Professional Documents
Culture Documents
Makalah Sda
Makalah Sda
DI SUSUN OLEH :
Nama Kelompok : 1 (satu)
Anggota : Fahri Ramadani (D1A020176)
Fikri Hadi Pratama (D1A020186)
Julvan Purnama Rohman (D1A020251)
Nia Maharani (D1A019608)
Mata Kuliah : Ilmu Perundang-Undangan
Kelas : A2
Dosen Pengampu : Abdul Khair, SH., MH.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
ii
Daftar Isi
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................2
C. TUJUAN.........................................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Sistem Pertanggaan Hukum.............................................................................................................3
B. Jenis-jenis norma dilihat dari sifatnya..............................................................................................5
C. Struktur dan unsur norma................................................................................................................7
D. Norma dalam peraturan perundang-undangan.................................................................................8
E. Sistem pertanggungjawaban norma hukum.....................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................................13
PENUTUP.................................................................................................................................................13
Kesimpulan............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan
manusia yang lain untuk menjalankan kehidupan. Manusia mengembangkan sarana bersifat
immateril yang menjadi perekat dalam hidup bermasyarakat. Sarana itu muncul dari dalam
diri manusia itu sendiri, yaitu cinta kasih dan kebersamaan, bahkan dua hal itulah yang
menlandasi kehidupan bermasyarakat yan disebut sebagai moral. Dengan begini, moral
menimbulkan pranata-pranata pada manusia.
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia. Maka untuk mmbicarakan hukum kita tidak
dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia. Secara harfiah, norma berarti aturan,
kaidah, patokan, dan ukuran hukum. Maka secara umum, Norma merupakan aturan,
pedoman atau petunjuk bagi seseorang untuk berbuat dan bertingkah laku sebagaimana
mestinya, sebagaimana seharusnya terhadap sesama manusia dalam lingkungan suatu
masyarakat tertentu. Norma merupakan ukuran yang melandasi seseorang untuk bergaul
dengan orang lainnya ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Norma berasal dari bahasa
Latin, yang dalam bahasa Arab disebut kaidah, sedangkan dalam bahasa Indonesia
umumnya.
Pada masyarakat primitif, kebiasaan diidentikkan dengan hukum. Sebagai norma sosial,
hukum merupakan suatu produk budaya yang hadir pada masyarakat dengan budaya apa
2
pun. Malinovski menegaskan pada suatu masyarakat primitif, hukum timbul dari kebutuhan
masyarakat. Hukum bereksistensi sebagai hasil kerja sama suatu masyarakat, dimana
merupakan modus survival bagi manusia, hukum merupakan sesuatu yang inheren dengan
kehidupan masyarakat.
Slogan-slogan Ubi Sociates Ibi Ius, Fiat Jutitia Ruat Caelum, dan lain-lainya menegaskan
bahwa dalam masyarakat yang paling sederhana sekalipun keberadaan norma hukum
sebagai suatu pranata sosial secara nyata telah menjadi qonditio sine quanon bagi
keberlangsungan masyarakat tersebut sebagai suatu entitas.
Hukum tidak sama dengan kebiasaan. Jika hukum hadir pada masyarakat dalam bentuk
budaya apapun dan inheren dalam kehidupan masyarakat, kebiasaan itu sesuatu yang acap
kali dilakukan berulang-ulang yang dapat berupa ritual penting, menimbulkan reaksi bila
terjadi pelanggaran, dan kebiasaan dapat menjadi hukum kebiasaan apabila masyarakat
menerima sebagai aturan yang harus dilakukan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sistem pertanggaan dalam hukum sebagai suatu sistem norma?
2. Apa saja jenis – jenis noma dilihat dari sifatnya?
3. Bagaimana bentuk norma sebagai peraturan perundang-undangan dalam hukum sebagai
suatu sistem norma?
4. Bagaimana norma hukum sebagai suatu sistem yang memiliki struktur dan unsur
norma?
5. Bagaimana sistem pertanggungjawaban norma?
C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana sistem pertanggaan dalam hukum sebagai suatu sistem norma
2. Mengetahui apa saja jenis – jenis noma dilihat dari sifatnya
3. Mengetahui bagaimana bentuk norma sebagai peraturan perundang-undangan dalam
hukum sebagai suatu sistem norma
4. Mengetahui bagaimana norma hukum sebagai suatu sistem yang memiliki struktur dan
unsur norma
5. Mengetahui bagaimana sistem pertanggungjawaban norma
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pertanggaan Hukum
Dalam lingkup hukum, untuk memahami sistem yang bekerja, maka pendapat dari Lawrence
M. Friedman dapat dijadikan batasan, yaitu sistem hukum dapat dibagi ke dalam tiga
komponen atau fungsi, yaitu komponen struktural, komponen substansi dan komponen
budaya hukum. Ketiga komponen tersebut dalam suatu sistem hukum saling berhubungan
dan saling tergantung
Pada komponen struktural akan dijelaskan tentang bagian-bagian sistem hukum yang
berfungsi dalam suatu mekanisme kelembagaan, yaitu lembagalembaga pembuat undang-
undang, pengadilan dan lembaga-lembaga lain yang memiliki wewenang sebagai penegak
dan penerap hukum. Hubungan antara lembaga tersebut terdapat pada UUD 1945 dan
amandemennya.
Komponen substansi berisikan hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil nyata
ini dapat berwujud in concerto (kaidah hukum individual) dan in abstraco (kaidah hukum
umum). Disebut kaidah hukum individual karena kaidah-kaidah tersebut berlakunya hanya
ditujukan pada pihak-pihak atau individu-individu tertentu saja, contohnya
Pada kaidah hukum yang in-abstraco, merupakan kaidah umum yang bersifat abstrak
karena berlakunya kaidah semacam itu tidak ditujukan kepada individu-individu tertentu
tetapi kaidah ini ditujukan kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaidah umum
tersebut. Kaidah ini dapat dibaca pada perumusan berbagai UU yang ada.
Dari contoh kedua kaidah tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum inabstraco adalah
menyangkut aturan-aturan hukum baik yang berupa UU atau bentuknya yang lain.
Sedangkan hukum in-concreto adalah keputusan atau putusan dalam kasus-kasus konkret
yang mempunyai kekuatan mengikat karena sah menurut hukum.
Komponen ketiga yaitu komponen budaya hukum. Sikap-sikap publik atau para warga
masyarakat beserta nilai–nilai yang dipegangnya sangat berpengaruh terhadap
pendayagunaan pengadilan sebagai tempat menyelesaikan sengketa. Sikap-sikap dan nilai-
nilai yang dipegang oleh warga masyarakat tersebut disebut budaya hukum, sehingga
budaya hukum diartikan sebagai keseluruhan nilai-nilai sosial yang berhubungan dengan
hukum beserta sikap-sikap yang mempengaruhi hukum.
Dalam setiap sistem hukum akan selalu kita jumpai satu kesatuan yang dinamakan kaidah
hukum, dari sini akan dapat dikenali beberapa sikap yang diwajibkan, diperbolehkan atau
dilarang dalam berbagai situasi yang berbeda. Berbagai kaidah hukum masih banyak
ditemukan dalam bentuk yang tidak tertulis. Dalam masyarakat yang masih tradisional,
sering kali kaidah hukum bercampur atau hampir tak terbedakan dengan kaidah-kaidah
lainnya seperti kebiasaan, kepercayaan atau tradisi. Di samping kaidah hukum dapat
dijumpai dalam bentuk yang tertulis dan tak tertulis, kaidah hukum juga sering ditemukan
dalam keadaan yang tersebar tak terkumpulkan dalam suatu bentuk dan koleksi tertentu.
Berbagai kaidah hukum yang tersebar tersebut nampak terpisah-pisah dan berdiri sendiri
dan tak menunjukkan saling hubungan satu dengan lain. Kalau keadaan seperti itu, dapatlah
dikatakan sebagai suatu sistem yang sudah tentu harus menampakkan adanya kesatuan
(entity) yang menjadi ciri dari suatu sistem Bagian-bagian (berbagai kaidah hukum yang
ada) yang tampaknya terlepas dan berdiri sendiri itu sebenarnya merupakan kesatuan yang
ada tali pengikatnya. Kesatuan tersebut diikat oleh beberapa pengertian yang lebih umum
sifatnya dan yang mengandung suatu tuntutan etis berupa asas-asas hukum. Jadi asas-asas
5
hukum yang bersifat umum dengan tuntutan etisnya itulah yang merupakan tali pengikat
sehingga menjadi suatu kesatuan yang terpadu.
Adanya kesatuan atau kebulatan dari berbagai kaidah hukum yang nampaknya terlepas dan
berdiri sendiri itu dapat pula dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori dari Hans
Kelsen. Menurut Kelsen, bahwa sistem hukum itu merupakan suatu sistem per-tangga-an
(bertingkat-tingkat) kaidah artinya, suatu keadaan hukum yang tingkatnya lebih rendah
haruslah mempunyai dasar atau pegangan pada kaidah hukum yang lebih tinggi sifatnya.
Setiap kaidah hukum haruslah mencerminkan sistem pertanggaan ini dan yang akhirnya
kaidah hukum tertinggi yang dinamakan konstitusi itupun harus bersumber pada suatu
norma dasar yang disebut grundnorm. Teori dari Hans Kelsen ini dinamakan stufenbau
teori.
Alasan lain yang dapat mendukung bahwa hukum itu sebagai suatu sistem adalah kenyataan
bahwa sistem hukum tidak hanya sekumpulan aturan–aturan yang tidak mempunyai
sistematika atau ikatan kesatuan, akan tetapi aturan–aturan tersebut disatukan oleh masalah
keabsahan, aturan ini dianggap sah apabila berasal dari sumber yang sama sehingga tercipta
pola kesatuan.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, norma hukum memiliki sifat antara
lain:
a. Imperatif, yaitu perintah yang secara apriori harus ditaati baik berupa suruhan maupun
larangan;
Sifat imperatif dalam norma hukum biasa disebut dengan memaksa (dwingenrecht),
sedangkan yang bersifat fakultatif dibedakan antara norma hukum mengatur (regelendrecht)
dan norma hukum yang menambah (aanvullendrecht). Terkadang terdapat pula norma
hukum yang bersifat campuran atau yang sekaligus memaksa dan mengatur.
6
Norma hukum dapat pula dibedakan antara yang bersifat umum dan abstrak dan yang
bersifat konkret dan individual. Norma hukum bersifat abstrak karena ditujukan kepada
semua subjek yang terkait tanpa menunjuk atau mengaitkan dengan subjek konkret, pihak
dan individu tertentu. Sedangkan norma hukum yang konkret dan individual ditujukan
kepada orang tertenu, pihak atau subjek-subjek hukum tertentu atau peristiwa dan keadaan-
keadaan tertentu.
Maria Farida mengemukakan ada beberapa kategori norma hukum dengan melihat bentuk
dan sifatnya, yaitu:
hukum berpasangan terbagi menjadi dua yaitu norma hukum primer yang berisi
aturan/patokan bagaimana cara seseorang harus berperilaku di dalam masyarakat dan
norma hukum sekunder yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum
primer tidak dipenuhi atau tidak dipatuhi.
Sebuah norma, termasuk norma hukum mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a) cara
keharusan berperilaku (operator norma); b) seorang atau sekelompok orang (subyek norma);
c) perilaku yang dirumuskan (obyek norma); dan d) syarat-syaratnya (kondisi norma).
8
Norma di dalam Peraturan Perundang-undangan dimuat dalam rumusan Pasal atau Pasal dan
ayat. Beberapa norma di dalam Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
Gebod Verbod
Toestemming Vrijstelling
Sebelum mengulas apa itu pertanggungjawaban yuridis dan politis, kita harus mengerti
terlebih dahulu pengertian pertanggung jawaban. Menurut Kamus Bahasa Indonesia
Pertanggunjawaban berasal dari kata “Tanggung jawab”, berarti keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya (Kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan
sebagainya).
Sedangkan menurut Kamus hukum ada dua istilah yang menunjukkan Pertanggungjawaban
yaitu Liability dan Resposibility. Liability bersifat komprehensif yang meliputi hal-hal
sebagai berikut :
3. Kondisi menciptakan tugas untuk melaksanakan UU dengan segera maupun yang akan
datang.
Pertanggungjawaban hukum ini dapat dilakukan baik itu melawan hukum maupun tidak
melawan hukum. Bila tidak melawan hukum maka pertanggung jawaban hukumnya sesuai
dengan hukum administrasi yaitu pertanggung jawaban administrasi misalnya akuntabilitas
program, kinerja dan lainya. Tetapi bila melawan hukum maka pertnggung jawab dilakukan
bila ada unsur perbuatan melawan hukum. Menurut Arrest 1919 ada beberapa unsur
perbuatan melawan hukum yaitu : Melanggar hak orang lain; Bertentanagan dengan
kewajiban hukum dari si pembuat; Bertentangan dengan kesusilaan; dan Bertentangan
dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang orang
lain.
bahwa meskipun seseorang memilki kekebebasan dalam melaksanakan suatu tugas yang
dibebankan kepadanya tetapi ia tidak dapat membebaskan diri dari hasil atau akibat
kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang
diwajibkan kepadanya. Menurut J.B.J.M. ten Berge bahwa pertanggungjawaban politik
merupakan salah satu prinsip demokrasi yaitu organ-organ pemerintah dalam menjalankan
fungsinya sedikit banyak tergantung secara politik yaitu kepada lembaga perwakilan.
Dari pernyataan Arifin dan Berge dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa suatu
pertanggungjawaban politik harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut yaitu :
Menurut Carino, Plano, Yango, Jabra bahwa akuntabilitas politik sama dengan
akuntabilitas manajerial, dimana fokusnya adalah :
1. Adanya efisiensi dan ekonomis penggunaan dana publik, properti, tenaga kerja dan
sumber lainya;
2. Pejabat publik harus bertanggung jawab bukan sekedar mematuhi;
3. Menghindari pemborosan dan pengeluaran yang tidak perlu untuk mendorong
penggunaan sumber daya secara tepat.
12
Berdasarkan pendapat para ahli maka pertanggungjawaban politik adalah Suatu kewajiban
yang harus dilaksanakan dengan prinsip profesionalisme dan kompetensi teknis dimana
dilaksanakan oleh lembaga negara dengan prinsip kebebasan dengan bertanggung jawab
sehingga tercapai hasil yang layak, efektif dan efisien untuk kepentingan umum.
Pertanggungjawaban politik harus sesuai dengan tujuan ilmu politik yaitu Usaha untuk
menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga,
untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Dan menurut
Peter H. Merki bahwa politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu
tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Dengan demikian bahwa tujuan pertanggung
jawaban politik harus menciptakan tatanan sosial yang baik, harmonis serta berkeadilan.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia. Maka untuk mmbicarakan hukum kita tidak
dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia. Secara harfiah, norma berarti aturan,
kaidah, patokan, dan ukuran hukum. Maka secara umum, Norma merupakan aturan, pedoman
atau petunjuk bagi seseorang untuk berbuat dan bertingkah laku sebagaimana mestinya,
sebagaimana seharusnya terhadap sesama manusia dalam lingkungan suatu masyarakat tertentu.
Norma merupakan ukuran yang melandasi seseorang untuk bergaul dengan orang lainnya
ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Norma berasal dari bahasa Latin, yang dalam bahasa
Arab disebut kaidah, sedangkan dalam bahasa Indonesia umumnya.
Dalam penjelasan terkait hukum sebagai suatu sistem norma terdapat beberapa hal yang
menjadi unsur penting di dalam nya yaitu, Sistem pertanggaan hukum, jenis-jenis norma
berdasarkan sifatnya, struktur dan unsur norma, norma dalam peraturan perundang-undangan,
dan sistem pertanggungjawaban norma.
14
DAFTAR PUSTAKA