Professional Documents
Culture Documents
net/publication/361502868
CITATIONS READS
0 131
1 author:
Mardian Sulistyati
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
7 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Mardian Sulistyati on 24 June 2022.
EDITOR-IN-CHIEF
Azyumardi Azra
MANAGING EDITOR
Oman Fathurahman
EDITORS
Saiful Mujani
Jamhari
Didin Syafruddin
Jajat Burhanudin
Fuad Jabali
Ali Munhanif
Saiful Umam
Dadi Darmadi
Jajang Jahroni
Din Wahid
Euis Nurlaelawati
COVER DESIGNER
S. Prinka
STUDIA ISLAMIKA (ISSN 0215-0492; E-ISSN: 2355-6145) is an international journal published
by the Center for the Study of Islam and Society (PPIM) Syarif Hidayatullah State Islamic University of
Jakarta, INDONESIA. It specializes in Indonesian Islamic studies in particular, and Southeast Asian
Islamic studies in general, and is intended to communicate original researches and current issues on the
subject. is journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines. All submitted
papers are subject to double-blind review process.
STUDIA ISLAMIKA has been accredited by e Ministry of Research, Technology, and Higher
Education, Republic of Indonesia as an academic journal (Decree No. 32a/E/KPT/2017).
STUDIA ISLAMIKA has become a CrossRef Member since year 2014. erefore, all articles published by
STUDIA ISLAMIKA will have unique Digital Object Identi er (DOI) number.
Editorial Office:
STUDIA ISLAMIKA, Gedung Pusat Pengkajian
Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta,
Jl. Kertamukti No. 5, Pisangan Barat, Cirendeu,
Ciputat 15419, Jakarta, Indonesia.
Phone: (62-21) 7423543, 7499272, Fax: (62-21) 7408633;
E-mail: studia.islamika@uinjkt.ac.id
Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/studia-islamika
Articles
1 Kamarulnizam Abdullah
Navigating Against
Sala -Wahabi Expansion in Malaysia:
e Role of State and Society
143 Irham
Al-Ta‘līm al-Islāmī al-maftūḥ
ladá KH. Sahal Mahfudz (1937-2014)
Book Review
189 Mardian Sulistyati
Otoritas Keislaman di Indonesia:
Sebuah Pembacaan Ulang
Document
205 Zezen Zaenal Mutaqin
Gus Yahya and the NU’s New Path:
Note on the 34th Congress
Book Review
Mardian Sulistyati
Ismail Fajrie Alatas. 2021. What Is Religious Authority? Cultivating
Islamic Communities in Indonesia. Princeton & Oxford: Princeton
University Press.
Abstract: is book discusses the authority of the source of knowledge of the
saints in the archipelago. e stories and cases in this book show how the diversity
and uniqueness of the previous saints crossed and merged into the complex culture
of the archipelago while opening up new channels for transmitting the teachings
of the Prophet. e main argument is the ethnographic and anthropological
proof of how hard work of translation, mobilization, collaboration, and political
competition are the key elements that shape the strength and diversity of the
understanding of Islam in Indonesia. ere is a close connection between the
prophetic past and every life’s cultural particularity, which transcends regional
boundaries. us, instead of reinforcing the view that Islam is a “ nished
religion” and monolithic, this nding shows us that Islam is a “religion that has
always become” and pluralistic.
ﻳﻨﺎﻗﺶ ﻫﺬا اﻟﻜﺘﺎب ﻃﺮﻳﻘﺔ ﺟﺪﻳﺪة ﻟﻔﻬﻢ ﺳﻠﻄﺔ اﻟﺪﻳﻦ اﻹﺳﻼﻣﻲ ﻣﻦ ﺧﻼل:اﳌﻠﺨﺺ
وﺗﻈﻬﺮ. واﳌﺜﻘﻔﲔ اﳌﺴﻠﻤﲔ ﰲ ﻧﻮﺳﺎﻧﺘﺎرا،ﺧﺼﺎﺋﺺ »ﻣﺼﺪر اﳌﻌﺮﻓﺔ« ﻟﻸوﻟﻴﺎء اﻟﺼﺎﳊﲔ
اﻟﻘﺼﺺ واﳊﺎﻻت اﻟﻮاردة ﰲ اﻟﻜﺘﺎب ﺗﻨﻮع وﺗﻔﺮد اﻷوﻟﻴﺎء اﻟﺼﺎﳊﲔ واﳌﺜﻘﻔﲔ اﳌﺴﻠﻤﲔ
ﰲ اﻟﻮﻗﺖ اﻟﺬي،اﻷواﺋﻞ اﻟﺬﻳﻦ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﻌﱪون ﺛﻘﺎﻓﺎت ﻧﻮﺳﺎﻧﺘﺎرا اﳌﻌﻘﺪة وﻳﻨﺪﳎﻮن ﻓﻴﻬﺎ
وﻛﺎﻧﺖ اﳊﺠﺔ اﻟﺮﺋﻴﺴﺔ ﳍﺬا اﻟﻜﺘﺎب.ﻛﺎﻧﻮا ﻳﻔﺘﺤﻮن ﻗﻨﻮات ﺟﺪﻳﺪة ﻟﻨﺸﺮ اﻟﺘﻌﺎﻟﻴﻢ اﻟﻨﺒﻮﻳﺔ
ﻫﻲ اﻟﺪﻟﻴﻞ اﻹﺛﻨﻮﻏﺮاﰲ واﻷﻧﺜﺮوﺑﻮﻟﻮﺟﻲ ﳌﺪى ﺻﻌﻮﺑﺔ أﻋﻤﺎل اﻟﱰﲨﺔ واﻟﺘﻌﺒﺌﺔ واﻟﺘﻌﺎون
.واﳌﻨﺎﻓﺴﺔ اﻟﺴﻴﺎﺳﻴﺔ ﻟﻠﻌﻨﺎﺻﺮ اﻷﺳﺎﺳﻴﺔ اﻟﱵ ﺗﺸﻜﻞ ﻗﻮة وﺗﻨﻮع اﻹﺳﻼم ﰲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ
واﻟﱵ ﺗﺘﺠﺎوز،وﻫﻨﺎك ﻋﻼﻗﺔ وﺛﻴﻘﺔ ﺑﲔ ﻋﺼﺮ اﻟﻨﺒﻮة واﳋﺼﻮﺻﻴﺔ اﻟﺜﻘﺎﻓﻴﺔ ﻟﻜﻞ ﺣﻴﺎة
ﺑﺪﻻً ﻣﻦ ﺗﻌﺰﻳﺰ وﺟﻬﺔ اﻟﻨﻈﺮ اﻟﻘﺎﺋﻠﺔ ن، ﻓﺈن ﻫﺬﻩ اﻟﻨﺘﻴﺠﺔ، و ﻟﺘﺎﱄ.اﳊﺪود اﻹﻗﻠﻴﻤﻴﺔ
. ﺗﻈﻬﺮ ﻟﻨﺎ أن اﻹﺳﻼم »دﻳﻦ ﻣﺘﺠﺪد« وأﻧﻪ ﺗﻌﺪدي،اﻹﺳﻼم »دﻳﻦ ﻛﺎﻣﻞ« وﻣﺘﺠﺎﻧﺲ
اﻟﺴﻨﺔ، اﻹﺳﻼم اﻹﻧﺪوﻧﻴﺴﻲ، اﻷوﻟﻴﺎء اﻟﺼﺎﳊﻮن، اﻟﺴﻠﻄﺔ اﻟﺪﻳﻨﻴﺔ:اﻟﻜﻠﻤﺎت اﳌﻔﺘﺎﺣﻴﺔ
. اﻷﻣﺔ،اﻟﻨﺒﻮﻳﺔ
itra apa yang hari ini tergambar bila kita mendengar kata
sini tidak bertumpu pada kuasa atau relasi kuasa, melainkan bertumpu
pada pengakuan hierarkis oleh semua pihak yang terlibat bahwa sesuatu
itu benar dan sah.
Alatas memandang bahwa de nisi Arendt tersebut penting untuk
kembali dipikirkan kini. Otoritas para pemimpin agama Islam,
menurut Alatas, didasarkan pada pengakuan atas hubungan mereka
dengan masa lalu Nabi dan bergantung pada hubungan hierarkis yang
memungkinkan mereka mengartikulasikan ajaran Nabi untuk orang
lain, tanpa paksaan. Itulah mengapa pembentukan otoritas menuntut
kerja (re)produksi dan pemeliharaan hubungan yang terus-menerus.
Dari sini tampak Alatas berusaha menekan gagasan Weberian (1968)
tentang “karisma” dan “rutinisasi” yang telah mapan dan mendominasi
kajian-kajian mengenai otoritas agama Islam. Meski diakui gagasan
Weber tersebut berguna untuk mempertimbangkan pendirian tradisi
keagamaan, namun ia gagal ketika dipakai untuk memahami otoritas
keagamaan postfoundational—memakai istilah Alatas. Berbeda dengan
Alatas yang mengembangkan pendekatan untuk menggoyahkan
otoritas keagamaan dengan mengungkap jaringan dan relasionalitas,
yang secara bersamaan membentuk sekaligus membahayakan otoritas
itu sendiri.
Dalam menganalisis aspek-aspek yang bertalian dengan otoritas
keagamaan Islam, Alatas menghubungkan beberapa kata kunci seperti
labor, politik, dan infrastruktur. Pertama-tama, istilah labor ini Alatas
sadur dari Arendt yang mende nisikannya sebagai a form of making.
Dalam konteks ini, labor mengacu pada aktivitas reproduksi yang
berkelanjutan dan berulang. Gagasan labor ini mengingatkan saya pada
kajian etnogra Alatas sebelumnya yang menggambarkan bagaimana
perubahan ekonomi berimplikasi pada kristalisasi bentuk otoritas
keagamaan tertentu. Ia mengkontraskan dua situasi di dua tempat
berbeda di Jawa Tengah, yaitu Desa Tambakromo dan Dusun Ngerang.
Meski Dusun Ngerang merupakan bagian administratif dari Desa
Tambakromo, namun “nasib” makam tua di kedua tempat ini berbeda.
Di Dusun Ngerang, terdapat makam tua yang telah diidenti kasi
oleh Pengadilan Jawa sebagai makam Nyonya Besar Ngerang, nenek
moyang pendiri Kesultanan Mataram yang juga merupakan istri dari
cucu Sunan Kudus. Makam ini pun menjadi destinasi utama wisata
ziarah. Implikasinya, Dusun Ngerang memiliki pendapatan tetap,
wisatawan tetap, lapangan kerja sendiri, dan industri perhotelan yang
cendekiawan Bā Alawī, dan para wali lainnya yang telah diakui otoritasnya
sebagai penghubung yang hidup dengan masa lalu kenabian. Dengan
mengikuti aktor-aktor bergerak tersebut, Alatas menelusuri pergerakan
Islam antara dua wilayah yang selama ini dianggap “peripheral”. Hal ini
menunjukkan bahwasanya Islam tidak hanya tumbuh dan memancar
di atau dari “central land”, melainkan terus-menerus terbentuk di
antara budaya-budaya yang heterogen. Dengan mengadopsi perspektif
transregional, Alatas menunjukkan secara faktual bagaimana orang-
orang Arab dan Jawa mengartikulasikan agama yang sama, namun
dengan penghayatan yang berbeda. Aspek lintas-budaya agama dunia
seperti ini masih jarang diperhatikan, namun fundamental untuk
dipahami sebagai diversi kasi Islam.
kurma atau kelapa? Tentu saja, pohon kurma membangkitkan citra eksotis
lanskap dunia Arab, yang oleh banyak Muslim Indonesia dianggap sebagai
tempat lahirnya Islam. Citra tersebut akhirnya dimediasi oleh, antara lain,
para produsen televisi populer dengan memvisualisasikan gurun tandus
lengkap dengan oasis dan pohon kurmanya. Salah satunya adalah tayangan
Jejak Rasul yang menelusuri sejarah suci Islam sambil mereproduksi
citra gurun Arab sebagai kronotopik mitis dari keaslian, ketulusan, dan
kesalehan agama. Citra-citra ini secara konsisten direproduksi sebagai set
panggung dan dipakai di banyak pertunjukan musik Islami. Banyak mal
di pusat-pusat perkotaan Indonesia menampilkan pemandangan gurun
pasir dengan patung unta dan pohon kurma, lengkap dengan sapaan
template berbunyi ahlan wa sahlan oleh para karyawannya. Di sisi lain,
pohon kelapa selama ini lebih dimunculkan sebagai panorama menawan
pulau-pulau tropis Indonesia. Pencitraan ini diabadikan antara lain oleh
komposer nasionalis legendaris Ismail Marzuki (w.1958) dalam karyanya,
Rayuan Pulau Kelapa. Kita juga familiar dengan gerakan Pramuka yang
dilambangkan dengan biji kelapa yang sedang berkecambah sebagai
lambang kontinuitas, keserbagunaan, dan keberakaran. Dengan
demikian, analogi kurma dan kelapa yang dilontarkan Habib Luth di
atas lebih terdengar sebagai sindiran; yang menurut Alatas dialamatkan
kepada mereka yang mencoba mentransplantasi budaya Arab sebagai
artikulasi Islam yang dianggap lebih otentik.
Oleh karenanya, Alatas melempar pertanyaan, alat analitik apa yang
cocok untuk memahami Islam sebagai realitas sosiologis? Sebagian
sejarawan menawarkan multipendekatan seperti hibriditas, translasi,
dan transkulturasi untuk mengkarakterisasi perjumpaan historis antara
Muslim dan budaya atau tradisi agama lain (Formichi 2020, 43–75).
Secara keseluruhan, Alatas hendak menunjukkan bagaimana budaya
dan agama harus dipahami sebagai produk gabungan dari interaksi
historis. Maka istilah seperti “sinkretisme”, pada gilirannya tidak lagi
dianggap berguna, mengingat semua budaya dan tradisi agama “murni”
adalah hasil dari transaksi intrakultural.
Hal tersirat lain yang tampak sangat penting dari buku ini adalah,
Alatas ingin mengatakan bahwa sunnah akan selalu terwarnai oleh
kultur dan partikularitas lokal. Implikasinya, label dikotomis yang
selama ini banyak mewarnai pemikiran kesarjanaan kita seperti Islam
global versus Islam lokal, sentral versus periferal, atau Arab versus
Nusantara, akan menjadi tidak berguna sama sekali sebagai sebuah
Penyajian Buku
Alatas menyajikan penulisan buku ini ke dalam dua bagian utama.
Bagian pertama, Alatas menelusuri paradigma artikulatoris yang sangat
berpengaruh, yang muncul antara Ḥaḍramaut dan Jawa. Bagian ini terdiri
dari tiga subbagian. Subbagian pertama, berisi pengamatan atas cara-
cara kerja artikulasi pra-Ḥaddādian yang memungkinkan penanaman
berbagai bentuk komunitas Islam dengan skala yang berbeda-beda di
Jawa dan Ḥaḍramaut. Masing-masing komunitas ini berkisar pada gur
otoritas tertentu—baik wali atau sultan—dan penerus mereka, yang
diakui sebagai penghubung ke masa lalu Nabi dan sebagai perwujudan
hidup ajaran Nabi. Dengan demikian, subbagian ini berfungsi untuk
memperkenalkan pembaca dengan gagasan kerja artikulatoris, sembari
diperkenalkan sejarah di balik munculnya paradigma Ḥaddādian. Pada
subbagian kedua, uraian Alatas fokus pada al-Ḥaddād dan upayanya dalam
Catatan Kritis
Alatas di awal buku ini sudah memberi disclaimer bahwa di dalam
risetnya, ia tidak memasukkan kategori gender/perspektif gender dan
kelas. Namun saya tetap berpikir bahwa mempertanyakan persoalan
gender di sini adalah penting. Sebab, gender perempuan secara subtil
(bisa jadi) memiliki peran dalam keberhasilan Habib Luth . Salah
satunya bisa dilihat dari peran aliansi Habib Luth dengan Bupati
Pekalongan yang adalah perempuan. Sayangnya, peran gender pada
tulisan ini tidak mendapat porsi yang ideal.
Di luar itu, buku ini secara etnogra s memiliki data yang sangat
kaya. Alatas sebagai “orang dalam” sangat diuntungkan, sebab tidak
sedikit data detil yang sifatnya eksklusif dan hanya bisa diakses oleh
kalangan habaib, tapi hadir di tengah-tengah buku ini. Selain itu,
teori-teori yang dihasilkan Alatas dalam buku ini begitu prospektif.
Ia mengundang kita untuk membongkar ulang asumsi-asumsi dan
konsepsi kita tentang Islam sebagai realitas sosiologis atau fakta historis.
Gugatan-gugatan Alatas terhadap hal atau konsep yang sudah mapan
kita terima dengan taken for granted, seperti konsep tentang otoritas,
ummah, jamaah, dan sunnah, adalah tawaran alternatif yang membuat
pembaca kembali tergelitik untuk merenungkannya ulang. Saya secara
personal kemudian terpancing mempertanyakan konsep dan asumsi
Clifford Geertz tentang kategorisasi santri, abangan, dan priayi. Sebab,
kategori ini berangkat dari asumsi-asumsi yang, bila saya tidak keliru,
kurang lebih mirip: ada dikotomisasi Islam yang benar-benar murni,
ada Islam yang bercampur-baur dengan budaya tradisi lokal. Yang
satu dianggap lebih tinggi, sementara yang lain lebih rendah. Yang
satu menjadi ukuran, sementara yang lain diukur. Dan lagi, pada
kenyataannya, meski sedari lama konsep Geertz ini diimbangi dengan
kritikan, namun dalam praktik formal maupun guyon di kalangan
akademisi, konsep santri, abangan, priayi masih seringkali dipakai
begitu saja. Sekali lagi, buku ini mengajak kita untuk menimbang
ulang serta menggugat hal-hal yang demikian—terutama untuk para
mahasiswa pengkaji keislaman.
Di buku ini, Alatas secara sangat kaya menyampaikan bagaimana
otoritas keagamaan dibangun dengan merujuk kepada sunnah;
bagaimana Nabi dan pengikut awalnya mempraktikkan agama dalam
situasi dan lingkungan konkrit. Selanjutnya, merupakan proses umat
Islam untuk terus melakukan rekonstruksi masa silam yang fondasional
Bibliogra
Alatas, Ismail Fajrie. 2019. “Dreaming Saints: Exploratory Authority and Islamic
Praxes of History in Central Java.” Journal of the Royal Anthropological Institute
26(1): 1–19.
Arendt, Hannah. 1968. Between Past and Future: Eight Exercises in Po Liti Cal
ought. New York: Penguin Books.
Harnadi, Dodik, Hotman Siahaan, and Masdar Hilmy. 2021. “Pesantren and
the Preservation of Traditional Religious Authority in the Digital Age.”
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik 34(3): 272.
Hicks, Jacqueline. 2014. “Heresy and Authority: Understanding the Turn against
Ahmadiyah in Indonesia.” South East Asia Research 22(3): 321–39.
Kloos, David. 2016. “e Salience of Gender: Female Islamic Authority in Aceh,
Indonesia.” Asian Studies Review 40(4): 527–44.
Makin, Al. 2018. “‘Not a Religious State’: A Study of ree Indonesian Religious
Leaders on the Relation of State and Religion.” Indonesia and the Malay World
46(135): 95–116.
Saat, Noorshahril, and Ahmad Najib Burhani, eds. 2020. e New Santri:
Challenges to Traditional Religious Authority in Indonesia. Singapore: ISEAS
Yusuf Ishak Institute.
Weber, Max. 1968. “e Nature of Charismatic Authority and Its Routinization.”
In On Charisma and Institution Building: Selected Papers, ed. S. N. Eisenstadt.
Chicago: University of Chicago Press, 48–65.
_____________________
Mardian Sulistyati, Sunan Kalijaga State Islamic University of Yogyakarta,
Indonesia. Email: mardian.sulistyati@gmail.com.
Submission of Articles
S
tudia Islamika, published three times a year since 1994, is a
bilingual (English and Arabic), peer-reviewed journal, and
specializes in Indonesian Islamic studies in particular and
Southeast Asian Islamic studies in general. e aim is to provide readers
with a better understanding of Indonesia and Southeast Asia’s Muslim
history and present developments through the publication of articles,
research reports, and book reviews.
e journal invites scholars and experts working in all disciplines
in the humanities and social sciences pertaining to Islam or Muslim
societies. Articles should be original, research-based, unpublished
and not under review for possible publication in other journals. All
submitted papers are subject to review of the editors, editorial board,
and blind reviewers. Submissions that violate our guidelines on
formatting or length will be rejected without review.
Articles should be written in American English between
approximately 10.000-15.000 words including text, all tables and
gures, notes, references, and appendices intended for publication.
All submission must include 150 words abstract and 5 keywords.
Quotations, passages, and words in local or foreign languages should
be translated into English. Studia Islamika accepts only electronic
submissions. All manuscripts should be sent in Ms. Word to: http://
journal.uinjkt.ac.id/index.php/studia-islamika.
All notes must appear in the text as citations. A citation usually
requires only the last name of the author(s), year of publication, and
(sometimes) page numbers. For example: (Hefner 2009a, 45; Geertz
1966, 114). Explanatory footnotes may be included but should not be
used for simple citations. All works cited must appear in the reference
list at the end of the article. In matter of bibliographical style, Studia
Islamika follows the American Political Science Association (APSA)
manual style, such as below:
1. Hefner, Robert. 2009a. “Introduction: e Political Cultures
of Islamic Education in Southeast Asia,” in Making Modern
Muslims: e Politics of Islamic Education in Southeast Asia, ed.
Robert Hefner, Honolulu: University of Hawai’i Press.
2. Booth, Anne. 1988. “Living Standards and the Distribution
of Income in Colonial Indonesia: A Review of the Evidence.”
Journal of Southeast Asian Studies 19(2): 310–34.
3. Feener, Michael R., and Mark E. Cammack, eds. 2007.
Islamic Law in Contemporary Indonesia: Ideas and Institutions.
Cambridge: Islamic Legal Studies Program.
4. Wahid, Din. 2014. Nurturing Sala Manhaj: A Study of Sala
Pesantrens in Contemporary Indonesia. PhD dissertation. Utrecht
University.
5. Utriza, Ayang. 2008. “Mencari Model Kerukunan Antaragama.”
Kompas. March 19: 59.
6. Ms. Undhang-Undhang Banten, L.Or.5598, Leiden University.
7. Interview with K.H. Sahal Mahfudz, Kajen, Pati, June 11th,
2007.
Arabic romanization should be written as follows:
Letters: ’, b, t, th, j, ḥ, kh, d, dh, r, z, s, sh, ṣ, ḍ, ṭ, ẓ, ‘, gh, f, q, l,
m, n, h, w, y. Short vowels: a, i, u. long vowels: ā, ī, ū. Diphthongs:
aw, ay. Tā marbūṭā: t. Article: al-. For detail information on Arabic
Romanization, please refer the transliteration system of the Library of
Congress (LC) Guidelines.
ﺳﺘﻮد إﺳﻼﻣﻴﻜﺎ ) (ISSN 0215-0492; E-ISSN: 2355-6145ﳎﻠﺔ ﻋﻠﻤﻴﺔ دوﻟﻴﺔ ﳏﻜﻤﺔ ﺗﺼﺪر
ﻋﻦ ﻣﺮﻛﺰ دراﺳﺎت اﻹﺳﻼم وا ﺘﻤﻊ ) (PPIMﲜﺎﻣﻌﺔ ﺷﺮﻳﻒ ﻫﺪاﻳﺔ ﷲ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ ﲜﺎﻛﺮ ،ﺗﻌﲎ
ﺑﺪراﺳﺔ اﻹﺳﻼم ﰲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﺧﺎﺻﺔ وﰲ ﺟﻨﻮب ﺷﺮﻗﻲ آﺳﻴﺎ ﻋﺎﻣﺔ .وﺗﺴﺘﻬﺪف ا ﻠﺔ ﻧﺸﺮ اﻟﺒﺤﻮث اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ
اﻷﺻﻴﻠﺔ واﻟﻘﻀﺎ اﳌﻌﺎﺻﺮة ﺣﻮل اﳌﻮﺿﻮع ،ﻛﻤﺎ ﺗﺮﺣﺐ ﺳﻬﺎﻣﺎت اﻟﺒﺎﺣﺜﲔ أﺻﺤﺎب اﻟﺘﺨﺼﺼﺎت ذات
اﻟﺼﻠﺔ .وﲣﻀﻊ ﲨﻴﻊ اﻷﲝﺎث اﳌﻘﺪﻣﺔ ﻟﻠﻤﺠﻠﺔ ﻟﻠﺘﺤﻜﻴﻢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﳉﻨﺔ ﳐﺘﺼﺔ.
ﰎ اﻋﺘﻤﺎد ﺳﺘﻮد إﺳﻼﻣﻴﻜﺎ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ وزارة اﻟﺒﺤﻮث واﻟﺘﻜﻨﻮﻟﻮﺟﻴﺎ واﻟﺘﻌﻠﻴﻢ اﻟﻌﺎﱄ ﲜﻤﻬﻮرﻳﺔ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﻋﺘﺒﺎرﻫﺎ
دورﻳﺔ ﻋﻠﻤﻴﺔ )رﻗﻢ اﻟﻘﺮار.(32a/E/KPT/2017 :
ﺳﺘﻮد إﺳﻼﻣﻴﻜﺎ ﻋﻀﻮ ﰲ ) CrossRefاﻹﺣﺎﻻت اﻟﺜﺎﺑﺘﺔ ﰲ اﻷدﺑﻴﺎت اﻷﻛﺎدﳝﻴﺔ( ﻣﻨﺬ ،٢٠١٤و ﻟﺘﺎﱄ
ﻣﻌﺮف اﻟﻮﺛﻴﻘﺔ اﻟﺮﻗﻤﻴﺔ ).(DOI
ﻓﺈن ﲨﻴﻊ اﳌﻘﺎﻻت اﻟﱵ ﻧﺸﺮ ﺎ ﻣﺮﻗﻤﺔ ﺣﺴﺐ ّ
ﺳﺘﻮد إﺳﻼﻣﻴﻜﺎ ﳎﻠﺔ ﻣﻔﻬﺮﺳﺔ ﰲ ﺳﻜﻮﺑﺲ ) (Scopusﻣﻨﺬ ٣٠ﻣﺎﻳﻮ .٢٠١٥
ﻋﻨﻮان اﻟﻤﺮاﺳﻠﺔ:
Editorial Office:
STUDIA ISLAMIKA, Gedung Pusat Pengkajian
Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta,
Jl. Kertamukti No. 5, Pisangan Barat, Cirendeu,
Ciputat 15419, Jakarta, Indonesia.
;Phone: (62-21) 7423543, 7499272, Fax: (62-21) 7408633
E-mail: studia.islamika@uinjkt.ac.id
Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/studia-islamika
رﻗﻢ اﻟﺤﺴﺎب:
ﺧﺎرج إﻧﺪوﻧﯿﺴﯿﺎ )دوﻻر أﻣﺮﯾﻜﻲ(:
PPIM, Bank Mandiri KCP Tangerang Graha Karnos, Indonesia
account No. 101-00-0514550-1 (USD).