Professional Documents
Culture Documents
1
Email : ahmad.118220113@student.itera.ac.id
ABSTRACT
The mission of the Acts on The Protection of Cultural Heritage in the Acts of The Republic of Indonesia No. 11
concerning the Protection of Cultural Heritage in 2010 emphasizes the importance of protecting cultural
heritage as a result of past civilizations. In that, from the perspective of the importance of protecting cultural
heritage for regional or national interests, the existence of cultural heritage protection is closely related to the
past history of the nation itself. This is because the protection of cultural heritage contains information from
the past, especially the results of civilization and culture that reflect the values and noble values of the nation.
Therefore, through the protection of cultural heritage, people living in the present and the future must be able
to recognize and learn the value of inherited cultural processes. The journal with the title “Designing Concept
of Urban Heritage Tourism Area in Metro City" is located in the heart of Metro City which is located in Sub
district of Metro and Sub district of Imopuro, Central Metro District and Sub district of Yosorejo, East Metro
District. This journal examines the design of the historical tourist area of Metro City with historical tourism
with the theme "The First City in Indonesia Built with the Purpose of being a Transmigration Destination
Area". Researched using aspects of urban design, tourism, and protection of cultural heritage.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Shirvani (1985), urban design (perancangan kota) terdiri dari 8 (delapan) elemen,
antara lain penunjuk jalan (signage), ruang terbuka, jalur pejalan kaki, guna lahan, bentuk
dan massa bangunan, sirkulasi dan perparkiran, pendukung kegiatan, serta preservasi.
Preservasi dilakukan ketika mengembangkan wisata sejarah perkotaan. Preservasi dalam
perancangan kota di Indonesia dapat dilakukan dengan perlindungan terhadap bangunan
bersejarah yang berasal dari amanat UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya..
Jika ingin melakukan preservasi warisan sejarah dan budaya perkotaan, maka kita harus
mencari tahu apa itu warisan sejarah dan budaya. Dalam analisis Fadhil (2012) tentang
warisan budaya, istilah "warisan budaya" mengacu pada warisan budaya berwujud dan
warisan budaya non-fisik (Tangible and intangible cultural heritage). Keduanya
menciptakan kesinambungan yang baik untuk kemajuan satu bangsa tertentu.Terutama
untuk mengembangkan pariwisata perkotaan berbasis wisata kota pusaka.
Untuk mengembangkan pariwisata perkotaan sendiri perlu dikaji dari aspek penawaran
(supply) dan permintaan (demand) yang ada, terutama supply pariwisata. Menurut Cooper
(1993, dalam Suwena (2010)), untuk memenuhi semua persyaratan sebuah tempat wisata,
suatu daya tarik wisata tadi wajib tersedia dengan 4 (empat) aspek supply pariwisata atau
Kawasan Wisata Sejarah yang berbasis wisata perkotaan (Urban Tourism) sesuai dengan
aspek penawaran (supply) pariwisata dengan lokasi Kota Metro sebagai kota transmigrasi
pertama di Indonesia. Maka dari permasalahan diatas pertanyaan penelitian yang muncul
adalah :
A. Bagaimanakah sebaran, potensi dan/atau jenis warisan budaya peninggalan masa
transmigrasi pada kawasan bersejarah di Kota Metro?
B. Bagaimanakah potensi wisata sejarah di Kota Metro dari segi budaya perkotaan
(Urban Heritage), dan perancangan kota (Urban Design) sehingga dapat
mewujudkan kawasan pusaka berbasis wisata perkotaan (Urban Tourism) sesuai
dengan elemen rancang kota dan aspek supply pariwisata sebagai kota transmigrasi
pertama di Indonesia?
C. Bagaimanakah konsep perancangan kawasan wisata sejarah perkotaan di Kota
Metro?
3. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menyusun konsep perancangan kawasan wisata sejarah di Kota Metro sebagai
kota transmigrasi pertama di Indonesia. Adapun sasaran dari penelitian ini adalah:
A. Teridentifikasinya sebaran, potensi, dan/atau jenis warisan budaya peninggalan
masa transmigrasi atau bangunan bersejarah di kawasan cagar budaya kota Metro.
B. Teridentifikasinya potensi dan persoalan kawasan pusaka Kota Metro berdasarkan
elemen rancang kota dan aspek supply pariwisata.
C. Terpilihnya konsep perancangan kawasan wisata sejarah perkotaan di Kota Metro.
4. Teori
Dalam pembahasan tentang lingkup perancangan kota, Shirvani (1985) menjelaskan, dalam
menentukan aspek-aspek fisik kota, perlu dirumuskan terlebih dulu cakupan bidang
perancangan kota. perancangan kota dalam hal ini didefinisikan sebagai bagian dari proses
perencanaan kota yang berkaitan dengan kualitas fisik lingkungan kota. Ruang lingkup
perancangan kota dapat didefinisikan dari tampaknya bangunan-bangunan yang ada di kota
sampai pada ruang publik yang terletak diantara bangunan-bangunan. Dengan kata lain,
ruang lingkup tersebut mencakup ruang-ruang pada bangunan-bangunan dan diantara
bangunan-bangunan. Dalam hal ruang-ruang terbuka tersebut, berdasarkan pendapat
Wilson, dkk. (1970, dalam Shirvani (1985)), ruang-ruang dikelompokan menjadi empat
bagian, yaitu:
a. Pola dan citra internal yang mendefinisikan ruang terbuka diantara bangunan dalam
suatu kota, terutama dalam hal focal points, viewpoints, landmarks, dan pola gerak;
b. Bentuk dan citra eksternal yang menitikberatkan pada skyline (garis langit) kota, serta
citra kota;
c. Sirkulasi dan perparkiran yang mendefinisikan karakteristik jalan yang berupa kualitas
pemeliharaan jalan, kepadatan ruang, tatanan, tingkat kemonotonan, kejelasan rute,
orientasi ke tujuan, keselamatan, dan kemudahan gerakan, serta persyaratan dan lokasi
perparkiran;
d. Kualitas lingkungan yang berkaitan dengan (9) sembilan faktor, yaitu kecocokan
penggunaan, kehadiran unsur alam, jarak ke ruang terbuka, visual dari fasad jalan,
kualitas pandangan, kualitas pemeliharaan, kebisingan, dan iklim setempat.
Unsur -unsur tersebut, dijelaskan oleh Shirvani (1985), meliputi delapan butir, yaitu:
a. Guna Lahan
b. Bentuk dan Massa Bangunan
c. Sirkulasi dan Perparkiran
d. Ruang Terbuka
e. Jalur Pedestrian
f. Pendukung Kegiatan
g. Perpapanan/Nama (Signage)
h. Preservasi.
Untuk melakukan perlindungan cagar budaya yang ada, maka dilakukanlah preservasi.
Bersumber dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Preservasi berasal dari bahasa
Inggris yang berarti pemeliharaan atau pengawetan. Preservasi adalah suatu upaya
perlindungan warisan-warisan budaya bersejarah untuk mengurangi kerusakan fisik dan
non-fisik dengan tujuan untuk menghindari kehilangan informasi penting tentang suatu
kebudayaan yang terdapat di dalamnya.
Sedangkan konservasi berasal dari bahasa Inggris yang berarti pelestarian atau
perlindungan. Konservasi dapat berarti sebagai upaya pelestarian (sebagai contoh
pelestarian lingkungan), tetapi tetap dengan memikirkan nasib jangka panjang
keberlanjutan dari setiap komponen lingkungan tersebut.
Menurut Regensburg (2011), pelestarian warisan budaya perkotaan menjadi permasalahan
yang berkembang cukup signifikan. Tujuan dilakukannya pelestarian ini cenderung kepada
bagaimana menyeimbangkan antara pelestarian nilai yang ada pada warisan budaya kota
dengan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya. Menurut Fadhil (2012, dalam
UNESCO, 1972), dalam jenis-jenis warisan budaya, kita mengenal adanya warisan budaya
berupa warisan budaya benda (Tangible cultural heritage) maupun warisan budaya tak
benda (Intangible cultural heritage).
Menurut Page (1995), sebagai fenomena kepariwisataan dunia saat ini yang menjadikan
kota sebagai daya tarik wisata, kota dilihat sebagai suatu tahapan yang rumit yang
berhubungan dengan budaya, gaya hidup, dan beberapa tuntutan yang berbeda terhadap
liburan dan perjalanan. Page (1995) juga menjelaskan akibat dari perkembangan tourism
urbanization, teridentifikasi tipologi bagi pariwisata perkotaan sebagai berikut :
1) Ibu kota (Paris, London, New York, Jakarta, Bandung) dan Kota Budaya (Roma,
Yogyakarta).
2) Pusat Metropolitan (Jakarta), kota sejarah (Rengasdengklok), dan kota- kota
pertahanan.
3) Kota-kota sejarah yang besar (Oxford, Cambridge, Venesia, Jakarta)
4) Daerah dalam kota (Manchester)
5) Daerah waterfront yang direvitalisasi (London Dockland, Taman Impian Jaya
Ancol)
6) Kota-kota industri (Bradford, Bekasi, Karawang)
7) Resor tepi laut (Pangandaran) dan resor olahraga musim dingin (Lillehamer)
8) Kawasan wisata hiburan (Disneyland, Las Vegas, Taman Impian Jaya Ancol).
9) Pusat pelayanan wisata khusus (destinasi ziarah: Lourdes, Cirebon, Demak; Spa:
Denpasar).
10) Kota seni/budaya (Florence, kota-kota di Bali, Bandung).
Tipologi lain dikemukakan oleh Law (1996) yang mengelompokkan pariwisata perkotaan
ke dalam empat kategori, yaitu:
1) Ibukota: memiliki peran administratif dan bisnis yang dapat menarik wisatawan.
Biasanya memiliki museum nasional, bangunan, dan monumen memiliki nilai
sejarah nasional.
2) Kota-kota industri: karakter dan citra industrial menjadi daya tarik bagi wisatawan.
3) Kota dengan high-amenities: memiliki beragam fasilitas dari mulai pemandangan
alam, hiburan, sampai bisnis yang dapat menarik wisatawan.
4) Kota-kota daya tarik utama: kota yang fokus pada wisatawan dari luar
daerah/negara, biasanya kota dengan multifungsi.
Menurut Sunaryo (2013) menjelaskan bahwa komponen-komponen utama dalam sebuah
destinasi adalah 4A, yaitu atraksi, amenitas, aksesibilitas, infrastruktur pendukung, dan
kelembagaan. Sedangkan menurut Zakaria & Suprihardjo (2014) supply dan demand
pariwisata mencakup segala sesuatu yang ditawarkan kepada wisatawan meliputi lima
aspek, yaitu atraksi wisata, akomodasi, transportasi, infrastruktur, dan fasilitas pendukung.
Untuk menyimpulkan beberapa pemahamam para ahli diatas dalam pemahaman tentang
aspek penawaran pariwisata (supply) atau Daya Tarik Wisata (DTW) yang juga disadur
dari Cooper (1993) dan Medlik (1980, dalam Ariyanto, 2005) mengemukakan bahwa untuk
memenuhi segala kebutuhan dan pelayanan tersebut, suatu daerah tujuan wisata tersebut
harus didukung oleh 4 (empat) komponen utama dalam pariwisata atau biasanya dikenal
dengan istilah “4A” yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata.
5. Sintesa Variabel
Tabel 1 Sintesa Variabel
Gambar 1 Peta Sebaran Cagar Budaya yang Ada Di Dalam Kawasan Perancangan
Lalu juga ada Warisan Budaya Maya (Intangible Cultural Heritage) dengan pencapaian
berupa teridentifikasinya sebaran, potensi, dan/atau jenis cagar budaya peninggalan masa
transmigrasi di Kota Metro. Hal yang dilakukan adalah mengidentifikasi Intangible
Cultural Heritage baik kearifan lokal Kota Metro, kebudayaan yang dibawa oleh para
transmigran, atau akulturasi dari keduanya yang dapat ditemui di Kota Metro dan/atau Citra
Kawasan Cagar Budaya. Untuk kearifan lokal Kota Metro sendiri adalah warisan budaya
Lampung Pepadun Abung Siwo Mego yang berupa:
A. Nuwo (Rumah Adat) Pepadun dan Sessat Agung (Balai Adat),
B. Tari Cangget,
C. Tari Ngigel,
D. Begawi (Upacara Adat) Cakak Pepadun (Pemberian Gelar),
E. Kain Tapis,
F. Sulam Usus,
G. Kerajinan Tembikar,
H. Seruit, dan
I. Gulai Taboh.
Untuk seni budaya yang dibawa oleh para transmigran ada Gamelan Jawa, Jatilan, Reog,
Wayang Kulit dan keterampilan dalam membuat ornamen hiasan khas Jawa.
2. Identifikasi Potensi dan Persoalan Kawasan Pusaka Kota Metro Berdasarkan
Elemen Rancang Kota dan Analisis Supply Pariwisata
Pada Bagian ini dilakukan identifikasi potensi dan persoalan kawasan pusaka Kota Metro
berdasarkan elemen rancang kota dan analisis supply pariwisata dengan elemen dan aspek
yang berupa Guna Lahan, Bentuk dan Massa Bangunan, Ruang Terbuka Publik, Preservasi,
Atraksi, Aksesibilitas, Fasilitas dan Pelayanan Tambahan dengan peta deliniasi kawasan
perancangan sebagai berikut.
Lalu dilakukan analisis SWOT dari tiap kedelapan elemen dan aspek sehingga
menghasilakn isu beserta tujuan pengembangan kawasan perancangan didapatkan dari
hasil SWOT yang telah dilakukan. Isu strategis pengembangan kawasan perancangan
adalah :
“Dibutuhkannya perbaikan sarana dan prasarana penunjang wisata untuk mendukung
kegiatan walking tour pada kawasan wisata sejarah Kota Metro”.
Dengan tujuan sebagai berikut:
“Mengembangkan kawasan wisata sejarah Kota Metro dengan mengembangkan daya
tarik wisata yang ada dan melakukan perbaikan pada sarana dan prasarana penunjang
wisata untuk mendukung kegiatan walking tour pada kawasan wisata sejarah Kota
Metro”.
3. Penyusunan Konsep Perancangan Kawasan Wisata Sejarah Perkotaan di Kota
Metro
Berdasarkan pada ide dasar yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka dirumuskan sebuah
visi bagi pengembangan kawasan wisata sejarah Kota Metro, yaitu:
“Mewujudkan Konsep Non-Motorized Heritage Trail pada Kawasan Wisata Sejarah Kota
Metro”
Diharapkan kawasan wisata sejarah Kota Metro menjadi ruang publik baru yang menarik
minat pengunjung dengan konsep non-motorized heritage trail. Konsep non-motorized
heritage trail ini merupakan sebuah konsep heritage trail dengan aksesibilitas dalam
kawasan yang mudah jika diakses tanpa kendaraan bermotor dalam menciptakan kawasan
yang nyaman dan menarik yang mengutamakan kenyamanan pengunjung dan
meminimalisir tingkat polusi udara untuk menarik minat wisatawan.
Dalam mencapai visi yang sudah dirumuskan, terdapat misi-misi perancangan dan
pengembangan kawasan wisata sejarah Kota Metro, yaitu :
A. Menjadikan Bangunan Cagar Budaya yang ada menjadi ruang publik yang baru
namun tetap tidak meninggalkan kegiatan preservasi pada cagar budaya.
B. Merevitalisasi Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perancangan untuk menciptakan
ruang publik yang menarik dengan karakter Tempoe Doeloe yang dipadukan dengan
gaya modern dan kearifan lokal.
C. Menciptakan jalan raya beserta koridor jalan dan jalur pejalan kakinya yang
mengedepankan kenyamanan bagi para penggunanya (pejalan kaki dan kendaraan
non-motorized) dan menjadikannya sebagai ruang publik yang memiliki karakter
Tempoe Doeloe yang dipadukan dengan gaya modern, juga perpeduan kearifan lokal
dan budaya yang dibawa oleh transmigran.
Berikut Hubungan Antar Ruang serta Organisasi Antar Ruang dalam kawasan
perancangan.
Gambar 5 Siteplan
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2022
D. KESIMPULAN
Jurnal dengan judul “Konsep Rancangan Kawasan Wisata Sejarah Perkotaan di Kota
Metro” berlokasi di jantung Kota Metro yang terletak di Kelurahan Metro dan Imopuro,
Kecamatan Metro Pusat dan Kelurahan Yosorejo, Kecamatan Metro Timur. Pada
penelitian dan perancangan ini peneliti menerapkan satu konsep Heritage Trail yaitu Non-
Motorized Heritage Trail. Yaitu konsep mengunjungi banyak tempat wisata bersejarah
dengan jarak yang dekat dengan hanya berjalan kaki atau menaiki kendaraan non-
motorized (sepeda, becak, dan lainnya). Mengacu kepada konsep Heritage Trail, maka
pada perancangan kawasan wisata sejarah Kota Metro, peneliti melakukan pengembangan
konsep menjadi Non-Motorized Heritage Trail yaitu dengan menyiapkan konsep heritage
trail yang dapat ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Pada hakikatnya, konsep Non-
Motorized Heritage Trail ini adalah masih merupakan suatu konsep dengan pengertian
yang luas, yang berarti konsep ini belum secara spesifik menyatakan elemen-elemen kota
apa saja yang menjadi fokus penerapannya. Karena itu untuk mewujudkan konsep ini
kedalam perancangan kawasan wisata sejarah Kota Metro maka peneliti menggunakan
delapan elemen rancang kota ala Shirvani yang dikawinkan dengan analisis supply
pariwisata 4A, yaitu Attraction, (Daya Tarik Wisata), Amenity (Fasilitas), Accessibility
(Aksesibilitas), dan Ancillary (Pelayanan Tambahan).
DAFTAR PUSTAKA
Adhiati, Sri, M.Adriana, Armin Bobsien. 2001. Indonesia’s Transmigration Programme –
An Update.
Afrizal, Siti Gomo Attas. 2021. Media Industri Kreatif Bahasa, Sastra dan Seni dalam
Kemasan Musik Kontemporer. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Agustina, Eka Sofia. 2015. Pemakaian Bahasa Lampung di Daerah Rajabasa. Bandar
Lampung: Univeristas Lampung.
Amboro, K., dkk. 2021, Identifications of Character Values from the History of
Dokterswoning Cultural Heritage Buildings and Potentials for Learning History Resources
in Schools. Metro: Tim Ahli Cagar Budaya Kota Metro.
Asoka, Andi. 2005. Sawahlunto, Dulu, Kini dan Esok: Menyongsong Kota Wisata
Tambang yang Berbudaya. Sawahlunto: Universitas Andalas; Kerja Sama dengan Kantor
Pariwisata, Seni dan Budaya, Kota Sawahlunto, Sumatra Barat.
Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2021. Produk Domestik Regional Bruto Kota Metro
Menurut Lapangan Usaha 2017-2021. Metro: Badan Pusat Statistik Kota Metro.
Badan Pusat Statistik Kota Metro. 2022. Kota Metro dalam Angka 2022. Metro: Badan
Pusat Statistik Kota Metro.
Barnawi, Erizal. 2013. Penelitian Erizal Barnawi Talo Balak Dalam Upacara Adat Begawei
Mupadun Mewaghei Bumei. Kota Alam Lampung Utara:
http://erizalbarnawi.blogspot.com/2014/05/marga-nyunyai-masyarakatyang-
melakukan.html
Cibinskiene, dkk. 2015. Evaluation of City Tourism Competitiveness. Kaunas: Kaunas
University of Technology.
Creswell, John W. 2014. Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches.
Singapore: SAGE.
Darmawan, Edy. 2005. Ruang Publik dan Kualitas Ruang Kota. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Del Monte, Maria Sheela. 2013. Reviving Intramuros “The City within the walls” (Manila,
Philippines) Conservation and Adaptive Reuse of San Ignacio Church to Museo de
Intramuros. Auckland: Unitec Institute of Technology.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan, Kementerian Pariwisata
Republik Indonesia. 2019. Pengembangan Wisata Perdesaan & Wisata Perkotaan:
Rancangan Pola Perjalanan GELANG PROJO (Magelang, Kulon Progo, Purworejo),
Belitung Timur, dan Malang Raya. Jakarta: Kementerian Pariwisata.
Funke, Friedrich W. Tanpa Tahun. Orang Abung
Garbea R.V. 2013. Urban Tourism Between Content and Aspiration for Urban
Development. Iaşi: Alexandru loa Cuza University.
Hidayat, Muhammad Anas. 2018. Daya Tarik Pariwisata Perkotaan di Singapura.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta.
Indrasari, Benedikta May. 2015. Masuk dan Berkembangnya Agama Katolik di Paroki
Metro. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Palarca, Honorio T., Nappy L. Navarra, Stanley Don Barroga. 2021. Methodologies in
Identification, Analysis, and Measurement of Visual Pollution: The Case Study of
Intramuros. Quezon City: University of the Philippines Diliman.
Paramitasari, Angela Upitya. 2017. Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya
Pakualaman Yogyakarta. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Patria, Teguh Amor. 2013. Tinjauan Proses Perencanaan Heritage Trails Sebagai Produk
Pariwisata Dalam RIPPDA Kota Bandung. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Pratama, Fery Mulya, Nia Suryani. 2020. Penataan dan Pelestarian Kawasan Bersejarah
Kota Sawahlunto Sebagai Kota Pusaka Indonesia. Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan
Infrastruktur Wilayah. 2017. Modul Pelestarian Bangunan Gedung. Semarang: Kementrian
Pekerjaan Umum.
Putra, Muhammad Ridho P., Tanpa Tahun. Jejak Pengarung Samudera Di Bhumi Lampung
Romli, K. The Relation Dynamics between Javanese Migrants and Lampung Community
of Lampung Selatan Regency, Lampung Province.
Setiadi, Amos, Catharina Dwi Astuti Depari. 2014. Makna Ruang Kampung Kauman
Yogyakarta dan Semarang Berdasar Konsep Relasi Dalam Pandangan Jawa. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Shirvani, Hamid. 1982. Urban Design: A Review of American Practice. Athena: Athens
Center of Ekistics, http://www.jstor.org/stable/43621798.
Subing, Abdullah A. Tanpa Tahun. Kedatuan di Gunung dan Keratuan di Muara
Subing, Abdullah A. Tanpa Tahun. Recako Wawai Ningek
Sudarmono, Edi Ribut Harwanto. 2004. Metro: Desa Kolonis Menuju Metropolis (dalam
bahasa Indonesia). Metro: Bagian Humas dan Protokol Sekretaris Daerah Kota Metro.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Pendidikan.
Susanti, Ardina, dkk. 2020, Pemahaman Adaptive Reuse Dalam Arsitektur dan Desain
Interior Sebagai Upaya Menjaga Keberlanjutan Lingkungan: Analisis Tinjauan Literatur.
Denpasar: Sekolah Tinggi Desain Bali.
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Suwena, I.K. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University
Press.
Ulya, Farichatul. 2018. Redesain Pasar Sentul Berbasis Morfologi Elemen Catur Gatra
Tunggal di Kawasan Pakualaman Yogyakarta. Sleman: Universitas Islam Indonesia.
Yoga, Hendra. 2017. Revitalisasi Kawasan Kota Lama, Sawahlunto Menuju Kota Wisata.
Yoeti, Oka A. 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.