You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang sangat penting
dalam penyaluran dan pengelolaan dana masyarakat. Dana dari masyarakat
yang diterima oleh bank akan dikelola dan disalurkan pada unit kegiatan
ekonomi lainnya. Keuntungan yang di hasilkan dari unit kegiatan usaha
lainnya akan di kembalikan lagi pada masyarakat. Dengan ditetapkannya
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Indonesia
menjalankan Dual Banking System yaitu beroperasinya sistem perbankan baik
secara Konvensional maupun syariah sekaligus dengan tetap memisahkan
pengelolaan dan pengoperasiannya.
Namun system perbankan syariah pada saat itu belum begitu kuat secara
hukum perdata mengingat belum adanya Undang-undang yang mengatur
secara jelas mengenai Perbankan syariah. Dengan mulai berlakunya UU No.21
Tahun 2008 tentang perbankan syariah akan tetapi, masyarakat Indonesia
masih memiliki presepsi yang keliru tentang bank syariah.
Atas dasar permasalahan di atas, penulis membuat makalah dengan judul
“Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Konvensional” dengan tujuan
untuk memberikan pemahaman lebih kepada mahasiswa pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di paparkan di atas maka dapat diambil
beberapa rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini.
Diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya Bank Konvensional dan Bank
syariah di Indonesia?
2. Jelaskan pengertian Bank Konvensional dan bank syariah?
3. Apa saja fungsi Bank Konvensional dan Bank syariah?
4. Jelaskan perbedaan sistem Bank Konvensional dan sistem Bank syariah?
5. Apa saja produk-produk Bank Konvensional dan Bank Syariah?
6. Apa tujuan Bank Konvensional dan Bank Syariah?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah singkat berdirinya Bank Konvensional dan
Bank syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengertian Bank Konvensional dan Bank syariah.
3. Untuk mengetahui fungsi Bank Konvensional dan Bank syariah.
4. Untuk mengetahui produk-produk Bank Konvensional dan Bank Syariah
5. Untuk mengetahui tujuan Bank Konvensional dan Bank Syariah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
BANK KONVENSIONAL
A. Pengertian Umum Bank
Hampir setiap kegiatan perbankan mengandung aspek hukum dalam
penerapannya, sehingga pengetahuan di bidang hukum mempunyai peranan
yang sangat penting dalam setiap kegiatan perbankan. Pengetahuan perbankan
tanpa ditunjang dengan pengetahuan di bidang hukum akan membuat
pengetahuan tersebut menjadi kurang lengkap atau sempurna dan berkurang
artinya.
Sementara itu, pengertian atau batasan hukum perbankan cukup sulit
ditemui dalam literatur, hal ini disebabkan. Namun demikian, Marhainis
Abdul Hay menyatakan bahwa apabila kita hubungkan pengertian bank
menurut hukum, maka terlihat bahwa bank merupakan subyek hukum,
sehingga bank dapat membuat perikatan-perikatan atau perjanjian-perjanjian
baik dengan bank lain, ataupun perusahaan-perusahaan, maupun dengan
individu.
Selanjutnya, beberapa pengertian tentang bank telah dikemukakan baik
oleh para ahli maupun menurut ketentuan undang-undang, di mana dari
beberapa pengertian tentang bank itu terdapat satu pengertian yang sama
khususnya yang berkaitan dengan adanya suatu badan yang usahanya terutama
memberikan kredit, baik dengan modalnya sendiri, ataupun dengan modal
pihak lain.
Beberapa pengertian tentang bank yang perlu dikemukakan di sini antara
lain sebagai berikut:
1. Menurut G.M. Verryn Stuart dalam bukunya ”Bank Politik”, ”Bank
adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit
baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau uang yang diperolehnya
dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar
baru berupa uang giral”;

3
2. Menurut Dictionary of Banking and financial service by Jerry
Rosenberg bahwa yang dimaksud dengan bank adalah lembaga yang
menerima simpanan giro, deposito, dan membayar ats dasar dokumen
yang ditarik pada orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat
berharga, meberikan pinjaman dan menanamkan dananya dalam surat
beeharga.;
3. Menurut R.G. Hawtrey dalam bukunya ”Currency and Credit Bank”: Bank
adalah semua badan yang mengadakan jual beli kredit;
4. Menurut O.P. Simorangkir dalam bukunya “Dasar-dasar dan Mekanisme
Perbankan”: “Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan
yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit
itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang
dipercayakan oleh Pihak Ketiga maupun dengan jalan memperedarkan
alat-alat pembayaran berupa uang giral”;
5. Menurut Poerwadarminta dalam bukunya “Kamus Umum Bahasa
Indonesia”: ”Bank adalah yayasan keuangan yang mengurus simpan
menyimpan, pinjam meminjam uang.”, sedangkan Perbankan adalah
”Segala sesuatu mengenai bank”
B. Jenis-jenis Bank
Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan
fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan
kepada yang memerlukan dana tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-
macam dan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia beserta arti definisi /
pengertian masing-masing bank.
Jenis-Jenis Bank :
1. Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang
nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran
uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur
perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan /

4
penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya
ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
2. Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan uang menawarkan berbagai
layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti
menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai
bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan,
jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek,
menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.
3. Bank Perkreditan Rakyat / BPR
Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki
keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan
yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah
yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi /
sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga,
tabungan, dan lain sebagainya.

C.  Bank dengan Sistem Konvensional


Konvensional berasal dari kata convention' (konvensi, pertemuan), jadi
bank  konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya berdasarkan
sistem yang  disepakati bersama dalam suatu konvensi.
Pada bank konvensional dengan sistem bunga, bank menjanjikan suatu
nilai tertentu (biasanya dinyatakan dalam prosentasi suku bunga per tahun)
untuk nilai uang yang ditabung. Penentuan suku bunga dibuat dengan
pedoman dasar harus selalu menguntungkan untuk pihak Bank. Nilai ini harus
dipenuhi bank tidak peduli apakah bank rugi atau untung besar. Meskipun
jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik, bank
tetap hanya akan membayar sejumlah nilai yang dijanjikan. Model simpanan
seperti ini dapat merugikan salah satu pihak.

5
Sejarah membuktikan sistem perbankan yang menggunakan bunga tidak
pernah disepakati oleh konvensi apapun. Yang terjadi adalah pembenaran
praktik menyimpang dalam dunia perbankan. Meskipun kemudian sistem
perbankan yang menggunakan bunga telah menjadi kelaziman, penolakan
terhadap sistem ini terus berlanjut di berbagai belahan dunia, baik di
masyarakat Islam maupun masyarakat lainnya, termasuk di kalangan bankir.

C. Produk Bank Konvensional


1. Giro
Giro dalam sistem konvensional, bank tidak membayar apapun
kepada pemegangnya, malah mengenakan biaya layanan (service charge).
Selanjutnya dana ini akan dipakai oleh bank untuk antara lain membiaya
operasi bagi hasil. Sedang pembayaran terhadap giro, dijamin sepenuhnya
oleh bank dan dilihat sebagai jaminan depositor kepada bank. Bentuk giro
semacam ini di Iran dikenal dengan qard.
Giro merupakan bentuk simpanan yang penarikannya dapat
dilakukan dengan menggunakan cek, surat perintah bayar yang lain,
seperti bilyet, surat pemindahbukuan yang lain. Dimana cek merupakan
surat perintah pembayaran tanpa syarat, sedangkan bilyet giro adalah surat
perintah pemindahbukuan.
Selain itu, giro dapat ditarik setiap saat, sehingga giro diklompokan
sebagai sumber dana jangla pendek dan inilah alasanya mengapa giro
memiliki biaya yang murah.        
2. Tabungan
Berbeda dengan giro, tabungan relatif fleksibel menyangkut berapa
dan kapan bisa ditarik oleh nasabah. Hal lain, tabungan di bank
konvensional memiliki hasil yang sudah pasti (fixed return). Untuk bank
yang menjalankan prinsip syariah, hasil pasti ini yang tidak ada. Sebagai
gantinya, penabung memperoleh hasil yang berfluktuasi sesuai dengan
hasil yang diperoleh bank. Di sini ditampakkan, bahwa penabung pun ikut
menanggung renteng risiko dengan bank.

6
Tabungan dalam sistem penarikannya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang telah disepakati tetapi tidak bisa ditarik dengan
menggunakan cek, bilyet giro atau yang disamakan sengan itu. Syarat-
syarat tertentu misalnya harus ditarik secara tunai, penarikan hanya dalam
kelipatan nominal tertentu, jumlah penarikan tidak boleh melebihi saldo
minimal tertentu.
Di indonesia sendiri, produk tabungan pada prinsipnya mengikuti
ketentuan BI yang dalam SK Dir. BI No. 22/63 Kep. Dir. Tanggal 01-12-
1989 bahwa syarat-syarat penyelenggara tabungan adalah sebagai berikut:
a. Bank hanya menyelenggarakan tabungan dalam bentuk rupiah
b. Ketentuan mengenai penyelenggaraan tabungan ditetapkan oleh bank
masing-masing
c. Penarikan tabungan tidak dapat menggunkan cek, bilyet giro serta
surat perintah bayar yang lainnya yang sejenis.
d. Penarikkan hanya dapat dilakukan dengan  mendatangi bank atau alat
yang disediakan untuk keprluan tersebut misalnya Automatic Teller
Machine (ATM)
e. Bank menyelenggarakan tabungan diperkenankan untuk menetapkan
sendiri cara pelayanan, sitem administrasi, setoran, frekwensi
pengambilan, tabungan pasif, timgkat suku bunga, sara perhitungan
dan pembayaran bunga, pemberian hadiah, nama tabungan.
f. Bunga tabungna dikenakan pajak penghasilan (pph) sebesar 15% final
untuk penduduk dan 20% untuk bukan penduduk. (Kep.Mentri Keu.
No. 1308/KMK.04/1989).
3. Deposito
Jenis jasa perbankan ini, dalam sistem bank konvensional akan
memperoleh dua keuntungan: jaminan pembayaran pokok ditambah hasil
bunga yang tingkatnya sudah ditetapkan sebelumnya.
Prinsip-prinsip Deposito:
a. Biaya dan sedapat mungkin minimal, yaitu melalui pengaturan
komposisi tertentu agar biaya dana seminimal mungkin.

7
b. Perlu kestabilan porsi dana. Dana yang memiliki volalitas rendah dan
relatif stabil merupakan pendukung bagi manajemen liquiditas.
c. Komposisi sumber dana sedapat mungkin mendukung pelaksanaan
komitmen pemberian kredit dan penempatan aktiva produktif lainnya.
Deposito Berjangka
Deposito merupakan simpanan masyarakat atau pihak ketiga yang
penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
penyimpan (deposan) dengan bank yang bersangkutan. Jangka waktu
deposito pada umumnya terdiri dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 18
bulan dan 24 bulan. Deposito berjangka tidak bisa diperdagangkan, namun
bisa digunakan sebagai jaminan kredit.
Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito pada prinsipnya sama sengan deposito berjangka
yaitu simpanan dana pihak ketiga/ masyarakat dan terikat oleh jangka
waktu (fixed time). Perbedaannya adalah sertifikat deposito diterbitkan
atas unjuk ( pembawa), sedangkan deposito berjangka diterbitkan atas
tunjuk (nama). Sebagai deposito yang diterbitkan atas pembawa berarti
siapa saja boleh menarik sertifikat deposito selama bisa menunjukkan
deposito tersebut kepada bank penerbit. Perbedaan lainnya adlah bunga
sertifikat deposito tersebut diperhitungkan dan dibayar dimuka.
4. Rekening antar Bank
Dalam bank konvensional, rekening-rekening simpanan dan pinjaman
antar bank; termasuk  pinjaman dari bank sentral; semua diatur
berdasarkan bunga.

8
BANK SYARIAH

A. Pengertian Bank Syariah


Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun
meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan
investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Persaingan usaha antar
bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai
jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Dalam
situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan
baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-konvensional.
Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank
dengan sistem syariah.
B. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Abdul Gani Abdullah mengemukakan dalam analisis dan evaluasi hukum
yang dilakukannya terhadap perbankan syariah, menemukan sedikitnya empat
hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan berdasarkan prinsip
syariah, yaitu :
1. Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
dapat menerima konsep bunga.
2. Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang mengakomodasi
terlaksananya sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah
dengan baik dalam proses kompetisi yang sehat, dimana didukung oleh
pola perilaku bisnis yang bernilai dan bermoral.
3. Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.
4. Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan
membatasi segala bentuk eksploitasi yang tidak produktif serta
mengabaikan nilai-nilai moral.

9
Sebagai langkah awal perkembangan bank syariah di Indonesia, pada
pertengahan tahun 1970-an diadakan pembicaraan mengenai bank syariah
pada seminar Hubungan Indonesia- Timur Tengah yang diadakan pada tahun
1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diadakan Lembaga Studi Ilmu-
Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika.
Perkembangan pemikiran secara luas mengenai perlunya umat Islam
Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak saat itu.
Namun, usaha untuk merealisasikan ide perbankan syariah tersebut terhambat
oleh beberapa alasan, yaitu :
1. Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum diatur,
oleh karena itu tidak sejalan dengan Undang-undang Pokok Perbankan
yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.
2. Konsep banksyariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis,
merupakan bagian atau berkaitan dengan pembentukan negara Islam, oleh
karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
3. Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam itu,
sementara pendirian bank baru dari negara Timur Tengah masih
dicegah,antara lain oleh kebijakan pembatasan bank asing untuk membuka
cabangnya di Indonesia.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank Muamalat
Indonesia pada 1 November 1991. Pada saat penandatanganan Akte pendirian
PT Bank Muamalat Indonesia terkumpul komitmen pembelian saham sebesar
Rp 84 Miliar. Kemudian pada tanggal 3 November 1991 dalam acara
silaturahmi presiden di Istana Bogor dapat dipenuhi dengan total komitmen
awal sebesar Rp. Sebelumnya, pada 18-20 Agustus 1990 diadakan lokakarya
Bunga Bank dan Perbankan yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) di Cisarua, Bogor, Jawa barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih
mendalam dalam Musyawarah Nasional IV MUI pada 22-25 Agustus 1990.
Berdasarkan Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja
untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia kelompok kerja yang disebut Tim

10
Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan
semua pihak terkait.
Era reformasi kemudian juga memberikan perkembangan baru dalam
perbankan syariah di Indonesia. Para pelaku perbankan dan pemerintah telah
mendapatkan paradigma baru dalam memandang perbankan Islam di
Indonesia. Krisis moneter yang dialami sebelumnya ternyata memberikan
implikasi positif dalam sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia.
Bentuk perkembangan paling besar bank syariah pada masa itu ditandai
dengan disetujuinya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
yang merupakan regulasi mengenai perbankanuntuk bangkit dari krisis
ekonomi yang melanda pada waktu itu.
Dalam Undang-undang tersebut memberi arahan bagi bank-bank
konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara
total menjadi bank syariah. Hal tersebut disambut antusias oleh kalangan
perbankan konvensional yang ingin mulai memasuki usaha bisnis perbankan
syariah, untuk itu Bank Indonesia mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah”
bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang
berkaitan langsung dengan DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Perbankan), kredit , pengawasan, akuntansi, riset dan moneter. Beberapa
lembaga perbankan konvensional yang membuka cabang syariah pada masa-
masa awal reformasi adalah Bank IFI cabang syariah, Bank Syariah Mandiri,
dan Bank BNI Divisi Syariah.

C. Dasar Hukum Bank Syariah


Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,
bank syariah di wajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana dari masyarakat. Di samping itu, bank syariah juga dapat
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga dapat

11
menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya
kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.

D. Karakteristik Bank Syariah


Karakteristik Bank Syariah diantaranya :
1. Berdasarkan prinsip syariah
2. Implementasi prinsip ekonomi Islam dg ciri:
a. pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
b. Tidak mengenal konsep “time-value of money”
c. Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yg diperdagangkan.
3. Beroperasi atas dasar bagi hasil
4. Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5. Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
6. Azas utama => kemitraan, keadilan, transparansi dan universal
7. Tidak membedakan secara tegas sector moneter dan sector riil (dapat
melakukan transaksi 2 sektor riil.

E. Fungsi Bank Syariah


Bank syariah dalam skema non-riba memiliki empat fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Manajer Investasi
Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana oleh bank syariah,
khususnya dana mudharabah. Bank syariah bertindak sebagai manajer
investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus
dapat disalurkan pada penyalur yang produktif, sehingga dana yang
dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan
antara bank syariah dan pemilik dana. 
2. Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik
dana). Penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan
pada sektor – sektor yang produktif dengan risiko minim dan tidak
melanggar ketentuan syariah.

12
Produk investasi yang sesuai dengan syariah diantaranya akad jual beli
(murabahah, salam, dan istishna), akad investasi (mudharabah dan
musyarakah), akad sewa menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik)
dan beberapa akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.
3. Fungsi Sosial
Fungsi ini merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Ada dua
instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi
sosialnya, yaitu instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dan
instrumen qardhul hasan. Instrumen Ziswafberfungsi untuk menghimpun
ziswaf dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga
milik para investor. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana
dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan
sadaqah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang
memberi.
4. Fungsi jasa keuangan
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda
dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer,
inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan lain-lain.
Namun mekanisme untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut,
bank syariah tetap menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip
syariah.

F. Prinsip Bank Syariah


Dalam melaksanakan fungsi jasa keuangan perbankan syariah menggunakan
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1. Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
2. Prinsip Kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul anhu ashil)

13
3. Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil)
kepada orang lain yang menanggungnya (munhal’ alaih)
4. Prinsip Sharf
Prinsip Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata
uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan
jenis.
5. Prinsip Ijarah
Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa, apabila
dikaitkan dengan penggunaan barang maka diistilahkan dengan sewa –
menyewa sedangkan apabila dikaitkan dengan penggunaan jasa maka
diistilahkan dengan upah – mengupah.

G. Kegiatan Usaha Bank Syariah


1.      Penghimpun Dana
2.      Penyaluran dana
3.      Jasa pelayanan
4.      Berkaitan dengan surat berharga
5.      Lalu lintas keuangan dan pembayaran
6.      Berkaitan dengan pasar modal
7.      Investasi
8.      Dana pensiun
9.      Sosial

H. Prinsip – Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syariah


Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1. Prinsip Wadi’ah (simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan,
merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan

14
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila
si penitip menghendaki.
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
a. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik
atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan
dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus
kapada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana
masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
b. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup
izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang
disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.Khusus
bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet
giro, dan debit card.
c. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti
biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar
terjadi.
d. Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan
tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Yang termasuk dalam produk Bank Syariah dalam menghimpun dana
yaitu :
a. Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan  cek/ bilyet giro, atau dengan cara
pemindahbukuan.
b. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek/bilyet giro.

c. Deposito Syariah  

15
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan
bank
2. Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola.
Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan
kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.
Jenis-Jenis Mudharabah
a. Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan
mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak
ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
b. Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan
persyaratan-persyaratan tertentu misalnya hanya boleh digunakan
untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu.
Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan
sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted
mudharabah).
Mudharabah Muqayyah terbagi 2 yaitu :
1) Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted
investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat
tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan digunakan
untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad tertentu,
atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
2) Mudharabah Muqayyadah off Balance sheet

16
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah
langsung kepada  usahanya, di mana bank bertindak sebagai
perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat –
syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari
kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.

I. Prinsip – Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah


1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Dalam melakukan jual beli  digunakan 3 skema yang meliputi :
a. Jual beli dengan skema Murabahah
Jual beli dengan skema ini menyatakan harga perolehan dan
keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Skema ini
digunakan oleh bank untuk nasabah yang hendak memiliki suatu
barang, sedangkan nasabah yang bersangkutan tidak memiliki uang
pada saat pembelian. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai
penjual sedangkan nasabah yang membutuhkan barang bertindak
sebagai pembeli.
b. Jual beli dengan skema Salam
Jual beli dengan skema ini merupakan jual beli yang pelunasannya
dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan
diterima.
c. Jual beli dengan skema Istishna
Jual beli dengan skema ini adalah jual beli yang didasarkan atas
penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk
menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang
disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
2. Prinsip Investasi
Dalam melakukan investasi, dapat dilakukan dengan skema mudharabah
dan skema musyarakah.
Investasi dengan skema Mudharabah

17
Akad investasi dengan skema mudharabah adalah akad (transaksi) antara
dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain
agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya
sesuai dengan kesepakatan.
Dalam skema ini bank bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana),
sedangkan nasabah yang menerima pembiayaan bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana), seluruh modal berasal dari pihak bank syariah
sebagai pemilik dana.
Investasi dengan skema Musyarakah
Investasi dengan skema ini adalah kerja sama investasi para pemilik modal
yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik
modal berdasarkan porsi pemilik modal masing – masing.
3. Prinsip Sewa
Sewa dengan skema Ijarah
Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik
objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disewakan. Dalam transaksi ini bank syariah bertindak sebagai
pemberi sewa atau pemilik objek sewa, sedangkan nasabah bertindak
sebagai penyewa.
Sewa dengan skema Ijarah Muntahiya Bittamlik
Sewa dengan skema ini adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik
objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu
sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan transaksi Ijarah, pada transaksi
ini memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki barang yang disewa.

4. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

18
Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola
untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian
hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah
disepakati.
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil
adalah:
a. Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
b. Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak
dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada
pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.

BAB III

19
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan yang telah penulis bahas diatas. Maka penulis menarik
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara bank konvensional dan bank
syraiah terkait sistem yang digunakan. Pada bank konvensional menganut
sistem bunga sedangkan pada bank syariah menggunakan sistem bagi hasil
yang mana lebih meringankan beban nasabah. Selain itu juga produk yang
ditawarkan oleh perbankan syariah lebih mengadopsi kepada produk yang
ditawarkan oleh perbankan konvensional hanya saja berbeda dalam
pelaksanaan serta proses terkait adanya akad yang digunakan. Dalam
perbankan syariah pembagian akad di dasarkan pada pola tujuan dari
pendanaan, pembiayaan, maupun jasa bank lainnya.
B. Saran
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyarankan kepada pembaca
agar dapat mengambil sisi positif dari pembahasan mengenai perbedaan antara
Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah, dan sisi negatif dari
pembahasan diatas bisa di jadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi
lebih baik lagi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

20
DAFTAR PUSTAKA

Andri Soemitra. 2009. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta : Kencana.

Ascarya, 2008. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Hasibuan, Malayu S.P, 2005. Dasar-dasar Perbankan, Jakarta: PT. Bumi Aksara

Husnari, Suad, dan Eny Pudjiastuti. (2015). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.


Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Kautsar Riza Salman. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK


Syariah. Jakarta

Karim, Adiwarman, 2006. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

Soemitra, Andri. (2016). Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta. Balebat
Dedikasi Prima.

21
PERBANKAN KONVENSIONAL DAN PERBANKAN
SYARIAH

Dosen Pengampu : Husni Pasarela, MM

Disusun Oleh :

RENI DAMAIYANTI
NPM 1616109492
PRODI PERBANKAN SYARIAH
SEMESTER 6 UNIT A

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TAKENGON


ACEH TENGAH, ACEH
2021

22
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3
BANK KONVENSIONAL.....................................................................3
A. Pengertian Umum Bank....................................................................3
B. Jenis-jenis Bank ...............................................................................4
C. Bank dengan Sistem Konvensional...................................................5
D. Produk Bank Konvensional ..............................................................6
BANK SYARIAH ..................................................................................9
A. Pengertian Bank Syariah ..................................................................9
B. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia........................................9
C. Dasar Hukum Bank Syariah..............................................................11
D. Karakteristik Bank Syariah...............................................................12
E. Fungsi Bank Syariah.........................................................................12
F. Prinsip Bank Syariah.........................................................................13
G. Kegiatan Usaha Bank Syariah...........................................................14
H.
BAB III PENUTUP ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

23

You might also like