Professional Documents
Culture Documents
MKL Sosiologi Kelas B
MKL Sosiologi Kelas B
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senan tiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul ”Sejarah Perkembangan Sosiologi” Terima kasih kami
haturkan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu atas
terselesainya makalah ini terkhusus kepada dosen mata kuliah Pkn yang telah
membimbing kami dan memberikan masukan serta motivasi dalam menyelesaikan
makalah saya ini.
saya sadar bahwa di dalam tahap-tahap penyelesaian makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan belum sesempurna seperti yang kami harapkan olehnyaitu
kritikan dan saran yang singkatnya membangun senantiasa kami harapkan
kedepannya lebih sempurna sesuai dengan yang kami harapkan bersama Atas
perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih. Wassalam ...
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
BAB 1
PENDAHULUAN
Sosiologi secara sarkastik sering juga dikatakan oleh sebagian orang sebagai suatu usaha
mengumpulkan apa yang diketahui setiap orang dan menuliskannya kedalam kata-kata yang
tidak bisa dipahami siapapun.Sudah menjadi rahasia umum, dimata sebagian orang hasil-hasil
kajian sosiologi kebanyakan hanya dipahami berupa buku laporan yang sangat tebal,penuh
dengan termonologi-terminologi yang membingungkan,dan karena itu sebagian birokrat itu
kemudian hanya disimpan di rak-rak lemari tanpa terlebih dahulu mau membacanya secara
seksama.Mempelajari sejarah perkembangan sosiologi di dunia maupun di indonesia sangatlah
penting.Hingga kita mampu mengerti bagaiman proses panjang kelahiran sosiologi,baik di Dunia
maupun di Indonesia.
PEMBAHASAN
Secara etimologis (asal kata) sosiologi berasal dari kata socius yang berarti teman,dan logos
yang berarti ilmu.Secara harfiah sosiologi membicarakan atau memperbincangkan pergaulan
hidup manusia.
Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya
mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu itu
sendiri,namun sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan (appiled science) yang menyajikan cara-
cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya guna memecahkan masalah praktisi atau
masalah sosial yang perlu ditanggulangi (Horton dan Hunt, 1987: 1).
Saat ini banyak defenisi resmi mengenai sosiologi Selo Seomardjan dan soeleman Soemardi,
misalnya,mendefenisikan sosiologi adalah ilmu yang memplajari struktur sosial dan proses-
proses sosial termasuk perubahan sosial.Strukyur sosial adalah keseluruhan jaringan antara
unsure-unsur sosial yang pokok,yaitu kaidah-kaidah sosial,lembaga-lembaga sosial,kelompok-
kelompok,serta lapisan-lapisan sosial.
Sosiologi pada dasarnya tidak bertujuan utama menghasilkan para praktisi atau ‘tukang’.Seperti
dikatakan Peter L.
Berger (1985),produk sosiologi adalah para pemikir yang senantiasa peka dan kritis terhadap
realitas sosial.Sumbangan sosiologi terhadap usaha pengembangan rakyat memang tidak
langsung dirasakan,tapi sifatnya mendasar karena sosiologi mampu menyuguhkan analisis dan
valuasi terhadap berbagai hal yang dalam banyak hal di luar pemikiran disiplin ilmu lain.
Sosiologi termasuk ilmu yang paling muda dari ilmu-ilmu sosial yang dikenal. Seperti ilmu
yang lain,perkembangan sosiologi dibentuk oleh setting sosialnya,dan sekaligus menjadikan
setting sosialnya itu sebagai basis masalah pokok yang dikaji.Awal mula perkembangan
sosiologi bisa dilacak pada saat terjadinya Revolusi Prancis,dan revolusi industry yang terjadi
sepanjang abad 19 yang menimbulakan kekahawatiran,kecemasan,dan sekaligus perhatian dari
para pemikir di waktu itu tentang dampak uyang ditimbulkan dari perubahan dahsyat dibidang
politik dan ekonomi kapitalistik di masa itu.
Tokoh yang sering dianggap “Bapak Sosiologi” adalah August Comte, seorang ahli filsafat di
Prancis yang lahir tahun 1798. August Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam
bukunya yang tersohor,positive philosophy,yang trbit tahum 1838. Istilah sosiologi berasal dari
kata Latin socius yang berarti ‘kawan’ dan kata Yunani logos yang berarti ‘kata’ atau
‘berbicara’.Menurut Comte,ia percaya bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan
klarifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setengah abad kemudian berkat jasa Herbert
Spencer[1], ia menerapkan teori evolusi organikpada masyarakat dan mengembangkan teori
besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian.
Banyak ahli sepakat bahwa faktor yang melatar belakangi kelahiran sosiologi adalah karena
adanya krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat.Layendecker (1983),misalnya, mengaitkan
kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis yang terjadi di Eropa Barat.Proses
perubahan dan krisis yang diidentifikasi Layendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir
abad 15,perubahan-perubahan dibidang sosial-politik, perubahan berkenaan dengan reformasi
Martin Luther, meningkatnya individualism, lahirnya ilmu pengetahuan modern,berkembangnya
kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industripada ke-18 serta terjadinya revolusi Prancis.
Sosiologi acap kali disebut sebagai ‘ilmu keranjang sampah’,karena membahas ikhwal atau
masalah yang tidak dipelajari ilmu-ilmu yang ada sebelumnya dan karena kajiannya lebih banyak
terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbul akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.
Sejak awal kelahirannya,sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial.Tetapi,berbeda
dengan filsafat sosial yang banyak dipengaruhi ilmu alam dan memandang masyarakat sebagai
‘mekanisme’ yang dikuasai hukum-hukum mekanis,sosiologi lebih menempatkan warga
masyarakat sebagai individu yang relative bebas.
Para filusuf sosial seperti Plato dan Aristoteles,umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan
keteraturan dunia dan masyarakat langsung berasal dari suatu tertib dan keteraturan yang
adimanusiawi,abadi,tidak terubahkan,dan ahistori.
Sosiologi baru memperoleh bentuk dan diakui eksistensinya sekitar abad ke-19,tidaklah
berarti bahwa baru pada waktu itu orang-orang memperoleh pengetahuan tentang bagaimana
masyarakat dan dan interaksi sosial.Jauh sebelum Auguste Comte memproklamirkan kehadiran
sosiologi,orang-orang telah memiliki pengetahuan akan kehidupannya yang diperoleh dari
pengalaman (emperis).
Perkembangan sosiologi yang makin mantap terjadi pada tahun1895, yakni pada saat Emile
Durkheim –seorang ilmuan Prancis-menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological
Method[2]. Durkheim saat ini diakui banyak pihak sebagai ‘Bapak Metodologi Sosiologi’,dan
bahkan Reiss (1968),misalnya, lebih setuju menyebutkan Emile Durkheim sebagai penyumbang
utama kemunculan sosiologi.
Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta
sosial-fakta sosial,yakni sebuah kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal,tetapi mampu
mempengaruhi perilaku individu.
Memasuki abad ke-20,perkembangan sosiologi makin variatif. Dipelopori oleh tokoh-tokoh
ilmu sosial kontemporer, terutama Anthony Giddes,fokus minat sosiologi dewasa ini bergeser
dari structures ke agency,dari masyarakat yang dipahami terutama sebagai seperangkat batasan
eksternal yang membatasi bidang pilihan yang bersedia untuk anggota-anggota masyarakat
tersebut.
Walau pada hakikatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah mempelajari
teori-teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan,banyak diantara mereka yang telah
memasukkan unsur-unsur sosiologi kedalam ajarannya.Almarhum Ki Hadjar Deawantoro,
pelopor utama yang meletakkan dasar-dasar bagi pendidikan nasional di Indosnesia,memberikan
sumbangan yang sangat banyak pada sosiologi dengan konsep-konsepnya mengenai
kepemimpinan dan kekeluargaan Indonesia yang dengan nyata dipraktikkan dalam oraganisasi
Pendidikan Taman Siswa.
Selain itu, unsur-unsur sosiologis juga dapat ditemukan dalam karya-karya penliti sebelum
masa kemerdekaan seperti karya Snouck Hurgronje,C.van Valenhoven,Ter Har,Duyvenda,dan
lain-lain yang objek penulisannya adalah keadaan masyarakat Indonesia.
Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta pada waktu itu merupakan satu-
satunya lembaga perguruan tinggi yang sebelum perang Dunia ke-2 memberikan kuliah-kuliah
sosiologi di Indonesia.Disinipun ilmu pengetahuan tersebut hanyalah dimaksudkan sebagai
pelengkap mata pelajaran ilmu hukum.Pengajar-pengajar kuliahpun bukanlah sarjana-sarjana
yang secara khusus memusatkan perhatiannya pada sosiologi,karena pada waktu itu belum ada
spesialisasi sosiologi baik di Indonesia maupun di negri Belanda.
Asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl
Marx,dimana Marx sendiri adalah masuk sebagai pendiri sosiologi yang beraliran jerman.
Sementara itu gagasan awal tentang Marx tidak pernah lepas dari pemikiran-pemikiran Hegel[3].
Menurut Ritzer (2004: 26),pemikiran Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-
pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme[4].
Hegel juga dikaitkan dengan filsfat idealisme yang lebih memetingkan pikiran dan produk
mental daripada kehidupan material.Dalam bentuknya yang ekstrem, idealisme menegaskan
bahwa hanya konstruksi pikiran dan psikiologislah yang ada,idealisme adalah sebuah proses
yang kekal dalam kehidupan manusia,bahkan ada yang berkeyakinan bahwa proses mental tetap
ada walaupun kehidupan sosial dan fisik sudah tidak ada lagi.
Adapun pemikiran Habermas bertolak dengan pemikiran Marx, seperti potensi manusia, s
pesies makhluk,aktivitas yang berperasaan.Habermas berkata “ia hanya mengambil perbedaan
antara kerja dan interaksi sosial sebagai titik awal.Disepanjang tulisannya Habermas
menjelaskan perbedaan ini, meskipun ia cenderung menggunakan isilah tindakan (kerja) rasional
purpositif dan tindakan komuniktif (interaksi).Selama tahun 1970-an Habermas memperbanyak
studinya-studinya mengenai ilmu-ilmu sosial dan mulai menata ulang teori kritik sebagai teori
komunikasi.Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh Johan Dewey, yang sering disebut
sebagai the first phlosopher of communication (Riger,1986),itu dikenal hingga kini dengan
filsafat pragmaticnya,suatu keyakinan bahwa sebuah ide itu benar jika ia berfungsi baik dalam
paraktik. Pragmatisme menolak ajaran dualisme pikiran dan material,subjek dan objek (Ibrahim,
2005: xiii).
SKEMA 1
Struktural-Fungsional
Konflik-Kritis
August Comte
Emile Durkheim
Talcott Parson
Rabert K. Merton
Karl Marx
Jurgen Habermas
John Dewey
Selain apa yang disumbangkan Karl Marx dan Habermas mengenai teori kritis dalam
komunikasi, sumbangan dari prespektif struktural-fungsional dalam sosiologi yang diajarkan
oleh Talcott Parson dengan teori sistem tindakan maupun dengan skema AGIL (Ritzer, 2004:
121),serta kajian Rebert K.Merton tentang sturktur-fungsional,sturktur sosial dan anomie
(Sztompka, 2004: 18),merupakan sumbangan-sumbangan yang amat penting terhadap lahirnya
teori komunikasi diwaktu-waktu berikutnya.
Dengan demikian sejarah sosiologi komunikasi menempuh dua jalur.Bahwa kajian dan
sumbangan pemikiran Auguste Comte,Durkheim,Talcott Parsons dan Robert K.Merton
merupakan sumbangan paradigma fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang beraliran
struktural-fungsional.Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan Habermas
menyumbang paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam kajian komunikasi.
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Sejak awal kehadirannya Sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial.Memperoleh
bentuk dan dan diakui eksistensinya sekitar abad ke-19. August Comte adalah orang yang
disebut sebagai ‘bapak sosiologi'.Di Indonesia Ki Hadjar Dewantoro merupakan pelopor utama
dan memberikan sumbangan yang sangat banyak pada sosiologi.