Professional Documents
Culture Documents
Kel. 10 Naa-1
Kel. 10 Naa-1
Disusun Oleh:
2023
Abstrak
Islam memiliki sejarah panjang sebagai agama dan sistem pemerintahan yang telah
mempengaruhi berbagai negara dan masyarakat di seluruh dunia. Dalam Islam sudah mengenal
model sistem pemerintahan sejak zaman Nabi dengan memakai sistem Teokrasi, dan Islam
telah memiliki model-model pemerintahan yang berbeda, mulai dari kekhalifahan di masa awal
Islam hingga berbagai bentuk pemerintahan Islam kontemporer. Pada sistem pemerintahan
Islam kontemporer merujuk pada berbagai model pemerintahan yang menerapkan prinsip-
prinsip Islam dalam konstitusi dan kebijakan pada masing-masing negara, seperti Arab Saudi
dengan sistem pemerintahan Monarki Islam yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, serta
memiliki kebijakan yang sangat terkait dengan agama. Di sisi lain, Turki dengan negara yang
memakai sistem pemerintahan parlementer, serta mengadopsi pendekatan yang lebih sekuler
dalam sistem pemerintahannya. Meskipun mayoritas penduduknya Muslim, Turki memisahkan
agama dan negara dengan menganut prinsip sekularisme. Berbeda dengan Indonesia, yakni
negara presidensial yang mencerminkan pendekatan yang inklusif dan pluralistik, negara
dengan mayoritas penduduknya Muslim, negara mengakui dan menghormati keberagaman
agama dan budaya yang ada di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian
ini bertujuan untuk memaparkan lebih lanjut tentang sistem pemerintahan islam kontemporer
yang di anut oleh negara Arab Saudi, Turki, dan Indonesia. Dalam penelitian ini memakai
yuridis normatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Dengan sifat penelitian
deskriptif analisis, dan menggunakan pendekatan yang dilakukan yakni pendekatan historical
dan juga konseptual yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam memiliki sejarah panjang sebagai agama dan sistem pemerintahan yang telah
mempengaruhi berbagai negara dan masyarakat di seluruh dunia. Dalam Islam sudah
mengenal model sistem pemerintahan sejak zaman Nabi, di antaranya pada jaman Nabi
memakai sistem Teokrasi (pemerintahan Tuhan yang dilaksanakan oleh Nabi), jaman
Sahabat memakai sistem Teodemokrasi (nilai-nilai ketuhanan yang ada pada sahabat), dan
jaman Umayah memakai sistem Monarki (kerajaan). Sejak awal sejarahnya, Islam telah
memiliki model-model pemerintahan yang berbeda, mulai dari kekhalifahan di masa awal
Islam hingga berbagai bentuk pemerintahan Islam kontemporer.
1
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 33.
ada pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Partai politik berbasis Islam
berpartisipasi dalam proses politik dan pemilihan umum.
• Konstitusi Islam: Beberapa negara memiliki sistem pemerintahan yang
berdasarkan pada konstitusi Islam yang ditetapkan sebagai hukum dasar negara. Konstitusi
ini biasanya mencakup ketentuan-ketentuan yang mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip Islam dalam sistem pemerintahan, seperti Pakistan dengan konstitusi Islami.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pemerintahan Islam kontemporer diterapkan pada negara Arab
Saudi, Turki, dan Indonesia?
2. Apa yang menjadi perbedaan antara sistem pemerintahan yang diterapkan pada
negara Arab Saudi, Turki, dan Indonesia?
C. Metode penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode studi
kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan melalui referensi pustaka yang relevan dan
terkait dengan topik penelitian, yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari sumber-sumber kepustakaan, seperti buku, jurnal, artikel, dan dokumen
lainnya.2 Dengan sifat penelitian deskriptif analisis, yaitu metode untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, dan memberikan gambaran tentang suatu objek yang diteliti melalui data atau
sampel yang telah dikumpulkan. Sifat dari penelitian ini ditujukan untuk saran tentang apa
2
Winarmo Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, dan Teknik, (Bandung:Tarsito,
1990), hlm.139.
yang harus dilakukan memecahkan masalah tertentu.3 Pendekatan yang dilakukan yakni
pendekatan historical dan juga konseptual yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
BAB 11
PEMBAHASAN
3
Soerjono Sekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. Re-3 (kartu Ul-Press, 1986), hlm. 10.
4
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII: akar
Pembaruan Islam Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 53-53.
5
Abu Haif, Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam Modern), (Jakarta, Rihlah: Jurnal
Sejarah dan Kebudayaan 3, no. 01, 2015), hlm. 15–16.
kabilah tersebut yang kemudian menciptakan citra bahwa orang Arab sangat
menghormati tamu. Profil masyarakat dan budaya Arab6.
Di samping itu, Arab Saudi merupakan sebuah kerajaan dengan sistem
pemerintahan berbentuk monarki absolut, di mana satu orang raja menjabat sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Negara ini mengklaim bahwa konstitusi
kerajaannya didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Di negara
ini, tidak ada partai politik yang diizinkan berdiri atau beroperasi.
Arab Saudi menerapkan sistem pemerintahan berbentuk monarki absolut,
namun negara ini memiliki sistem pembagian kekuasaan yang terdiri dari lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serupa dengan negara-negara republik lainnya,
meskipun keberadaan lembaga-lembaga tersebut masih di bawah pengawasan raja dan
belum memiliki independensi sepenuhnya seperti yang berlaku dalam sistem
pemerintahan republik, misalnya seperti di Indonesia. Pemimpin eksekutif di Arab
Saudi adalah raja, dengan perdana menteri saat ini adalah Mohammed ibn Salman sejak
tahun 2017.
6
KBRI Riyadh, Profil Masyarakat dan Budaya Arab Saudi, Kementerian Luar Negeri Repulik
Indonesia, diakses pada tanggal 29 Mei 2023, https://kemlu.go.id/riyadh/id.
7
6 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi
Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Bogor: Kencana, 2003), hlm.
220.
Basic Law of Government atau hukum dasar pemerintahan (mirip dengan konsep
hukum dasar di Indonesia yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945).
Walaupun Arab Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan pada Al-
Qur'an dan Sunnah, namun dalam praktiknya, dekrit raja memiliki kekuatan tertinggi
dalam hukum. Hal ini terlihat dalam ketentuan Pasal 7 dari Nizham al-Asasi lil Hukmi
tahun 1412 H yang menyatakan bahwa "kekuasaan rezim berasal dari Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi yang mengatur segala hal dan semua hukum negara." Bahkan,
berdasarkan Pasal 6, warga negara diwajibkan bersumpah setia kepada raja berdasarkan
Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, termasuk kewajiban untuk mendengar dan taat kepadanya,
baik dalam keadaan miskin maupun sejahtera, dalam sukacita maupun duka.
Dalam konteks menggambarkan posisi agama di negara, Kerajaan Arab Saudi
dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama resmi Saudi Arabia. Saudi Arabia
adalah salah satu negara yang menjadikan Islam sebagai dasar negara dan agama
negara. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Saudi Arabia didasarkan pada ajaran
agama Islam, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Hukum Dasar Arab Saudi.
Menurut hukum dasar ini, tidak ada pemisahan antara agama dan negara; Islam adalah
agama dan negara (din wa dawlah). Dalam konteks ini, Saudi Arabia telah menegaskan
dirinya sebagai negara berbasis agama, di mana Islam menjadi hukum dasar dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini menandakan bahwa pemerintahan Saudi
Arabia didirikan atas dasar keadilan, konsultasi, dan kesetaraan, sesuai dengan syariat
Islam. Masyarakat Saudi Arabia diharapkan mematuhi penerapan syariat Islam. Bagi
bangsa Saudi, agama dan negara merupakan dua komponen yang erat terkait dan
membentuk satu kesatuan yang utuh, yang mencakup seluruh aspek kehidupan sosial
dan politik. Islam memiliki pengaruh sosial dan politik yang luas di Arab Saudi karena
tidak ada pemisahan antara agama dan negara.
Peran politik para ulama dan kehadiran ulama itu sendiri sangat penting bagi
keluarga penguasa Al-Saud. Hubungan erat antara ulama, pendukung interpretasi ketat
Islam oleh Muhammad ibn Abd al Wahhab, dan Al-Saud telah terbentuk sejak abad ke-
18 dan memberikan legitimasi utama bagi dinasti tersebut. Ulama berperan sebagai
kekuatan konservatif dalam menjaga nilai-nilai sosial dan politik tradisional yang telah
menjadi ciri khas Arab Saudi sejak awal tahun 1990-an.
Sistem Pemerintahan
Arab Saudi memiliki sistem pemerintahan yang dikenal sebagai monarki absolut.
Artinya, kekuasaan pemerintahan terpusat pada keluarga Kerajaan Saudi. Dalam sistem ini,
Raja memiliki kekuasaan mutlak dan keputusan-keputusan penting diambil oleh Raja atau
kerabat dekatnya. Ia memiliki wewenang luas dalam mengambil keputusan politik,
ekonomi, dan sosial yang signifikan bagi negara. Raja di Arab Saudi secara tradisional
berasal dari keluarga Al Saud.
8
Bahrum Siregar: Makalah Sistem Pemerintahan Turki.
kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang
ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Presiden Turki juga bukan hanya “simbol” negara saja, namun Presiden punya
kewenangan mengembalikan seluruh produk undang-undang (kecuali UU Anggaran)
kepada Parlemen untuk dipertimbangkan kembali keberlakuannya. Dan jika Parlemen
berkeras untuk tetap memberlakukan tetapi Presiden menolak, Presiden dapat
memanfaatkan Mahkamah Konstitusi guna memutuskannya. Selain itu, Presiden
memiliki kewenangan untuk mengadakan Pemilu ulangan jika terjadi kebuntuan
politik.
Peran Presiden yang besar juga terlihat dalam kewenangannya untuk
memutuskan penggunaan Angkatan Bersenjata Turki, mengangkat kepala-kepala Staf
Angkatan Perang, dan bersama-sama TGNA (Turkish Grand National Assembly)
berposisi selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang. TGNA sendiri adalah badan
legislatif Turki yang berkuasa membuat UU-nya tidak bisa didelegasikan kepada badan
lain. Anggotanya terdiri atas 550 orang yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Masa
tugasnya 5 tahun. Presiden Turki juga memiliki sharing kuasa eksekutif dengan Perdana
Menteri.
Menurut pasal 146 Konstitusi Turki , Mahkamah Konstitusi terdiri dari 11
anggota biasa dan 4 anggota pengganti. Presiden Republik mengangkat dua anggota
biasa dan dua anggota pengganti dari Pengadilan Banding Tinggi, dua anggota biasa
dan satu anggota pengganti dari Dewan Negara, dan satu anggota masing-masing dari
Pengadilan Banding Tinggi, Pengadilan Administratif Tinggi, Pengadilan Militer dan
Pengadilan Audit tiga calon masing-masing dinominasikan untuk masing-masing
jabatan yang kosong oleh Majelis Lengkap dari masing-masing pengadilan dari antara
presiden dan anggota-anggota mereka masing-masing, dengan mayoritas mutlak dari
jumlah seluruh anggota.9
Mahkamah Konstitusi Turki didirikan pada 26 April 1962, sesuai dengan
ketentuan Konstitusi 1961. Sebelumnya, parlemen memiliki superioritas mutlak sesuai
dengan prinsip konstitusional. Saat itu tidak ada lembaga hukum untuk meninjau
kembali konstitusionalitas undang-undang yang disahkan oleh parlemen, dan berbagai
keputusan dan tindakan pemerintah.
9
Wahyu purhantara : Jurnal Negara Sekuler Turki, Volume 6 Nomor 2, 2004.
Mahkamah Konstitusi memilih Presiden dan wakil presiden dari antara
anggota-anggota biasanya untuk masa jabatan selama empat tahun dengan pemilihan
rahasia dan dengan mayoritas mutlak dari seluruh jumlah anggotanya. Mereka dapat
dipilih kembali pada akhir masa jabatannya. Anggota-anggota Mahkamah Konstitusi
dilarang memegang jabatan resmi dan swasta lainnya, selain dari fungsi-fungsi utama
mereka.
Turki adalah negara dengan mayoritas penduduknya Muslim, namun negara ini
menganut prinsip sekularisme yang mengedepankan pemisahan antara agama dan
negara. Turki juga telah menjalankan sistem pemerintahan yang berdasarkan prinsip
demokrasi parlementer. Negara ini memiliki parlemen yang terdiri dari anggota yang
dipilih melalui pemilihan umum. Proses pengambilan keputusan politik dilakukan
melalui mekanisme demokratis, di mana semua warga negara memiliki hak untuk
berpartisipasi dalam proses tersebut.
Meskipun prinsip sekularisme menjadi dasar sistem pemerintahan Turki, dalam
beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran politik yang mengarah pada peningkatan
pengaruh agama dalam kebijakan publik. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP),
yang berhaluan Islam, telah berkuasa di Turki sejak tahun 2002. Di bawah
pemerintahan AKP, terjadi upaya untuk memperkuat identitas Islam di ruang publik dan
menggabungkan prinsip-prinsip Islam dalam kebijakan negara.
Pemerintahan AKP telah mengimplementasikan kebijakan yang mencerminkan
nilai-nilai Islam dalam beberapa aspek kehidupan publik. Misalnya, di bidang
pendidikan, dilakukan reformasi yang memperkenalkan pendidikan agama yang lebih
kuat dan mengintegrasikan nilai-nilai agama Islam dalam kurikulum sekolah. Selain
itu, pemerintahan AKP juga telah mengadopsi kebijakan yang mendukung
pembangunan masjid, promosi wisata religius, dan memperluas peran lembaga-
lembaga agama dalam kehidupan sosial dan politik.
Meskipun ada pihak yang mendukung upaya ini sebagai bentuk keberpihakan
terhadap nilai-nilai agama dan memperkuat identitas Muslim di Turki, ada juga kritik
dan perdebatan terkait dengan pengaruh agama dalam kebijakan negara. Beberapa
kritikus mengkhawatirkan bahwa penggabungan yang lebih besar antara agama dan
politik dapat mengancam prinsip-prinsip sekularisme dan pluralisme yang telah
menjadi karakteristik Turki.
Sistem Pemerintahan
10
Inu Kencana Syafie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 38.
11
Philip W Buck, Carl J Friedrich, dan Zbigniew K Brzezinski, “Totalitarian Dictatorship and
Autocracy”, American Slavic and East European Review, Vol. 16, No. 3, Oktober 1957, hlm. 401.
12
Oktaviani J, Teori Trias Politica (Pemisahan Dan Pembagian Kekuasaan), (Jakarta:Rajawali Press,
2018).
13
Moh Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm.83.
14
Bagi Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung: Mandar Maju,
1995), hlm. 78.
Negara” yang menyatakan bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial murni. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, 15 Sri Soemantri berpendapat
bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan campuran karena presiden mendapat
pengawasan dari legislatif yang berarti hal tersebut menunjukkan adanya sistem
parlementer yang terjadi pada saat itu. Oleh karena adanya sistem presidensial dan
sistem parlementer yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka Sri Soemantri
menyatakan bahwa Indonesia pada awal kemerdekaan menganut sistem pemerintahan
campuran.16
Tidak selang beberapa lama, Indonesia mengganti konstitusinya pada tahun
1949 yaitu Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Dalam Konstitusi Republik
Indonesia Serikat menganut sistem pemerintahan parlementer. Hal ini dibuktikan
dengan adanya Pasal 69 Ayat (1) Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang
menyatakan bahwa Presiden ialah Kepala Negara. Perdana Menteri menjadi kepala
pemerintahan pada kala itu. Konstitusi Republik Indonesia Serikat resmi berlaku pada
27 Desember 1949. Undang-Undang Dasar 1945 tetap berlaku namun hanya berlaku di
negara bagian Republik Indonesia yang terletak di Yogyakarta. 17
Pada tahun 1950 Indonesia mengubah konstitusinya menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara 1950. Pada saat itu, Undang-Undang Dasar Sementara menganut
sistem pemerintahan parlementer. Berbeda dengan Kontitusi Republik Indonesia
Serikat, kedudukan menteri pada Undang-Undang Dasar Sementara 1945 lebih tinggi
daripada saat berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 menteri memiliki kewenangan yang besar karena menjadi alat-alat
kelengkapan negara. Selain itu, menteri boleh terlibat langsung dalam proses
pembuatan undang-undang, proses pembuatan anggaran belanja negara yang sekaligus
pemegang umum anggaran, penerbitan uang, kaitan dengan hubungan luar negeri,
mendapat keistimewaan di muka peradilan yakni menteri yang masih menjabat maupun
tidak lagi menjabat hanya bisa diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh
Mahkamah Agung.18
15
A Hamid S Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara,” (Jakarta: FH UI, 1990), hlm. 126.
16
Sri Soemantri, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, (Bandung: Tarsito, 1976),
hlm.53.
17
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sistem Pemerintahan Negara, (Jakarta: Pusat Pendidikan
Pnacasila dan Konstitusi, 2016), hlm. 23.
18
Ibid, 25.
Pemberlakuan sistem tersebut tidak lama karena dikeluarkannya Dekrit
Presiden pada 5 Juli 1959 oleh presiden yang terdapat pernyataan untuk
memberlakukan kembali UUD 1945. Pemberlakuan kembali UUD 1945 menggantikan
sistem pemerintahan parlementer menjadi sistem presidensial. Namun dalam beberapa
literatur menyebutkan dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 sistem
pemerintahan Indonesia cenderung menganut sistem campuran atau dapat disebut
sistem quasi presidensil karena adanya unsur parlementer dalam sistem presidensial. 19
Sistem pemerintahan presidensial berlaku sama halnya saat orde baru yang mana
kepemimpinan Indonesia dipimpin oleh Soeharto. Pada masa reformasi hingga saat ini,
Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial ditandai dengan Pasal 4 Ayat (1)
UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”20
19
Sunarso, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: UNY Press, 2016), hlm. 266.
20
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
pengaturan dan perlindungan kebebasan beragama, serta Badan Wakaf Indonesia yang
mengelola harta wakaf untuk kepentingan umum. Pada praktiknya, Indonesia juga
memberlakukan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi, di mana etiap warga
negara memiliki hak untuk mempraktikkan agama sesuai dengan keyakinan pribadinya.
Negara ini juga melindungi hak-hak minoritas agama dan mendorong dialog
antaragama untuk memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Sistem Pemerintahan
Indonesia memiliki sistem pemerintahan yang dikenal sebagai republik. Sistem
ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, di mana kekuasaan politik berada di
tangan rakyat dan diwujudkan melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang dipilih
secara demokratis. Lembaga pemerintahan tertinggi di Indonesia adalah MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat). MPR terdiri dari dua anggota, yaitu DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Anggota DPR dipilih
melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Mereka adalah wakil rakyat yang
bertugas membuat undang-undang, mengawasi pemerintahan, dan menyuarakan
aspirasi rakyat. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang mewakili
kepentingan-kepentingan daerah di tingkat nasional.
Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan di Indonesia. Presiden
dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Presiden
memiliki kekuasaan eksekutif untuk menjalankan pemerintahan negara, mengambil
keputusan politik, dan menunjuk kabinet menteri. Selain MPR dan Presiden, sistem
pemerintahan Indonesia juga melibatkan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi
bertugas untuk menafsirkan konstitusi, memeriksa kesesuaian undang-undang dengan
konstitusi, serta menyelesaikan sengketa pemilihan umum dan sengketa konstitusional
lainnya. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga independen yang berperan dalam
menjaga supremasi hukum dan keadilan.
Di tingkat daerah, Indonesia memiliki pemerintahan daerah yang terdiri dari
provinsi, kabupaten, dan kota. Setiap daerah dipimpin oleh seorang gubernur (di
provinsi) atau bupati/wali kota (di kabupaten/kota) yang dipilih melalui pemilihan
umum. Mereka bertanggung jawab atas pemerintahan daerah dan pembangunan di
wilayah mereka masing-masing.
Lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia bekerja dalam kerangka
konstitusi yang disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945). UUD 1945 menjamin hak-hak dasar warga negara, seperti kebebasan
berpendapat, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia lainnya. Sistem
pemerintahan Indonesia terus mengalami perkembangan dan penyesuaian dalam upaya
meningkatkan partisipasi politik rakyat, meningkatkan tata kelola pemerintahan yang
baik, serta memperkuat sistem demokrasi di negara ini.
BAB III
Kesimpulan
Pada Arab Saudi yang sebagai negara dengan sistem pemerintahan Monarki
Islam yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, memiliki kebijakan yang sangat
terkait dengan agama. Sistem pemerintahannya didasarkan pada hukum syariah yang
melibatkan para ulama dalam pengambilan keputusan. Pemerintahan Arab Saudi juga
didasarkan pada monarki absolut yang diperkuat oleh legitimasi agama. Meskipun ada
beberapa reformasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, negara ini tetap
mempertahankan struktur pemerintahan yang kuat dengan otoritas yang tinggi.
6 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat
dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa
Kini, (Bogor: Kencana, 2003)
A Hamid S Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara,” (Jakarta: FH UI, 1990)
Abu Haif, Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam Modern), (Jakarta,
Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan 3, no. 01, 2015)
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002)
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII: akar
Pembaruan Islam Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004)
Bagi Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung: Mandar
Maju, 1995)
Bahrum Siregar: Makalah Sistem Pemerintahan Turki.
Inu Kencana Syafie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2011)
KBRI Riyadh, Profil Masyarakat dan Budaya Arab Saudi, Kementerian Luar Negeri Repulik
Indonesia, diakses pada tanggal 29 Mei 2023, https://kemlu.go.id/riyadh/id.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sistem Pemerintahan Negara, (Jakarta: Pusat
Pendidikan Pnacasila dan Konstitusi, 2016)
Moh Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993)
Oktaviani J, Teori Trias Politica (Pemisahan Dan Pembagian Kekuasaan), (Jakarta:Rajawali
Press, 2018).
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Philip W Buck, Carl J Friedrich, dan Zbigniew K Brzezinski, “Totalitarian Dictatorship and
Autocracy”, American Slavic and East European Review, Vol. 16, No. 3, Oktober
1957
Soerjono Sekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. Re-3 (kartu Ul-Press, 1986)
Sri Soemantri, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, (Bandung: Tarsito,
1976)
Sunarso, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: UNY Press, 2016)
Wahyu purhantara : Jurnal Negara Sekuler Turki, Volume 6 Nomor 2, 2004
Winarmo Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, dan Teknik,
(Bandung:Tarsito, 1990)