuk mengoperasikan piranti lunak tersebut.

III.4 Pengolahan Data Lapangan dan Uji Laboratorium


Data pada penelitian diperoleh dari proyek Tol Inderapura-Kisaran dan
Laboratorium untuk menentukan dan mengidentifikasi parameter tanah yang
digunakan. Data lapangan yang dibutuhkan antara lain geometrik jalan, shop
drawing atau as built drawing, data stage construction dan hasil pengujian tanah.

48
Untuk data stage construction diambil dari hasil obesrvasi lapangan melalui data
yang direkam pada settlement plate.

Untuk data-data laboratorium diambil dari data BH-05 yaitu berupa indeks
properties tanah dan engineering properties tanah. Data laboratoriumnya antara
lain nilai modulus Young (E) dan rasio Poisson nu (ν) untuk elastisitas tanah,
kohesi (c), sudut gesek phi (φ) dan sudut dilatansi psi (ψ), kekakuan triaksial E 50,
kekakuan pembongkaran triaksial Eur dan kekakuan pembebanan oedometer Eoed
serta data-data lain yang dianggap perlu.

III.5 Korelasi untuk Penentuan Parameter Tanah


Untuk melakukan analisis menggunakan Plaxis diperlukan data berupa paramater
tanah. Parameter tersebut dapat diperoleh dari hasil pengujian laboratorium
maupun korelasi empiris dari nilai N-SPT, jenis, konsistensi dan sifat-sifat
materialnya. Parameter tanah yang digunakan dalam program Plaxis diantaranya
yaitu:
a. Berat volume tanah kering / dry soil weight (γdry)
b. Berat volume tanah basah / wet soil weight (γwet)
c. Permeabilitas arah horizontal / horisontal permeability (kx)
d. Permeabilitas arah vertikal / vertical permeability (ky)
e. Modulus young / young’s modulus (E),
f. Poisson’s ratio (v)
g. Kohesi / cohesion (c)
h. Sudut geser / friction angle (φ)
i. Sudut dilatasi / dilatancy angle (ψ)
j. Koefisien konsolidasi (cv)

Data-data tersebut di atas dapat diperoleh melalui pengujian properties tanah di


laboratorium teknik sipil. Data-data tersebut diatas akan dimasukkan kedalam
lapisan-lapisan tanah yang sudah dimodelkan di program Plaxis. Jika tidak
terdapat hasil pengujian laboratorium tanah, maka nilai-nilai diatas dapat

49
diperoleh melalui korelasi-korelasi empriris yang disajikan pada pembahasan
2.2.2 sebelumnya.

III.6 Pemodelan Preloading Soil Menggunakan Piranti Finite Element


Method
Tahap ini penulis melakukan analisis atau simulasi dengan memasukan data
percobaan (material properties of the sub soil and pile) parameter lempung yaitu
Mohr-coulomb undrained, sand yaitu hardening soil undrained. Di dalam
pemilihan elemen ini, elemen kompleks yaitu yang lebih banyak nodalnya (dalam
hal ini elemen 15 nodal) akan menghasilkan perhitungan yang lebih akurat. Akan
tetapi penggunaan elemen tersebut mengandung kosekuensi terbentuknya matriks
kekakuan elemen yang lebih besar, dimana hal tersebut berakibat diperlukan
hardware yang dapat mendukung penggunanya.

Gambar III.6 Ilustrasi input PLAXIS untuk menentukan jenis model analisa dan
elemen hingga pada PLAXIS

1. Melakukan penggambaran geometri dan pemberian kondisi batas pada struktur


yang ditinjau.
2. Pendefinisian dari material properties. Pendefinisian material properties data
tanah akan dibuatkan dalam 3 permodelan yaitu Mohr-coulomb, hardening soil
dan soft soil. Contoh permodelannya dapat dilihat pada Gambar III.7. berikut
ini:

50
Gambar III.7 Ilustrasi pendefinisian model tanah dan kondisi dari analisa serta
pendefinisian material propertis tanah

3. Setelah material properties didefinisikan, selanjutnya dilakukan penentuan


geometris struktur badan jalan dan timbunan tanah yang bersesuaian dengan
kondisi geometris jalan tersebut, dilanjutkan dengan pembentukan elemen
hingganya. Contoh penggambarannya dapat dilihat pada Gambar III.8 berikut
ini:

Gambar III.8 Ilustrasi permodelan badan jalan

51
4. Selanjutnya dilakukan generating mesh dan perhitungan kondisi awal (initial
condition) dari konstruksi yang ditinjau, baik kondisi awal air tanahnya
maupun kondisi awal geometris strukturnya. Ini merupakan tahapan penting
dimana semua struktur yang ada akan dimasukkan kedalam fungsi elemen
hingga dan ditentukan titik nodal analisisnya. Initial condition akan
menunjukkan besaran beban awal yang diterima oleh lapisan tanah sebelum
dibebani struktur badan jalan diatasnya. Contoh generating mesh dan initial
condition dapat dilihat pada Gambar III.9 dan 3.10.

Gambar III.9 Ilustrasi Generating mesh pada Plaxis 2D

Gambar III.10 Ilustrasi initial flow condition pada Plaxis 2D

5. Setelah semua hal di atas dilakukan, dilanjutkan dengan proses perhitungan.


Pada tahap perhitungan ini didefinisikan tahapan konstruksi dan jenis
perhitungannya.

52
6. Setelah tahapan konstruksi didefinisikan, dilanjutkan dengan pendefinisian
geometris dari struktur yang bersesuaian dengan tahapan konstruksinya.
Selanjutnya dilakukan tahapan perhitungan (calculate) dimana setiap tahapan
perhitungan yang telah selesai silakukan perhitungannya maka akan ditandai
dengan munculnya tanda (√ ). Sedangkan apabila dalam perhitungan ternyata
kondisi tanah telah failure maka akan ditandai dengan (x) dimana ditandai
dengan berhentinya proses perhitungan.
7. Setelah selesai dilakukan tahapan perhitungan, maka selanjutnya ditampilkan
output yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan yang bersesuaian
dengan data hasil perhitungan yang akan dianalisis.

Angka keamanan yang dihitung dalam program Plaxis disajikan dalam bentuk
kurva MSF vs displacement yang terdapat pada modul load displacement curves
untuk titik-titik referensi yang telah dimasukkan pada input data. Untuk
menghitung angka keamanan, digunakan modul load advencement number of
steps dengan memasukkan increment MSF. Pada kalkulasi, nilai c dan λ akan
dikurangi sesuai increment yang dimasukkan.

III.7 Kerangka Berpikir Penelitian


Penelitian akan dimulai dengan pengumpulan data-data lapangan dan studi
literatur dengan mengumpulkan jurnal-jurnal atau tulisan yang berkatian dengan
topik yang akan dibahas. Dari data-data tersebut akan diidentifikasi permasalahan
yang akan dibahas pada penelitian ini, yang mana masalah yang akan dibahas
tentang penurunan tanah yang terjadi di lokasi STA 12+550. Setelah ditemukan
masalah yang akan diselesaikan maka dibuat kriteria desain dalam pemecahan
masalahnya. Kriteria desain yang dibahas adalah bagaimana menentukan
penurunan tanah yang terjadi dengan menggunakan Plaxis 2D menggunakan
beberapa permodelan yang tersedia pada Plaxis.
Model yang telah dianalisis dievluasi berdasarkan kriteria desain yang
direncanakan, jika hasilnya memenuhi maka dapat ditarik kesimpulan dan saran.
Namun jika tidak memenuhi maka harus dilakukan modifikasi konfigurasi data-
data yang telah dimasukkan pada piranti Plaxis 2D. Adapun kerangka berfikir dari

53
penelitian ini dari tahap awal sampai selesai dapat dirangkum dalam flow chart
pada Gambar III.11 berikut ini:

Gambar III.11 Kerangka Berpikir Penelitian

54
III.8 Waktu dan Durasi Pelaksanaan
Tabel III.1 Jadwal Pelaksanaan Tesis

Oktober November Desember Januari Februari


No Tahapan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
  Penyusunan Tesis
1 Pengajuan Judul                                
2 Penyusunan Proposal                                
3 Seminar Proposal Tesis
Penyusunan Naskah Tesis
3                                
Bab 1-5 (revisi/updat)
Penyusunan Bab 6 (Hasil Penelitian dan Pembahasan)
a) Detail desain penelitian
(data primer dan                                
sekunder)
b) Pelaksanaan penelitian
4
(data primer dan                                
sekunder)
c) Input dan reduksi data                                
d) Analisis data dan
                               
pembahasan
Penyusunan Bab 7
5                                
(Kesimpulan dan Saran)
6 Seminar Hasil Tesis                                
7 Ujian Pendadaran                                
Revisi/finalisasi naskah
8                                
Tesis
 
  Bimbingan Tesis
1 Bimbingan 1                                
2 Bimbingan 2                                
3 Bimbingan 3                                
4 Bimbingan 4                                
5 Bimbingan 5                                
6 Bimbingan 6                                
7 Bimbingan 7                                
8 Bimbingan 8                                

55
56
Bab IV PERMODELAN DAN ANALISIS

IV.1 Umum
Pada bab ini akan disajikan analisis dan perhitungan konsolidasi tanah pada
penampang jalan yang akan dianalisis. Analisis yang dilakukan menggunakan
metode elemen hingga dengan tiga jenis permodelan yaitu dengan Mohr-coulomb,
soft soil dan hardening soil. Sebagai pembanding antara besar nilai penurunan
tanah antara hasil analisis dengan aktual lapangan dengan perhitungan dalam
penelitian ini, akan diambil data observasi lapangan dari pengukuran dari
settlement plate di STA 12+550, di mana settlement plate ini merupakan data
yang paling representatif sebagai pembanding dikarenakan dipasang berdekatan
dengan lokasi pengambilan data boring BH-05.

Langkah awal perhitungan dilakukan dengan memodelkan penampang jalan


(cross section) yang akan dianalisa. Langkah kedua adalah melakukan pemilahan
data-data laboratorium pengujian tanah dasar dan tanah timbun. Langkah
berikutnya adalah memasukkan parameter-parameter tanah yang diperoleh dari
hasil laboratorium ke program Plaxis 2D. Pada permodelan ini lapisan tanah akan
dimodelkan dengan model soft soil, mohr coulomb dan hardening soil untuk
mengetahui permodelan mana yang paling mendekati observasi lapangan pada
jalan tol ini. Permodelan akan dihitung di program Plaxis 2D, kemudian ketiga
hasil permodelan ini akan dibandingkan dan dianalisa terhadap realisasi yang
terjadi di lapangan.

IV.2 Geometri Penampang Jalan yang Dianalisis


Dimensi dari keseluruhan permodelan harus dimodelkan sesuai degan ukuran
sebenarnya di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat. Elevasi tanah dasar,
tahapan penimbunan disesuaikan dengan aktual pelaksanaan lapangan yaitu dari
perekaman melalui data ukur. Tinggi muka air tanah yang diambil dari data
boring, data ini dibutuhkan untuk menghitung besaran tekanan air pori yang
diterima lapisan tanah pada kondisi ini.

57
Tahapan penimbunan dan waktunya akan diambil dari pengukuran settlement
plate, data ini sangat penting untuk mendapatkan hasil yang paling aktual sesuai
dengan realisasi di lapangan. Pada data settlement plate selain tercatat penurunan
instrument juga tercatat penambahan elevasi tanah timbunan setiap harinya. Dari
data ini diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan elevasi
timbunan pada setiap tahapan pekerjaannya. Tinggi timbunan maksimum adalah 7
meter dari elevasi tanah dasar dan tinggi timbunan preloading adalah 2,35 meter
dari top elevasi timbunan. Penimbunan dibagi menjadi 5 tahap penimbunan badan
jalan ditambah 1 tahap timbunan preloading, lama waktu masing-masing tahapan
penimbunan adalah 7 hari.

Potongan melintang permodelan Plaxis berdasarkan data realisasi pekerjaan


timbunan di lapangan dapat dilihat pada Gambar IV.1. Potongan melintang
permodelan secara keseluruhan yang telah digambarkan pada Plaxis dapat dilihat
pada Gambar IV.2.

Settlement Plate

Gambar IV.1 Potongan melintang jalan yang dianalisis

58
Gambar IV.2 Lokasi yang dimodelkan pada Plaxis 2D

IV.3 Tinggi Timbunan Preloading


Pembebanan yang diperhitungkan membebani tanah asli adalah beban timbunan
badan jalan, beban perkerasan dan beban lalu lintas. Beban timbunan badan jalan
adalah berat tanah timbunan yang merupakan perkalian antara berat jenis tanah
timbunan dengan tinggi timbunan. Beban timbunan ini akan berbeda untuk setiap
segmen tergantung dari elevasi muka tanah asli dan elevasi subgrade.

Perkerasan jalan yang digunakan adalah perkerasan kaku dengan tebal 55 cm dan
berat jenis beton sebesar 2,4 t/m3. Diperkirakan beban perkerasan kaku sebesar
1,32 t/m2. Berdasarkan SNI-8460-2017, Persyaratan perancangan geoteknik,
beban lalu lintas untuk analisis stabilitas ditentukan berdasarkan kelas jalan,
seperti ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel IV.1 Beban lalulintas berdasarkan kelas jalan

59
Pada evaluasi perbaikan tanah lunak ini, digunakan beban lalu lintas sebesar 15
kPa atau 1,5 t/m2 dan tidak memperhitungkan beban di luar jalan karena secara
umum tidak terdapat bangunan di sekitar timbunan badan jalan.

Total beban perkerasan dan beban lalu lintas diperhitungkan sebesar:


Beban lalulintas = 1,5 + 1,32 = 2,82 ton/m2

Untuk proses desain pembebanan tanah asli selalu diperhitungkan sebagai beban
merata dan dapat diwakili dengan beban timbunan tanah preloading. Sesuai
dengan SNI-8460-2017 tentang persyaratan perancangan geoteknik, beban total
preloading yang diaplikasikan ke tanah asli harus lebih besar atau sama dengan
1,3 kali beban yang direncanakan sehingga total beban preloading menjadi:

Beban preloading = 2,82 x 1,3 = 3,667 ton/m2.

Untuk melakukan simulasi terhadap beban perkerasan dan beban lalu lintas,
beban-beban tersebut diasumsikan sebagai beban timbunan tanah tambahan. Oleh
karena itu, tinggi timbunan operasional adalah tinggi timbunan badan jalan
ditambah timbunan sebagai simulasi beban perkerasan dan beban lalu lintas.

Sebagai beban preloading, beban perkerasan dan beban lalu lintas tersebut
digantikan dengan timbunan tanah dengan tinggi sebesar beban tersebut dibagi
dengan berat jenis tanah timbunan rata-rata. Berat jenis rata-rata pada kepadatan
100% dari kepadatan laboratorium adalah sebesar 1,737 ton/m3. Timbunan
preloading ditentukan memiliki kepadatan 90% dari kepadatan laboratorium
sehingga berat jenisnya menjadi sebesar 1,563 ton/m3. Dengan total beban
preloading sebesar 3,67 ton/m2, maka tinggi timbunan preloading menjadi
setinggi:

Tinggi timbunan = 3,667/1,563 = 2,345 m ≈ 2,35 m

60
IV.4 Data Parameter Tanah
Dalam permodelan Plaxis dibutuhkan input parameter-parameter tanah yang akan
dimodelkan. Parameter-perameter tanah yang digunakan pada permodelan Plaxis
diambil dari hasil pengujian. Lapisan-lapisan tanah eksisting yang didominasi
oleh lapisan tanah lunak (lanau dan lanau kepasiran) memiliki prilaku undrained.
Gambar IV.3 berikut ini merupakan data BH-05 yang akan dijadikan bahan dalam
permodelan tanah.

61
62
Gambar IV.3 Data BH-05 yang dianalisis

Tabel 4.2, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan material properties tanah yang
akan digunakan dalam analisa pada permodelan Mohr coulomb, hardening soil,
dan soft soil.

63
Tabel IV.2 Data tanah untuk permodelan Mohr-coulomb
DATA TANAH (BH-05)
Uraian Unit
Embankment Elastic Silt 1 Silt 1 Elastic Silt 2 Silty Sand Silt 2 Clayey Sand Clay

Material model - Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb Mohr-Coulomb

Kedalaman mtr 0 s/d 8 0 s/d -1 -1 s/d -5 -5 s/d -17 -17 s/d -23.6 -23,6 s/d -32,7 -32,7 s/d -37 -37 s/d -50,45
Drainage type - Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained

γ_unsat kN/m3 14,92 7.73 10.910 7.490 7.35 12.420 14.87 12.86
3
γ_sat kN/m 18,46 14.27 16.32 14.170 13.82 16.89 16.72 17.64
E kN/m2 12500 2500 2500 2500 5000 3000 5000 7500

ν (nu) 0.35 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3


c kN/m2 15 39.7 39.7 23.4 18.03 39.7 29.7 29.7

φ (phi) ° 35 23.01 23.01 34.19 26.44 23.01 38.39 38.39


ψ (psi) ° - - - - - -
k_x m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07

k_y m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
Nama Lapisan 1 2 3 4 5 6 7

Tabel IV.3 Data tanah untuk permodelan hardening soil


DATA TANAH (BH-05)
Uraian Unit
Embankment Elastic Silt 1 Silt 1 Elastic Silt 2 Silty Sand Silt 2 Clayey Sand Clay

Material model - Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil Hardening Soil
Kedalaman mtr 0 s/d 8 0 s/d -1 -1 s/d -5 -5 s/d -17 -17 s/d -23.6 -23,6 s/d -32,7 -32,7 s/d -37 -37 s/d -50,45
Drainage type - Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained
3
γ_unsat kN/m 14,92 7.73 10.910 7.490 7.35 12.420 14.87 12.86
γ_sat kN/m3 18,46 14.27 16.32 14.170 13.82 16.89 16.72 17.64
c 2 15 39.7 39.7 23.4 18.03 39.7 29.7 29.7
kN/m
φ (phi) ° 35 23.01 23.01 34.19 26.44 23.01 38.39 38.39
E50 kN/m2 12500 2500 2500 2500 5000 3000 5000 7500
2
Eoed kN/m 14647 2746 2746 2746 5412 3296 5844 8766
Eur kN/m2 25000 5000 5000 5000 10000 6000 10000 15000
k_x m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
k_y m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
Nama Lapisan 1 2 3 4 5 6 7

64
Tabel IV.4 Data tanah untuk permodelan soft soil
DATA TANAH (BH-05)
Uraian Unit
Embankment Elastic Silt 1 Silt 1 Elastic Silt 2 Silty Sand Silt 2 Clayey Sand Clay

Material model - Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil Soft Soil

Kedalaman mtr 0 s/d 8 0 s/d -1 -1 s/d -5 -5 s/d -17 -17 s/d -23.6 -23,6 s/d -32,7 -32,7 s/d -37 -37 s/d -50,45

Drainage type - Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained Undrained

γ_unsat kN/m3 14,92 7.73 10.910 7.490 7.35 12.420 14.87 12.86

γ_sat kN/m3 18,46 14.27 16.32 14.170 13.82 16.89 16.72 17.64

c kN/m2 15 39.7 39.7 23.4 18.03 39.7 29.7 29.7

φ (phi) ° 35 23.01 23.01 34.19 26.44 23.01 38.39 38.39

void ratio e 2 2.09 1.23 2.16 2.16 0.89 0.73 0.94

Comp. Index Cc 0.2900 0.6 0.44 1.11 0.81 0.54 0.44 0.39

Swell Index Cr 0.0460 0.120 0.088 0.222 0.116 0.108 0.059 0.078
λ* (lambda) 0.0530 0.1096 0.0804 0.2028 0.1480 0.0986 0.0804 0.0712
κ* (kappa) 0.0168 0.0438 0.0322 0.0811 0.0423 0.0395 0.0214 0.0285

k_x m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07

k_y m/day 5.00E-05 4.40E-07 1.69E-07 4.24E-07 1.59E-07 2.16E-07 3.84E-07 2.14E-07
Nama Lapisan 1 2 3 4 5 6 7

Seluruh parameter tanah dikondisikan sebagai lapisan undrained (A) seperti yang
dijelaskan pada sub bab 2.8.2. Pemilihan ini dilakukan karena metode
penimbunan di lapangan yang dilakukan dalam waktu singkat sehingga air tidak
teralirkan keluar. Pada manual plaxis contoh-contoh permodelan hardening soil
menggunakan nilai Eu = 3 x E50 (Manual Plaxis 2018, hal 46), namun
rekomendasi nilai yang disarankan oleh piranti Plaxis 2D saat proses input data
tanah minimal 2 x E50. Rekomendasi tersebut dapat dilihat pada Gambar IV.4
berikut:

65
Gambar IV.4 Rekomendasi nilai Eur oleh piranti Plaxis 2D

Berdasarkan rekomendasi tersebut pada permodelan hardening soil, nilai Eu


dimasukkan nilainya 2 x E50 mengikuti rekomendasi dari piranti Plaxis.
Sedangkan nilai Eoed, digunakan nilai yang disarankan oleh Plaxis berdasarkan
data tanah yang telah di input ke dalam material propertis. Rekomendasi nilai E oed
yang dari piranti Plaxis 2D dapat dilihat pada Gambar IV.5 berikut ini:

Gambar IV.5 Rekomendasi nilai Eoed oleh piranti Plaxis 2D

66
IV.5 Analisis Drajat Konsolidasi dengan Asaoka
Penurunan tanah secara rutin dilakukan perekaman di lapangan, keseluruhan data
tersebut dimasukkan kedalam grafik penurunan tanah seperti yang terlihat pada
Gambar IV.6.

Gambar IV.6 Grafik penimbunan vs penurunan pada SP 12+550


Dari data pengamatan penurunan harian pada SP 12+550, dapat diplot grafik
antara penurunan waktu n (ρn) pada sumbu y dan penurunan pada waktu n-1 (ρn-1)
pada sumbu x. Perpotongan trendline linier dari titik plot grafik dengan garis ρ n =
ρn-1 merupakan penurunan akhir (ρf) untuk masing-masing tahap timbunan. Hasil
prediksi penurunan dari settlement plate setelah timbunan didiamkan selama 80
hari dapat dilihat pada Gambar IV.7. Dari koefisien konsolidasi dapat diperoleh
lamanya waktu untuk mencapai konsolidasi ±90% dimana penurunan tanah sudah
dianggap tidak bertambah lagi.

67
-0.870

-0.860

-0.850

-0.840
Data Settlement
-0.830 f(x) = 0.835414409963901 x − 0.136849201636971 Plate
Linear (Data Set-
tlement Plate)
-0.820 Linear (Data Set-
tlement Plate)
-0.810 Linear

-0.800
-0.800 -0.810 -0.820 -0.830 -0.840 -0.850 -0.860 -0.870

Gambar IV.7 Estimasi penurunan menurut metode Asaoka

Dari garfik diatas diperoleh persamaan regresi linear untuk data penurunan pada
settlement plate adalah :
y = 0,8354x – 0,1368
sehingga dengan menggunakan persamaan (2.19) dapat diperoleh prediksi
penurunan total:
ρf = 0,1368 / (1 – 0,8354)
= 0,8365 meter

Total penurunan yang telah terjadi di lapangan menurut data settlement plate
adalah 0,836 meter, sehingga drajat konsolidasi yang terjadi dilapangan adalah:
0,836
% konsolidasi= = 99,95%
0,8365

Berdasarkan nilai drajar konsolidasi diatas, maka pekerjaan preloading dilapangan


sudah dapat dilakukan pembongkaran pada hari ke 80 masa tunggu preloading.

IV.6 Analisis Pemodelan dengan PLAXIS 2D


Permodelan pada Plaxis 2D dimulai dengan mengatur properties project yang
akan dianalisa. Pada penelitian ini digunakan permodelan jenis plane strain
dengan 15 titik nodal, pemilihan plane strain dilakukan karena bentuk potongan

68
penampang tanah yang tidak simetris. Satuan-satuan yang digunakan adalah meter
untuk ukuran panjang, day (hari) untuk satuan waktu dan kN untuk satuan force.

Dimensi geometri yang digunakan untuk memodelkan adalah lebar 100 meter dan
ketebalan 60 meter agar permodelan dapat digambarkan secara keseluruhan. Spasi
yang digunakan adalah 10 cm agar penggambaran dapat dilakukan secara rinci.
Pengaturan propertis model dapat dilihat pada Gambar IV.8.

Gambar IV.8 Project properties pada permodelan Plaxis 2D

Setelah project properties diatur sesuai dengan kebutuhan permodelan, tahapan


selanjutnya adalah penggambaran model yang dianalisa. Permodelan harus
digambar berdasarkan potongan penampang shop drawing yang diperoleh dari
lapangan.
Pada proses permodelan ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan yaitu:
pertama, initial conition merupakan kondisi awal tanah sebelum dilakukan
konstruksi. Kedua, kondisi setelah dilakukan pemasangan geotextile namun belum
dilakukan penimbunan badan jalan. Ketiga, kondisi setelah dilakukan penimbunan
badan jalan harus dilakukan layer per layer sesuai dengan rekaman settlement
plate. Keempat, kondisi setelah ditimbun dengan timbunan preloading. Dan
kelima kondisi pada saat dilakukan konsolidasi preloading dimana pada tahapan

69
ini timbunan akan didiamkan sampai mencapai konsolidasi minimal 90%. Hasil
permodelan yang telah digambarkan pada Plaxis 2D dapat dilihat pada Gambar
IV.2.

Setelah geometri lapisan tanah dibuat, maka tahapan berikutnya adalah


menggambarkan pelapisan tanah dan memasukkan propertis tanah bedasarkan
hasil pengujian sesuai dengan yang tertera pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel
4.3. Kesesuaian properties tanah dengan hasil pengujian laboratorium sangat
mempengaruhi ketepatan hasil perhitungan. Tinggi muka air tanah dituliskan
sesuai dengan data yang diperoleh dari pengujian Boring BH-05. Gambar IV.9
berikut ini menunjukkan pelapisan tanah yang telah dimasukkan ke dalam
program Plaxis 2D.

Gambar IV.9 Lapisan tanah pada permodelan Plaxis 2D

Setelah semua geometri tanah digambarkan dan propertisnya dimasukkan ke


lapisan tanah tersebut. Langkah berikutnya adalah melakukan boundary condition
dan generate mesh. Pada tahapan boundary condition ditentukan batas pengaliran
air pori pada struktur yang dianalisa. Pada analisa ini ditentukan boundary
condition ke arah xmin dan xmax adalah normally closed sedangkan arah ymin

70
normally closed dan ymax adalah open. Waterflow condition arah xmin dan xmax
adalah normally closed, arah ymin adalah normally closed dan ymax adalah open.
Dengan penentuan ini keruntuhan permodelan hanya diperbolehkan terjadi pada
model yang telah dibuat.

Kemudian berikutnya adalah proses generate mesh, seluruh elemen struktur akan
dibagi menjadi bagian-bagian kecil. Semakin kecil elemennya maka perhitungan
akan semakin teliti. Pada penilitian ini mesh yang digunakan adalah medium untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Pemilihan medium dikarenakan jika mesh
terlalu kecil maka proses analisa akan membutuhkan waktu yang sangat lama,
sedangkan jika digunakan coarse maka hasil perhitungan tidak seakurat medium.
Hasil generate mesh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar IV.10.

Gambar IV.10 Generate mesh pada Plaxis 2D dengan jumlah 2.812 elements dan
22.789 nodal

Pada flow condition ini akan diperhitungkan besaran tekanan akibat muka air
tanah yang ada pada lokasi penelitian. Pada penelitian ini elevasi muka air laut
berada pada elevasi -0,47 m, ini menunjukkan bahwa pada initial condition
hampir keseluruhan lapisan tanah eksisting berada di bawah permukan air. Air
pori pada lapisan tanah akan memberikan pengaruh pada tekanan yang akan

71
dialami oleh lapisan tanah di bawahnya sebelum dilakukan proses penimbunan
badan jalan.

Besaran tekanan pada tanah akibat muka air ini digambarkan pada program Plaxis
seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.11 berikut ini:

Gambar IV.11 Kondisi pore pressure saat initial flow condition sebelum
konstruksi

IV.7 Tahapan konstruksi dan kalkulasi Plaxis


Dalam tahapan proses perhitungan menggunakan Plaxis dimulai dengan
menentukan fase-fase perhitungan yang dimulai dari initial condition,
pemasangan geotextile, timbunan badan jalan, dan penimbunan material
preloading. Pada progam ini seluruh struktur yang telah digambarkan saat
permodelan akan muncul ketika kalkulasi dilaksanakan, struktur akan dianggap
terpasang ketika diaktivasi. Setelah timbunan selesai dikerjaan sesuai dengan
elevasi yang direncanakan, maka timbunan akan didiamkan sampai monitoring
settlement plate menunjukkan tidak ada penurunan tanah lagi. Waktu yang
dibutuhkan pada masing-masing tahapan pekerjaan diambil berdasarkan hasil
pencatanan pada dokumen settlement plate.
Jumlah tahapan yang akan dilakukan pada permodelan adalah 9 dengan waktu
pelaksanaan selama 125 hari, tahapannya yaitu:

72
1. Fase initial condition
2. Fase Pemasangan geotextile selama 3 hari
3. Fase Timbunan badan jalan tahap 1 selama 7 hari
4. Fase Timbunan badan jalan tahap 2 selama 7 hari
5. Fase Timbunan badan jalan tahap 3 selama 7 hari
6. Fase Timbunan badan jalan tahap 4 selama 7 hari
7. Fase Timbunan badan jalan tahap 5 selama 7 hari
8. Fase Timbunan preloading selama 7 hari
9. Fase Konsolidasi proloading selama 80 hari

Fase-fase perhitungan tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar IV.12 berikut
ini:

Gambar IV.12 Fase perhitungan yang dikerjakan pada Plaxis 2D

Cara menentukan aktivitas pekerjaan mana yang berlangsung pada fase analisis
adalah dengan mengaktivasi lapisan yang sesuai dengan fase pekerjaan yang
dianalisis. Proses aktivasi masing-masing lapisan dapat dilihat pada Gambar
IV.13 sampai dengan Gambar IV.16 berikut:

73
Gambar IV.13 Tahapan pemasangan geotextile

Gambar IV.14 Tahapan penimbunan layer pertama

Gambar IV.15 Tahapan penimbunan layer kedua sampai kelima

74
Gambar IV.16 Tahapan penimbunan beban preloading

Setelah dilakukan penentuan fase-fase perhitungan, maka ditentukan titik yang


ditinjau. Lokasi titik tinjauan ini harus sama dengan lokasi di mana settlement
plate dipasang agar hasilnya penurunan yang diperoleh dapat dibandingkan
dengan hasil observasi lapangan. Perbedaan lokasi penentuan akan mengakibatkan
ketidaktepatan dalam menganalisa hasilnya, hal ini dikarenakan setiap lokasi akan
mengalami penurunan berbeda pula. Titik yang ditinjau pada penelitian ini dapat
dilihat seperti pada Gambar IV.17.

Gambar IV.17 Penentuan nodal lokasi pemasangan settlement plate

75
IV.8 Hasil Analisis dengan Soft Soil
Setelah seluruh tahapan perhitungan dimasukkan ke dalam program PLAXIS 2D
dengan benar, maka program dapat melakukan perhitungan. Hasil output
perhitungannya menunjukkan bahwa penurunan vertikal yang terjadi pada titik
pemasangan settlement plate terjadi penurunan sebesar 0,863 meter. Hasilnya
dapat dilihat pada Gambar IV.18 berikut ini:

Gambar IV.18 Penyebaran vertical displacement pada soft soil

Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan nodal A yaitu lokasi dimana settlement
plate dipasang, dapat dilihat pada Gambar IV.19 berikut ini:

Gambar IV.19 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A soft soil

76
Penurunan yang diperoleh dari Plaxis 2D dengan menggunakan model soft soil
memiliki perbedaan besar penurunan dibandingkan dengan hasil observasi di
lapangan. Penurunan yang diperoleh dari permodelan berbeda sebesar 27,09 mm
atau sebesar 3,24%. Pola penurunan pada Plaxis 2D menunjukkan bahwa
penurunan bergantung pada jumlah pembeban yang dilakukan sedangkan pada
aktualnya setiap hari penurunan terjadi dengan lebih teratur. Grafik hubungan
antara penurunan tanah arah vertikal (Uy) dengan waktu konsolidasi pada titik
tinjauan dapat dilihat pada Gambar IV.20 berikut ini.

Gambar IV.20 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu

Perbandingan penurunannya dapat dilihat pada Gambar IV.21 berikut ini:

Gambar IV.21 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model soft soil dengan aktual
lapangan

77
IV.9 Hasil Analisis dengan Mohr - Coulomb
Tahapan perhitungan pada permodelan dengan Mohr-coulomb sama dengan pada
soft soil, yang membedakan hanyalah parameter tanah yang digunakan. Jika pada
permodelan soft soil kekuatan tanah dihitung dari indeks pemampatan yang
dimodifikasi (λ*) dan indeks pengembangan yang dimodifikasi (k*), maka pada
Mohr coulomd didaarkan dari nilai modulus (E) dan passion rasio (υ) tanah. Hasil
output perhitungan model Mohr coulomb menunjukkan bahwa penurunan vertikal
yang terjadi berada elevasi teratas timbunan preloading yaitu sebesar -0,918
meter, sedangkan pada titik pemasangan settlement plate terjadi penurunan
sebesar -0,801 meter. Hasilnya penurunan tanah pada permodelan ini dapat dilihat
pada Gambar IV.22.

Gambar IV.22 Penyebaran vertical displacement pada Mohr-coulomb

Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan nodal A yaitu lokasi dimana lokasi
settlement plate dipasang, dapat dilihat pada Gambar IV.23.

78
Gambar IV.23 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A

Grafik hubungan antara penurunan tanah arah vertikal (Uy) pada model Mohr-
coulomb dengan waktu konsolidasi pada titik tinjauan dapat dilihat pada Gambar
IV.24 berikut ini.

Gambar IV.24 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model Mohr-coulomb

Penurunan yang diperoleh dari Plaxis 2D dengan menggunakan model Mohr-


coulomb memiliki perbedaan besar penrunan dibandingkan dengan hasil observasi
di lapangan. Penurunan yang diperoleh dari permodelan berbeda sebesar 34,52
mm atau sebesar 4,13%. Pola penurunan pada Plaxis 2D menunjukkan bahwa
penurunan bergantung pada jumlah pembeban yang dilakukan sedangkan pada

79
aktualnya setiap hari penurunan terjadi dengan lebih teratur. Perbandingan
penurunannya dapat dilihat pada Gambar IV.25 berikut ini:

Gambar IV.25 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model Mohr-coulomb


dengan aktual lapangan

IV.10 Hasil Analisis dengan Hardening Soil


Tahapan perhitungan pada permodelan dengan hardening soil sama dengan pada
soft soil dan Mohr-coulomb, yang membedakan hanyalah parameter tanah yang
digunakan. Jika pada permodelan soft soil kekuatan tanah dihitung dari indeks
pemampatan yang dimodifikasi (λ*) dan indeks pengembangan yang dimodifikasi
(k*) dan pada Mohr coulomb didasarkan dari nilai modulus (E) dan passion rasio
(υ) tanah, maka pada hardening soil didasarkan dari nilai modulus yang diperoleh
dari pengujuan triaxial dan konsolidasi (Eur, E50 dan Eoed). Hasil output
perhitungan model hardening soil menunjukkan bahwa penurunan vertikal yang
terjadi berada elevasi teratas timbunan preloading yaitu sebesar -0,994 meter,
sedangkan pada titik pemasangan settlement plate terjadi penurunan sebesar -
0,779 meter. Hasilnya penurunan tanah pada permodelan ini dapat dilihat pada
Gambar IV.26.

80
Gambar IV.26 Penyebaran vertical displacement pada hardening soil

Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan nodal A yaitu lokasi dimana lokasi
settlement plate dipasang, dapat dilihat pada Gambar IV.27.

Gambar IV.27 Penurunan yang terjadi pada titik tinjauan node A

81
Grafik hubungan antara penurunan tanah arah vertikal (Uy) pada model
hardening soil dengan waktu konsolidasi dapat dilihat pada Gambar IV.28 berikut
ini.

Gambar IV.28 Grafik hubungan antara vertical displacement dengan waktu pada
model hardening soil
Penurunan yang diperoleh dari Plaxis 2D dengan menggunakan model hardening
soil memiliki perbedaan besar penrunan dibandingkan dengan hasil observasi di
lapangan. Penurunan yang diperoleh dari permodelan berbeda sebesar 57,40 mm
atau sebesar 6,87%. Pola penurunan pada Plaxis 2D menunjukkan bahwa
penurunan bergantung pada jumlah pembeban yang dilakukan sedangkan pada
aktualnya setiap hari penurunan terjadi dengan lebih teratur. Perbandingan
penurunannya dapat dilihat pada Gambar IV.29 berikut ini:

82
Gambar IV.29 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D model hardening soil dengan
aktual lapangan
IV.11 Pembahasan
1. Dari ketiga analisis permodelan yang dilakukan diperoleh meninjukkan bahwa
pada saat proses penimbunan badan jalan prmodelan Mohr-coulomb
menunjukkan besaran penurunan 0,57 meter, hardening soil 0,34 meter dan
soft soil 0,38 meter sedangkan penurunan aktual pada tahapan ini adalah 0,6
meter. Pada tahapan ini nilai penurunan tanah yang dihasilkan oleh Mohr-
coulomb lebih mendekati actual lapangan dibandingkan permodelan lainnya.
2. Pada tahapan penimbunan preloading besaran penurunan pada model
hardening soil adalah 0,78 meter, Mohr-coulomb adalah 0,8 meter dan soft soil
adalah 0,83 meter sedangkan penurunan aktual lapangan adalah 0,78 meter.
Ditinjau dari besaran penurunan yang terjadi pada tahapan ini hardening soil
memiliki nilai yang lebih mendekati lapangan. Namun pada permodelan Mohr
coulomb dan hardening soil saat proses konsolidasi tidak menunjukkan
penurunan yang signifikan sedangkan aktual lapangan masih terjadi penurunan
meski nilainya relatif kecil.
3. Besaran penurunan akhir tanah sebesar 0,863 meter untuk model soft soil,
0,779 meter untuk Mohr coulomb dan 0,802 meter untuk model hardening soil.
Hasil ini relatif mendekati hasil obervasi penurunan aktual lapangan, di mana
penurunan aktual lapangan adalah sebesar 0,836 meter.
4. Perbedaan penurunan yang terjadi antara ketiga permodelan yang dilakukan
yang dibandingkan dengan penurunan hasil observasi di lapangan dapat dilihat
seperti tertera pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel IV.5 Penurunan tanah dari hasil analisa Plaxis 2D dan observasi lapangan

Perbedaan
Persentasi
Berdasarkan Prediksi Penurunan
Perbedaan
Permodelan Settlement Penurunan Plaxis dengan
Penurunan
Plate (m) Lapangan
(m) (m) (%)
Soft Soil 0.863 0.027 3.240
0.836
Hardening 0.779 0.057 6.651

83
Soil
Mohr
0.801 0.035 4.433
Coulomb

5. Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa penurunan tanah hasil analisa menggunakan
Plaxis 2D menggunakan permodelan soft soil dan Mohr-coulomb lebih
mendekati penurunan aktual di lapangan dimana perbedaannya yaitu 3,24%
dan 4,43% dibandingkan dengan penurunan hasil permodelan hardening soil
yaitu 6,65% terhadap penurunan aktual lapangan
6. Setelah dilakukan analisis menggunakan permodelan Plaxis 2D dengan
menggunakan permodelan soft soil, Mohr-coulomb dan hardening soil
diperoleh grafik penurunan tanah. Grafik penurunan gabungan dari ketiga
permodelan tersebut dibandingkan dengan penurunan hasil observasi lapangan
dapat dilihat pada Gambar IV.30 berikut.
7. Terdapat perbedaan grafik pola penurunan hasil observasi lapangan
dibandingkan dengan permodelan Plaxis 2D. Perbedaan ini disebabkan oleh
pembagian fase kalkulasi dalam Plaxis 2D. Pada permodelan Plaxis 2D fase
kalkulasi didasarkan atas kenaikan tinggi timbunan sedangkan pada observasi
lapangan pengambilan data penurunan dilakukan setiap dua hari meski
kenaikan timbunan tanah hanya 10 cm atau bahkan tidak ada kenaikan elevasi
timbunan. Semakin banyak pembagian fase dan semakin singkat waktu
kalkulasinya, maka grafik yang dihasilkan akan semakin mendekati grafik
observasi lapangan.
Tim. badan jalan

Tim. preloading

Konsolidasi

84
Gambar IV.30 Perbedaan penurunan pada Plaxis 2D dengan observasi lapangan

8. Pada proses penimbunan badan jalan model Mohr-coulomb memiliki kesamaan


pola penurunan dengan aktual lapangan, sedangkan model hardening dan soft
soil tidak langsung mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan
kekuatan geotextile yang terpasang masih mampu membantu menahan beban
tanah timbun. Ketika proses penimbunan memasuki tahapan timbunan
preloading, model hardening dan soft soil menunjukkan perubahan pola
penurunan yang signifikan. Peningkatan penurunan ini terjadi dikarenakan
pembebanan preloading setinggi 1,82 meter berlangsung dengan cepat yaitu 7
hari. Peningkatan pembebanan mengakibatkan proses desipasi tekanan air pori
berlangsung cepat.
9. Pada masa tunggu konsolidasi permodelan Mohr-coulomb dan hardening soil
tidak menunjukkan terjadinya penurunan tanah lagi, namun berbeda dengan
soft soil dan aktual lapangan yang masih menunjukkan adanya penurunan
meskipun nilainya kecil. Pada masa tunggu konsolidasi pola penurunan soft
soil lebih mendekati aktual lapangan dibandingkan permodelan lainnya. Pada
akhir proses konstruksi total penurunan yang dihasilkan soft soil lebih

85
mendekati model lainnya dengan persentasi perbedaanhanya 3,24% dari aktual
lapangan.

86
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Proyek Tol Indrapura – Kisaran STA 12+550 yang dibangun di atas lapisan tanah
lunak mengharuskan dilakukannya perbaikan tanah untuk mencegah kegagalan
konstruksi. Jenis tanah yang memiliki nilai permeabilitas rendah membuat proses
konsolidasi akan berlangsung sangat lama sehingga diperlukan pemasangan beban
preloading. Berdasarkan dari hasil pembahasan di bab-bab sebelumnya tentang
perhitungan penurunan tanah dengan metode elemen hingga menggunakan piranti
Plaxis 2D, dapat diambil beberapa kesimpunan sebagai berikut:
1. Hasil penurunan konsolidasi menggunakan Plaxis 2D dari ketiga permodelan
yaitu Mohr-Coulomb, soft soil ataupun hardening soil relatif mendekati
penurunan hasil observasi di lapangan dengan persentasi perbedaan penurunan
masing-masing adalah 4.433%, 3.240%, dan 6.651%. Ini menunjukkan bahwa
ketiga permodelan ini dapat digunakan dalam analisis meski dengan tingkat
keakuratan yang berbeda.
2. Pada saat proses penimbunan badan jalan permodelan Mohr coulomb memiliki
hasil yang lebih mendekati lapangan. Namun hasil berbeda ditunjukkan pada
tahapan penimbunan preloading dimana model hardening soil lebih mendekati
nilai penurunan actual lapangan seperti yang dijelaskan pada Sub-bab IV-11.
Pada akhir proses perhitungan menggunakan Plaxis 2D permodelan soft soil
memiliki hasil lebih mendekati penurunan akhir lapangan dibandingkan dengan
Mohr-coulomb dan hardening soil. Dengan perbedaan penurunan antara
permodelan dengan hasil observasi lapangan seperti terlihat pada Tabel IV.5.
3. Dari pola penurunan yang terjadi, pada tahapan penimbunan badan jalan dan
preloading pola penurunan pada permodelan Mohr-coulomb lebih mendekati
pola penurunan observasi lapangan dibandingkan dengan soft soil dan
hardening soil. Namun hasil yang berbeda ditunjukkan pada masa tunggu
konsolidasi dimana pola penurunan soft soil lebih mendekati pola penurunan
aktual lapangan dibandingkan kedua permodelan lainnya.
4. Untuk permodelan menggunkan Plaxis 2D pada jalan tol Indrapura – Kisaran,
lebih efektif menggunakan permodelan dengan Mohr-coulomb, hal ini terlihat

87
dari pola penurunan tanah pada saat proses penimbunan yang terjadi dan
perbedaan penurunan dengan observasi lapangan yang relatif kecil yaitu
4,43%. Pemilihan ini didasarkan bahwa pada proses konsolidasi lapisan tanah
bukan hanya hasil akhir penurunan yang ditinjau melainkan juga pola
penurunan tanah yang terjadi. Kesamaan pola penurunan antara Mohr-coulomb
dengan aktual menunjukkan bahwa parameter tanah yang dianalisis pada
permodelan ini sama dengan parameter tanah sebenarnya di lapangan.

V.2 Saran
Untuk pengembangan pada penelitian-penelitian berikutnya mengenai analisis
penurunan tanah menggunakan piranti Plaxis 2D, penulis menyarankan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Pengujian laboratorium sampel tanah hasil pengeboran dilakukan di setiap
lapisan tanah yang berbeda untuk mendapatkan data lapangan yang lebih
akurat. Semakin banyak data yang terkumpul maka hasil penelitian akan
semakin akurat.
2. Pengambilan data tanah disaranakan dilakukan sedekat mungkin dengan
instrument settlement plate agar data yang dianalisis mewakili kondisi
sebenarnya di lapangan.
3. Timbunan preloading di lapangan dapat dibongkar ketika data settlement plate
menunjukkan derajat konsolidasi diatas 90%. Ini terlihat dari analisa
menggunakan metode Asaoka, namun penulis menyarankan untuk dilakukan
pengujian labratorium untuk memastikan drajat konsolidasi tanah.
4. Penelitian ini menggunakan permodelan dengan Mohr-Coulomb, soft soil
ataupun hardening soil menggunakan PLAXIS 2D. Dimasa depan permodelan
dapan dikembangkan dengan menggunakan piranti Plaxis 3D.

88
89
DAFTAR PUSTAKA

Anon. (2019). “Reference Manual.” PLAXIS 2D Reference Manual 2019, 520.


Apriyanti, Devi N.K., Ikhya. dan Hamdhan, I.N. (2016). “Analisis Konsolidasi
dengan Prefabricated Vertical Drain untuk Beberapa Soil Model
Menggunakan Metode Elemen Hingga”, Jurnal Intitut Teknologi
Nasional. Vol.2. No.3. September 2016.
Barimbing, F.R. (2017). Analisis Penurunan Dan Waktu Konsolidasi Tanah
Lunak Menggunakan Metode Preloading Dan Pre-Fabricated Vertical
Drain. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan
Bowles, Joseph. E, 1984, Analisa dan Disain Pondasi Jilid 2, Erlangga, Jakarta
Pusat.
Bowles J. E. (1993), Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah),
Edisi kedua, Jakarta:Erlangga.
Brinkgreve R. B. J. et al. (2013), “PLAXIS 2013 Manual”, Plaxis bv, Delft.
Brinkgreve R. B. J. et al. (2013), “Finite element modelling of geotechnical
structures subjected to moving loads”, Taylor & Francis Group, London
Cook, D. R., Malkus. S.D., dan Plesha. E. M. (1989), Concepts and Aplications of
Finite Element Analysis, Austell: Jhon Wiley and Sona Ltd.
Craig, R. F. (1991), Mekanika Tanah, Edisi Keempat, Jakarta: Erlangga.
Darwis. (2017), Dasar – Dasar Teknik Perbaikan Tanah, Yogyakarta: Pustaka
Das, Braja M., (1993) Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid
1. Jakarta: Erlangga.
Das, Braja M., (1985). Mekanika Tanah : Principle of Geotechnical Engineering.
Das, Braja M., (1988). Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik)
Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
E. T. Utami, dkk (2019), “Analisis Stabilitas pada Perbaikan Tanah Lunak
Metode Preloading dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga. (Hal,
1-9).” RekaRacana J. Tek. Sipil, vol. 5, no. 3, pp. 1-9, 2019.
Iskandar, F.F., & Hamdan, I.N. (2016). Pemodelan Numerik Pada Perbaikan
Tanah Menggunakan Stone Column Di Tanah Lempung Lunak Di

90
Bawah Tanah Timbunan. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional,
Volume 2(1). pp. 107-118.
Leroueil, S., et al. (1990). Permeability anisotropy of natural days as a function of
strain. Canadian Geot J. 27(5), 568-579.
Look, B. (1997), Handbook of Geotechnical Investigation and Design Tables.
Meiwa, S., Ikhya. dan Hamdhan, I.N. (2015), “Analisis Konsolidasi dengan PVD
untuk Kondisi Axisymetric dan Beberapa Metode Ekuivalensi Plane
Strain Menggunakan Metode Elemen Hingga”, Jurnal Institud Teknologi
Nasional.
M. Bilal and A. Talib (2016), “A study on advances in ground improvement
techniques,” Adv. Geotech. Eng., no. April, pp. 322 – 330, 2016, doi:
10.13140/RG.2.1.4865.4965.
Mohr, (1910), Geotechnical Engineering Investigation Manual, McGrawHill
Book Co., 984
Nordal, S. (1999). “ Present of PLAXIS ”. Beyond 2000 in Computational
Geotechnics-10 Years of PLAXIS International. Balkema, Rotterdam,
pp. 45- 54.
Plaxis (2018), Manual Plaxis 2D Tutorial 2018. Plaxis
Schanz, T., dan Vermeer, P.A., dan Bonnier, P.G. (1999). “ The Hardening Soil
Model: Formulation and Verification, Beyon 2000 in Computational
Geotechnics “. Balkema, Rotterdam.
Skempton, A. W. (1944): ‘Notes on compressibility of clays’, Quarterly Journal
of the Geological Society, London, 100(2), 119-135.
Surarak C. (2011) Geotechnical Aspect of The Bangkok MRT Blue Line Project,
Griffith University, Brisbane.
Terzaghi, K. dan R.B. Peck, (1987). Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa
Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Terzaghi, K. (1947), “Theoritical Soil Mechanics”, John Willey & Sons, New
York.

91
92
LAMPIRAN

93
Lampiran A Dokumentasi Pelaksanaan Lapangan

94
95
Lampiran B Hasil Output PLAXIS 2D

96
97
Lampiran C Hasil Tes Laboratorium Investigasi Tanah

98
Lampiran D Stratifikasi Lapisan Tanah

99
Lampiran E Data Settlement Plate

Total Penurunan (m)


0.0

-0.1
STA 12 + 505
-0.2 STA 112+550
STA 112+600
-0.3

-0.4

-0.5

-0.6

-0.7

-0.8

-0.9
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

100

You might also like