You are on page 1of 98

UNIVERSITAS INDONESIA

KEBERLAKUAN DOKTRIN VICARIOUS LIABILITY TERHADAP


TANGGUNG JAWAB CALON NOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA (STUDI PUTUSAN KASASI NOMOR 134K/PID/2020)

TESIS

RAMA PRIMA PRAYOGA


2006617496

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2022
ii
UNIVERSITAS INDONESIA

KEBERLAKUAN DOKTRIN VICARIOUS LIABILITY TERHADAP


TANGGUNG JAWAB CALON NOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA (STUDI PUTUSAN KASASI NOMOR 134K/PID/2020)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister


Kenotariatan

RAMA PRIMA PRAYOGA


2006617496

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
JULI 2022
PERNYATAAN ORISINALITAS

Penulis dengan ini menyatakan bahwa tesis:

“KEBERLAKUAN DOKTRIN VICARIOUS LIABILITY TERHADAP


TANGGUNG JAWAB CALON NOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA (STUDI PUTUSAN KASASI NOMOR 134K/PID/2020)”

adalah karya orisinal saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai
dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Depok, Juli 2022


Yang Menyatakan

Rama Prima Prayoga


2006617496

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Tim Penguji mengesahkan Tesis yang diajukan oleh:

Nama : Rama Prima Prayoga


NPM : 2006617496
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap
Tanggung Jawab Calon Notaris Dalam Pembuatan Akta
(Studi Putusan Kasasi Nomor 134K/PID/2020)

dan telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji serta diterima sebagai bagian
persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh gelar: Magister Kenotariatan
(M.Kn.) pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang: Dr. Yuli Indrawati, S.H., LL.M. ( )

Disahkan di : Depok
Tanggal :

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Tim Penguji mengesahkan Tesis yang diajukan oleh:

Nama : Rama Prima Prayoga


NPM : 2006617496
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap
Tanggung Jawab Calon Notaris Dalam Pembuatan Akta
(Studi Putusan Kasasi Nomor 134K/PID/2020)

dan telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji serta diterima sebagai bagian
persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh gelar: Magister Kenotariatan
(M.Kn.) pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Penguji: Tjhong Sendrawan, S.H., M.Kn. (_______________)

Disahkan di : Depok
Tanggal :

v
HALAMAN PENGESAHAN

Tim Penguji mengesahkan Tesis yang diajukan oleh:

Nama : Rama Prima Prayoga


NPM : 2006617496
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap
Tanggung Jawab Calon Notaris Dalam Pembuatan Akta
(Studi Putusan Kasasi Nomor 134K/PID/2020)

dan telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji serta diterima sebagai bagian
persyaratan yang diwajibkan untuk memperoleh gelar: Magister Kenotariatan
(M.Kn.) pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing: Dr. Rouli Anita Velentina, S.H., LL.M. (_______________)

Disahkan di : Depok
Tanggal :

KATA PENGANTAR

vi
Dalam nama Yesus, Tuhan dan Juruselamat, Puji dan syukur pertama-tama saya
panjatkan karena telah diberikan kesempatan dan berkat untuk menyelesaikan Tesis
yang berjudul “Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap Tanggung Jawab
Calon Notaris Dalam Pembuatan Akta (Studi Putusan Kasasi Nomor
134K/PID/2020)” Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dalam proses penulisan tesis ini, penulis memiliki keterbatasan kemampuan
dan kapasitas yang mungkin mengakibatkan tesis ini tidak memnuhi syarat. Akan
tetapi, Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih kepada semua
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dalam
menyelesaikan Tesis ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Yuli Indrawati, S.H., LL.M, sebagai Ketua Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, juga selaku Ketua
Penguji Sidang Tesis;
2. Bapak Gratianus Prikasetya Putra, S.H., M.H, sebagai Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
3. Dr. Rouli Anita Velentina, S.H., LL.M. selaku dosen pembimbing tesis terbaik,
yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini. Semoga ibu sehat selalu dan
terus diberikan berkah yang berlimpah;
4. Bapak Tjhong Sendrawan, S.H., M.Kn. selaku pengulas Seminar Hasil dan
penguji Sidang Tesis, yang telah bersedia menyediakan waktu untuk mengulas
dan menguji tesis ini. Semoga bapak sehat selalu dan terus diberikan berkah
yang berlimpah.
5. Bapak Dr. Teddy Anggoro, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing akademik
penulis. Terima kasih atas bantuan dan arahan. Bimbingan, waktu dan tenaga
kepada penulis sejak awal perkuliahan;
6. Segenap Dosen dan Staff di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia yang telah mengajar, memberikan ilmu, membimbing dan

vii
memberikan bantuan selama perkuliahan Penulis;
7. Bapak Chrisna Adi, dan Notaris Martina S.H. selaku narasumber wawancara,
yang telah memberikan pencerahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
8. Orang tua dan keluarga penulis, yang senantiasa selalu mendoakan,
memberikan motivasi dan dukungan baik secara moril maupun materil yang
sangat luat biasa kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Pendidikan
Magister Kenotariatan berserta Tesis ini dengan baik;
9. Terimakasih kepada Inez Angelina yang telah mendukung secara moril dan
materil kepada penulis.
10. Sahabat penulis BFAMS dan ANAKMAS yang selalu membantu, mendukung,
serta senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis selama penyusunan tesis
ini;
11. Sahabat seperjuangan penulis di Magister Kenotariatan Universitas Indonesia
Angkatan 2020 Genap, Raissa Anjani, Rama Perkasa, Via Aulia, Boyke Sitepu,
Ramdhan Wahyu, dan Agria Sridinata. Terima kasih atas jalinan pertemanan,
bantuan, dan segala dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada
penulis hingga saat ini. Besar harapan penulis untuk selalu berhubungan baik
dengan teman-teman semua untuk waktu yang lama;
12. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu dan mendoakan penulis baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu;
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak lepas dari
kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dan masukan untuk perbaikan lebih lanjut.
Depok, Juli 2022
Penulis

Rama Prima Prayoga


PERSETUJUAN PUBLIKASI

viii
TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya, yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Rama Prima Prayoga


NPM : 2006617496
Program Studi : Magister Kenotariatan
Fakultas : Hukum

untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive, Royalty-
Free Right) untuk mempublikasikan skripsi saya yang berjudul:

“Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap Tanggung Jawab Calon


Notaris Dalam Pembuatan Akta (Studi Putusan Kasasi Nomor
134K/PID/2020)”

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian persetujuan publikasi ini saya buat dengan sebenarnya.

Depok, Juli 2022


Yang Menyetujui

Rama Prima Prayoga

ABSTRAK

ix
Nama : Rama Prima Prayoga
NPM : 2006617496
Program Studi : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Judul : Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap Tanggung
Jawab Calon Notaris Dalam Pembuatan Akta (Studi Putusan Kasasi
Nomor 134K/PID/2020)
Pembimbing : Dr. Rouli Anita Velentina, S.H., LL.M.

Wajib magang merupakan persyaratan menjadi notaris. Permasalahan dapat terjadi


ketika seorang Calon Notaris dalam mengerjakan tugasnya melakukan kesalahan yang
menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Penelitian ini mengangkat kasus yang terjadi
dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020, dimana seorang
Calon Notaris dalam menjalani tugasnya membantu Notaris untuk menerbitkan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat yang didasari oleh Berita Acara Rapat yang tanda
tangannya palsu. Permasalahan dalam penelitian ini terkait dengan tanggung jawab
Notaris dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat, dan keberlakuan doktrin
Vicaroius Liability terhadap tanggung jawab Calon Notaris dalam pembuatan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode penelitian
yuridis normatif. Hasil penelitian, ditemukan bahwa Notaris memiliki tanggung jawab
penuh terhadap Akta yang dibuatnya. Dalam kasus ini Notaris turut bertanggung jawab
atas kesalahan bawahannya, berdasarkan doktrin Vicarious Liability. Meskipun Calon
Notaris memiliki kualitas dan kapasitas intelektual untuk mengetahui bahwa
perbuatannya adalah melanggar hukum, seharusnya Calon Notaris dapat berlindung di
bawah doktrin Vicarious Liability karena ketidak seimbangan posisi antara Calon
Notaris dan Notaris, kurangnya perlindungan hukum dan tidak adanya upah dalam
hubungan hukum antara Notaris dan Calon Notaris dalam magang. Notaris harus
memastikan bahwa pekerjaan yang dikerjakan oleh bawahannya sesuai dengan standar
yang ditetapkan UUJN dan tidak melanggar hukum. Dalam kualitas dan kapasitas Calon
Notaris sebagai pihak yang membantu Notaris, Calon Notaris seharusnya mendapatkan
perlindungan hukum untuk melindungi masa depan dan karir Calon Notaris tersebut.

Kata Kunci: Tanggung Jawab; Vicaroius Liability; Calon Notaris.

x
ABSTRACT

Name : Rama Prima Prayoga


NPM : 2006617496
Study Program : Master of Notary Law Faculty of the University of Indonesia
Title : The Applicability of the Vicarious Liability Doctrine to the
Responsibilities of Notaries Candidate in Making Deeds (Study of
Cassation Decision Number 134K/PID/2020)
Supervisor : Dr. Rouli Anita Velentina, S.H., LL.M.

Internship is a compulsory requirement to become a notary. Problems can occur when a


Notary Candidate in carrying out his duties makes mistakes that cause losses to third
parties. This study raises the case that occurred in the Supreme Court's Cassation
Decision Number 134K/PID/2020, where a Notary Candidate in carrying out his duties
assists the Notary in issuing the Deed of Statement of Meeting Resolutions based on the
Minutes of Meeting whose signature is fake. The problem in this study is related to the
responsibilities of the Notary in making the Deed of Statement of Meeting Resolutions,
and the application of the Vicaroius Liability doctrine to the responsibilities of the
Notary Candidate in making the Deed of Statement of Meeting Resolutions. This study
was analyzed using a normative juridical research method. The results of the study, it
was found that the Notary has full responsibility for the deed he made. In this case, the
Notary is also responsible for the mistakes of his subordinates, based on the Vicarious
Liability doctrine. Even though the Notary Candidate has the quality and intellectual
capacity to know that his actions are against the law, the Notary Candidate should be
able to take refuge under the Vicarious Liability doctrine due to the imbalance in the
position between the Notary Candidate and the Notary, the lack of legal protection and
the absence of wages in the legal relationship between the Notary and the Notary
Candidate. The notary must ensure that the work carried out by his subordinates is in
accordance with the standards set by UUJN and does not violate the law. In terms of the
quality and capacity of the Notary Candidate as a party assisting the Notary, the Notary
Candidate should receive legal protection to protect the future and career of the Notary
Candidate.

Keywords: Responsibility; Vicaroius Liability; Notary Candidates.

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................ii
PERNYATAAN ORISINALITAS..................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................iv
KATA PENGANTAR.....................................................................................................vii
PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...........ix
ABSTRAK........................................................................................................................x
ABSTRACT.....................................................................................................................xi
DAFTAR ISI...................................................................................................................xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................8
1.5 Metode Penelitian..........................................................................................8
1.6 Sistematika Penulisan..................................................................................10

BAB 2 AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT, PERJANJIAN JUAL


BELI SAHAM DAN TANGGUNG JAWAB PEMBUATAN AKTA
2.1 Perseroan Terbatas......................................................................................13
2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas..........................................................13
2.1.2 Organ Perseroan................................................................................15
2.1.2.1 Direksi...................................................................................15
2.1.2.2 Dewan Komisaris..................................................................17
2.1.2.3 RUPS...................................................................................188
2.2 Akta Notaris..............................................................................................244
2.2.1 Jenis Akta Notaris...........................................................................255
2.2.2 Bentuk Akta Notaris........................................................................277
2.2.3 Akta Terkait RUPS............................................................................27
2.3 Jual Beli Saham...........................................................................................30
2.4 Kewajiban, Wewenang dan Larangan dan Sanksi Notaris.......................323
2.5 Tanggung Jawab Pembuatan Akta..............................................................39

xii
2.6 Pertanggungjawaban Pidana.......................................................................40
2.7 Pelaksanaan Magang Calon Notaris............................................................42
2.7.1 Magang Sesuai Dengan UUJN dan Peraturan Perkumpulan Ikatan
Notaris Indonesia..............................................................................43
2.7.2 Vicarious Liability dalam Hubungan Hukum Notaris Penerima
Magang dan Calon Notaris...............................................................46
2.8. Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Gianyar Nomor
146/Pid.B/2019/PN, dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020..........................................................................................50
2.8.1 Para Pihak .........................................................................................50
2.8.2 Kasus Posisi ......................................................................................51
2.8.3 Amar Putusan ...................................................................................51

BAB 3 ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN


AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT DAN KEBERLAKUAN
DOKTRIN VICARIOUS LIABILITY TERHADAP TANGGUNG JAWAB
CALON NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA DALAM PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 134K/PID/2020
3.1. Analisis Peran dan Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020..........................................................................................53
3.1.1 Pertimbangan Hakim terkait Akta Pernyataan Keputusan Rapat
dalam Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor
148/Pid.B/2019/PN Gin....................................................................56
3.1.2 Pertimbangan Hakim terkait Akta Pernyataan Keputusan Rapat
dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020.............57
3.1.3 Analisis Pertimbangan Hakim dikaitkan dengan Peran dan Tanggung
Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat
dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020.............58
3.2 Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap Tanggung Jawab Calon
Notaris dalam Pembuatan Akta dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020..........................................................................................63
3.2.1 Pertimbangan Hakim terkait Tanggung Jawab Calon Notaris
Terhadap Akta dalam Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor
148/Pid.B/2019/PN Gin....................................................................66
3.2.2 Pertimbangan Hakim terkait Tanggung Jawab Calon Notaris
Terhadap Akta dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134
K/Pid /2020.......................................................................................67
3.2.3 Analisis Pertimbangan Hakim dikaitkan dengan Tanggung Jawab
Calon Notaris dalam Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat
dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020.............67

xiii
BAB 4 PENUTUP
4.1 Simpulan...................................................................................................76
4.2 Saran.........................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................79
LAMPIRAN

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadirnya Perseroan Terbatas (“PT”), sebagai bentuk badan usaha menjadi
pilihan terbaik untuk melakukan kegiatan ekonomi. PT adalah bentuk usaha
berbadan hukum yang aman dalam dunia bisnis. PT memiliki sifat liabilitas risiko
yang terbatas dengan demikian PT dapat memberikan rasa tenang bagi para
pendirinya, aman dari kekhawatiran terkikisnya harta pribadi mereka dalam
kegiatan bisnis.1 Oleh karena itu PT merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi
yang paling diminati saat ini.0

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia berkembang dengan pesat. Hal ini


terlihat dari jumlah PT yang meningkat secara signifikan di Indonesia. Menurut
Sensus Ekonomi yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2016,
jumlah PT di Indonesia memasuki angka 26,7 (dua puluh enam koma tujuh) juta
PT. Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding hasil Sensus Ekonomi 2006
sejumlah 22,7 (dua puluh dua koma tujuh) juta PT. Artinya, terdapat 3,98 (tiga
koma sembilan puluh delapan) juta PT baru dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir. 0
Pertumbuhan jumlah penduduk dan lahirnya usaha modern seperti bisnis online
memberikan kontribusi yang besar pada meningkatnya aktivitas ekonomi di
Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang pesat menyebabkan hukum harus


selalu melakukan penyesuaian dengan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan di
bidang hukum tentu sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan itulah, melalui Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
1
Ahmad Zen Umar Purba, Hukum Dalam Kolom: Kumpulan tulisan Hukum Bisnis, Hukum
Kekayaan Intelektual, Hukum Laut dan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Tempo Publishing, 2016), hlm. 27.
0

Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007).
(Jakarta: Jala Permata Aksara, 2018), hlm. 3.
0

“Ada 3,98 Juta Perusahaan Baru di RI dalam 10 Tahun Terakhir”, https://finance.detik.com/berita-


ekonomi-bisnis/d-3485474/ada-398-juta-perusahaan-baru-di-ri-dalam-10-tahun-terakhir , 27 April 2017.

1
2

tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), Negara memberikan kewenangan secara


atribusi kepada Notaris untuk melakukan sebagian tugas Negara untuk
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat di bidang keperdataan.0

Notaris memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat, sehingga syarat
untuk menjadi seorang Notaris tidaklah mudah. Syarat tersebut diatur dalam Pasal
3 UUJN, syarat-syarat untuk pengangkatan Notaris adalah sebagai berikut:

a. “warga negara Indonesia;


b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari
dokter dan psikiater;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-
turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi
Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”0

Perjalanan yang harus dilewati untuk menjadi seorang Notaris tidaklah


mudah dan cepat, akan tetapi hal ini tidak mengurungkan niat dari banyak para
calon Notaris untuk tetap mengejar cita-cita mereka menjadi seorang Notaris.
Tercermin dari jumlah Notaris yang sampai saat ini mencapai 17.856 (tujuh belas
ribu delapan ratus lima puluh enam) orang yang tersebar di 514 (lima ratus empat
belas) kabupaten/kota dengan jumlah Akta yang dibuat per tahun mencapai 5
(lima) juta Akta.0 Dengan angka pertumbuhan Notaris yang mencapai 1.000
0
Ayu Ningsih, Faisal, Adwani, “Kedudukan Notaris Sebagai Mediator Sengketa Kenotariatan
Terkait dengan Kewajiban Penyuluhan Hukum”, Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan HAM Republik Indonesia Edisi Juni, 2019, hlm. 2.

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. UU No. 2 Tahun 2014, LN Nomor 3, TLN No. 5491,
Ps. 3.
0
3

(seribu) -1.500 (seribu lima ratus) Notaris baru per tahun yang dihasilkan oleh
lebih dari 30 (tiga puluh) perguruan tinggi yang membuka program Magister
Kenotariatan.0

Kedudukan Notaris sebagai seorang Pejabat Umum mempunyai peranan


penting dalam masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat, baik perorangan hingga
badan hukum, dapat memperoleh pelayanan hukum di bidang keperdataan yang
disediakan oleh Notaris. Dalam memberikan pelayanan hukum pada masyarakat
dibutuhkan adanya alat bukti tertulis yang bersifat autentik tentang keadaan,
peristiwa dan/atau perbuatan hukum yang diselenggarakan oleh Notaris guna
menjamin kepastian kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum.

Notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan utama membuat


Akta autentik.0 Notaris dalam menjalankan jabatannya perlu mendapatkan
perlindungan demi tercapainya kepastian hukum. Notaris wajib berpedoman
kepada ketentuan yang mengatur segala perbuatan hukum dalam menjalankan
kewenangan dan kewajibannya. Hal tersebut akan berpengaruh kepada keabsahan
Akta autentik, karena dalam pembuatannya Akta autentik tersebut harus
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Akta autentik sebagai salah satu wewenang Notaris diatur dalam Pasal 1868
KUHPerdata yang berbunyi “suatu Akta autentik ialah suatu Akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu di tempat Akta itu dibuat.” 0 Atribusi kewenangan
Notaris untuk membuat Akta autentik tersebut terdapat dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris dalam Pasal 7 yang berbunyi “Akta Notaris yang selanjutnya
“Menteri Yasonna Sebut Notaris Berperan Besar Gerakan Roda Perekonomian”
https://www.suara.com/bisnis/2019/09/18/103522/menteri-yasonna-sebut-notaris-berperan-besar-
gerakan-roda-perekonomian?page=all. 18 September 2019.
0

“Ikatan Notaris Indonesia Mulai Himpun Data-Data Notaris se-Indonesia”


https://www.hukumonline.com/berita/a/ikatan-notaris-indonesia-mulai-himpun-data-data-notaris-se-
indonesia-lt587dd1670518b/. 17 Januari 2017.
0

Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan. (Depok: Rajawali Pers,
1982), hlm. 42.
0

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, (Bandung: Balai Pustaka, Cetakan ke 43, 2017), Ps. 1868.
4

disebut Akta adalah Akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.”0

Selain berwenang untuk membuat suatu Akta autentik, seorang Notaris


sebagai pejabat umum juga memiliki wewenang dalam Pasal 15 UUJN yaitu
untuk:

1. “Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutpian Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam
buku khusus;
c. membuat kopi sesuai asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum terkait dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.”0

Dalam menjalankan wewenangnya Notaris tidak hanya membuat Akta


autentik kepada perorangan, Notaris juga berwenang untuk membuat Akta autentik
yang terkait dengan PT. Peranan Notaris dalam suatu PT juga diberikan melalui
atribusi kewenangan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,..., Ps. 7.
0

Ibid. Ps. 15.


5

Perseroan Terbatas (“UUPT”), yang mewajibkan PT untuk menggunakan Akta


autentik yang dibuat oleh Notaris untuk:

1. Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum PT sebagaimana terdapat dalam Pasal 7


ayat (1) UUPT;
2. Perubahan Anggaran Dasar PT sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat (3);
3. Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) dalam Pasal 90 ayat (1)
UUPT;
4. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan sebagaimana terdapat
dalam Pasal 128 ayat (1) UUPT;

UUPT tidak mewajibkan jual beli saham untuk dilakukan menggunakan Akta autentik,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 ayat (1) yang berbunyi “Pemindahan hak atas
saham dilakukan dengan Akta pemindahan hak.”0 Ketentuan Pasal 56 ayat (1) tersebut
dengan jelas tidak menyebutkan bahwa Akta yang dibuat haruslah Akta autentik,
dengan kata lain Akta pemindahan hak dapat dibuat dengan akta di bawah tangan.
Pengaturan tentang jual beli saham juga diatur dalam Pasal 57 UUPT yang
menyebutkan bahwa:

“(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak
atas saham, yaitu:
a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ
Perseroan; dan/atau
c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Jual beli saham harus mendapatkan persetujuan dari organ perusahaan


tertentu. Organ Perseroan yang dimaksud adalah RUPS sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2021 Pasal 8

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun
2007, LN Nomor 106, TLN No. 4756, Ps. 56 ayat (1).
6

ayat (4) juncto Pasal 9 yang berbunyi, “perubahan susunan pemegang saham
karena pengalihan saham dan/atau perubahan jumlah kepemilikan saham yang
dimiliki ditetapkan melalui RUPS, dan dimuat atau dinyatakan dalam Akta notaris
dalam Bahasa Indonesia.”0 Dengan demikian, pelaporan atas perubahan susunan
pemegang saham dalam sistem Administrasi Hukum Umum (“AHU”)
membutuhkan persetujuan dari RUPS yang dapat diambil keputusannya melalui
Berita Acara Rapat, Pernyataan Keputusan RUPS, atau Keputusan Sirkuler
Pemegang Saham dengan agenda jual beli saham.

Pada praktiknya banyak dari Akta autentik yang menjadi produk utama dari
Notaris tidak dibuat langsung oleh Notaris yang bersangkutan. Akta autentik
tersebut seringkali dibuat oleh bawahannya.0 Walaupun Akta autentik tersebut
dibuat oleh karyawan Notaris, Akta autentik tersebut tetap menjadi tanggung jawab
Notaris. Hal ini mengacu kepada ketentuan Pasal 65 UUJN di atas yang
menjelaskan bahwa Akta Notaris tetap menjadi tanggung jawab dari Notaris yang
mengeluarkannya. Notaris hanya memfasilitasi pembuatan Akta autentik. Notaris
tidak diperbolehkan untuk menyelidiki kebenaran isi materiil dari Akta autentik
tersebut.0 Hal ini dikarenakan oleh kedudukan dan sifat Notaris yang netral dan
tidak memihak.

Salah satu permasalahan terkait dengan Akta yang dibuat oleh karyawan
Notaris ditemukan dalam Putusan Kasasi Nomor 134K/PID/2020 yang merupakan
lanjutan dari Putusan Nomor 148/Pid.B/2019/PN Gin. Terdakwa dengan inisial
IPAM adalah seorang Calon Notaris yang sedang menjalankan wajib magang pada
Kantor Notaris dengan inisial H yang membuat Akta-Akta terkait dengan jual beli
saham dalam PT dengan inisial PT BRM. Kasus ini bermula sekitar bulan Juni
pada tahun 2015 di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Korban dengan inisial H

0
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan
Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.
21 Tahun 2021, LN Nomor 470, Ps. 8-9.
0

Hal ini disampaikan oleh Notaris Martina S.H. dalam Wawancara yang dilakukan pada tanggal 30
Maret 2022 di Jakarta Barat.

0
Kunni Afifah, “Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap
Akta yang Dibuatnya”, Jurnal Lex Renaissance Nomor 1 Volume 2, 2017, hlm 154.
7

berencana menjual Villa Bali Rich milik PT BRM kepada terdakwa dengan inisial
ABMS senilai Rp. 38.000.000.000,- (tiga puluh delapan miliar Rupiah). Pada
tanggal 19 Juni 2015 dengan ditandatanganinya Akta Notaris Nomor 82-90 yang di
dalamnya termasuk perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Setelah itu pada
tanggal 23 Desember 2015, bertempat di Kantor Notaris H dilakukan
penandatanganan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa Perseroan Terbatas PT BRM. Akan tetapi, Perjanjian Jual Beli Saham
antara korban H dengan terdakwa dengan inisial S, Perjanjian Jual Beli Saham
antara korban H dengan terdakwa dengan inisial TEA, dan Berita Acara Rapat PT
BRM yang ketiganya tertanggal 21 Desember 2015 tersebut tidak pernah terjadi.
Setelah diselidiki oleh Kepala Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse
Kriminal Polri ditemukan fakta bahwa tandatangan korban H dalam kedua
Perjanjian Jual Beli Saham dan Berita Acara Rapat PT BRM tersebut adalah non-
identik alias palsu.

Dari kasus di atas dapat dilihat bahwa permasalahan muncul karena adanya
pemalsuan tandatangan pemegang saham dalam Berita Acara Rapat. Permasalahan
utama yang muncul dari kasus ini adalah pertanggungjawaban terhadap akta
tersebut. Hal ini menarik untuk dianalisis karena Calon Notaris hanya menjalani
tugasnya sesuai dengan arahan Notaris tersebut. Maka dari itu, penelitian tesis ini
akan menganalisis mengenai tanggung jawab Notaris dalam membuat Akta
Pernyataan Keputusan Rapat. Selain itu akan juga meneliti tentang keberlakuan
doktrin Vicaroius Liability terhadap tanggung jawab Calon Notaris dalam
pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat. Maka dari itu, penelitian tesis ini
berjudul “Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan
Rapat dan Keberlakuan Doktrin Vicarious Liability Terhadap Tanggung Jawab
Calon Notaris dalam Pembuatan Akta (Studi Putusan Kasasi Nomor
134K/PID/2020)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, rumusan masalah yang akan


dibahas dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:
8

1. Bagiamana tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan


Rapat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2. Bagaimana keberlakuan doktrin Vicaroius Liability terhadap tanggung jawab Calon
Notaris dalam pembuatan Akta PKR berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
134K/PID/2020?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis tujuan, tujuan
umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan umum dalam penelitian ini untuk menganalisis keberlakuan doktrin
Vicarious Liability terhadap tanggung jawab Calon Notaris dalam pembuatan akta.
2. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:
a. menganalisis tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Akta Pernyataan
Keputusan Rapat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. menganalisis keberlakuan doktrin Vicaroius Liability terhadap tanggung jawab
Calon Notaris dalam pembuatan Akta PKR berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung 134K/PID/2020.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menjadi pembelajaran yang dapat
memberikan kegunaan serta masukan bagi penulis maupun pihak lain yang dapat
merasakan manfaat dari penelitian ini. Manfaat penelitian yang diharapkan dalam
penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat menambah dan memperkaya
pengetahuan dan keilmuan dalam bidang kenotariatan khususnya mengenai
keberlakuan doktrin Vicarious Liability terhadap tanggung jawab Calon Notaris saat
menjalankan wajib magang Notaris terkait dengan pembuatan Akta.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat apat digunakan sebagai acuan terhadap
penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya.
1.5 Metode Penelitian
9

Penelitian ini disusun menggunakan metode yuridis normatif untuk menjawab


rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas. Permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah tanggung jawab Notaris dan keberlakuan doktrin Vicarious
Liability terhadap tanggung jawab Calon Notaris dalam pembuatan Akta berdasarkan
Putusan Mahkamah Agung 134K/PID/2020. Penelitian dengan metode yuridis normatif
adalah penelitian hukum yang meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan
dasar untuk diteliti dengan bahan pustaka mengadakan penelusuran terhadap literatur
yang berkaitan dengan tanggung jawab Notaris dan keberlakuan doktrin Vicarious
Liability terhadap tanggung jawab Calon Notaris dalam pembuatan Akta. 0 Berikut data
sekunder yang akan digunakan, yaitu:
1. Bahan Hukum Primer:
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan yang mengikat
bagi para pihak yang berkepentingan.0 Penelitian ini menggunakan peraturan
perundang-undangan, dan putusan hakim yang berkaitan dengan objek penelitian,
yaitu:
a. Putusan Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020;
b. Putusan Pengadilan Negeri Gianyar 148/Pid.B/2019/PN Gin;
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
e. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT);
f. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja;
g. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN);

0
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
(Jakarta: Rajawali Pers, 2019), hlm. 13-14.
0

Dyah Ochtarina Susanti, Penelitian Hukum (Legal Research), (Jakarta: Sinar Grafika, 2015) hlm
119.
10

h. Peratruan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 tentang


Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.
i. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2021
tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan
Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas.

2. Bahan Hukum Sekunder:


Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memiliki keterkaitan serta dapat
membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum
sekunder yanng akan digunakan dalam penelitian ini berupa buku, jurnal ilmiah,
artikel dan hasil penelitian yang berhubungan dengan objek penelitian.
Penelitian ini akan menggunakan tipologi penelitian eksplanatoris. Penelitian
eksplanatoris adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih
dalam suatu fenomena.0 Penelitian ini dipakai untuk memperoleh keterangan, penjelasan
dan data mengenai hal yang belum diketahui guna memperdalam informasi tertentu. 0
Hal ini disebabkan data mengenai hal yang diteliti belum ada atau kurang dalam
permasalahan hukum yang tedapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020. Hasil penelitian ini akan dirumuskan secara sistematis dan dianalisis
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang
menjabarkan hasil penelitian, sehingga diperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh. Setelah dilakukan analisis tersebut, akan ditarik sebuah simpulan yang
akan menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini.
1.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN
Bab I yang berjudul Pendahuluan berisikan latar belakang yang
mengemukakan permasalah yang timbul dari adanya Putusan Mahkamah
Agung Nomor 134K/PID/2020. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka menurut peneliti perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang
0
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta 2010),
Cetakan 13. hlm 37.
0

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2001), hlm. 136-137.
11

tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan


Rapat dan keberlakuan doktrin Vicarious Liability terhadap tanggung
jawab Calon Notaris dalam pembuatan Akta dan kemudian diuraikan
dalam rumusan masalah. Selain latar belakang dan rumusan masalah,
dalam Bab I pendahuluan diuraikan pula mengenai tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: AKTA TERKAIT RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM,


PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM DAN TANGGUNG JAWAB
PEMBUATAN AKTA.
Bab II yang berjudul Tinjauan Pustaka akan menjelaskan secara
keseluruhan mengenai teori-teori dan landasan pemikiran yang
berhubungan dengan PT, organ PT, Akta Notaris, jual beli saham,
kewajiban, wewenang, larangan dan sanksi Notaris, tanggung jawab
pembuatan akta, pelaksanaan magang calon notaris, Vicarious Liability
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

BAB III: ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM


PEMBUATAN AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT DAN
KEBERLAKUAN DOKTRIN VICARIOUS LIABILITY
TERHADAP TANGGUNG JAWAB CALON NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 134K/PID/2020
Bab III yang berjudul Analisis Tanggung Jawab Notaris dalam
Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat dan Keberlakuan Doktrin
Vicarious Liability Terhadap Tanggung Jawab Calon Notaris dalam
Pembuatan Akta Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020 ini akan menguraikan pokok permasalahan yang
diuraikan dalam rumusan masalah pertama yang menitikberatkan pada
analisis tanggung jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Pernyataan
Keputusan Rapat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selain itu akan dianalisis juga mengenai
12

keberlakuan doktrin Vicarious Liability terhadap tanggung jawab Calon


Notaris dalam pembuatan Akta.

BAB IV: PENUTUP


Bab IV yang berjudul penutup ini akan menyampaikan kesimpulan dari
seluruh penulisan dan memberikan saran dari penulis yang merupakan
bagian terakhir dalam skripsi ini dengan isi sebagai berikut:

a. Simpulan:
Berisikan simpulan dari seluruh penulisan yang telah diuraikan
dalam bab-bab sebelumnya dalam penelitian hukum ini.
b. Saran:
Berisikan saran dari penulis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
Notaris dan calon Notaris, serta pihak lain yang bersangkutan.
13
BAB 2
AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT, PERJANJIAN JUAL BELI
SAHAM DAN TANGGUNG JAWAB PEMBUATAN AKTA

2.1 Perseroan Terbatas


2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas
PT sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 UUPT sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah:

“badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan


perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”0

dari pengertian tersebut, dapat dilihat bahwa lahirnya sebuah PT memiliki syarat-syarat
yang harus dipenuhi. Syarat yang pertama adalah adanya persekutuan modal. Modal
dasar adalah salah satu syarat PT untuk menjadi sebuah badan hukum yang tertulis
dalam Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan.0 Modal dasar dibagi dan terdiri
atas saham yang akan disetor oleh para pemegang saham dalam kedudukannya selaku
pemegang saham Perseroan.0
Syarat kedua adalah berdirinya PT didasarkan oleh perjanjian. Pendirian PT
adalah persekutuan modal, maka dari itu para pendirinya harus memenuhi
ketentuan hukum perjanjian. Dengan demikian berdirinya PT menjadi sebuah
badan hukum memiliki sifat kontraktual yang timbul dari sebuah perjanjian.
Pendirian PT juga memiliki sifat konsensual yang memiliki arti adanya

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU No. 11 Tahun 2020,
LN Nomor 245, TLN No. 6573, Ps. 1 ayat (1).
0

Syahrul, Muhammad Afni Nazar, dan Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Citra Harta
Prima, 2000), hlm. 98.
0

Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) hlm 34.

14
15

kesepakatan antara para pendiri untuk mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian
untuk mendirikan sebuah PT.0

Syarat ketiga adalah PT harus melakukan kegiatan usaha. Hal ini


ditegaskan dalam Pasal 18 UUPT yang berbunyi, “perseroan wajib mempunyai
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tercantum dalam anggaran dasar PT
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”0 Maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha PT harus mengacu kepada Peraturan Badan Pusat Statistik
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia dan
dicantumkan dalam anggaran dasar PT. Apabila sebuah PT tidak memiliki maksud
dan tujuan serta kegiatan usaha, maka PT tersebut tidak dianggap eksis lagi. Hal ini
juga berlaku apabila PT tidak menjalankan aktivitasnya sesuai dengan maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha yang dituangkan dalam anggaran dasar PT. Dalam
keadaan demikian PT lebih baik dibubarkan oleh para pemegang saham.0

Syarat ke-empat adalah lahirnya suatu PT harus mendapatkan pengesahan


pemerintah. Berdirinya PT untuk menjadi badan hukum harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.0 Hal ini ditegaskan dalam Pasal
7 ayat (4) UUPT yang berbunyi, “Perseroan memperoleh status badan hukum pada
tanggal terbitnya keputusan menteri tentang pengesahan badan hukum Perseroan.” 0
Walaupun keberadaannya tidak dapat dilihat, akan tetapi eksistensinya sebagai
subjek hukum yang terpisah dari pemiliknya membuat PT dapat untuk bertindak
layaknya pribadi perorangan selama jangka waktu berdirinya belum berakhir.0

0
Ibid. hlm 35.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun
2007, LN Nomor 106, TLN No. 4756, Ps. 18.

0
Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 36.
0

Ibid.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 7 ayat (4).
0

Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 38.


16

Berdirinya PT sebagai subjek hukum yang terpisah dari pemegang saham


memiliki keuntungan yaitu adanya tanggung jawab terbatas (limited liability).
Menurut Cornell Law School limited liability diartikan sebagai "an Important
characteristic of corporations that enable the investor liability is limited to the
extent of their investment."0 Dari pengertian tersebut dapat diterjemahkan bahwa
tanggung jawab terbatas adalah karakteristik penting dari sebuah PT yang
memungkinkan pemegang sahamnya untuk bertanggung jawab hanya terbatas pada
saham yang dimilikinya dalam Perseroan. Ketentuan tentang tanggung jawab
terbatas tersebut juga ditegaskan oleh Pasal 3 ayat (1) UUPT yang berbunyi
"Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
dan kerugian yang dibuat atas nama Perseroan melebihi saham yang dimiliki."0

2.1.2 Organ Perseroan


Sebagai subjek hukum, PT tidak dapat bertindak sendiri untuk mewakili
dirinya. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang mengemban tanggung jawab
untuk menjalankan PT tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha PT. Orang-orang tersebut disebut juga dengan Organ Perseroan. Organ
Perseroan sebagaimana diatur Pasal 1 ayat (2) UUPT adalah "RUPS, direksi dan
dewan komisaris."0

2.1.2.1 Direksi
Direksi adalah organ PT yang memiliki wewenang dan tanggung jawab
penuh untuk mengurus PT sesuai dengan maksud dan tujuannya, dan berhak untuk
mewakili PT di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam anggaran dasar PT.0 Direksi PT pertama kali diangkat pada waktu
pendirian PT oleh para pendiri. Pengangkatan direksi dapat dilakukan dengan
jangka waktu tertentu dan dapat direksi diangkat kembali. Direksi diangkat oleh
RUPS yang ketentuannya diatur dalam anggaran dasar PT. Direksi dapat

0
“Limited Liability” https://www.law.cornell.edu/wex/limited_liability 3 April 2022.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 3 ayat (1).
0

Ibid, Ps. 1 ayat (2).


0

Ibid, Ps. 1 ayat (5).


17

diberhentikan oleh RUPS.0 Pemberhentian direksi tersebut dilakukan dengan


memberikan kesempatan kepada direksi yang bersangkutan untuk membela diri. 0

Untuk mewakili PT direksi memiliki kewenangan yang tidak terbatas dan


tidak bersyarat, kecuali UUPT dan anggaran dasar PT menentukan lain. Dalam
menjalankan kewenangannya direksi dapat berpegang kepada doktrin Business
Judgement Rule. Doktrin tersebut didefinisikan sebagai “the presumption that in
making business decision not involving direct self interest or self dealing,
corporate directors act in the hones belief that their actions are in the corporation
best interest.”0 Dari doktrin tersebut dapat diterjemahkan bahwa Business
Judgement Rule adalah sebuah doktrin dimana direksi dalam membuat keputusan
bisnis harus mengedepankan yang terbaik bagi perusahaan dengan
mengesampingkan kepentingan pribadi, dengan demikian direksi tidak dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakannya.0

Direksi juga mempunyai tugas untuk melakukan pengurusan PT yang wajib


dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.0 Selain itu tugas
direksi yang diatur dalam UUPT adalah:0

1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat direksi;
2. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan PT;
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan PT;
4. Mengalihkan kekayaan PT;
5. Menjadikan kekayaan PT sebagai jaminan hutang.

0
Ibid, Ps. 94.
0

Ibid, Ps. 105 ayat (2).


0

Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (America, West Thomson Group, 2010), hlm 212.
0

Harahap Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 130.


0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 97 ayat (1)
Jo ayat (2).
0

Ibid, Ps. 100-102.


18

2.1.2.2 Dewan Komisaris


Dewan komisaris adalah sebuah organ PT yang memiliki tugas untuk
mengawasi secara umum/khusus sesuai dengan anggaran dasar, selain itu dewan
komisaris juga dapat memberikan nasihat kepada direksi PT. 0 Dewan komisaris
diangkat bersama direksi PT untuk pertama kali oleh pendiri dalam Akta pendirian.
Dewan komisaris dapat diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat
kembali. Prosedur pengangkatan, penggantian dan pemberhentian dewan komisaris
diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar PT.0

Dewan Komisaris memiliki tugas utama untuk melakukan pengawasan dan


memberi nasihat kepada direksi. tugas pengawasan tersebut dapat dilakukan dewan
komisaris terkait dengan:

a. “Melakukan audit keuangan


Pengawasan di bidang keuangan sangatlah relevan dan urgen, karena
keuangan adalah urat nadi yang menjadi inti dari PT. Keadaan keuangan PT
merupakan refleksi dari gambaran kondisi PT. Oleh karena itu pengawasan
dengan cara melakukan audit atas keluar masuknya keuangan PT harus
dilakukan dengan cermat.
b. Pengawasan atas organisasi Perseroan
Pengawasan atas organisasi PT, dilakukan dengan cara mengaudit
strukturnya, apakah terlalu besar atau terlalu kecil. Tujuan utama
dilakukannya audit organisasi adalah agar struktur PT selalu dapat
disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan dari PT tersebut.
c. Pengawasan terhadap personalia
Tujuan diadakannya audit personalia agar dapat diketahui kekurangan dan
kelebihan personalia yang mungkin terjadi. Juga untuk menegakkan prinsip
the right man in the right place serta untuk mengetahui apakah cara rekrut
dan seleksi yang berjalan sudah tepat atau tidak.” 0

Dewan komisaris harus mengedepankan kepentingan PT sesuai maksud


dan tujuan PT dalam memberikan nasihat kepada direksi PT. Pemberian nasihat
tersebut dapat dimasukan dalam pembuatan rencana kerja yang proporsional untuk

0
Ibid, Ps. 1 ayat (6).
0

Ibid, Ps. 111.


0

Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 439.


19

mengembangkan PT sesuai prinsip Good Corporate Governance, dan dapat juga


dimasukan pada saat pelaksanaan program atau rencana kerja supaya sesuai dengan
prinsip Good Corporate Governance.0

2.1.2.3 RUPS
RUPS adalah sebuah organ PT yang memiliki kewenangan yang tidak
dimiliki oleh direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan UUPT dan
anggaran dasar PT.0 RUPS mempunyai kewenangan utama untuk:

1. “Menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang
timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya (Pasal
13 ayat (1));
2. Menyetujui perbuatan hukum atas nama Perseroan yang dilakukan oleh
anggota direksi, anggota dewan komisaris bersama-sama pendiri dengan
syarat semua pemegang saham hadir dalam RUPS dan semua pemegang
saham menyetujui dalam RUPS tersebut (Pasal 14 ayat (4));
3. Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS (Pasal 19 ayat (1));
4. Memberi persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut
saham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal 38 ayat (1));
5. Menyerahkan kewenangan kepada dewan komisaris guna menyetujui
pelaksanaan keputusan RUPS atas pembelian kembali atau pengalihan lanjut
saham yang dikeluarkan Perseroan (Pasal 39 ayat (1));
6. Menyetujui penambahan modal Perseroan (Pasal 41 ayat (1));
7. Menyetujui pengurangan modal PT (Pasal 44 ayat (1));
8. Menyetujui rencana kerja tahunana apabila anggaran dasar menentukan
demikian (Pasal 64 ayat 1 jo. ayat (3));
9. Memberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan
serta laporan tugas pengawasan dewan komisaris (Pasal 69 ayat (1));
10. Memutuskan pengunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan
untuk dana cadangan wajib dan dana cadangan lain (Pasal 71 ayat (1));
11. Menetapkan pembagian tugas dan pengurusan PT antara anggota direksi
(Pasal 92 ayat (5));
12. Mengangkat anggota direksi (Pasal 94 ayat (1)).
13. Menetapkan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota direksi (Pasal 96
ayat (1));
14. Menunjuk pihak lain untuk mewakili PT apabila seluruh anggota direksi atau
dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan PT (Pasal 99
ayat (2) huruf c);
15. Memberi persetujuan kepada direksi untuk:

0
Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 440.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 1 ayat (4).
20

a. mengalihkan kekayaan PT, atau


b. menjadikan jaminan utang kekayaan PT;
persetujuan diperlukan apabila lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih
perseroan dalam 1 transaksi atau lebih (Pasal 102 ayat (1));
16. Memberi persetujuan kepada direksi untuk mengajukan permohonan pailit
atas PT sendiri kepada Pengadilan Niaga (Pasal 104 ayat (1));
17. Memberhentikan anggota direksi (Pasal 105 ayat (2));
18. Menguatkan keputusan pemberhentian sementara yang dilakukan dewan
komisaris terhadap anggota direksi (Pasal 106 ayat (7));
19. Mengangkat anggota dewan komisaris (Pasal 11 ayat (2));
20. Menetapkan besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan anggota dewan
komisaris (Pasal 113)
21. Mengangkat komisaris Independen (Pasal 120 ayat (2));
22. Memberi persetujuan atas Rancangan Penggabungan (Pasal 123 ayat (3));
23. Memberi persetujuan mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan (Pasal 127 ayat (1));
24. Memberi keputusan atas pembubaran PT (Pasal 142 ayat (1) huruf a);
25. Menerima pertanggungjawaban likuidator atas penyelesaian likuidasi (Pasal
143 ayat (1)).”0

RUPS terdiri dari para pemegang saham yang mengadakan rapat untuk
mengambil sebuah keputusan terkait dengan hal hal di atas. RUPS diadakan di
tempat kedudukan PT atau ditempat PT melakukan kegiatan usaha yang utama. 0
Akan tetapi, dimungkinkan bagi RUPS untuk mengadakan rapat di luar tempat
kedudukannya yaitu dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. “RUPS dihadiri/diwakili seluruh pemegang saham;


2. Seluruh pemegang saham menyetujui tempat diadakannya RUPS;
3. Tempat RUPS diadakan masih terletak di wilayah Negara Republik
Indonesia” 0

syarat-syarat di atas harus dipenuhi supaya RUPS dapat diadakan di manapun.

0
Harahap Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 307-308.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 76 ayat (1).
0

Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm.311.


21

RUPS bisa dilakukan melalui media elektronik. Hal ini dimungkinkan oleh
dengan adanya Pasal 77 UUPT. Dalam pasal tersebut penyelenggaraan RUPS melalui
media elektronik dapat dilakukan dengan media telekonferensi, video konferensi dan
sarana media elektronik lainnya yang membuat semua peserta RUPS dapat saling
melihat dan mendengar secara langsung serta dan berpartisipasi dalam rapat. 0 Kata
memungkinkan dalam ketentuan di atas adalah syarat formil yang bersifat imperatif dan
karenanya tidak dapat dikesampingkan atau dilanggar. Dengan demikian para peserta
RUPS harus dapat saling melihat dan saling mendengar secara langsung dan turut
berparitisipasi aktif dalam RUPS yang diselenggarakan melalui media elektronik.0

Terdapat 2 (dua) jenis RUPS, yaitu RUPS tahunan dan RUPS luar
biasa/lainnya. RUPS tahunan wajib untuk diadakan tiap tahun dengan jangka
waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. RUPS tahunan
dilakukan untuk menyetujui laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya:

1. “laporan keuangan yang minimal terdiri dari neraca akhir tahun buku yang
berakhir dan perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi
tahun yang bersangkutan, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, serta
catatan-catatan atas laporan keuangan;
2. laporan mengenai kegiatan PT;
3. laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
4. rincian masalah yang mempengaruhi kegiatan usaha PT selama tahun buku
tersebut;
5. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh dewan
komisaris selama tahun buku tersebut;
6. nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris;
7. gaji dan tunjangan bagi anggota direksi dan gaji/honorarium dan tunjangan
bagi anggota dewan komisaris PT untuk tahun buku tersebut.”0

sedangkan RUPS luar biasa/lainnya dapat diadakan kapanpun tergantung dengan


kebutuhan PT.
0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 77.
0

Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm.313.


0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 66 ayat
(2).
22

Direksi dalam menyelenggarakan RUPS harus didasarkan oleh permintaan


dewan komisaris atau minimal 1 (satu) orang pemegang saham yang bersama-sama
mewakili 1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah seluruh saham dengan hak suara,
kecuali terdapat ketetentuan lain dalam anggaran dasar PT. Permintaan
penyelenggaraan RUPS disampaikan melalui surat tercatat kepada direksi PT
dengan tembusan kepada dewan komisaris. RUPS dilangsungkan dengan didahului
oleh pemanggilan RUPS paling lambat 15 (lima belas) hari dengan tidak
memperhitungkan tanggal pemanggilan rapat dan tanggal RUPS yang dilaksanakan
oleh direksi PT.0 Pemanggilan tersebut dapat dilakukan dengan surat tertulis atau
iklan dalam surat kabar dengan peredaran nasional. Dalam panggilannya direksi
wajib untuk mencantumkan tanggal, waktu, tempat dan mata acara rapat disertai
dengan pemberitahuan agenda yang akan dibahas dalam RUPS tersedia di kantor
PT sejak tanggal pemanggilan RUPS.0

Saham-saham yang diterbitkan oleh PT masing-masing memiliki 1 (satu)


hak suara. Pemegang saham dapat menghadiri sendiri RUPS ataupun dapat
diwakilkan oleh kuasanya dan berhak untuk menggunakan hak suara sesuai dengan
jumlah saham yang dimilikinya. Jika musyawarah untuk mufakat tidak dapat
tercapai, kuasa dari pemegang saham berhak untuk mewakilinya dan mengambil
suara dalam pemungutan suara tersebut. Pemegang saham tidak dapat memberikan
kuasa untuk hadir dalam RUPS kepada lebih dari 1 (satu) orang kuasa. Selain itu
pemegang saham juga tidak dapat memberikan kuasa kepada anggota direksi,
dewan komisaris, atau karyawan PT, hal ini ditujukan untuk menghindari adanya
benturan kepentingan dalam pemungutan suara.0

RUPS dapat dilangsungkan apabila ½ (satu per dua) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara yang hadir dalam rapat. Hal ini tegas diatur dalam
Pasal 86 UUPT dan melarang anggaran dasar untuk menentukan kuorum kehadiran
maupun keputusan lebih kecil dari yang diatur dalam UUPT. Jika kuorum
0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 79 ayat (2).
0

Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007).
(Jakarta: Jala Permata Aksara, 2018), hlm. 3.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 85.
23

kehadiran tidak tercapai dalam RUPS, maka dapat diadakan pemanggilan RUPS
kedua dengan catatan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan akan tetapi gagal
untuk mencapai kuorum. Kuorum kehadiran RUPS kedua minimal dihadiri 1/3
(satu per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili, dan melarang anggaran dasar untuk menentukan kuorum lebih kecil dari
yang diatur dalam UUPT. Dalam hal kuorum RUPS kedua tersebut juga tidak
tercapai, maka pemohon penyelenggaran RUPS dapat meminta kepada ketua
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya mencakup tempat kedudukan perseroan
untuk menetapkan kuorum kehadiran untuk RUPS ketiga. Penetapan Pengadilan
yang bersifat final dan berkekuatan hukum tetap dibutuhkan untuk menentukan
kuorum RUPS ketiga. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga tersebut paling lambat
dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum RUPS dilakukan dengan
tidak menghitung tanggal RUPS dan tanggal pemanggilan.0

Keputusan RUPS harus diusahakan diambil dengan musyawarah untuk


mufakat. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai keputusan RUPS dapat
diambil melalui pemungutan suara. Kuorum kehadiran RUPS untuk mengubah
anggaran dasar dapat dilaksanakan apabila dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang hadir/ dalam RUPS.
Persetujuan agenda tersebut harus memperoleh persetujuan paling sedikit 2/3
bagian dari jumlah seluruh saham yang hadir dalam RUPS. Apabila kuorum
kehadiran tidak tercapai, maka RUPS kedua dapat diselenggarkan dengan kuorum
kehadiran paling sedikit 3/5 (tiga per lima) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir dalam RUPS dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per
tiga) bagian dari jumlah seluruh saham yang hadir dalam RUPS.0

Kuorum persetujuan untuk agenda RUPS terkait dengan penggabungan,


peleburan, pengambilalihan, pemisahan, kepailitan, perpanjangan jangka waktu
berdirinya, dan likuidasi PT paling sedikit dihadiri oleh ¾ (tiga per empat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir dalam RUPS dan disetujui oleh
paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham yang hadir

0
Ibid, Ps. 86.
0

Ibid, Ps. 88.


24

dalam RUPS. Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak terpenuhi maka RUPS
kedua dapat diselenggarakan dengan kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 (dua per
tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang hadir dalam RUPS.
Kuorum persetujuan RUPS kedua paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari
jumlah seluruh saham yang hadir RUPS.0 Apabila RUPS ingin mengambil
keputusan terkait hal-hal yang kuorum keputusan dan kehadirannya tidak diatur
oleh UUPT dan anggaran dasar kuorum yang dibutuhkan RUPS untuk mengambil
keputusan tersebut adalah ½ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan oleh PT. 0
Setiap kali diadakannya RUPS, ketua rapat diwajibkan untuk membuat risalah
RUPS. Risalah RUPS tersebut ditandatangani oleh ketua rapat serta minimal
1(satu) orang pemegang saham yang telah ditunjuk dari peserta RUPS. Apabila
risalah RUPS dibuat dengan Akta Notaris maka tandatangan tersebut tidak harus
dimasukan dalam risalah RUPS.0

Pemegang saham dapat mengambil keputusan di luar RUPS yang mengikat


dan sah dengan syarat seluruh pemegang saham yang memiliki hak suara harus
menyetujui secara tertulis dan menandatangani usul yang bersangkutan.0 Dalam
praktik, keputusan tersebut dikenal sebagai keputusan sirkuler. Mekanisme
pengambilan keputusan di luar RUPS dilakukan dengan cara:0

1. Mengirim secara tertulis usul yang akan disetujui kepada seluruh pemegang
saham PT; dan
2. Pemberian persetujuan secara tertulis atas usul tersebut oleh seluruh
pemegang saham PT.

Persetujuan seluruh pemegang saham adalah syarat yang mutlak sahnya keputusan
sirkuler. Keputusan sirkuler merupakan keputusan yang mengikat dan mempunyai

0
Ibid, Ps. 89.
0

Ibid, Ps. 87.


0

Ibid, Ps. 90.


0

Ibid, Ps. 91.


0

Harahap, Hukum Perseroan Terbatas,…, hlm. 341.


25

kekuatan hukum yang sama apabila dibandingkan dengan keputusan RUPS yang
diselenggarakan secara fisik maupun dengan bantuan media elektronik ketika sudah
diberi persetujuan tertulis oleh seluruh pemegang saham.

2.2 Akta Notaris


Akta merupakan tulisan yang dibuat dengan tujuan menjadi bukti tentang
adanya suatu peristiwa, bisa merupakan perbuatan, perjanjian, ketetapan, yang
ditandatangani.0 Dibagi sesuai jenisnya, Terdapat 2 (dua) jenis Akta, yaitu Akta
autentik dan Akta di bawah tangan. Akta autentik adalah “suatu Akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu di tempat Akta itu dibuat.” 0 Akta autentik mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna. Suatu Akta dapat menjadi Akta autentik
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:0

1. Akta harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum;


2. Akta harus diibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-
Undang;
3. Pejabat umum yang membuat Akta tersebut harus mempunyai wewenang
untuk membuatnya.

Ketiga syarat tersebut harus terpenuhi, apabila salah satu dari syarat di atas
tidak dapat terpenuhi, Akta tersebut kekuatan pembuktiannya akan turun dari Akta
autentik menjadi Akta di bawah tangan.0 Hal ini sesuai dengan Pasal 1869
KUHperdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Suatu Akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud
di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan
sebagai Akta autentik namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di

0
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), hlm. 25.
0

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan
Tjitrosudibio, (Bandung: Balai Pustaka, Cetakan ke 43, 2017), Ps. 1868.
0

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1983), hlm 48.
0

Alwesius, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2019). hlm 11.
26

bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.”0

2.2.1 Jenis Akta Notaris


Akta Notaris adalah sebuah Akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris sesuai dengan oleh undang-undang.0 Akta Notaris dapat dibedakan menjadi
2 (dua) jenis Akta, yaitu Akta yang dibuat di hadapan Notaris dan Akta yang
dibuat oleh Notaris.0 Menurut G.H.S Lumban Tobing yang dimaksud dengan Akta
yang dibuat di hadapan Notaris/Akta partij adalah:

“suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak
lain di hadapan Notaris. artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak
lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana
pihak lain itu sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan itu
atau melakukan perbuatan itu di hadapan Notaris, agar keterangan itu atau
perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris di dalam suatu Akta autentik. Akta
demikian dinamakan Akta yang dibuat di hadapan Notaris.”0

Menurut Herlien Budiono, yang dimaksud dengan Akta yang dibuat di


hadapan Notaris adalah:

“Akta yang berisikan mengenai apa yang terjadi berdasarkan keterangan yang
diberikan oleh para penghadap kepada Notaris dalam artian mereka
menerangkan dan menceritakan kepada Notaris agar keterangan atau perbuatan
tersebut dinyatakan oleh Notaris di dalam suatu Akta Notaris dan para
penghadap menandatangani Akta itu. oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
Akta tersebut dibuat di hadapan Notaris.”0

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek],…, Ps. 1869.

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. UU No. 2 Tahun 2014, LN Nomor 3, TLN No. 5491,
Ps. 1 poin 7.
0

Alwesius, Dasar-Dasar Teknik,…, hlm. 13.


0

Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris,…, hlm. 51.


0

Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013).
hlm. 7.
27

Berdasarkan pengertian yang disebutkan di atas dapat ditarik simpulan bahwa Akta
yang dibuat di hadapan Notaris adalah Akta yang berisikan tentang keterangan yang
diberikan oleh penghadap kepada Notaris, dan berdasarkan keterangan tersebut Notaris
membuatkan Akta autentik terkait dengan peristiwa tersebut.

Akta yang dibuat oleh Notaris atau Akta relaas menurut G.H.S Lumban
Tobing adalah:

“suatu Akta yang memuat atau menguraikan secara autentik sesuatu tindakan
yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat
Akta itu, yakni Notaris sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai
Notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang
dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan Akta yang dibuat oleh
Notaris.”0

Menurut Herlien Budiono, yang dimaksud dengan Akta yang dibuat oleh
Notaris/Akta relaas adalah:

“Pengamatan Notaris pada suatu peristiwa atau fakta hukum, menyusun berita
acara, membacakan dan menandatangani Akta tersebut bersama para saksi,
termasuk keterangan alasan mengapa para penghadap tidak menandatangani
Akta nya.”0

Perbedaan mendasar diantara Akta partij dan Akta relaas yaitu mengenai
adanya tandatangan para penghadap. Akta partij harus ditandatangani oleh para
penghadap, jika dari para penghadap ada yang tidak menandatangani Akta, maka
Akta tersebut menjadi cacat dan kekuatan pembuktiannya menjadi Akta di bawah
tangan. Dalam Akta relaas, tandatangan para penghadap bukanlah sebuah syarat
mutlak. Jika seorang penghadap ada yang tidak menandatangani Akta relaas,
0
Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris,…, hlm. 51.

0
Budiono, Dasar Teknik Pembuatan,…, hlm. 7.
28

Notaris hanya perlu untuk menyebutkan keterangan dan alasan terkait tidak adanya
tandatangan tersebut pada bagian akhir Akta.0

2.2.2 Bentuk Akta Notaris


Bentuk dari Akta Notaris diatur dalam Pasal 38 UUJN yang menetapkan
sebagai berikut:

1. “Akta terdiri atas:


a. kepala Akta;
b. badan Akta; dan
c. penutup Akta.
2. Kepala Akta terdiri dari:
a. judul Akta;
b. nomor Akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dibuatnya Akta; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris pembuat Akta.
3. Badan Akta terdiri dari:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
tempat kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang
mewakili penghadap;
b. keterangan mengenai kapasitas bertindak penghadap;
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan penghadap; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, tempat
kedudukan, dan tempat tinggal dari saksi-saksi pengenal.
4. Penutup Akta terdiri dari:
a. uraian tentang pembacaan Akta;
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan Akta;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, kedudukan dan
tempat tinggal saksi-saksi Akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan
Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa
penambahan, pencoretan atau penggantian serta jumlah perubahannya.” 0

2.2.3 Akta Terkait RUPS


Dalam menunjang kegiatan usaha PT dan menjaga legalitas serta
eksistensinya, PT memerlukan Notaris untuk menunjang keberadannya. Sejak

Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris,…, hlm. 53.


0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,…, Ps. 38.
29

berdirinya PT hingga PT tersebut ditutup Notaris berperan untuk membuatkan


Akta terkait PT. Jika PT ingin melakukan perubahan anggaran dasar dan/atau
melakukan perubahan data perseroan PT diwajibkan oleh Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata
Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan
Terbatas (Permenkumham Nomor 21 Tahun 2021) untuk membuat Akta Notaris
sebagai syarat perubahan tersebut. Yang dimaksud dengan perubahan anggaran
dasar dalam Pasal 8 ayat (2) Permenkumham Nomor 21 Tahun 2021 adalah:

1. “Nama PT dan/atau tempat kedudukan PT;


2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT;
3. Jangka waktu berdirinya PT;
4. Modal Dasar PT;
5. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor PT; dan
6. Status PT.”0

Perubahan anggaran dasar selain yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) seperti peningkatan
modal ditempatkan dan disetor PT, perubahan pasal terkait tugas dan wewenang direksi
dan seterusnya tetap didaftarkan kepada Menteri.

Perubahan data PT yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Permenkumham


Nomor 21 Tahun 2021 yaitu:

1. “Perubahan susunan pemegang saham karena pengalihan saham dan/atau


perubahan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki;
2. Perubahan susunan nama dan jabatan anggota direksi dan dewan komisaris;
3. Penggabungan, Pengambilalihan dan pemisahan yang tidak disertai dengan
perubahan anggaran dasar;
4. Pembubaran PT;
5. berakhirnya status badan hukum PT;
6. Perubahan nama pemegang saham karena pemegang saham mengganti
nama; dan

0
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan
Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.
21 Tahun 2021, LN Nomor 470, Ps. 8 ayat (2).
30

7. Perubahan alamat lengkap PT.”0

Perubahan angggaran dasar dan perubahan data PT sebagaimana disebutkan di atas


ditetapkan melalui RUPS sebagaiman ditentukan oleh UUPT. Dalam merubah anggaran
dasar dan/atau perubahan data perseroan PT harus dicantumkan di dalam Akta notaris
dengan Bahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keputusan
RUPS.0

Akta yang dapat dibuat oleh Notaris mengenai keputusan RUPS dapat
dibedakan menjadi 3. Yang pertama adalah Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler.
Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler dibuat Notaris berdasarkan keputusan sirkuler
Pemegang Saham yang dibuat tanpa adanya RUPS. Dalam keputusan sirkuler
selain dengan agenda rapat tentang adanya perubahan anggaran dasar/data PT pada
praktiknya juga terdapat persetujuan untuk memberikan kuasa kepada direksi PT
atau pihak lain untuk menghadap Notaris dan membuatkan Akta Notaris terkait
dengan keputusan sirkuler tersebut.

Kedua adalah Akta Pernyataan Keputusan Rapat, Akta ini dibuat


berdasarkan notulen RUPS yang ditandatangani oleh direksi dan minimal 1 (satu)
orang pemegang saham. Akta Pernyataan Keputusan Rapat dan Akta Pernyataan
Keputusan Sirkuler memiliki kesamaan, yaitu keduanya adalah Akta partij. Yang
membedakan keduanya adalah dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat, RUPS
sudah diadakan terlebih dahulu secara internal, setelah dicapai keputusan barulah
direksi atau pihak lain yang diberikan kuasa oleh RUPS hadir menghadap Notaris
untuk dibuatkan Akta Notaris mengenai keputusan RUPS berdasarkan
notulen/risalah RUPS tersebut. Sementara dalam Akta Pernyataan Keputusan
Sirkuler, RUPS tidak diadakan namun untuk menggantikan RUPS, seluruh
pemegang saham dengan hak suara harus menyetujui agenda yang diusulkan secara
tertulis dan menandatangani usulan yang terdapat dalam keputusan sirkuler.0

0
Ibid, Ps. 8 ayat (4).
0
Ibid, Ps. 9 ayat (1), ayat (2), ayat (3).

0
Hal ini disampaikan oleh Notaris Martina S.H. dalam Wawancara yang dilakukan pada tanggal 30
Maret 2022 di Jakarta Barat.
31

Ketiga adalah Akta Berita Acara Rapat, Akta ini adalah Akta relaas dimana
Notaris turut hadir dan menyaksikan jalannya RUPS. Notaris sebagai pejabat
umum yang berwenang untuk membuat Akta Berita Acara Rapat mencatat segala
hal terkait dengan jalannya RUPS tersebut dan membuatkan Akta Notaris yang
menceritakan bagaimana jalannya RUPS. Dimulai dari siapa saja yang hadir dalam
rapat hingga jalannya pemungutan suara terkait agenda RUPS.

2.3 Jual Beli Saham


Pada dasarnya Jual beli saham dalam PT sama dengan jual beli pada
umumnya. Jual beli oleh Subekti diartikan sebagai “suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”0 Jual beli adalah
suatu perjanjian yang lahir sebagai suatu perjanjian yang sah ketika tercapai
kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga (unsur
essentialia).

Dalam hal ini jual beli yang lahir sebagai suatu perjanjian yang sah diatur
dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut “Jual beli dianggap
telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai
kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum
diserahkan dan harganya belum dibayar.” 0 Sebelum saham dapat diperjual-belikan
terdapat persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu:

1. “kewajiban untuk menawarkan saham yang ingin dijual kepada pemegang


saham dengan klasifikasi saham tertentu atau pemegang saham lainnya;
2. kewajiban untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ
Perseroan; dan/atau
3. kewajiban untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang
berwenang dengan memperhatikan ketentuan peraturan yang berlaku.”0

0
Subekti, Hukum Perjanjian. (Jakarta: PT Intermasa, 2005), hlm. 79.
0

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan
Tjitrosudibio,…, Ps. 1868.

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,…, Ps. 57 ayat (1).
32

Persyaratan tersebut tidak harus dipenuhi apabila peralihan hak atas saham didasari oleh
peralihan hak karena hukum, dan peralihan hak karena kewarisan.0

Kewajiban untuk menawarkan saham yang ingin dijual kepada pemegang


saham dengan klasifikasi saham tertentu atau pemegang saham lainnya dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penawaran saham tersebut
dilakukan, jika jangka waktu tersebut lewat, maka pemegang saham lain tidak
ingin membeli saham yang ingin dijual, dengan demikian penjual dapat
menawarkan dan menjual saham tersebut kepada pihak lainnya. 0 Kewajiban untuk
menawarkan saham yang ingin dijual tersebut hanya berlaku 1 kali dan penjual
saham tersebut dapat menarik kembali penawarannya setelah lewat jangka waktu
30 (tiga puluh) hari tersebut.0

Dalam Pasal 57 UUPT tidak disebutkan secara rinci persetujuan organ


perseroan terkait dengan jual beli saham. Sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (4)
Juncto Pasal 9 ayat (1) Permenkumham Nomor 21 Tahun 2021 diatur bahwa
karena perubahan susunan pemegang saham dikategorikan sebagai perubahan data
Perseroan, perubahan tersebut ditetapkan melalui RUPS, maka untuk
melaksanakan jual beli saham diperlukan persetujuan RUPS. RUPS dapat
memberikan persetujuan atau penolakannya secara tertulis dalam jangka waktu 90
(sembilan puluh) hari sejak RUPS menerima permintaan persetujuan penjualan
saham tersebut. Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut, apabila
RUPS tidak memberikan persetujuan atau penolakan, maka RUPS dianggap
menyetujui penjualan saham tersebut.

Setelah persyaratan tersebut dilaksanakan jual beli saham dapat dilakukan


dengan dibuatnya Akta pemindahan hak. Dalam Penjelasan Pasal 56 UUPT
disebutkan bahwa Akta pemindahan hak tersebut dapat dibuat di hadapan Notaris
maupun dapat berupa Akta bawah tangan. Apabila Akta tersebut dibuat di hadapan
Notaris maka Akta tersebut akan masuk ke kategori Akta partij dan akan tunduk

0
Ibid. Pasal 57 ayat (2).
0

Ibid. Pasal 58 ayat (1).

0
Ibid. Pasal 58 ayat (2) dan ayat (3).
33

kepada pengaturan tentang Akta autentik. Namun, apabila Akta pemindahan hak
tersebut dibuat di bawah tangan maka pengaturannya akan tunduk pada
KUHPerdata.

Menurut Pasal 1874 KUHPerdata, Akta di bawah tangan didefinisikan


sebagai Akta yang ditandatangani dan dibuat tanpa bantuan dari seorang pejabat
umum. Perjanjian jual beli saham yang dibuat di bawah tangan harus memenuhi
syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:


1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.”0

Dari ke 4 syarat tersebut, yang dikategorikan sebagai syarat subjektif


adalah syarat pertama dan kedua. Satu saja dari syarat subjektif tidak terpenuhi,
perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan oleh hakim atas dasar permohonan pihak
yang bersangkutan. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat objektif, karena syarat
tersebut mengatur mengenai isi dari perjanjiannya atau objeknya. Satu saja dari
syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian yang dibuat dapat diputuskan oleh
hakim atas permohonan pihak yang bersangkutan menjadi batal demi hukum.0
Sebuah perjanjian yang dinyatakan batal demi hukum dianggap tidak pernah
dibuat, dan kedua belah pihak dikembalikan keadaannya seperti semula sebelum
adanya perjanjian.0

2.4 Kewajiban, Wewenang Larangan dan Sanksi Notaris


Dalam menjalankan kesehariannya sebagai Pejabat Umum, Notaris mempunyai

0
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan
Tjitrosudibio,…, Ps. 1320.
0

Steven Liem, Mohammad Fajri, Widodo Suryandono, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Jual
Beli Saham Tanpa Bukti Pelunasan dan Bukti Setor (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Nomor: 259//Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel),” Indonesian Notary Volume 2, 2020, hlm. 790.
0

Retnowulan Sutantio, Perjanjian Menurut Hukum Indonesia. (Jakarta:Varia Peradilan. 1990). hlm.
122.
34

kewajiban, wewenang dan larangan yang harus ditaatinya. Kewajiban, wewenang dan
larangan tersebut terdapat dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Kewajiban Notaris
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN adalah sebagai berikut:

a. “bertindak amanah, jujur saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga


kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris;
b. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
c. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta;
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini
kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang—undang menentukan lain;
f. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;
i. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu
5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
k. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan
tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit
2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan
Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan Notaris; dan
m. menerima magang calon Notaris.”0

Kewajiban Notaris juga diatur dalam Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia sebagaimana
terdapat dalam Pasal 3 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,…, Ps. 16 ayat (1).
35

Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

1. “memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;


2. menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris;
3. menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan;
4. berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa
tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah
jabatan Notaris;
5. meingkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang telah dimiliki
tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;
6. mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
7. memberikan jasa pembuatan Akta dan kewenangan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;
8. menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan
tugas jabatan sehari-hari;
9. memasang 1 papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan
ukuran yaitu 100 cm x 40 cmx 150 cmx 60 cm atau 200cm x 80 cm yang
memuat:
a. nama lengkap dan gelar yang sah;
b. tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai
Notaris;
c. tempat kedudukan;
d. Alamat Kantor dan nomor telefon/fax.
dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan
di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. kecualli di lingkungan
kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama
dimaksud;
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang
diselenggarakan oleh Perkumpulan;
11. menghormati, mematuhi, melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-
keputusan Perkumpulan;
12. membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;
13. membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia;
14. melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang
ditetapkan Perkumpulan;
15. menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena alasan-alasan
tertentu;
16. menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan
tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan
sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling
membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi;
17. memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan
status ekonomi dan/atau status sosialnya;
18. membuat Akta dalam jumlah batas kewajaran untuk menjalankan peraturan
perundang-undangan, khususnya undang-undang jabatan Notaris dan Kode
36

Etik.”0

Wewenang Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUJN meliputi:

1. “Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.”0

Selain memuat kewajiban dan wewenang Notaris UUJN juga mengatur


Larangan dalam menjalankan jabatan Notaris, hal ini diatur dalam Pasal 17 UUJN yang
meliputi:

1. “Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
0
Ikatan Notaris Indonesia, Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia Banten 29-30 Mei 2015, (Banten, 2015), Ps. 3.
0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris…., Ps. 15.
37

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik


negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau
Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
2. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.”0

Larangan dalam menjalankan jabatan Notaris, juga diatur oleh Ikatan Notaris Indonesia
dalam Pasal 4 Kode Etik yang meliputi:

“Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan


Notaris) dilarang:
1. mempunyai lebih dari 1 kantor, baik kantor cabang ataupun kantor
perwakilan;
2. memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor
Notaris” di luar lingkungan kantor;
3. melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-
sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana
media cetak dan atau elektronik, dalam bentuk:
1. Iklan;
2. Ucapan selamat;
3. Ucapan belasungkawa;
4. Ucapan terimakasih;
5. Kegiatan Pemasaran;
6. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun
olahraga.
4. bekerja sama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya
bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien;
5. menandatangani Akta yang proses perbuatannya telah dipersipakan oleh
pihak lain;
6. mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;
7. berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari
Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang
bersangkutan maupun melalui perantaran orang lain;
8. melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis

0
Ibid. Ps. 17.
38

dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat Akta padanya;


9. melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama
rekan Notaris;
10. menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang
lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan;
11. mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor
Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang
bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan dari karyawan kantor Notaris
lain;
12. menjelekan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau Akta yang dibuat
olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu
Akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat
kesalahan-kesalahan yang serius dan atau membahayakan klien, Notaris
tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan
atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui,
melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan
terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
13. tidak melakukan kewajiban dan melakukan pelanggaran terhadap larangan
sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik dengan menggunakan media
elektronik, termasuk namun tidak terbatas dengan menggunakan internet dan
media sosial;
14. membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan
tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi ata lembaga, apalagi
menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;
15. menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
16. membuat Akta melebihi batas kewajaran yang batas jumlahnya ditentukan
oleh Dewan Kehormatan;
17. mengikuti pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan/pembuatan Akta.”0

Sanksi bagi Notaris dapat dibedakan menjadi sanksi perdata, sanksi


administratif, sanksi etika, dan sanksi pidana. Sanksi perdata sebagaimana diatur dalam
Pasal 84 UUJN yang berbunyi:

“Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf
k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang
mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
Akta di bawah tangan atau suatu Akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi dan bunga kepada Notaris”0

0
Ikatan Notaris Indonesia, Perubahan Kode Etik Notaris…, Ps. 4.
0
39

Penggantian biaya, ganti rugi atau bunga dapat dituntut terhadap Notaris didasari
adanya hubungan hukum antara Notaris dengan pihak penghadap, Apabila ada pihak
yang merasa dirugikan, maka pihak tersebut dapat menggugat Notaris. 0 Notaris juga
dapat dituntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga dengan alasan ketidaktahuan
Notaris atas wewenangnya untuk tidak membuat akta yang bukan menjadi
kewenangannya.0
Sanksi administrasi bagi Notaris yang melanggar larangan atau tidak
menjalankan kewajiban dan kewenangannya terdapat dalam Pasal 17 juncto Pasal 85
UUJN dan Pasal 6 Kode Etik Notaris. Perbedaan antara sanksi yang terdapat dalam
Pasal 17 juncto Pasal 85 UUJN dan Pasal 6 Kode Etik adalah, apabila Notaris
dinyatakan terbukti bersalah dan sesuai dengan Pasal 17 juncto Pasal 85 UUJN maka
Notaris tersebut dapat di berhentikan sementara, diberhentikan dengan hormat, atau
diberhentikan secara tidak terhormat dari jabatannya. Dikarenakan Ikatan Notaris
Indonesia tidak berwenang untuk memberhentikan seorang Notaris, maka sanksi yang
diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Kode Etik Notaris hanya meliputi:

1. “Teguran;
2. Peringatan;
3. Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;
4. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan;
5. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan;"0

Walaupun sanksi yang diberikan oleh Ikatan Notaris Indonesia hanya berupa
pemberhentian dari keanggotaan Perkumpulan, Ikatan Notaris Indonesia melalui Dewan
Kehormatan Pusat berwenang untuk memberikan rekomendasi yang memuat usulan
terkait pemberhentian Notaris tersebut kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,…, Ps. 84.
0
Habib Adjie, Sanksi Perdata & Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2017), hlm. 91.

0
Habib Adjie, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015),
hlm 14.
0

Ikatan Notaris Indonesia, Perubahan Kode Etik Notaris…, Ps. 6.


40

Notaris dapat diberikan sanksi etika apabila melakukan pelanggaran terhadap


Kode Etik. Sanksi etika diberikan oleh Majelis Kehormatan Notaris. Tindakan yang
dapat dikenakan sanksi etika antara lain adalah:0
1. Melakukan perbuatan tercela (Pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN);
2. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan
Notaris (Pasal 12 huruf c UUJN).
Sanksi pidana tunduk kepada ketentuan pidana umum yaitu pada Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (“KUHPidana”). Sanksi pidana terhadap Notaris terjadi apabila
dalam proses pembuatan dan prosedur pembuatan Akta telah Notaris perhatikan dengan
baik dan tidak memuat cacat. Notaris dapat secara sengaja bersama-sama dan/atau
membantu penghadap untuk melakukan tindak pidana. Kesengajaan yang dilakukan
oleh Notaris, adalah tindakan Notaris sebagai sumber untuk melakukan kesengajaan
yang ia sadari atau rencanakan bersama-sama dengan para penghadap.0
2.5 Tanggung Jawab Pembuatan Akta
Tanggung jawab atas akta yang dibuat oleh Notaris tidak hilang setelah
Notaris selesai menjalankan jabatannya sebagai Notaris, karena cuti, meninggal,
ataupun diberhentikan. Cakupan tanggung jawab yang dibebankan kepada Notaris
hanya sebatas kebenaran materiil dari Akta yang dibuatnya.0 Tanggung jawab
terhadap kebenaran materiil tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1. “tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil dari


Akta yang dibuatnya;
2. tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dari Akta
yang dibuatnya;
3. tanggung jawab Notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
terhadap kebenaran materiil dari Akta yang dibuatnya; dan
4. tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan
kode etik Notaris.”0

0
Adjie, Sanksi Perdata & Administratif,…, hlm. 120.
0

Ibid. hlm 119.


0

Eudea Adeli Arsy, Hanif Nur Widhiyanti, Patricia Audrey Ruslijanto, “Tanggung Jawab Notaris
Terhadap Akta yang Cacat Hukum dan Tidak Sesuai dengan Ketentuan Pembuatan Akta dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris”, Jurnal Bina Mulia Hukum, Volume 6 Nomor 1, 2021, hlm. 134.
0
41

Notaris bertanggung jawab terhadap Akta apabila terdapat kesalahan atau


pelanggaran yang disengaja maupun tidak disengaja oleh Notaris. Jika kesalahan
atau pelanggaran disebabkan oleh pihak penghadap, maka sepanjang Notaris
menjalankan wewenangnya sesuai dengan UUJN dan Kode Etik Notaris, Notaris
tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya karena Notaris hanya
mencatatkan dan membuatkan Akta terhadap informasi yang disampaikan dan
diperolehnya dari para pihak penghadap.0
2.6 Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana atau yang dikenal sebagai criminal liability
diartikan oleh Roeslan Saleh sebagai “diteruskannya celaan yang objektif yang ada
pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana
karena perbuatannya itu.”0 Celaan objektif yang dimaksud dalam pengertian diatas
adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan perbuatan yang
dilarang atau bertentangan dengan hukum, baik secara formil maupun materil.
Celaan subjektif yang dimaksud dalam pengertian diatas mengacu kepada subjek
yang melakukan perbuatan terlarang tersebut.

Dalam menetapkan seseorang dapat memikul pertanggungjawaban pidana,


maka unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah:

1. Adanya suatu tindak pidana

Seseorang tidak dapat dipidana apabila tidak melakukan suatu perbuatan yang
dilarang oleh undang-undang. Hal ini sesuai dengan asas nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenali yang artinya seseorang tidak dapat dipidana apabila
tidak ada Undang-Undang atau aturan yang melarang perbuatan tersebut.0

2. Adanya kesalahan
Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII
Press, 2009), hlm. 34.
0
Andi Mamminanga, “Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah dalam
Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN”, Tesis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
2008, hlm. 32.
0

Roeslan Saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986), hlm. 33.
0

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2008), hlm. 85.
42

Kesalahan dalam konteks normative adalah kesalahan kesengajaan dan kesalahan


kealpaan (lalai). Dari suatu perbuatan yang terjadi maka orang lain akan menilai
menurut hukum yang berlaku apakah terhadap perbuatan tersebut terdapat kesalahan
yang disengaja ataupun karena kesalahan berdasarkan kealpaan/kelalaian.0
a. Kesengajaan
Kesalahan yang disengaja tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku mengetahui
perbuatannya dilarang oleh Undang-Undang. pembuktiannya cukup dengan
dibuktikan bahwa pelaku menghendaki perbuatannya tersebut dan mengetahui
konsekuensi dari perbuatannya. Hal ini sejalan dengan asas bahwa semua orang
dianggap mengetahui isi Undang-Undang sehingga setiap orang tidak dapat
menghindari hukum dengan alasan tidak tahu.
b. Kealpaan/kelalaian
Kealpaan adalah suatu kondisi dimana pelaku menyadari adanya resiko,
mengambil resiko tersebut dan berharap akibat buruk/resiko tersebut tidak
terjadi. Sementara, kelalaian adalah suatu kondisi dimana pelaku tidak
menyadari adanya resiko buruk akibat dari perbuatan yang ia lakukan,
dikarenakan karena kurang berpikir, atau pelaku lengah dengan adanya
kemungkinan resiko buruk.
3. Adanya subjek yang dapat bertanggung jawab
Kemampuan bertanggung jawab erat hubungannya dengan keadaan psikis pelaku.
Kemampuan untuk bertanggung jawab harus dibuktikan oleh hakim, apabila
seseorang terbukti tidak memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab maka
perbuatan melanggar hukum tersebut tidak dapat dimintakan
pertanggungjawabannya.
4. Tidak adanya alasan pemaaf/pembenar
Dalam keadaan tertentu seorang pelaku tindak pidana, tidak dapat melakukan
tindakan lain selain melakukan tindak pidana, meskipun hal tersebut tidak di
inginkannya.0

0
Ibid. hlm. 115.
0

Chairul Huda, Dari tiada Pidana tanpa Kesalahan Menuju Tiada Pertanggungjawaban Pidana
Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.116.
43

Dalam doktrin hukum pidana yang dimaksud dengan alasaan pembenar adalah suatu
alasan yang menghapus sifat melawan hukum dari suatu perbuatan. Contoh dari
alasan pembenar seperti, menjalankan peraturan-perundang-undangan, menjalankan
perintah jabatan yang sah, pembelaan terpaksa dan keadaan darurat.0
Dalam doktrin hukum pidana yang dimaksud dengan alasan pemaaf adalah dimana
pelaku tidak mampu bertanggung jawab karena adanya daya paksa, pembelaan
terpaksa melampaui batas.0
2.7 Pelaksanaan Magang Calon Notaris
Pemagangan atau yang lebih dikenal sebagai magang menurut Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah oleh
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja didefinisikan sebagai:

“bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah
bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih
berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan
dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.”0

untuk mengatur lebih lanjut ketentuan di atas, Ikatan Notaris Indonesia selaku
organisasi Notaris berbadan hukum perkumpulan, mengeluarkan Peraturan
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 19/PERKUM/INI/2019 tentang Magang
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia
Nomor 24/PERKUM/INI/2021 tentang Magang .

2.7.1 Magang Sesuai Dengan UUJN dan Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 3 poin f UUJN, salah satu
persyaratan menjadi Notaris adalah:

0
Hanafi Amrani, Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015),
hlm. 47.
0

Schaffmeister, Keijzer, Sutorius, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 1995), hlm. 69.
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah


oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ,…, Ps. 1 poin 11.
44

“telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan


Notaris dalam waktu paling singkat 24 bulan berturut-turut pada kantor Notaris
atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan.”0

untuk mengatur lebih lanjut ketentuan di atas, Ikatan Notaris Indonesia selaku
organisasi Notaris berbadan hukum perkumpulan, mengeluarkan Peraturan
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 19/PERKUM/INI/2019 tentang Magang
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia
Nomor 24/PERKUM/INI/2021 tentang Magang (“Peraturan INI tentang Magang”).

Berdasarkan Peraturan INI tentang Magang yang dimaksud sebagai Calon


Notaris adalah “Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris yang mempunyai tujuan untuk
menjadi Notaris.”0 Magang yang harus dilaksanakan oleh Calon Notaris dapat
dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu magang di kantor Notaris yang didefinisikan
sebagai praktek pelaksanaan jabatan untuk Calon Notaris yang dilangsungkan di
kantor Notaris penerima magang.0 Sedangkan magang bersama didefinisikan
sebagai praktek dan evaluasi dari pelaksanaan magang yang diselenggarakan oleh
Ikatan Notaris Indonesia terhadap Calon Notaris.0

Calon Notaris wajib untuk mengikuti magang guna meningkatkan


penguasaan, keahlian serta keterampilan Calon Notaris dalam melaksanakan tugas
Jabatan Notaris dan guna meningkatkan pemahaman Calon Notaris terhadap
peraturan perundang-undangan serta teori hukum yang terkait dengan pelaksanaan
tugas jabatannya. Selain itu, magang juga bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman atas Kode Etik Notaris dan aplikasinya dalam menjalankan jabatan
Notaris dan dalam kehidupan sehari-hari. Magang juga bertujuan untuk
0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,..., Ps. 3.

0
Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor
19/PERKUM/INI/2019 Tentang Magang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia Nomor 24/PERKUM/INI/2021 Tentang Magang. Ps. 1 Poin 5.
0

Ibid.
0

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris,..., Ps. 1 Poin 4.


45

meningkatkan rasa percaya diri Calon Notaris dalam menjalankan jabatan Notaris
yang suatu saat akan di embannya, dan membangkitkan rasa kepercayaan
masyarakat terhadap Calon Notaris bahwa Calon Notaris siap menjalankan jabatan
Notaris dikemudian hari.

Calon Notaris yang akan melakukan magang di kantor Notaris terlebih


dahulu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. “Telah lulus Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum;


2. Telah lulus Magister Kenotariatan;
3. Terdaftar sebagai Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia;
4. Mengajukan permohonan rekomendasi kepada Pengurus Daerah sesuai dengan
tempat kedudukan Notaris penerima magang untuk:
a. Meminta penunjukkan Notaris yang telah memenuhi syarat untuk menerima
magang; atau
b. Menyetujui pilihan Calon Notaris untuk magang di kantor NOtaris tertentu
atas keinginan dan prakarsanya sendiri;
5. Menyetujui Pernyataan Kesanggupan untuk mentaati peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Jabatan Notaris, Peraturan Perkumpulan, dan
Kode Etik Notaris;
6. Mencatatkan kegiatan magang setiap hari dalam buku laporan kegiatan magang
sesuai format yang telah dikeluarkan oleh Perkumpulan dan diparaf oleh Notaris
penerima magang; dan
7. Mentaati peraturan perundang-undangan tentang Jabatan Notaris, tidak terbatas
pada kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan serta dokumen
lainnya yang terkait dengan pembuatan akta.”0

Magang di kantor Notaris tidak dapat dilakukan oleh semua kantor Notaris.
Notaris penerima magang harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Peraturan INI tentang Magang, yaitu:

1. “Aktif menjalankan jabatan Notaris 5 (lima) tahun atau lebih dengan minimal
jumlah akta 100 (seratus) akta;
2. Tidak pernah mendapat sanksi dari Perkumpulan karena melanggar Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan Perkumpulan, dan Kode Etik
Notaris;
3. Aktif dalam Perkumpulan atau memiliki kepedulian terhadap Perkumpulan
sesuai dengan penilaian dari Pengurus Daerah setempat, dengan kriteria:
memiliki Kartu Tanda Anggota, membayar iuran anggota, dan mengikuti
0
Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,..., Ps. 6.
46

penyegaran ilmu pengetahuan dan sosilaisasi yang diselenggarakan oleh


Pengurus Perkumpulan;
4. Memiliki kantor dengan daya tampung dan fasilitas yang memungkinkan untuk
menerima peserta magang;
5. Mendapat penetapan dari Pengurus Wilayah atas usulan Pengurus Daerah
sebagai Notaris penerima magang;
6. Memberikan laporan kepada Pengurus Daerah tentang mulai maupun
berakhirnya magang;
7. Memberi kesempatan kepada peserta magang untuk mengikuti magang bersama;
dan
8. Memperhatikan dan mentaati peraturan perundang-undangan tentang Jabatan
Notaris dan Program magang yang disusun dan ditetapkan Perkumpulan.”0

Berbeda dengan magang di kantor Notaris, magang bersama dilaksanakan


dan menjadi tanggung jawab dari Pengurus Wilayah. Peserta magang bersama
adalah peserta yang menjalani magang di kantor Notaris dan telah menjalani
magang minimal selama 6 (enam) bulan dibuktikan dengan Surat Keterangan
Magang dan surat pengantar dari Notaris penerima magang. Setelah Calon Notaris
menjalankan kewajiban magang tersebut, bagi peserta magang bersama yang
memenuhi standar minimum kelulusan, Pengurus Wilayah akan memberikan
Tanda Telah Mengikuti Magang Bersama.0 Setelah Calon Notaris melaksanakan
kewajiban magang selama 24 (dua puluh empat) bulan di kantor Notaris secara
berturut-turut dan memenuhi standar minimum kelulusan magang bersama yang
diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah, berhak untuk diberikan Sertifikat Magang
oleh Pengurus Wilayah sebagai tanda selesainya kewajiban magang Calon Notaris.

2.7.2 Vicarious Liability Dalam Hubungan Hukum Notaris Penerima Magang


dan Calon Notaris
Hubungan hukum antara Notaris dan Calon Notaris yang menjalani magang
di kantor Notaris, terjadi hubungan ketenagakerjaan yaitu pemagangan atau yang
biasa disebut dengan magang. Penyelenggaraan magang dilaksanakan dengan

0
Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,..., Ps. 7.

0
Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,…,Ps. 8 ayat (2).
47

dasar sebuah perjanjian pemagangan. Perjanjian pemagangan paling sedikit harus


memuat:0

1. Hak dan kewajiban peserta magang;


2. Hak dan kewajiban penyelenggara magang;
3. Program magang;
4. Jangka waktu magang; dan
5. Jumlah besaran uang saku.

Jika ditelaah lebih dalam dan dikaitkan dengan Peraturan INI tentang Magang maka
perjanjian magang untuk Calon Notaris yang menjalani magang di kantor Notaris paling
tidak memuat hal-hal tentang:

1. Hak dan kewajiban peserta magang


Calon Notaris sebagai peserta magang dalam tujuannya untuk meningkatkan
keahlian dan keterampilan dalam melaksanakan tugas jabatan Notaris memiliki
kewajiban untuk:
a. Mentaati perjanjian magang;
b. Mengikuti program magang hingga tuntas;
c. Mentaati tata tertib yang berlaku selama penyelenggaraan magang;
d. Menjaga nama baik penyelenggara magang;0
e. Mentaati UUJN, Kode Etik Notaris dan Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia;
f. Mencatat kegiatan magang setiap harinya;0

Calon Notaris sebagai peserta magang juga memiliki hak-hak untuk:

a. Mendapatkan bimbingan dari pembimbing magang;


b. Mendapatkan hak sesuai dengan perjanjian magang;

0
Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2020,
BN Nomor 351, Ps. 10.
0

Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Keetenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang


Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri,…, Ps. 14.
0

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,..., Ps. 6 poin 5 dan 6.


48

c. Mendapatkan fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama penyelenggaraan


magang;
d. Mendapatkan uang saku;
e. Mendapatkan jaminan sosial yang diikutsertakan oleh penyelenggara magang;0
f. Mendapatkan surat keterangan magang;0
2. Hak dan kewajiban penyelenggara magang
Notaris penerima magang yang menjadi pihak penyelenggara magang bagi Calon
Notaris mempunyai kewajiban untuk:
a. Membimbing peserta magang sesuai dengan program magang;
b. Memenuhi hak peserta magang sesuai dengan perjanjian magang;
c. Memberikan uang saku;
d. Mengikutsertakan peserta magang dalam program jaminan sosial;
e. Memberikan evaluasi terhadap peserta magang;0
f. Melaporan kepada Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia di tempat
kedudukan Notaris penerima magang mengenai waktu mulai dan berakhirnya
magang
g. Memberikan kesempatan peserta magang untuk mengikuti kegiatan magang
bersama yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia;
h. Memberikan surat keterangan magang;0
Notaris penerima magang yang menjadi pihak penyelenggara magang bagi Calon
Notaris mempunyai kewajiban untuk:0
a. Menerima manfaat dari hasil kerja peserta magang;
b. Memberlakukan tata tertib dan perjanjian magang;
3. Program magang

0
Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Keetenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri,…, Ps. 13.
0

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,..., Ps. 10 ayat (6).


0

Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Keetenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang


Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri,…, Ps. 16.
0

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,..., Ps. 10 ayat (6).


0

Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Keetenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang


Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri,…, Ps. 15.
49

Program magang dan kurikulum magang Calon Notaris saat menjalankan magang di
kantor Notaris sebagaimana diatur dalam Peraturan INI tentang Magang, adalah:

“a. Semester Pertama


1) Administrasi Kantor Notaris;
2) Kode Etik Notaris;
3) Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta;
4) Pembuatan akta-akta terkait dengan Hukum Orang dan Kekeluargaan.
b. Semester Kedua
1) Teknik Pembuatan Akta Perikatan 1 (Perjanjian-perjanjian Bernama);
2) Teknik Pembuatan Akta Perikatan 2 (Perjanjian-perjanjian Tak
Bernama).
c. Semester Ketiga
1) Teknik Pembuatan Akta Perbankan dan akta jaminan;
2) Teknik Pembuatan Akta Pertanahan.
d. Semester Keempat
1) Teknik Pembuatan Akta terkait dengan Perseroan Terbatas;
2) Teknik Pembuatan Akta terkait badan atau lembaga lainnya
3) Teknik Pembuatan Akta terkait dengan Pewarisan.”0

4. Jangka waktu magang


Sesuai dengan Pasal 3 UUJN, Calon Notaris menjalani magang di kantor Notaris
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut.

penyelenggaraan magang yang diadakan tanpa didahului oleh perjanjian magang


dianggap tidak sah dan status peserta magang dapat berubah menjadi pekerja.

Tanggung jawab hukum sebagai dasar dari Vicarious Liability diartikan


oleh Hans Kelsen sebagai “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu
perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti
bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang
bertentangan.”0 Hans Kelsen juga membagi tanggung jawab menjadi:

1. “Pertanggungjawaban individu adalah seorang individu dapat bertanggung


jawab terhadap pelanggaran yang dilakukan diri sendiri;

0
Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan,.., Ps. 9 poin a.
0

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, terjemahan
Soenardi. (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007). hlm 81.
50

2. Pertanggungjawaban kolektif adalah seorang individu dapat bertanggung


jawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan adalah seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja dan
dapat menimbulkan kerugian;
4. Pertanggungjawaban mutlak adalah seorang individu dapat bertanggung
jawab atas pelanggaran yang dilakukan karena tidak sengaja atau tidak
diperkirakan.”0

Tanggung jawab majikan-bawahan atau yang dikenal juga dengan doktrin


Vicarious Liabilty. Majikan dalam Doktrin Vicarious Liabilty adalah pemberi
kerja, pemberi kerja didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Ketenagakerjaan”) sebagai “orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.”0 Bawahan dalam Doktrin Vicarious Liabilty adalah pekerja/buruh yang
menurut UU Ketenagakerjaan didefinisikan sebagai “setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”0

Dalam Black’s Law Dictionary Vicarious Liabilty diartikan sebagai “the


imposition of liability on one person for the actionable conduct of another, based
solely on a relationship between the two persons.” 0 Dalam sistem hukum
Indonesia Doktrin Vicarious Liabilty lebih dikenal sebagai pertanggungjawaban
pengganti.0 Doktrin ini terdapat dalam Pasal 48 ayat (2) Kitab Undang-Undang

0
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, terjemahan Raisul
Mutaqien. (Bandung: Nuansa & Nusa Media, 2006). hlm 140.

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah
oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. LN Nomor 245, TLN No. 6573, Ps. 1
ayat (4).
0

Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah


oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,…, Ps. 1 ayat (3).
0

Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (America, West Thomson Group, 2010), hlm 1737.
0

“Vicarious Liability” https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/glosarium-hukum/1895-vicarious-


liability 26 Juni 2022”
51

Hukum Pidana yang berbunyi “Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, setiap
orang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang
lain.”0

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Doktrin Vicarious Liability


memungkinkan seorang atasan turut bertanggungjawab atas pekerjaan atau tindakan
yang dilakukan oleh bawahannya. Apabila terjadi kelalaian yang dilakukan oleh
pekerjanya, atasab tersebut turut bertanggungjawab sepanjang pekerjaan tersebut
didasarkan pada kepentingan atasan.0

2.8 Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Gianyar Nomor 146/Pid.B/2019/PN


Gin, dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 134 K/Pid/2020
2.8.1 Para Pihak
Pengadilan Negeri Kabupaten Gianyar yang memeriksa dan memutus
perkara pidana tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan dalam perkara
terdakwa Tuan IPAM lahir di Kerobokan, pada tanggal 24 Desember 1987, Laki-
laki, Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kabupaten Badung, Jalan
Kuwun I Gang Ceruring Nomor 2, Lingkungan Kuwum, Keluruhan Kerobokan
Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, selaku Staf
Notaris H.

Kasus ini juga melibatkan pihak lain yaitu:

1. Notaris H selaku Notaris dimana terdakwa IPAM bekerja, yang juga dilakukan
penuntutan dalam berkas terpisah;
2. A, sebagai pihak pembeli saham PT BRM, yang juga dilakukan penuntutan dalam
berkas terpisah;
3. S, sebagai pihak pembeli saham PT BRM, yang juga dilakukan penuntutan dalam
berkas terpisah;
4. IHPH, sebagai Komisaris Utama PT BRM, yang juga dilakukan penuntutan dalam
berkas terpisah;

0
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ps. 48 ayat (2).
0

Daniel Hendrawan, “Penerapan Vicarious Liability Terhadap Notaris/PPAT Atas Kesalahan yang
Dilakukan Pegawai Kantor Notaris Berkaitan dengan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”,
Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2015, hlm 40.
52

5. TEA, sebagai pihak pembeli saham PT BRM, yang juga dilakukan penuntutan
dalam berkas terpisah;

2.8.2 Kasus Posisi


Kasus ini bermula sekitar bulan Juni pada tahun 2015 di Kabupaten
Gianyar, Provinsi Bali. Korban H berencana menjual Villa Bali Rich milik PT
BRM kepada terdakwa ABMS, terdakwa S, terdakwa TEA dengan harga transaksi
seluruhnya sebesar Rp. 38.000.000.000,- (tiga puluh delapan miliar Rupiah). Pada
tanggal 19 Juni 2015 dengan ditandatanganinya Akta Notaris Nomor 82-90 yang di
dalamnya termasuk perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Setelah itu pada
tanggal 23 Desember 2015, bertempat di Kantor Notaris H dilakukan
penandatanganan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa Perseroan Terbatas PT BRM.

Akan tetapi, setelah dilalukan pemeriksaan laboratoris terhadap


tandatangan para pihak yang terdapat dalam Perjanjian Jual Beli Saham antara
korban H dengan terdakwa S, Perjanjian Jual Beli Saham antara korban H dengan
terdakwa TEA, dan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT
BRM yang ketiganya tertanggal 21 Desember 2015. Berdasarkan Berita Acara
Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No Lab: 3741/DTF/2017 tanggal 24
Oktober 2017 yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Pusat Laboratorium
Forensik Badan Reserse Kriminal Polri di Jakarta. Disimpulkan bahwa tanda
tangan korban H dalam 3 dokumen tersebut adalah tidak identik atau merupakan
tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan korban H.

2.8.3 Amar Putusan


Dalam putusannya Pengadilan Negeri Kabupaten Gianyar Nomor
146/Pid.B/2019/PN Gin, menyatakan bahwa terdakwa IPAM, tersebut terbukti
melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi tindakan yang dilakukan tidak dapat
dimintakan pertanggung jawaban pidana atas dasar pemaaf, Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Kabupaten Gianyar juga melepaskan terdakwa dari segala
tuntutan hukum, memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan setelah
putusan tersebut di ucapkan, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan, harkat serta martabatnya, menetapkan agar seluruh barang bukti
53

dikembalikan kepada penuntut umum, dan membebankan biaya perkara kepada


Negara.

Dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 134 K/Pid/2020, Majelis


Hakim mengabulkan permohonan kasasi dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
Gianyar, dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Gianyar Nomor
146/Pid.B/2019/PN Gin. Kemudian Majelis Hakim Mahkamah Agung mengadili
sendiri kasus ini dengan putusan yang menyatakan terdakwa IPAM telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan surat
yang dilakukan secara bersama-sama”, dan atas tindak pidana tersebut Terdakwa
IPAM dijatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi dengan masa penahanan
yang telah dijalani. Majelis Hakim juga memutuskan untuk mengembalikan
seluruh barang bukti kepada Penuntut Umum untuk digunakan sebagai barang
bukti dalam kasus yang sama atas nama Terdakwa dengan inisial IHPH, dan
membebankan Terdakwa IPAM untuk membayar biaya kasasi sebesar Rp. 2.500,-
(dua ribu lima ratus Rupiah).
54

BAB 3
ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA
PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT DAN KEBERLAKUAN DOKTRIN
VICARIOUS LIABILITY TERHADAP TANGGUNG JAWAB CALON NOTARIS
DALAM PEMBUATAN AKTA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 134K/PID/2020.

3.1 Analisis Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Pernyataan


Keputusan Rapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020.
Dalam memastikan Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat di hadapan
Notaris sah serta memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Notaris harus
memeriksa beberapa hal sebelum Akta tersebut dibuat. Notaris terlebih dahulu harus
meminta notulen atau risalah atas RUPS tersebut, dan juga memperhatikan kuorum
kehadiran dari RUPS sebagai syarat mutlak yang dapat menentukan keberlangsungan
RUPS. Terkait dengan kuorum kehadiran dari RUPS, sesuai dengan Pasal 86 UUPT,
RUPS dapat dilaksanakan apabila telah dihadiri minimal ½ (satu per dua) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara yang hadir.0

Apabila kuorum kehadiran sudah terpenuhi maka selanjutnya yang harus


diperiksa oleh Notaris adalah kuorum keputusan. Pada dasarnya, keputusan RUPS
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Namun, ketika musyawarah tidak
tercapai maka akan diambil pemungutan suara untuk menentukan keputusan RUPS.
Kuorum keputusan rapat yang diambil melalui pemungutan suara dibagi menjadi 3
sesuai dengan besaran suaranya, yaitu:

1. lebih dari ½ bagian dari jumlah suara untuk hal hal yang kuorum keputusannya
tidak diatur dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar;
2. lebih dari 2/3 bagian untuk merubah anggaran dasar;
3. lebih dari ¾ untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau
pemisahan, dan pengajuan permohonan pailit.

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun
2007, LN Nomor 106, TLN No. 4756, Ps. 86 ayat (1).
55

Setelah itu Notaris wajib untuk memeriksa kewenangan penghadap yang


menghadap kepadanya untuk dibuatkan Akta Notaris atas notulen atau risalah RUPS
tersebut dengan memeriksa dan menyocokan data diri penerima kuasa dalam notulen
atau risalah RUPS apakah sudah sesuai dengan pihak yang hadir menghadap Notaris
atau belum. Notaris harus membacakan Akta di hadapan penghadap dengan paling
sedikit dihadiri oleh 2 orang saksi Akta. Setelah Akta dibacakan, maka Akta tersebut
akan ditandatangani oleh penghadap yang diberikan kuasa oleh RUPS.0

Dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris harus menerapkan prinsip


kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud di atas mencakup perbuatan
atau tindakan yang dilakukan dalam hal pembuatan Akta autentik harus didasari pada
ketentuan yang berlaku agar Akta tersebut dapat tetap memiliki kekuatan sebagai Akta
autentik.0 Dengan demikian, Akta Notaris tersebut mempunyai 3 kekuatan pembuktian,
yaitu:0

1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah


Kekuatan pembuktian lahiriah yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan dari
Akta Notaris untuk memberikan pembuktian keabsahannya sebagai Akta yang
autentik. Hal ini mencakup syarat dari Akta autentik tersebut apakah sudah sesuai
dengan aturan hukum atau belum. Akta autentik tersebut harus diberlakukan sebagai
Akta yang autentik sampai dibuktikan bahwa Akta tersebut tidak autentik atau
menjadi Akta di bawah tangan. Beban pembuktian mengenai hal tersebut harus
dibuktikan oleh pihak yang menyangkal otentisitas Akta tersebut. Tolak ukur yang
dapat dipakai untuk membuktikan Akta tersebut autentik atau tidak yaitu pada tanda
tangan Notaris pembuat Akta, baik pada minuta atau salinan, serta kebenaran data
dari kepala hingga penutup Akta.
2. Kekuatan Pembuktian Formal

0
Hal ini disampaikan oleh Notaris Martina S.H. dalam Wawancara yang dilakukan pada tanggal 30
Maret 2022 di Jakarta Barat.
0

Steven Liem, Mohammad Fajri, Widodo Suryandono, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Jual
Beli Saham Tanpa Bukti Pelunasan dan Bukti Setor (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Nomor: 259//Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel),” Indonesian Notary Volume 2, 2020, hlm. 794.
0

Felix Christian Adriano, “Analisis Yuridis atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris
Menurut UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris”, Premise Law Journal, Vol. 9 Tahun 2015.
hlm 7-8.
56

Kekuatan pembuktian formal suatu Akta yang autentik harus memberikan kepastian
hukum atas suatu perbuatan hukum tersebut benar-benar ada, dibuat oleh Notaris
dan/atau diterangkan para penghadap dalam Akta. Secara formal untuk
membuktikan kebenaran waktu, hari, tanggal, bulan, tahun dan para pihak yang
menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak, dengan membuktikan apa yang
dilihat, yang disaksikan, serta yang didengar oleh Notaris, dan mencatatkan
keterangan dan/atau pernyataan dari para penghadap.
3. Kekuatan Pembuktian Materil
Kebenaran materil suatu Akta yang telah dituangkan dalam suatu Akta autentik
adalah pembuktian yang sah terhadap para pihak yang membuat Akta atau mereka
yang mendapatkan hak dengan terbitnya Akta tersebut. Keberlakuan suatu akta
bersifat umum, kecuali jika dibuktikan sebaliknya. keterangan yang dimuat dalam
Akta relaas haruslah dinilai benar. Jika ternyata ada kesalahan dalam pernyataan
para penghadap, maka kesalahan menjadi tanggung jawab dari pihak tersebut.
Notaris tidak turut bertanggung jawab terhadap kebenaran materil dari Akta
tersebut.

Ketiga kekuatan di atas merupakan tolak ukur dalam Akta Notaris sebagai alat bukti
khususnya dalam hukum acara dan memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang
terikat dalam Akta tersebut.0

Dalam kesehariannya Notaris sering terlibat sebagai pihak yang turut serta
melakukan tindak pidana, hal ini dimungkinkan dengan masuknya keterangan palsu ke
dalam sebuah Akta yang autentik.0 Dalam hal ini, untuk menentukan apakah Notaris
melakukan tindak pidana tentunya harus dibuktikan dengan sistem pembuktian acara
pidana yaitu dengan sistem negatif yang merupakan suatu sistem pembuktian yang
mencari kebenaran materiil dimana seorang hakim dalam menjatuhkan putusan telah
memenuhi 2 (dua) syarat mutlak yang meliputi adanya alat bukti dan keyakinan hati
nurani hakim.0

0
Rosnidar Sembiring, “Kedudukan Akta Otentik yang Dibuat di Hadapan Notaris dalam Hukum
Pembuktian Acara Perdata”, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. hlm. 11.
0

Habib Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008) hlm. 24.
0
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata),(Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2006) hlm. 2.
57

Perkara pidana Akta Notaris senantiasa dipermasalahkan dari aspek formal


terutama mengenai:

1. “kepastian, hari tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap.


2. pihak (siapa) yang menghadap Notaris.
3. tanda tangan yang menghadap.
4. salinan Akta tidak sesuai dengan minuta Akta.
5. salinan Akta ada, tanpa dibuat minuta Akta.
6. minuta Akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta Akta
dikeluarkan.”0

Notaris wajib untuk menjamin kepastian aspek formal tersebut. Dalam perkara pidana
diperlukan pembuktian dari pihak yang melakukan pengingkaran tersebut dan Notaris
yang bersangkutan. Ketiga kekuatan yang telah disebutkan di atas, secara bersama-sama
menciptakan kesempurnaan kedudukan sebuah Akta notaris, karena Akta Notaris
sebagai alat bukti yang pembuktiannya khususnya dalam hukum acara memiliki
kekuatan yang mengikat bagi para pihak.0

3.1.1 Pertimbangan Hakim terkait dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat


dalam Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor 148/Pid.B/2019/PN Gin.

Terkait dengan keabsahan Akta berita acara rapat PT BRM tanggal 21 Desember
2015 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar memiliki pertimbangan bahwa terkait
dengan unsur membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan
suatu hak perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari
pada suatu hal sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHPidana, yang
dimaksud oleh surat menurut Majelis Hakim Pengadilan negeri Gianyar adalah sesuatu
yang terdiri dari rangkaian huruf-huruf yang mengandung arti dan memuat isi tertentu.
Surat yang dipalsukan harus suatu surat yang dapat:

1. Menerbitkan hak;

Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: PT Refika Aditama, 2017), hlm.
22.
0

Rosnidar Sembiring, Kedudukan Akta Otentik yang Dibuat di Hadapan Notaris dalam Hukum
Pembuktian Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. hlm. 11.
58

2. Menerbitkan perjanjian;
3. Menerbitkan pembebasan hutang; atau
4. Dipergunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar juga menimbang bahwa yang dimaksud oleh
surat palsu adalah surat yang isinya tidak benar, ketidak benaran itu juga dapat meliputi
tandatangan dalam surat tersebut. Telah ditemukan juga fakta dalam persidangan bahwa
Akta-Akta yang ditandatangani oleh para pihak dalam kasus ini disiapkan oleh
Terdakwa IPAM atas perintah Notaris H selaku atasan Terdakwa. Berdasarkan
keterangan Korban H dan Saksi DJH keduanya tidak pernah menerima panggilan atau
undangan RUPS PT BRM dan keduanya tidak pernah menghadiri RUPS serta
menandatangani Berita Acara RUPS PT BRM yang tertanggal 21 Desember 2015.
Berdasarkan pertimbangan dan fakta yang ditemukan dalam persidangan di atas maka
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar berpendapat bahwa Terdakwa IPAM
mengerti dan mengetahui bahwa akta-akta yang dipersiapkan oleh terdakwa terkait
dengan jual beli saham dan Berita Acara RUPS PT BRM yang tertanggal 21 Desember
2015 tersebut tidak pernah terjadi. Dengan demikian, akta-akta tersebut menimbulkan
akibat hukum yaitu peralihan hak dari masing-masing pihak dalam akta tersebut sesuai
dengan kedudukan para pihak dalam akta-akta tersebut.

3.1.2 Pertimbangan Hakim terkait dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat


dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020.

Terkait dengan keabsahan Akta berita acara rapat PT BRM tanggal 21 Desember
2015 Majelis Hakim Mahkamah Agung memiliki pertimbangan bahwa Terdakwa IPAM
yang ditunjuk oleh Notaris H untuk menangani akta-akta dan dokumen-dokumen terkati
PT BRM mengetahui bahwa Berita Acara RUPS PT BRM memuat keterangan yang
tidak benar karena sesungguhnya RUPS Luar Biasa tersebut tidak pernah ada dan tidak
dilangsungkan pada tanggal 21 Desember 2015. Perbuatan Terdakwa IPAM yang telah
mengubah Berita Acara RUPS PT BRM tanggal 21 Desember 2015 sehingga tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya baik isi maupun tandatangan saksi H mengakibatkan
beralihnya hak dari suatu subjek hukum ke subjek hukum lainnya.

Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar


memutuskan bahwa Terdakwa IPAM tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban
59

pidana karena Terdakwa IPAM hanya melaksanakan perintah dari Notaris H adanya
alasan pemaaf dalam kasus ini menurut Majelis Hakim Mahkamah Agung tidak dapat
dibenarkan karena Terdakwa IPAM mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan yang
dilakukannya sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Perbuatan Terdakwa IPAM
bahkan membuktikan adanya kerja sama dalam melakukan suatu tindak pidana. Dalam
doktrin atasan bawahan, seorang bawahan tidak bisa berlindung dibalik perintah atasan
sejauh dia mengetahui perbuatannya adalah melanggar hukum. Dalam kualitas dan
kapasitas intelektualitas Terdakwa IPAM sebagai Calon Notaris bahwa Terdakwa
IPAM mengetahui perbuatannya tersebut adalah melanggar hukum.

3.1.3 Analisis Pertimbangan Hakim dikaitkan dengan Tanggung Jawab Notaris


dalam Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020.

Dalam tuntutannya Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum mendakwakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dalam
Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Juncto Pasal 55
ayat (1) poin 1 KUHP, yaitu:

“mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
membuat suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak
palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.”0

Dalam kasus ini yang dimaksud sebagai surat palsu adalah notulen/risalah Berita
Acara Rapat PT BRM, Perjanjian Jual Beli Saham antara kobran H dengan terdakwa S,
dan Perjanjian Jual Beli Saham antara korban H dengan TEA, yang ketiganya tertanggal
21 Desember 2015.

Dalam pembuatan Berita Acara Rapat PT BRM tersebut Notaris H telah


memberikan penyuluhan hukum terkait dengan ketidakhadiran tetap direksi Perseroan
dengan inisial Almarhum RD yang disebabkan oleh kematian. Maka dari itu Notaris H

0
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ps. 263 ayat (1) Jo. Ps 55 ayat (1) poin 1.
60

mengusulkan bahwa yang tugas dari direksi digantikan oleh Komisaris Utama yaitu
terdakwa IHPH, termasuk juga tugas untuk mejadi Ketua Rapat dalam RUPS. Bahwa
Notaris H memberikan tugas untuk menyusun rancangan Berita Acara Rapat PT BRM
tersebut kepada Terdakwa. Terdakwa juga telah mengetik Akta Pernyataan Keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan Terbatas PT Bali Rich Mandiri
Nomor 103 tanggal 23 Desember 2015, dan terdakwa turut menandatangani Akta
tersebut sebagai saksi Akta.

Berita Acara Rapat PT BRM tersebut menjadi dasar pembuatan Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT BRM yang merupakan Akta autentik.
Akta autentik wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Akta harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, syarat ini sudah
terpenuhi. Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT BRM yang dibuat di
hadapan Notaris H dan dengan demikian Akta tersebut termasuk kedalam Akta
partij.
2. Akta harus dibuat sesuai dengan bentuk yang sudah ditentukan Undang-Undang.
Sesuai dengan ketentuan bentuk dari Akta Notaris yang diatur dalam UUJN,
sekurang-kurangnya Akta terdiri atas kepala Akta, badan Akta, dan penutup Akta.
Bentuk dari Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT BRM
tersebut sudah sesuai dengan ketentuan bentuk dari Akta Notaris yang diatur dalam
UUJN maka dari itu syarat ini sudah terpenuhi.
3. Pejabat umum yang membuat Akta tersebut harus mempunyai wewenang untuk
membuatnya, untuk memenuhi persyaratan tersebut harus dilihat terlebih dahulu
terkait dengan wewenang notaris. Terkait dengan wewenang, Pasal 18 UUJN
mengatur bahwa “Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau
kota dan wilayah jabatannya meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya.”0 Notaris H sudah memenuhi perysaratan untuk membuat Akta
tersebut, hal ini dimungkinkan karena pembuatan Akta tersebut dilangsungkan di
Kantor Notaris H yang beralamat di Pertokoan Niaga Dewa Ruci Blok B Nomor 9
Jalan Sunset Road, Kuta, Bali yang mana masih dalam wilayah jabatan Notaris H.
0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. UU No. 2 Tahun 2014, LN Nomor 3, TLN No. 5491,
Ps. 18.
61

Berdasarkan dari persyaratan tentang Akta autentik di atas, dapat dilihat bahwa Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT BRM telah memenuhi
seluruh persyaratan untuk menjadi sebuah Akta autentik. Maka dari itu dalam menilai
dan memeriksa Akta Notaris Majelis Hakim harus menggunakan asas praduga sah atau
Presumptio Iustae Causa.0 Asas ini membuat sebuah Akta harus dianggap sah sampai
ada pihak yang menyatakan Akta tersebut tidak sah.

Dalam kasus ini Terdakwa adalah pihak yang membantu Notaris H untuk
menyusun Berita Acara Rapat PT BRM dan 2 buah Perjanjian Jual Beli Saham. Berita
Acara Rapat PT BRM dan 2 buah Perjanjian Jual Beli Saham tersebut termasuk sebagai
Akta di bawah tangan dan Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik No Lab: 3741/DTF/2017 tanggal 24 Oktober 2017 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Kepala Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri
di Jakarta. Disimpulkan bahwa tanda tangan korban H dalam 3 dokumen tersebut adalah
tidak identik atau merupakan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan korban H.
Maka dari itu, Terdakwa didakwakan melakukan tindak pidana mereka yang
melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan,
membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat membuat suatu hak, perikatan,
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah
isinya benar dan tidak palsu. Perbuatan pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis
pelanggaran terhadap dua norma dasar, yaitu:

1. “Kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam


kelompok kejahatan penipuan.
2. Ketertiban maysarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok
kejahatan terhadap Negara/ketertiban umum.”0

Dalam menciptakan sebuah surat palsu yang dimana seluruhnya atau sebagian dari isi
surat tersebut palsu. Dalam hal ini, surat palsu tersebut tidak sesuai atau bertentangan
dengan keadaan yang sebenarnya. Surat palsu dapat dibuat dengan cara:0
0
Phillipus M Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum, (Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 5.
0
Moch Anwar, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi,(Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990) hlm. 128.
0
62

1. Membuat sebuah surat yang bagiannya atau semua isi dari surat tersebut
bertentangan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pembuatan surat palsu tersebut
disebut juga dengan pemalsuan intelektual.
2. Membuat sebuah surat yang seakan-akan surat itu berasal dari orang lain selain si
pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan
materil dimana palsunya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat.

Selain dari isinya, sebuah surat dapat dinyatakan palsu apabila:0

1. Membuat surat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada, misalnya
seorang yang telah meninggal atau yang sama sekali tidak pernah ada;
2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya atau
tidak;
3. Tanda tangan yang dimaksud disini termasuk dengan menggunakan cap atau
stempel tanda.

Dalam menetapkan Notaris H dapat dipidana, terlebih dahulu Majelis Hakim


harus membuktikan bahwa unsur-unsur pertanggungjawaban pidana telah terpenuhi,
yaitu:

1. Adanya suatu tindak pidana:


Unsur pertama yang terpenuhi adalah adanya suatu tindak pidana, dalam kasus ini
Notaris H dituntut karena telah melanggar ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHPidana
yang berbunyi:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat
menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atas sesuatu
pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi
sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang
lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak
dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu
kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-
lamanya enam tahun.”0

2. Adanya kesalahan (kesengajaan/kealpaan/kelalaian):

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2016) hlm. 100.
0

Ibid.
0
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ,…, Ps. 263 ayat (1) .
63

Unsur yang kedua terpenuhi dengan ditemukannya fakta dalam persidangan bahwa
Notaris H memberi perintah kepada Calon Notaris IPAM untuk memberi tanggal
dalam dokumen Berita Acara RUPS PT BRM yang tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Dengan demikian unsur kedua terpenuhi yaitu adanya kesalahan karena
kesengajaan.
3. Adanya subjek yang dapat bertanggung jawab
Unsur yang ketiga sudah terpenuhi, mengacu pada ketentuan Pasal 65 UUJN secara
tegas mengatur bahwa Notaris adalah pihak yang bertanggung jawab atas Akta yang
telah diterbitkannya. Selain itu, dalam persidangan tidak ditemukan adanya indikasi
atau fakta yang menunjukan bahwa Notaris H tidak memiliki kemampuan untuk
bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.
4. Tidak adanya alasan pemaaf/pembenar
Unsur yang terakhir terpenuhi, hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 16 UUJN
bahwa Notaris H memiliki wewenang untuk menolak membuat surat tersebut karena
surat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Dengan demikian,
tidak ada alasan pemaaf/pembenar yang dapat digunakan oleh Notaris H untuk
berlindung dari sanksi pidana atas perbuatannya.

Dengan terpenuhinya seluruh unsur diatas, dalam kasus ini Notaris H dinyatakan
telah membantu untuk membuat surat palsu karena Notaris H mengetahui bahwa RUPS
Luar Biasa tanggal 21 Desember 2015 yang menjadi dasar dibuatnya Akta Pernyataan
Keputusan Rapat tersebut tidak pernah terjadi. Notaris H tidak mengetahui bahwa
tandatangan korban H dalam Berita Acara Rapat tersebut dipalsukan, akan tetapi dengan
Notaris H mengetahui bahwa Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tanggal 21
Desember 2015 tidak pernah terjadi, seharusnya Notaris H sesuai dengan Pasal 16
UUJN yaitu “memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini kecuali ada alasan untuk menolaknya.”0 Notaris H dengan mengetahui bahwa Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa tanggal 21 Desember 2015 tidak pernah terjadi
sudah seharusnya menolak untuk membuatkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat
tersebut, akan tetapi keputusannya untuk tetap membuatkan Akta Pernyataan Keputusan
Rapat tersebut membuatnya turut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita korban

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,…, Ps. 16 ayat (1) poin e.
64

Hartati atas terbitnya Akta Pernyataan Keputusan Rapat tersebut, dan menjadikan
Notaris H turut bertanggung jawab secara pidana atas terbitnya Akta Pernyataan
Keputusan Rapat tersebut.

Dengan terpenuhinya kedua unsur di atas maka Notaris H bertanggung jawab


berdasarkan doktrin Vicarious Liability atas segala tindakan yang menimbulkan
kerugian terhadap Korban H. Tanggung jawab Notaris lahir dari adanya kewajiban dan
kewenangan yang diberikan kepadanya. Notaris bertanggung jawab terhadap kebenaran
formil dan bertanggung jawab terhadap bawahannya. Notaris sebagai subjek hukum
atau pembawa hak dan kewajiban yang artinya Notaris dapat dipidana bukan karena
jabatannya tetapi karena perbuatannya yang memenuhi unsur melawan hukum dan
adanya kesengajaan dari pelakunya.0 Dengan tetap dibuatnya Akta Pernyataan
Keputusan Rapat tanggal 23 Desember 2015, yang didasari oleh RUPS yang Notaris H
tahu bahwa sebenarnya RUPS tersebut tidak pernah ada, Notaris H turut bertanggung
jawab secara pidana terhadap kerugian yang ditanggung oleh korban H.

3.2 Tanggung Jawab Calon Notaris dalam Proses Pembuatan Akta dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020.

Dalam Pasal 18 UUJN disebutkan bahwa “Notaris, Notaris pengganti, dan


Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap Akta yang dibuatnya
meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan
Protokol Notaris.”0 Pasal 18 UUJN dengan tegas mengatur bahwa Notaris sebagai pihak
yang bertanggung jawab atas setiap Akta yang dibuatnya meskipun Notaris yang
bersangkutan sudah tidak menjabat dan Protokolnya telah diserahkan kepada pihak
penyimpan Protokol Notaris. Apabila seorang Notaris telah pensiun atau karena satu
dan lain hal Notaris tersebut tidak lagi menjabat, Notaris tersebut tetap bertanggung
jawab atas Akta yang dibuatnya hingga Notaris tersebut meninggal dunia.

Dalam UUJN dan Kode Etik Notaris tidak disebutkan adanya tanggung jawab
bagi Calon Notaris terhadap sebuah Akta maupun terhadap pekerjaannya selama Calon

Ahyar Ari Gayo, Notaris Perspektif Pengawasan, Pendidikan dan Perbuatan Pidana. (Jakarta:
Balitbangkumham Press, 2020) hlm. 157.
0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,…, Ps. 65.
65

Notaris tersebut menjalani masa wajib magang. Dalam UUJN hanya terdapat 2
peraturan tentang Calon Notaris, yaitu Pasal 16A UUJN yang mengatur tentang Calon
Notaris yang sedang melakukan magang wajib bertindak amanah, jujur, saksama,
mandiri, tidak berpihak, menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan
hukum dan Calon Notaris wajib untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta
yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperolehnya dalam pembuatan Akta. 0
Selain kewajiban tersebut UUJN hanya mengatur tentang syarat untuk dapat diangkat
menjadi seorang Notaris, yaitu:

1. “Warga Negara Indonesia;


2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Berumur paling sedikit 27 tahun;
4. Sehat jasmani rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari
Dokter dan Psikiater;
5. berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
6. Telah menjalanin wajib magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 bulan berturut-turut pada
kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi
Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
7. Tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri, Pejabat Negara, Advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris; dan
8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.”0

Tanggung jawab Calon Notaris dalam proses pembuatan Akta dapat dilihat dari
segi perdata, tepatnya hal ini diatur dalam Pasal 1367 paragraf (3) KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa:

“Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan
mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau

0
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,…, Ps. 16A Jo Ps. 16 ayat (1) poin a.
0
Ibid, Ps. 2.
66

bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-


orang itu.”0

Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa seorang atasan bertanggung jawab atas
kerugian yang disebabkan oleh bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang
ditugaskan kepada bawahannya tersebut. Hal ini senada dengan pendapat 2 orang Saksi
Ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum Terdakwa. Ahli Gde Made Swardhana yang di
bawah sumpah dan menerangkan sebagai berikut:

1. Bawahan yang melakukan pekerjaan atas perintah atasan tidak dapat dipidana;
2. Dalam hal Pekerjaan antara atasan dan bawahan, tentunya bawahan tunduk kepada
perintah atasan, maka demikian yang bertanggung jawab adalah pejabat;
3. Apabila seorang bawahan mengganti isi surat seperti tanggal, hari dan tempat
kejadiannya atas inisiatif sendiri dapat dipidana.

Ahli I Made Pria Dharsana, yang di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut:

1. Akta di bawah tangan lazim dibuatkan dikantor Notaris;


2. Akta di bawah tangan tersebut menjadi tanggung jawab para pihak yang meminta;
3. Terhadap seluruh Akta riil yang dikeluarkan oleh Notaris itu tanggung jawab
Notaris, kalau pegawai atau asisten bekerja adalah menjalankan perintah Notaris
saja;
4. Sesuai dengan ketentuan Pasal 65 UUJN semua produk Notaris itu menjadi
tanggung jawab Notaris;
5. Tanggung jawab saksi dalam sebuah Akta hanya sebatas apa yang didengar atas apa
yang dibacakan Notaris didepan para pihak, tidak termasuk kebenaran dari isi Akta
tersebut;
3.2.1 Pertimbangan Hakim terkait dengan Tanggung Jawab Calon Notaris
Terhadap Akta dalam Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor
148/Pid.B/2019/PN Gin.
Terkait dengan tanggung jawab Calon Notaris terhadap Akta yang ia susun,
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar mempertimbangkan bahwa Terdakwa IPAM

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan
Tjitrosudibio,…, Ps. 1367.
67

menyadari dan mengetahui bahwa Berita Acara RUPS PT BRM tanggal 21 Desember
2015 memuat keterangan yang tidak benar karena PT BRM tidak pernah mengadakan
RUPS pada tanggal 21 Desember 2015. Berdasarkan fakta persidangan di atas telah
terlihat adanya kerja sama antara Terdakwa IPAM dan Notaris H sehingga unsur turut
serta melakukan perbuatan telah terpenuhi dalam perbuatan Terdakwa IPAM.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar
seharusnya menyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Terdakwa
IPAM melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal.
Akan tetapi, menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar terdapat alasan
pembenar atau alasan pemaaf yang ditemukan dalam Pasal 65 UUJN. Senada dengan
keterangan Ahli dalam persidangan yaitu I Made Pria Dharsana yang menyatakan
bahwa semua akta yang dipegang menjadi tanggung jawab Notaris termasuk akta di
bawah tangan yang dibuat Notaris dan juga seluruh akta yang dibuat dan ditransaksikan
di hadapan Notaris, Notarislah yang bertanggung jawab atas akta-akta yang lahir dalam
perjanjian tersebut sedangkan tanggung jawab saksi dalam sebuah akta hanya sebatas
apa yang didengar atas apa yang dibacakan oleh Notaris di hadapan para pihak, tidak
termasuk kebenaran dari isi akta tersebut dan Notaris mempunyai tanggung jawab
seumur hidup terhadap akta yang dibuatnya. Notaris H dalam keterangannya di
persidangan juga menyatakan bahwa dialah yang seharusnya bertanggung jawab
terhadap akta-akta atau dokumen-dokumen terkait PT BRM karena kedudukannya
dalam jabatan Notaris. Berdasarkan Pasal 65 UUJN dan dihubungkan dengan fakta-
fakta hukum serta pendapat ahli dalam persidangan maka pertanggungjawaban pidana
karena dasar pemaaf diterima oleh Majelis Hukum Pengadilan Negeri Gianyar dan
Notaris H adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh akta-akta dan
dokumen-dokumen terkait PT BRM yang disiapkan oleh Terdakwa IPAM.

3.2.2 Pertimbangan Hakim terkait dengan Tanggung Jawab Calon Notaris


Terhadap Akta dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134 K/Pid /2020.
Terkait dengan tanggung jawab Calon Notaris terhadap Akta yang ia susun,
Majelis Hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa Berita Acara RUPS PT
BRM tanggal 21 Desember 2015 telah mengakibatkan beralihnya hak dari suatu subjek
hukum ke subjek hukum lainnya karena syarat untuk dibuatnya akta nomor 103 tanggal
23 Desember 2015 adalah adanya Berita Acara RUPS PT BRM tanggal 21 Desember
68

2015. Berita Acara RUPS PT BRM tanggal 21 Desember 2015 yang tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya baik isi maupun tandatangan Korban H, mengakibatkan
adanya peralihan saham PT BRM dari Korban H dan Saksi DJH kepada Saksi A, Saksi
TEA, dan Saksi S. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar
yang menyatakan tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana karena terdakwa
hanya melaksanakan perintah dari Notaris H selaku atasannya menurut Majelis Hakim
Mahkamah Agung tidak dapat dibenarkan. Terdakwa IPAM mengetahui dan menyadari
bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang melanggar hukum, maka
dari itu hal tersebut justru membuktikan adanya kerjasama dalam melakukan tindak
pidana. Majelis Hakim Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa terhadap Doktrin
atasan bawahan terdapat pengecualian yaitu seorang bawahan tidak bisa berlindung
dibalik perintah atasan sejauh dia mengetahui bahwa perbuatannya adalah melanggar
hukum. Dalam kualitas dan kapastias intelektualitas Terdakwa IPAM sebagai Calon
Notaris, Terdakwa IPAM mengetahui perbuatannya tersebut adalah melanggar hukum.

3.2.3 Analisis Pertimbangan Hakim dikaitkan dengan Tanggung Jawab Calon


Notaris terhadap Akta dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
134K/PID/2020.
Dalam Kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar dan Majelis Hakim
Mahkamah Agung memiliki pendapat yang berbeda tentang tanggung jawab dari Calon
Notaris terhadap Akta. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Gianyar menilai bahwa terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana
karena terdakwa hanya merupakan Calon Notaris yang sedang menjalani magang di
kantor Notaris H yang melaksanakan tugasnya berdasarkan perintah dari Notaris H
termasuk juga tindakannya dalam mengisi tanggal surat-surat/dokumen yang diketik
olehnya. Terdakwa mengetahui bahwa peristiwa pada Perjanjian Jual Beli Saham antara
korban H dengan korban S, Perjanjian Jual Beli Saham antara korban H dengan
terdakwa TEA dan Berita Acara RUPS PT BRM tanggal 21 Desember 2015 tidak
pernah terjadi dan tanggal surat tersebut tidak sama dengan saat para pihak
bertandatangan. Akan tetapi hal itu dilakukan Terdakwa atas perintah Notaris H kepada
terdakwa selaku stafnya.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar juga mendasarkan pertimbangannya


terhadap keterangan ahli dalam persidangan yaitu I Made Pria Dharsana. yang pada
69

dasarnya berpendapat bahwa semua Akta yang dibuat menjadi tanggung jawab Notaris,
termasuk Akta di bawah tangan yang dibuat Notaris, Notaris yang bertanggung jawab
atas Akta-Akta yang lahir dalam perjanjian tersebut, sedangkan tanggung jawab saksi
dalam sebuah Akta hanya sebatas apa yang didengar atas apa yang dibacakan Notaris di
depan para pihak. Tidak termasuk kebenaran dari isi Akta tersebut dan Notaris
mempunyai tanggung jawab seumur hidup terhadap Akta-Akta yang dibuatnya. Hal ini
senada dengan keterangan Notaris H dipersidangan yang menyatakan bahwa ia
bertanggung jawab terhadap Akta-Akta atau dokumen-dokumen terkait PT Bali Rich
Mandiri selaku Notaris. Maka demikian setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut di
atas dan dilihat juga dari ketentuan atasan bawahan yang terdapat dalam Pasal 1367
KUHPerdata tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar menerima pledoi
Terdakwa bahwa Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut atas perintah dari Notaris
Hartono selaku atasan Terdakwa dan oleh karenanya Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Gianyar berpendapat bahwa dasar pemaaf yang diajukan kuasa hukum Terdakwa dapat
diterima.

Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Mahkamah Agung menggunakan istilah


Calon Notaris. Istilah Calon Notaris tidak dapat ditemukan dalam UUJN akan tetapi
Calon Notaris didefinisikan oleh Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris sebagaimana diubah oleh
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun
2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris yang menyatakan bahwa “Calon Notaris
adalah seorang warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan untuk
mengikuti Ujian untuk diangkat menjadi Notaris.”0 Selain dalam Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2018 tersebut Calon Notaris juga
didefinisikan oleh Peraturan INI tentang Magang sebagai “Anggota Luar Biasa Ikatan
Notaris yang mempunyai tujuan untuk menjadi Notaris.”0
0
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia No. 18 Tahun 2018, BN Nomor 1211, Ps. 1 poin 2.
0

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor


19/PERKUM/INI/2019 Tentang Magang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia Nomor 24/PERKUM/INI/2021 Tentang Magang. Ps. 1 poin 5.
70

Dari kedua pengertian tentang Calon Notaris di atas dapat dilihat bahwa Majelis
Hakim Mahkamah Agung mempunyai pandangan yang selaras dengan kedua peraturan
tersebut di atas. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menyatakan
bahwa alasan pemaaf yang diterapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar
tidak dapat dibenarkan. Terdakwa dinilai mengetahui bahwa perbuatannya yang
melanggar hukum, justru membuktikan adanya kerja sama dalam melakukan suatu
tindak pidana antara Notaris H dan Terdakwa.

Dalam menetapkan Calon Notaris IPAM dapat dipidana, terlebih dahulu Majelis
Hakim harus membuktikan bahwa unsur-unsur pertanggungjawaban pidana telah
terpenuhi, yaitu:

1. Adanya suatu tindak pidana:


Unsur pertama yang terpenuhi adalah adanya suatu tindak pidana, dalam kasus ini
Calon Notaris IPAM dituntut karena telah melanggar ketentuan Pasal 263 ayat (1)
Juncto Pasal 55 ayat (1) poin 1 KUHP yang berbunyi:

“mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
membuat suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak
palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.”0

2. Adanya kesalahan (kesengajaan/kealpaan/kelalaian):


Unsur yang kedua terpenuhi dengan ditemukannya fakta dalam persidangan bahwa
Notaris H memberi perintah kepada Calon Notaris IPAM untuk memberi tanggal
dalam dokumen Berita Acara RUPS PT BRM yang tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Dengan demikian unsur kedua terpenuhi yaitu adanya kesalahan karena
kesengajaan, selain itu Majelis Hakim Mahkamah Agung menilai bahwa dengan
ditemukannya fakta tersebut telah membuktikan adanya kerja sama antara Calon
Notaris IPAM dan Notaris H dalam melakukan tindak pidana.
3. Adanya subjek yang dapat bertanggung jawab

0
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ps. 263 ayat (1) Jo. Ps 55 ayat (1) poin 1.
71

Unsur yang ketiga sudah terpenuhi, dalam persidangan tidak ditemukan adanya
indikasi atau fakta yang menunjukan bahwa Calon Notaris IPAM tidak memiliki
kemampuan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut, selain itu Majelis
Hakim Mahkamah Agung menilai bahwa karena kualitas dan kapasitas
intelektualitas Calon Notaris IPAM membuat terdakwa seharusnya mengetahui
bahwa perbuatannya melanggar hukum.
4. Tidak adanya alasan pemaaf/pembenar
Unsur yang terakhir tidak terpenuhi, dalam persidangan ditemukan fakta bahwa
Notaris H adalah pihak yang memerintahkan Calon Notaris IPAM untuk mengganti
tanggal tersebut menjadi tidak sesuai dengan keadaan semestinya. Hal ini
membuktikan adanya daya paksa. Daya paksa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal
48 KUHP adalah “Orang yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya
paksa tidak dapat dipidana.”0 Dalam kasus ini, daya paksa yang dialami oleh Calon
Notaris IPAM adalah terdakwa terpaksa mengikuti keinginan Notaris H. Calon
Notaris IPAM memang memiliki kehendak bebas untuk menolak mengganti tanggal
Berita Acara Rapat RUPS PT BRM, akan tetapi terdakwa memilik tekanan moral,
dengan resiko apabila terdakwa tidak menuruti keinginan Notaris H, maka tidak
menutup kemungkinan Notaris H tidak mengeluarkan surat keterangan magang.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan juga Notaris H untuk mempengaruhi Notaris
lain agar tidak menerima Calon Notaris IPAM sebagai peserta magang karena
ketidak patuhan terdakwa selama menjalani magang dalam kantor Notaris H. Hal ini
senada dengan pendapat Soesilo yang mengatakan bahwa:

“paksaan ditinjau dari banyak sudut, apakah orang yang dipaksa itu lebih lemah
daripada orang yang memaksa, apakah tidak ada jalan lain, apakah paksaan itu
betul betul seimbang apabila dituruti dan sebagainya Hakimlah yang harus
menguji dan memutuskan hal ini”0

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ps. 48.


0
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal,(Bogor: Politea, 1991), hlm. 63.
72

Sebelum menerapkan doktrin Vicarious Liability dalam kasus ini, doktrin


Vicarious Liability memiliki unsur yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai kantor Notaris:
Dari fakta hukum yang terdapat dalam persidangan dapat dilihat bahwa unsur
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa IPAM adalah menyusun
Berita Acara RUPS PT BRM tertanggal 21 Desember 2015 yang pada intinya
bertujuan untuk memberikan persetujuan peralihan hak atas saham dan perubahan
susunan direksi dan dewan komisaris PT BRM dengan mengetahui bahwa
sebenarnya tanggal 21 Desember 2015 PT BRM tidak mengadakan RUPS. Hal ini
mengakibatkan beralihnya saham dari masing-masing pihak dalam akta tersebut
sesuai dengan kedudukan para pihak dalam akta tersebut.
2. Adanya hubungan kerja antara Notaris dan pegawainya:
Dari fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan, Majelis Hakim Mahkamah
Agung dalam pertimbangannya merujuk kepada Terdakwa IPAM sebagai calon
Notaris. Calon Notaris oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, dalam Peraturan
INI tentang Magang didefinisikan sebagai “Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris yang
mempunyai tujuan untuk menjadi Notaris.”0 Berdasarkan pertimbangan Majelis
Hakim Mahkamah Agung dikaitkan dengan Peraturan INI tentang Magang, dapat
disimpulkan bahwa Terdakwa IPAM adalah Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia yang sedang menjalankan kewajiban magang di kantor notaris, yaitu
Notaris H. Dengan demikian unsur adanya hubungan kerja antara Notaris dan
Terdakwa IPAM nyata adanya dan dikategorikan sebagai hubungan
pemagangan/magang.

Majelis Hakim Mahkamah Agung menerapkan pembatasan atas doktrin


Vicarious Liability. Pembatasan tersebut dijelaskan oleh Majelis Hakim Mahkamah
Agung menyatakan bahwa dalam kualitas dan kapasitas intelektualitas terdakwa,
mengetahui perbuatannya melanggar hukum. Dalam kasus ini, Terdakwa IPAM sebagai
Calon Notaris seharusnya memiliki kualitas dan kapasitas intelektualitas yang ia
dapatkan dalam rangka pemenuhan syarat menjadi Notaris sebagaimana diatur dalam
0

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor


19/PERKUM/INI/2019 Tentang Magang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia Nomor 24/PERKUM/INI/2021 Tentang Magang. Ps. 1 poin 5.
73

Pasal 3 UUJN, yaitu telah memiliki ijazah Sarjana Hukum dan memiliki ijazah strata
dua Magister Kenotariatan. Berbeda dengan Majelis Hakim Mahkamah Agung, dalam
tingkat pertama Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gianyar menilai bahwa penerapan
doktrin Vicarious Liability dalam kasus ini tidak dapat dibatasi, Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Gianyar sependapat dengan Pasal 65 UUJN dan pendapat ahli yang
dihadirkan dalam persidangan bahwa Notaris bertanggung jawab terhadap seluruh Akta
yang dikeluarkannya baik Akta autentik maupun Akta di bawah tangan. Dari kedua
pendapat Majelis Hakim tersebut dapat dilihat terdapat perbedaan persepsi terhadap
penerapan doktrin Vicarious Liability.

Doktrin Vicarious Liability atau yang dikenal sebagai doktrin atasan-bawahan


memiliki unsur yang harus dipenuhi sebagaimana sudah dijelaskan diatas, akan tetapi
hubungan hukum antara Notaris H dan Calon Notaris IPAM bukanlah hubungan
ketenagakerjaan atasan bawahan biasa. Dalam doktrin Vicarious Liability yang
dimaksud oleh atasan adalah pemberi kerja dan yang dimaksud oleh bawahan adalah
buruh, dalam UU Ketenagakerjaan buruh didefinisikan sebagai seorang yang bekerja
dan menerima upah atas pekerjaan yang dilakukannya. Hubungan ketenagakerjaan
antara Notaris H dan Calon Notaris IPAM adalah hubungan hukum pemagangan,
hubungan hukum pemagangan tidak mengharuskan adanya upah atas pekerjaan
seseorang karena tujuan dari pemagangan sendiri adalah untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman pekerjaan, bukan untuk bekerja. Dalam hubungan hukum
pemagangan sesuai dengan pemilihan kata “di bawah bimbingan dan pengawasan
instruktur atau pekerja yang berkompetensi”0 membuktikan adanya hubungan atasan
bawahan antara Notaris H selaku penyelenggara magang, dan Calon Notaris IPAM
selaku peserta magang.

Terdapat kedudukan yang tidak seimbang antara Notaris H dan Calon Notaris
IPAM. Calon Notaris IPAM dalam memenuhi persyaratan UUJN dan Peraturan INI
tentang Magang sangat bergantung kepada Surat Keterangan Magang yang akan
dikeluarkan oleh Notaris Penerima Magang pada saat jangka waktu magang sudah
selesai dan Calon Notaris tersebut memenuhi standar minimum kelulusan. Kedudukan
yang tidak seimbang ini, dapat dilihat dari betapa Calon Notaris bergantung pada
0
Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2020,
BN Nomor 351, Ps. 1 poin 1.
74

Notaris penerima magang untuk mendapatkan Surat Keterangan Magang. Dalam


Peraturan INI tentang Magang, Surat Keterangan Magang adalah syarat mutlak yang
harus dipenuhi oleh Calon Notaris untuk memperoleh Sertifikat Magang agar dapat
mengikuti Ujian Kode Etik Notaris, apabila karena satu dan lain hal Calon Notaris
tersebut tidak mendapatkan Surat Keterangan Magang maka proses pemagangan harus
dimulai dari awal. Ketentuan dalam Peraturan INI tentang Magang dan UUJN
mengharuskan Calon Notaris untuk melakukan magang sekurang-kurangnya 24 (dua
puluh empat bulan) berturut-turut, pemagangan yang dilakukan tidak boleh terputus.

Calon Notaris tidak memiliki wewenang yang diatur dalam Peraturan


Perkumpulan INI tentang Magang. Kurangnya pengaturan tentang hak, kewajiban dan
wewenang Calon Notaris dalam Peraturan INI tentang Magang seakan menimbulkan
tidak mengindahkan ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun
2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri Pasal 10 yang menyatakan
bahwa:

1. “Penyelenggaraan pemagangan dilaksanakan atas dasar Perjanjian


Pemagangan.
2. Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. hak dan kewajiban peserta pemagangan;
b. hak dan kewajiban penyelenggara pemagangan;
c. program pemagangan;
d. jangka waktu pemagangan; dan
e. besaran uang saku
3. Pemagangan yang diselenggarakan tanpa perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak sah dan status peserta
pemagangan berubah menjadi pekerja perusahaan yang bersangkutan.
4. Bentuk perjanjian pemagangan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan Format 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak teripsahkan dari Peraturan Menteri ini.”0

Calon Notaris menggantungkan karir dan masa depannya kepada Notaris


penerima magang, akan tetapi dari ketimpangan kedudukan di atas dapat dilihat bahwa
Calon Notaris dalam hal ini juga adalah korban dari Peraturan INI tentang Magang. Hal
tersebut dikarenakan dalam menjalankan tugasnya selama masa wajib magang di kantor

0
Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri,…, Ps. 10.
75

Notaris, Calon Notaris tidak mendapatkan upah atas pekerjaan yang dikerjakannya.
Selain itu Calon Notaris juga sangat bergantung kepada Surat Keterangan Magang yang
dikeluarkan oleh Notaris penerima magang. Tidak adanya perlindungan hukum yang
diberikan secara spesifik oleh UUJN dan Peraturan INI tentang Magang kepada Calon
Notaris membuat posisi Calon Notaris menjadi sangat rentan.

Dengan demikian, unsur dalam doktrin Vicarious Liability sebagaimana telah


dijabarkan diatas, telah terpenuhi sehingga Terdakwa IPAM seharusnya dapat
berlindung menggunakan doktrin tersebut. Majelis Hakim Mahkamah Agung
seharusnya tidak menerapkan batasan terhadap doktrin Vicarious Liability, mengingat
kedudukan Notaris dan Calon Notaris dalam kasus ini tidak seimbang, dan mengingat
ketentuan Pasal 65 UUJN secara tegas mengatur bahwa Notaris adalah pihak yang
bertanggung jawab atas Akta yang telah diterbitkannya. Dengan demikian, Calon
Notaris IPAM seharusnya tidak turut bertanggung jawab atas kesalahan yang terdapat
dalam akta di bawah tangan yang diterbitkan oleh Notaris H, mengingat Notaris H juga
mengetahui bahwa adanya kesalahan tanggal yang dicantumkan dalam Akta yang
digunakan sebagai dasar beralihnya saham korban H dan DJH. Dengan diterapkannya
doktrin Vicarious Liability seharusnya Calon Notaris IPAM tidak dapat bertanggung
jawab secara pidana karena adanya dasar pemaaf, dan Notaris H menjadi satu-satunya
pihak dari Kantor Notaris H yang menanggung pidana atas kesalahan karena
kesengajaannya, dan karena diterapkannya doktrin Vicarious Liability, ia juga menjadi
pihak yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh Calon Notaris
IPAM.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Dari pembahasan rumusan masalah penelitian yang sudah diuraikan dalam bab-
bab sebelumnya dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Notaris dalam membuat Akta autentik terkait dengan RUPS, memiliki tanggung
jawab penuh terhadap Akta yang dibuatnya. Dalam memastikan Akta Pernyataan
Keputusan Rapat yang dibuat di hadapan Notaris sah menurut hukum dan memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna, Notaris harus meminta notulen atau risalah
atas RUPS tersebut, dokumen terkait peralihan hak atas saham, dan juga
memperhatikan kuorum kehadiran dan kuorum keputusan dari RUPS. Setelah itu
Notaris wajib untuk memerika kewenangan penghadap yang menghadap kepadanya.
Notaris bertanggung jawab terhadap kebenaran formil dan dapat juga bertanggung
jawab terhadap kebenaran materiil apabila Notaris tersebut terbukti melakukan
kelalaian ataupun kesengajaan sehinga menyebabkan kerugian bagi seseorang.
Dengan tetap dibuatnya Akta Pernyataan Keputusan Rapat tanggal 23 Desember
2015, yang didasari oleh RUPS yang Notaris H tahu bahwa sebenarnya RUPS
tersebut tidak pernah ada, Notaris H turut bertanggung jawab secara pidana terhadap
kerugian yang ditanggung oleh korban H. Notaris bertanggung jawab atas kesalahan
bawahannya berdasarkan doktrin Vicarious Liability. Selain sanksi pidana yang
telah diterapkan terhadap Notaris H ia juga dapat dikenakan sanksi perdata. Sanksi
perdata dapat diterapkan kepada Notaris H karena perbuatannya telah menimbulkan
kerugian materi terhadap korban H, dan maka dari itu korban H berhak untuk
menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga terhadap Notaris H.
2. Dalam UUJN dan Kode Etik Notaris tidak disebutkan adanya tanggung jawab bagi
Calon Notaris terhadap sebuah Akta maupun terhadap pekerjaannya selama Calon
Notaris tersebut menjalani masa wajib magang. Dalam UUJN hanya mengatur
tentang Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib bertindak amanah,
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, menjaga kepentingan pihak yang terkait
dalam perbuatan hukum dan Calon Notaris wajib untuk merahasiakan segala sesuatu
mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperolehnya dalam

76
77

pembuatan Akta. Dan mengatur tentang syarat diangkat menjadi seorang Notaris.
Dalam Peraturan INI tentang Magang dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 18 Tahun 2018 tentang Ujian Pengangkatan Notaris dijelaskan
siapa yang dimaksud oleh Calon Notaris. Dalam doktrin atasan bawahan dapat
dilihat bahwa seorang atasan bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh
bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada bawahannya
tersebut. Majelis Hakim Mahkamah Agung seharusnya tidak menerapkan
pembatasan dari doktrin tersebut. Ketidak seimbangan posisi antara Calon Notaris
dan Notaris, tidak adanya upah sebagai bawahan bagi Calon Notaris, dan kurangnya
perlindungan hukum terhadap Calon Notaris seharusnya sudah cukup untuk
meyakinkan Majelis Hakim Mahkamah Agung bahwa doktrin Vicarious Liability
dapat diterapkan untuk melindungi masa depan dan karir Calon Notaris.

4.2 Saran
Sesuai dengan simpulan di atas, terdapat saran yang dapat diberikan dari
penelitian ini, yaitu:

1. Kepada Notaris:
Notaris sebagai atasan harus memastikan bahwa pekerjaan yang dikerjakan oleh
bawahannya sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh UUJN dan tidak
melanggar hukum.
2. Kepada Calon Notaris:
Calon Notaris sebagai pihak yang membantu Notaris untuk membuat Akta autentik
harus bertindak hati-hati, amanah, dan yang perlu di ingat adalah dalam kualitas
dan kapasitas sebagai Calon Notaris, Calon Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawabannya terkait dengan Akta yang disusunnya, maupun yang
disaksikannya.
3. Kepada Akademisi;
Kepada para akademisi diharapkan untuk memberikan pembekalan mengenai
tanggung jawab Calon Notaris melalui seminar ataupun webinar yang dapat diikuti
oleh Calon Notaris, maupun mahasiswa. Pembekalan diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan wawasan kepada pihak yang berkepentingan sehingga Calon
Notaris dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam masa wajib magang.
4. Kepada Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia;
78

Diperlukan adanya pengaturan yang mengatur mengenai perlindungan hukum, hak


kewajiban, dan wewenang yang lebih komprehensif dalam Peraturan INI tentang
Magang.
DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan

Indonesia, Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN


Nomor 106, TLN No. 4756.

________, Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun


2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN Nomor 3, TLN No.
5491.

________, Undang-undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN


Nomor 39, TLN No. 4279.

________, Undang-undang tentang Cipta Kerja, UU No. 11 Tahun 2020, LN Nomor


245, TLN No. 6573.

________, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan,
dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas, Permenkumham No.
21/2021, LN Nomor 470.

Kementerian Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun


2020 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri, Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No. 6/2020 BN Nomor 351.

Ikatan Notaris Indonesia, Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan
Notaris Indonesia Banten 29-30 Mei 2015.

Ikatan Notaris Indonesia, Peraturan Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor


24/PERKUM/INI/2021 Tentang Perubahan Peraturan Perkumpulan Nomor
19/PERKUM/INI/2019 Tentang Magang.

B. Buku

Adjie, Habib, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30


Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Bandung: PT Refika Aditama, 2008.

___________, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama,


2017.

___________, Sanksi Perdata & Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat


Publik, Bandung: PT Refika Aditama, 2017.

___________, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia, Bandung: PT Refika

79
80

Aditama, 2015.

Alwesius, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Depok: Badan Penerbit


Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019.

Amrani, Hanafi, Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Rajawali


Pers, 2015.

Anwar, Moch, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi,Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta, 2010, Cetakan 13.

Budiono, Herlien, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2013.

Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2016.

Fuady, Munir, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata),Bandung: PT Citra


Aditya Bakti, 2006.

Garner, Bryan A, Black’s Law Dictionary, America, West Thomson Group, 2010.

Gayo, Ahyar Ari, Notaris Perspektif Pengawasan, Pendidikan dan Perbuatan Pidana.
Jakarta: Balitbangkumham Press, 2020.

Ghofur, Abdul, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika,


Yogyakarta: UII Press, 2009.

Hadjon, Phillipus M, Pemerintah Menurut Hukum, Surabaya: Yuridika, 1993.

_________________, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the


Indonesian Administrative Law), Gajah Mada University Press, 2005.

Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, cet. 6, Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Huda, Chariul, dari Tiada Pidana tanpa Kesalahan Menuju Tiada


Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Kencana, 2006.

Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara,
Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007.

___________, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung:


Nuansa & Nusa Media, 2006.

Lumbantobing, G.H.S, Peraturan Jabatan Notaris, cet.2, Jakarta: Erlangga 1983.

Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo
81

Persada, 2008.

Nadapdap, Binoto, Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang-Undang No. 40


Tahun 2007), Jakarta: Jala Permata Aksara, 2018.

Notodisoerjo, Soegondo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan. Depok:


Rajawali Pers, 1982.

Purba, Ahmad Zen Umar, Hukum Dalam Kolom: Kumpulan tulisan Hukum Bisnis,
Hukum Kekayaan Intelektual, Hukum Laut dan Hukum Lingkungan, Jakarta:
Tempo Publishing, 2016.

Saleh, Roeslan, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, Jakarta: Ghalia


Indonesia, 1986.

Schaffmeister, Keijzer, Sutorius, Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1995.

Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Bandung:


CV Mandar Maju, 2011.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauam
Singkat, ed. 1, cet. 10, Jakarta: Rajawali Pers, 2019.

Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap


Pasal Demi Pasal, Bogor: Politea, 1991.

Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 1995.

_______, Hukum Perjanjian, cet. 21, Jakarta: Intermasa, 2005.

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata),


Jakarta: PT Balai Pustaka (Persero), 2017, cet. 43.

Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT


Remaja Rosda Karya, 2001.

Susanti, Dyah Ochtarina, Penelitian Hukum (Legal Research), Jakarta: Sinar Grafika,
2015.

Sutantio, Retnowulan, Perjanjian Menurut Hukum Indonesia. Jakarta:Varia Peradilan.


1990.

Syahrul, Muhammad Afni Nazar, dan Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Citra
Harta Prima, 2000.

C. Artikel, Jurnal dan Laporan Penelitian

Adriano, Felix Christian, “Analisis Yuridis atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta
82

Notaris Menurut UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris”, Premise Law
Journal, Volume 9 Tahun (2015): Hlm. 7-8.

Afifah, Kunni, “Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata
Terhadap Akta yang Dibuatnya”, Jurnal Lex Renaissance Nomor 1 Volume 2,
(2017): Hlm. 154.

Andira, “Jenis Pelanggaran dan Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Fiktif
(Analisis Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 7/PTS/Mj. PWN. Prov. DKIJakarta/VII/2018),”
Indonesian Notary 1 Nomor 002 (2019): Hlm. 4.

Arsy, Eudea Adeli, Hanif Nur Widhiyanti, Patricia Audrey Ruslijanto, “Tanggung
Jawab Notaris Terhadap Akta yang Cacat Hukum dan Tidak Sesuai dengan
Ketentuan Pembuatan Akta dalam Undang-Undang Jabatan Notaris”, Jurnal Bina
Mulia Hukum, Volume 6 Nomor 1, (2021): Hlm. 134.

Hendrawan, Daniel, “Penerapan Vicarious Liability Terhadap Notaris/PPAT Atas


Kesalahan yang Dilakukan Pegawai Kantor Notaris Berkaitan dengan Pasal 1367
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Tesis Universitas Indonesia, Depok,
(2015): Hlm. 40.

Liem, Steven, Mohammad Fajri, Widodo Suryandono, “Tanggung Jawab Notaris


Terhadap Akta Jual Beli Saham Tanpa Bukti Pelunasan dan Bukti Setor (Studi
Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:
259//Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel),” Indonesian Notary Volume 2, (2020): Hlm. 790.

Mamminanga, Andi, “Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah


dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN”, Tesis Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta, (2008): 32.

Ningsih, Ayu, Faisal, Adwani, “Kedudukan Notaris Sebagai Mediator Sengketa


Kenotariatan Terkait dengan Kewajiban Penyuluhan Hukum”, Jurnal Badan
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Republik Indonesia Edisi Juni
(2019): Hlm. 2.

Sembiring, Rosnidar, Kedudukan Akta Otentik yang Dibuat di hadapan Notaris dalam
Hukum Pembuktian Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(___): Hlm. 11.

D. Internet

“Menteri Yasonna Sebut Notaris Berperan Besar Gerakan Roda Perekonomian”,


https://www.suara.com/bisnis/2019/09/18/103522/menteri-yasonna-sebut-notaris-
berperan-besar-gerakan-roda-perekonomian?page=all. Diunduh 01 April 2022.

“Limited Liability”,
83

https://www.law.cornell.edu/wex/limited_liability. Diunduh 03 April 2022.

“Ada 3,98 Juta Perusahaan Baru di RI Dalam 10 Tahun Terakhir”,


https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3485474/ada-398-juta-
perusahaan-baru-di-ri-dalam-10-tahun-terakhir. Diunduh 10 April 2022.

“Ikatan Notaris Indonesia Mulai Himpun Data-Data Notaris se-Indonesia”,


https://www.hukumonline.com/berita/a/ikatan-notaris-indonesia-mulai-himpun-
data-data-notaris-se-indonesia-lt587dd1670518b/. Diunduh 17 April 2022.

F. Putusan

Pengadilan Negeri, Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor 148/Pid.B/2019/PN


Gin Tahun 2019.

Mahkamah Agung, Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 134K/PID/2020 Tahun


2020.

G. Wawancara

Notaris Martina dalam wawancara yang dilakukan pada 30 Maret 2022 di Kantor
Notaris Martina, Jakarta Barat.

Chrisna Adi, Analis Pengembangan Hukum pada Kelompok Substansi Perseroan


Terbatas, Yayasan dan Perkumpulan dalam wawancara yang dilakukan pada
tanggal 15 Juni 2022 di Kantor Direktorat Jenderal Adiminstrasi Hukum Umum.

You might also like