Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Filariasis is chronic infection disease caused by worm and carried by Culex quinquefasciatus mosquito. One of the
ways to controlling mosquitoes vectors are use biolarvacide or chemical insecticide. Chemical insecticide causing
resistance Culex quinquefasciatus larvae and toxic for human. This research aim to determine the biolarvacide
effectiviteness of ethanol extract lampesu fruit (Baccaurea lanceolata) to Culex quinquefasciatus larvae instars III.
This study was true experimental with a Post test-only control group design. This study used 700 larvae instars III of
Culex quinquefasciatus divided into 7 groups consentration of 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8% and 1%, the positive control
(abate) and negative control (aquadest). The observation was did after treatment in 3 hours, 6 hours, 12 hours and 24
hours. The experiment is replicated four times. At 24 hours exposure concentration of 0,6% the test larvae mortality
reached 38% and at concentration of 1% the test larvae mortality reached 30%. In this stuy the concentration of
1,531 % was effective to kill larvae with of 50% mortality(LC50) and concentration of 10,729 % was effective to kill
larvae with of 90% mortality(LC90). Ethanol Ekstract of Lampesu Fruit (Baccaurea lanceolata) not effective as
biolarvacide of Culex quinquefasciatus larvae instars III.
Abstrak
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing yang terdapat pada vektor nyamuk Culex
quinquefasciatus. Cara pengendalian vektor nyamuk adalah penggunaan biolarvasida atau insektisida kimia.
Penggunaan insektisida kimia menyebabkan terjadinya resistensi terhadap larva Culex quinquefasciatus dan toksik
bagi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas biolarvasida ekstrak etanol buah lampesu
(Baccaurea lanceolata) terhadap Larva Instar III Culex quinquefasciatus. Penelitian ini adalah True experimental
dengan rancangan Post test-only control group design. Penelitian ini menggunakan 700 larva instar III Culex
quinquefasciatus yang dibagi menjadi tujuh kelompok konsentrasi yaitu 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, 1%, kontrol positif
(abate) dan kontrol negatif (aquades). Pengamatan dilakukan pada waktu 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam.
Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Pengamatan 24 jam larva pada konsentrasi 0,6% kematian
larva uji mencapai 38% larva dan pada konsentrasi 1 % kematian larva uji mencapai 30%. Pada penelitian ini
konsentrasi yang efektif membunuh 50% (LC50) larva adalah sebesar 1,531% dan konsentrasi yang efektif
membunuh 90% (LC90) larva adalah sebesar 10,729%. Kesimpulan: Ekstrak Etanol Buah Lampesu (Baccaurea
lanceolata) tidak efektif sebagai biolarvasida Larva Instar III Culex quinquefasciatus.
Kata Kunci: Lampesu (Baccaurea lanceolata), Biolarvasida, Culex quinquefasciatus, ekstrak etanol.
karena itu perlu diteliti alternatif lain yang Nampan plastik ukuran 30 x 15 cm, Alat
lebih efektif dan cepat, yaitu diperlukan pemotong buah Lampesu, Kertas Coklat,
larvasida nabati (biolarvasida) yang bersifat Oven , Blender, Toples (wadah), Labu
aman dan mudah terurai di lingkungan.5 destilasi, Neraca analitik, Cawan petri 250 ml,
Corong gelas, Gelas ukur, Tissue , Air
Dalam penelitian sebelumnya membuktikan
mengalir, Kertas label, Etanol 70%, Buah
Uji Daya Bunuh Ekstrak Daun Nerium
Lampesu yang berasal dari desa Tewang
oleander L. Terhadap Larva Nyamuk Aedes
Kadamba yang diambil pada bulan Agustus
aegypti dan Culex quinquefasciatus dengan
2019, Aquadest, Abate, Larva Culex
kandungan aktifnya berupa Saponin,
quinquefasctiatus instar III.
Alkaloid, Tannin, Fenolik, Flavonoid, Dan
Steroid.6 Penulis tertarik untuk meneliti Ekstraksi buah Lampesu
tumbuhan lain yang dapat berpotensi sebagai Buah lampesu (Baccaeau lanceolata) dipilih
biolarvasida yang dikenal masyarakat yang kondisi baik sudah tua, berwarna kuning
Kalimantan Tengah memiliki banyak kecoklatan dan masih segar dan tidak busuk.
kegunaan terutama sebagai antibakteri untuk Buah dicuci bersih dan dipotong potong kecil
Propionibacterum acnes, buah ini juga
dan tipis, dipisahkan dengan bijinya, lalu C₂: Konsentrasi ekstrak buah Lampesu yang
dikeringkan menggunakan kain hitam. akan dibuat (%)
Setelah kering, buah lampesu dihaluskan Menambah konsentrasi ekstrak yang dibuat
menggunakan blender menjadi dari stok larutan dan menambah dengan
simplisia.Kemudian dilakukan maserasi aquadest sampai menajdi 100 ml.
dengan pelarut etanol 70% dengan suhu
Persiapan larva Culex quinquefasciatus
ruangan selama 3x24 jam, filtrate dipekatkan
menggunakan rotary evaporator sehingga Telur nyamuk didapatkan dari Balai
aquadest sampai volumenya menjadi 100 ml. Menyiapkan larva Culex quinquefasciatus
instar III sebanyak 25 ekor kedalam tiap
wadah dan dilakukan pengulangan perlakuan
Pembuatan Konsentrasi Ekstrak buah
sebanyak 4 kali Menyiapkan ekstrak buah
Lampesu
Lampesu dengan konsentrasi yang sudah
Menyiapkan stok larutan yang dibuat diatur dan dimasukan ke dalam wadah tempat
sebelumnya. Lakukan perhitungan perlakuan larva. Peneliti menggunakan Alat
konsentrasi dengan rumus (dapat dilihat pada Pelindung Diri
lampiran):
Pengujian Biolarvasida Ekstrak buah
Keterangan : Lampesu
V₁: Volume larutan yang akan diencerkan Tahap perlakuan terbagi menjadi pembagian
(ml) empat waktu, yaitu pada masing-masing
waktu perlakuan diberi jarak selama 30 menit
C₁: Konsentrasi ektsrak buah Lampesu dalam
: perlakuan pertama diujikan kelompok 1 dan
stok larutan (%)
kelompok 2 beserta replikasinya, perlakuan
V₂: Volume larutan (air + ekstrak buah kedua diujikan kelompok 3 dan kelompok 4
Lampesu) yang diinginkan (ml) beserta replikasinya, perlakuan ketiga
diujikan kelompok 5 dan kelompok 6 beserta besar Larva direndam menggunakan air panas
replikasinya, perlakuan keempat diujikan 70 oC selama minimal 5 menit
kelompok 7 beserta replikasinya, Masukan
Jika larva sudah dipastikan mati, larva
larva sebanyak 25 ekor ke dalam wadah
dikubur didalam tanah sedalam 30– 50 cm
perlakuan yang sudah berisi ekstrak dengan
dibawah tanah.
masing-masing konsentrasi dengan
menggunakan pipet larva, Larva didiamkan Teknik Analisis data
Mencatat jumlah larva yang mati selama diperoleh dalam penelitian ini akan
Counter dan tabel pencatatan kematian larva dengan SPSS 22. Data diuji normalitas
larva pada setiap konsentrasi ektrak pada karena menggunakan sampel kurang dari 50.
spesies tumbuhan pada penelitian yang warna pada tubuh larva menjadi lebih
dilakukan. transparan dan gerakan tubuh larva yang
melambat bila dirangsang. Flavonoid
Pada penelitian diketahui bahwa morfologi
menyebabkan vasokonstriksi yang berlebihan,
larva Culex quiquefasciatus yaitu mempunyai
sehingga permeabilitas rongga badan pada
10 segmen yang terdiri dari kepala, thorax,
larva menjadi rusak dan hemolimfe tidak
abdomen dan terdapat sifon yang panjang dan
dapat didistribusi secara sempurna dan
bulu sifon 3 pasang serta segmen anal pada
menyebabkan kematian pada larva. Steroid
ekor. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
dapat menghambat proses pergantian kulit
morfologi larva Culex quinquefasciatus
pada larva.Tannin berperan sebagai larvasida
memiliki sifon panjang dan bulu sifon lebih
dalam mencerna makanan (stomach poisons)
dari 1 pasang. Larva yang digunakan adalah
karena tanin akan mengikat protein usus dan
larva instar III didapatkan saat penelitian
akan menghambat enzim pencernaan
larva berukuran 4-5 mm dan morfologi sudah
sehingga menghambat pertumbuhan larva
lengkap serta badan larva berwarna coklat
menyebabkan kematian pada larva.
kehitaman.
Berikut adalah perbandingan gambaran larva
Pada tabel 5.1 menunjukan hasil fitokimia
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
kandungan senyawa pada Buah Lampesu
Dapat dilihat pada gambar 5.4 tubuh larva
(Bacccaurea lanceolata) memiliki kandungan
setelah perlakuan 24 jam. Larva menjadi
yang dapat digunakan sebagai biolarvasida
transparan dan rusak yaitu karena rusaknya
yaitu: Saponin, Alkaloid, Flavanoid, Steroid,
kutikula pada tubuh larva (a) akibat efek
dan Tannin. Saponin memiliki efek gangguan
larvasida yang bekerja pada tubuh larva yaitu
tahap perkembangan dan gangguan
alkaloid, steroid, dan saponin. Saluran
pergantian kulit (molting) dan menyebabkan
pencernaan larva mulai tidak utuh (a) dan
kematian karena kehilangan banyak cairan
mengalami kerusakan akibat terpapar saponin
tubuh, saponin juga dapat menurunkan
dan tannin yang korosif pada saluran
tegangan permukaan selaput mukosa saluran
pencernaan larva dan akan menghambat
pencernaan larva karena bersifat korosif.
pertumbuhan larva ke tahap perkembangan
Alkaloid mendegradasi membran sel dan
selanjutnya yaitu pupa dan nyamuk dewasa.
kutikula untuk masuk ke dalam dan merusak
Morfologi larva juga sudah tidak lengkap
sel dan juga dapat mengganggu sistem kerja
seperti sebelum dimulai perlakuan, dapat
saraf larva dengan menghambat kerja enzim
dilihat bulu bulu pada tubuh larva (b)
asetilkolinesterase sehingga terjadi perubahan
jumlahnya tidak seperti larva yang sebelum waktu didapatakan hasil sebaran data yang
perlakuan akibat rusaknya kutikula pada tidak normal data dari konsentrasi 0,2% yaitu
tubuh larva. (dapat dilihat pada gambar 5.3) p=0,717 (p≥0,05) , konsentrasi 0,4% yaitu
p=0,276 (p≥0,05), konsentrasi 0,6% nilai
Pada tabel 5.4 diketahui mortalitas larva pada
p=0,951(p≥0,05), konsentrasi 0,8% nilai
kontrol positif (abate) sebesar 100%, hal ini
p=0,424 (p≥0,05) dan konsentrasi 1%
disebabkan karena abate (temephos) sebagai
p=0,911 (p≥0,05), aquadest= 0,001 (p<0,05),
stomach poison yang termakan oleh larva
dan Abate=0,001 (p<0,05) maka dinyatakan
mempunyai cara kerja menghambat enzim
sebaran data tidak normal. Uji Hipotesis
kolinesterase, sehingga menimbulkan
dilanjutkan dengan Uji Kruskall-wallis pada
gangguan pada aktivitas saraf karena
lampiran 11 menunjukan nilai p=0,218
tertimbunnya asetilkolin pada ujung saraf.
(p≥0,005) maka dinyatakan Ho diterima dapat
Fungsi dari enzim kolinesterase adalah
dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
menghidrolisa asetilkolin menjadi kolin dan
bermakna antara kenaikan konsentrasi ekstrak
asam cuka, sehingga bila enzim tersebut
etanol buah lampesu dan jumlah kematian
dihambat maka hidrolisa asetilkolin tidak
larva Culex quinquefasciatus. Merujuk dari
terjadi sehingga otot akan tetap berkontraksi
kedua hasil uji statistik yang telah dilakukan,
dalam waktu lama maka akan terjadi
bisa dikatakan bahwa ekstrak etanol buah
kekejangan dan kematian larva sehingga abate
lampesu (Baccaurea lanceolata) tidak efektif
membunuh larva dalam waktu singkat.
sebagai biolarvasida larva Culex
Penetrasi abate ke dalam larva berlangsung
quinquefasciatus. Hal ini disebabkan oleh
sangat cepat, keracunan fosfat organic pada
pemberian makanan pada larva, faktor
serangga diikuti tremor dan konvulsi
lainnya, dan waktu paparan hanya 24 jam.
kemudian kelumpuhan otot (paralisa), yang
Pada penelitian ini larva uji diberikan
menyebabkan larva tenggelam dan mati
makanan berupa fish food karena mencegah
karena tidak dapat mengambil udara untuk
larva mati akibat kelaparan. Menurut WHO
bernafas. Abate sebagai larvasida sintetis
2005 pada Guidelines for Laboratory and
(kimiawi) diketahui masih memiliki
Field Testing of Mosquito Larvicides
efektifitas terhadap larva instar III Culex
sebaiknya makanan larva diberikan jika
quinquefasciatus.
melakukan pengamatan long exposure atau
Hasil Uji Normalitas pada tabel 5.5 terhadap diatas 24 jam.
jumlah kematian larva Culex quinquefasciatus
pada setiap kelompok konsentrasi dengan
larva 10% - 90% maka dikatakan memiliki Diketahui kandungan yang terdapat dalam
efek kematian pada larva uji dan dapat buah lampesu (Baccaurea lanceolata) adalah
dilanjutkan pengujian Lethal Concentration senyawa aktif Saponin, Alkaloid, Flavanoid,
50 dan 90. Dari data kematian yang didapat, Steroid, dan Tannin.
pada 24 jam perlakuan diketahui hasil
Ekstrak etanol Buah Lampesu (Baccaurea
mortalitas larva paling tinggi dengan
lanceolata) pada konsentrasi 0,2%, 0,4%,
konsentrasi 0,6% sebesar 38% sedangkan
0,6% dan 0,8% dan 1% tidak efektif sebagai
untuk konsentrasi 1% sebesar 30%. Menurut
larvasida pada larva Culex quinquefasciatus.
hasil uji Analisa Probit didapatkan hasil LC50
pada ekstrak buah lampesu adalah 1,531% Lethal Concentration (LC50) didapatkan pada
dan nilai LC90 adalah 10,729% yang artinya konsentrasi 1,531% setelah waktu
dibutuhkan konsentrasi sebesar 1,531% untuk pengamatan 24 jam.
membunuh sebanyak 50% larva Culex
Lethal Concentration (LC90) didapatkan pada
quinquefasciatus dan konsentrasi sebanyak
konsentrasi 10,729% setelah waktu
10, 729% untuk membunuh sebanyak 90%
pengamatan 24 jam.
larva Culex quinquefasciatus. Suatu zat
DAFTAR PUSTAKA
dikatakan aktif atau toksik pada uji insektisida
dengan konsentrasi maksimal 1000 ppm jika 1. Departemen Kesehatan RI .2018.
memiliki LC50 < 500 ppm. Konsentrasi Infodatin Pusat Data dan Informasi
1,531% (15.310 ppm) sebagai nilai LC50 dan Kesehatan RI “Menuju Indonesia Bebas
konsentrasi 10,729% (107.290 ppm) sebagai Filariasis”.Jakarta.
LC90 menjelaskan bahwa penggunaan 2. Meliyanie G, Andiarsa D. Studi Literatur
ekstrak etanol buah lampesu sebagai larvasida .2017. Program Eliminasi Lymphatic
tidak toksik terhadap larva instar III Culex Filariasis di Indonesia. Journal of Health
quinquefasciatus. Epidemiology Communicable Disease.
Hal 63-70.
17. Soegijanto,S. 2003. Demam Berdarah 27. Tennyson, S., Samraj, D. A., Jeyasundar,
Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di D., Chalieu, K., College, M. C., & Nadu,
Era 2003. T. 2013. Larvicidal Efficacy of Plant Oils
18. Borror, 1992. Pengenalan Pelajaran Against the Dengue Vector Aedes
Serangga, edisi VI. Yogyakarta: Gajah aegypti ( L .) ( Diptera : Culicidae ).
Mada University Press Middle-East Journal of Scientific
19. Haryono. 2011. Konsep dan Strategi Research, 13(1), 64- 68
Penelitian dan Pengembangan Pestisida 28. Lim, T. K.,.2012. “Baccaurea
Nabati. Prosiding Seminar Nasional Lanceolata.” Edible Medicinal And Non-
Pesnab IV: Jakarta Medicinal Plants, vol. 4, Springer
20. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air. 29. Shivakumar, M.S., Srinivasan, R., dan
Kanisius. Yogyakarta. Natarajan, D. 2013. Larvacidal Potential
21. Sembel, Dantje Terno. 2015. Toksikologi of Some Indian Medical Plant Extracts
Lingkungan.Yogyakarta. Penerbit Against Aedes aegypti. Asian Journal of
Kanisius Pharmaceutical and Clinical Research
22. Matsumura F. (1975) Entry of Vol. 6
Insecticides into Animal Systems. In: 30. Chintia T.2015. Efek Larvasida Ekstrak
Matsumura F. (eds) Toxicology of Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum
Insecticides. Springer, Boston, MA L.) terhadap Aedes Aegypti. Fakultas
23. Djojorsumarto, parut.2008. Pestisida dan Kedokteran Lampung
aplikasinya Jakarta. Agromedia Pustaka 31. Santana, C.M., Z.S. Ferrera, M.E.T.
24. World Health Organization.1992. Vector Padron, and J.J.S. Rodriquez. 2009.
resistance to pesticides: fifteenth report of Methodologies for The Extraction of
the WHO expert committee on vector Phenolic Compounds from Enviromental
biology and control. WHO Technical Samples : New Approaches. Molecules.
Report Series 818, Geneva. Vol. 14. Hal. 298- 320.
25. World Health Organization. Handbook 32. Palant J. 2013. SPSS : A Step by guide to
for integrated vector management. data analysis using IBM SPSS. Edisi
Outlooks Pest Manag. 2012;24(3):1-78. V.Sydney, Melbourne.
doi:10.1564/v24_jun_14. 33. Dahlan, M.Sopiyudin. 2008. Langkah -
26. Kardinan, Agus. 2000. Pestisida Nabati: Langkah Membuat Proposal Penelitian
Ramuan dan Aplikasi, Penebar Swadaya, Bidang Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta. Jakarta. CV Agung Seto