You are on page 1of 7

BIOGRAFI BUYA HAMKA

HAMKA  is acronym of Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). He was an


ulama, political activist, and one of Indonesian famous writer. He was born on
February  17, 1908 (1908-02-17) in Molek Village, Maninjau, West Sumatera. His father
Syeikh Abdul Karim bin Amrullah was known as Haji Rasul the pioneer of Islah
Movement (tajdid) in Minangkabau, after returned from Makkah in 1906.

HAMKA had gotten low education in elementary school Maninjau until second class.
When he was ten years old, his father had built Sumatera Thawalib in Padang Panjang.
HAMKA was studying about Islam and deepening arabic language. HAMKA was also
following islamic studying in mosques that was given by famous moslem scholars as
Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, and Ki
Bagus Hadikusumo.

HAMKA was an aotodidact. He studied many knowledges by him self, observed and
investigated many researches envelop many area of knowledges such as philosophy,
literature, history, sociology, and politics. By his talent in arabic language, he could
observe Middle East moslem scholars and great poets opuses like Zaki Mubarak, Jurji
Zaidan, Abbas Al-‘aqqad, Mustafa Al-manfaluti, and Hussain Haikal. And also by arabic
language, he observed scholars opuses from France, England, and Germany like Albert
Camus, William James, Freud, Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx, and Pierre Loti.
HAMKA was dilligent i reading and discussing with famous jakarta figures like HOS
Cokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fakrudin, AR Sutan Mansur, dan Ki
Bagus Hadikusumo.

HAMKA was known as adventurer. His father even called him “Si Bujang Jauh”. In 1924,
when he was sixteen years old, he went to Java learning details of modern islamic
movement from HOS. Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM. Surjopanoto, and KH.
Fakhruddin. After spent many time in Java, he went to Pekalongan and met his brother in
law AR. Sutan Mansur the leader of Muhammadiyah Pekalongan that time. He met
islamic figures there. In July 1925, he returned to his father home in Gatangan, Padang
Panjang. Since then he started to active in Muhammadiyah organization.

In February 1927, HAMKA went to Makkah for hajj and stayed there for six months.
During his living in makkah, he worked in a printing house. In July, he returned to Medan
and to be a religion teacher there for months. In the end of 1927, he returned to his native
land.

HAMKA was active in islamic movement as Muhammadiyah organization. He had


followed this organization since 1925 to defying khurafat, bid’ah,tarekat, and digression
in Padang Panjang, West Sumatera. In 1929, HAMKA had been a leader of branch of
Muhammadiyah in Padang Panjang. In 1929, HAMKA founded centre of propagater
(dakwah) training Muhammadiyah. Two years later he was appointed to be
Muhammadiyah consultant in Makassar. In 1946, he was choosen to be leader of
Muhammadiyah leadership council in West Sumatera by Muhammadiyah conference
replaced S.Y. Sutan Mangkuto. In 1947, HAMKA was choosen to be leader of National
Defence Line, Indonesia. He was a member of Masyumi and was to be the orator in
general election 1955.

He reorganized the development in 31-st Muhammadiyah congress at Jogjakarta in 1950


and in the same year HAMKA moved to Jakarta and he started his career as civil servant
in ministry of religion that was chaired by KH. Abdul Wahid Hasyim. Also in 1950,
HAMKA visited many countries in middle east after finishing his second hajj.

In 1953, HAMKA was choosen to be counselor of leadership centre Muhammadiyah. In


July 26, 1957, Indonesia minister of religion Mukti Ali installed him as the general
leader of Majelis Ulama Indonesia (MUI) but in 1981 he retired from the function cause
his advice was ignored by Indonesia Government.

Than, he was installed to be lecturer in Islamic University, Jakarta and Muhammadiyah


University, Padang Panjang since 1957 untill 1958. Than, he was choosen to be rector
Islamic Tertiary Educational Institution, Jakarta and to be Professor of Mustopo
University, Jakarta. Since 1951 till 1960, he was choosen to be master official of religion
by Indonesia Minister of Religion, but he retired from this function cause Soekarno
asked him to choose between master official of religion and political activist of
MASYUMI. But in 1960, Masyumi was prohibited by Indonesia government. Since 1964
untill 1966, HAMKA was imprisoned by President Soekarno cause he was accused pro
Malaysia. During his time in jail, he started writing Tafsir Al-azhar that was his magnum
opus. After went out from jail, he was appointed to be member of BMKN, MPHI, and
LKNI.
Besides his activity in religion and politics, HAMKA was a journalist, writer, editor, and
publisher. Since 1920, HAMKA was a journalist in some newspapers as Pelita Aandalas,
Seruan Islam, Bintang Islam, and Seruan Muhammadiyah. In 1928, he was an editor in
Kemajuan Masyarakat, Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, and Gema Islam
magazines. In 1932, he was an editor and publisher of Al-mahdi magazine in Makassar.

HAMKA had written many books and creative works. Tafsir Al-azhar (5 volumes) was
his islamic scientific masterpiece. And many novels were written by him. His famous
novels are Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau
ke Deli, etc.

HAMKA had ever received some awards in national and international as Doctor Honoris
Causa from Al-azhar University and National University of Malaysia, and title Datuk
Indono and Pangeran Wiroguno from Indonesia Government.

HAMKA had passed away in July 24 1981, but his good offices and his influence in
raising and providing Islam are still felt until now. He was respected and accepted as
Ulama and man of lettees not only in his country Indonesia, but also others as Malaysia
and Singapore.
BIOGRAFI BUYA HAMKA

HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Dia adalah
seorang ulama, aktivis politik, dan salah satu penulis terkenal Indonesia. Beliau lahir pada
tanggal 17 Februari 1908 (17-02-1908) di Desa Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Ayahnya
Syeikh Abdul Karim bin Amrullah dikenal sebagai Haji Rasul pelopor Gerakan Islah (tajdid)
di Minangkabau, setelah kembali dari Makkah pada tahun 1906.
HAMKA pernah mengenyam pendidikan rendah di SD Maninjau hingga kelas dua. Ketika
berumur sepuluh tahun, ayahnya telah membangun Sumatera Thawalib di Padang Panjang.
HAMKA sedang belajar tentang Islam dan memperdalam bahasa arab. Hamka juga
mengikuti pengajian di masjid-masjid yang diberikan oleh ulama terkenal seperti Syeikh
Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus
Hadikusumo.
HAMKA adalah seorang aotodidak. Ia mempelajari banyak ilmu secara otodidak, mengamati
dan menyelidiki berbagai penelitian yang menyelubungi berbagai bidang ilmu seperti filsafat,
sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Dengan kepiawaiannya berbahasa Arab, ia bisa
mengamati cendekiawan muslim Timur Tengah dan karya penyair besar seperti Zaki
Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas Al-‘aqqad, Mustafa Al-manfaluti, dan Hussain Haikal. Dan
juga dengan bahasa arab, ia mengamati karya-karya sarjana dari Perancis, Inggris, dan
Jerman seperti Albert Camus, William James, Freud, Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx, dan
Pierre Loti. HAMKA rajin membaca dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta
seperti HOS Cokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fakrudin, AR Sutan Mansur, dan
Ki Bagus Hadikusumo
HAMKA dikenal sebagai petualang. Ayahnya bahkan memanggilnya “Si Bujang Jauh”. Pada
tahun 1924, ketika dia berusia enam belas tahun, dia pergi ke Jawa untuk mempelajari detail
gerakan Islam modern dari HOS. Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM. Surjopanoto,
dan KH. Fakhruddin. Setelah menghabiskan banyak waktu di Jawa, ia pergi ke Pekalongan
dan bertemu dengan saudara iparnya AR. Sutan Mansur pimpinan Muhammadiyah
Pekalongan saat itu. Dia bertemu dengan tokoh-tokoh Islam di sana. Pada Juli 1925, ia
kembali ke rumah ayahnya di Gatangan, Padang Panjang. Sejak itu ia mulai aktif dalam
organisasi Muhammadiyah.
Pada bulan Februari 1927, HAMKA berangkat haji ke Makkah dan tinggal di sana selama
enam bulan. Selama tinggal di Makkah, ia bekerja di sebuah percetakan. Pada bulan Juli, ia
kembali ke Medan dan menjadi guru agama di sana selama berbulan-bulan. Pada akhir tahun
1927, ia kembali ke tanah kelahirannya.
HAMKA aktif dalam gerakan Islam sebagai organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti
organisasi ini sejak 1925 untuk menentang khurafat, bid'ah, tarekat, dan penyimpangan di
Padang Panjang, Sumatera Barat. Pada tahun 1929, HAMKA menjadi pemimpin cabang
Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, HAMKA mendirikan pusat pelatihan
dakwah Muhammadiyah. Dua tahun kemudian ia diangkat menjadi konsultan
Muhammadiyah di Makassar. Pada tahun 1946, ia diangkat menjadi pimpinan majelis
pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Muktamar Muhammadiyah menggantikan
S.Y. Sutan Mangkuto. Pada tahun 1947, HAMKA terpilih menjadi pemimpin Garis
Pertahanan Nasional Indonesia. Dia adalah anggota Masyumi dan menjadi orator dalam
pemilihan umum 1955..
Ia menata kembali pembangunan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-31 di Jogjakarta pada
tahun 1950 dan pada tahun yang sama HAMKA pindah ke Jakarta dan memulai karirnya
sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Agama yang diketuai oleh KH. Abdul Wahid
Hasyim. Juga pada tahun 1950, HAMKA mengunjungi banyak negara di timur tengah setelah
menyelesaikan haji keduanya.
Pada tahun 1953, HAMKA terpilih menjadi pembina pusat pimpinan Muhammadiyah. Pada
tanggal 26 Juli 1957, menteri agama Indonesia Mukti Ali melantiknya sebagai pimpinan
umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetapi pada tahun 1981 ia pensiun dari jabatan
tersebut karena nasihatnya diabaikan oleh Pemerintah Indonesia.
Kemudian diangkat menjadi dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas
Muhammadiyah Padang Panjang sejak tahun 1957 sampai tahun 1958. Kemudian diangkat
menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam Jakarta dan menjadi Guru Besar Universitas Mustopo
Jakarta. Sejak tahun 1951 hingga 1960, ia dipilih menjadi pemuka agama oleh Menteri
Agama RI, namun ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut karena Soekarno memintanya
untuk memilih antara pemuka agama dan aktivis politik MASYUMI. Namun pada tahun
1960, Masyumi dilarang oleh pemerintah Indonesia. Sejak tahun 1964 hingga 1966, HAMKA
dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro Malaysia. Selama di penjara, ia
mulai menulis Tafsir Al-azhar yang merupakan karya besarnya. Setelah keluar dari penjara, ia
diangkat menjadi anggota BMKN, MPHI, dan LKNI.
Selain aktivitasnya di bidang agama dan politik, HAMKA adalah seorang jurnalis, penulis,
editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920, HAMKA menjadi jurnalis di beberapa surat kabar
seperti Pelita Aandalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada
tahun 1928 menjadi redaktur majalah Kemajuan Masyarakat, Pedoman Masyarakat, Panji
Masyarakat, dan Gema Islam. Tahun 1932 menjadi redaktur dan penerbit majalah Al-Mahdi
di Makassar.
HAMKA telah menulis banyak buku dan karya kreatif. Tafsir Al-azhar (5 jilid) adalah karya
ilmiah keislamannya. Dan banyak novel yang ditulis olehnya. Novel-novelnya yang terkenal
adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli,
dll.
HAMKA pernah menerima beberapa penghargaan di tingkat nasional dan internasional
seperti Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-azhar dan Universitas Nasional Malaysia,
serta gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari Pemerintah Indonesia.
Hamka telah wafat pada 24 Juli 1981, namun jasa baiknya dan pengaruhnya dalam
membesarkan dan mendakwahkan Islam masih terasa sampai sekarang. Ia dihormati dan
diterima sebagai Ulama dan santri tidak hanya di negaranya Indonesia, tetapi juga di negara
lain seperti Malaysia dan Singapura.
INSPIRATION FROM HIM

Buya Hamka is a very inspiring figure for me, he is a hard worker, a teacher and a
rewarder who has contributed greatly to the nation. There is one quote from Buya Hamka
that I always remember until now. He says "Don't be afraid to fall, because you never
fall." climb that never falls. Those who are afraid of failure, because the only people who
never fail are those who never take a step. Don't be afraid of being wrong, because with
the first mistake we can add knowledge to find the right path in the second step".

Buya hamka adalah sosok yang sangat menginspirasi bagi saya,ia merupakan seorang
pekerja keras,seorang guru dan pahlawan yang sangat berjasa bagi bangsa.ada satu
qoutes dari buya hamka yang saya selalu ingat sampai sekarang.ia mengatakan "Jangan
takut jatuh, kerana yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Yang takut
gagal, kerana yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah
melangkah. Jangan takut salah, kerana dengan kesalahan yang pertama kita dapat
menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua".

You might also like