You are on page 1of 20

DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis

P-ISSN : 2746-1181 E-ISSN : 2746-4520

METODE PEMAHAMAN HADIS:


Telaah atas Pemikiran Hadis K.H. Aceng Zakaria dalam Kitab al-
Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah

Arini Nabila Azzahra


Pesantren Persis Tarogong Garut
arininabila56@gmail.com

ABSTRACT
K.H. Aceng Zakaria became one of the prominent Indonesian ulama as well as Persis who
continued to revive the writing tradition, including those related to the study of hadith. In this
study, it will be discussed related to the method of understanding the hadith of K.H. Aceng Zakaria
through his work, al-Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta'āriḍah. The results of this study indicate
that in the method of understanding hadith, K.H. Aceng Zakaria is very concerned about linguistic
aspects and the use of uṣul rules in every understanding. Several things can be seen when K.H.
Aceng Zakaria explains a hadith. First, understand the hadith according to the instructions of the
Qur'anic verse. Second, understand the hadith based on other hadiths. Third, understand the hadith
based on its terminology. The terminology can be seen from several expressions, namely
expressions that are clear and do not contain other meanings, common lafaz expressions,
expressions that contain several meanings (musytarak), and expressions that are concluded in
general, deductive and analogical. Fourth, in the resolution of the conflicting hadith in this case
K.H. Aceng Zakaria uses one of several methods, namely Jam’u, tarjih, Nasikh, and tawaqquf.
Fifth, understanding the hadith based on historical facts, namely understanding the hadith by
looking at the cause of the hadith (asbab al-wurūd).
Keywords: K.H. Aceng Zakaria, Kitab al-Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta'āriḍah, Methods of
Understanding Hadith

ABSTRAK
K.H. Aceng Zakaria menjadi satu diantara para tokoh ulama Indonesia sekaligus Persis yang terus
menghidupkan tradisi menulis, termasuk yang berkaitan dengan kajian hadis. Dalam penelitian ini,
akan dibahas berkaitan dengan metode pemahaman hadis K.H. Aceng Zakaria melalui karyanya,
al-Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya dalam
metode pemahaman hadis, K.H. Aceng Zakaria sangat memperhatikan aspek kebahasaan dan
penggunaan kaidah-kaidah uṣul dalam setiap pemahaman. Ada beberapa hal yang terlihat Ketika
K.H. Aceng Zakaria menjelaskan sebuah hadis. Pertama, memahami hadis sesuai petunjuk ayat al-
Quran. Kedua, memahami hadis berdasarkan hadis lainnya. Ketiga, memahami hadis berdasarkan
pada peristilahannya. Peristilahan tersebut dilihat dari beberapa ungkapan yakni ungkapan yang
jelas dan tidak mengandung makna lain, ungkapan lafaz yang umum, ungkapan yang mengandung
beberapa makna (musytarak), serta ungkapan yang disimpulkan secara general, deduktif dan
analogis. Keempat, penyelesaian hadis yang bertentangan dalam hal ini K.H. Aceng Zakaria
menggunakan salah satu dari beberapa metode yakni jam’u, tarjih, nasikh, dan tawaqquf. Kelima,
memahami hadis berdasarkan fakta sejarah yakni memahami hadis dengan melihat sebab
datangnya hadis (asbab al-wurūd).
Kata Kunci: K.H. Aceng Zakaria, Kitab al-Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah, Metode
Pemahaman Hadis

36
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

A. PENDAHULUAN
Perkembangan hadis di Nusantara Hadīs karya Syeikh Nawawi al-Bantani.
dapat dikatakan mengalami keterlambatan. (Munirah, 2017, hal.281)
Hadis baru eksis sebagai kajian keilmuan Kajian di bidang hadis belum
ditemukan di pesantren-pesantren dan dikatakan berkembang, hal tersebut
madrasah sekitar tahun 1900-an (Munirah, disebabkan oleh empat faktor yakni
2017, hal.278). Sebelumnya, kajian hadis penemuan karya ilmiah dan literatur hadis
masih dianggap sebagai sesuatu yang belum yang ditulis oleh orang Indonesia dan
terlalu urgent untuk dikaji dibandingkan berbahasa Indonesia baru ditemukan pada
dengan kajian al-Quran. Menurut Kareel A. abad ke-20, jumlah sarjana hadis masih jauh
Steenbrink, kajian hadis yang ada di dibandingkan dengan sarjana atau pakar
pesantren masih menjadi pengajaran keilmuan Islam lainnya, kurang apresiasi
sampingan yang mana ilmu-ilmu agama terhadap hadis ketika digunakan dalam
pokok seperti ilmu fikih, ilmu tauhid, serta pengistinbatan hukum, serta belum
Quran dan tafsir masih menduduki posisi ditemukan ulama Indonesia yang bereputasi
tertinggi dalam pengajaran yang ada di internasional. (Wahid, hal.140)
Nusantara (Munirah, 2017, hal.277). Pada masa awal perkembangan hadis
Kitab-kitab yang dijadikan rujukan di Indonesia, kajian dalam karya-karya para
pembelajaran hadis pada masa awal ulama Indonesia masih bersifat konservatif
perkembangannya masih mengandalkan kitab dan pemurnian (Wahid, 2014, hal.209). Itu
yang berasal dari luar (baca: Timur Tengah). artinya kajian hadis memang masih
Sedangkan ulama-ulama Indonesia baru menyisakan ruang kosong yang perlu diisi
memulai kiprahnya dalam pembuatan karya dengan kajian yang komprehensif dan
yang berkaitan dengan hadis pada abad ke-17 intensif. Kajian hadis banyak digunakan oleh
M (Munirah, 2017, hal.280). Kitab yang organisasi masyarakat Islam untuk penentuan
muncul pada abad itu ialah kitab Hidayah al- hukum dan penyelesaian paham keagamaan.
Habīb fi al-Targhīb karya Nuruddin al-Raniri Salah satu ormas di Indonesia yang banyak
dan penafsiran terhadap Hadis Arba’īn al- mengkaji hadis dan pemaknaannya ialah
Nawawi karya Abdul Rauf al-Sinkili. Persis (Persatuan Islam). (Wahid, 2004)
Namun dalam perjalanannya, penulisan kitab Persatuan Islam (yang selanjutnya
yang sudah dilakukan sebelumnya tidak serta disebut dengan Persis) merupakan organisasi
merta menjadi acuan untuk meningkatkan masyarakat Islam yang berfokus pada bidang
produktivitas ulama. Bahkan disebutkan Pendidikan dan dakwah. Perhatian utama
bahwa pada abad ke-19 M hanya ditemukan Persis ditujukan pada penyebaran paham al-
satu kitab yang berkaitan dengan hadis yakni Quran dan Hadis, yang mana hal tersebut
kitab Tanqīh al-Qaul fī Syarh Lubab al- merupakan doktrin dari organisasi itu sendiri

37
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

yakni al-Rujū’ ilā Al-Qur’ān wa al-Sunnah Quran. Secara umum kitab ini tidak pure
(Amin, 2007, hal.135). Dengan metode dan membahas hadis namun sedikit banyaknya
Bahasa dakwah yang mudah dipahami kajian hadis dihidupkan dalam kitabnya
menjadikan ormas ini mengalami khususnya dalam menggambarkan pola-
perkembangan pesat yang semula sebuah pola dalam memahami Hadis.
perkumpulan kecil, sekarang menjadi Berkaitan dengan persoalan pada
organisasi yang mengimbangi pemaparan diatas, maka tulisan ini
Muhammadiyyah dan NU. dikhususkan pada kajian metode dan corak
Di antara tokoh Persis awal yang pemahaman hadis K.H. Aceng Zakaria
melakukan kajian terhadap hadis serta dalam kitabnya al-Hidāyah fī Masāil
produktif dalam menulis ialah A. Hassan Fiqhiyyah Muta’āriḍah, mengingat bahwa:
(w. 1958 M) dan Abdul Qadir Hassan (w. Pertama, Peranan K.H. Aceng Zakaria pada
1984 M) ditandai dengan karyanya yang organisasi ini cukup urgent selain sebagai
bertajuk hadis yakni Soal Jawab karya A. pemimpin ormas juga sebagai ulama yang
Hassan dan Ilmu Musthalah Hadis karya pemikirannya banyak dijadikan rujukan
Abdul Qadir Hassan (Abdillah, 2016, dalam permasalahan agama. Kedua, adanya
hal.73). Sampai sekarang, tradisi kontribusi dalam kajian yang berkaitan
kepenulisan yang dilakukan masih eksis di dengan pemahaman hadis.
kalangan tokoh Persis. Salah satu yang
terkenal dengan keproduktifannya dalam B. TINJAUAN PUSTAKA
menulis ialah K.H. Aceng Zakaria.
Dalam sebuah penelitian, salah satu
K.H. Aceng Zakaria menjadi satu
yang harus diperhatikan ialah melakukan pra-
diantara para tokoh Persis yang masih
penelitian terhadap berbagai literatur. Hal
menghidupkan tradisi menulis, termasuk
demikian dilakukan sebagai upaya melihat
yang berkaitan dengan kajian hadis. Salah
sejauh mana penelitian dan kajian tentang
satu karya yang memuat berbagai hadis
hadis menurut K.H. Aceng Zakaria ini telah
Nabi saw ialah kitab al-Hidāyah fī Masāil
dilakukan, sehingga nantinya tidak terjadi
Fiqhiyyah Muta’āriḍah. Kitab tersebut
pengulangan yang diangkat dalam sebuah
merupakan kitab monumental K.H. Aceng
skripsi. Peneliti belum menemukan literatur
Zakaria yang bernuansa fikih. Tema-tema
yang membahas secara spesifik tentang
yang dituangkan dalam kitab tersebut
keilmuan hadis khususnya dalam persoalan
berkaitan dengan permasalahan umum
pemahaman hadis. Maka dalam bagian ini
dikalangan masyarakat seperti, Shalat,
yakni tinjauan pustaka , peneliti meninjau
Zakat, Haji, dan Puasa. Beliau menjelaskan
dari tiga variabel yakni, mengenai metode
dengan metode yang cukup mudah
pemahaman hadis tokoh, K.H. Aceng Zakaria
dipahami melalui penjelasan Hadis dan
dan Pemikirannya serta K.H. Aceng Zakaria

38
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

dan kitab al-Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah tersebut maksud hadis menjadi jelas dan
Muta’āriḍah. terhindar dari penyimpangan makna.
Penelitian mengenai metode Kemudian penelitian yang berjudul
pemahaman hadis telah banyak dilakukan Pemikiran Hadis Shah Wali Allah al-
oleh para akademisi namun dengan objek Dahlawi tentang Metode Pemahaman Hadis.
penelitian yang berbeda misalnya tokoh yang penelitian ini memfokuskan pada metode
diambil sebagai objek penelitian. Hal tersebut pemahaman hadis menurut Shah Wali Allah
seperti penelitian yang berjudul Metode al-Dahlawi berdasarkan dilalah-nya. Al-
Pemahaman Hadis Nabi (Telaah atas Dahlawi menegaskan bahwa dalam
Pemikiran Muhammad al-Ghazali dan Yusuf memahami hadis harus dipahami berdasarkan
Qaradhawi). Dalam tulisan ini disebutkan kedudukan nabi dan dipahami berdasarkan
bahwasanya metode pemahaman hadis masih rahasia yang terkandung dalam teks hadis.
menjadi problematika cukup urgent dalam Penelitian tentang K.H. Aceng
kajian hadis. Berkaitan dengan kondisi sosial Zakaria dan pemikirannya tidak banyak
saat ini menjadi faktor yang memungkinkan ditemukan namun lebih berfokus pada
adanya perbedaan dalam memahami hadis, pendapat atau pandangan beliau terhadap
begitu juga dengan peran Rasulullah dalam suatu permasalahan yang berkaitan dengan
menyampaikan hadis tersebut. Dalam masalah fikih. Misalnya kajian yang telah
penelitian tersebut penulis memaparkan dilakukan Wawan Hermawan dalam sebuah
metode pemahaman hadis antara dua tokoh jurnal yang berjudul Pandangan Ulama
yang sangat kritis dalam memahami hadis Garut tentang Wakaf Uang dan Wakaf
yakni Muhammad al-Ghazali dan Yusuf Mu’aqqat (Hermawan, 2013, hal.58-59) dan
Qaradhawi melalui karyanya yang berkaitan kajian yang telah dilakukan Abdul Latif
dengan kajian hadis. dalam sebuah jurnal yang berjudul Implikasi
Selanjutnya penelitian yang berjudul Pemikiran Ulama Dewan Hisbah PERSIS
Metode Pemahaman Hadis dengan terhadap Pengembangan Hukum
Mempertimbangkan Asbabul Wurud (Studi Perkawinan di Indonesia. Kedua penelitian
Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tersebut sedikit banyaknya mencoba untuk
dan M. Syuhudi Ismail. Dalam tulisan ini memposisikan sikap beliau terhadap
disebutkan bahwa salah satu aspek untuk permasalahan fikih melalui pandangannya
dapat memahami hadis ialah dengan cara yang mana beliau lebih condong kepada
mengetahui dan melihat dari segi sebab pendapat para ulama terdahulu. (Latif,
datangnya hadis (asbabul wurud), namun hal.24)
permasalahannya tidak semua hadis didapati Lain halnya dengan kajian yang telah
asbabul wurudnya. Dengan melihat aspek dilakukan oleh Ahmad Ansori dalam tesisnya
yang berjudul Pendidikan Salafi Progresif:

39
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

Studi atas Pemikiran Pendidikan islam K.H. serta kontribusinya bagi zamannya dan
Aceng Zakaria pada Jam’iyyah Persatuan sesudahnya. (Harahap, 2011, hal.6)
Islam. Dalam tesisnya ini, Ahmad Ansori Dalam melakukan penelitian “studi
menjelaskan bagaimana peran K.H. Aceng tokoh” dapat dilakukan dengan
Zakaria dalam perkembangan pendidikan di menganalisisnya dari tiga aspek yaitu
Persis melalui karya- karyanya, salah satunya ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari
ialah buku al-Hidāyah. Buku tersebut sudut ontologi dapat diketahui mengenai
menjadi acuan dasar pengajaran ilmu kealamiahan “tokoh” yang dijelaskan secara
Pendidikan keagamaan di berbagai pesantren apa adanya, dilengkapi dengan data yang
Persis. (Ansori, 2008) diperoleh dari seorang tokoh juga peneliti
Adapun yang mengkaji K.H. Aceng didorong untuk menggali pikiran, perasaan,
Zakaria dan kitabnya al-Hidāyah fī Masāil motif yang ada di balik tindakan tokoh.
Fiqhiyyah Muta’āriḍah hanya satu Sedangkan dari sudut epistemologi, studi
ditemukan yakni kajian yang telah dilakukan tokoh dapat dilakukan dengan pendekatan
oleh Imanul Ihsan Poernomo, dkk. dalam historis, sosio-cultural-religius dan bersifat
sebuah jurnal yang berjudul Analisis Konten kritis analitis. Yang terakhir dari sudut
Dakwah Bil Qalam K.H. Aceng Zakaria (al- pandang aksiologi dapat dilihat dari nilai
Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah). gunanya, terutama dari sudut keteladanan
Penulis menjelaskan metode yang digunakan serta sumbangsih yang diberikan bagi
oleh K.H. Aceng Zakaria dalam berdakwah. kalangan masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut beliau menjelaskan keterlibatan (Harahap, 2011, hal.7)
kitab al-Hidāyah Fī Masāil Fiqhiyyah Adapun fokus penelitian ini ialah
Muta’āriḍah sebagai salah satu referensi berkaitan dengan matan hadis Nabi saw.
dalam berdakwah. yang mana hal ini dikategorikan pada ilmu
riwayah hadis. Penelitian ini akan
C. METODE PENELITIAN dispesifikan pada pemaknaan hadis atau
Penelitian ini merupakan penelitian pemahaman hadis berdasarkan pada
yang berfokus pada “studi tokoh” yakni pemikiran seorang tokoh yang diperoleh
penelitian dengan pengkajian yang sistematis dari salah satu karya K.H. Aceng Zakaria
terhadap pemikiran tokoh, baik secara yakni Kitab al-Hidāyah fī Masāil
keseluruhan maupun sebagian. Kajiannya Fiqhiyyah Muta’āriḍah. Adapun langkah-
meliputi latar belakang internal, eksternal, langkah yang akan ditempuh dalam
perkembangan pemikiran, hal-hal yang penelitian ini ialah menelusuri dan
diperhatikan dan kurang diperhatikan, menghimpun metode pemahaman hadis
kekuatan dan kelemahan pemikiran tokoh, K.H. Aceng Zakaria yang terdapat dalam
kitab al-Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah

40
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

Muta’āriḍah dengan mengambil beberapa kembang di lingkungan religius dan


pembahasan sebagai sample. Pengambilan berpendidikan. K.H. Aceng Zakaria memulai
sample tersebut dilihat dari aspek pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat (SR
penganalisisan yang cukup intens dan rinci setara dengan Sekolah Dasar) di Babakanloa
sehingga terlihat komponen apa saja yang Garut hingga tahun 1967. Disamping itu,
sering dimunculkan oleh K.H. Aceng beliau mengaji kitab-kitab kuning, seperti
Zakaria dalam memaknai sebuah hadis. Safinah, Tijan Jurumiyah, Imriti yang
Jenis penelitian ini adalah peneliian diadakan di rumah saudara kakaknya yang
kualitatif (Anggito, hal.7) dengan Teknik juga seorang ulama. Karena ketekunannya
pengumpulan data berupa dokumentasi menelaah kitab kuning ia telah menamatkan
(Anggito, hal.153) atau kepustakaan (library Safinah, Tijan Jurumiyah dan Imriti ketika
research). Penelitian ini menggunakan dua lulus SR. setelah menyelesaikan pendidikan
sumber data. Pertama, sumber data primer di SR, kedua orang tuanya tidak menyuruh
yaitu karya K.H. Aceng Zakaria, kitab al- K.H. Aceng Zakaria untuk melanjutkan
Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah pendidikan ke sekolah formal. Namun
sebagai objek pada kajian ini. Kedua, sumber kakaknya, Asep Barhoya yang pernah tamat
data sekunder sebagai penunjang dalam SMP meminta beliau untuk melanjutkan
penelitian ini. Adapun sumber data tersebut sekolah ke SMP. Akhirnya ia pun memilih
berasal dari buku, artikel, jurnal, skripsi, tesis belajar agama di rumahnya sendiri sekaligus
dan karya ilmiah lain yang berkaitan dengan meringankan beban orang tuanya dengan
tema yang dibahas.. Dalam menganalisis membantu berladang di sawah dan kebun.
data, penulis akan menggunakan metode Di samping itu juga beliau aktif
deskriptif-analitik. Yakni menguraikan secara berorganisasi di PII (Pelajar Islam Indonesia)
komprehensif mengenai pemikiran tokoh, Wanaraja dan beberapa kali kerap disuruh
K.H. Aceng Zakaria, dalam kitabnya al- untuk berceramah di depan masyarakat.
Hidāyah Fī Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah. Keahliannya dalam membaca arab gundul
menjadikannya sebagai pengajar kitab-kitab
D. HASIL DAN PEMBAHASAN kuning kepada para santri yang berada di

K.H. Aceng Zakaria lahir di Garut lingkungannya. Hingga pada akhirnya sekitar

pada tanggal 11 Oktober 1948 dari keluarga tahun 1969, K.H. Aceng Zakaria yang dulu

sederhana di kampung Sukarasa desa suka memperbaiki jam memutuskan untuk

Citangtu, Babakanloa, Wanaraja. Ayahnya berangkat ke Bandung dan mencoba sekolah

seorang ulama terkemuka di desanya. Tak di Pesantren Persatuan Islam (Persis)

heran bilamana sampai saat ini beliaupun Pajagalan. Karena keahliannya membaca

dikenal sebagai ulama yang fenomenal di kitab pula, beliau lansung ditempatkan di

kalangan PERSIS, karena beliau tumbuh kelas satu muallimin (Aliyah). Perkenalan

41
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

dengan Persatuan Islam (Persis) sendiri telah K.H. Aceng Zakaria merupakan
dimulai sejak lama, khususnya melalui seorang yang cukup aktif dalam melakukan
saudara kakaknya dan karena faktor sebuah kegiatan. Beliau selain mengabdikan
lingkungan yang telah lama mengenal diri pada jamiyyah persis juga dikenal
Persatuan Islam (Persis). Walupun sebagai seorang guru, da’I dan juga penulis.
sebenarnya pada masa itu di lingkungan Ketika berperan sebagai guru hampir di
tempat beliau tinggal belum berdiri setiap mata pelajaran beliaulah yang mengisi
organisasi Persis namun pemikiran serta seperti nahwu, sharaf, mantiq, balaghah,
pengajaran agama yang tumbuh hampir sama I’rab, hadis dan berbagai ilmu agama lainnya
dengan pemikiran persis secara umum (Zakaria, 2020). Dalam kejamiyyahan pun
(Zakaria, 2020). saat ini beliau menjabat sebagai Ketua
Melahirkan buku di sela-sela Umum yang sebelumnya beliau menjabat
kesibukannya belajar, K.H. Aceng Zakaria sebagai anggota dewan hisbah.
mulai mencoba menulis rangkuman beberapa
pelajaran, seperti Nahwiyyah dan Musthalah 1. Karya-Karya K.H. Aceng Zakaria
Hadis. Kebiasaanya ini berlangsung hingga K.H. Aceng Zakaria dikenal sebagai
dia menyelesaikan pendidikannya pada tahun tokoh yang sangat produktif dalam
1970. Karena merasa masih kurang ilmunya, kepenulisan. Karyanya cukup banyak dalam
K.H. Aceng zakaria belajar langsung dengan berbagai disiplin ilmu seperti, fikih, hadis,
K.H. E. Abdurrahman (Amin, 2007, hal.164) nahwu, mantiq, dan tafsir al-Qur’an.
setiap malam kamis di rumahnya. Pelajaran Dibawah ini akan penulis paparkan karya-
yang disampaikan sangat beragam, namun karya K.H. Aceng zakaria (Zakaria, 1988,
yang paling diutamakan adalah tafsir ibnu hal. 346-347).
Katsir. Bahkan sekitar tahun 1973, K.H. a. Al- Hidāyah fī Masāil Fiqhiyyah
Aceng Zakaria telah memulai berdiskusi Muta’āriḍah
masalah fikih dengan beberapa ulama Garut b. Mabadi fi ‘ilm an-Nahwi wa ash-sharf
seperti, Ajengan Kahri, Ajengan Ade, c. Mahfuzat an-Nahwi
Ajengan Sulaiman dari Muhammadiyah dan d. Al_-Muyassar fi ‘Ilm an-Nahwi (al-
beberapa ulama lainnya. Hasil dari Mustawa al-ula, ats-Tsani, ats-Tsalits)
ketekunanya dalam mempelajari kitab-kitab e. Al-Kafi fi ‘ilm ash-Sharf (al-Mustawa
Ulama terdahulu dan masa kini membawa al-Ula, ats-Tsani, ats-Tsalits)
pemikiran dia menjadi kritis dan cermat f. ‘Ilm at-Tauhid (al-Mustawa al-Ula, ats-
dalam menghadapi setiap perdebatan. Dari Tsani, ats-Tsalits)
sinilah kemudian namanya mulai g. Mabadi fi ‘Ilm al-Musthalah
melambungkan dan menjadi bahan h. Dirasah Fi ‘Ilm al-Mantiq
pembicaraan para ulama Garut. i. Al-Asas fi ‘Ilm al-Faraidh

42
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

j. Al-Tibyan fi Ma’na al- Jamaah wa asy- kitab monumental yang pernah beliau tulis.
syahadah wa al-Bai’ah wa al-Khilafah Kitab yang berjudul al-Hidāyah fī Masāil
k. Zaad al- Muta’allim Fiqhiyyah Muta’āriḍah untuk selanjutnya
l. Tarbiyah al-Nisa; Dirasah Manhajiyah akan disebut dengan kitab al- Hidāyah ini
fi Fiqh al-Mar’ah al-Shalihah merupakan kitab yang membahas perbedaan
m. Kitab al-Adab; Dirasah Manhajiyah fi pendapat dalam fikih beserta pemecahannya.
Syakhshiyah al-Muslim Pertama kali kitab ini ditulis pada tahun 1988
n. Ad’iyyah al-Shalah bi al-Lighah al- dengan menggunakan Bahasa Arab. Kitab al-
Indunisiyyah Hidāyah versi Bahasa Arab memiliki ukuran
o. Ad’iyyah al-Shalah bi al-Lighah al- 24 x 16 x 2 (dalam satuan centimeter) dengan
Sundaniyyah jumlah halaman sekitar 347 halaman yang
p. Ad’iyyah al- Yaumiyyah memuat sekitar 533 hadis. hadis-hadis yang
q. Dirasah ‘Ilm al-Nahw Manhaj 40 Sa’ah dituangkan dalam kitab tersebut cukup
r. Dirasah ‘Ilm al-sharf Manhaj 20 Sa’ah beragam yakni terdapat hadis ṣaḥiḥ, hasan
s. Qamus tsalats Lughat dan ḍaif .
t. Al-Bayan fi ‘ulum al-Qur’an Banyaknya peminat yang
u. Al-Mukhtarat min al-Ad’iyah wa al-Fiqh mengharapkan kitab al-Hidāyah
wa al-Tafsir (Litamhid al-Muballighin) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
v. Ushul al-Fiqh (Litamhid al- maka K.H. Aceng Zakaria mengabulkan hal
Muballighin) tersebut. Sehingga kitab ini dapat dinikmati
w. Musthalah al-hadis (Litamhid al- oleh khalayak umum agar mereka
Muballighin) mengetahui dengan yakin bagaimana ibadah
x. Ahkam al-Qur’an (Litamhid al- yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan al-
Muballighin) Sunnah (Zakaria, 2003, hal.v). Hal inilah
y. ‘Ilm at-Tauhid (Litamhid al- yang menjadi dorongan K.H. Aceng Zakaria
Muballighin) untuk segera menerjemahkannya.
z. Kitab al-Adab (Litamhid al- Terjemahan tersebut tersusun dalam empat
Muballighin) jilid yang masing-masing jilid terdiri dari 230
aa. Madah al-da’wah halaman (Jilid I), 299 halaman (Jilid II), 284
halaman (Jilid III), dan 294 halaman (Jilid
2. Kitab al-Hidāyah fī Masāil IV). Dalam versi Indonesia, kitab al-Hidāyah

Fiqhiyyah Muta’āriḍah memuat sekitar 672 hadis dengan kualitas

Bila berbicara tentang K.H. Aceng hadis yang beragam.

Zakaria tentu kitab al- Hidāyah fī Masāil Jilid keempat merupakan topik

Fiqhiyyah Muta’aridhah sangat berkaitan tambahan yang beliau tulis belakangan ini

dengannya. Pasalnya, kitab ini merupakan dan baru tersedia dalam Bahasa Indonesia

43
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

saja sedangkan versi Bahasa Arabnya masih belahan dunia masih bingung antara benar
dalam proses pengerjaan (Zakaria, 2020). dan salah, sunnah dan bid'ah, sampai ada
Penambahan tersebut menurut beliau sangat diantara mereka yang masih mengamalkan
perlu karena banyaknya permasalahan fikih hadis-hadis yang belum pasti kebenarannya
yang mesti dibahas secara rinci (Zakaria, dari sabda Rasulullah saw. K.H. Aceng
2020). Tidak disebutkan secara jelas Zakaria menuliskan dalam Muqaddimah
mengenai cetakan ke berapa dalam buku ini, kitab ini sebagai berikut:
hanya saja penulis menggunakan kitab yang “Namun Muslimin masih bingung antara
diterbitkan pada tahun 2003 edisi revisi. benar dan salah, sunnah dan bid'ah, sampai
Kitab ini diterbitkan oleh Ibn Azka Press sebagian dari mereka melihat kepalsuan
yang bertempat di Garut. Yayasan ini yang benar dan melakukan apa yang belum
merupakan rumah penerbitan milik K.H. terbukti atas otoritas Rasulullah (Zakaria,
Aceng Zakaria sendiri. 1988, hal.4).”
Publikasi kitab al- Hidāyah awalnya
hanya diperuntukkan bagi para asatidz Persis Beliau pun menekankan agar umat muslim
sebagai bekal mengajar di pesantren. Namun mengembalikan segala sesuatu pada al-
seiring berjalannya waktu publikasinya Qur’an al-Sunnah (al-Ruju’ ila al-Qur’an wa
semakin meluas untuk persis secara umum al-Sunnah) (Zakaria, 1988, hal.4).
(tidak hanya lingkup Persis Garut saja) dan “Orang-orang diharuskan untuk menyembah
saat ini sudah dapat dikonsumsi oleh Tuhan sendiri dan untuk mengetahui agama
khalayak di luar kejam’iyyahan Persis yang paling reformis mengungkapkan urusan
(Zakaria, 2020). Pada awalnya kitab ini duniawi dan eskatologis mereka Dan mereka
berbentuk makalah kemudian dikumpulkan mematuhi Rasul-Nya yang mengutusnya
dan diterbitkan menjadi sebuah kitab yang dengan tuntunan dan agama yang benar.”
merangkum pembahasan tentang fikih
(Zakaria, 2020). Kitab ini dimaksudkan sebagai bekal bagi
Penamaan kitab ini dengan nama al- para Da’I membimbing umat dalam
Hidāyah menjadi sebuah kebetulan yang pelaksanaan ibadah (Zakaria, 2003, hal.V).
bermakna. Menurut K.H. Aceng Zakaria Juga sebagai bekal bagi kaum muslim agar
bahwa nama tersebut menjadi yang terpilih mereka memiliki wawasan yang luas dan
sebagai nama kitabnya karena memang pada lengkap tentang agama mereka tanpa adanya
dasarnya kitab al- Hidāyah ditujukan keraguan (Zakaria, 1988, hal.5).
sebagai petujuk dan bekal bagi para pembaca Sistematika penulisan kitab al-
(Zakaria, 2020). Latar belakang penulisan Hidāyah disusun berdasarkan tema-tema
kitab ini ialah melihat bahwa realitas muslim fikih yang di dalamnya terdapat teks-teks
khususnya di Indonesia dan umumnya di hadis sebagai dasar hukum dalam penetapan

44
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

suatu masalah. Pengarang menyajikan kaidah-kaidahnya seperti definisi agama dan


berbagai perbedaan pendapat dari para ulama ibadah, perintah agar berpegang teguh
terhadap permasalahan fikih serta problem kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, peringatan
solvingnya, seperti yang K.H. Aceng Zakaria keras terhadap bid’ah dan definisinya,
katakan: peringatan keras terhadap perselisihan dan
“Di dalamnya saya mengumpulkan bercerai berai, taqlid, serta yang berkaitan
perselisihan antara Muslim dan menyelidiki dengan kaidah umum ilmu hadis (definisi
apa yang lebih mungkin dan dicari daripada hadis ṣaḥīḥ , hasan, dhaif serta hukum
apa yang saya baca dari buku yang beredar menggunakannya). Kemudian menjelaskan
di antara tangan kita (Zakaria, 1988, hal.5.” objek kajian dengan sistematika sebagai
berikut:
Dalam penyajiannya, pengarang a. Memaparkan terlebih dahulu dalil
cukup konsisten dalam mempertahankan yang berkaitan dengan objek
sistem penulisannya yaitu memaparkan dalil permasalahan berupa teks al-Qur’an
yang berkaitan kemudian memaparkan dan al-Hadis,
penjelasannya. Selain itu, pengarang sesekali b. Melakukan kritik sanad dan matan
menampilkan problem dan problem solving- hadis
nya melalui soal jawab atau QnA (Question c. Penjelasan makna berdasar pada
and Answer). Sedangkan tema-tema penafsiran al-Quran dan syarah hadis
pembahasan yang dikedepankan dalam kitab d. Memaparkan berbagai pendapat para
ini antara lain berkaitan dengan Doa dan ulama baik ulama klasik maupun
masalah yang berkaitan dengannya, wudhu kontemporer
dan tayamum, Adzan dan Iqamah, Shalat e. Memaparkan pendapat pengarang
(shalat jama’ah, shalat jumat, sunat rawatib, terhadap objek permasalahan
‘iedain), Zakat, Shaum, Aqiqah, makanan f. Menjelaskan permasalahan dalam
yang diharamkan, dsb. bentuk soal jawab.
Kitab ini diawali dengan kata g. Memaparkan kesimpulan dari
pengantar dari tiga tokoh yakni ust. Abdul pembahasan tersebut.
Lathif Mukhtar, Prof. Dr. Ahmad Umar Sedangkan tema-tema yang dibahas
Hasyim, dan tentunya pengarang yakni K.H. dalam kitab tersebut ialah (1) ad’iyyah, (2)
Aceng Zakaria. yang pada intinya beliau Air, wudhu, dan tayamum, (3) adzan dan
menekankan umat muslim sepatutnya dapat iqamah, (4)shalat, (5) adab shalat jumat, (6)
membedakan yang haq dan bathil dan Shalat sunnah dan rawatib, (7) ‘Iedain, (8)
menjelaskan mana hadis yang ṣaḥīḥ dan Shalat ‘ied adha, (9) Zakat, (10) Shaum, (11)
dhaif. Kemudian pengarang memberikan Hadiah pahala kepada orang yang telah
pengetahuan dasar tentang agama dan meninggal, (12) Makanan yang diharamkan,

45
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

(13) Takbir dalam shalat jenazah, (14) Hajar al-Asqalani. Selain yang berkaitan
Musafir, (15) Masbuq menjadi imam, (16) dengan hadis, beliau juga merujuk pada
Cara turun untuk sujud, (17) Cara duduk beberapa keilmuan lain seperti tafsir dan
dalam shalat yang dua rakaat, (18) Sa’i dalam fikih, kitab tafsir yang dirujuk seperti kitab
thawaf ifadhah bagi yang haji tamattu, (19) Jami’ al-Bayān karya Imam al-Ṭabari, Tafsīr
Miqat, (20) Memperbanyak umrah, (21) al-Qāsimi, Tafsīr al-Maraghi, Tafsīr al-
Shalat arba’in, (22) Obat penahan haidh, (23) Qur’ān al-Karīm, Tafsīr al-Furqān, Tafsīr
Zakat profesi, (24) Salam di permulaan al-Qur’ān al-Hakīm. Kitab fikih seperti Fiqh
khutbah atau ceramah. al-Sunnah, Bidāyah al-Mujtahid, al-Mughni,
Kitab ini ditutup dengan kompilasi al-Muḥallā, dan sebagainya.
tentang hadis-hadis dhaif yang popular di K.H. Aceng Zakaria cukup rinci
kalangan masyarakat. Hal ini beliau lakukan dalam menjelaskan sebuah hadis yang
sebagai upaya memberikan pengetahuan berkaitan dengan tema pembahasan mulai
lebih kepada pembaca agar tidak keliru dari mengumpulkan hadis-hadis yang
dalam menggunakan hadis sebagai dalil semakna atau yang berkaitan, analisis sanad
terhadap suatu perbuatan. Sebab, banyak dan kedudukannya, analisis kebahasaan, dan
sekali hadis popular yang hidup di kaitannya dengan kaidah-kaidah ushul.
masyarakat dan diyakini sebagai hadis ṣaḥīḥ Namun tidak sedikit pula beliau menjelaskan
karena kepopulerannya. sebuah hadis dengan hadis lain saja tanpa
Dalam Menyusun dan aspek-aspek lain di luar hadis tersebut.
mengumpulkan sumber data, pengarang Sehingga terkesan tidak tuntas dalam
mengumpulkan dari berbagai sumber dan menjelaskan tema yang dibahas. Dalam
pendapat ulama terdahulu. Dalam hal penggunaan hadisnya pun beliau kadang kala
pengambilan hadis-hadis beliau banyak tidak mencantumkan nomor hadis atau
merujuk pada kitab-kitab primer yang disebut bahkan sumber hadisnya. Sehingga
dengan Kutub al-Sittah (Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, membingungkan pembaca atau peneliti
ṣaḥīḥ Muslim, Sunan Abu Dāwud, Sunan Ketika hendak meng-Crosscheck hadis
Tirmizi, Sunan Ibnu Majah, Sunan al-Nasa’I tersebut.
) juga merujuk pada kitab-kitab sekunder
seperti Mustadrak al-ḥakim, dan lain-lain. 3. Pemikiran Hadis K.H. Aceng
Dalam penjelasan makna, K.H. Aceng Zakaria
Zakaria merujuk pada kitab Nail al-Auṭar, K.H. Aceng Zakaria dikenal sebagai
Fatḥ al-Bārī, Syarh Muslim, Tuḥfah al- ulama yang cakap akan berbagai disiplin
Aḥwazi, ‘Aun al-Ma’būd. Sedangkan dalam ilmu. Hal tersebut dibuktikan dengan karya
masalah ilmu musṭalah K.H. Aceng Zakaria yang telah lahir dalam berbagai disiplin ilmu
lebih banyak merujuk pada pendapat Ibnu termasuk hadis. Walaupun beliau bukanlah

46
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

seorang yang notabene mengkaji hadis secara di dalamnya sifat-sifat hadis yang dapat
komprehensif, namun sedikitnya terdapat diterima (hadis ṣaḥīḥ dan hasan ).
pemikirannya mengenai hadis. Pembahasan Selanjutnya, K.H. Aceng Zakaria
yang dikedepankan oleh K.H. Aceng Zakaria pun menjelaskan secara singkat mengenai
ialah tentang hukum penggunaan hadis sebab-sebab kedhaifan pada sebuah hadis
sebagai hujjah serta kaidah-kaidah umum seperti sebab cacat pada sanad dan rawi yang
ilmu hadis. terdiri dari hadis mu’allaq, mursal, mu’dhal,
munqathi’, mudallas, maudhu’, matruk,
4. Definisi Hadis Ṣaḥīḥ , Hasan dan munkar, majhul, mu’allal, mudraj, maqlub,
Dhaif mudhtharib dan syadz.

Dalam kitab al- Hidāyah, K.H.


Aceng Zakaria memaparkan tentang 5. Hukum Menggunakan Hadis Dhaif
klasifikasi hadis yang terdiri dari ṣaḥīḥ , Dilihat dari pembahasan pada
hasan dan dhaif. Hadis ṣaḥīḥ dan hasan permulaan kitab, K.H. Aceng Zakaria
termasuk ke dalam hadis yang dapat diterima membahas mengenai perintah berpegang
dan diamalkan, sedangkan hadis dhaif tidak teguh kepada al-Quran dan al-Sunnah serta
dapat diterima untuk menentukan hukum peringatan keras terhadap perbuatan bid’ah.
dalam agama (Zakaria, 2003,hal.43). Hal tersebut menunjukkan bahwa beliau
Pengertian hadis ṣaḥīḥ , hasan dan dhaif yang sangat berhati-hati dalam mengambil dan
dipaparkan oleh K.H. Aceng Zakaria dalam mengamalkan hadis untuk urusan agama
kitab al- Hidāyah tidak jauh berbeda dengan serta menjaga keotentikan teks keagamaan
yang masyhur di kalangan khalayak umum. (baca:hadis). Artinya tidak semua yang dicap
Hadis ṣaḥīḥ ialah hadis yang dari segi ‘hadis’ beliau jadikan sebagai dalil hukum
sanadnya diriwayatkan oleh orang yang adil, yang mendasari sebuah perbuatan atau ritual
kuat hafalan, sanadnya bersambung, tidak keagamaan. Maka dari itu beliau membuat
terdapat ‘illat, dan tidak syadz, sedangkan bahasan mengenai hukum menggunakan
dari segi matannya tidak bertentangan dengan hadis dhaif sebagai hujjah dalam satu
al-Quran, hadis yang mutawatir, ijma’ yang bahasan khusus. Menariknya beliau pun
qath’I, atau akal sehat serta di dalam membuat satu bab khusus tentang hadis-hadis
lafadznya tidak terdapat kejanggalan. masyhur di kalangan masyarakat yang
Sedangkan hadis hasan ialah hadis ternyata dhaif kualitasnya bahkan sampai
yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, lemah derajat maudhu’.
hafalannya, sanadnya bersambung, tidak ada Dalam sub bab hukum menggunakan
‘illat serta terhindar dari syadz. Terakhir hadis dhaif, K.H. Aceng Zakaria
yakni hadis dhaif, hadis yang tidak terhimpun membandingkan tiga pendapat ulama.
Pertama, menggunakan hadis dhaif sekalipun

47
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

untuk fadhail amal itu tidak boleh secara rawi secara bersamaan maka dahulukan
mutlaq. Artinya dalam hal apapun, kondisi penilaian jarh jika dijelaskan sebab jarhnya,
serta alasan apapun hadis dhaif tidak dapat sebaliknya bila tidak dijelaskan sebab jarhnya
dijadikan sebagai dasar hukum. Kedua, hadis maka dahulukan penilaian adil, dan apabila
dhaif boleh digunakan secara mutlaq, penilaian jarh itu tidak disertai dengan
maksudnya baik itu sebagai dasar hukum penjelasan akan sebab ke-jarh-annya serta
maupun fadhail amal itu boleh hukumnya. tidak ada pula seorang pun yang menilai adil
Ketiga, hadis dhaif dapat digunakan dalam maka penilaian jarh itu yang diambil.
hal fadhail amal dengan beberapa ketentuan Kesimpulan ini sama halnya dengan apa yang
yakni, kedhaifannya tidak terlalu berat, isi dikemukakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani.
dari hadis memang pokok-pokok yang dapat
diamalkan, dan tidak melebihi keyakinan 6. Hukum Menggunakan Hadis
terhadap hadis ṣaḥīḥ serta hal tersebut Mauquf dan Mursal
dilakukan sebagai sikap kehati-hatian. Sebelum membahas masalah
Dari ketiga pendapat diatas, K.H. hukumnya, alangkah baiknya mengetahui
Aceng Zakaria membuat kesimpulan terlebih dahulu makna hadis mauquf sendiri.
bahwasanya beliau lebih cenderung kepada Hadis mauquf dalam kitab ilmu musthalah
pendapat pertama. Beliau menjelaskan hadis disebutkan sebagai hadis yang tidak
bahwasanya dalam masalah fadhail amal sampai kepada Nabi saw (Hazzan, 1990,
tidak perlu merujuk pada hadis dhaif, hal.345). Dengan kata lain hadis tersebut
sedangkan hadis ṣaḥīḥ sendiri banyak yang ialah perkataan, perbuatan atau taqrir yang
mengandung fadhail amal. Sehingga dalam disandarkan kepada sahabat atau disebut
hal ini, beliau menekankan bahwa dalam dengan qaul sahabat. Banyak pendapat
segala aspek baik itu fadhail amal apalagi mengenai hukum menggunakan hadis
untuk masalah penentuan hukum menjadi mauquf sebagai hujjah diantaranya ialah ada
keharusan menggunakan hadis yang maqbul yang menerima dan ada pula yang menolak.
yakni hadis ṣaḥīḥ dan hasan, sedangkan Ada dua kelompok yang membahas
hadis dhaif ditinggalkan sepenuhnya. perihal penggunaan hadis muaquf sebagai
Lebih mendalamnya K.H. Aceng hujjah. Pertama, kelompok yang menolak
Zakaria menyinggung tentang penilaian yakni syafi’I, asy’ariyah dan mu’tazilah yang
terhadap rawi yang mana hal tersebut mana mereka beranggapan bahwa hadis
menjadi poin penting dalam menentukan mauquf tidak dapat dijadikan hujjah secara
derajat hadis. Dalam penilaian rawi (al-Jarh Mutlaq (Al-Zuhailiy, 1999, hal.105). Kedua,
wa al-Ta’dil), beliau meringkasnya menjadi kelommpok yang enerimana yakni Hanafi,
beberapa poin yakni, apabila terdapat maliki, dan hanbali berpendapat bahwa hadis
penilaian jarh dan ta’dil terhadap seorang mauquf (qaul sahabat) merupakan argument

48
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

yang sah artinya dapat dijadikan hujjah setara dengan hadis marfu’. Seperti yang
seperti halnya hadis marfu’ (Al-Zuhailiy, dikutip oleh K.H. Aceng Zakaria dari kitab
1999, hal.106). Kelompok pertama Tuḥfah al-aḥwazi menerangkan bahwasanya
menyimpulkan bahwa qaul sahabat hanyalah hal tersebut walaupun suatu perbuatan yang
pendapat individualis yang dikeluarkan tanpa dilakukan oleh seorang sahabat (Abu
kesempurnaan Dan setiap mujtahid Hurairah) tetapi tertutup kemungkinan hasil
diperbolehkan melakukan kesalahan dan ijtihadnya sendiri melainkan atas dasar apa
kelalaian. yang dilakukan pada zaman Nabi saw
K.H. Aceng Zakaria sendiri (Zakaria,2003, hal.78). Sehingga dapat
menyebutkan dalam beberapa penjelasan disimpulkan bahwasanya K.H. Aceng
bahwasanya hadis mauquf tidak dapat Zakaria menggunakan hadis mauquf sebagai
dijadikan hujjah, namun ada pengecualian hujjah apabila keadaannya marfu’ hukmi
yakni apabila hadis tersebut termasuk marfu’ (derajatnya setara dengan marfu’) (Al-
hukmi atau derajatnya sama dengan marfu’. Shiddieqy, 2009, hal.151).
Salah satu contohnya ialah masalah bilangan Berkaitan dengan hadis mursal perlu
takbir dalam shalat ‘iedain, Terdapat hadis diketahui bahwasanya mursal termasuk
yang menyebutkan bahwa bilangan takbir bagian hadis dhaif yang sebab cacatnya ialah
pada shalat ‘Iedain ialah tujuh dan lima karena diakhir sanadnya terdapat rawi yang
dengan redaksi terjemahan sebagai berikut: gugur. Artinya hadis tersebut diriwayatkan
“Dari Nafi’ Maula ‘Abdullah bin ‘Umar, ia oleh seorang tabi’in dari Nabi saw. namun
berkata: ‘aku menyaksikan ‘ied al-Adha dan tidak menyebutkan nama sahabat yang
ied al-fitri bersama Abu Hurairah, lalu ia menjadi perantara tabi’in dan Nabi saw (Al-
bertakbir tujuh kali takbir sebelum membaca Shiddieqy, 2009, hal.303). Sama halnya
al-Fatihah dan di rakaat kedua lima kali dengan kehujjahan hadis mauquf,
takbir sebelum membaca al-Fatihah.” (HR. perselisihan dalam menetapkan apakah hadis
Malik, al-Muwatha, 1:180) mursal dapat digunakan sebagai hujjah pun
terbagi menjadi dua kelompok yakni yang
Hadis di atas merupakan hadis membolehkan dan tidak secara mutlaq.
mauquf sedangkan terdapat sebuah kaidah Empat ulama madzhab memberikan
yang menyatakan bahwa ucapan seorang pandangannya terhadap persoalan ini, Abu
sahabat tidak dapat dijadikan hujjah, namun Hanifah dan Malik berpendapat bahwa hadis
hadis ini tetap diamalkan oleh sahabat yang mursal sama derajatnya dengan hadis ahad
lain dan tidak ada teguran atau pun yang muttasil apabila yang meriwayatkannya
pertentangan dalam mengamalkan hadis ini. adalah orang yang terpercaya. Sedangkan
Maka hadis tersebut dihukumi sebagai marfu menurut Imam Syafi’I hadis mursal bisa saja
ḥukmi, yakni hadis mauquf yang derajatnya diterima dengan beberapa ketentuan yakni

49
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

orang yang meng-irsal-kan ialah seorang mursal shahabi (Alam, 2015, hal.415) , dan
tabi’in besar yang memang berjumpa dengan hadis tersebut termasuk ke dalam hadis
sebagian besar sahabat Nabi saw. dan mursal shahabi menurut sebagian besar
hadisnya semakna dengan hadis yang muhadisin.
sanadnya muttasil atau dikuatkan dengan
adanya jalur sanad lain, Berbeda halnya 7. Metode Pemahaman Hadis K.H.
dengan pendapat Imam Ahmad yang Aceng Zakaria
menegaskan bahwasanya hadis mursal adalah Dilihat dari segi tema pembahasan,
dhaif, itu berarti hadisnya tidak dapat K.H. Aceng Zakaria menjelaskan serta
dijadikan hujjah. memaknai hadis-hadis hukum (fiqih).
Dalam kitab al- Hidāyah karya Sedangkan dalam penjelasan dan penentuan
K.H. Aceng Zakaria pun tidak ketinggalan masalah, K.H. Aceng Zakaria meninjau dari
membahas mengenai kehujjahan hadis apa yang banyak terjadi di masyarakat.
mursal. Hal ini dapat dilihat dari Beliau menjelaskan setiap topik berdasarkan
pengambilan hukum sebuah masalah, pada realitas kemudian lebih mendalam
misalnya saja berkaitan dengan shalat jumat. menyajikan hadis sebagai dasar hukum atas
Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Thariq realitas tersebut. Asumsi-asumsi yang
bin Syihab yang artinya: berkembang dan membudaya di masyarakat
“bahwasanya kewajiban shalat jumat itu baik pro maupun kontra menjadi awal dari
bagi setiap manusia kecuali empat golongan sebuah pembahasan yang kritis dan analitis.
yakni kaum wanita, hamba sahaya, anak Dalam mengutip sebuah hadis, K.H.
kecil dan orang sakit”( H.R. Abu Daud) Aceng Zakaria tidak terlalu memperhatikan
Hadis diatas dinilai sebagai hadis mursal sanadnya secara utuh. Beliau hanya
yang mana dalam riwayat Abu Daud yang mencantumkan sanad dari mulai sahabat saja,
lain dijelaskan bahwasanya Thariq hanya walaupun ada yang dicantumkan secara
melihat perbuatan Nabi saw dan tidak keseluruhan namun hanya sedikit sekali
mendengar langsung hadis tersebut dari jumlahnya. Beliau pun kadang kala tidak
baginda Nabi. Seperti yang telah diketahui mencantumkan sumber hadis ketika
terdapat pendapat yang menyatakan bahwa menyebutkan hadis sebagai dalil, sehingga
hadis mursal tidak dapat dijadikan hujjah. untuk melacak keberadaan hadis tersebut
Namun dalam hal ini K.H. Aceng Zakaria cukup sulit bagi para pembaca dan peneliti.
menetapkan bahwa hadis mursal dapat Dari segi komponen hadis, antara
dijadikan hujjah. Hal tersebut didasari oleh sanad dan matan beliau sajikan secara
beberapa pendapat salah satunya ialah yang berimbang. Tidak hanya pemahamannya saja
tercantum dalam kitab Fath al-Mughis. Hadis yang beliau tonjolkan namun juga berkaitan
mursal yang dapat dijadikan hujjah ialah dengan sanad dan kritiknya seperti

50
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

pembahasan jarh wa ta’dil dijelaskan cukup sejarah yakni memahami hadis dengan
intens. Walaupun memang tidak selalu dalam melihat sebab datangnya hadis (asbabul
setiap pembahasan beliau jelaskan secara wurud). Lebih detailnya berikut uraian
rinci, namun penilaian terhadap sanad hadis metode pemahaman hadis K.H. Aceng
terbilang tidak pernah terlewatkan. Zakaria.
Berkaitan dengan cara memahami a. Memahami hadis sesuai dengan
hadis, K.H. Aceng Zakaria tidak petunjuk al-Quran
menyebutkannya secara gamblang mengenai b. Memahami hadis berdasarkan
hal tersebut dan tidak menetapkan ketentuan- pada hadis lain
ketentuan yang mutlak dalam memahami c. Menghimpun hadis-hadis yang
hadis. Namun berdasarkan apa yang telah setema dan bertentangan
diteliti, penulis menyimpulkan ada beberapa d. Mengkompromikan atau tarjih
hal yang terlihat Ketika K.H. Aceng Zakaria hadis-hadis yang bertentangan
menjelaskan sebuah hadis. Pertama, e. Memahami hadis sesuai dengan
memahami hadis sesuai petunjuk ayat al- latar belakang
Quran. Kedua, memahami hadis berdasarkan f. Memahami hadis berdasarkan
hadis lainnya. Ketiga, memahami hadis kaidah-kaidah ushul
berdasarkan pada peristilahannya. Metode ini g. Memahami hadis berdasarkan
lebih banyak digunakan dalam memaknai ungkapannya (‘am, musytarak)
hadis dari segi penetapan hukum seperti Dari segi tipologi pemikirannya,
wajib, mubah, haram, sunnah, dan makruh. dalam Islam sendiri terdapat 3 kategori
Peristilahan tersebut dilihat dari beberapa pemikiran yang berkembang yakni
ungkapan yakni ungkapan yang jelas dan tradisional, moderat dan liberal. Pemikiran
tidak mengandung makna lain, ungkapan yang tradisional ialah pemikiran yang
lafadz yang umum, ungkapan yang mempertahankan tradisi-tradisi yang telah
mengandung beberapa makna (musytarak), mapan maksudnya dalam hal ini ‘mereka’
serta ungkapan yang disimpulkan secara yang tradisionalis memegang teguh terhadap
general, deduktif dan analogis. Keempat, apa yang ada sejak dulu dan menganggap hal
penyelesaian hadis yang bertentangan dalam itu telah selesai dibahas sehingga cenderung
hal ini K.H. Aceng Zakaria menggunakan menerima tanpa memeriksa kembali apa yang
salah satu dari beberapa metode yakni al- didapatnya (Zuhdi, 2012, hal.53). Sedangkan
jam’u, al-tarjih, al-naskh, dan al-tawaquf pemikiran yang moderat ialah pemikiran
(Zakaria, 2003, hal.34). Namun dalam kitab yang berusaha menjadi penengah antara yang
al- Hidayah lebih ditonjolkan penggunaan saling bertentangan dan menolak pada sikap
dua metode pertama yakni al-jam’u dan al- berlebihan kepada salah satu pihak,
tarjih. Kelima, memahami hadis dengan fakta pemikiran ini menjadi jalan tengah,

51
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

penyeimbang bagi dua ekstrimitas yang makna, latar belakang datangnya hadis dan
bertentangan (Zuhdi, 2012, hal.57). Dan keterkaitannya dengan hadis lain
pemikiran liberal ialah pemikiran yang
sifatnya dapat dikatakan bebas artinya E. PENUTUP
membuka peluang untuk adanya penelusuran Pemikiran pokok mengenai hadis
dan penelitian ulang terhadap apa yang sudah yang dituangkan dalam kitab Al-Hidāyah Fī
ada, misalnya dalam hal memahami sebuah Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah ini ialah K.H.
teks dan kebenarannya akan senantiasa dikaji Aceng Zakaria memiliki kriteria dalam
ulang sebab menurut ‘mereka’ kebenaran itu penggunaan hadis sebagai hujjah yang mana
relatif, terbuka dan plural. Dikatakan bebas beliau hanya menggunakan hadis sahih dan
sebab bisa jadi pemahaman dan hasan sebagai hadis yang sah serta hadis
pemikirannya melampaui apa yang mauquf yang derajatnya sama dengan hadis
dikehendaki dan yang tersurat. marfu’ dan hadis mursal ṣahabi.
Dari ketiga kategori tersebut, penulis Sedangkan metode pemahaman hadis yang
menyimpulkan bahwasanya K.H. Aceng digunakan oleh K.H. Aceng Zakaria dalam
Zakaria cenderung berada pada posisi memahami sebuah hadis ialah dengan urutan
pertengahan yakni moderat. Tolok ukurnya sebagai berikut : 1) memahami hadis sesuai
ialah bahwa K.H. Aceng Zakaria membuka dengan petunjuk al-Quran, 2) Memahami
peluang terhadap komponen-komponen lain hadis berdasarkan pada hadis lain, 3)
di luar pemahaman tekstual al-Quran dan as- Menghimpun hadis-hadis yang setema dan
Sunnah seperti ushul fikih, fikih, mantiq, dan bertentangan, 4) mengkompromikan atau
lain sebagainya. tarjih hadis-hadis yang bertentangan, 5)
Dari segi aliran pemahaman, K.H. Memahami hadis sesuai dengan latar
Aceng Zakaria dikategorikan ke dalam aliran belakang, 6) Memahami hadis berdasarkan
pemahaman tekstual. Sebab, dalam kaidah-kaidah ushul, 7) Memahami hadis
memahami sebuah hadis K.H. Aceng Zakaria berdasarkan ungkapannya (‘am dan
cenderung lebih banyak menggali perihal musytarak). Tidak ayal bahwasanya urutan
gramatikal atau susunan kebahasaannya dan ini tidak selalu digunakan secara bersamaan
juga penggunaan kaidah-kaidah ushul yang untuk memahami sebuah topik hadis, kadang
cukup dominan. Sedangkan unsur-unsur lain kala K.H. Aceng Zakaria hanya memaparkan
di luar teks seperti latar belakang teks tidak hadisnya saja tanpa disertai sebuah
terlalu ditonjolkan. Sedangkan metode dalam penjelasan yang lebih detail.
menjelaskan dan memahami hadis K.H.
Aceng Zakaria menggunakan metode tahlili
DAFTAR PUSTAKA
yang mana beliau menjelaskan hadis dari
berbagai aspek seperti kosakata, konotasi

52
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

Ahmad, A. (n.d.). Paradigma Baru Yogyakarta: Universitas Islam


Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Negeri Sunan Kalijaga.
Intimedia Ciptanusantara. Fauji, A. I. (2018). Pergeseran Metode
Ali, N. (2007). Kontribusi Imam Nawawi Pemahaman HAdis Ulama Klasik
dalam Penulisan Syarh Hadis hingga Kontemporer. Jakarta:
(Kajian atas kitab Ṣaḥīḥ Muslim Universitas Islam Negeri Syarif
bi Syarh an- Nawawi). Hidayatullah.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. Ghofur, A. (2012). Kebangkitan Islam di
Ansori, A. (2008). Pendidikan salafi Indonesia (Telaah tentang
Progresif: Studi atas Pemikiran Munculnya Ormas Islam Awal
Pendidikan Islam K.H. Aceng Abad 20 M). Toleransi, 115-131.
Zakaria pada Jam'iyyah Harahap, S. (2011). Metodologi Studi
Persatuan Islam. Jakarta: Tokoh dan Penulisan Biografi.
Universitas Islam Negeri Syarif Jakarta: Prenada.
Hidayatullah. Hassan, A. (2007). Soal Jawab. Bandung:
Ash-Shiddieqy, T. M. (2009). Sejarah CV Penerbit Diponegoro.
dan Pengantar Ilmu Hadis. Hassan, A. Q. (1991). Ilmu Musthalah
Semarang: PT. Pustaka Rizki Hadis. Bandung: CV Diponegoro.
Putra. Hermawan, W. (2013). Pandangan Ulama
Asriady, M. (2017). Metode Pemahaman Garut tentang waqaf uang dan
Hadis. Ekspose, 314-323. Waqaf Mu'aqqat. Ijtihad, 49-64.
Brown, D. W. (2000). Menyoal Relevansi Ikromi, Z. (2020). Fiqh al-Hadis:
Sunnah dalam Islam Modern. Perspektif Metodologis dalam
Bandung: Mizan. Memahami Ahdis Nabi. Al-
Fatih, M. (2013). Hadis dalam Perspektif Bukhari, 105-129.
Ahmad Hassan. Mutawatir, 324- Ismail, M. S. (2009). Hadis Nabi yang
342. Tekstual dan Kontekstual: Telaah
Fatimah, S. (2009). Metode Pemahaman Ma'ani al-Hadis tentang Ajaran
Hadis Nabi dengan Islam yang Universal, Temporal,
Mempertimbangkan Asbabul dan Lokal. Jakarta: PT. Bulan
Wurud (Studi Komparasi Bintang.
Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi Kemendikbud. (2020, November 06).
dan M. Syuhudi Ismail). Retrieved from KBBI:

53
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri Faqih Imam Khoemani sebagai


/metode Teologi dalam Relasi Agama dan
Khon, A. M. (2014). Takhrij dan Metode Demokrasi. Yogyakarta:
Memahami Hadis. Jakarta: Deepublish.
Amzah. Setiawan, A. A. (n.d.). Metode Penelitian
Latif, A. (n.d.). Implikasi Pemikiran Kualitatif.
Ulama Dewan Hisbah Persis Shiddiq Amien, E. M. (2007). Panduan
terhadap Pengembangan Hukum Hidup Berjama'ah dalam
Perkawinan di Indonesia. Millati, Jam'iyyah Persis.
21-27. Suryadi. (2008). Metode Kontemporer
Muhtador, M. (2016). Sejarah Pemahaman hadis Nabi:
Perkembangan Metode dan Perspektif Muhammad al-Ghazali
Pendekataan Syarah Hadis. dan Yusuf al-Qaradhawi.
Riwayah, 259-272. Yogyakarta: TERAS.
Munirah. (2017). Mahmud Yunus dan Ubet, A. (2019). Metode Pemahaman
Kontribusinya dalam Hadis Perspektif Ali Mustafa
Perkembanan Studi Hadis dan Yaqub (Studi pada Buku "Haji
Ilmu Hadis di Indonesia. Millati, Pengabdi Setan"). Surabaya: UIN
275-294. Sunan Ampel.
Nurul Qamar, d. (2020). Metode Umar, N. (2014). Deradikalisasi
Penelitian Hukum: Doktrinal dan Pemahaman Al-Quran dan Hadis.
Non-Doktrinal. CV. Socio Politic Jakarta: Elex Media Komputindo.
Genius (SIGn). Wahid, R. A. (2006). Perkembangan
Sa'diyah, F. (2018). Pemikiran Hadis Kajian Hadis di Indonesia: Studi
Shah Waliyullah al-Dahlawi Tokoh dan Organisasi Masyarakat
tentang Metode Pemahaman Islam. Al-Bayan, 63-78.
Hadis. Surabaya: UIN Sunan Wahid, R. A. (2015). Perkembangan
Ampel. Metode Pemahaman Hadis di
Saputra, H. (2017). Genealogi Indonesia. Analytica Islamica,
Perkembangan Studi Hadis di 231-243.
Indonesia. Al-Quds, 41-68. Wahid, R. A. (n.d.). Masa depan
Satori, A. (2012). Sistem Pemerintahan Pekembangan Kajian Hadis di
Iran Modern: Konsep Wilayatul Nusantara. 1-12.

54
Dirayah: Jurnal Ilmu Hadis Vol. 3 No. 01 / Oktober 2022

Yaqub, A. M. (2016). Cara Benar


Memahami Hadis. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Zakaria, A. (1988). al-Hidāyah Fī
Masāil Fiqhiyyah Muta’āriḍah.
Garut: Ibn Azka Press.
Zakaria, A. (2014). al-Fatawa: MAsalah-
Masalah Seputar Thaharah dan
Shalat. Garut: Ibn Azka Press.
Zuhdi, M. H. (2012). Tipologi Pemikiran
Hukum Islam: Pergulatan
Pemikiran dari Tradisionalis
hingga Liberalis. Ulumuna, 41-
70.

55

You might also like