You are on page 1of 20

MAKALAH

“Tasawuf Akhlaqi / Amali; Pengertian, Ajaran, Karya dan


Pengaruh (As-Sulami, Abu Na’im Al-Asbahani dan Al-
Qusyairy”
(Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Ilmu Tasawuf)

Dosen Pengampu :Prof. Dr. Arrafie Abduh M.Ag

Disusun Oleh :

Esy Sukma Nurmadhani (12030327408)

STUDI AGAMA AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022

i
Abstract

Learning Sufism which is very important for Muslims is not an easy job to do.
In terms of the origin of the word alone, there are often pros and cons. Not to
mention its practical application to live a Sufism-style life itself. Sufism is not
only theory, but also practice. Various opinions that are often confused are
whether Sufism is heretical (mystics from outside Islam) or a right way as
Islamic teachings. This paper invites the reader to jointly ensure that the
teachings of Sufism are purely Islamic teachings and not influences from
outside Islam. The thought and practice of Sufism resulting from an
understanding of the Qur'an and al-Hadith is different from free thought that
does not originate from both. Sufism is self-training to get used to being close
to God with the aim of forming a person who is always submissive and
obedient to what is also commanded the prohibition. Even so, differences
continue to occur in a life of many different beliefs. so that it makes human
distanced himself from his Lord because of the trust that was planted in him
become lost with the cause of the ego of power that eats human life thus
making him return to teachings that deny God. Sufism In Inayat's view it
opens the eyes of Religion to see the differences something that is fitrah is
not resistance or hostility, therefore it is contained in ten universal unity as the
principle of Sufism that he believes in, namely: God, though in various names.
One true teacher must be present in various the figure of the Unity of the
scriptures (natural manuscripts), the unity of religion (the way of truth), Unity
of human fraternity, Unity of moral principles (love), Unity within object of
praise (beauty), Oneness of true truth (essential knowledge about the self),
One path of humanity (the elimination of the false ego to the true ego).

Keywords : The science of Sufism, the origin of the science of Sufism

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRACT........................................................................................................
i

DAFTAR ISI........................................................................................................
ii

BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................
1

A. Latar Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................
1

BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................
2

A. Pengertian Ilmu Tasawuf...................................................................


2
B. Asal usul Mucul IlmuTasawuf............................................................
6

BAB III : PENUTUP............................................................................................


21

A. Kesimupulan......................................................................................
21

ii
DAFTAR KEPUSTAKAAN..................................................................................

iii
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf sebagai ajaran pembersihan hati dan jiwa memiliki
sejarah  perkembangan dari masa ke masa. Dalam sejarah
perkembangannya, para ahli tasawuf membagi tasawuf menjadi dua,
yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf
yang mengarah pada teori-teori rumit yag memerlukan pemahaman
mendalam.Tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam
mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama
Hindu dan Budha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir
dalam Islam atas pengaruh dari luar. Tempat mereka menjadi tujuan
orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Rahib-rahib itu
berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga
mengasingkan diri dari khalayak ramai. Mereka adalah orang yang
berhati baik, pemurah dan suka menolong. 

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas pada makalah kali
ini diantaranya :
1. Bagaimana Pengertian Ilmu Tasawuf Secara Etimologi dan
Terminologi
2. Bagaimana Asal Usul Ilmu Tasawuf ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf akhlaki Jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk


frase atau dalam kaidah Bahasa Arab dikenal dengan sambutan jumlah
idhafah (‫ )جملةاالءضافة‬Frase atau jumlah idafah merupakan gabungan dari
dua kata menjadi satu kesatuan makna yang utuh dan menentukan
realitas yang khusus. Dua kata itu adalah” tasawuf “ dan ”akhlak”
Kata “ tasawuf “ menurut kaidah ilmu Sharaf merupakan bentuk
isim Masdar yaitu tasshawwufan (‫ )تصوفا‬yang berasal dari fi’il tsulatsi
mazid khumasi yaitu (‫ )تص وف‬yang memiliki fungsi untuk membantu
makna lil-mutawa’ah atau transitif (kata kerja yang selalu memiliki objek
dalam kalimat ) dan lil musyarakat atau membentuk makna saling.
Dengan demikian, arti dari kata “tasawuf” dalam bahasa Arab adalah bisa
membersihkan atau saling membersihkan Kata ”membersihkan”
merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek. Objek dari
tasawuf ini adalah akhlak manusia kemudian saling membersihkan
meupakan kata kerja yang di dalamnya harus terdapat dua subjek yang
aktif memberikan dan menerima.
Kemudian,“akhlak” juga berasal dari bahasa Arab kata akhlak(‫)خلق‬
merupakan bentuk jamak dari khuluq (‫)اخالق‬ yang secara bahasa
bermakna perbuatan atau penciptaan. akan tetapi dalam konteks Agama,
akhlak bermakna perangai, Budi, tabiat, adab, atau tingkah laku. 1
1) Pengertian Tasawuf Ahlaqi Menurut As-Sulami
1
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka setia, 2010), hlm. 230

3
Tasawuf menurut al-Sulamī adalah "Asal muasal Sufisme
melekat dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan meninggalkan hawa nafsu
dan bid’ah dan mengagungkan syaikh” al- Sulamī melandaskan
konsep tasawufnya kepada al-Qur’an dan Sunnah. Menurutnya al-
Qur’an dan Sunnah adalah sumber ajaran Islam dan tasawuf. Al-
Qur’an dan sunnah adalah sumber yang paling utama. Ia menjelaskan
apa yang seharusnya sufi miliknya itu meninggalkan segala hal yang
baru yang tidak sesuai dengan syariat. 2

Maksudnya adalah tidak merendahkan dan menunjukkan


ibadahnya dan zuhud kepada dunia. Termasuk adab sufi adalah
menghormati guru, yaitu menghormati menurut kadar kedudukan guru.
Dan melihat alasan mahluk atas toleransi yang dicontohkan rasul. Al-
Sulamī membagi tasawuf dalam tiga bagian yaitu, ilmu ubudiyah, ilmu
marifat, dan ilmu rabaniyah. Adapun ilmu ubudiyah selalu merasa
butuh dengan Allah, ilmu marifat yaitu dalam tingkah prilaku dan
kebutuhan. Ilmu rububiah adalah menerima apa yang sudah di
takdirkan. Apabila kita lihat pembagian tasawuf menurut al-Sulamī
maka kita akan menemukan persamaanya dengan Junaid al-Bahdadi.
Pembagian tasawuf mereka itu seperti ilmu logika, ada alasan besar
dan alasan kecil dari kedua alasan ini ditemukan titik temu. Alasan
besar adalah Tuhan alasan kecil adalah hamba dan titik temu dari
keduanya adalah makrifat. Adapun makrifat adalah sambungnya sang
hamba dengan Tuhanya. Dan makrifat adalah ketersambungan antara
rabbaniyyah dan ubudiyyah.3

a. Ajaran Tasawuf Akhlaqi Menurut As-Sulami


2
Abu Abd Al-Rahman al-Sulami, Muqaddimah fi al-Tasawwuf (Bairut: Dar al-Jail, 1999), hlm. 73
3
Abu Abd Al-Rahman al-Sulami, Muqaddimah fi al-Tasawwuf (Bairut: Dar al-Jail, 1999), hlm. 73

4
Manusia akan menjadi hamba (‘abd) sejati kalau dia sudah
bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah
menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah
untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun.4

ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِربُ ۚ فََأ ْينَ َما تُ َولُّوا فَثَ َّم َوجْ هُ هَّللا ِ ۚ ِإ َّن هَّللا َ َو‬
‫اس ٌع َعلِي ٌم‬ ُ ‫َوهَّلِل ِ ْال َم ْش ِر‬

Yang artinya: “ dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka


kemampuan kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Luas (Rahmat-Nya) lagi maha mengetahui”. (QS. Al-
Baqarah:115)

Disitulah wajah Allah maksudnya: kekuasaan Allah SWT


meliputi seluruh alam, sebab itu dimana saja manusia berada, Allah
mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah
SWT.

Dalam konsep dzikir al-Sulami berpendapat bahwa


perbandingan antara dzikir dan pikir adalah lebih sempurna pikir,
karena kebenaran itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh pikir dalam
proses pembukaan kerohanian. Ada beberapa tingkatan mengenai
dzikir, yaitu dzikir lidah, dzikir hati, dzikir sirr (rahasia), dan dzikir ruh. 5

Pada kitab Tabaqatu al-Suffiyah memadukan ajaran syare’at


dengan ajaran tasawuf. Ini merupakan pemikirannya yang
memperingatkan kepada murid-muridnya, bahwa ilmu lahir (share’at)
dengan ilmu batin (tasawuf) tidak boleh dipertentangkan, karena
Rasulullah SAW sendiri tidak mempertentangkannya. 6
4
Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka Hidayah,
2002),hlm. 23
5
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-115 diakses pada tanggal 04 Oktober 2022 pukul 17.35
6
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 143

5
b. Karya dan Pengaruh As-Sulami

Al-Farq Bayna al-Shari’ah wa-al Haqiqah, Al- Hadithu al-


Arba’un, Adab As-Sufiyya, Adab Al-Suhba wa Husn al-Ushra, Amthal
al-Qur’an, Al-Arbain fi al-Hadis, Bayan fi Al-Sufiyya, Darajat al-
Muamalat, Darajat As-Shiddiqin, kitab Al-Futuwwa 7, Ghalatat al-
Sufiyya, Al-Ikhwah wal Akhwa min al-Sufiyya, al-Istishadat, Juwami, al-
Malamatiyya, Manahij al-Arifin, Maqamat al-Awliya, Masail  Waradat
min Makkah, Mihan Al-Sufiyya, Al-Muqaddimah fi at-Tasawuf wa
Haqiqatih al-Radd ‘ala ahl al-Kalam, Al-Sama, Al-Sualat Suluk al-Arifin,
Sunnah al-Sufiyya, al- Mutasawwafah, tarikh al-sufiyyah 8

2) Tasawuf Aklaqi Menurut Abu Na’im Al-Asbahani

a. Ajaran Tasawuf Ahlaqi Menurut Abu Na’im Al-Asbahani

b. Karya dan Pengaruh Abu Na’im Al-Asbahani

7
Media Zainul Bahri, Tasawuf mendamaikan dunia, (Jakarta: Erlangga, 2010), 64.
8
Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ikhsan Antivirus Kebatilan dan Kedzaliman (Jakarta:
PT Serambi Ilmu semesta, 2007), 94.

6
Beliau juga termasuk ulama yang sangat banyak karyanya,
diantaranya yaitu :Tarikh Asbahan, ma’rifah Shabah, Ulum al-
Hadits, Mustakhraj al Bukhari, Mutakhraj ‘ala Shahih Muslim, Kitab
Aliyyah al-Aulia wa Thabaqah al-Ashfiya, dan kitab yang terakhir ini
mendapat  banyak pujian dari para ulama. 9

3) Tasawuf Akhlaqi Menurut Al-Qusyairy

Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf


menjadi tiga; pertama, tasawuf yang mengarah pada toeri-teori
perilaku; kedua, tasawuf yang mengarahkan pada teori-teori yang rumit
dan memerlukan pemahaman mendalam; ketiga, tasawuf yang
pendekatannya melalui hati yang bersih (suci) yang dengannya
seorang dapat berdiolog secara batini dengan Tuhan sehingga
pengetahuan (ma’rifat) dimasukkan Allah kedalam hatinya, hakikat
kebenaranpun tersingkap lewat ilham.

Tasawuf yang berorientasi kearah pertama sering disebut


sebagai tasawuf akhlaki.  Adapun tasawuf yang berorientasi kearah
yang kedua  disebut  sebagai tasawuf falsafi dan yang berorientasi
kearah yang ketiga disebut sebagai tasawuf irfani. Dan, yang akan
menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah yang pertama yaitu
tasawuf akhlaki termasuk salah satu tokohnya yaitu Al-Qusyairi.

Pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah  pendekatan


akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak
yang buruk), tahalli  ( menghiasi dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli

9
https://selasarmuslim.wordpress.com/2015/01/29/studi-kitab-al-mustakhraj-abu-nuaim-al-
ashbahani/

7
(terbukanya dinding penghalang (hijab) ) antara manusia dengan Tuhan,
sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya.
Tasawuf akhlaqi yang terus berkembang semenjak zaman klasik Islam
hingga zaman modern sekarang sering di gandrungi orang karena
penampilan paham atau ajaran-ajarannya yang tidak terlalu rumit. Tasawuf 
seperti ini banyak berkembang di dunia Islam, terutama di Negara-negara 
yang dominan bermazhab Syafi’i. 10
a. Ajaran Taswuf Menurut Al-Qusyairy
1) Mengendalikan Tasawuf ke Landasan Ahlussunnah
Seandainya karya Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyah dikaji secara
mendalam akan tampak jelas supaya Al-Qusyairi cenderung mengembalikan
tasawuf ke atas landasan doktrin Ahlus sunnah.
Secara implisit dalam ungkapan Al-Qusyairi tersebut terkandung
penolakan terhadap para sufi syathahi, yang mengucapkan ungkapan-
ungkapan penuh kesan terjadinya perpaduan antara sifat-sifat ketuhanan
khususnya sifat terdahulunya dengan sifat-sifat kemanusiaan khususnya sifat
barunya bahkan dengan konotasi lain secara kenang-kenangan Al qusyairi
mereka.11

2) Kesehatan Batin
Selain itu, Al-Qusyairi punmengecam kertas para sufi paa masanya
Karena kengemaran mereka mempergunakan pakaian orang-orang miskin,
serta tidakan mereka pada saat yang sama bertentangan dengan pakaian

10
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Jakarta.hlm . 20
11
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka setia, 2008), hlm. 131

8
mereka ia menekankan bahwa kesehatan batin dengan berpengang teguh
pada Al-Quran dan As-Sunnah lebih enting ketimbang pakaian lahiriah. 12
b. Karya dan Pengaruh Al-Qusyairy

Karangan Al-Qusyairi yakni Risalah Qusyairiyah juga  memperngaruhi


cara berfikir dari al-Ghazali dalam menyatakan alasannya, banyak sekali di
temukan ucapan-ucapan Ibn Adham, Tustari, Muhasibi, terutama Abu Thalib
al-Maliki (w.386M), pengarang Qutul Qulub dan Ibnu Hawazan al-Qusyairi (w.
465 H) pengarang Risalah Qusyairiyah (tokoh dalam bahasan ini), kedua
pengarang dari kitab-kitab sufiyah yang sangat mempengaruhi cara berfikir
Al-Ghazali, begitu juga perkataan Nabi Isa, Musa dan Daud sera Nabi-nabi
yang lain.13

B. Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang
bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf amali
adalah seperti yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana
dalam kelompok ini terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan
dan petujuk dari seorang guru tentang bacaan dan amalan yang harus
di tempuh oleh seorang sufi dalam mencapai kesempurnaan rohani
agar dapat berhubungan langsung dengan Allah. Apabila dilihat dari
sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus
dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan
ma’rifat.
a. Syaria’t

M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka setia, 2008), hlm. 132
12

Simuh. 1996. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: PT  Raja Grafindo
13

Persada.hlm. 25

9
Syaria’t berasal dari kata syara’, secara etimologi mempunyai
arti “jalan-jalan yang bisa ditempuh air”, maksudnya adalah jalan yang
harus ditempuh manusia untuk menuju jalan Allah SWT.
Secara umum, syaria’at merupakan hukum (segala ketentuan yang
ditetapkan Allah SWT) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat
muslim di dunia, mulai dari urusan hubungan antar manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia (Habuminallah Habuminannas),
kunci menyelesaikan masalah kehidupan baik dunia dan akhirat,
rukun, syarat, halal-haram, perintah dan larangan, dan sebagainya.
Sumber syaria’t sendiri berada dalam Al-Quran dan As-Sunnah. 14

b. Thariqat
Thariqat (‫ )ط رق‬berarti “metode” atau “jalan”, yang secara
konseptual terkait dengan haqiqah/ hakikat atau kebenaran sejati.
Dalam aliran tasawuf atau sufisme, thariqat berarti jalan yang
ditempuh oleh para sufi untuk mencapai tujuan sedekat mungkin
dengan Allah SWT, dengan menerapkan metode pengarahan moral
dan jiwa.Thariqat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pada
syariat. Jadi jalan utamanya adalah Syar’, sedangkan anak jalan
disebut thariq. Sehingga dapat disimpulkan untuk menuju Thariq,
seseorang harus melewati syar’. Maksudnya, sebelum mempelajari
thariqat para sufi wajib memahami syariat terlebih dahulu, sebab
syariat adalah pangkal dari suatu ibadah.
c. Hakikat
Secara etimologi, hakikat berasal dari kata “Al-Haqq” yang
berarti kebenaran. Secara garis besar, hakikat merupakan ilmu yang
Mukhtar Hadi, M.Si. 2009. Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Peng antar Ilmu Tasawuf.
14

Yogyakarta: Aura Media.hlm. 30

10
digunakan untuk mencari suatu kebenaran sejati mengenai Tuhan.
Dalam kitab Al-Kalabazi, hakikat menurut ilmu tasawuf didefinisikan
sebagai aspek yang berkaitan dengan amal batiniah, merupakan
amalan paling dalam dan merupakan akhir perjalanan yang ditempuh
oleh para sufi.
d. Ma’rifah

Ditinjau dari segi bahasa, Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-


yurifu-irfan. Secara umum, ma’rifat didefinisikan sebagai kumpulan
ilmu pengetahuan, pengalaman, dan amalan ibadah yang merupakan
perpaduan dari syariat, thariqat, dan hakikat, dimanan nantinya ilmu ini
digunakan untuk mengenal Allah SWT lebih mendalam melalui
sanubari atau mata hati.15

1. Tasawuf Amali Menurut As-Sulami

Tasawuf ‘Amali adalah tasawuf yang membahas tentang


bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Terdapat beberapa
istilah praktis dalam Tasawuf ‘Amali, yakni syari’at, Thariqat, dan
Ma’rifat. Al-Sulamī dalam kitabnya juga membahas hal-hal
atau ajaran yang terdapat pada tasawuf amali tersebut. Tasawuf amali
lebih menekankan pembinaan moral dalam upaya mendekatkan diri
kepada Tuhan. Untuk mencapai hubungan yang dekat dengan Tuhan,
seseorang harus mentaati dan melaksanakan syariat atau ketentuan-
ketentuan agama. Sebagaimana firman Allah : “mereka tidak

Mukhtar Hadi, M.Si. 2009. Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Peng antar Ilmu Tasawuf.
15

Yogyakarta: Aura Media.hlm.31

11
mendapat petunjuk dengannya, mereka akan berkata, (ini adalah
dusta yang lama).”16

Dengan demikian pandangan ini, merupakan bersifat perasaan


dan perasaan dari seorang hamba dengan melayani dan taat.
Perasan hati dari mengingat dan iradah dan mengumpulkan
keinginan dan mengetahui waradat dan niat yang ikhlas. Dan tidak
menolak pada yang hak dan tidak mengetahui yang hakikat,
demikian tidak begitu. Karena kedekatan dengan manusia dan
mengamalkan dengan memakannya serta menghabiskan waktu
dengan baik. Mereka memulai untuk mengetahui yang hakikat
dengan hidup fakir dan cukup, mengurbankan mengerjakan dan
meninggalkan. Dan bermaksud mencapai jalan mujahadah,
dengan lari dan berpandangan dan menderita dan memurnikan
dengan meninggalkan sifat yang keluar dari permintaan.
Mencegah berpakaian (jalan para sufi), dan tecegah tanpa takut,
dan tidak mengawal, tidak wara’, tidak mujahadah, tidak zikir dan
tidak mengamalkan. Maka sesungguhnya demikian adalah bentuk
kerugian dan kerugian dari diri mereka sendiri. Maka tasawuf
adalah mengusir dan berdakwah pada hajat mereka, dan setan
mendekatinya, dan malaikat menjauhinya dan Allah membencinya,
dan ahli tasawuf merupakan hakikat yang dilawan. 17
a. Ajaran Taswuf Amali Menurut Al-Sulami

Adapun al-Sulamī memberikan gagasannya dalam tasawuf


amali tersebut mengenai beberapa hal diantaranya:
Yang pertama adalah mengenai makrifat: Adapun mengenai makrifat
16
Surat al-Ahqof: ayat 11
17
Abu Abd Al-Rahman al-Sulami, Muqaddimah fi al-Tasawwuf (Bairut: Dar al-Jail, 1999), hlm. 73

12
ialah suatu kewajiban yang diwajibkan Allah kepada hamba-Nya.
Sebagaimana yang difirmakan-Nya: “Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” Ibnu Abbas
berkata: untuk mengetahui. Nabi Muhammad Saw., pernah ditanya:
bagaimana kamu mengetahui Allah Azza wa Jalla? Maka ia
menjawab: (Andai Allah berkeinginan! Sesungguhnya aku tidak
mengetahui Tuhan dengan sesuatu, sebaliknya aku mengetahui
sesuatu dengan-Nya). Abu Bakar as-Siddiq berkata: Maha Suci Allah,
seseorang tidak dijadikan sebagai penciptaan suatu jalan untuk
mengetahui, kecuali tidak ada kuasa mengetahuinya.

Dan sebagian yang lain berkata: bagi seorang yang bijaksana


ada tiga tanda: lisannya selalu berkata yang benar, hatinya selalu
mengetahui yang baik, dan badannya selalu menyesuaikan batasan.
Dan berkata: carilah bagi kalian di dalam hati kalian, dan
carilah bagi kalian kepercayaan dari ulama. Dan jangan membutuhkan
kalian dengan Allah dari Allah. Dan jangan pula dengan pengetahuan
dari pengetahuan dan belajarlah kalian sesungguhnya setiap
pengetahuan adalah pengetahuan. Setiap pengetahuan adalah
mengetahui. Diceritakan, sesungguhnya seorang lelaki mendatangi
Abil Husain an-Nuri, maka ia bertanya padanya: apa dalil atas Allah?
Maka ia menjawab: Allah. Ia bertanya lagi: Apa akal dapat
menjangkaunya? Maka ia menjawab: akal tidak kuasa, karena
ketidakkuasaannya tidak menunjukkan kecuali atas tidak kuasanya
perumpamaan!18

2. Tasawuf Amali Menurut Abu Na’im Al-Asbahani


18
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta.PT.Ichtiar Baru Van J, 1993), hlm.
80

13
a. Ajaran Tasawuf Amali Menurut Abu Na’im Al-Asbahani

3. Tasawuf Amali Menurut Al-Qusyairy

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Dari segi kebebasan (linguistik) ini dapat dipahami bahwa
tasawuf adalah keadaan jiwa seseorang yang selalu berusaha
memelihara kesucian diri, ibadah, kehidupan yang sederhana atau
jauh dari kemegahan dan kemewahan, rela berkorban untuk kebaikan
dan selalu berusaha bersikap bijaksana.Selama ini ada tiga sudut
pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu
sudut pandang manusia yang terbatas, manusia yang harus berjuang,
dan manusia sebagai mahluk yang ber-Tuhan.Selanjutnya jika sudut
pandang yang digunakan manusia sebagai mahluk yang harus
berjuang, maka taswuf didefinisikan sebagai upaya diri untuk
memindah ahlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang
digunakan manusia sebagai mahluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf
dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhan-an) yang dapat
mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhan.

KEPUSTAKAAN

Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia.


Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2009.`

15
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam Jakarta: Bulan
Bintang, 1973.
Ignas Goldziher, Pengantar Teologi dan Hukum Islam Jakarta: INIS Jakarta,
1991
Labib Mz dan Moh. Al-‘Azizi, Tassshawwuf dan Jalan Hidup Para Wali,
(Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2000)
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,
2008)
Reynold Nicholson, Jalaluddin Rumi, Ajaran dan Pengalaman Sufi
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012)
.

16

You might also like