You are on page 1of 12

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

PENEGAKAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL TERHADAP KASUS


KEKERASAN MILITER AMERIKA SERIKAT KEPADA TAHANAN
PERANG AFGANISTAN
(International Criminal Law Enforcement Case Against Violence War Prisoners of
The United States Military Afghanistan)

Fikry Latukau
Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
fikry18001@mail.unpad.ac.id

Tulisan Diterima: 27-01-2020; Direvisi: 30-04-2020; Disetujui Diterbitkan: 01-05-2020


DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2020.V20.153-164

ABSTRACT
The US military tortured Afghan prisoners of war with interrogation techniques and violently raped
prisoners of war in Afghanistan, violating international warfare law. The purpose of this study is to analyze
how the enforcement of international criminal law against torture cases committed by the United States
military against prisoners of war in Afghanistan. Normative juridical research methods analyzed
qualitatively and presented descriptively analytically. The results showed that the US military could be
carried to the ICC, because of interrogation crimes using abusive techniques, torture, and the treatment of
biological experiments on prisoners of war carried out in Afghanistan (state parties). It applies to
perpetrators of crimes from any country, be it a state party or not. In conclusion, the US military can be
carried to the ICC, because the ICC has jurisdiction over several serious crimes, including war crimes. The
Suggestion that war crimes are an unforgivable thing, especially torturing prisoners of war who have rights
and obligations according to the 1949 Vienna convention should the criminals who do so are immediately
arrested and punished. Then it would also be possible to form a special regulation governing prisoners of
war who were the object of violence.
Keywords: ICC jurisdiction; international criminal court; non-state party

ABSTRAK
Militer Amerika Serikat melakukan penyiksaan terhadap tawanan perang Afganistan dengan teknik introgasi
secara kasar dan memperkosa tahanan perang di Afganistan, tentunya ini sangat melanggar ketentuan hukum
yaitu ketentuan hukum humaniter internasional. Tujuan penelitian ini untuk melihat serta melakukan analisis
mengenai bagaimanakah penegakan hukum pidana internasional terhadap kasus penyiksaan yang dilakukan
oleh militer Amerika Serikat terhadap tawanan perang Afghanistan. Metode penelitian yang digunakan
pendekatan yuridis normatif, selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukan militer Amerika dapat dibawa ke ICC, karena kejahatan interogasi menggunakan
teknik kasar, penyiksaan, dan perlakuan eksperimen biologis pada tahanan perang yang dilakukan di wilayah
Afganistan sebagai (negara pihak). Ini berlaku bagi para pelaku kejahatan dari negara mana pun, baik negara
pihak atau non pihak. Kesimpulannya militer Amerika dapat diadili di ICC, dikarenakan ICC mempunyai
yuridiksi terhadap beberapa kejahatan yang dianggap serius termasuk kejahatan perang. Saran dari tulisan ini
bahwa kejahatan perang adalah suatu hal yang tidak dapat dimaafkan, terutama menyiksa tawanan perang yang
sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban menurut konvensi wina III 1949, maka, seharusnya para penjahat
perang yang melakukan hal ini segera ditangkap dan dihukum. Kemudian kiranya juga dapat membentuk suatu
peraturan khusus yang mengatur mengenai tawanan perang yang dijadikan objek kekerasan.
Kata Kunci: yuridiksi ICC; pengadilan pidana internasional; negara non-pihak

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 20 No. 2, Juni 2020: 153-164 153
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

PENDAHULUAN Dewasa ini lebih dari 50 konflik telah


berkobar di seluruh dunia. Setiap hari telah
Menindaklanjuti berbagai bentuk kejahatan
tersiar berita mengenai kekejaman dan perbuatan
yang telah terjadi dan dengan pembentukan
kejam lainnya yang dilakukan atas nama perang:
Pengadilan Pidana Internasional khusus dan
perempuan, lelaki dan anak-anak dibunuh secara
campuran yang kesemuanya ini hanya bersifat
besar-besaran atau diusir dari rumah mereka,
sementara, juga dengan mempertimbangkan
pasar-pasar ditembaki, tawanan disiksa atau
kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
dihukum mati secara sumir, orang perempuan
pengadilan-pengadilan sebelumnya, maka Komisi
diperkosa atau menjadi sasaran perbuatan yang
Hukum Internasional diminta mempelajari
merendahkan martabat, pemuda dan pemudi
kemungkinan pembentukan Pengadilan Pidana
dipaksa memanggul senjata daftarnya panjang
Internasional Permanen.1
sekali.3 Beberapa orang mungkin dari mereka ini
Kemudian Perserikatan Bangsa-Bangsa hanyalah beberapa diantara keburukan perang
(PBB) membentuk ICC (International Criminal yang terjadi.
Court) atau Pengadilan Pidana Internasional
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan
berdasarkan Statuta Roma 1998 yang merupakan
semena-mena terhadap kumpulan hukum
hasil konferensi diplomatik yang berlangsung
universal yang diakui, yang dikenal sebagai
di Roma pada 15 Juni-17 Juli 1998. Pengadilan
Hukum Humaniter Internasional. Sementara ini
Pidana Internasional secara sah telah berdiri
Hukum Humaniter Internasional telah memberi
sebagai suatu badan peradilan internasional yang
perlindungan kepada korban perang yang tak
bersifat permanen atau tetap dengan tugas, fungsi
terhitung banyaknya, yang berkisar dari anggota
serta kewenangan-kewenangan yang dimilikinya.
pasukan tempur yang sakit dan terluka sampai
Pengadilan ini berkedudukan di Den Haag,
tawanan perang penduduk sipil, masih terdapat
Belanda. Kewenangan dari ICC sebagaimana
terlalu banyak kasus yang terjadi salah satunya
diatur dalam Statuta Roma 1998 Pasal 5, adalah
adalah kejahatan yang dilakukan oleh tentara
sebagai berikut:
negara Amerika serikat kepada tahanan perang di
a. Kejahatan genosida (The crime of genocide) Afganistan.
b. Kejahatan kemanusiaan (Crimes against Militer Amerika Serikat dalam hal ini
humanity) melakukan tindakan kejahatan dengan teknik
c. Kejahatan perang (War crime) kasar dan memperkosa tahanan perang di
d. Kejahatan agresi (The crime of aggression). Afganistan, tentunya ini sangat melanggar
Statuta Roma Pasal 126 menyebutkan ketentuan hukum dalam hal ini ketentuan
bahwa untuk dapat berlaku, perlu diratifikasi hukum humaniter internasional. Amerika Serikat
oleh sekurang-kurangnya 60 negara. Pada 1 Juli melakukan invasi terhadap Afghanistan sesudah
2002 ketentuan Pasal itu terpenuhi kemudian kejadian 11 September 2001 pada akhir 2001.
pada Februari-Juni 2003 telah ditetapkan hakim, Invasi ini didukung oleh sekutu Amerika Serikat.
penuntut umum, dan ketua panitera.2 Mulai sejak Yang melatarbelakangi invasi ini adalah serangan
itu International Criminal Court telah dapat teroris internasional Al-Qaeda terhadap World
melakukan kegiatan operasional sebagaimana Trade Organization (WTO) dan Pentagon pada
mestinya. Dengan ini menegaskan bahwa tanggal 11 September 2001.
International Criminal Court memiliki norma Militer Amerika Serikat selama
hukum positif yang sesungguhnya dan bukan mengintevigasi Afghanistan ternyata melakukan
hanya sekedar norma moral (positive morality) penyiksaan terhadap tawanan perang Afghanistan.
yang diharapkan dapat mengikat negara-negara Contohnya adalah penyiksaan dengan teknik
dalam melakukan tugas, fungsi dan kewenangan waterboarding yang dilakukan oleh Militer
sesuai dengan tujuan pembentukan pengadilan ini. Amerika Serikat terhadap 61 tawanan perang
Afghanistan yang terjadi antara 1 Mei 2003
1 Malcolm N. Shaw QC., Hukum internasional
(Bandung: Nusa Media, 2013), 400. 3 Naomi Putri Lestari Pomantow, “KAJIAN YURIDIS
2 I Made Pasek Diantha, Hukum pidana internasional TENTARA ANAK DALAM PERANG MENURUT
dalam dinamika pengadilan pidana internasional HUKUM HUMANITER,” LEX ET SOCIETATIS
(Jakarta: kencana prenada media grop, 2014), 66. (2014): 32.

154 Penegakan Hukum Pidana Internasional terhadap Kasus Kekerasan Militer AS (Fikry Latukau)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

sampai dengan 31 Desember 2014.4 Tentu METODE PENELITIAN


perbuatan tersebut sangat melanggar ketentuan
Artikel ini merupakan bagian dari tugas
hukum dalam hal ini ketentuan hukum humaniter
akhir mata kuliah hukum pidana internasional
internasional.
yang ditempuh saat kuliah pada Program Magister
Seseorang yang berstatus sebagai kombatan, Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.
otomatis akan mendapatkan perlakuan sebagai Penelitian ini adalah penelitian secara yuridis
tawanan perang, apabila mereka sudah tidak normatif, dengan melakukan analisa kasus
mampu lagi melanjutkan peperangan dan jatuh kemudian dikaitkan dengan aturan-aturan, teori
ditangan musuh. Namun ada pula sekelompok dan atau prinsip-prinsip yang ada dalam hukum
penduduk sipil tertentu, walaupun mereka bukan pidana internasional, hukum internasional, dan
kombatan, apabila jatuh ketangan musuh berhak hukum humaniter internasional. Yang selanjutnya
pula mendapat status sebagai tawanan perang. Hal dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara
ini terdapat dalam ketentuan Konvensi III Tahun deskriptif analitis.
1949 Pasal 4A.5
Lebih jelasnya dalam penelitian ini peneliti
Oleh karena hal tersebut persoalan- menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
persoalan yang dikemukakan sebelumnya
1. Pendekatan Penelitian
sekaligus mengisyaratkan keterkaitan serta
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh militer Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah
Amerika Serikat terhadap tawanan perang yuridis Normatif. Penelitian hukum normatif
Afganistan. sehingga penulis terdorong untuk adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan
melakukan penelitian yang mendalam mengenai cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder6
Bagaimanakah penegakkan hukum pidana yang berkaitan dengan Penegakan hukum
internasional terhadap kasus penyiksaan yang internasional terhadap militer amerika yang
dilakukan oleh militer Amerika Serikat terhadap melakukan kekerasan kepada tahanan perang
tawanan perang Afghanistan? afganistan.
Tujuan dari penelitian ini agar pembaca dapat Sebagai suatu norma, penelitian ini bermaksud
mengetahui bahwa penegakan hukum pidana mengetahui tujuan normatif serta implementasi
internasional terhadap non-state parties dapat Penegakan hukum internasional terhadap militer
diberlakukan kepada negara mana saja sekalipun Amerika yang melakukan kekerasan kepada
Amerika Serikat, dan dalam upaya penanganan tahanan perang Afganistan. Sebagai suatu fakta,
hak imunitas negara, agar menimbulkan efek penelitian ini bermaksud untuk menganalisis dan
jera, karena pada faktanya sampai sekarang untuk mengevaluasi bagaimanakah penegakan hukum
membawa negara non state parties (bukan negara pidana internasional terhadap kasus penyiksaan
pihak) statuta roma sangat minim, dengan begitu yang dilakukan oleh militer Amerika Serikat
maka manfaat dari tulisan ini untuk para penegak terhadap tawanan perang Afghanistan.
hukum pidana internasional baik Jaksa dan para 2. Spesifikasi Penelitian
penegak hukum pada lingkup International Spesifikasi penelitian yang digunakan
Criminal Court untuk dapat merumuskan adalah deskriptif analisis.7 Penelitian yang
kebijakan hukum dalam perkara yang ada bersifat deskriptif analisis dimaksudkan untuk
kaitannya dengan negara non pihak pada memberikan data yang diteliti mungkin tentang
umumnya dan lebih khususnya dalam penegakan manusia, keadaan, atau gejala-gejala tertentu.8
kejahatan perang (penyiksaan terhadap tawanan Dalam konteks ini, penelitian menggambarkan
perang). dan menganalisis permasalahan yang berhubungan
dengan bagaimanakah penegakan hukum pidana

4 Al Jazeera News And News Agencies, “ICC: US 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
forces may have used torture in Afghanistan,” last Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta:
modified 2016, diakses Januari 11, 2020, https:// rajawali pers, 2014), 13.
www.aljazeera.com/news/2016/11/icc -forces- 7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu
torture-afghanistan-161115035831479.html. Pendekatan Praktik (Jakarta: rineka cipta, 2010), 37.
5 Arlina Permanasari, Pengantar hukum humaniter 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum
(Jakarta: Miamita Print, 1999), 164. (Jakarta: universitas indonesia, 1986), 10.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 20 No. 2, Juni 2020: 153-164 155
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

internasional terhadap kasus penyiksaan yang diperoleh dari hasil penelitian yang termuat
dilakukan oleh militer Amerika Serikat terhadap dalam media cetak ataupun digital.
tawanan perang Afghanistan. 3) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang
3. Sumber Data memberikan petunjuk maupun penjelasan
Sumber data yang digunakan dalam terhadap bahan hukum primer dan sekunder
penelitian ini berasal dari bahan bahan pustaka seperti kamus hukum dan Encyclopedia.
yang lazimnya disebut sebagai data sekunder9 b. Data primer
yang memiliki kaitan dengan penegakan hukum Selain itu digunakan juga bahan dari
atas penegakkan hukum pidana internasional lapangan yang bersumber dari wawancara dengan
terhadap kasus penyiksaan yang dilakukan narasumber dari pihak akademisi terkait.
oleh militer Amerika Serikat terhadap tawanan 4. Metode Analisis Data
perang Afghanistan. Dalam hal ini, data sekunder
mencakup:10 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
terhadap data secara kualitatif yaitu analisis data
a. Data hukum sekunder:
dengan cara menganalisis, menafsirkan, menarik
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan kesimpulan sesuai permasalahan yang dibahas,
hukum yang mengikat, seperti berbagai penelitian data sekunder akan dipelajari yang
konvensi-konvensi internasional, perjanjian- kemudian dijabarkan dalam bentuk kalimat-
perjanjian internasional (MOU), berbagai kalimat yang disusun secara sistematis.
peraturan perundang-undangan internasional
lainnya, dan juga berupa peraturan PEMBAHASAN DAN ANALISIS
perundang-undangan yang tentunya terkait
dengan pembahasan permasalahan. Peraturan A. Yurisdiksi International Criminal Court
perundang-undangan yang dimaksud antara Pengadilan internasional yang berkedudukan
lain Piagam PBB 1945, Konvensi Jenewa III di Den Haag-Belanda ini dibentuk melalui Statuta
1949 tentang perlindungan tawanan perang, Roma (Rome Statute) 1998. Meskipun sama-sama
Statuta Roma 1998 Pengadilan Pidana berkedudukan di Den Haag namun institusi ini
Internasional dan Konvensi Wina tentang tidak ada kaitannya dengan lembaga pengadilan
Hukum Perjanjian 1969. internasional lain yang merupakan salah satu
2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan organ utama PBB yaitu International Court of
penjelasan mengenai bahan hukum primer Justice/ International Criminal Court (ICJ/ICC)
berupa hasil penelitian, hasil karya dari atau yang lebih kita kenal dengan Mahkamah
kalangan hukum, dan lain-lan. Bahan Internasional. International Criminal Court
atau sumber sekunder berupa bahan dibentuk bersamaan dengan dibentuknya PBB
pustaka11 yang memberikan penjelasan pada tahun 1945, statutanya pun melekat pada
mengenai bahan hukum primer, seperti: piagam PBB (The Charter of United Nations)
RUU (Rancangan peraturan perundang- dan anggarannya berdasarkan anggaran PBB.
undangan), Naskah akademik, konvensi Adapun ICC adalah independent institution,
yang belum diratifikasi, hasil-hasil memiliki struktur organisasi sendiri terlepas
penelitian, hasil karya di bidang hukum, dari PBB demikian halnya dengan anggaran
dan berupa teori atau konsep yang sudah operasionalnya yang didasarkan atas kontribusi
ada. Teori yang digunakan adalah teori negara-negara peserta dalam Statuta Roma 1998.
yang mempunyai relevansi dengan Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ICC
pembahasan penelitian. Teori ini juga adalah subyek hukum internasional yang memiliki
berguna sebagai batu uji dalam melakukan international personality. Dengan demikian ICC
analisis pembahasan. Selain itu juga dapat dapat melakukan berbagai international legal
capacity dalam rangka pelaksanaan fungsinya.12
International Criminal Court dapat melaksanakan
9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit. 12. fungsi dan kewenangannya di wilayah negara
10 Ibid. 13.
11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif - Suatu Tinjauan (Jakarta:
grafindo presada, 2001), 29. 12 Pasal 4 (1) Statuta Roma 1998.

156 Penegakan Hukum Pidana Internasional terhadap Kasus Kekerasan Militer AS (Fikry Latukau)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

anggota juga dengan perjanjian khusus di wilayah kewenangan untuk mengadili hal ini yang diatur
negara lain.13 dalam Statuta Roma.
Kejahatan perang menurut Pasal 9 Statuta Berdasarkan waktunya atau temporal
antara lain adalah pelanggaran-pelanggaran berat jurisdiction (ratione temporis), International
(grave breaches) terhadap Konvensi Jenewa Criminal Court hanya memiliki yurisdiksi terhadap
1949. Tindakan-tindakan yang dimaksud antara kejahatan yang dilakukan setelah berlakunya
lain pembunuhan dengan sengaja, penyiksaan atau Statuta Roma, yaitu 1 Juli 2002.16 Bilamana
perlakuan tidak manusiawi termasuk eksperimen suatu negara menjadi pihak setelah berlakunya
biologi, dengan sengaja menyebabkan penderitaan Statuta, maka International Criminal Court hanya
yang berat atau luka yang serius terhadap tubuh, memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan yang
perusakan secara luas dan pengambilan milik dilakukan setelah Statuta berlaku terhadap negara
yang tidak sah, memaksa tawanan perang atau tersebut. kecuali jika negara tersebut membuat
orang-orang lain yang dilindungi untuk membantu deklarasi sebagaimana disyaratkan dalam Pasal
kekuatan musuh, dengan sengaja menghilangkan 12 paragraf 3 Statuta. Afganistan merupakan salah
hak-hak tawanan perang dan orang-orang yang satu dari beberapa negara pihak (state parties)
dilindungi dari peradilan yang jujur dan reguler, telah meratifikasi Statuta Roma, secara de facto
deportasi dan pemenjaraan yang melawan hukum praktek penyiksaan terhadap tawanan perang
serta melakukan penyanderaan.14 yang dilakukan oleh militer Amerika Serikat
Praktek penyiksaan yang dilakukan oleh kepada tawanan perang Afganistan dapat diadili di
militer Amerika Serikat terhadap tawanan perang International Criminal Court jika praktek tersebut
Afganistan, Bensouda (Jaksa International terjadi setelah bulan Mei 2003 karena pada saat
Criminal Court) yang melakukan penyidikan itu Afganistan telah meratifikasi Satuta Roma.
terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh Pada bulan November, ketika jaksa International
militer Amerika Serikat terhadap tawanan perang Criminal Court Fatou Bensouda, meminta izin
Afganistan, menuturkan dia punya alasan cukup pengadilan untuk memulai penyelidikan, dia
kuat yang menyebutkan serdadu Amerika Serikat mengatakan bahwa pengadilan telah menyelidiki
melakukan kejahatan perang di Afganistan. kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan
“Ada alasan masuk akal untuk meyakini, ketika sejak tahun 2006.17 Dengan demikian secara
menginterogasi para tahanan, militer Amerika waktunya atau jurisdiction temporal dapat diadili
Serikat dan Intelijen Central Intelligence Agency di International Criminal Court karena Afganistan
(CIA) melakukan kejahatan perang yaitu telah meratifikasi statuta roma tersebut.
penyiksaan, perlakuan kejam, dan merendahkan Berdasarkan wilayah tempat dilakukannya
martabat dan memperkosa”15 Dari keterangan kejahatan atau teritorial jurisdiction, maka
tersebut dapat dikatakan bahwa militer Amerika International Criminal Court dapat mengadili
Serikat telah melakukan penyiksan terhadap kasus-kasus yang diserahkan oleh negara peserta
tawanan perang Afganistan, dan telah melanggar yang wilayahnya menjadi tempat dilakukannya
ketentuan yang ada baik itu ketentuan Konvensi kejahatan internasional. Termasuk dalam
Jenewa 12 Agustus 1949 yang menyebutkan pengertian ini adalah negara dimana kapal atau
perlindungan untuk tidak melakukan penyiksaan pesawat didaftarkan jika kejahatan dilakukan di
atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk atas kapal atau pesawat negara peserta. Di samping
percobaan biologis (memerkosa). Dan hal ini itu yurisdiksi International Criminal Court juga
dengan jelas dipraktekkan oleh militer Amerika berlaku dalam wilayah bukan negara pihak yang
Serikat. Kemudian ketentuan larangan beserta mengakui yurisdiksi International Criminal

13 Pasal 4 (2) Statuta Roma 1998.


14 Pasal 8 Statuta Roma 1998. 16 Pasal 11 Statuta Roma 1998.
15 Pandasurya Wijaya, “Tentara AS diduga kuat 17 Kathy Gannon (ABC News), “Masyarakat
lakukan kejahatan perang di Afganistan,” merdeka. Afghanistan Ajukan 1,17 Juta Klaim Kejahatan Perang
com, last modified 2016, diakses Januari 30, ke Pengadilan Internasional,” matamata politik
2020, https://www.merdeka.com/dunia/tentara- berita politik dunia, last modified 20018, diakses
as-diduga-kuat-lakukan-kejahatan-perang-di- Januari 25, 2020, https://www.matamatapolitik.
afganistan.html. com/warga-afghanistan-mengajukan-117-juta-
klaim-kejahatan-perang-ke-pengadilan/.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 20 No. 2, Juni 2020: 153-164 157
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

Court berdasarkan deklarasi ad hoc.18 Dalam Asas teritorial merupakan asas yang fundamental.
prakteknya militer Amerika Serikat yang dalam Romli, dengan mengutip Bert Swart dan Andre
hal ini melakukan tindakan penyiksaan dengan Klip21 menulis bahwa asas teritorial telah diperluas
praktek introgasi secara kasar kepada tawanan tidak lagi semata-mata ditujukan terhadap tempat
perang Afganistan yang terjadi dan dilakukan di mana pelaku melakukan kejahatan, melainkan
pada yuridiksi teritorialnya Afganistan sehingga juga tempat di mana akibat dari kejahatan itu
kasus ini sangat dimungkinkan untuk diadili di dilakukan atau di mana korban berada.
pengadilan internasional (international criminal Kedudukan Hukum Pidana Internasional
coort). Dalam Statuta Roma Pasal 12 Ayat (2) ditinjau dari Asas Teritorial berdasarkan asas
menyatakan bahwa International Criminal Court teritorial, maka setiap kejahatan yang terjadi
memiliki kewenangan untuk mengadili individu diwilayah suatu negara, negara berhak untuk
yang berasal dari negara yang sudah menjadi pihak mengadili setiap kejahatan yang terjadi diwilayah
dari International Criminal Court.19 Pasal tersebut teritorial. Meskipun hukum pidana nasional
dapat diartikan bahwasanya International Criminal mempunyai kewenangan sesuai dengan yuridiksi
Court tidak hanya dapat mengadili individu yang teritorialnya atas semua peristiwa yang terjadi
berasal dari negara yang sudah meratifikasi Statuta di wilayah kedaulatan suatu negara, tetap
Roma (State Parties) serta mengakui yuridiksi dikecualikan terhadap peristiwa pidana atau
International Criminal Court, akan tetapi semua kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan
individu termasuk yang berasal dari bukan negara internasional, International Criminal Court
pihak (non state parties) sepanjang kejahatan berdasarkan Statuta Roma tetap bisa menjalankan
yang dilakukan terjadi di wilayah negara yang yuridiksi teritorialnya di wilayah yuridiksi negara
menjadi pihak dari International Criminal Court yang berdaulat dengan tujuan untuk menjaga
atau negara peratifikasi Statuta Roma.20 keamanan, kedamaian dan melindungi hak-hak
Yuridiksi teritorial, yaitu kedaulatan atau masyarakat internasional.
kewenangan suatu negara yang berdasarkan hukum Yuridiksi kriminal berdasarkan asas
internasional untuk mengatur segala sesuatu yang teritorial adalah merupakan hak, kekuasaan,
terjadi dalam batas-batas wilayah negaranya. atau kewenangan suatu negara untuk membuat
Salah satu wujud dari yuridiksi teritorial suatu suatu peraturan pidana nasional legislasi, untuk
negara adalah membuat serta memberlakukan dilakukan di dalam wilayahnya, dilaksanakan
hukum pidana nasionalnya terhadap tindak pidana terhadap orang atau badan badan hukum yang ada
yang terjadi dalam wilayah negara tersebut. dalam wilayahnya (eksekutif).22
Ketentuan ini berlaku bagi warga negaranya
Penerapan prinsip Yuridiksi Universal, adalah
sendiri maupun orang asing yang melakukan
penerapan yurisdiksi pidana suatu negara terhadap
suatu tindak pidana, Ini merupakan dasar yang
pelaku tanpa melihat tempat terjadinya kejahatan
diunggulkan bagi pelaksanaan yuridiksi negara.
atau warga negara si pelaku atau korban bahkan
Peristiwa yang terjadi dalam batas-batas teritorial
hubungan negara tersebut dengan kejahatan
suatu negara dan orang-orang yang berada di
yang terjadi. Prinsip ini mengesampingkan
wilayah tersebut sekalipun untuk sementara, pada
prinsip yurisdiksi teritorial dan nasionalitas yang
lazimya tunduk pada penerapan hukum lokal
selama ini dikenal dalam hukum pidana dan
(negara yang meratifikasi Statuta Roma). Asas
hukum internasional. Tidak semua kejahatan
atau prinsip teritorial mempersoalkan tentang
dapat mengakibatkan pemberlakuan prinsip
lingkungan kuasa berlakunya hukum pidana
yurisdiksi universal, alasan mengapa prinsip ini
terhadap ruang, jadi lebih luas dari pada tanah
diberlakukan dalam perkembangan hukum pidana
(bumi), ia merupakan asas yang tertua dari asas-
internasional dikarenakan adanya kejahatan
asas berlakunya hukum pidana menurut tempat.
yang luar biasa berbahaya bagi kepentingan
18 Pasal 12 Statuta Roma 1998.
19 Pasal 12 Ayat (2) Statuta Roma. 21 Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika
20 Diajeng Wulan Christianti, “Jurisdiksi International Transnasional dalam Sistem hukum Pidana
Criminal Court terhadap Warga Negara Non-Pihak Indonesia (Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 1997),
Statuta Roma dan Dampaknya bagi Indonesia,” 105.
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of 22 I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional
Law) (2015): 28–29. (Jakarta: Cv Yrama Widya, 2005), 162.

158 Penegakan Hukum Pidana Internasional terhadap Kasus Kekerasan Militer AS (Fikry Latukau)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

masyarakat internasional sehingga setiap negara melarang dan memperbolehkan misalnya tidak
berkepentingan berkewajiban untuk adili lain dan tidak bukan adalah melindungi warga sipil
pelaku.23 Sesuai dengan perjanjian internasional dan tidak diperbolehkan untuk menyiksa tawanan
yang mendasari didirikannnya International perang. Kejahatan perang dan pengaturannya
Criminal Court. International Criminal Court juga telah ada sebelumnya dan diakui masyarakat
memiliki kewenangan untuk mengadili kejahatan internasional sebagai kebiasaan yang harus ditaati
yang paling serius,24 yaitu kejahatan terhadap dan di patuhi. Sehingga siapa saja yang melakukan
kemanusiaan, genosida, kejahatan perang, dan kejahatan perang dapat dikatakan telah
agresi.25 Penegakan hukum terhadap kejahatan melanggar ketentuan kebiasaan internasional.
yang disebutkan sebelumnya telah diakui sebagai Penerapan prinsip yurisdiksi universal ini
ius cogen.26 Rozakis memberikan arti norma jus juga sesuai dengan tujuan pendirian International
cogens sebagai suatu norma hukum internasional Criminal Court29 yakni menghapuskan
umum yang diterima dan diakui oleh masyarakat impunity terhadap pelaku kejahatan-kejahatan
interasional secara keseluruhan. Norma hukum International Criminal Court yang salah satunya
internasional umum diartikan sebagai suatu norma adalah kejahatan perang sehingga mencegah
yang diterapkan kepada sebagian besar negara- terjadinya kembali kejahatan tersebut. Apakah
negara karena telah diterima sebagai suatu hal hal tersebut mengartikan bahwa International
yang mengikat dan terhadap norma tersebut tidak Criminal Court dapat memberlakukan yuridisnya
boleh dilanggar.27 Kejahatan perang merupakan terhadap semua negara tanpa kesepakatan dari
salah satu kejahatan yang serius yang disebutkan negara yang bersangkutan? Pemberlakuan
dalam Statuta Roma Pasal 5 Ayat (1) sehingga yuridiksi universal ini terbatas bagi International
sangat memungkinkan untuk diadili di mahkamah Criminal Court sepanjang adannya persetujuan
pidana internasional (ICC) jika dikaitkan dengan dari tempat terjadinya kejahatan, negara asal dari
prinsip ini, karena prinsip ini melihat adanya pelaku atau korban kejahatan tersebut.30 Dari
kejahatan yang luar biasa atau kejahatan yang keterangan tersebut, Pengacara yang mewakili
serius. para korban konflik Afghanistan mendesak
Meskipun masih terdapat perdebatan Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk
mengenai keberlakuan prinsip universal dalam membuka penyelidikan kejahatan perang yang
hal ruang lingkup dan definisi dari kejahatan akan mencakup penyelidikan tindakan pasukan
dalam International Criminal Court masih Amerika Serikat.31 Dengan adanya penyataan
terus berlanjut hingga sekarang setidaknya inti tersebut berarti Afganistan menyetujui para pelaku
dari kejahatan tersebut merupakan pelanggaran penyiksaan untuk dapat diadili di International
hukum kebiasaan internasional yang memicu Criminal Court.
diberlakukannya prinsip yurisdiksi universal. 28 B. Penegakan Hukum Pidana Internasional
Dalam kejahatan perang tentunya ada norma yang dikaitkan dengan Non-State Parties
Penegakan hukum atas kejahatan
23 Marry Robinson, Dalam Diajeng Wulan Cristianti, internasional, pada dasarnya menjadi tanggung
Yuridiksi International Criminal Court (ICC)
Terhadap Warga Negara Non-Pihak Statuta Roma jawab dari negara yang bersangkutan. Negara
Dan Dampaknya Terhadap Indonesia, Padjadjaran ada kalanya dianggap tidak mau (unwilling),
Jurnal Ilmu Hukum, Vol 2 Nomor 1 Tahun 2015, 32- bahkan dianggap tidak mampu (unable) dalam
33.
24 Pasal 1 Statuta Roma, 1998.
25 Pasal 5 Ayat (1) Statuta Roma. 29 Pembukaan Pragraf 5 Statuta Roma, “Bertekad
26 Pasal 53 VCLT, Definisi Ius Cogen, “Adalah Norma Untuk Memutuskan Rantai Kekebalan Hukum
Yang Diterima Dan Diakui Oleh Komunitas (Impunity) Bagi Para Pelaku Kejahatan Ini Dan
Internasional Negara Sebagai Keseluruhan Sebagai Dengan Demikian Memberi Sumbangan Kepada
Norma Dari Mana Tidak Ada Penghinaan Diizinkan Dicegahnya Kejahatan Tersebut”.
Dan Yang Dapat Dimodifikasi Hanya Dengan 30 Diajeng Wulan Cristianti, Op.Cit, 33.
Norma Berikutnya Dari Hukum Internasional 31 Berlianto, “Korban Perang Afghanistan Minta ICC
Umum Yang Memiliki Karakter Yang Sama”. Investigasi Kejahatan Pasukan AS,” sindonews.com,
27 Christos Rozakis, The Concep of Jus Cogens in the last modified 2019, diakses Januari 17, 2020, https://
Law of Treaties (North Holland: North Holland international.sindonews.com/read/1465451/41/
Publishing Company, 1976), 169–170. korban-perang-afghanistan-minta-icc-investigasi-
28 Diajeng Wulan Cristianti, Op.Cit, 33. kejahatan-pasukan-as-1575476722.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 20 No. 2, Juni 2020: 153-164 159
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

penyelesaian kejahatan internasional. Pada Criminal Court memiliki yurisdiksi terhadap


umumnya bahwa negara yang dianggap tidak mau warga negara yang berasal dari bukan negara
adalah negara yang pada dasarnya mampu, tetapi pihak (non state parties) dalam kondisi-kondisi
ada upaya untuk melindungi pelaku, penangguhan sebagai berikut:
tidak dibenarkan, dan tidak independen. Negara a. Dalam kasus yang diserahkan oleh Dewan
yang dianggap tidak mampu adalah negara yang Keamanan PBB kepada International
mengalami keruntuhan sistem hukum nasionalnya Criminal Court.
baik secara penuh ataupun secara substansial. b. Dalam kasus warga negara dari non state
Implementasi Statuta Roma 1998 terhadap Negara parties melakukan kejahatan di wilayah
Pihak, bisa atas inisiatif negara pihak, penuntut atau territorial negara anggota Statuta Roma
umum, dan dewan keamanan Perserikatan Bangsa- atau negara yang sudah menerima yurisdiksi
Bangsa, sedangkan terhadap negara bukan pihak International Criminal Court berkaitan
dalam Statuta Roma 1998, dapat dengan inisiatif dengan kejahatan tersebut.
negara yang bukan pihak dan Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Suatu negara yang c. Dalam kasus negara yang bukan pihak
dianggap tidak mau (unwilling) dan negara (non state parties) sudah menyetujui untuk
yang dianggap tidak mampu (unable), memiliki melaksanakan yurisdiksi berkaitan dengan
perbedaan kriteria. Terdapat tiga kriteria yang kejahatan-kejahatan tertentu 32
bersifat alternatif suatu negara yang dianggap Setidaknya ada satu negara non state parties
tidak mau (unwilling), yaitu: yaitu Amerika Serikat yang mengajukan keberatan
a. Apabila negara sedang atau telah melakukan terhadap kondisi pertama dan kedua sebagaimana
langkah-langkah hukum, atau sudah dipaparkan di atas yang mengabaikan persetujuan
adanya keputusan dari peradilan nasional, non state parties.
tetapi semata-mata dengan maksud Dalam perlawanan atau serangannya
melindungi orang yang bersangkutan dari terhadap International Criminal Court, Amerika
tanggungjawabnya. melakukan berbagai upaya, baik melalui jalur
b. Apabila dalam proses hukum yang sedang politik maupun hukum agar supaya International
ditempuh, terdapat suatu penangguhan yang Criminal Court tidak dapat melaksanakan
tidak dibenarkan. yurisdiksi terhadap warganya. Upaya-upaya atau
strategi yang dilakukan Amerika Serikat antara
c. Apabila dalam proses hukum yang telah atau
lain sebagai berikut:
sedang dilaksanakan, tidak secara mandiri
(independen) atau memihak. 1. Membuat peraturan dan perjanjian untuk
membatasi yurisdiksi International Criminal
Kriteria suatu negara yang dianggap
Court dengan negara-negara pihak dalam
tidak mampu (unable) merupakan negara yang Statuta Roma.
dalam kasus tertentu tidak dapat melaksanakan
kewajibannya, disebabkan oleh tidak berfungsinya 2. Membuat perjanjian dengan negara-negara
sistem yudisial negara tersebut secara penuh lain yang melarang mentransfer warga
ataupun secara substansial. Implementasi Statuta Amerika Serikat ke International Criminal
Roma 1998 terhadap negara yang dianggap tidak Court.
mau (unwilling) atau tidak mampu (unable) 3. Mengadopsi Resolusi Dewan Keamanan
dalam praktiknya dapat berlaku terhadap negara untuk mencegah pelaksanaan yurisdiksi
Pihak Statuta Roma 1998 dan bukan negara pihak International Criminal Court terhadap warga
Statuta Roma 1998 terhadap negara pihak dapat negara dari non state parties yang terlibat
menggunakan tiga mekanisme, yaitu berdasarkan dalam operasi-operasi perdamaian PBB.
inisiatif negara pihak, dewan keamanan dan Menurut Amerika Serikat pelaksanaan
penuntut umum, sedangkan untuk negara bukan yurisdiksi International Criminal Court (ICC)
Pihak, dapat menggunakan dua mekanisme, yaitu
atas inisiatif negara bukan pihak dan dewan
keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. 32 D. Akande, “The Jurisdiction of the International
Criminal Court over Nationals of Non-Parties:
Berdasarkan Statuta Roma 1998 International Legal Basis and Limits,” Journal of International
Criminal Justice (2003): 1.

160 Penegakan Hukum Pidana Internasional terhadap Kasus Kekerasan Militer AS (Fikry Latukau)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

terhadap warga dari non state parties bertentangan Menanggapi hal tersebut diatas, hasil
dengan prinsip-prinsip hukum internasional. penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Diajeng
Prinsip hukum yang dimaksud antara lain adalah Wulan Cristianti,36 dalam artikelnya dengan judul
Pacta tertiis nec nosunt nec prosunt (bahwa “Yuridiksi International Criminal Court (ICC)
perjanjian yg menimbulkan hak dan membebankan terhadap Warga Negara Non-Pihak Statuta Roma
kewajiban bagi para pihak yang berjanji tidak Dan Dampaknya terhadap Indonesia” menyatakan
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak bahwa kewenangan International Criminal Court
ketiga). Prinsip yang berasal dari Romawi ini untuk mengadili non state parties Statuta Roma
telah menjadi hukum kebiasaan internasional dan tidak bertentangan dengan Vienna Convention on
telah dikodifikasikan dalam Konvensi Wina 1969 the Law of Treaties 1969 (VCLT). Dan apa yang
tentang Perjanjian internasional. Menurut prinsip oleh Amerika Serikat bahwa pelaksanaan
didalilkan
yang tertuang dalam Konvensi Wina 1969 Pasal yurisdiksi International Criminal Court (ICC)
34 ini suatu perjanjian tidak menimbulkan hak dan terhadap warga dari non state parties bertentangan
kewajiban bagi pihak ketiga tanpa persetujuannya. dengan prinsip-prinsip hukum internasional,
Menanggapi keberatan yang di ajukan Amerika diangggap keliru, seperti yang telah penulis bahas
ini, M. Scharf mengemukakan bahwa sebenarnya sebelumnya.
tidak ada satu pasal pun dalam Statuta Roma Kemudian menanggapi apa yang
yang membebani kewajiban pada pihak ketiga.33 dikemukakan Morris, para pakar-pakar hukum
Yang terjadi adalah bahwa dengan pelaksanaan internasional mengemukakan bahwa negara pihak
yurisdiksi International Criminal Court tersebut Statuta Roma 1998 memiliki yurisdiksi teritorial
akan mempengaruhi kepentingan non state terhadap segala kejahatan yang terjadi di wilayah
parties. Tentu saja hal ini sangat berbeda dengan atau teritorialnya. Hal ini berlaku terhadap pelaku
membebani atau menciptakan suatu kewajiban kejahatan dari negara manapun baik negara pihak
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 34 Konvensi Stauta Roma maupun bukan negara pihak (non
Wina 1969. Pelanggaran hukum internasional state parties). Apabila kejahatan yang dilakukan
kedua oleh International Criminal Court terhadap masuk kategori international crime maka
non state parties menurut Madeline Morris34 berdasarkan prinsip universal yang dikenal dalam
adalah bahwa International Criminal Court akan hukum internasional semua negara memiliki
bertindak secara tidak sah jika melaksanakan yurisdiksi terhadap pelaku tanpa memperhatikan
yurisdiksinya terhadap warga negara dari non state nasionalitas si pelaku maupun tempat dilakukannya
parties yang sedang melaksanakan tugas resmi kejahatan tersebut. Manakala suatu negara yang
atau policy dari negaranya. Lebih lanjut Morris memiliki yurisdiski berkehendak melaksanakan
juga mengemukakan bahwa pelaksaan yurisdiksi yurisdiksinya maka persetujuan dari negara asal
International Criminal Court terhadap warga pelaku kejahatan tidaklah disyaratkan.
negara dari non state parties akan bertentangan
Kewenangan ICC untuk mengadili pelaku
dengan prinsip bahwa pengadilan internasional
kejahatan yang masuk kategori ruang lingkup
tidak dapat melaksanakan yurisdiksinya terhadap
yurisdiksinya merupakan pendelegasian dari
kasus-kasus menyangkut hak atau tanggung jawab
negara pihak yang di wilayahnya terjadi kejahatan
pihak ketiga yang tidak memberikan persetujuan
internasional dan negara tersebut tidak mampu
terhadap masalah pokok perselisihan.35
atau tidak mau mengadili sendiri untuk kemudian
menyerahkan pelaku untuk diadili di depan
33 M. Scharf, Hlm. 67, Bandingkan Dengan: D. Arnaut, International Criminal Court. Dengan demikian
“ ‘When In Rome, The International Criminal bahwa International Criminal Court dapat
Court And The Avenues For U.S. Participation”
Dalam 43virginia Journal Of International Law
melaksanakan yurisdiskinya terhadap anggota
(Vjil) (2003) Hlm 405 Juga Johnson. ‘The Ameri- pasukan PBB yang berasal dari non state parties
Can Servicemember’s Protection Act: Protecting tidaklah melanggar hukum internasional. Dalam
Whom?’Dalam.43 Virginia Journal Of International praktek hukum internasional ketika suatu negara
Law (Vjil), (2003). 444.
akan mengekstradisikan pelaku kejahatan ke
34 Madeline Morris, “High Crimes and
Misconceptions: The ICC and Non-Party States,”
Law and Contemporary Problems (2001): 135. 36 Dosen Hukum Internasional Universitas
35 ICJ Reports, Italy v. France, United Kingdom and Padjadjaran Bandung., Sekaligus Dosen Hukum
United States, 90 (1995). Pidana Internasional.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 20 No. 2, Juni 2020: 153-164 161
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

negara yang memintanya tidaklah disyaratkan negara peserta Statuta Roma namun International
adanya persetujuan dari negara asal si pelaku Criminal Court dapat memiliki yurisdiksi terhadap
terlebih dahulu. pelaku kejahatan yang berasal dari negara tersebut
bilamana kejahatan dilakukan di wilayah negara
peserta Statuta dan negara tersebut menyerahkan
Beberapa contoh seperti konvensi menentang
kasus itu pada International Criminal Court. Di
terorisme adalah contoh-contoh perjanjian yang
samping negara peserta, International Criminal
dikatakan melahirkan prinsip universal. Secara
Court juga dapat melaksanakan yurisdikinya
umum konvensi-konvensi tersebut menetapkan
terhadap kasus yang diserahkan oleh Dewan
bahwa semua negara yang di wilayahnya
Keamanan dalam rangka Bab VII Piagam Dewan
terdapat teroris berkewajiban untuk mengadili
Keamanan. Dan jika mengara pada Pasal 34
atau mengekstradisikannya ke negara lain yang
piagam PBB dinyatakan bahwa dewan keamanan
bersedia mengadilinya. Amerika sebagai negara
berhak untuk menginvestigasi semua kasus antar
pihak dalam berbagai konvensi anti terorisme
negara yang dapat mengancam perdamaaian dan
Amerika banyak melaksanakan yurisdiskinya
keamanan dunia. Adapun pada Pasal 1 piagam
terhadap pelaku yang diduga teroris yang berasal
PBB tujuan dan prinsip PBB adalah menjaga
dari non pihak konvensi anti terorisme.
perdamaian dan keamanan internasional.37
Satu argumen lagi yang dapat diajukan untuk
Cela untuk membawa Militer Amerika
mendukung yurisdiski International Criminal
ke International Criminal Court berdasarkan
Court atas warga non state party adalah bahwa
pemaparan sebelumnya adalah, Mahkamah Pidana
Statuta Roma 1998 Pasal 27 mengatur tentang
Internasional (ICC) menyebut militer Amerika
tidak relefannya jabatan resmi menetapkan
Serikat (AS) diduga melakukan kejahatan perang
sebagai berikut:
di Afghanistan (berdasarkan locus), pada tahun
1. Statuta berlaku sama terhadap semua orang 2003-2004 (berdasarkan tempus). Militer Amerika
tanpa suatu perbedaan atas dasar jabatan Serikat menyiksa para tahanan di Afghanistan
resmi. Secara khusus, jabatan resmi sebagai dalam praktik yang disebut jaksa International
seorang kepala negara atau pemerintahan Criminal Court (ICC) sebagai kebijakan yang
anggota suatu pemerintahan atau parlemen, disengaja. Dalam hal ini kejahatan terjadi di
wakil terpilih atau pejabat pemerintah dalam wilayah Afganistan secara otomatis hukum
hal apa pun tidak mengecualikan seseorang Afganistan yang berlaku, Afganistan yang kita
dari tanggung jawab pidana di bawah statuta. ketahui bersama telah meratifikasi statuta roma
Demikian pula dalam hal mengenai dirinya oleh karena itu perkara ini secara sah dapat
sendiri tidak merupakan suatu alasan untuk dibawa ke Internasional Criminal Court (ICC).
mengurangi hukuman.
2. Kekebalan atau peraturan prosedural KESIMPULAN
khusus yang mungkin terkait dengan
jabatan resmi dari seseorang baik di bawah Nampaknya pelaksanaan penegakan hukum
hukum nasional atau internasional tidak pidana internasional terhadap militer Amerika
menghalangi mahkamah untuk melaksanakan serikat oleh Mahkamah Pidana Internasional
yurisdiksinya atas orang tersebut. Pasal belum berjalan dengan semestinya dikarenakan
di atas tidak membedakan antara imunita upaya yang dilakukan oleh pemerintah Amerika
personal dengan bahan kekebalan imunitas Serikat dalam hal politik luar negerinya serta
(immunity ratione material). upaya hukum yang diupayakannya sehingga
pelaksanaan penegakan hukum tersebut agak
Sebaliknya Pasal 27 Statuta Roma 1998
terkendala dalam pelaksanaanya.
merekomendasikan bahwa pejabat negara akan
bertanggungjawab terhadap segala tindakan yang Mahkamah pidana internasional memiliki
dilakukannya atas nama negara, pejabat negara di yuridiksi terhadap beberapa kejahatan yang
sini termasuk pejabat yang menikmati personal
imunitas.
37 Pasal 1 Tujuan Dan Prinsip PBB, “Menjaga
Dari Pasal-Pasal yang dipaparkan di atas dapat Perdamaian Dan Keamanan Internasional, Dan
disimpulkan bahwa meskipun suatu negara bukan Untuk Itu: Untuk Mengambil Tindakan Bersama
Yang Efektif Untuk Pencegahan”.

162 Penegakan Hukum Pidana Internasional terhadap Kasus Kekerasan Militer AS (Fikry Latukau)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

dianggap serius dan salah satunya adalah Wina III 1949, dan bila menyerang warga sipil.
kejahatan perang yang dalam hal ini dilakukan Maka, seharusnya para penjahat perang yang
oleh militer Amerika Serikat kepada para tawan melakukan hal ini segera ditangkap dan dihukum
perang Afganistan di wilayah teritorial Afganistan dengan aturan yang ada dan berlaku sesuai dengan
sehingga mahkamah pidana internasional dapat yang telah diperbuat. Hal tersebut bertujuan
mengadili tindakan kejahatan tersebut yang untuk memberikan efek jerah terhadap setiap
dilakukan oleh militer Amerika serikat. orang maupun negara, Sehingga negara non state
Berdasarkan Statuta Roma 1998 ICC parties yang mempunyai imunitas atau kekebalan
memiliki yurisdiksi terhadap warga negara sekalipun juga dapat diadili di mahkamah pidana
yang berasal dari non state parties party dalam internasional (ICC), dan berdampak pada negara
kondisi-kondisi sebagai berikut: Dalam kasus lain baik state parties, maupun non state parties
yang diserahkan oleh Dewan Keamanan PBB sehingga tidak melakukan kejahatan tersebut.
kepada International Criminal Court (ICC), dan Dengan demikian pelaksanaan pemidanaan di
dalam kasus warga negara dari non state parties Mahkamah Pidana Internasional dapat dijalankan
melakukan kejahatan di wilayah atau teritorial dengan efektif.
negara anggota Statuta Roma atau negara yang Kiranya juga dapat membentuk suatu
sudah menerima yurisdiksi International Criminal peraturan khusus yang mengatur mengenai
Court (ICC) berkaitan dengan kejahatan tersebut. tawanan perang yang dijadikan objek kekerasan,
Serta dalam kasus negara non state parties sudah karena tawanan perang dipandang “tidak memiliki
menyetujui untuk melaksanakan yurisdiksi kekuatan” untuk menolak paksaan negara penahan
berkaitan dengan kejahatan-kejahatan tertentu, untuk dijadikan dan diperlakukan secara kasar
negara pihak Statuta Roma 1998 memiliki dan diperbudakkan yang dapat mengakibatkan
yurisdiksi teritorial terhadap segala kejahatan kecacatan tubuh, atau bahkan kematian.
yang terjadi di wilayah atau teritorialnya.
Dari keterangan tersebut berarti cukup jelas UCAPAN TERIMA KASIH
bahwa militer Amerika Serikat dapat dibawah
Dihaturkan kepada kedua orang tua Penulis
ke Mahkamah Pidana Internasional di Den
yang sungguh luar biasa yaitu kedua orang
Hag Belanda, dikarenakan tindakan kejahatan
Tuaku tercinta Mama Mujuna Latukau, BA,
introgasi dengan teknik kasar, penyiksaan serta
dan Aba Drs. Sophian Latukau yang sudah
perlakuan eksperimen biologi kepada para
membesarkan, memberikan kasih sayang,
tawanan perang dilakukan pada wilayah atau
bimbingan, nasihat, semangat, dorongan,
territorial negara anggota Statuta Roma atau
motivasi, d a n biaya yang tiada terhingga untuk
negara yang sudah menerima yuridiksi
menempuh pendidikan magister Program Hukum
mahkamah pidana internsaional (ICC). Hal ini Universitas Padjadjaran Bandung saat ini.
berlaku terhadap pelaku kejahatan dari negara Terimah Kasih atas doa yang tiada henti-hentinya
manapun baik negara pihak Statuta Roma mengiringi langkah Penulis dalam menuntut ilmu.
maupun bukan (non state parties). Apabila
Kepada para Akademisi/Dosen pada
kejahatan yang dilakukan masuk kategori
international crime maka berdasarkan prinsip Program Magister Hukum Universitas Padjadjaran
universal yang dikenal dalam hukum Bandung, yang telah memberikan ilmu serta
internasional semua negara termasuk di dalamnya dedikasinya yang tinggi sehingga Penulis dapat
pengadilan internasional memiliki yurisdiksi melakukan penelitian ini dan berjalan dengan baik,
terhadap pelaku tanpa memperhatikan nasionalitas lebih khusus kepada tim dosen pengajar pada mata
si pelaku maupun tempat dilakukannya kejahatan kuliah Hukum Pidana Internasional terima kasih
tersebut, dan hal ini tidaklah bertentangan dengan banyak, berkat mengikuti kelas tersebut penelitian
hukum international. ini bisa ada.
SARAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bahwa sesungguhnya kejahatan perang
adalah suatu hal yang tidak dapat dimaafkan, Akande, D. “The Jurisdiction of the International
terutama menyiksa tawanan perang yang Criminal Court over Nationals of Non-
sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban Parties: Legal Basis and Limits.” Journal of
menurut Konvensi

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 20 No. 2, Juni 2020: 153-164 163
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561
Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti:
No:10/E/KPT/2019

International Criminal Justice (2003). PERANG MENURUT HUKUM


Atmasasmita, Romli. Tindak Pidana Narkotika HUMANITER.” LEX ET SOCIETATIS
Transnasional dalam Sistem hukum Pidana (2014).
Indonesia. Bandung: PT. Citra aditya Bakti, QC., Malcolm N. Shaw. Hukum internasional.
1997. Bandung: Nusa Media, 2013.
Berlianto. “Korban Perang Afghanistan Minta Rozakis, Christos. The Concep of Jus Cogens in
ICC Investigasi Kejahatan Pasukan AS.” the Law of Treaties. North Holland: North
sindonews.com. Last modified 2019. Diakses Holland Publishing Company, 1976.
Januari 17, 2020. https://international. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum.
sindonews.com/read/1465451/41/korban- Jakarta: universitas indonesia, 1986.
perang-afghanistan-minta-icc-investigasi-
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian
kejahatan-pasukan-as-1575476722.
Hukum Normatif - Suatu Tinjauan. Jakarta:
Christianti, Diajeng Wulan. “Jurisdiksi grafindo presada, 2001.
International Criminal Court terhadap
———. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Warga Negara Non-Pihak Statuta Roma dan Tinjauan Singkat. Jakarta: rajawali pers,
DampaknyabagiIndonesia.”PADJADJARAN 2014.
Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) (2015).
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu
Diantha, I Made Pasek. Hukum pidana
Pendekatan Praktik. Jakarta: rineka cipta,
internasional dalam dinamika pengadilan 2010.
pidana internasional. Jakarta: kencana
Wijaya, Pandasurya. “Tentara AS diduga kuat
prenada media grop, 2014.
lakukan kejahatan perang di Afganistan.”
ICJ Reports. Italy v. France, United Kingdom and merdeka.com. Last modified 2016. Diakses
United States (1995). Januari 30, 2020. https://www.merdeka.
Al Jazeera News And News Agencies. “ICC: com/dunia/tentara-as-diduga-kuat-lakukan-
US forces may have used torture in kejahatan-perang-di-afganistan.html.
Afghanistan.” Last modified 2016. Diakses . M. Scharf, bandingkan dengan: D. Arnaut,
Januari 11, 2020. https://www.aljazeera.
“ ‘When in Rome...The International
com/news/2016/11/icc-forces-torture-
Criminal Court and the Avenues for U.S.
afghanistan-161115035831479.html.
Participation” dalam 43Virginia Journal
Morris, Madeline. “High Crimes and of International Law (VJIL) (2003) juga
Misconceptions: The ICC and Non-Party Johnson. ‘The Ameri-can Servicemember’s
States.” Law and Contemporary Problems Protection Act: Protecting Whom?’dalam.43
(2001). Virginia Journal of International Law (VJIL),
News), Kathy Gannon (ABC. “Masyarakat (2003).
Afghanistan Ajukan 1,17 Juta Klaim Charter of the United Nations 1945.
Kejahatan Perang ke Pengadilan Geneva III Convention of 1949 concerning the
Internasional.” matamata politik berita politik protection of prisoners of war.
dunia. Last modified 20018. Diakses Januari
Statute Of Rome 1998 International Criminal
25, 2020. https://www.matamatapolitik.com/
Court.
warga-afghanistan-mengajukan-117-juta-
klaim-kejahatan-perang-ke-pengadilan/. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969.
Parthiana, I Wayan. Hukum Pidana Internasional.
Jakarta: Cv Yrama Widya, 2005.
Permanasari, Arlina. Pengantar hukum humaniter.
Jakarta: Miamita Print, 1999.
Pomantow, Naomi Putri Lestari. “KAJIAN
YURIDIS TENTARA ANAK DALAM

164 Penegakan Hukum Pidana Internasional terhadap Kasus Kekerasan Militer AS (Fikry Latukau)

You might also like