You are on page 1of 10

Efficient Vol 3 (2) (2020): 741-750 DOI: https://doi.org/10.15294/efficient.v3i2.

39295

EFFICIENT
Indonesian Journal of Development Economics
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/efficient

Analisis Tax Buoyancy pada Asean-5 Tahun 2002-2016


Dewi Setyoningrum1, Evi Yulia Purwanti2

Departemen IESP Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

Permalink/DOI: https://doi.org/10.15294/efficient.v3i2.39295

Received: December 2019 ; Accepted: March 2020 ; Published: June 2020

Abstract
The fiscal deficit in developing countries is a major problem that has prompted government efforts to increase tax revenues. There is a
positive relationship between tax and PDB. With tax buoyancy, the total response of tax revenue to changes in PDB can be measured by
policy changes in the tax or administrative system. This study aims to identify analysis of tax buoyancy in ASEAN-5 countries (Indonesia,
Philippines, Malaysia, Singapore, and Thailand) in 2002-2016. The analysis method in this study uses panel data regression analysis. Panel
data regression analysis with the Commond Effect Model method is used to analyze the influence of the share of manufacturing sector,
share of agricultural sector, share of import sector, share of service sector, budget deficit, corruption, and tax reform to tax buoyancy in
ASEAN-5 countries (Indonesia, Philippines, Malaysia, Singapore, and Thailand in 2002-2016. The data used in this research is secondary
data. The panel data regression results show that share of manufacturing sector, share of import sector, share of service sector, budget
defici, corruption, and tax reform have a significant effect to tax buoyancy. The share of manufacturing sector with a coefficient of 1.30 as
dominant factor affecting tax buoyancy. While for the share of agricultural sector has a coefficient -0.60 and insignificant effect on tax
buoyancy in ASEAN-5 countries (Indonesia, Philippines, Malaysia, Singapore, and Thailand) in 2002-2016.

Keywords: budget deficit , tax buoyancy, tax revenue, gross domestic product

Abstrak
Defisit fiskal di negara-negara berkembang adalah masalah besar yang mendorong upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak.
Ada hubungan positif antara pajak dan PDB. Dengan daya apung pajak, total respons penerimaan pajak terhadap perubahan dalam PDB dapat
diukur dengan perubahan kebijakan dalam sistem perpajakan atau administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi analisis daya
apung pajak di negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand) pada tahun 2002-2016. Metode analisis dalam
penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel. Analisis regresi data panel dengan metode Commond Effect Model digunakan untuk
menganalisis pengaruh pangsa sektor manufaktur, pangsa sektor pertanian, pangsa sektor impor, pangsa sektor jasa, defisit anggaran, korupsi,
dan reformasi pajak terhadap kemampuan pajak di Negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand pada tahun
2002-2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Hasil regresi data panel menunjukkan bahwa pangsa sektor
manufaktur, pangsa sektor impor, pangsa layanan sektor, defisiensi anggaran, korupsi, dan reformasi pajak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap daya apung pajak. Pangsa sektor manufaktur dengan koefisien 1,30 sebagai faktor dominan yang mempengaruhi pajak apung.
Sedangkan untuk pangsa sektor pertanian memiliki koefisien -0,60 dan pengaruh tidak signifikan tentang daya apung pajak di negara-negara
ASEAN-5 (Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand) pada tahun 2002-2016.

Kata Kunci: defisit anggaran, pajak apung, pendapatan pajak, produk domestik bruto

How to Cite: Setyoningrum, D., & Purwanti, E. (2020). Analisis Tax Buoyancy pada Asean-5 Tahun 2002-
2016. Efficient: Indonesian Journal of Development Economics , 3(2),741-750.
https://doi.org/10.15294/efficient.v3i2.39295

© 2020 Semarang State University. All rights reserved


 Alamat Korespondensi : ISSN 2655-6197
Alamat: Gedung L2 Lantai 2 FE Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail : dewi.setea@gmail.com
742 Devi S & Evi Yulia P, Analisis Tax Bouyancy pada Asean-5 Tahun 2002-2016

PENDAHULUAN negara ASEAN-5, dimana mayoritas negaranya


memiliki kondisi anggaran yang pengeluaran
ASEAN (Association of Southeast Asian
pemerintahanya lebih besar dibandingkan
Nations) merupakan organisasi geo-politik dan
dengan penerimaan pajaknya atau defisit.
ekonomi antar negara di negara Asia Tenggara.
Dibentuk berdasarkan Deklarasi Bangkok pada
tanggal 8 Agustus 1967 dan ditanda tangani 15
oleh lima wakil pemerintahan Asia Tenggara. 10
Prasetyo (2016) menyatakan bahwa negara 5
ASEAN merupakan blok baru ekonomi dunia 0
dengan anggota negara-negara yang berada di -5 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015
wilayah Asia Tenggara terdiri dari sepuluh -10
negara yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia Filipina Malaysia
Indonesia, Filiphina, Vietnam, Myanmar, Singapura Thailand
Kamboja, Laos, dan Brunei Darussalam.
Dimana kekuatan ekonomi di negara ASEAN Gambar 1. Budgetary Central Government
berada pada lima negara yakni Singapura, Negara ASEAN-5 Tahun 2001-2016 (percent of
Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filiphina. PDB)
Negara-negara tersebut dikatakan sebagai Sumber : International Monetary Fund (IMF),
negara terbesar di Asia Tenggara dan dikenal 2018
juga dengan ASEAN-5.
Menurut laporan dari World Economic Dari gambar 1 sejak tahun 2001 sampai
Forum (WEF) lima negara yang disebut 2016 Singapura secara konstan berada pada
dengan ASEAN-5 secara konstan menempati kondisi surplus anggaran, kecuali di tahun
peringkat 60 teratas daya saing negara-negara 2009. Defisit anggaran negara Singapura tahun
dunia berdasarkan Global Competitiveness 2009 ini merupakan cara peningkatan pada
Index (GCI) menurut 12 pilar. Salah satunya stimulus fiskal untuk meningkatkan investasi
adalah kondisi stabilitas makroekonomi suatu di negaranya sehingga di tahun berikutnya
negara, yang di dalamnya meliputi kategori kondisi anggaran pemerintahanya kembali
debt coverage ratio, government budget surplus. Di tahun 2001 defisit anggaran
balance, gross national savings, inflation, tertinggi berada pada negara Filipina sebesar -
foreign debt, and hysteresis indicator.dari 4,17 persen, Malaysia dengan -3,26 persen,
tahun 2014 sampai 2018. Indonesia sebesar -2,8 persen, dan terakhir
Pokok permasalahan yang terjadi pada Thailand sebesar -1,63 persen.
negara-negara berkembang belakangan ini Model pertumbuhan endogen yang
salah satunya adalah defisit anggaran. Alasan dikemukakan oleh Romer (1986) telah
di balik besarnya ketidakseimbangan fiskal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
diakibatkan karena ekspansi pengeluaran yang dapat dicapai dengan mengurangi
terlalu cepat dan tidak diimbangi dengan ketidakseimbangan fiskal, baik dengan
pengumpulan pendapatan negara yang tinggi. menurunkan pengeluaran atau meningkatkan
Begitu pula dengan kondisi perekonomian penerimaan pajak. Sehingga dalam mengatasi
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (2) (2020) : 741-750 743

permasalahan defisit anggaran tersebut dan tidak efektifnya perubahan diskresioner,


Pemerintah melakukan berbagai upaya yang sedangkan nilai buoyancy pajak yang lebih
berkaitan dengan peningkatan penerimaan besar dari satu mengindikasikan perubahan
pajak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui diskresioner meningkatkan penerimaan
berbagai reformasi tata kelola pajak dan pajak.Nilai tax buoyancy pada ASEAN-5
optimalisasi penerimaan pajak dengan cenderung masih berfluktuatif. Di tahun 2012
meningkatkan tingkat kepatuhan membayar nilai tax buoyancy Indonesia dan Thailand
pajak pada masyarakat. Sehingga keberhasilan berada di bawah nilai rata-rata tax buoyancy
kinerja penerimaan pajak nantinya dapat ASEAN-5. Kemudian di tahun 2013, negara
terlihat melalui nilai tax buoyancy. dengan nilai tax buoyancy yang berada di
Tingkat responsivitas penerimaan pajak bawah nilai rata-rata tax buoyancy ASEAN-5
terhadap perkembangan PDB suatu negara bertambah menjadi tiga negara yaitu,
merupakan variabel penting dalam Indonesia, Malaysia, dan Singapura, sedangkan
memproyeksikan penerimaan pajak. Menurut sisanya berada di atas nilai rata-rata tax
Jenkins et al.(2000) tax buoyancy adalah buoyancy.
indikator untuk mengukur respon dari total Di tahun 2014 hanya negara Thailand
penerimaan pajak terhadap perubahan dengan nilai tax buoyancy yang negatif dan di
pendapatan nasional. Total responsivitas bawah nilai rata-rata tax buoyancy ASEAN-5.
tersebut memperhitungkan peningkatan Hal ini dikarenakan Thailand mengalami
pendapatan dan perubahan diskresioner yaitu, penurunan tax revenue dan PDB di tahun 2014.
tarif pajak dan basis pajak yang dibuat oleh Selanjutnya, untuk negara dengan nilai tax
otoritas pajak dalam sebuah sistem pajak. buoyancy yang berada di atas rata-rata tax
buoyancy ASEAN-5 pada tahun 2015 adalah
Tabel 1. Perkembangan Tax buoyancy Negara negara Indonesia, Filipina, dan Thailand,
ASEAN-5 Tahun 2012-2016 (dalam persen) sedangkan di tahun 2016 hanya negara Filipina
Negara 2012 2013 2014 2015 2016 dan Singapura.
Indonesia 1,20 0,92 0,61 0,92 0,46 Menurut Ahmed (2010) dalam
Filipina 1,45 1,34 1,23 1,03 1,04 penelitiannya berjudul “Determinant of Tax
Malaysia 1,80 0,59 0,63 0,17 0,39 Bouyancy: Empirical Evidence from
Singapura 1,81 0,42 1,59 0,50 2,23 Developing Countries” menyatakan bahwa
Thailand 0,36 2,92 -2,38 1,65 0,41 faktor-faktor penentu besarnya tax buoyancy
Rata-rata 1,32 1,24 0,34 0,85 0,91 dapat dilihat melalui variabel sektor
tax manufaktur, sektor pertanian, sektor impor,
buoyancy sektor moneter, sektor jasa, defisit anggaran,
Sumber : World Bank, 2018 (data diolah) dan hibah. Dalam penelitiannya tersebut
dijelaskan bahwa ada pengaruh yang positif
Wijayanti (2010) menyatakan bahwa nilai dan signifikan antara sektor impor, sektor
buoyancy pajak yang lebih kecil dari satu manufaktur, sektor jasa, sektor moneter, dan
mengindikasikan elastisitas pajak yang rendah defisit anggaran terhadap tax buoyancy.
744 Devi S & Evi Yulia P, Analisis Tax Bouyancy pada Asean-5 Tahun 2002-2016

Sedangkan untuk pertumbuhan hibah perbandingan persentase perubahan dari total


berpengaruh negatif terhadap tax buoyancy. penerimaan pajak terhadap persentase PDB
Sementara itu, sektor pertanian sendiri tidak negara ASEAN-5 selama kurun waktu 2002-
memiliki pengaruh terhadap tax buoyancy di 2016 dalam satuan persen. Share sektor
negara-negara berkembang. Hal ini manufaktur (X1), mencerminkan kontribusi
dikarenakan bahwa pada sektor pertanian dari seluruh kegiatan produksi ekonomi dalam
masih sulit untuk dikenakan pajak, baik untuk pengolahan suatu barang dasar sehingga
komoditas pertanianya maupun petaninya. menjadi barang jadi atau setengah jadi yang
Gupta (2007) dalam penelitianya dinyatakan dalam persen.
berjudul “Determinants of Tax Revenue Effort Share sektor pertanian (X2), merupakan
in Developing Countries” juga menjelaskan kontribusi dari seluruh komoditas-komoditas
bahwa diantara faktor-faktor kelembagaan, pertanian dari subsektor tanaman
korupsi merupakan variabel yang memiliki pangan, holtikultura, tanaman perkebunan,
pengaruh negatif dan signifikan terhadap peternakan, kehutanan, dan perikanan yang
kinerja pendapatan negara. Dengan tingginya dinyatakan dalam persen. Share sektor
kasus korupsi pada negara-negara berkembang impor (X3), merupakan kontribusi dari
hal ini dapat mengurangi penerimaan pajak seluruh kegiatan ekonomi transportasi
negara akibat semakin rendahnya tingkat barang atau komoditas dari negara
kepatuhan dalam membayar pajak dari lain ke dalam negeri secara legal dalam
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini untuk perdagangan internasional dengan satuan
menganalisis secara parsial pengaruh share persen.
sekor manufaktur, share sektor pertanian, Share sektor jasa (X4), dalam
share sektor impor, share sektor jasa, defisit penelitian ini share sektor jasa
anggaran, korupsi, dan reformasi perpajakan dinyatakan dalam satuan persen. Share sektor
terhadap tax buoyancy di negara ASEAN-5 jasa adalah kontribusi dari seluruh
(Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan kegiatan produksi jasa yang dikelola oleh
Thailand) tahun 2002-2016. swasta maupun pemerintah yang
terdapat dalam sub sektor jasa swasta dan jasa
METODE PENELITIAN
pemerintahan. Defisit anggaran (X5),
Definisi Operasional diperoleh dari selisih antara jumlah uang yang
Definisi operasional bertujuan untuk dibelanjakan pemerintah dengan penerimaan
memberi penjelasan mengenai variabel- dari pajak dan dinyatakan dalam persen.
variabel yang telah diidentifikasi, sehingga Korupsi (X6), mencerminkan
diketahui pemaparan yang lebih jelas. Variabel tindakan dalam memanfaatkan kekuasaan
Dependen (Y), tax buoyancy merupakan dari jabatan publik dengan tujuan untuk
indikator tingkat efisiensi dan responsivitas memperoleh keuntungan pribadi maupun
mobilisasi penerimaan pajak dalam kelompok. Dalam penelitian ini korupsi di
menanggapi pertumbuhan pendapatan ukur dengan indeks control of corruption
nasional (PDB). Tax buoyancy sebagai variabel (COC). Besarnya nilai control of corruption
dependen dalam penelitian ini diukur dengan antara -2,5 hingga 2,5. Reformasi Perpajakan
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (2) (2020) : 741-750 745

(X7), Merupakan perubahan yang TB it = β0 + β1 MANFit + β2 AGRit + β3


mendasar dalam segala aspek IMPit + β4 SERit + β5 BDit + β6 KORit + β7
perpajakan. Variabel reformasi perpajakan DRPit + µit.........................................................(1)
diukur dengan dummy, dimana proxy 0 Keterangan :
menyatakan data sebelum adanya reformasi i : cross section
perpajakan di negara ASEAN-5. Sedangkan t : time series
nilai 1 menyatakan data setelah adanya β0 : konstanta
reformasi di negara ASEAN-5. β1,2..n : koefisien variabel independen
TBit : Tax Buoyancy
Jenis dan Sumber Data MANFit : Share Sektor Manufaktur
Data yang digunakan dalam AGRit : Share Sektor Pertanian
penelitian ini adalah data sekunder. Data jenis IMPit : Share Sektor Impor
ini merupakan data yang terdiri atas SERit : Share Sektor Jasa
sekumpulan subjek penelitian sepanjang BDit : Defisit Anggaran
periode tertentu, penggabungan antara data KORit : Korupsi
time series dari tahun 2002-2016 dan DRPit : Reformasi Perpajakan
data cross section 5 negara ASEAN yaitu µit : Error term
Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan
Thailand.
Data sekunder dalam penelitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN
diperoleh dari World Bank. dan International
Pemilihan Model Terbaik
Monetary Fund (IMF) meliputi data
Dalam analisis regresi data panel
penerimaan pajak, PDB, share sektor
digunakan beberapa tahapan untuk
manufaktur, share sektor pertanian, share
memilih model regresi terbaik. Pemilihan
sektor jasa, share sektor impor, defisit
model tersebut meliputi, common effect
anggaran, dan korupsi dari tahun 2002-2016.
model, fixed effect model, dan random
Sedangkan data reformasi perpajakan
effect. Untuk uji random effect model
diperoleh dari dummy variabel sebelum dan
dalam penelitian ini tidak dapat
sesudah adanya reformasi perpajakan di negara
digunakan karena keterbatasan jumlah cross
ASEAN-5.
section yang digunakan lebih kecil
Metode Analisis dibandingkan dengan data variabel yang
Metode analisis yang digunakan dipilih dalam penelitian. Uji pemilihan
dalam penelitian ini adalah regresi data model terbaik dalam penelitian ini
panel. Analisis regresi data panel dilakukan untuk mengetahui model regresi
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor data panel yang paling cocok
penentu tax buoyancy di negara ASEAN-5. digunakan untuk menguji hipotesis model
Model persamaan yang akan diestimasi penelitian yang telah dikembangkan.
pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Berdasarkan hasil Uji F-restricted diperoleh
746 Devi S & Evi Yulia P, Analisis Tax Bouyancy pada Asean-5 Tahun 2002-2016

hasil bahwa model commond effect adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
model terbaik yang digunakan dalam negara.
penelitian ini. Melalui tarif dan bea impor, maka
penerimaan pajak dari kegiatan impor akan
Pembahasan Hasil Penelitian meningkat. Selama tahun 2002-2016 negara
Asia Tenggara merupakan negara di Indonesia memiliki share sektor impor
benua Asia bagian tenggara yang mencakup terendah sebesar 18,32 persen di tahun 2016.
Indochina, Semenanjung Malaya, dan Selanjutnya, pada share sektor jasa
kepualauan di sekitarnya. Luas negara Asia tertinggi ada pada negara Singapura
Tenggara kurang lebih 4.500.000 km2. Negara dengan angka 70,99 persen di tahun 2013.
yang paling luas adalah Indonesia, yaitu Selain memiliki share sektor jasa tertinggi,
1.919.443 km2. Sedangkan untuk negara yang negara Singapura sebagai negara maju pada
memiliki wilayah paling sempit adalah negara ASEAN-5 ini memiliki angka
Singapura dengan luas wilayah hanya 721,5 pengendalian korupsi tertinggi yaitu 2,33
km2. Di 2016 negara Indonesia juga memiliki persen di tahun 2013.
angka PDB tertinggi dibandingkan dengan Reformasi perpajakan dalam analisis tax
keempat negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar buoyancy ini sangat diperlukan. Di negara
103.7863 milliar US$. Hal ini menunjukkan ASEAN-5 reformasi perpajakan tersebut
bahwa negara Indonesia memiliki kondisi berkaitan dengan tarif pajak PPh Badan.
pertumbuhan ekonomi yang positif. Peningkatan dan penurunan ini
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada dilakukan untuk menarik investasi
suatu negara juga didukung oleh kontribusi sehingga nantinya dapat mendorong
dari masing-masing sektor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
PDB. Berdasarkan data dari World Bank (2018), penerimaan pajak PPh Badan. Filipina
di negara ASEAN-5 selama tahun 2002-2016 memiliki tariff PPh Badan sebesar 30 persen,
negara Indonesia memiliki share sektor sedangkan Singapura saat ini menerapkan
pertanian tertinggi yaitu 16,32. Hal ini tariff PPh Badan sebesar 17 persen.
dikarenakan negara Indonesia sebagai negara Analisis data dilakukan dengan
agraris memiliki lahan pertanian yang luas dan menggunakan model terbaik yaitu
sebagian dari penduduknya bekerja di sektor commond effect model. Data yang
pertanian. Sedangkan negara Singapura hanya diolah adalah data panel dengan objek
memiliki share sektor pertanian sebesar 0,03 penelitian negara-negara yang tergabung
persen. Selain itu, share sektor dalam ASEAN-5, yaitu: Indonesia, Filipina,
manufaktur negara Indonesia juga memiliki Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam
nilai yang tinggi sebesar 31,95 persen. kurun waktu 2002-2016. Analisis ini
Sedangkan untuk share sektor manufaktur bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor
terhadap PDB terendah berada di negara penentu tax buoyancy yang terdiri dari variabel
Singapura sebesar 17,26 persen di tahun 2013. share sektor manufaktur, share sektor
Kegiatan impor dalam perdagangan pertanian, share sektor impor, share sektor
internasional juga memiliki peran penting jasa, defisit anggaran, korupsi, dan reformasi
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (2) (2020) : 741-750 747

perpajakan. Berdasarkan hasil regresi data sektor manufaktur, share sektor pertanian,
panel pada tabel 2, maka diperoleh model dari share sektor impor, share sektor jasa, defisit
penelitian sebagai berikut: anggaran, korupsi, dan reformasi perpajakan
secara simultan berpengaruh terhadap variabel
TBit = 1,070430 + 1,309344MANFit* – tax buoyancy. Uji signifikansi secara parsial
0,602356AGRit + 0,656935IMPit* + dari hasil regresi data panel memberikan hasil
0,375753SERit* + 0,844317BDit* – bahwa variabel share sektor manufaktur, share
26,22486KORit* + 0,551041DRPit* + µit.........(2) sektor impor, share sektor jasa, defisit
anggaran, korupsi, dan reformasi perpajakan
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Data Panel
memiliki pengaruh terhadap variabel tax
dengan Commond Effect Model
buoyancy. Sedangkan untuk variabel share
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. sektor pertanian tidak memiliki pengaruh
terhadap variabel tax buoyancy.
C 1.070430 0.373217 2.868120 0.0055 Berdasarkan pada tabel 2, variabel share
MANF 1.309344 0.171955 7.614467 0.0000 sektor manufaktur berpengaruh positif dan
AGR -0.602356 0.498980 -1.207174 0.2316 signifikan terhadap tax buoyancy di negara
IMP 0.656935 0.062426 10.52343 0.0000 ASEAN-5. Hasil ini sesuai dengan penelitian
SER 0.375753 0.099156 3.789533 0.0003 Ahmed (2010), dan Bayu (2015) yang
BD 0.844317 0.361865 2.333237 0.0226 menyatakan bahwa pertumbuhan pada sektor
KOR -26.22486 3.669983 -7.145770 0.0000 manufaktur berpengaruh positif dan signifikan
DRP 0.551041 0.474200 2.162043 0.0493 terhadap tax buoyancy. Semakin tinggi
pertumbuhan sektor manufaktur serta
R-squared 0.780507 F-statistic 34.03551
kontribusinya terhadap PDB melalui pajak
Adjusted
penjualan, pajak pertambahan nilai, cukai,
R-squared 0.757575 Prob(F-statistic) 0.000000
serta pajak penghasilan dari perusahaan-
Sumber : Data Diolah perusahaan manufaktur, maka akan
meningkatkan kinerja penerimaan pajak
Hasil regresi data panel menghasilkan negara (tax buoyancy). Besarnya angka
nilai R-squared sebesar 0.780507. Hal ini kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB
menunjukkan bahwa sebesar 78,05 persen ini juga dikarenakan semakin banyaknya
variabel tax buoyancy dalam model perusahaan industri manufaktur di negara
dipengaruhi oleh variabel bebas dari share ASEAN-5 salah satunya Indonesia.
sektor manufaktur, share sektor pertanian, Share sektor impor juga berpengaruh
share sektor impor, share sektor jasa, defisit positif dan signifikan terhadap tax buoyancy
anggaran, korupsi, dan reformasi perpajakan. negara ASEAN-5. Hasil penelitian ini sejalan
Sementara sisanya sebesar 21,95 persen dengan penelitian Ahmed (2010), Bayu (2015),
dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang dan Sanjaya (2014) yang menunjukkan bahwa
tidak diteliti. Selanjutnya, berdasarkan uji sektor impor memiliki pengaruh positif dan
signifikansi secara simultan variabel share signifikan terhadap tax buoyancy. Dalam
748 Devi S & Evi Yulia P, Analisis Tax Bouyancy pada Asean-5 Tahun 2002-2016

perdagangan internasional pengenaan pajak signifikan terhadap tax buoyancy. Ketika


lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan defisit anggaran pada negara ASEAN-5 tinggi
aktivitas domestik. Tingginya kontribusi sektor maka akan terjadi perubahan yang signifikan
impor di negara ASEAN-5 ini disebabkan oleh dalam tarif pajak serta penegakan kebijakan
banyaknya perusahaan sektor jasa maupun yang berhubungan dengan pajak.
sektor manufaktur industri yang masih Variabel korupsi memiliki arah negatif
tergantung pada bahan baku impor. Sehingga dan berpengaruh signifikan terhadap tax
hal ini menunjukkan adanya kontribusi secara buoyancy di negara ASEAN-5. Hasil penelitian
positif dari tarif impor dan bea masuk ini sesuai dengan temuan Gupta (2007) dalam
terhadap total penerimaan pajak. penelitian yang berjudul “Determinants of Tax
Setelah terjadinya krisis keuangan Asia Revenue Effort in Developing Countries” yang
pada tahun 1997, pertumbuhan sektor jasa menunjukkan bahwa korupsi memiliki
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh yang negatif terhadap kinerja
sektor manufaktur. Dalam penelitian ini nilai pendapatan suatu negara. Ditambah dengan
variabel share sektor jasa memiliki pengaruh Christianto (2014) yang menyebutkan bahwa
yang positif dan signifikan terhadap tax dengan adanya kasus penggelapan pajak yang
buoyancy di negara ASEAN-5 dengan nilai dilakukan oleh petugas pajak atau kasus
koefisien sebesar 0,37. Sektor jasa korupsi pajak lainya ini mampu menjadi
tersegmentasi ke dalam beberapa sub sektor, pemicu tidak patuhnya wajib pajak dalam
diantaranya adalah pedagang besar dan kecil membayar pajak.
(termasuk hotel dan restoran), transportasi, Sehingga akan menurunkan tingkat
pemerintahan, keuangan, layanan profesional kepercayaan masyarakat terhadap sistem
dan layanan personal baik itu seperti perpajakan dan menyebabkan negara menjadi
pendidikan, kesehatan, dan jasa real estate. kehilangan potensi penerimaan dari sektor
Sehingga dengan semakin berkembangnya perpajakan dalam jumlah yang besar. Terdapat
sektor perbankan dan keuangan, arah hubungan yang positif dan berpengaruh
telekomunikasi, transportasi, dan logistik di secara signifikan antara variabel reformasi
negara-negara ASEAN-5 hal ini mampu perpajakan terhadap tax buoyancy di negara
mendorong peningkatan pada kinerja ASEAN-5. Penelitian ini sesuai dengan
pemungutan pajak terutama melalui pajak penelitian yang dilakukan oleh Widjaya (2008)
langsung. yang menyebutkan bahwa ada pengaruh
Defisit anggaran memiliki arah positif signifikan antara reformasi perpajakan
dan berpengaruh terhadap tax buoyancy di terhadap kinerja penerimaan pajak. Sejalan
negara ASEAN-5. Ahmed (2010) menyatakan dengan teori Kurva laffer dalam model
bahwa negara berkembang yang memiliki Leviathan, bahwa total penerimaan pajak yang
defisit anggaran tinggi hal ini akan mendorong maksimum tidak selalu dengan adanya
upaya fiskal pemerintah dalam pengumpulan pengenaan tarif pajak yang tinggi. Melainkan
pajak negara. Sesuai dengan penelitian Bayu dengan pengenaan pajak yang rendah dan
(2015) yang menunjukkan bahwa defisit dikombinasikan dengan struktur pajak yang
anggaran memiliki pengaruh positif dan mampu meminimalkan penghindaran pajak.
EFFICIENT Indonesian Journal of Development Economics Vol 3 (2) (2020) : 741-750 749

Berdasarkan data dari Trading komoditas pertaniannya. Selain itu, mayoritas


Economics (2018) Indonesia sebagai negara petani di negara berkembang yang tergabung
berkembang mulai melakukan penurunan tarif dalam ASEAN-5 tersebut didominasi oleh
PPh badan di tahun 2009 menjadi 28 persen. sejumlah petani yang masih beroperasi secara
Kemudian kembali lagi melakukan penurunan tradisional.
tarif PPh badan menjadi 25 persen. Indonesia Tentunya dengan kondisi ekonomi yang
melakukan perubahan reformasi pajak 2008 masih berada di bawah garis kemiskinan,
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor sehingga sulit untuk dilakukan pengenaan
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. pajak pada subjek pajak pada sektor
Menjelaskan adanya pengenaan tarif berbeda pertanian. Sedangkan untuk variabel share
pada wajib pajak perorangan dan wajib pajak sektor manufaktur, share sektor impor, share
badan. Dengan adanya reformasi perpajakan sektor jasa, defisit anggaran, korupsi, dan
melalui tarif pajak yang baru ini, maka reformasi perpajakan berpengaruh secara
diharapkan wajib pajak badan dapat lebih signifikan terhadap tax buoyancy negara
diuntungkan sehingga penerimaan dari wajib ASEAN-5. Dengan adanya peningkatan
pajak menjadi meningkat. dari masing-masing kontribusi sektor
Setelah adanya reformasi perpajakan ekonomi hal tersebut dapat meningkatkan tax
pada negara ASEAN-5 yang berkaitan dengan buoyancy negara ASEAN-5. Secara
penurunan tarif PPh Badan, hal ini berurutan, share sektor manufaktur
menunjukkan adanya peningkatan penerimaan meningkat sebesar 1,30 persen, share
pajak salah satunya adalah negara Indonesia. sektor impor 0,65 persen, share sektor
Berdasarkan data dari World Bank (2018), jasa 0,37 persen, defisit anggaran 0,84 persen,
negara ASEAN-5 cenderung mengalami reformasi perpajakan sebesar 0,55 persen, dan
peningkatan penerimaan pajak dari tahun 2012 terakhir variabel korupsi dengan arah
sampai 2016. Penerimaan pajak tertinggi ada di negatif sebesar -26,22 persen dapat
negara Indonesia, tahun 2012 penerimaan mempengaruhi tax buoyancy.
pajaknya sebesar 68.606.786.635 US$, Berkaitan dengan penelitian ini, maka
kemudian di tahun 2016 menjadi disarankan bagi Pemerintah dan
89.693.481.035 US$. institusi terkait untuk membuat kebijakan
baru mengenai sosialisasi pajak bagi
SIMPULAN
petani-petani kecil di negara berkembang
Menggunakan analisis regresi data panel yang memiliki kontribusi terhadap PDB
selama tahun 2002 sampai dengan 2016, cukup tinggi seperti Indonesia, Filipina,
penelitian ini menunjukkan bahwa hanya Malaysia, dan Thailand. Serta meningkatkan
share sektor pertanian yang tidak bepengaruh perhatian pada transaksi-transaksi yang
terhadap tax buoyancy di negara ASEAN-5. Hal sampai saat ini belum dikenakan
ini dikarenakan pada sektor pertanian pajak khususnya pada komoditas tertentu
terutama di negara-negara berkembang masih hasil dari sektor pertanian sehingga mampu
sulit untuk dilakukan pengenaan pajak pada meningkatkan kinerja penerimaan pajak.
750 Devi S & Evi Yulia P, Analisis Tax Bouyancy pada Asean-5 Tahun 2002-2016

DAFTAR PUSTAKA Sjafri, Rika Sari. 2006. Analisis Tentang Penerimaan Pajak
Sebagai Fungsi dari Produk Domestik Bruto
Ahmed, Qazi Masood and Muhammad Suleiman. 2010.
Kaitanya dengan Tax Buoyancy dan Elastisitas
Determinants of Tax buoyancy: Empirical
Pajak di Indonesia. Tesis Dipublikasikan.
Evidence from Developing Countries. European
Universitas Indonesia.
Journal of Social Sciences, Vol. 13 (3), pp. 408-414.
Widjaya, Annisa Gama. 2008. Studi Evaluasi Kepatuhan
Bayu, Tedele. 2015. Analysis of Tax buoyancy and Its
wajib pajak sebelum dan sesudah reformasi
Determinants in Ethiopia (Cointegration
perpajakan 2008 dan implikasinya terhadap
Approach). Journal of Economics and Sustainable
penerimaan pajak pada Kantor Pelayana Pajak
Development, Vol. 6, No.3.
Pratama kota Semarang di lingkungan kantor
Christianto, Valentinus. 2014. Pengaruh Pemahaman
wilayah Direktorat Jendral Pajak Janteng 1. Skripsi
Tindak Pidana Korupsi dan Pemahaman
Dipublikasikan. Universitas Diponegoro.
Penghindaran Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan
World Bank. 2018. World Development Indicator.
WajibPajak dalam Pembayaran Pajak. Jurnal
Diakses 20 Agustus 2018, dari
Ekonomi Akuntansi dan Manajemen, Vol. 13, No.1
http://databank.worldbank.org/data/source/worl
(2014).
d-development-indicators#
Gupta, Abhijit Sen. 2007. Determinenets of Tax Revenue
World Economic Forum. 2014. The Global
Efforts in developing Countries. IMF Working
Competitiveness Report 2014-2015, Geneva.
Paper 07/184. Washington: International
World Economic Forum. 2015. The Global
Monetary Fund.
Competitiveness Report 2015-2016, Geneva.
Hyman, David N. 2010. Public Finance : A Contemporary
World Economic Forum. 2016. The Global
Application of Theory to Policy. 10 ed. Thomson
Competitiveness Report 2016-2017, Geneva.
South Western: USA.
World Economic Forum. 2017. The Global
International Monetary Fund. 2016. Budgetary Central
Competitiveness Report 2017-2018, Geneva.
Government. Diakses 05 Agustus 2018, dari
http://databank.worldbank.org/data/databases/b
udgetary- central-government
Jenkins, Glenn P., Chun Yan Kuo, and Gangadhar P
Shukla. 2000. Tax Analysis and Revenue.
Forecasting, Issues and Techniques. Harvard
Institute for International Development.
Prasetyo, Danang Dwi, Moh. Adenan, dan Aisah Jumiati.
2016. Analisis Determinasi Foreign Direct
Investment di ASEAN-5 Tahun 2005-2014. Artikel
Ilmiah Mahasiswa. Universitas Jember.
Romer, Paul M. 1986. Increasing returns and long-run
growth. Journal of Political Economy 94(5):1002–
1037.
Sanjaya, A. Yudha. 2014. Empirical Study of Tax buoyancy
and The Determinants in Indonesia. Tesis.
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Sidik, Manchfud. 2002. Desentralisasi Fiskal : Kebijakan,
Implementaasi dan Pandangan ke Depan
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Disampaikan pada Seminar Nasional
“Menciptakan Good Governance demi
Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Fiskal”. Yogyakarta : 20 April.

You might also like