You are on page 1of 27

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


“KETOASIDOSIS DIABETIKUM”

OLEH:
LUH DILA AYU PARAMITA
2002621001

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Ketoasidosis
diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik
merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan
insulin (Cahyadi, 2016).

2. Etiologi
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif
disirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti
glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Beberapa penyebab
terjadinya KAD adalah:
- Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui
bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang
mendasari infeksi.
- Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
- Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
- Kardiovaskuler : infark miokardium
Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik (Elizabeth, 2017).

3. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi
asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma,
ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria.
Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam
lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton,
menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria
akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air
dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan
klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan
uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya
harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat
dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam
upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh,
ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit
(seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi
yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna
elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain
adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati.
Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik (Ernawati, 2013).

4. Gejala klinis
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi
beberapa hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri
perut. Nyeri perut sering disalah-artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis
metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala
ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi. Sering
dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan
syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi
dan takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai
bau aseton pada napasnya.
1. Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )
2. Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )
3. Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
4. Kadang-kadang hipovolemi dan syok
5. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
6. Didahului oleh poliuria, polidipsi.
7. Riwayat berhenti menyuntik insulin
8. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut (Johnson, 2012).

5. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari
bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai
kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian
lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun,
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan
tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai
derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat
gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03
pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
g. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg /
dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan
koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika
osmolalitas kurang dari > 330 mOsm/ kg H2O ini, maka pasien jatuh pada
kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien
yang mengalami insufisiensi renal.

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
f. Aseton plasma: Positif secara mencolok
g. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
i. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
j. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
k. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
l. Ureum/creatinin: meningkat/normal
m. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

6. Diagnosis/kriteria diagnosis
Didasarkan atas adanya “trias biokimia” yakni : hiperglikemia, ketonemia,
dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
- Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
- Asidosis, bila pH darah < 7,3.
- Kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
- Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
- Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
- Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
Diagnosis banding KAD
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma
yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis
metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan lesi intrakranial.

7. Penatalaksanaan
Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi
insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan
hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi
lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih
dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh
karena itu, hal penting pertama yang harus dipahami adalah penentuan
defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi
dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan
intake cairan penderita. Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara
agresif. Targetnya adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan
cairan dalam 8 - 12 jam pertama dan sisanya dalam 12 - 16 jam
berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada
pasien KAD sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5 - 8 liter. Pada pasien
dewasa, terapi cairan awal langsung diberikan untuk ekspansi volume
cairan intravaskular dan ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal.
Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin
dimulai setelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian cairan telah
dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon,
sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum
yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap
peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur.
Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah
penyesuaian efek ini.
Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3
- 5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal
ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena
asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin,
koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan
konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian
kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain
menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20 - 30 mEq kalium (2/3 KCl
dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar
kalium serum dalam range normal 4 - 5 mEq/l. Terapi kalium dimulai saat
terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi
urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.
Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktif tas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki
ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat.
Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan
hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau
meningkat.
Magnesium
Biasanya terdapat deÞ sit magnesium sebesar 1 - 2 mEq/l pada pasien
KAD. Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti
diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium darah.
Hiperkloremik asidosis selama terapi
Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama fase
awal terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun.
Sebagian defisit bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada
sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan
pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat
yang rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan
kelainan yang ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 - 24 jam
jika pemberian cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.
Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor
pencetus terjadinya KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat
ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.
Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)
Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko
tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang
tua, dan hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam
secara subkutan (Gotera & Budiyasa, 2010).

8. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai
dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah (Cahyadi, 2016).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Data Fokus Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan:
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor,
stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
4) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelas dan cepat adalah
• Awake :A
• Respon bicara :V
• Respon nyeri :P
• Tidak ada respon :U
5) Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
b. Pengkajian Sekunder
1) Anamnesis :
• Riwayat DM
• Poliuria, Polidipsi
• Berhenti menyuntik insulin
• Demam dan infeksi
• Nyeri perut, mual, mutah
• Penglihatan kabur
• Lemah dan sakit kepala
2) Pemeriksan Fisik :
a) Data subyektif
• Riwayat penyakit sekarang
Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi,lemas, luka sukar sembuh
atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada
lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh
darah.
• Riwayat penyakit sebelumnya
mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanpa
menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta
penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi
klinis.
• Riwayat penyakit keluarga
penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun
gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
• Status metabolic
Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit
akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social,
obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian
insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
b) Data Obyektif :
1) Aktivitas / Istirahat
• Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istrahat/tidur
• Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma
2) Sirkulasi
• Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
• Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak
ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan,
bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego
• Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
• Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
• Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
• Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
• Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
• Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6) Neurosensori
• Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatan
• Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma),
aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan
• Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
• Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Pernapasan
• Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)\
• Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat
9) Keamanan
• Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
• Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot- otot pernapasan (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas
• Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita
11) Penyuluhan/pembelajaran
• Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin
memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake
akibat mual.
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
c. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi
ditandai dengan pernafasan kusmaul.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi.
1. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan
Dx Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
Defisit volume Kriteria Hasil :  Kaji riwayat  Membantu memperkirakan pengurangan
cairan berhubungan  TTV dalam durasi/intensitas mual, volume total. Proses infeksi yang
dengan diuresis batas normal. muntah dan berkemih menyebabkan demam dan status
osmotik akibat  Pulse perifer berlebihan hipermetabolik meningkatkan
hiperglikemia, dapat teraba.  Monitor vital sign dan pengeluaran cairan insensibel.
pengeluaran cairan  Turgor kulit dan perubahan tekanan darah  Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh
berlebihan : diare, capillary refill orthostatic hipotensi dan takikardia. Hipovolemia
muntah; baik.  Observasi ouput dan berlebihan dapat ditunjukkan dengan
pembatasan intake  Keseimbangan kualitas urin penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari
akibat mual. urin output.  Timbang BB posisi berbaring ke duduk atau berdiri
 Kadar elektrolit  Pertahankan cairan 2500  Menggambarkan kemampuan kerja ginjal
normal ml/hari jika dan keefektifan terapi
diindikasikan  Menunjukkan status cairan dan
 Ciptakan lingkungan keadekuatan rehidrasi
yang nyaman, perhatikan  Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi
perubahan emosional volume
 Catat hal yang  Mengurangi peningkatan suhu yang
dilaporkan seperti mual, menyebabkan pengurangan cairan,
nyeri abdomen, muntah perubahan emosional menunjukkan
dan distensi lambung penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
 Obsevasi adanya  Kekurangan cairan dan elektrolit
perasaan kelelahan yang mengubah motilitas lambung, sering
meningkat, edema, menimbulkan muntah dan potensial
peningkatan BB, nadi menimbulkan kekurangan cairan &
tidak teratur dan adanya elektrolit
distensi pada vaskuler  Pemberian cairan untuk perbaikan yang
Kolaborasi: cepat mungkin sangat berpotensi
 Pemberian NS dengan menimbulkan beban cairan dan GJK
atau tanpa dextrose,  Pemberian tergantung derajat kekurangan
Albumin, plasma, cairan dan respons pasien secara
dextran individual. Plasma ekspander dibutuhkan
 Pertahankan kateter saat kondisi mengancam kehidupan atau
terpasang TD sulit kembali normal
 Pantau pemeriksaan lab :  Memudahkan pengukuran haluaran urin
Hematokrit.  Hematokrit : Mengkaji tingkat hidrasi
BUN/Kreatinin akibat hemokonsentrasi.
Osmolalitas darah, BUN/Kreatinin : Peningkatan nilai
Natrium mencerminkan kerusakan sel karena
Kalium dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
 Berikan bikarbonat jika Osmolalitas darah : Meningkat pada
pH <7,0 hiperglikemi dan dehidrasi
 Pasang NGT dan Natrium : Menurun mencerminkan
lakukan penghisapan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis
sesuai dengan indikasi osmotik), tinggi berarti kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi
natrium dalam berespons terhadap sekresi
aldosterone
Kalium : Kalium terjadi pada awal
asidosis dan selanjutnya hilang melalui
urine, kadar absolut dalam tubuh
berkurang. Bila insulin diganti dan
asidosis teratasi kekurangan kalium
terlihat
 Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau
syok
 Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah

Ketidakseimbangan Kriteria hasil :  Pantau berat badan setiap  Mengkaji pemasukan makanan yang
nutrisi :
hari atau sesuai indikasi adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
kurang dari
kebutuhan  Klien  Tentukan program diet  Mengidentifikasi kekurangan dan
berhubungan mencerna dan pola makan pasien penyimpangan dari kebutuhan terapetik
dengan jumlah dan bandingkan dengan  Hiperglikemia dan ggn keseimbangan
ketidakcukupan kalori/nutrien makanan yang dihabiskan cairan dan elektrolit dapat menurunkan
insulin, penurunan yang tepat  Auskultasi bising usus, motilitas/fungsi lambung (distensi atau
masukan oral, status  Menunjukkan catat adanya nyeri ileus paralitik)yang akan mempengaruhi
hipermetabolisme. tingkat energi abdomen/perut kembung, pilihan intervensi.
biasanya mual, muntahan makanan  Pemberian makanan melalui oral lebih
 Mendemonstra yang belum dicerna, baik jika pasien sadar dan fungsi
sikan berat pertahankan puasa sesuai gastrointestinal baik
badan stabil indikasi  Memberikan informasi pada keluarga
atau  Berikan makanan yang untuk memahami kebutuhan nutrisi
penambahan mengandung nutrien pasien
sesuai rentang kemudian upayakan  Hipoglikemia dapat terjadi karena
normal pemberian yang lebih terjadinya metabolisme karbohidrat yang
padat yang dapat berkurang sementara tetap diberikan
ditoleransi insulin, hal ini secara potensial dapat
 Libatkan keluarga pasien mengancam kehidupan sehingga harus
pada perencanaan sesuai dikenali
indikasi  Memantau gula darah lebih akurat
 Observasi tanda daripada reduksi urine untuk mendeteksi
hipoglikemia fluktuasi
Kolaborasi :  Memantau efektifitas kerja insulin agar
 Pemeriksaan GDA tetap terkontrol
dengan finger stick.  Mempermudah transisi pada metabolisme
 Pantau pemeriksaan karbohidrat dan menurunkan insiden
aseton, pH dan HCO3. hipoglikemia
 Berikan pengobatan  Larutan glukosa setelah insulim dan
insulin secara teratur cairan membawa gula darah kira-kira 250
sesuai indikasi. mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat
 Berikan larutan dekstrosa mendekati normal perawatan harus
dan setengah salin diberikan untuk menhindari hipoglikemia
normal.

Gangguan pola Kriteria hasil :  Kaji pola nafas tiap hari.  Pola dan kecepatan pernafasan
nafas tidak efektif  Pertahanan pola  Kaji kemungkinan dipengaruhi oleh status asam basa, status
berhubungan nafas efektif. adanya secret yang hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem
dengan peningkatan  Tampak rilex. mungkin timbul. persyarafan. Keseluruhan faktor harus
respirasi ditandai  Frekuensi nafas  Kaji pernafasan kusmaul dapat diidentifikasi untuk menentukan
dengan pernafasan normal atau pernafasan keton faktor mana yang berpengaruh/paling
kusmaul  Pastikan jalan nafas berpengaruh.
tidak tersumbat.  Penurunan kesadaran mampu
merangsang pengeluaran sputum berlebih
 Baringkan klien pada akibat kerja reflek parasimpatik dan atau
posisi nyaman, semi penurunan kemampuan menelan.
fowler.  Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
 Berikan bantuan melalui pernafasan yang menghasilkan
oksigen. kompensasi alkalosis respiratorik
 Kaji Kadar AGD setiap terhadap keadaan ketoasidosis.
hari Pernafasan yang berbau keton
berhubungan dengan pemecahan asam
ketoasetat dan harus berkurang bila
ketosis harus terkoreksi.
 Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik
terhadap keadaan ketoasidosis.
Pernafasan yang berbau keton
berhubungan dengan pemecahan asam
ketoasetat dan harus berkurang bila
ketosis harus terkoreksi.
 Pada posisi semi fowler paru – paru tidak
tertekan oleh diafragma.
 Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi
keasaman memberikan respon penurunan
CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup
dalam jumlah yang minimal diharapkan
dapat mempertahankan level CO2.
 Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan
O2 merupakan bentuk evaluasi objektif
terhadap keberhasilan terapi dan
pemenuhan oksigen.

Resiko infeksi Kriteria Hasil:  Observasi tanda – tanda  pasien mungkin masuk dengan infeksi
berhubungan  Menurunkan infeksi dan peradangan, yang biasanya telah mencetuskan
dengan kadar resiko infeksi seperti demam, keadaan ketoasidosis atau dapat
glukosa tinggi,  Merubah gaya kemerahan, adanya pus mengalami infeksi nosokomial.
penurunan fungsi hidup untuk pada luka, sputum  Mencegah timbulnya infeksi silang
leukosit, perubahan mencegah purulen, urine berwarna (infeksi nosokomial)
pada sirkulasi terjadinya infeksi keruh atau berkabut.  sirkulasi perifer bisa terganggu yang
 Tingkatkan upaya menempatkan pasien pada peningkatan
pencegahan dengan risiko terjadinya kerusakan pada
melakukan cuci tangan kulit/iritasi kulit dan infeksi.
yang baik pada semua  membantu dalam memventilasikan
orang yang berhubungan semua daerah paru dan memobilisasi
dengan pasien termasuk secret. Mencegah agar sekret tidak statis
pasiennya sendiri.
 Berikan perawatan kulit dengan dengan terjadinya peningkatan
dengan teratur, mesase terhadap resiko infeksi.
daerah tulang yang  Menurunkan resiko terjadinya penyakit
tertekan, jaga kulit tetap mulut/gusi.
kering (tidak berkerut).  menurunkan kemungkinan terjadinya
 Lakukan perubahan infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk
posisi dan anjurkan mencegah urine yang statis dan
pasien untuk batuk membantu dalam mempertahankan
efektif/napas dalam jika pH/keasaman urine, yang menurunkan
pasien sadar dan pertumbuhan bakteri dan pengeluaran
kooperatif. Lakukan organisme dari sistem organ tersebut.
pengisapan lendir pada  penanganan awal dapat membantu
jalan napas dengan mencegah timbulnya sepsis
menggunakan teknik
steril sesuai
keperluannya.
 Bantu pasien melakukan
hiegene oral
 Anjurkan untuk makan
dan minum adekuat
(pemasukan makanan
dan cairan yang adekuat,
kira-kira 3000 ml/hari,
jika kontraindikasi).
Kolaborasi:
 Berikan obat
antibiotik yang sesuai

Kelelahan Kriteria hasil : a. Diskusikan dengan pasien  Pendidikan dapat memberikan motivasi
berhubungan  Mengungkapkan kebutuhan akan aktivitas. untuk meningkatkan tingkat aktivitas
dengan penurunan peningkatan Buat jadwal perencanaan meskipun pasien mungkin sangat lemah.
produksi energy tingkat energi. dengan pasien dan  mencegah kelelahan yang berlebihan
metabolik,  Menunjukkan identifikasi aktivitas yang  mengindikasikan tingkat aktivitas yang
perubahan kimia perbaikan menimbulkan kelelahan. dapat ditoleransi secara fisiologi.
darah, insufisiensi kemampuan b. Berikan aktivitas  pasien akan dapat melakukan lebih
insulin, peningkatan untuk alternative dengan banyak kegiatan dengan penurunan
kebutuhan energy berpartisipasi periode istirahat yang kebutuhan akan energy pada setiap
dalam aktivitas cukup/tanpa diganggu. kegiatan
yang diinginkan c. Pantau nadi, frekuensi  meningkatkan kepercayaan diri/harga diri
pernapasan dan tekanan yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
darah sebelum/sesudah dapat ditoleransi pasien.
melakukan aktivitas.
d. Diskusikan cara
menghemat kalori selama
mandi, berpindah tempat
dan sebagainya.
e. Tingkatkan partisipasi
pasien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat
ditoleransi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J., (2010), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC :
Jakarta.

Corwin, E. J., (2019), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.

DeLaune & Ladner. (2012). Fundamental of nursing: Standards and


practice. New York: Delmar.

Mansjoer, A., dkk, (2014), Kapita selekta kedokteran, Edisi Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.

Nies, M.A. & McEwen, M. (2017). Community / publuc helath nursing:


Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders
Elsevier

Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2015). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2).
EGC. (Hal 782–786): Jakarta

Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2013). Brunner & Suddarth’s textbook of
medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Stanhope, M. & Lancaster, J. (2014). Community and public health


nursing. Missouri: Mosby

Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis


keperawatan. Edisi 9. EGC : Jakarta

Elisabeth Eva Oakes, RN. 2017. Diabetic Ketoacidosi


DKA. http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.au.

Gotera W, Budiyasa GDGA. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik


(KAD). J. Peny Dalam. 2011; 11(2): 126-138
Pathway

You might also like