You are on page 1of 5

KISAH KETELADANAN SUNAN KALIJOGO

RAFFA KIASA YUWAN 4A

Sluku-sluku bathok

Bathoke ela-elo

Si Romo menyang Solo

Oleh-olehe payung mutho

Mak jenthit lolo lobah

Wong mati ora obah

Yen obah medeni bocah

Yen urip goleko duit

Itulah tembang sluku-sluku bathok

yang digunakan oleh sunan Kalijogo

untuk mengajak masyarakat Jawa

memeluk agama Islam

tanpa menghilangkan tradisi yang sudah lama berkembang.

Mau tau kisahnya?

Yuk simak bersama

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrohmaanirrohiim
Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin
Washolatu wassalamu ‘alaa sayyidina muhammadin
Wa ‘alaa alihii washohbihi ajma’iin amaa ba’du

Kepada bapak ibu dewan juri yang saya hormati


Para ustadz ustadzah yang saya taati
Serta sahabat-sahabatku yang kusayangi
Apa kabar semuanya?
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada kita semua.
Amin allahumma amiin

Perkenalkan ya, hari ini Raffa Kiasa Yuwan akan membawakan sebuah cerita sejarah Islam
yang berjudul “Kisah Keteladanan Sunan Kalijogo”
Saya akan mulai ya?
Pasti teman-teman penasaran dan sudah tidak sabar lagi mendengarkan cerita ini.

Sunan Kalijogo adalah salah satu tokoh walisongo yang sangat berperan dalam menyebarkan
agama Islam di Pulau Jawa.

Sejarah hidup Sunan Kalijogo tidak semulus yang dibayangkan.


Sebelum menjadi pendakwah, ia adalah bromocorah alias penjahat.
Riwayat kehidupan Sunan Kalijogo melintas-batas era kerajaan di Jawa yang silih-
berganti.
Ia menyaksikan perubahan sejak masa akhir Kerajaan Majapahit, lalu Kesultanan
Demak, Kesultanan Pajang, hingga awal Kesultanan Mataram Islam.
Beliau Dilahirkan dengan nama Raden Said pada pada tahun 1450 Masehi.
Sunan Kalijogo merupakan putra Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban.
Gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak manakala melihat oknum
pejabatan kadipaten Tuban di saat menarik pajak atau upeti pada rakyat jelata.
Rakyat yang sudah sangat menderita dikarenakan musim kemarau berkepanjangan,
jatah persediannya disita oleh penarik pajak.
Raden Said mempunyai inisiatif untuk mencuri bahan makanan di gudang istana milik
ayahnya dan membagikannya kepada rakyat yang kelaparan.
Lama-lamaan, perbuatan Raden Said ketahun oleh prajurit dan dibawa kehadapan
Ayahnya.
“Raden Said? Mengapa engkau mencuri? Perbuatanmu sungguh memalukan.
“Mohon maafkanlah hamba Ayahanda. Hamba mencuri hanya untuk membantu
rakyat yang sudah berhari-hari tidak makan.
“Tetap saja, kau harus diberi hukuman cambuk 200 kali dan kau akan kuusir dari
istana ini. Prajurit cambuk dia!
--------------------
Kemanakah Raden Said sesudah diusir dari Kadipaten Tuban?
Di hutan Jatiwangi, dia membuang nama aslinya dan berganti dengan julukan
Lokajaya, yang artinya adalah penguasa wilayah.
Ia menjadi bromocorah alias penjahat.
Ketika Raden Said merampok dan merampas harta orang-orang kaya yang kikir, tidak
meyantuni rakyat jelata dan tidak mau membayar zakat.
Alkisah, pada suatu hari, ada seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Dari
jauh Lokajaya sudah mengincarnya. Orang itu membawa sebuah tongkat yang warnanya
berkilauan. Setelah mendekat, dia menghadang langkahnya. Tanpa banyak bicara lagi
direbutnya tongkat itu dari tangan lelaki berjubah putih sampai lelaki itu jatuh tersungkur.
“Aduh, apa yang tuan lakukan? Astagfirullah hal adzim!
“maafkan saya, saya kira tongkatmu ini terbuat emas, eh, ternyata hanya tongkat
biasa. Jangan menangis, ini tongkatmu kukembalikan”
“Bukan…bukan…tongkat ini yang kutangisi. Lihatlah aku telah berbuat dosa, rumput-
rumput ini tercabut ketika aku jatuh tersungkur tadi. Astagfirullahal adzim.
“aehh…..cuma beberapa helai rumput saja Tuan merasa berdosa. Sudah, tidak usah
merasa berdosa!
“Ya…memang berdosa karena aku mencabutnya tanpa sebuah kebutuhan, bila untuk
makanan ternak, itu tidak mengapa. Tapi bila untuk sebuah kesia-siaan, sungguh sebuah
dosa. Astagfirullah hal adzim. Anak muda, sesungguhnya apa yang kau cari di hutan ini?
“saya menginginkan harta untuk dibagikan kepada fakir miskin”
“sungguh mulia hatimu, sayang…. caramu mendapatkannya keliru. Perbuatanmu
selama ini diibaratkan seperti mencuci pakaian yang kotor menggunakan air kencing dan
tidak akan pernah wangi dan bersih. Justru menambah kotor dan bau pakaian itu. Kalau kau
ingin harta tanpa bekerja keras, itu ada berikan pohon aren berupa emas. ambilah sesukamu.
Mata Raden Said terbelalak takjub terpukau dengan keajaiban itu. Yang tak lain beliau
adalah Kanjeng Sunan Bonang.
Muncullah inisiatif untuk berguru kepada beliau. Tetapi sebagai syarat, Raden Said
diperintahkannya menjaga tongkat yang ditancapkan dipinggir kali selama tiga tahun.
Waktu berlalu, hari demi hari berganti. Tubuh Raden Said pun ditumbuhi dengan
rumput-rumput liar.
Karena kegigihannya, ia mendapatkan gelar Sunan Kalijogo dan diangkat menjadi
salah satu anggota Walisongo.
Selain belajar Islam kepada Sunan Bonang,
Raden Said juga menekuni kesusasteraan Jawa dan belajar mendalang. Sebagaimana
Wali Songo yang lain, Sunan Kalijogo berdakwah dengan pendekatan seni dan budaya.
Ia amat mahir mendalang dan menggelar pertunjukan wayang.
Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok,
Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan.
Berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya, Sunan Kalijogo tidak mematok tarif bagi
yang ingin menyaksikan pertunjukan beliau, melainkan cukup dengan menyebut Kalimosodo
atau dua kalimat syahadat sebagai tiket masuknya.
Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan pertunjukan wayang Sunan Kalijogo
sudah masuk Islam.
Berkat kelihaian Sunan Kalijogo berbaur, lambat laun masyarakat setempat mengenal
Islam pelan-pelan dan mulai menjalankan syariat Islam.
Dalam pertunjukannya, terdapat banyak lakon digubah Sunan Kalijogo yang
diadaptasi dari naskah kuno, salah satu yang paling digemari adalah lakon Dewa Ruci, Layang
Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja, dan lain sebagainya.
Tidak hanya itu, Sunan Kalijogo juga menambahkan karakter-karakter baru seperti
punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.
Selain menggelar pertunjukan wayang, Sunan Kalijogo juga menggubah tembang-
tembang yang sarat dengan muatan keislaman, seperti Kidung Rumeksa ing Wengi, Ilir-ilir,
gundul-gundul pacul, Sluku-Sluku Bathok yang sudah saya nyanyikan tadi, dan lain
sebagainya.
Selain sebagai dalang dan penggubah tembang, Sunan Kalijogo juga berkreasi sebagai
seniman dan penari topeng, perancang pakaian, perajin alat-alat pertanian, hingga penasihat
sultan dan kepala-kepala daerah di masa itu.
The conclusion that can be drawn from this story is that good goals must be carried

out in good ways. And we must be able to keep the trust as well as possible

Kesimpulan yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa tujuan yang baik harus
dilakukan dengan cara-cara yang baik. Dan kita harus bisa menjaga amanah dengan sebaik-
baiknya.
Sudah dulu ya ceritanya.
Ke Jakarta
Membeli Pepaya
Kalau ada salah cerita.
Mohon Maaf ya.
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

You might also like