You are on page 1of 2

Ndeder Ksatrio

Perbedaan yang paling mendasar antara orang bergerak dengan orang diam
ialah,kelak ketika orang yang bergerak sudah sampai sana, namun orang yang diam
masih saja disini. Dalam konteks tersebut ternyata bergerak bukan hanya sebuah
kewajiban, namun lebih dari itu bergerak merupakan keniscayaan yang dialami semua
jenis mahluk hidup.
Itulah kenapa, suatu organisasi memilih kata Pergerakan. Logika seorang
berpergerakan ialah bergerak, bukan berikat apalagi berhimpun. Bergerak hanya
berubah atau berpindah dari posisi A ke posisi B, atau berubah dari situasi X ke situasi
Y. Hematnya, berpergerakan artinya merubah. Merubah cara berpikir dan berperilaku.
Baik dalam skala pribadi maupun lingkungan sosial.
Karena hanya itulah yang membedakan kita dengan binatang. Cara berpikir dan
prilaku yang salah akan menjadikan kita jauh lebih hina dari binatang sebagaimana
disindir oleh Allah, ulaa ika kal an'am, bal hum adhol.
Carilah kamus bahasa Indonesia yang paling tebal. Jika sempat, hitung jumlah kata-
kata dalam kamus tersebut. Jika dalam kamus itu ada satu miliar kata, sejumlah itu
pulalah persoalan yang dihadapi oleh negeri kita ini. Negeri ini sudah tak lagi layak
disebut negeri. Negeri yang konon merupakan penggalan surga, kini yang tinggal
hanyalah cerita-cerita. Cerita yang beredar lewat bangku-bangku sekolah, seminar,
dialog, diskusi atau sarasehan-sarasehan. Tidak ada yang tidak ada di Indonesia.
Semua yang dibutuhkan oleh manusia seantero jagat raya, disini tersedia.
Lantas siapa yang salah jika kenyataannya hampir separuh rakyat Indonesia hidup
tetap saja menjadi kere. Menjadi manusia-manusia tertindas. Sungguh, jika mental
manusia Indonesia tak tangguh, kita sudah sejak kemarin-kemarin mati seperti
matinya tikus dilumbung padi. Ironis dan tragis.
Atas pertanyaan tersebut, yang paling layak untuk dipersalahkan adalah kita, para
pemimpin di masa depan. Konon kita berjuluk cerdik cendikia, kaum terdidik,
generasi muda terpelajar, kaum intelektual atau apapun saja gelar yang tersemat
namun perilaku kita jauh dari cerminan itu. Gelar biang kebobrokan bangsa, saya kira
jauh lebih pantas untuk tersemat kepada pemuda hari ini.
Berkaca dari hal itulah, Pergerakan di masa sekarang wajib kita internalisasikan
kepada kampus-kampus serta para pemuda se Kabupaten Purworejo sebagai bagian
dari ikhtiar kita bersama "ndeder ksatrio" untuk turut campur dalam rangka
memperbaiki negara. Ya minimal tidak turut serta menambah persoalan dan
kebobrokan bangsa.
Sahabat Lukman Hakim, Ketua PC PMII
Purworejo

You might also like