You are on page 1of 33

MAKALAH

KETENTUAN UMUM PAJAK

Disusun Oleh

Nama : Nur Azizah Indah Ramadhani

NIM : 2001012

Prodi : D3 Akuntansi

POLITEKNIK INDONESIA
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah mamberikan rahmat dan hidayah-
Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini pada mata kuliah Perpajakan .

Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT, yakni agama
Islam.Alhamdulillah penulisan makalah ini bisa diselesaikan, walaupun kemungkinan dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-kekuragan baik dalam penggunaan bahasa
maupun pengambilan data-data yang bisa dibilang kurang komplit dan detail.

Mengingat keterbatasan kami yang masih belum bisa maksimal dalam mengumpulkan data-data
yang diperlukan. Dengan mengambil judul “KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN” kami berharap semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kami maupun
orang yang membacanya.

Akhir kata kami menyadari bahwasanya bila segala urusan telah selesai maka akan tampak
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran selalu kami tunggu demi peningkatan kualitas dan mutu
dari makalah yang kami susun ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Makassar 02 September 2021

Penulis

Nur Azizah Indah Rahmadhani


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................................

BAB 1................................................................................................................................................

PENDAHULUAN..............................................................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................................................................

BAB II................................................................................................................................................

2.1 Dasar Hukum...................................................................................................................

2.2 Pengertian-pengertian dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan.......................

2.3 Tahun Pajak.....................................................................................................................

2.4 Kewajiban dan hak wajib pajak.......................................................................................

2.5 NPWP..............................................................................................................................

2.6 Pengukuhan pengusahaan Kena Pajak............................................................................

2.7 Surat Pemberitahuan SPT................................................................................................

2.8 Surat Setoran Pajak dan Pembayaran Pajak....................................................................

2.9 Surat Ketetapan Pajak.....................................................................................................

2.10 Keberatan dan Banding.................................................................................................

2.11 Pembetulan , Pengurangan , Penghapusan , atau Pembatalan.......................................

2.12 Daluarsa Penagihan Pajak.............................................................................................

2.13 Pemeriksaan....................................................................................................................

2.14 Penyidikan......................................................................................................................

2.15 Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak...............................................................................


2.16 Kewajiban Pembukuan Atau Pencatatan......................................................................

2.17 Sanksi Perpajakan..........................................................................................................

2.18 Sanksi Pidana................................................................................................................

2.19 Sanksi Administrasi.......................................................................................................

BAB III..............................................................................................................................................

3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................................

3.2 SARAN.......................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. PENDAHULUAN

Peraturan perundang-undangan di Indonesia masih banyak yang dibuat pada zaman pemerintahan
Belanda. Khususnya peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan antara lain Aturan Bea Materai
Tahun 1921, Ordonasi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonasi Pajak Kekayaan Tahun 1932, Ordonasi
Pajak Pendapatan Tahun 1944, juga merupakan undang-undang yang dibuat pada zaman pemerintahan
penjajahan Belanda. Karena terdapat perbedaan falsafah yang melatarbelakangi dan sistem yang melekat
pada undang-undang tersebut, maka perundang-undangan perpajakan belum memenuhi fungsi sebagai
sarana pembangunan nasional. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan perpajakan telah beberapa
kali dilakukan perubahan penyesuaian.

Pada tahun 2000 telah dilakukan perubahan kedua terhadap peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berlaku sejak 1
januari 2001.

Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini pada prinsipnya berlaku
bagi undang-undang pajak materiil, kecuali apabila dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah
mengatur sendiri mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakannya.

Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, disadari masih
terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan
perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Dasar Hukum

2. Pengertian-pengertian dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan

3. Tahun Pajak

4. Kewajiban dan hak wajib pajak

5. NPWP

6. Pengukuhan pengusahaan Kena Pajak

7. Surat Pemberitahuan SPT


8. Surat Setoran Pajak dan Pembayaran Pajak

9. Surat Ketetapan Pajak

10. Keberatan dan Banding

11. Pembetulan , Pengurangan , Penghapusan , atau Pembatalan

12. Daluarsa Penagihan Pajak

13. Pemeriksaan

14. Penyidikan

15. Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak

16. Kewajiban Pembukuan Atau Pencatatan

17. Sanksi Perpajakan

18. Sanksi Pidana

19. Sanksi Administrasi

1.3. TUJUAN

Dengan adanya makalah ini, diharapkan penulis maupun pihak yang membaca makalah ini setidaknya
dapat mengetahui tentang tata cara pelaksanaan pajak yang berlaku di Indonesia dan lebih sadar akan
kewajiban sebagai warga Negara yang baik
BAB II

PEMBAHASAN

1. Dasar Hukum

Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.

2. Pengertian-pengertian dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Beberapa pengertian yang harus diketahui menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, adalah:

a) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
difunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b) Wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pjak, dan
pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan perpajakan.

c) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik derah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.

d) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar pabean.

e) Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang ini. Jangka waktu lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Menteri
Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwin.

f) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

g) Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 tahun pajak.

h) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam
tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i) Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak,
termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

j) Kredit pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah
dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang
telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

k) Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

l) Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda
yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana
di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara.

m) Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti
permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

n) Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat
Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.

3. Tahun Pajak

3.1.Pengertian

Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan tetapi Wajib Pajak
dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat konsisten (taat asas)
selama 12 bulan, dan melapor/memberitahu kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

Tahun pajak sebagaimana dijelaskan diatas adalah jangka waktu satu tahun takwim atau tahun kalender (1
Januari sampai 31 Desember), kecuali wajib pajak ternyata tahun pajaknya tidak sama dengan tahun
takwim, maka wajib pajak harus melapor/memberitahukan kepada Direktur Jenderal pajak untuk
mendapat persetujuan

3.2.Penetapan Tahun Pajak

Dalam hal penetapan Tahun Pajak khususnya Tahun Pajak tidak sama dengan tahun takwim, maka yang
menjadi pedoman adalah banyaknya bulan dalam tahun tersebut.

Contoh :

- Pembukuan dimulai 1 Juli 2001 dan berakhir 30 Juni 2002. Ditetapkan sebagai Tahun Pajak 2001
(enam bulan pertama jatuh pada Tahun 2001).
- Pembukuan dimulai 1 April 2001 dan berakhir 31 Maret 2002. Ditetapkan sebagai Tahun Pajak
2001 (bulan yang lebih banyak jatuh pada tahun 2001).

- Pembukuan dimulai 1 Oktober 2001 dan berakhir 30 September 2002. Ditetapkan sebagai Tahun
Pajak 2002 (bulan yang lebih banyak jatuh pada tahun 2002).

4. Kewajiban dan Hak wajib pajak

4.1.Kewajiban Wajib Pajak

- Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP

- Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP

- Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

- Mengisi dengan benar SPT, dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang
telah ditentukan.

- Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.

- Jika diperiksa wajib:

a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi
bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

- Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan
keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban
untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

4.2.Hak-hak Wajib Pajak

- Mengajukan surat keberatan dan surat banding.

- Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

- Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

- Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

- Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

- Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.

- Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.


- Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan
pajak yang salah.

- Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.

- Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.

- Mengajukan kkeberatan dan banding.

5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

5.1.Pengertian NPWP

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannnya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya
diberikan satu NPWP dan NPWP tersebut berfungsi:

- Sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib Pajak, karena setiap Wajib Pajak diterbitkan satu
NPWP;

- Sebagai sarana korespondensi antara fiskus dengan Wajib Pajak;

- Sebagai saran untuk membayar pajak, yaitu NPWP dicantumkan dalam dokumen impor, dan Surat
Setoran Pajak (SSP).

- Sebagai alat untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pegawasan administrasi
perpajakan oleh Fiskus terhadap Wajib Pajak.

5.2.Cara Memperoleh NPWP

Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan
Nomor Pokok Wajib Pajak.

- Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subyek pajak
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya

- Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha dilakukan bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan
perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Persyaratan pendaftaran NPWP khusus bagi Wajib Pajak Perseorangan Usahawan dan Wajib Pajak
Badan sebagaiman diatur dalam keputusan Nomor Kep-34/PJ.2/1989 tanggal 10 Juli 1989 disempurnakan
dengan SE-07/PJ.24/1993 tanggal 7 Juli 1993 dan PER-24/PJ./2009 tanggal 16 Maret 2009 sehingga
menjadi sebagai berikut:

- Untuk Wajib Pajak Perseorangan Usahawan: Pendaftaran NPWP dilampiri dengan:

· Fotocopy KTP atau fotocopy Kartu Keluarga;

· Untuk karyawan harus dilengkapi dengan surat keterangan dari perusahaan;

· Untuk pengusaha, fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari Instansi
yang berwenang;

- Untuk Wajib Pajak Badan; Pendaftaran NPWP dilampiri dengan:

· Fotocopy KTP atau Paspor salah seorang pengurus dan fotocopy kartu keluarga;

· Fotocopy Surat Izin usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari Instansi yang berwenang.

Bagi yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas Kartu NPWP diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) hari. Kartu NPWP tersebut dikirim kepada Wajib Pajak
pada hari berikutnya atau dapat diambil sendiri oleh Wajib Pajak dengan membubuhkan tanda tangan
sebagai tanda terima pada buku ekspedisi.

5.3.Pencantuman NPWP

Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor
Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

5.4.Pendaftaran NPWP dan PKP melalui Elektronik (Electronic Registration)

Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektonik yaitu melalui
internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib Pajak cukup
memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP.

Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:

- Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id;

- Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration);

- Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta;

- Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah
sesuai dengan KTP yang anda miliki;
- Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar sementara yang berlaku selama 30 (tiga
puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SSKT sementara ttersebut beserta formulir registrasi wajib
pajak orang pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai wajib pajak;

- Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT


sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT sementara
anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.

5.5.Pemberian NPWP Secara Jabatan

Sebagai penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya yang mengatur maslah penerbitan Nomor Pokok
Wajib Pajak secara jabatan telah dikeluarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Kep 47/Pj/2006
tanggal 25 April 2006. Penerbitan NPWP yang dapat dilakukan tanpa mengajukan permohonan tetapi
NPWP dapat diterbitkan secara jabatan telah diuraikan diatas. Tetapi dalam pelaksanannyma NPWP
kemungkinan timbul sanggahan dari pihak yang menerima NPWP secara jabatan. Oleh karenanya untuk
menghindari terjadinya permasalahan dengan wajib pajak seperti NPWP Ganda dan memberikan keadilan
bagi Wajib Pajak perlu mengatur tata cara penerbitan NPWP secara jabatan. Pengaturan tersebut meliputi:

- Wajib pajak dapat menyampaikan sanggahan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui pos tercatat
atas penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dalam hal:

· Wajib pajak telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

· Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia;

· Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

· Wajib pajak yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang perpajakan tidak wajib mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak;

- Wajib Pajak sebagaimana disebut pada butir (1a), (1b), dan (1c) diatas mengajukan sanggahan,
maka sanggahan disampaikan dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.

- Sedangkan untuk Wajib Pajak sebagaimana disebut pada butir (1d) (tidak wajib NPWP),
sanggahan disampaikan dengan menggunkan formulir yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

- Khusus wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia, sanggahan disampaikan oleh ahli
warisnya.

- Sanggahan dapat diterima ataupun dapat juga ditolak. Apabila sanggahan diterima, maka Direktur
Jenderal Pajak harus menyelesaikan dalam jangka waktu 14(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya
Surat Sanggahan dari Wajib Pajak atau ahli warisnya secara lengkap. Sebagai akibat diterima sanggahan
tersebut akan diterbitkan Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan penghapusan NPWP.

- Apabila sanggahan Wajib Pajak atau ahli warisnya ditolak oleh Direktur Jenderal Pajak, maka
diterbitkan Surat Pemberitahuan.

5.6. Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak,
atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan
atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan pling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

5.7.Penghapusan NPWP

Selanjutnya NPPWP dapat dihapuskan. Dengan penghapusan NPWP ini tidak berarti menghilangkan
kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Pengertian penghapusan NPWP adalah tindakan
menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Tata Usaha Kantor Pelayanan Pajak. Tetapi juga
diperhatikan bahwa NPWP juga dapat diterbitkan secara jabatan. Penghapusan NPWP dilakukan dalam
hal:

- Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;

- Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

- Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi;

- Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

- Bentuk usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap;

- Wajib pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksudkan pada angka 1 dan angka 2 yang tidak
memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak.

Penghapusan NPWP ini dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi, kecuali dari hasil pemrikasaan pajak
diketahui adanya utang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena:

- Warisan pajak orang pribadi telah minggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan, dan tidak
mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;

- Wajib pajak tidak dapat tidak mempunyai harta kekayaan lagi; atau

- Sebab lain sesuai dengan hassil pemeriksaan.


Penghapusan NPWP bagi wajib pajak wanita kawin karena perkawinannya tidak dengan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan, berlakunya sejak awal tahun berikutnya setelah tahun perkawinan
dilaksanakan dengan ketentuan suami telah terdaftar sebagai wajib pajak.

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dilakukan secara jabatan, apabila berdasarkan data yang
dimiliki Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak secara jabatan ternyata telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Penghapusan
dimaksud dilakukan terhadap NPWP yang diterbitkan secara jabatan.

5.8.Format NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam)
digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

Format NPWP adalah XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX

6. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apap pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya.

Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dikenakan pajak,
wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak (PKP).

Wajib pajak sebagai pengusaha kecil yang:

- Memilih sebagai PKP, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP;

- Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku
seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha kecil, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

Kewajiban melaporkan untuk dilakukan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan sebelum melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi
syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikukuhkan
sebagai PKP secara jabatan dan dikenakan sanksi perpajakan.

6.1.Fungsi Pengukuhan PKP

- Sebagai identitas PKP yang bersangkutan


- Sebagai sarana pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.

6.2.Tempat Pengukuhan PKP

Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhandan Pengamatan Potensi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi pengusaha badan pada KPP atau KP4
yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Jika
pengusaha orang pribadi atau badan mempunyai tempat kegiatan usaha di beberapa tempat, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP baik KPP atau KP4 yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan usaha pengusaha ,aupun tempat kegiatan usaha dilakukan.

Kewajiban melaporkan untuk dikukuhkan menjadi PKP dibatasi jangka waktunya, karena hal berkaitan
dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu melaporkan adalah
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saat usaha dimulai.

6.3.Pencabutan Pengukuhan PKP

Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan, antara lain dalam hal:

- PKP pindah alamat.

- Wajib Pajak Badan telah dibubarkan secara resmi.

- Tidak memenuhi syarat sebagai PKP.

6.4.Sanksi

Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
diancam dengan pidana.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak pengukuhan pengusaha kena pajak dalam rangka mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

7. Surat Pemberitahuan SPT

7.1 Definisi

Menurut Pasal 1, angka 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan menyebutkan SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan/SPT adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

7.2.Jenis SPT

Memerhatikan saat pelaporannya SPT dibedakan menjadi dua:

- SPT-Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu massa pajak atau pada suatu saat, seperti:

· SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2;

· SPT Masa PPh Pasal 15;

· SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26;

· SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26;

· SPT Masa PPh Pasal25;

· SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atau barang mewah;

· SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Paajak Penjualan atas Barang Mewah bagi Pemungut.

- SPT-Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, seperti:

· SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebasatau kegiatan usaha (1770);

· SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang memberitahukan perpanjangan jangka waktu penyampaian
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 Y);

· SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan
usaha tetapi menerima penghasilan dari satu pemberi kerja; menerima penghasilan dalam negeri lainnya
dan menerima penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat Final (1770 S)

7.3. Fungsi SPT

- Pembayaran atau perlunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan
atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;

- Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;

- Harta dan kewajiban;dan/atau


- Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang
pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.

7.4. Prosedur Penyelesaian SPT

- Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan
atau berdasarkan menteri Keuangan.

- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

- Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang
diizinkan.

- Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda
tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.

- Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:

§ Untuk wajib pajak mengadakan pembukuan: Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

§ Untuk SPT Maasa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah pajak
keluaran jumlah pajak masukan yang dapat dikreditan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.

§ Untuk wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan: perhitungan jumlah peredaran yang terjadi
dalam tahun pajak yang bersankutan.

7.5. Pembetulan SPT

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahunan tahunan yang telah
disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan. Pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2
(dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan
Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempoh
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai
adanya ketidakbenaran yang dilakukan wajib pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan wajib pajak
tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai perlunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak
yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150%.

Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan
dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan
sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:

§ Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;

§ Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

§ Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau

§ Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.

7.6. Batas Waktu Penyampaian SPT

- Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20n(dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.
Khusus untk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

- Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3
(tiga) bulan setelah akhir tahun pajak;

- Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat)
bulan setelah akhir Tahun Pajak.

7.7. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT

Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud
untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara
menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan
Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri:

- Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu
penyampaiannya diperpanjang;

- Laporan keuangan sementara; dan

- Surat Setoran Pajak sebagai bukti perlunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib
Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak,
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan:
- Secara langsung;

- Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

- Dengan cara lain, yang meliputi;

· Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau

· E-Filing melalui ASP.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan
merupakan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan merupakan Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan.

7.8. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar:

- Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai,

- Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya,

- Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan,

- Rp 1.00.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi.

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan
Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi
pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib
melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 20% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui Penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

Kealpaan

Setiap orang yang karena kealpaanya:

- Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

- Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tiak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan
perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1
(satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau
paling lama 1 (satu) tahun.

Kesengajaan

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan
dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

8. Surat Setoran Pajak (SSP) Dan Pembayaran Pajak

8.1. Pengertian

Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

8.2. Fungsi SSP

SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima
pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.

8.3. Tempat Pembayaran Penyetoran Pajak

a. Bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan

b. Kantor Pos

8.4. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut:

a. Pembayaran Masa

1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama
tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2) PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh menteri
keuangan.

3) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

4) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor pling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setalh masa pajak berakhir.

6) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

7) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.

8) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

10) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan an ditandatangani oleh bendahara.

11) PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau
industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar
minyak, gas pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan beikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.

b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Keteapan Pajak Kurang bayar
tambahan, dan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembentulan, putusan banding, serta putusan
peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi
dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.

c. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.

8.5. Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tamabahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak terutang
bertambah,serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak.

Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum saat jatuh tempo pembayaran
utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau ditunda.
Apabila ternyata batassan waktu 9 (sembilan) hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena
keadaan di luar kekuasaanya, permohonan Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan diluar kekuasaannya
tersebut.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan tersebut berupa menerima
seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak. Surat keputusan diterbitkan paling lama 7(tujuh) hari kerja
setelah tanggal diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.

9. Surat Ketetapan Pajak

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajang Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar.

Besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak sebagai ketetapan pajak tertuang dalam surat yang
diistilahkan dengan Surat Ketetapan Pajak. Pengertian SKP sesuai dengan UU No.28 th 2007 tentang
KUP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Surat ketetapan ini sebagai suatu ketetapan tertulis yang menimbulkan hak
dan kewajiban, memuat besarnya utang pajak pada tahun tertentu bagi WP yang nama dan alamatnya
tercantum dalam surat ketetapan pajak.

9.1. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)

SKPKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,jumlah kredit
pajak,jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih
harus dibayar . SKPKB diterbitkan apabila:

· Berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang terutang tidak/kurang dibayar

· SPT tidak disampaikan dalam waktunya,dan setelah ditegur secara tertulis tidak juga disampaikan
dalam waktu menurut surat teguran

· Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPN&PPnBM ternyata tidak harus dikompensasikan selisih


lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%

· Kewajiban menyelenggarakan pembukuan/pencatatan tidak terpenuhi,sehingga tidak diketahui


besarnya pajak yang terutang

Sanksi Administrasi

· .Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin a,maka jumlah kekurangan pajak terutang
ditambah dengan sanksi administrasi 2% sebulan (max 24 bulan).

· Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan poin b,c,d, mk dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar:

* 50% dr PPh yang tidak atau kurang bayar dalam satu Tahun Pajak

* 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong,tidak atau kurang dipungut,tidak atau kurang
disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan 100% dari PPN dan PPnBM yang
tidak atau kurang dibayar.
Fungsi SKPKB

* Koreksi atas jumlah yg terutang menurut SPT

* Sarana untuk mengenakan sanksi

* .Alat untuk menagih pajak

* Jangka Waktu Penerbitan SKPKB

* SKPKB tetap dapat diterbitkan walaupun jangka waktu 5 tahun telah lewat. Penerbitannya
berdasarkan hasil penelitian terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
terhadap WP yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.

9.2. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT)

SKPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan

SKPKBT Diterbitkan apabila:

· .Berdasarkan data baru atau data yang belum terungkap,menyebabkan penambahan pajak yang
terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Penerbitan SKPKBT ini dalam jangka waktu 5 tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. 8

Sebagai konsekuensinya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sangksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

· Hasil penelitian atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap
WP yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara. SKPKBT ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Sebagai
konsekuensinya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sangksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. SKPKBT
yang diterbitkan berdasarkan hasil penelitian terhadap putusan pengadilan dapat juga diterbitkan setelah
jangka waktu 5 tahun terlampaui sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak, atau tahun pajak. Akibat hal tersebut, jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam
SKBKBT ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar.

9.3. SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)

* SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

* SKPN diterbitkan apabila berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak,jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang,atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
9.4. SURAT KETETAPAN LEBIH BAYAR (SKPLB)

* SKPLB adalah yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

* SKPLB diterbitkan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang,atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

* Fungsi SKPLB adalah sbg sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak

9.5. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda.

STP dikeluarkan apabila:

· PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang bayar

· Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat dari salah hitung/tulis

· WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan bunga.

· Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tapi tidak membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu

· Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat 5 UU PPN&PPnBM selain: identitas pembeli atau identitas
pembeli serta nama dan tanda tangan dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran

· PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak

· PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan

10. KEBERATAN DAN BANDING DALAM MEMBAYAR PAJAK

2 December 2020 Admin Tax Center No Comments

Pengertian Keberatan

Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK 9/2013 s.t.d.t.d PMK 202/2015 tidak
menjabarkan definisi keberatan secara eksplisit. Namun secara sederhana, keberatan adalah upaya yang
dapat ditempuh wajib pajak yang merasatidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan
kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan. keberatan
kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Dalam hal apa keberatan dapat diajukan?

Keberatan dapat diajukan atas :

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);

Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang
meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya
pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang
dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan
pajak. Keberatan umumnya didahului dengan proses pemeriksaan.

Syarat Pengajuan Keberatan

Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;

Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;

Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.

1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak,
atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;

Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum
Surat Keberatan disampaikan;

Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan?

Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;

Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;

Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.

Jangka waktu pengajuan keberatan:

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau sejak tanggal dilakukan
pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena di luar kekuasaannya
Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu 3 bulan dihitung
sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan
dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai
dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal. Tetapi juga
membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah
klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pengertian Banding

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang
diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap
suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Banding

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat
Keputusan Keberatan.

Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3
(tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan
Keberatan tersebut.

Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:

Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya;

Kuasa Hukum dari butir diatas.

Pencabutan Banding

Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.

Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan;
putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan
dalam sidang atas persetujuan terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.

11. Pembetulan SPT adalah cara lapor SPT Tahunan yang sudah Anda revisi atau perbaiki untuk tahun
pajak yang sama. ... Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan (SPT) Pajak agar terhindar dari pemeriksaan pajak dan sanksi

Anda dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas sanksi
administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak (SKP) atau surat tagihan pajak (STP).

Permohonan pengurangan sanksi administrasi diajukan, apabila menurut Anda perhitungan besarnya
sanksi dalam SKP/STP tidak benar;

Permohonan penghapusan sanksi administrasi diajukan, apabila menurut Anda sanksi adminisrasi
dimaksud tidak seharusnya dikenakan.

Sanksi apa saja yang bisa dikurangi atau dihapus?

Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya.

SYARAT PERMOHONAN

1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali permohonan
tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak disebabkan adanya pajak yang kurang dibayar berdasarkan
ketetapan pajak, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1 (satu) permohonan
dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak;

permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;

permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan

surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani
bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

KETENTUAN PERMOHONAN

Atas surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang diajukan permohonan, tidak diajukan upaya
hukum lain, seperti keberatan, permohonan pengurangan atau pembatalan SKP/STP.

Permohonan dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.

Permohonan yang kedua harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur
Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
Permohonan yang kedua tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang
telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.

JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PERMOHONAN

Permohonan Anda akan diproses paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima lengkap.

PENCABUTAN PERMOHONAN

Anda dapat mencabut permohonan, dengan tata cara:

diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan;

disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan

ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak,
surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Wajib Pajak yang telah mencabut permohonan, tidak berhak untuk mengajukan kembali permohonan
yang sama dengan jenis permohonan yang dicabut.

Pembatalan faktur pajak bisa terjadi karena dua sebab, yakni adanya kesalahan dalam pembuatan faktur
pajak serta adanya pembatalan transaksi. Kesalahan yang membuat terjadinya pembatalan faktur pajak
adalah, kesalahan dalam menginput Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lawan transaksi.

12. Daluarsa Penagihan Pajak

Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan,
daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.

13. Pemeriksaan

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun serta mengolah data, keterangan, dan bukti
yang dilaksanakan secara objektif serta profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

14. Penyidikan

Penyidikan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi, serta menemukan tersangkanya.[1] Penyidikan pajak dilakukan oleh pejabat pegawai negeri di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.[2] Penyidikan pajak dilakukan sebagai akibat tindak lanjut dari pemeriksaan
bukti permulaan. Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan
adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan.[3] Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi
perbuatan; yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus),
memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum, dilakukan di
bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.
15. Kewajiban & Hak Wajib Pajak

Hak-hak Wajib Pajak

Setidaknya ada total enam belas hak dan kewajiban Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Berikut hak-hak Wajib Pajak yang bisa Anda dapatkan:

1. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan

Anda berhak untuk melihat tanda pengenal pemeriksa, meminta surat perintah pemeriksaan, menerima
penjelasan terkait maksud dan tujuan pemeriksaan, meminta detail perbedaan antara hasil pemeriksaan
dan SPT, serta hadir saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

2. Hak mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali

Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan surat ketetapan pajak dari Ditjen Pajak, maka dapat mengajukan
keberatan. Wajib Pajak juga berhak mengajukan banding hingga peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung.

3. Hak atas kelebihan pembayaran pajak

Jika Anda membayar pajak dengan jumlah lebih banyak dari seharusnya, maka Anda berhak menerima
kelebihan bayarnya. Caranya adalah mengirimkan surat permohonan ke Kepala Kantor Pajak Pratama
(KPP) atau melalui Surat Pemberitahuan (SP).

4. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak

Bagi Anda yang termasuk Wajib Pajak patuh, maka berhak mendapat pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak dalam waktu minimal satu bulan untuk PPN dan tiga bulan untuk PPh
terhitung sejak surat permohonan diterima Ditjen Pajak.

5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran

Pada kondisi-kondisi tertentu, Wajib Pajak bisa meminta permohonan pengangsuran atau penundaan
untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia.

6. Hak kerahasiaan

Hak dan kewajiban Wajib Pajak juga menyangkut perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang
Anda sampaikan kepada Ditjen Pajak terkait kepentingan perpajakan. Hal-hal yang dilindungi mencakup
data dari pihak ketiga yang sifatnya rahasia.

7. Hak pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB)

Apabila terjadi kondisi tertentu, misalnya kerusakan bumi dan bangunan akibat bencana alam, Wajib
Pajak berhak mengajukan pengurangan pajak terutang PBB.

8. Hak penundaan pelaporan SPT tahunan


Wajib Pajak dapat mengajukan perpanjangan atau penundaan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi maupun PPh badan dengan alasan atau kondisi tertentu.

9. Hak pembebasan pajak

Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan pembebasan pemungutan atau pemotongan Pajak
Penghasilan dengan alasan atau kondisi tertentu.

10. Hak pengurangan PPh Pasal 25

Wajib Pajak dapat meminta permohonan pengurangan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dengan kondisi
tertentu.

11. Hak mendapatkan insentif perpajakan

Sejumlah kegiatan atau Barang Kena Pajak (BKP) berhak atas fasilitas pembebasan PPN, di antaranya
buku-buku, pesawat udara, kereta api, kapal laut, serta perlengkapan TNI/Polri yang diimpor atau
diserahkan di area pabean oleh Wajib Pajak tertentu.

12. Hak mendapatkan pajak ditanggung pemerintah

Khusus pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai menggunakan hibah atau dana pinjaman luar
negeri, PPh terutang atas penghasilan konsultan, kontraktor, dan supplier utama ditanggung pemerintah.

Berbagai kewajiban Wajib Pajak

Di samping berhak melakukan berbagai hal di atas, Wajib Pajak juga harus mematuhi berbagai kewajiban
perpajakan. Berikut ini di antaranya:

1. Kewajiban mendaftarkan diri

Salah satu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang utama adalah mendaftarkan diri untuk mendapat Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini bisa dilakukan di KP2KP atau KPP. Bisa juga secara online melalui
ereg.pajak.go.id atau aplikasi pajak online AyoPajak yang telah diawasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

2. Kewajiban memberi data

Data yang dimaksud adalah informasi orang pribadi atau badan yang dapat menunjukkan kegiatan/usaha,
penghasilan dan/atau kekayaan, peredaran usaha, termasuk informasi terkait transaksi keuangan dan lalu
lintas devisa, nasabah debitur, kartu kredit, hingga laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha
yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.

3. Kewajiban pembayaran, pelaporan, pemungutan/pemotongan pajak

Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri. Anda bisa
melakukan hal ini secara mudah dan praktis melalui platform AyoPajak.

4. Kewajiban pemeriksaan
Contoh kewajiban yang dimaksud adalah memenuhi panggilan untuk menghadiri pemeriksaan,
memberikan izin untuk memasuki ruangan atau tempat yang dinilai perlu, dan memberikan keterangan
jika dibutuhkan.

16. Kewajiban Pembukuan Atau Pencatatan

Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan

Pada prinsipnya wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Kewajiban pembukuan ini diatur
dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Namun, kewajiban pembukuan itu dikecualikan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Hal
ini sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) UU KUP.

Wajib pajak yang dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah bruto dalam setahun kurang dari Rp4,8 miliar. Sebagai
penggantinya, wajib pajak dengan kriteria di atas tetap wajib melakukan pencatatan. Kewajiban
pencatatan ini juga berlaku bagi wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Pengecualian tersebut dilakukan berdasarkan prinsip kesederhanaan, terutama bagi pengusaha skala kecil
dan menengah. Sebab, dari sebagian dari mereka umumnya tidak mengetahui adanya kewajiban
menyelenggarakan pembukuan, tidak memahami bagaimana menyelenggarakan pembukuan, atau tidak
mempunyai karyawan yang berkompetensi dalam membuat pembukuan.Untuk itu, mereka hanya
diwajibkan untuk melakukan pencatatan yang lebih sederhana dibanding pembukuan.

17. Sanksi perpajakan

Sanksi perpajakan adalah sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan UU
perpajakan

18. Sanksi Pidana

Sanksi perpajakan adalah sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan UU
perpajakan

19. Sanksi Administrasi

Sanksi Administratif adalah sanksi yang dikenakan bagi pejabat pemerintahan yang melakukan
pelanggaran administratif.

BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan

1.1.Perpajakan diatur dalam Undang-Undang. Undang-Undang perpajakan dapat mengalami perubahan


sehingga dapat menimbulkan munculnya istilah-istilah baru.

1.2.Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sangat diperlukan karena dapat digunakan sebagai identitas
Pengusaha Kena Pajak itu sendiri dan sebagai sarana pegawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban
PKP di bidang PPN dan PPn-BM.

1.3.Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh menteri keuangan.

1.4.Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

1.5.Hak-hak Wajib Pajak antara lain:

* Hak memperpanjang Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahunan Tahunan

* Hak membetulkan surat pemberitahuan

* Hak mengangsur atau menunda pembayaran pajak

* Hak memohon restitusi

* Hak memohon pembetulan surat tagihan pajak/surat ketetapan pajak yang salah

* Hak mengajukan keberatan

* Hak mengajukan banding

1.6.Wewenang dan Kewajiban Aparat Perpajakan antara lain:

* Wewenang menerbitkan surat ketetapan pajak

* Wewenang menerbitkan surat tagihan pajak

* Wewenang melakukan penagihan pajak

* Wewenang melakukan pemeriksaan

* Wewenang melakukan penyelidikan

* Wewenang melakukan penyegelan

* Wewenang mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi

* Kewajiban menerbitkan surat ketetapan pajak


* Kewajiban memberikan keputusan

* Kewajiban memberikan keterangan

* Kewajiban menjaga kerahasiaan data.

2. Saran

Setelah mempelajari makalah ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita untuk membayar pajak, agar
pembagunan disegala sektor yang ada di Negara kita ini dapat berjalan dengan lancar sehingga biasa
dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

You might also like