You are on page 1of 10

TUGAS DASAR – DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

HEWAN / SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN TUMBUHAN


Anagrus nilaparvatae

KELOMPOK 7

ANGGOTA KELOMPOK : SALSA BILATUL ZAHRA

2210251019

NAZILLA KHAIRANI

2210252060

DOSEN PENGAMPU : Dr. MY SYAHRAWATI .SP,MSi

KELAS : PROTEKSI D

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2023
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Cover………………………………………………………………………………………

Daftar Isi………………………………………………………………………………………………..

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….

A. Latar Belakang ………………………………………………………………………………


B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………….
C. Tujuan……………………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….

A. Marfologi Anagrus nilaparvatae…………………………………………………..


B. Siklus Hidup………………………………………………………………………………..
C. Sumber nutrisi………………………………………………………………………......
D. Tempat hidup……………………………………………………………………………..
E. Persentase Kerusakan Akibat Anagrus nilaparvatae…………………….
F. Pengendalian Serangan……………………………………………………………...

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………..

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………………………......

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...........
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini ias pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 23 Febuari 2023

PENULIS
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengendalian hayati dalam skala luas memerlukan jumlah agen hayati


yang banyak sehingga perlu usaha pembiakan massal. Pembiakan massal dilakukan untuk
mengembangbiakkan agens hayati dengan menggunakan media alami maupun media
buatan dalam habitat atau lingkungan yang dibentuk sesuai lingkungan aslinya sehingga
diperoleh sejumlah tertentu sesuai kebutuhan (Untung 2006). Apabila perbanyakan massal
parasitoid di laboratorium telah berhasil, diharapkan semua penelitian yang berhubungan
dengan serangga tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah. Kemungkinan lain yang lebih
luas adalah pelepasan parasitoid di lapangan untuk membantu pengendalian (Laba et al.
1999).

Perbanyakan massal juga dapat ditujukan untuk menyediakan musuh


alami atau agens hayati siap pakai agar petani mudah memperoleh dan mengaplikasikannya
(Kartohardjono 2011). Parasitoid Anagrus sp. adalah parasitoid telur wereng batang padi
cokelat (Nilaparvata lugens Stål.) yang potensinya dalam menekan N. lugens telah banyak
diketahui. Parasitasi Anagrus sp. pada telur N. lugens berkisar dari 15,7-35,7% dengan rata-
rata 24,9% (Yaherwandi & Syam 2007), sedangkan Maryana (1994) melaporkan 11,31%.
Kemampuan parasitasi Anagrus dapat mencapai 38,21% pada pertanaman padi dan 64,09%
terhadap N. lugens yang berada pada rumputan (Atmadja & Arifin 1990). Perbanyakan
massal adalah hal yang paling penting dalam pengendalian hayati baik melalui introduksi
(pengendalian hayati klasik), konservasi (pengendalian hayati alami) dan multiplikasi
(pengendalian hayati terapan) (Parra 2010).

Metode perbanyakan parasitoid Anagrus sp. di Indonesia sebelumnya


telah diinformasikan oleh Atmaja (1997) dan Yaherwandi & Syam (2007) dengan
menggunakan tanaman padi berumur satu bulan dan tidak ada informasi cara panen
parasitoid tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik perbanyakan
massal parasitoid Anagrus nilaparvatae yang murah dan mudah, dengan menggunakan
kotak plastik dan tabung yang menempel pada kotak sebagai alat untuk memanen
parasitoid dewasa, dan bibit padi umur 1 minggu yang telah mengandung telur N. lugens.

Parasetoid betina A. nilaparvatae memiliki telur yang sudah matang rata-


rata 30,67±4,35 telur di awal kehidupan dewasanya. Jumlah telur matang A.
nilaparvatae meningkat setelah 3 jam, yaitu menjadi 37,07±5,18 telur. Jumlah telur
matang A. nilaparvatae selanjutnya cenderung tetap. Telur matang A. nilaparvatae
berbentuk elips dilengkapi dengan pedunculus yang ramping dan panjang.

. Kapasitas reproduksi parasitoid A. nilaparvatae dipengaruhi oleh lama


ketiadaan inang, meliputi jumlah telur yang diletakkan dalam inang di hari pertama
dan kedua, keperidian, tingkat parasitisasi, dan lama hidup imago betina. Penurunan
jumlah telur yang diletakkan di hari pertama dan kedua, keperidian, serta tingkat
parasitisasi parasitoid A. nilaparvatae terjadi setelah parasitoid tidak mendapatkan inang
selama 9 jam dan semakin menurun sampai 18 jam. Lama hidup imago betina tertinggi
terjadi pada parasitoid yang tidak diberi inang selama 9 jam dan terendah pada parasitoid
yang tidak mendapatkan inang selama 18 jam. Pemberian larutan madu 10% sebagai
pakan selama ketiadaan inang dapat mengurangi dampak penurunan kapasitas
reproduksi akibat ketiadaan inang.

B. Rumusan Masalah
 Penentuan tipe peneluran A. nilaparvatae
 Penyiapan inang
 Perlakuan Ketidakadaan inang pada parasitoid
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN

 Tipe peneluran A. nilaparvatae


Telur matang A. nilaparvatae berbentuk elips (elongate) dan dilengkapi dengan
pedunculus yang panjang (Gambar 1). Parasitoid betina A. nilaparvatae memiliki telur
yang sudah matang dalam ovarinya rata-rata 30,67 ± 4,35 telur di awal kehidupan
dewasanya dan setelah 3 jam meningkat menjadi rata-rata 37,07 ± 5,18 telur, walaupun
telur yang belum matang tidak terdeteksi (telur belum matang tidak teramati selama
pembedahan ovarium imago parasitoid). Jumlah telur matang A. nilaparvatae
selanjutnya cenderung konstan. Jumlah telur yang terdapat dalam ovari A. nilaparvatae
dari 0 hingga 2 jam tidak berbeda, yakni berturut-turut rata-rata 30,67 ± 4,35 telur,30,73
± 2,93 telur, dan 30,93 ± 5,23 telur. Peningkatan secara signifikan terjadi pada 3 dan 4
jam, yakni berturut-turut rata-rata 37,07 ± 5,18 telur dan 37,13 ± 5,37 telur. Jumlah
telur dalam ovari A. nilaparvatae selanjutnya terus meningkat pada jam-jam berikutnya
(5 dan 6 jam) walaupun tidak berbeda nyata, yakni secara berturut-turut rata-rata 40,07
± 2,68 telur dan 40,53 ± 2,56 telur
(Gambar 2).

Gambar 1. Telur matang parasitoid A. nilaparvatae


 Parasitisasi A. nilaparvatae yang diberi pakan larutan madu 10%
Lama ketiadaan inang mempengaruhi jumlah telur yang diletakkan A. nilaparavatae
pada inang di hari pertama (F = 23,52, P ≤ 0,001, N = 90) dan kedua (χ2 = 30,12, P ≤
0,001, N = 90), keperidian (F = 31,45, P ≤ 0,001, N = 90), tingkat parasitisasi di hari
pertama (F = 20,94, P ≤ 0,001, N = 90) dan kedua (χ2 = 28,11, P ≤ 0,001, N = 90), total
parasitisasi (F = 36,53, P ≤ 0,001, N = 90,), jumlah telur yang tersisa dalam ovari (F =
46,40, P ≤ 0,001, N = 90) serta potensi produksi telur (F = 7,84, P ≤ 0,001, N = 90).
Semakin lama A. nilaparvatae tidak mendapatkan inang dapat menurunkan jumlah telur
yang diletakkan A. nilaparvatae dalam inang di hari pertama dan kedua, keperidian,
serta tingkat parasitisasinya terhadap inang sehingga jumlah telur yang tersisa dalam
ovari A. nilaparvatae menjadi semakin banyak . Keperidian dan tingkat parasitisasi A.
nilaparvatae mulai menurun setelah 3 jam tidak mendapatkan inang dan semakin
menurun seiring dengan semakin lamanya A. nilaparvatae

Gambar 2 rata-rata julah telur matang dalam ovary.


tidak mendapatkan inang. Tingkat parasitisasi tertinggi ditunjukan pada parasitoid yang
tidak mendapatkan inang selama 3 jam dan terendah selama 18 jam. Jumlah telur yang
diletakkan A. nilaparvatae pada telur N. lugens lebih banyak di hari pertama
dibandingkan dengan hari kedua sehingga tingkat parasitisasi di hari pertama lebih
tinggi dibandingkan dengan hari kedua (Tabel 1). Potensi produksi telur A. nilaparvatae
meningkat setelah 3 jam A. nilaparvatae tidak mendapatkan inang selanjutnya potensi
produksi telur cenderung konstan (tetap) (Tabel 2).
Parasitisasi A. nilaparvatae yang diberi pakan
Air Lama ketiadaan inang mempengaruhi jumlah telur yang diletakkan A. nilaparvatae
dalam inang di hari pertama (F = 33,85, P ≤ 0,001, N = 90) namun tidak di hari kedua (χ2
= 9,41, P = 0,093, N = 90), keperidian (F = 35,04, P ≤ 0,001, N = 90), tingkat parasitisasi di
hari pertama (F = 25,19, P ≤ 0,001, N = 90) namun tidak di hari kedua (χ2 = 9,51, P =
0,090, N = 90), total parasitisasi (F = 42,66, P ≤ 0,001, N = 90), jumlah telur yang tersisa
dalam ovari (F = 40,09, P ≤ 0,001, N = 90) serta potensi produksi telur (F = 10,91, P ≤
0,001, N = 90). Semakin lama A. nilaparvatae tidak mendapatkan inang, jumlah telur
yang diletakkan dan tingkat parasitisasi A. nilaparvatae di hari pertama semakin
menurun. Hal yang sama terjadi pada keperidian, tetapi sebaliknya justru terjadi pada
jumlah telur yang tersisa dalam ovari (Tabel 3 dan 4). Jumlah telur yang diletakkan dan
tingkat parasitisasi A. nilaparvatae di hari pertama menurun secara nyata setelah
parasitoid tidak mendapatkan inang selama selama 9 jam dan semakin menurun seiring
dengan semakin lamanya A. nilaparvatae tidak mendapatkan inang. Jumlah telur yang
diletakkan A. nilaparvatae pada telur N. lugens lebih banyak di hari pertama
dibandingkan dengan hari kedua
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

Ketahanan suatu varietas terhadap padi wereng cokelat berkorelasi


dengan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman. Senyawa asam
oksalat, tricin, schaftoside, isoschaftoside, dan apigeninC-glycosides berfungsi sebagai penolak
(detterence), penghambat makan (antifeeding), dan bersifat racun (toxicosis) bagi serangga
wereng cokelat. Kandungan senyawa-senyawa tersebut lebih tinggi pada varietas tahan
dibanding varietas rentan. Perakitan varietas tahan dan pengujian ketahanan dapat dilakukan
berdasarkan kandungan senyawa metabolit spesifik yang dijadikan sebagai penanda,
menjadikan proses lebih mudah dan cepat dalam mendeteksi sifat tahan, sehingga dapat
membantu pemulia dalam merakit varietas tahan wereng cokelaTipe peneluran A. nilaparvatae
adalah proovigenik.

Pematangan telur A. nilaparvatae sudah diawali sejak parasitoid keluar


dari inang sebagai imago (dewasa). Parasitoid betina A. nilaparvatae memiliki telur yang sudah
matang di awal kehidupan dewasanya sebanyak 75% dari potensi produksi telur. Ketiadaan
inang selama 9 jam sampai 18 jam dalam kondisi tersedia larutan madu 10% maupun air dapat
menurunkan keragaan reproduksi parasitoid A. nilaparvatae, meliputi keperidian, tingkat
parasitisasi, dan lama hidup imago betina. Lama ketiadaan inang dengan pemberian pakan
larutan madu 10% menurunkan keperidian A. nilaparvatae sebesar 15,13% (9 jam), 27,13% (12
jam), dan 39,99% (18 jam) serta menurunkan total parasitisasi sebesar 13,41% (9 jam), 26,03%
(12 jam), dan 41,94% (18 jam). Lama ketiadaan inang dengan pemberian pakan air menurunkan
keperidian A. nilaparvatae sebesar 25,31% (9 jam), 32,45% (12 jam), dan 43,75% (18 jam) serta
menurunkan total parasitisasi sebesar 27,20% (9 jam), 37,27% (12 jam), dan 49,67% (18 jam).
Penurunan keperidian dan parasitisasi A. nilaparvatae selama periode ketiadaan inang lebih
tinggi pada perlakuan pemberian pakan air dari pada larutan madu 10%.t.

B. Saran

Diperlukan lagi penelitian lebih lanjut mengenai masalah A.nilaparvatae


dan diharapkan lagi untuk lebih rinci menjelaskan.
DAFTAR PUSTAKA

You might also like