You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN REMAJA DENGAN


KEJADIAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD)
DI KLINIK BERSALIN BUNDA BAKTI KENCANA
CILENYI BANDUNG

AI RUDIANTI
NPM H522080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI


BIDAN FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN
RAJAWALI TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Asuhan Kebidanan
pada remaja di klinik bersalin bunda bakti kencana . Laporan pendahuluan ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat pelaksanaan praktik klinik stase remaja
program studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kebidanan Institut Kesehatan
Rajawali.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes selaku Rektor Institut Kesehatan


Rajawali Bandung;
2. Erni Hernawati, S.S.T., Bd., M.M., M.Keb selaku Dekan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali sekaligus Pembimbing Praktik
Profesi kebidanan
3. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb sebagai Penanggung Jawab Prodi
Pendidikan Profesi Bidan Fakultas kebidanan Institut Kesehatan
Rajawali

4. Seluruh dosen Institut Kesehatan Rajawali Bandung yang telah


memberikan ilmu sebagai bekal pelaksanaan melakukan praktek profesi
5. Risma Azizah,Amd.Keb selaku Clinical Instructure (CI)

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,


untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
dapat menulis dengan lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikn
manfaat. Aamiin.

Bandung, Mei 2023

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEBIDANAN REMAJA DENGAN KEHAMILAN
TIDAK DIINGINKAN DI KLINIK BERSALIN BUNDA
BAKTI KENCANA CILENYI BANDUNG

I. Latar Belakang

Fertilisasi remaja menjadi isu yang menjadi perhatian baik di tingkat


nasional maupun internasional. Pemerintah masih melihat kehamilan dan
melahirkan pada usia remaja sebagai suatu permasalahan yang harus diatasi.
Melahirkan pada usia remaja dapat mengarah pada rendahnya tingkat
pendidikan. Pada tingkat internasional, kehamilan remaja juga menjadi
permasalahan yang pelik baik di negara berkembang maupun di negara-negara
maju.

Di Indonesia sendiri berdasarkan data WHO terdapat 200 juta


kehamilan pertahun dimana sebanyak 75 juta kehamilan atau 30 persen
diantaranya adalah merupakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Angka prevalensi kasus kehamilan yang tidak direncakan di Indonesia ini
membuat banyak pihak khawatir. Pasalnya, salah satu risiko dari kehamilan
yang tidak direncanakan adalah anak yang dilahirkan mengalami stunting.

Berdasarkan data Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan


estabillity tahun 2022, isu kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia antara
tahun 2015 hingga 2019 yakni sebanyak 40 persen. Jumlah tersebut mendekati
angka kehamilan yang tidak diinginkan di dunia sebesar 60 pesen.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN mengatakan prevalensi
kehamilan yang tidak direncanakan di Indonesia saat ini cukup tinggi,
meskipun masih di bawah angka kasus global. Walaupun lebih sedikit, tapi 40
persen juga angka yang besar.

Kehamilan remaja di wilayah Jawa Barat yakni pada tahun 2019


sebanyak 21.499 remaja usia 16-19 tahun menikah dan 56,92% pernah hamil
serta 26,87% sedang hamil. Jawa Timur sebanyak 302.684 mengajukan
dispensasi perkawinan, dengan proporsi perempuan usia 10-19 tahun pernah
hamil 52,33% dan 22,02% sedang hamil. Di NTB ada 56,23% perkawinan usia
15-19 tahun di Lombok Tengah dan 53,15% di Lombok Timur pada tahun
2020. Proporsi perempuan usia 10-19 tahun pernah hamil 67,03% dan 30,80%
sedang hamil.

Di Kabupaten Garut kehamilan remaja yang tidak diinginkan pada


tahun 2020 terjadi 14 kasus, dan tahun 2021 terdapat 69 kasus kehamilan
remaja yang tidak diinginkan, terdapat peningkatan sebanyak 55 kasus
kehamilan pada remaja yang tidak diinginkan (KTD) dari tahun 2020 sampai
tahun 2021.

. Remaja KTD akan memunculkan berbagai problematika dalam


beradaptasi pada situasi yang tidak meenyenangkan, keluarga dalam dilema
menyadari takdir harus diterima walau tidak disukai dengan memilih
melanjutkan kehamilan dengan menikahkanya, atau aborsi. Juga timbul pada
remaja perasaan seperti malu, depresi, tekanan mental sosial (47,5%),
penolakan keluarga (42%), menjadi beban ekonomi keluarga (Pogoy, 2014).

Permasalahan yang sangat kompleks tersebut merupakan gambaran


nyata yang mungkin harus dihadapi oleh remaja KTD dan keluarga, dan harus
difikirkan oleh pemberi pelayanan kesehatan termasuk perawat komunitas,
untuk membantu memenuhi kebutuhan holistik yang diperlukan remaja beserta
keluarganya (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat laporan


kasus mengenai “Asuhan Kebidanan Remaja Dengan Kehamilan Tidak
Diinginkan (KTD) di UPT Puskesmas Cisewu Tahun 2022”.

II. Konsep Remaja


A. Pengertian Remaja
Remaja adalah seseorang yang tumbuh menjadi dewasa mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik dimana remaja mempunyai
rasa keingintahuan yang besar dan sedang mengalami proses perkembangan
sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja merupakan masa yang
selalu dialami oleh setiap manusia. Namun dalam usia remaja ini manusia
sedang mengalami proses pembentukan diri menjadi dewasa.
Masa remaja memang masa yang riskan akan kegoncangan jiwa dalam
arti pada masa ini merupakan masa yang penuh dengan pengaruh untuk
memasuki masa dewasa dari masa anak-anak. Pada usia remaja inilah terjadi
proses perubahan menuju kepada proses pematangan kepribadian yang penuh
dengan pemunculan sifat-sifat pribadi yang sesungguhnya yang harus
berbenturan dengan rangsang-rangsang dari luar. Benturan-benturan inilah
yang sering menimbulkan persoalan bagi remaja yang lemah mental, jiwa dan
rohaninya yang kadang-kadang diwujudkan pada suatu tindakan yang
menyimpang.
Tindakan yang menyimpang merupakan problematika yang sering
terjadi pada remaja, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan
masyarakat. Di rumah misalnya adanya tindakan indisiplin, berani dengan
orang tua, menentang perintah orang tua, berkelahi dengan saudara dan
sebagainya. Di sekolah, ditunjukan dengan tindakan perkelahian antar pelajar,
melakukan corat-coret tembok sekolah, 17 sering membolos, dan sebagainya.
Sedangkan di lingkungan masyarakat sering dilakukan dengan tindakan-
tindakan mencuri barang-barang milik orang lain, memalak atau memeras
orang untuk menyerahkan uang, melanggar rambu-rambu lalu lintas jalan, dan
lain sebagainya.
Tindakan yang menyimpang ini dapat berakibat fatal jika tidak
dibarengi dengan penyediaan fasilitas bagi penyaluran hobby sebagai wujud
penanganan proses pematangan pribadi remaja. Disamping itu perhatian serius
dari berbagai pihak terutama orang tua dan aparat pemerintah akan pemenuhan
kebutuhan remaja dalam proses pematangan jiwanya menjadi kunci utama
keberhasilan mengatasi problematika remaja.
B. Problem-problem Remaja
Pertumbuhan dan perkembangan remaja tidak lepas dari pengaruh
bawaan yang berkaitan dengan sifat-sifat atau karakteristik genetika yang
diturunkan oleh orang tua, serta pengaruh lingkungan yang berkaitan dengan
keluarga, sekolah, teman bermain, atau lingkungan masyarakat umum.
Pemahaman tentang dinamika perkembangan remaja amat diperlukan bagi
orang tua maupun pendidik yang banyak berhubungan dengan mereka. Betapa
tidak, usia remaja di era global ini banyak sekali memunculkan ekses-ekses
dalam masyarakat.
Kasus-kasus pelecehan seksual, perkosaan, aborsi, tawuran, narkoba,
maupun kriminalitas yang melibatkan remaja menjadi berita yang marak di
media-media masyarakat. Mengapa kondisi semacam ini terjadi ? usia remaja
adalah usia yang ideal untuk proses belajar serta mengeksplorasi dan
mengembangkan diri, namun sayang, hal ini menjadi sia-sia karena terjadi
penyimpangan-penyimpangan atau gangguan-gangguan perilaku yang harus
mereka alami. Sudah saatnya masyarakat bersama orang tua, pendidik maupun
profesional menyatukan langkah untuk memahami, mengelola serta mengajak
remaja mengembangkan diri secara positif dan konstruktif, sehingga di masa
mendatang dapat tumbuh menjadi generasi muda yang dewasa, matang dan
berkualitas.
C. Gejala-gejala Kenakalan Remaja
Pembahasan gejala kenakalan remaja lebih ditekankan kepada berbagai
hal yang memungkinkan adanya kenakalan remaja di masyarakat. Kenakalan
remaja sebagai gejala sosial sebagian dapat diamati serta diukur kuantitas dan
kualitas kejahatannya, namun sebagian lagi tidak bisa diamati dan tetap
tersembunyi hanya dirasakan dampaknya. Dalam kondisi dinamis, gejala
kenakalan remaja merupakan gejala yang terus menerus berkembang,
berlangsung secara progresif sejajar dengan perkembangan teknologi,
industrialisasi dan urbanisasi. (Kartini Kartono, 1992).
Dengan meningkatnya kemajuan teknologi yang terjadi di masyarakat
dunia, pada kenyataannya kejahatan anak-anak dan remajapun semakin
meningkat pula. Tumbuh dan berkembangnya kejahatan anak remaja pada
kenyataannya berbarengan dengan perkembangan penduduk, industrialisasi,
urbanisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian
kejahatan anak remaja atau kenakalan remaja merupakan gejala sosial yang
terdapat di masyarakat umum. Bila ditelusuri secara mendalam perkembangan
kejahatan anak remaja atau kenakalan remaja sebagai gejala sosial banyak
dipengaruhi oleh berbagai hal dalam kehidupan masyarakat, mulai dari
lingkungan yang paling kecil yaitu keluarga hingga masyarakat luas.
Kehidupan Keluarga yang merupakan Persemaian bagi Tumbuhnya
Kenakalan Remaja Tumbuhnya kenakalan remaja dapat diketahui dari gejala
yang ada dalam kehidupan masyarakat. Berbagai segi kehidupan mewarnai
berjalannya kehidupan masyarakat secara keseluruhan, dan segi kehidupan
yang dapat merupakan persemaian bagi tumbuhnya kenakalan ramaja diawali
dari lingkungan yang paling kecil yaitu keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan 21 primer bagi setiap individu, mulai
dari ia lahir hingga meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri.
Sebagai lingkungan primer, keluarga tempat pertama kali terjadinya hubungan
antar manusia yang paling intensif dan paling awal. Hubungan antara suami
dengan istri, hubungan antara anak dengan orang tuanya, serta hubungan antara
anak dengan anak. Namun yang paling penting dalam keluarga itu adalah untuk
pertama kalinya anak mengenal lingkungan keluarganya sebelum dia mengenal
lingkungan yang lebih luas.
Sebelum anak mengenal nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam
masyarakat, ia mengenal terlebih dahulu nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku dalam keluarga untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya. Hal inilah
yang sering bisa diamati adanya perbedaan pola perilaku anak-anak dari
keluarga kelas sosial atas dengan anak-anak dari keluarga kelas social bawah.
Bahkan agama dan pendidikan dalam keluargapun dapat mewarnai perilaku
seseorang.
Kesemuanya itu pada hakekatnya ditimbulkan oleh nilai dan norma
yang berlaku dalam keluarga yang diturunkan melalui pendidikan dan
pengasuhan orang tua terhadap anak-anak secara turun temurun. Keluarga pada
jaman dahulu dengan keluarga pada jaman sekarang sangatlah berbeda. Pada
jaman dahulu, keluarga memiliki kedudukan sebagai satu kesatuan
kekeluargaan yang besar yang disebut famili. Segala kebutuhan hidup seperti
makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga dicukupi oleh famili secara gotong
royong. Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak dalam famili merupakan
kelanjutan adat istiadat yang diperoleh dari nenek moyang secara turun
temurun.
Pendidikan berjalan hampir tidak ada perubahan sama sekali karena
segalanya diterima sebagai sesuatu yang benar dan didasarkan pada adat
istiadat. Anak-anak melaksanakan apa yang ia terima dengan patuh tanpa
didasarkan pertimbangan pemikiran yang lebih luas. Sedangkan kondisi
keluarga pada jaman sekarang telah menjadi keluarga yang terpecah menjadi
keluargakeluarga kecil (Soerjono Soekanto menyebutnya keluarga batih).
Perubahan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi menuntut keluargakeluarga tersebut untuk mampu menyesuaikannya.
Hal tersebut memberikan dampak pada orang tua lebih bertanggung jawab
moral terhadap pendidikan anak-anaknya, dan pula menjadikan keluarga-
keluarga menampilkan pola-pola 22 perilaku adaptif dengan berbagai bentuk
dan intensitasnya. Dalam kondisi demikian pendidikan terhadap anak
merupakan problematika yang serba sulit.
Kesulitan ini muncul karena keadaan sekarang yang merupakan
keadaan ke arah modernisasi kadang bertentangan dengan nilai-nilai tradisional
yang sudah lekat dengan orang tua, sedangkan orang tua lebih banyak
memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin kompleks, maka
kesulitan akan muncul dari orang tua dalam menentukan cara terbaik dalam
membimbing anak dalam keluarganya. Kesulitan ini akan semakin dirasakan
orang tua bila kewibawaan orang tua merosot karena bercerai, penjudi,
pemabuk, dan sikap sarkasme dalam kehidupan keluarga.
Orang tua tidak mempunyai otoritas terhadap perilaku anak, sehingga
pengawasan dan kontrol orang tua sebagai kendali bagi perkembangan fisik
dan psikis anak harus ekstra hati-hati dan cermat, karena hal tersebut akan
menentukan corak perkembangan pribadi anak. Pola perilaku anak yang
menyimpang dapat disebabkan oleh pendidikan keluarga yang tidak bisa
memberikan kasih sayang. Sikap hidup orang tua yang penuh kekerasan
memberikan pengalaman hidup bagi anak dan sewaktu-waktu dapat
direproduksi dan direfleksikan dalam kehidupan anak di luar keluarganya
seperti bentuk perilaku jahat atau biasa disebut delinquency.
Gejala yang nampak dalam kehidupan keluarga pada jaman sekarang
adalah anak sebagai pemegang kunci dan bukannya orang tua. Kesibukan
orang tua di luar rumah merupakan salah satu penyebab gejala tersebut. Anak
dapat menentukan dirinya sendiri dan bahkan mengabaikan peran orang tua
sehingga anak merasa bebas untuk menentukan sikap dan menuruti kata
hatinya meskipun bertentangan dengan norma-norma kekerabatan. Anak
memiliki otoritas terhadap perkembangan diri sendiri dengan satu asumsi
bahwa gejala melemahnya peran orang tua terhadap pembentukan pribadi anak
sebagai perwujudan paham individualis yang memandang keluarga lambat laun
akan mengalami disintegrasi. Orang tua akan kehilangan alternatif dalam
memegang otoritas kepada anak sehingga memberikan jalan bagi anak untuk
memiliki kebebasan penuh.
Delinkuensi remaja bukan merupakan peristiwa herediter, bukan
merupakan warisan bawaan sejak lahir. Banyak bukti menyatakan bahwa
tingkah laku a-susila dan kriminal orang tua serta anggota keluarga lainnya
memberikan dampak menular dan infeksius pada jiwa anak-anak. (Kartini
Kartono, 1992). Anak melakukan pencurian misalnya, hal ini bukanlah
merupakan sifat bawaan sejak lahir ataupun kebisaaan mencuri yang
diwariskan kepada anak sebagai ciriciri karakteristik yang herediter, melainkan
terjadi karena proses pengkondisian atau proses pembentukan kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari dalam keluarga, karena meniru pola kriminal ayah, ibu
atau salah seorang anggota keluarganya.
Oleh karena itu keluarga memiliki peranan penting dalam
perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi
perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif
bagi perkembangan anak. Gangguan pada pertumbuhan kepribadian seseorang
sangat mungkin disebabkan oleh pecahnya kehidupan keluarga secara fisik
maupun mental. Sebagai unit pergaulan hidup terkecil dalam masyarakat,
keluarga mempunyai peranan-peranan tertentu (Soerjono Soekanto, 2004),
yaitu:
a) Keluarga berperanan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi
anggota, di mana ketenteraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah
tersebut
b) Keluarga merupakan unit social-ekonomis yang secara materiil memenuhi
kebutuhan anggota-anggotanya;
c) Keluarga menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup
d) Keluarga merupakan wadah di mana manusia mengalami proses sosialisasi
awal, yakni suatu proses di mana manusia mempelajari dan mematuhi
kaidahkaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan mencermati peranan keluarga di atas, maka keluarga juga mempunyai
andil yang besar bagi tumbuhnya kenakalan remaja. Beberapa hal tentang
kondisi keluarga yang merupakan persemaian bagi tumbuhnya kenakalan
remaja sebagaimana dikemukakan oleh Kartini Kartono (1992), antara lain:
a) Pola kriminal ayah, ibu atau salah seorang anggota keluarga.
Pola kriminal ayah, ibu atau salah seorang anggota keluarga dapat mencetak
pola kriminal hampir semua anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu
tradisi, sikap hidup, kebisaaan dan filsafat hidup keluarga itu besar sekali
pengaruhnya dalam membentuk tingkah laku dan sikap setiap anggota
keluarga. Tingkah laku kriminal orang tua mudah sekali menular kepada
anakanaknya. Perilaku kriminal ini sangat mudah dioper oleh anak-anak
puber dan adolesens yang belum stabil jiwanya dan tengah mengalami
banyak gejolak batin.
b) Temperamen orang tua.
Temperamen orang tua, terutama dari ayah yang agresif meledak-ledak,
suka marah dan sewenang-wenang, serta kriminal, tidak hanya akan
mentransformasikan efek temperamennya saja, akan tetapi juga
menimbulkan iklim yang mendemoralisir secara psikis. Sekaligus juga
merangsang reaksi emosional yang sangat impulsive kepada anak-anaknya.
Pengaruh demikian menjadi semakin buruk terhadap jiwa anak-anak remaja
dan adolesens, sehingga mereka mudah dijangkiti kebiasaan kriminal.
c) Kualitas rumah tangga.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan
paling besar dalam membentuk kepribadian remaja delinkuen. Rumah
tangga yang berantakan, misalnya karena kematian ayah atau ibu, perceraian
bapak dengan ibu, hidup terpisah, poligami, ayah mempunyai istri
simpanan, keluarga yang diliputi konflik keras, semua itu merupakan
sumber yang subur untuk memunculkan delinkuen remaja.
d) Anak-anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang.
Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang
tuanya selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung dan
tempat berpijak. Suatu saat anak-anak tersebut akan mengembangkan reaksi
kompensatoris dalam bentuk dendam dan sikap bermusuhan terhadap dunia
luar. Anak-anak tersebut mulai menghilang dari rumah, lebih suka
bergelandangan dan mencari kesenangan hidup yang imaginer di
tempattempat lain. Mereka mulai berbohong dan mencuri untuk menrik
perhatian dan mengganggu orang tuanya, atau mereka mulai
mengembangkan reaksi kompensatoris negative untuk mendapatkan
keenakan dan kepuasan hidup dengan melakukan perbuatan kriminal.
e) Sikap ketidakpuasan terhadap orang tua.
Sikap ketidakpuasan terhadap orang tuanya adakalanya ditunjukkan secara
terang-terangan, dan bisaanya dimulai dengan melawan atau memberontak
sambil melakukan perbuatan destruktif merusak yang tidak terkendali. Sikap
demikian ditunjukkan oleh anak-anak yang merasa tidak bahagia dan
dipenuhi banyak konflik batin serta mengalami frustasi terus-menerus.
Anak-anak yang demikian akan mulai mengadakan serangan-serangan
kemarahan ke dunia sekitar, menteror lingkungan, merampok milik orang lain
dan sebagainya. Semua itu dilakukan sebagai perbuatan penyalur atau pelepas
bagi semua ketegangan, kerisauan dan dendam hatinya. Penolakan orang tua
atau ditinggalkan oleh salah seorang dari kedua orang tuanya, jelas
menimbulkan emosi dendam, rasa tidak percaya karena merasa dikhianati,
kemarahan dan kebencian. Sentiment hebat itu mengambat perkembangan
relasi manusiawi anak, kemudian muncullah disharmoni social dan lenyapnya
control diri, sehingga anak dengan mudah bisa dibawa oleh arus buruk lalu
menjadi kriminal.
D. Faktor Risiko Pada Kenakalan Remaja
Salah satu gangguan mental yang banyak ditemui di kalangan remaja
adalah borderline personality disorder (BPD). Kondisi yang juga dikenal
dengan gangguan kepribadian ambang batas ini sering ditandai dengan suasana
hati yang mudah berubah-ubah. Tak jarang, perubahan suasana hati tersebut
juga berdampak pada citra diri yang senantiasa berubah-ubah pula. Orang yang
mengalami kondisi ini cenderung memiliki cara berpikir, pandangan, serta
perasaan yang berbeda dibanding orang lain.

Tak hanya itu, borderline personality disorder juga bisa membuat


pengidapnya bertindak secara impulsif. Kondisi ini tak jarang mengakibatkan
timbulnya masalah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, serta dapat
mengganggu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Gejala dari
gangguan ini memang kerap muncul pada masa remaja menjelang dewasa, dan
bisa bertahan saat usia dewasa. Gejala gangguan kepribadian yang muncul
biasanya ditandai dengan tanda-tanda yang ringan, tetapi seiring berjalannya
waktu, hal itu bisa menjadi lebih berat dari yang bisa dibayangkan.

Mulanya, remaja dengan BPD akan menunjukkan gejala berupa


kondisi mood alias suasana hati yang tidak stabil. Terkadang, kondisi ini bisa
bertahan hingga beberapa jam atau hingga waktu yang cukup panjang.
Perubahan mood sering membuat pengidapnya seperti merasa hampa atau
kosong dan kesulitan untuk mengendalikan amarah. Selanjutnya, gejala yang
akan terjadi adalah gangguan pola pikir dan persepsi, seperti tiba-tiba merasa
dirinya sangat buruk hingga tidak pantas hidup. Pengidapnya juga sering
dipenuhi rasa takut diabaikan dan memicu melakukan hal-hal yang tidak wajar
dan bersifat impulsif. Berita buruknya, perilaku ini ternyata bisa
membahayakan diri sendiri, sebab tindakan yang dilakukan bisa sangat
ceroboh, tidak bertanggung jawab, bahkan melukai diri sendiri.

Masalah juga bisa muncul di tengah pertemanan dan pergaulan orang


yang memiliki gangguan mental yang satu ini. Orang dengan BPD bisa
menjalin hubungan yang intens, tetapi tidak stabil.

Faktor risiko yang menyebabkan remaja terkena gangguan ini adalah:

1. Genetik
Ada sejumlah penelitian yang menyebut bahwa faktor genetik bisa menjadi
salah satu penyebab seseorang mengalami gangguan ini. Sebab, ada
kemungkinan gangguan kepribadian bisa diturunkan secara genetik.
2. Lingkungan
Faktor lingkungan bisa menjadi penyebab paling kuat seseorang mengalami
gangguan kepribadian, bahkan penyakit mental. Pada borderline personality
disorder, faktor lingkungan yang negatif sering dicurigai sebagai pemicu
remaja mengalami gangguan ini. Misalnya, merasa tidak diterima di
lingkungan pertemanan, pernah mengalami pelecehan atau penyiksaan
semasa kecil, hingga pernah diabaikan atau dicampakkan oleh orang
terdekat, seperti orangtua dan keluarga.
3. Kelainan Pada Otak
Pada beberapa penelitian, pengidap BPD disebut mengalami perubahan
struktur dan fungsi otak, terutama pada area yang mengatur impuls dan
emosi. Tak hanya itu, gangguan kepribadian ambang batas ini juga
menyebabkan terjadinya kelainan fungsi pada otak. Dalam hal ini,
ditemukannya kelainan fungsi dari zat kimia otak atau neurotransmitter
yang berperan dalam mengatur emosi.
4. Ciri Kepribadian Tertentu
BPD juga bisa terjadi karena ciri kepribadian tertentu. Pasalnya, memang
ada beberapa tipe kepribadian yang bisa meningkatkan risiko seseorang
mengalami gangguan ini, misalnya kepribadian agresif dan impulsif

E. Penatalaksanaan
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menangani
permasalahan kenakalan remaja. Penanganan kenakalan remaja tidak dapat
hanya diserahkan kepada pemerintah saja, namun kepada semua pihak terkait
sampai ke unit terkecil yang ada yaitu keluarga. Pada tingkat keluarga
khususnya orang tua dapat didorong untuk meningkatkan ketrampilan
pengasuhan yang diberikan. Banyak studi yang menunjukkan bahwa rendahnya
ketrampilan pengasuhan yang dimiliki oleh orang tua akan berdampak pada
perkembangan anak. Anak-anak yang diasuh dalam kekerasan ketika dewasa
akan menjadi pelaku kekerasan. Sehingga keluarga menjadi sarana efektif bagi
upaya pencegahan dan penanganaan kenakalan remaja.
Keluarga menjadi benteng pertama dan utama dalam upaya mencegah
menurunkan perilaku menyimpang remaja. Disamping keluarga komunitas
juga mempunyai peranan penting dalam penganganan kenakalan remaja. Hal
ini dikarenakan komunitas merupakan lingkungan terdekat remaja setelah
lingkungan keluarga. Ada beberapa alasan mengapa beralih ke komunitas
menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Menurut
Ife (2008) Ada 3 alasan utama menggunakan pendekatan ini dibandingkan
pendekatan individual yaitu :
1. Model individual/professional memperkuat definisi masalah dan solusi
secara individual ketimbang masyarakat.
2. Terdapat pertimbangan yang sangat praktis bahwa layanan-layanan
individual dan professional sangat mahal dan tidak dalam dijangkau oleh
seluruh anggota masyarakat pada tingkat pemenuhan kebutuhan yang
secukupnya.
3. Layanan-layanan individual dan professional tidak memberdayakan
masyarakat atau pengguna layanan, karena pengetahuan dan kearifan
cenderung tetap tertahan pada para professional dan tidak dibagikan kepada
yang lain.
Dengan berbagai kelebihan yang ada tersebut maka layanan berbasis
masyarakat menjadi sebuah alternative bagi upaya penganangan kenakalan
remaja. Usaha ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sejak dari
perencanaan hingga pelaksanaan. Untuk itu upaya penanganan kenakalan
remaja dengan model layanan berbasis masyarakat diperlukan adanya usaha
lebih dari berbagai pihak baik dukungan dari semua pihak baik berupa dana,
ketrampilan dan pendampingan bagi masyarakat sangat dibutuhkan agar
masyarakat dapat melaksanakan sendiri.
Untuk menciptakan hal tersebut dipelukan dukungan dari berbagai pihak baik
pemerintah, dunia usaha dan berbagai pihak terkait untuk membangun
komunitas yang kuat untuk pencegahan dan penanganan kenakalan remaja.
Dengan adanya komunitas-komunitas yang terbentuk di masyarakat dan
dikelola sendiri oleh masyarakat maka kedepan remaja dapat menjadi Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berguna bagi nusa dan bangsa.

III. Kehamilan Tidak Diinginkan

A. Definisi

KTD atau kehamilan tidak diinginkan merupakan kehamilan saat


dimana salah satu atau kedua belah pihak dari pasangan tidak menginginkan
terjadinya kehamilan sama sekali atau kehamilan yang sebenarnya
diinginkan tapi tidak pada saat itu. KTD sebenarnya dapat pula terjadi pada
pasangan yang telah menikah karena pasangan tersebut belum
merencanakan kehamilan. Namun, kasus KTD yang kini menjadi sorotan
publik dan menjadi perhatian yaitu kasus KTD yang terjadi pada remaja.

B. Penyebab terjadinya KTD

1. Perkosaan
2. Seks bebas atau seks pranikah
3. Kegagalam memakai alat kontrasepsi
4. Kepercayaan terhadap mitos – mitos seperti berhubungan seksual sekali
tidak akan menyebabkan kehamilan, minum alkohol dan lompat-lompat
pasca berhubungan seksual dapat menyebabkan sperma tumpah kembali
sehingga tidak akan menyebabkan kehamilan.
5. Pengaruh lingkungan.

C. Ancaman kesehatan bagi remaja perempuan yang mengalami KTD

1. Pada umumnya remaja belum siap mengalami kehamilan dan persalinan


yang sehat serta aman.

2. Hamil dalam usia yang masih terlalu muda mudah terkena tosemia (yang
menyebabkan kejang). Remaja yang usianya masih dibawah

3. 18 tahun memiliki pinggul yang masih terlalu sehingga akan menyakiti


bayi. Bila hamil diusia dini besar kemungkinan remaja akan mengalami
proses kelahiran yang sulit, lama dan menyakitkan. Kalau tidak ditolong
dengan peralatan yang memadai maka dapat berhadapan dengan maut.

4. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terlalu muda lebih mungkin
berukuran kecil atau lahir prematur (sebelum waktunya).

5. Bila masih remaja dan terlanjur hamil, cepat hubungi bidan atau petugas
kesehatan yang berpengalaman agar mendapatkan layanan kehamilan dan
persalinan yang aman.

D. Dampak dari KTD


Bermula dari hubungan seks pranikah atau seks bebas adalah
terjadi kehamilan yang tidak diharapkan (KTD). Ada dua hal yang bisa
dilakukan oleh remaja, yaitu mempertahankan kehamilan dan mengakhiri
kehamilan (aborsi).
Semua tindakan tersebut membawa dampak baik fisik, psikis, sosial dan
ekonomi.
a. Risiko Fisik
Kehamilan pada usia dini bisa menimbulkan kesulitan dalam persalinan
seperti perdarahan, bahkan bisa sampai pada kematian
b. Risiko Psikis atau Psikologis
Ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena
pasangan tidak mau menikahinya atau mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Kalau mau menikah, hal ini juga bisa mengakibatkan
perkawinan bermasalah dan penuh konflik karena sama-sama belum
dewasa dan siap memikul tanggungjawab sebagai orang tua.
Selain itu pasangan muda terutama pihak perempuan akan dibantu
oleh berbagai perasaan tidak nyaman seperti dihantui rasa malu terus-
menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa, depresi atau tertekan, psikis
dan lain-lain. Bila tidak ditangani dengan baik, maka perasaan tersebut
bisa menjadi gangguan kejiwaan yang lebih parah.
c. Risiko sosial
Salah satu risiko sosial adalah berhenti/putus sekolah atau kemauan
sendiri dikarenakan rasa malu atau cuti melahirkan. Kemungkinan lain
dikeluarkan dari sekolah. Hingga saat ini masih banyak sekolah yang
tidak mentolerir siswi yanh hamil. Risiko sosial lain adalah menjadi
obyek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang seharusnya dinikmati
dan di anggap buruk karena melahirkan anak di luar nikah. Di Indonesia,
melahirkan anak diluar nikah masih sering menjadi beban orang tua
d. Risiko ekonomi Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan
bayi/anak membutuhkan biaya besar

E. Pencegahan Terjadinya KTD

1. Peran orang tua

a. Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak dini

b. Membekali anak dengan dasar moral dan agama

c. Berkomunikasi yang baik dan efektif antara orangtua dan anak

d. Menjadi tokoh panutan bagi anak

2. Peran pendidik / guru


a. Memberikan informasi yang benar bagi siswanya terkait masalah yang
rentan dihadapi remaja

b. Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada


kegiatan ekstrakulikuler

c. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman dan aman bagi siswa

d. Bersahabat dengan siswa

e. Meningkatkan deteksi dini terjadinya perilaku yang menyimpang pada


remaja

3. Peran media

a. Sajikan tayangan yang mendidik bukan menjerumuskan

b. Tidak menayangkan sinetron atau film yang cenderung memprovokasi


remaja untuk melakukan tindakan menyimpang termasuk seks bebas

c. Bertanggung jawab menyajikan tayangan yang layak untuk ditonton


bagi remaja

d. Adanya rubric khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang


bebas biaya khusus untuk remaja

4. Peran remaja itu sendiri

a. Ikuti kegiatan – kegiatan yang positif

b. Perbanyak informasi yang penting dan berguna untuk pengembangan


diri

c. Lebih berhati – hati dalam menyerap informasi dari sumber yang tidak
jelas

d. Hati – hati dalam bergaul dan memilih teman, karena bisa jadi teman
dekat yang dapat menjerumuskan untuk melakukan seks bebas
sehingga berujung pada KTD

F. Yang harus dilakukan bila sudah terjadi KTD

a. Sebaiknya beritahukan kehamilan yang terjadi kepada orang yang


dipercaya, terutama kepada keluarga (orangtua) kedua belah pihak.

b. Terkadang solusi “dinikahkan” selalu muncul dari orang tua, padahal


pernikahan dalam kasus ini bukan satu-satunya solusi apalagi remaja
belum berumur 19 tahun.

c. Konseling adalah solusi terbaik mengatasi KTD. Untuk itu segeralah cari
pelayanan konseling untuk masalah ini yang ada di daerah anda. Dengan
melakukan konseling remaja perempuan yang mengalami KTD memiliki
hak untuk memutuskan pilihan yang terbaik yang akan dilakukan
terhadap kehamilannya.

Bagi mereka yang mengalami KTD, dukungan lingkungan sangat


diperlukan. Kepedulian, perhatian serta pengertian sangat dibutuhkan
khususnya bagi remaja. Jangan sampai pihak yang seharusnya
mendampingi terutama orang tua malah menyalahkan dan akan membuat
remaja semakin merasa bersalah dan terperosok. Sekarang bukan
bagaimana mencari siapa yang bersalah tapi bagaimana mencari
pemecahan maslah bersama.

Bagi para remaja, mulailah untuk bertanggung jawab terhadap diri


sendiri karena masa depan berada di tangan remaja itu sendiri. Hargailah
dirimu sendiri dan mulai belajar untuk mempertimbangkan segala
tindakan dengan masak-masak dan jangan menutup diri terhadap nasehat
atau masukan positif dari lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, Paul. Memahami Remaja dan Pergumulannya. Jakarta: Visi Press; 2022.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial:Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers; 2011.
Ningsih, Endang K. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Sikap Terhadap.
Pergaulan Bebas Remaja. Yogyakarta: UIN; 2005.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajagrafindo Persada; 2008.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers; 2011.
Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta; 1995.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta; 2004

You might also like