You are on page 1of 7

HADIST TENTANG KEIMANAN TERHADAP ALLAH SEBAGAI ILAH

Disusun Oleh :

M.Maulid Zikrillah

NIM: 2130303026

Dosen Mata Kuliah :

Muhammad Takrip,S.Pd.I , M.Pd

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2023/2024
HADIST TENTANG KEIMANAN TERHADAP ALLAH SEBAGAI ILAH

M.Maulid Zikrillah, Ibrahim Mifthafariz Mirza,

1.Ilmu Hadist, UIN Raden Fatah Palembang

2.Prodi Ilmu Politik, UIN Raden Fatah Palembang

1 Email : mmaulidzikrillah@gmail.com

Abstrak

Untuk dapat memahami kalmat ini,maka pertama tama kita harus makna dari
kata ilah,sehingga kita mengicapkan kalimat “tidak ada ilah kecuali allah”maka
kita mengucapkannya sebagai ilmu,kita mengetahui apa yang kita ucapkan dan kita
siap untuk merealisasikannya,kita hidup dan mati demi kalimat ini.

Kata ilah dalam bahasa arab bermakna:sesuatu yang diibadahi,baik secara


hak ataupun secara batil.allah adalah salah satunya ilah yang hak,hanya diasaja ilah
yang berhak untuk di ibadahi,adapun pancasila yang disembah,presiden yang
ditaati secara mutlak,kuburan yang di sembah dan lain lain adalah ilah bagi orang
yang beribadah kepadanya,tapi ini semua adalah ilah ilah yang bathil dan palsu
karna ini semua hanyalah makhluk dan sama sekali tidak berhak untuk di ibadahi.
PENDAHULUAN

Iman berasal dari bahasa arab yaitu “‫ ” امن‬yang artinya aman, damai, tentram.
Dalam pengertian lain adalah keyakinan atau kepercayaan.1 Kata iman tersusun
dari tiga huruf (hamzahmim-nun), Kemudian disebutkan dalam kitab Mu’jam
Mufahros jumlah keseluruhan ayat di dalam Al-Qur’an tempat dimana kata-kata
berakar pada huruf a-m-n ada 387.2 Sedangkan kata iman itu sendiri mempunyai
arti membenarkan atau mempercayai. (at-tasdiq) yang merupakam lawan dari kata
Al-Kufr dan At-Taqdzib.

Iman kepada Allah swt merupakan asas dan pokok akan adanya keimanan


kepada kitab-Nya, yakni keyakinan yang pasti bahwa Allah swt adalah Rabb dan
pemilik segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta, pengatur segala sesuatu, dan
Dialah satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya.

 ma’na ilah yang berasal dari ‘aliha’ yang memiliki berbagai macam
pengertian. Dengan memahaminya kita mesti mengetahui motif-motif manusia
mengilahkan sesuatu. Ada empat makna utama dari aliha yaitu sakana ilahi,
istijaara bihi, asy syauqu ilaihi dan wull’a bihi. Aliha
bermakna abaduhu (mengabdi/menyembahnya) kerana empat perasaan itu
demikian mendalam dalam hatinya, maka dia rela dengan penuh kesadaran untuk
menghambakan diri kepada ilah (sembahan) tersebut. Dalam hal ini ada tiga sikap
yang mereka berikan terhadap ilahnya yaitu kamalul mahabah, kamalut tadzalul,
dan kamalul khudu’. Al ilah dengan ma’rifat yaitu sembahan yang sejati hanyalah
hak Allah saja, tidak boleh diberikan kepada selainNya. Dalam menjadikan Allah
sebagai Al Ilah terkandung empat pengertian yaitu al marghub, al mahbub, al
matbu’ dan al marhub. 
METODE

Dalam pembuatan artikel ini penulis mencari referensi dari beberapa media sosial
dan lainnya.p

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (Library

Research). Metode Kepustakaan merupakan penelitian yang dilaksanakan dengan

menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan


hasil

penelitian terdahulu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data
sekunder.data sekundernya berupa buku-buku,jurnal,artikel dan lain lain relevan
dengan permasalahan sebagai salah satu kegiatan masyarakat rutin yang dapat
dilakukan,Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah metode
mengakses situs internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ajaran Nabi Muhammad Ihwal Keimanan pada Ketauhidan Ilahi


ADALAH PENDAPAT YANG SALAH SAMA SEKALI mengharapkan bisa
beriman kepada ketauhidan Ilahi tanpa melalui bimbingan Yang Mulia Rasulullah 
saw dan juga tak akan mungkin memperoleh keselamatan tanpa hal tersebut.
Bagaimana mungkin bisa muncul keimanan kepada Ketauhidan Ilahi jika tidak
yakin sepenuhnya akan eksistensi-Nya? Percaya dan yakinlah bahwa keimanan
kepada Ketauhidan Ilahi hanya dapat dicapai melalui seorang Nabi sebagaimana
Yang Mulia Yang Mulia Rasulullah saw telah meyakinkan para atheis dan umat
pagan di Arabia mengenai eksistensi Allah Yang Maha Kuasa dengan
memperlihatkan kepada mereka beribu-ribu tanda-tanda samawi. Sampai dengan
hari ini, para pengikut yang benar dan sejati dari Yang Mulia Rasulullah  saw bisa
memperlihatkan tanda-tanda itu kepada para atheis.”
“Sesungguhnya sepanjang manusia belum menyadari kekuatan yang hidup dari
Tuhan yang hidup maka Syaitan tidak akan meninggalkan kalbunya, tidak juga
Ketauhidan akan masuk ke dalam kalbu itu, begitu pula ia tidak akan pernah
meyakini sepenuhnya eksistensi daripada Tuhan. Ketauhidan yang suci dan
sempurna ini hanya bisa dimengerti melalui Yang Mulia Yang Mulia Rasulullah 
saw.”
“MANUSIA TIDAK MEMILIKI kemampuan guna memahami keseluruhan dari
kegiatan Ilahi. Semuanya berada di luar jangkauan intelektual, penalaran dan
khayalan mereka. Tidak seharusnya manusia berbangga hati atas sekelumit
pengetahuan yang dimilikinya bahwa ia sedikit memahami sistem dari sebab dan
akibat, padahal pengetahuannya itu masih sangat terbatas, tak ubanya satu per
sejuta bagian dari satu titik air di samudra. Pada hakikatnya karena Allah Yang
Maha Perkasa itu tidak ada batasnya maka aktivitas-Nya pun tanpa batas juga.
Sama sekali di luar dan di atas kemampuan manusia untuk mengetahui realitas dari
setiap kegiatan Tuhan.”
“Jika kita renungi sifat-sifat-Nya yang Maha Abadi, sekurang-kurangnya kita bisa
meyakini bahwa sebagaimana sifat-sifat Ilahi itu tidak pernah uSang maka dalam
ciptaan Tuhan ada beberapa spesi mahluk yang selalu mewujud, tetapi mengatakan
bahwa mereka eksis dengan sendirinya adalah suatu hal tidak benar. Juga harus
diingat bahwa sebagaimana sifat penciptaan-Nya, maka sifat menghancurkan-Nya
juga selalu berlaku sepanjang waktu dan sifat ini tidak akan pernah menjadi
usang.”
“Para filosof telah berupaya dengan segala daya untuk merangkum penciptaan
unsur-unsur langit dan bumi ke dalam lingkup pengetahuan hukum fisika mereka
dan dari sana mencoba menentukan bagaimana sumber dari semua penciptaan,
namun nyatanya mereka tidak pernah berhasil. Apa pun yang telah berhasil mereka
kumpulkan dari telaah dan riset fisika mereka, masih saja tidak akan sempurna dan
mengandung cacat. Karena itulah mereka tidak pernah bisa bertahan pada satu
teori sepanjang masa dan selalu saja terjadi perubahan pandangan. Karena telaah
yang mereka lakukan semata-mata didasarkan pada kemampuan penalaran mereka
dan dengan cara menduga-duga serta tidak mendapat bantuan dari Allah swt maka
mereka tidak pernah berhasil keluar dari kungkungan kegelapan yang meliputi
mereka. Tidak ada seorang pun yang akan dapat mengenali Tuhan-nya sampai ia
memahami bahwa tidak terbilang kegiatan Ilahi yang sama sekali berada di luar
kemampuan penalaran dan dugaan manusia. Sebelum mencapai tahapan
pemahaman demikian maka orang tersebut kalau bukan seorang ateis yang sama
sekali tidak percaya adanya Tuhan, atau ia itu percaya kepada Tuhan tetapi dalam
wujud yang merupakan hasil rekaan fikirannya sendiri dan bukan Tuhan yang
memanifestasikan wujud-Nya beserta segala rahasia Diri-Nya yang demikian
banyak sehingga berada di luar kemampuan manusia untuk meresapinya.
Surat As-Saffat Ayat 35

َ‫يل لَهُ ْم ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل ٱهَّلل ُ يَ ْستَ ْكبِرُون‬


َ ِ‫ِإنَّهُ ْم َكانُ ٓو ۟ا ِإ َذا ق‬
Artinya: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa
ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka
menyombongkan diri.

Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

35-36. Kemudian Allah menjelaskan bahwa kejahatan mereka telah sampai pada
puncaknya dan melampaui batas puncaknya, seraya berfirman, “Sesungguhnya
mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘La ilaha illallah’,” lalu
diserukan kepadanya dan mereka diperintah supaya meninggalkan penyembahan
kepada selain DIa, “mereka menyombongkan diri,” darinya dan terhadap orang
yang datang membawanya. “Dan mereka berkata” dengan maksud menentangnya,
“Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami”
yang tetap kami sembah dan juga oleh bapak-bapak kami hanya karena perkataan
“seorang penyair gila?” yang mereka maksud adalah Nabi Muhammad. Mereka
tidak cukup hanya berpaling darinya (semoga Allah mengazab mereka) dan tidak
pula hanya mendustakan hingga mereka mencapnya dengan hukum yang paling
zhalim serta menjadikannya sebagai seorang penyair yang gila, padahal mereka
mengetahui bahwa beliau tidak mengenal syair dan para penyair, tidak pula cirinya
dan ciri mereka. Dan sesungguhnya beliau adalah manusia yang paling berakal dan
paling lurus cara pandangnya.
KESIMPULAN

Al-illah merupakan sifat yang jelas (wasf zahir), terukur (mundhabit),


memiliki hubungan dengan hukum yang ditetapkan (munashabah li al-hukm),
kemudian al-hikmah sebaliknya. al-illah merupakan aspek pola pikir yang
cenderung menerapkan pola pikir deduktif/bayaniy kemudian metodenya dominan
metode dialektika sementara itu teorinya mengadopsi teori ruju’ ila ashliyin
mu’ayyin. Jika merujuk kepada konsep kausalitas dari Plato ia tergolong kepada
causa legis. Sementara itu al-hikmah pada aspek pola pikir menerapkan pola pikir
induktif/burhaniy kemudian metodenya dominan metode demonstartif/istiqra’i.
Teori yang diterapkan dengan konsep al-hikmah adalah teori ruju’ ila ashliyah al-
kulliyah. Dan jika merujuk kepada konsep kausalitas dari Plato ia tergolong
kepada causa finalis. Selanjutnya al-illah berfungi dominan untuk menerapkan
metode qiyas dalam penetapan hukum Islam sementara itu konsep al-hikmah
cenderung berfungsi untuk mempermudah menerapkan maqashid syar’iyah dalam
penetapan hukum Islam.

REFERENSI

https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/at/article/view/124#:~:text=Al%2Dillah
%20merupakan%20sifat%20yang,%2C%20kemudian%20al%2Dhikmah
%20sebaliknya.

https://ahmadiyah.id/ketauhidan-ilahi-melalui-rasulullah.html

https://tafsirweb.com/8157-surat-as-saffat-ayat-35.html

https://ahmadiyah.id/makna-tauhid-ilahi.html

You might also like