You are on page 1of 35

BAB - 5

KONSEP
PENGEM
BANGAN
KAWASA
NA. KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN
PERKOT
1. Isu dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Perkotaan

AANKota baik sebagai wilayah administratif maupun sebagai kawasan fungsional, memiliki dua
sisi yang selalu koeksis yaitu antara potensi dan masalah. Kedua hal tersebut tidak akan
dapat dipisahkan dari perkembangan kawasan perkotaan, yang secara alami akan tumbuh
baik direncanakan maupun tidak. Permasalahan yang umum dijumpai di kawasan perkotaan
antara lain kemacetan, polusi udara, banjir, kesenjangan sosial-ekonomi, permukiman
kumuh, sanitasi yang buruk, tingginya timbulan sampah, serta pelayanan publik yang
kurang memadai, adalah disatu sisi, sedangkan pada sisi yang lain kawasan perkotaan juga
memiliki potensi sebagai trigger pembangunan kewilayahan, juga menjadi awal tempat
tumbuhnya inovasi serta peradaban baru serta potensi-potensi lainnya.

Issu dan permasalahan pembangunan kawasan perkotaan tidak lepas dari persoalan
urbanisasi, kemiskinan, kualitas lingkungan hidup, kapasitas daerah untuk pengelolaan
kota, pertumbuhan antar kota yang belum seimbang, dan globalisasi. Oleh karena itu perlu
dirumuskan kebijakan dan strategi pembangunan perkotaan untuk dapat mencapai visi
“Kota Berkelanjutan 2045” dimana misinya adalah mewujudkan Kota Layak Huni, Inklusif
dan Berbudaya; mewujudkan Kota yang Maju dan Menyejahterakan; mewujudkan Kota
Hijau dan Tangguh; serta mendorong Sistem Perkotaan Nasional yang Seimbang dan
Berkeadilan.

Secara umum kebijakan perkotaan nasional terdiri atas dua bagian utama yaitu hal-hal yang
sifatnya nasional dan hal-hal yang sifatnya lokal namun perlu dukungan atau keselarasan
nasional. Yang bersifat nasional setidaknya dapat terdiri atas upaya menjadikan kota

V-1
sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan pengentasan
kemiskinan plus pembangunan regional yang seimbang. Sementara yang bersifat lokal
perlu mencakup aspek-aspek ekonomi, lingkungan, sosial-budaya serta kelembagaan.

Kawasan Perkotaan Kendari merupakan dua wilayah kecamatan yang yang perkembangan
fisik serta sosial ekonominya sangat cepat dibandingkan dengan kawasan perkotaan lain
dalam wilayah Kota Kendari. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah
Kota Kendari yang berkedudukan sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dampak ikutan dari faktor tersebut menjadi isu sentral dan permasalahan perkembangan
Kawasan Perkotaan Kendari dimasa yang akan datang, antara lain:
 Pembangunan Kawasan-kawasan perumahan baru yang massif dilakukan, baik oleh
pengembang/developer maupun masyarakat umum, sehingga berdampak pada
perubahan fungsi lahan, sementara disatu sisi di Kawasan Perkotaan Kendari masih
terdapat lahan-lahan pertanian produktif yang pelu dilindungi; dan
 Hampir semua ruang di Kawasan Perkotaan Kendari termasuk dalam Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Haluoleo, sehingga dalam
perancangan pembangunan fisik kawasan harus memperhatikan tinggi bangunan yang
dipersyaratkan.

2. Perumusan Tujuan Penataan Wilayah Perencanan (WP)


Beberapa hal penting yang diharapkan diperoleh melalui tersedianya Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Kota Kendari, yaitu:
 Terwadahinya berbagai inspirasi pembangunan dan aspirasi masyarakat yang ada di
Kawasan Perkotaan Kota Kendari;
 Terwujudnya pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Kendari yang memenuhi
kebutuhan pembangunan yang senantiasa berwawasan lingkungan, efisiensi dalam
alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program
pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat;
 Terciptanya keseimbangan, keharmonisan, keselarasan dan keterpaduan pembangunan
di Kawasan Perkotaan Kota Kendari; serta
 Terbentuknya Wilayah Perencanan Kendari yang tercermin dari kualitas pemanfaatan
lahan dan sistem pelayanan kota yang baik serta keterpaduan berbagai fungsi secara
efektif dan efisien.

Struktur ruang Wilayah Perencanan Kecamatan Kota Kendari, perlu penegasan fungsi dan
peranan masing-masing pusat kegiatan, dengan pembagian seperti perumahan, perkantoran,
sarana pelayanan umum, pusat pengembangan perdagangan dan jasa, serta pusat aktivitas
lainnya. Sementara itu pola pemanfaatan ruang Wilayah Perencanan Kota Kendari,
diarahkan:
 Pengembalian fungsi areal zona lindung, dengan melakukan penanaman pohon-pohon
lindung di areal sempadan sungai;
 Pembatasan perluasan areal pengembangan kegiatan perkotaan ke arah areal lahan
pertanian irigasi teknis (LP2B), dengan arahan berupa intensifikasi kegiatan; dan
 Penetapan zona-zona pengembangan kegiatan perkotaan.

V-2
Tujuan penataan ruang Wilayah Perencanan Kota Kendari merupakan nilai dan/atau
kualitas terukur yang akan dicapai. Tujuan penataan ruang ini juga disesuaikan dan
disinergiskan dengan arahan pencapaian yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Strategis Kawasan Kota Kendari. Rumusan tujuan penataan ruang penyusunan
Wilayah Perencanan Kota Kendari disusun dengan fungsi:
 Sebagai acuan untuk penyusunan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, arahan
pemanfaatan ruang, dan penyusunan peraturan zonasi;
 Menjaga konsistensi dan keserasian pembangunan kawasan dengan RTRW Kota
Kendari; dan
 Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang Wilayah Perencanan Kendari tersebut, maka
konsep visi pengembangan kawasan tersebut, diarahkan untuk menciptakan kota yang
kompak, harmonis dan berkelanjutan, dengan mengacu pada prinsip optimalisasi
pemanfaatan ruang, pemerataan pembangunan antar kawasan, dan pembangunan
berkelanjutan.

3. Prinsip Penataan Wilayah Perencanaan (WP) Kota Kendari


Sebagai upaya sistematis dan terencana dalam penataan ruang Kawasan Perkotaan Kota
Kendari, tentunya harus mengacu dan berpedoman pada prinsip dasar penataan ruang, yaitu
menjamin optimalisasi pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan, menjawab
permasalahan kesenjangan antar kawasan, serta menjawab masalah lingkungan hidup dan
keberlanjutan pembangunan.

a. Prinsip Optimalisasi Pemanfaatan Ruang


Letak strategis Kawasan Perkotaan Kendari secara geografis berbatasan langsung
dengan Kota Kendari, serta berada pada jalur utama transportasi darat yang
menghubungkan dengan moda transportasi udara (keberadaan Bandar Udara Haluoleo)
menjadikan perkembangan Kawasan Perkotaan Kendari cukup dinamis dari segi
pemanfaatan ruangnya. Rencana pembangunan ke depan tanpa konsep tata ruang yang
baik dapat mengancam efisiensi lahan khususnya ketersediaan ruang terbuka hijau, alih
fungsi lahan pertanian, serta kesembrawutan bangunan dan lingkungan hunian.
Pentingnya optimalisasi tata letak bangunan dan pemanfaatan ruang adalah untuk
menjaga efektifitas lahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai proporsi ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% terhadap luas kawasan
perkotaan.

Bila pembangunan yang ada saat ini dan akan datang tidak terkontrol dan tidak
memiliki konsep tata ruang yang jelas maka dikhawatirkan akan kehilangan ruang
terbuka dan elemen yang terkait seperti jalur jalan sebagai bagian dari elemen sirkulasi
ikut tidak terkontrol, sistem jaringan drainase, sistem pengelolaan limbah dan
penanganan sampah perkotaan ikut terpengaruh dikarenakan keberadaannya dapat
terdegradasi oleh masalah-masalah yang akan bermunculan dikarenakan penataan ruang
yang tidak memegang prinsip pemanfaatan ruang dengan baik.

Secara normatif optimalisasi pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Kendari


berpedoman pada Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan, yang terdiri dari :

V-3
 Struktur Peruntukan Lahan; komponen rancang kawasan yang berperan penting
dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah
ditetapkan dalam suatu wilayah perencanaan tertentu.
 Intensitas Pemanfaatan Lahan; tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum
bangunan terhadap lahan/tapak peruntukkannya.
 Tata Bangunan; produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek
termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari
elemen-elemen blok, kavling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi
lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas
ruang kota yang akomodatif terhadap keberagaman kegiatan yang ada, terutama
yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.
 Sistem Sirkulasi dan jalur penghubung; jaringan jalan dan pergerakan, sirkulasi
kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal
setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk disabilitas dan lanjut usia)
sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan lingkungan
dan sistem jaringan penghubung.
 Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau; komponen rancang kawasan yang tidak
sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen sisa setelah proses
rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral
dari suatu lingkungan yang lebih luas.
 Tata kualitas Lingkungan; merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan
yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub area dengan sistem
lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
 Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan; kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi
dan berfungsi sebagaimana mestinya.

b. Prinsip Pemerataan Pembangunan Antar Kawasan


Mendukung pemerataan ekonomi, pembangunan infrastruktur diarahkan pada
konektivitas fisik seperti jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan. Infrastruktur
penghubung virtual seperti internet dan telekomunikasi tak luput dari perhatian. Tak
hanya itu, infrastruktur lain yang berkaitan dengan kebutuhan dasar seperti pendidikan,
kesehatan dan air bersih ikut menjadi salah satu instrumen mengurangi kesenjangan.

c. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development adalah proses pembangunan
yang memaksimalkan sumber daya alam yang tersedia dan diolah dengan manusia
dengan pembangunan. Pada umumnya, pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai
pertanda negara yang sedang bergerak maju, baik secara struktur sosial, ekonomi,
maupun politik. Selain itu, pembangunan berkelanjutan juga dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempermudah pemenuhan kebutuhannya
tanpa menghambat perkembangan generasi selanjutnya untuk melakukan hal yang
sama.

Mengacu pada pengertian dari pembangunan berkelanjutan diatas, maka salah satu
prinsip penataan Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah prinsip pembangunan

V-4
berkelanjutan, yang meliputi:
 Ekonomi; pendekatan pembangunan dalam aspek ekonomi berkelanjutan,
difokuskan pada peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat di Kawasan Perkotaan
Kendari sehingga memiliki daya saing. Selain itu, pembangunan berkelanjutan
mendorong kerja sama ekonomi strategis dan peningkatan performa infrastruktur
dasar seperti perumahan, air, jalan, hingga akses informasi;
 Energi; penerapan penghematan energi merupakan bagian dari pembangunan
berkelanjutan. Contohnya yang diterapkan adalah mengoptimalkan pembangunan
bangunan dengan pencahayaan alami sebanyak mungkin, mengutamakan
pengembangan sistem transportasi umum, massal, dan hemat energi dan bukan
justru pro terhadap penggunaan kendaraan-kendaraan pribadi di jalan;
 Ekologi; dalam pembangunan berkelanjutan diterapkan melalui lahan campuran
dengan maksimal, memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau, sistem
tranportasi dan pembangunan saling terhubung serta membatasi alih fungsi lahan
secara berlebihan;
 Pemerataan; tujuan utama dari pembangunan yang berkelanjutan adalah
pemerataan. Pemerataan dianggap bisa menekan disparitas ekonomi dan sosial,
serta memberikan kesempatan yang sama dalam masyarakat; dan
 Peran serta; bentuk pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui
peningkatan dan optimalisasi peran serta masyarakat dalam proses pembangunan
Kawasan Perkotaan Kota Kendari. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Kendari
berperan sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat dan mampu menampung
aspirasi atau masukan dari masyarakat.

B. KONSEP PENATAAN RUANG WILAYAH PERENCANAAN (WP) KOTA


KENDARI

1. Konsep Pengembangan Struktur Ruang


Kebijaksanaan struktur tata ruang merupakan pendekatan yang lebih fleksibel terhadap
masalah pertumbuhan dan perkembangan fisik wilayah perencanaan, agar diperoleh hasil
yang lebih teratur dan terarah mengikuti aturan-aturan planologis yang idealistis namun
tetap mengikuti kecenderungan positif yang lebih bersifat realistis, sehingga akan diperoleh
suatu pedoman operasional yang lebih baik dalam proses pembangunan pada masa
mendatang.

Analisis struktur ruang kawasan diarahkan untuk menciptakan kemudahan yang


proporsional untuk memanfaatkan fasilitas dan pelayanan sosial ekonomi bagi segenap
lapisan masyarakat dan sektor. Penataan ruang harus mampu menciptakan dan atau
meningkatkan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh berbagai kebutuhan, baik
kebutuhan hidup sehari-hari maupun kebutuhan untuk dapat melakukan kegiatan usahanya.

Dengan demikian aksesibilitas antar ruang akan meningkat akibat terciptanya interaksi
fungsional yang optimal antara unit-unit kawasan yang ada. Interaksi tersebut antara lain
berwujud keterkaitan dan atau ketergantungan antar unit kawasan yang mendorong
berkembangnya ruang secara proporsional. Arahan struktur dan pemanfaatan ruang pada

V-5
wilayah perencanaan secara optimal tidak dapat dipisahkan dari struktur dan pemanfaatan
ruang eksistingnya.

Perkembangan ruang wilayah perencanaan identik dengan perkembangan jumlah penduduk


memberikan konsekwensi pada meningkatkan kebutuhan ruang. untuk mengimbangi
kebutuhan pelayanan tersebut, maka perlu adanya pelayanan pola struktur ruang yang
diharapkan dapat mengimbangi meningkatnya kebutuhan penduduk di masa yang akan
datang. Struktur ruang Kawasan Perkotaan Kendari yang direncanakan bertujuan:
 Lebih mengarahkan pola penggunaan lahan, sehingga secara keseluruhan
mencerminkan keteraturan penggunaan lahan kota;
 Menghindarkan konsentrasi penduduk yang terlalu berlebihan pada satu kawasan; dan
 Membantu mengarahkan perkembangan fisik wilayah perencanaan secara teratur dan
tertib, sehingga akan memudahkan dalam pendistribusian pelayanan fasilitas dan
utilitas.

Pembentukan struktur ruang wilayah perencanaan pada dasarnya akan diarahkan


sedemikian rupa agar tercipta pelayanan yang efektif dan efisien sesuai dengan fungsinya.
Berdasarkan tujuan pengembangan kota tersebut, maka diajukan pertimbangan-
pertimbangan yang dipakai bagi penyusunan pola struktur ruang wilayah perencanaan
sebagai berikut:
 Untuk meningkatkan aksesibilitas pada wilayah perencanaan, maka jalur jalan utama
yang melintas dalam wilayah perencanaan lebih ditingkatkan kualitasnya. Untuk
menjaga hubungan lokal perlu dipikirkan jaringan-jaringan jalan yang menghubungkan
tiap unit permukiman yang secara keseluruhan merupakan pola jalan yang efisien dan
mempunyai pelayanan tinggi;
 Penempatan tiap fasilitas sosial ekonomi baik itu pusat maupun sub pusat perlu
mempertimbangkan jarak dan radius pelayanan;
 Hubungan fungsional yang serasi dari masing-masing aktivitas yang ada baik
interkawasan maupun kawasan sekitarnya; dan
 Daya tampung ruang kawasan perlu dipertimbangkan.

Selanjutnya pembentukan struktur ruang kawasan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor


sebagai berikut:
 Struktur ruang kota yang telah terbentuk;
 Pola jaringan infrastruktur utama yang telah terbentuk, khususnya jaringan jalan;
 Kecenderungan perkembangan tata ruang kawasan;
 Aspirasi masyarakat pada wilayah perencanaan; dan
 Kebijaksanaan pengembangan yang ada, seperti; rencana pengembangan jaringan jalan,
rencana pengembangan drainase, rencana pengembangan fasilitas sosial dan lain-lain.

Sedangkan kriteria penentu dalam pembentukan stuktur ruang wilayah perencanaan


tersebut, adalah sebagai berikut:
 Segi kekompakan lingkungan;
 Segi aksesibilitas;
 Segi distribusi fasilitas dan utilitas;
 Segi kemungkinan perkembangan yang terarah;

V-6
 Segi penyediaan fasilitas lingkungan; dan
 Segi finansial untuk pembangunan.

Dari pertimbangan dan berbagai faktor tersebut di atas, maka ditentukan alternatif struktur
ruang yang akan diterapkan pada wilayah perencanaan, sebagai berikut:
 Struktur tata ruang terwujud oleh pusat-pusat kegiatan lingkungan yang mempunyai tata
hirarki yang ditandai dengan posisi pusat kegiatan dengan jenis dan skala pelayanan
fasilitas umum yang tersedia atau yang direncanakan pengadaannya, dengan sistem
hubungan antar pusat-pusat kegiatan lingkungan tersebut. Sistem struktur ruang dalam
wilayah perencanaan seyogyanya dipadukan dengan sistem struktur ruang di sekitar
wilayah perencanaan, sehingga terwujud suatu sistem struktur tata ruang yang lebih luas.
Secara umum, sistem struktur ruang terutama sangat ditentukan oleh pola tata hirarki
pusat-pusat unit lingkungan, fasilitas pelayanan umum pada masing-masing pusat unit
lingkungan, dan sistem penghubung maupun komunikasi;
 Untuk meningkatkan aksesibilitas di dalam Kawasan Perkotaan Kendari akan dibuka
beberapa ruas jalan yang menghubungkan antar unit-unit lingkungan permukiman serta
pendistribusian fasilitas sosial dan fasilitas umum secara proporsional dengan tingkat
kebutuhan masyarakat guna meningkatkan pelayananl dan
 Kondisi eksisting Kawasan Perkotaan Kendari menunjukkan bahwa permukiman
penduduk tumbuh secara berkelompok dan memusat di satu segmen. Oleh karena itu,
unit-unit permukiman tersebut perlu dihubungkan dengan membuka jaringan jalan baru,
sehingga tercipta suatu interaksi yang optimal dan sinergis dari tiap lingkungan
permukiman.

Penerapan rencana struktur ruang tersebut diatas, mempunyai beberapa kelebihan terutama
dalam hal:
 Kemudahan pendistribusian fasilitas pelayanan baik lokal maupun regional, sehingga
jangkauan pelayanannya lebih merata;
 Lahan yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Kendari dapat dimanfaatkan secara
optimal dan tidak terbatas pada lahan yang berada disepanjang jalan; dan
 Menciptakan aksesibilitas yang tinggi antar dan inter kawasan, dalam arti jarak capai
antara fasilitas kota relatif sama dan merata, demikian pula terhadap pencapaian ke
fasilitas pelayanan umum.

Berdasarkan kajian wilayah perencanaan yang telah dijabarkan ke dalam konsep umum
pengembangan kawasan, dapat dirumuskan konsep pembentukan struktur ruang kawasan
yang meliputi konsep distribusi penduduk, konsep pengembangan pusat pelayanan, konsep
pengembangan sistem pergerakan, konsep pengembangan fasilitas perkotaan, serta konsep
pengembangan jaringan utilitas. Upaya pembentukan struktur ruang Kawasan Perkotaan
Kendari bertujuan untuk:
 Mewujudkan pemerataan pembangunan di wilayah perencanaan melalui penempatan
fungsi-fungsi utama kawasan dan fasilitas sosial-ekonomi kawasan secara berjenjang
pada tiap unit-unit lingkungan sesuai dengan penduduk pendukung;
 Menghindari terjadinya segresi keruangan (spatial segregation) melalui pemberian
fungsi dan peran tiap-tiap lingkungan kawasan secara jelas dan berjenjang;
 Menciptakan sinergi perkembangan kawasan yang didukung oleh pembentukan interaksi

V-7
yang kuat antar fungsi-fungsi tiap lingkungan kawasan;
 Membatasi pengembangan pada ruang-ruang yang memiliki fungsi konservasi serta
memiliki kerawanan bencana cukup tinggi; dan
 Mendorong pengembangan ruang-ruang kawasan yang diarahkan menjadi pusat-pusat
pelayanan baru.

Pertimbangan dasar pembentukan struktur tata ruang atau pembagian wilayah wilayah
perencanaan adalah sebagai berikut:
 Pembentukan pusat-pusat pelayanan baru dalam blok-blok kawasan sehingga dapat
menarik perkembangan ke dalam blok kawasan, untuk membatasi perkembangan yang
memanjang pada jaringan jalan utama kawasan; dan
 Kondisi fisik alamiah kawasan yang terdiri atas bukit-bukit dan dataran menjadi
pertimbangan dalam pembentukan struktur yang terintegrasi antara keduanya.

Berikut uraian konsepsi pengembangan Kawasan Perkotaan Kendari terkait struktur tata
ruang:

a. Konsep Distribusi Penduduk


Pengembangan struktur perkotaan berbasis aspek kependudukan di Kawasan Perkotaan
Kendari sangat penting karena menyangkut berbagai aspek, dimana keberadaan
penduduk dengan sendirinya membutuhkan ruang untuk bermukim, beraktivitas dan
lain sebagainya, sementara disatu sisi ketersediaan lahan/ruang yang dapat
dimanfaatkan sangat terbatas. Dalam perencanaan tata ruang, salah satu aspek yang
berhubungan langsung dengan aspek kependudukan adalah menyangkut daya tampung
dan daya dukung lahan.

Tujuan pengembangan/pengendalian daya tampung penduduk Kawasan Perkotaan


Kendari adalah untuk menyelaraskan antara tingkat kebutuhan penduduk akan
ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial dengan kemampuan daya tampung dan
daya dukung lahan. Melalui pengaturan dan pengendalian tersebut diharapkan dapat
tercapai tingkat pelayanan dan tingkat kepadatan yang optimal bagi penduduk yang
tinggal dalam wilayah perencanaan.

Selain itu, pengaturan dan pengendalian distribusi penduduk juga dimaksudkan untuk
mengembangkan perekonomian masyarakat khususnya peningkatan pendapatan
masyarakat melalui penyediaan ruang yang cukup untuk pengembangan kegiatan
ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Dengan demikian,
kegiatan baru yang direncanakan tersebut diharapkan mampu menciptakan lapangan
kerja baru, yang dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat dalam
wilayah perencanaan khususnya dan masyarakat secara umum.

Selain itu perhitungan jumlah penduduk yang dapat ditampung Kawasan Perkotaan
Kendari ini dimaksudkan untuk mengetahui besaran ruang yang diperlukan dalam
melakukan aktivitas sosial ekonomi dan budaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya daya tampung penduduk ini antara lain:
1) Luas lahan efektif yang dapat dikembangkan sebagai ruang perkotaan;
2) Arahan rencana tata ruang yang lebih makro (RTRW Kota Kendari) terhadap

V-8
tingkat kepadatan penduduk dalam wilayah perencanaan; dan
3) Fungsi dan peranan wilayah perencanaan dalam struktur fisik dan fungsional
Kawasan Perkotaan Kota Kendari.

Berdasarkan konsep struktur ruang kota serta untuk mendukung fungsi kawasan
sebagai kawasan permukiman perkotaan, maka penyebaran penduduk di Kawasan
Perkotaan Kendari diatur sebagai berikut:
1) Jumlah penduduk diupayakan terdistribusi secara merata di setiap sub WP,
sebagai bagian dari upaya pemerataan kepadatan penduduk serta efisiensi dan
efektifitas pemanfaatan lahan; dan
2) Pengembangan dan pengaturan kepadatan penduduk di Kawasan Perkotaan
Kendari diarahkan pada skala pengembangan kepadatan rendah dan kepadatan
tinggi. Hal ini didasarkan pada arahan pengembangan kepadatan penduduk pada
RTRW Kota Kendari.
b. Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan
Tujuan pengembangan pusat-pusat pelayanan adalah menata hirarki pelayanan sesuai
dengan arahan struktur ruang wilayah perencanaan. Berkaitan dengan fungsi kawasan
sebagai pusat pelayanan kota dan regional maka penyediaan pusat-pusat pelayanan ini
juga ditujukan untuk menampung kebutuhan pengembangan fasiltias-fasilitas berskala
pelayanan yang lebih luas untuk melayani kebutuhan penduduk Kawasan Perkotaan
Kendari bahkan hingga wilayah hinterlandnya.

Dasar pertimbangan penyusunan konsep pusat pelayanan di wilayah perencanaan


Kawasan Perkotaan Kendari antara lain sebagai berikut:
1) Fungsi dan peran Kawasan Perkotaan Kendari terhadap wilayah sekitar dalam
kaitannya dengan pengembangan fasilitas-fasiltias berskala pelayanan kota dan
regional;
2) Fungsi dan peran wilayah perencanaan dalam struktur fisik dan fungsional
Kawasan Perkotaan Kota Kendari; dan
3) Arahan alokasi pusat-pusat pelayanan dan hirarki pusat pelayanan sebagaimana
tertuang didalam RTRW Kota Kendari.

Berdasarkan dasar pertimbangan tersebut maka konsep pengembangan pusat-pusat


pelayanan di Kawasan Perkotaan Kendari secara umum dilakukan melalui upaya
pengembangan pusat-pusat pelayanan di dalam blok sehingga perkembangan kawasan
perkotaan dapat ditarik ke arah pengembangan blok. Hal ini dilakukan sebagai upaya
mengurangi beban pelayanan berlebih pada jaringan jalan utama kota. Pengembangan
pusat-pusat pelayanan adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan pusat pelayanan dengan skala pelayanan lingkungan, kota dan
regional;
2) Mengembangkan pusat pelayanan dalam atau disekitar blok permukiman; dan
3) Untuk tiap lingkungan (RT dan RW) akan dikembangkan pusat pelayanan
lingkungan yang menjadi orientasi pusat fasilitas pelayanan sosial dan umum di
tingkat lingkungan dengan tetap mempertimbangkan jangkauan pelayanan.
c. Konsep Pengembangan Sistem Pergerakan
Tujuan pengembangan sistem pergerakan dan jaringan jalan dalam wilayah
perencanaan Kawasan Perkotaan Kendari antara lain:

V-9
1) Mengatur pola hubungan antara Kawasan Perkotaan Kendari dengan wilayah
sekitarnya;
2) Mengarahkan perkembangan wilayah perencanaan baik pada ruang-ruang yang
didorong perkembangannya melalui insentif penataan ruang maupun ruang-ruang
yang dibatasi pengembangannya melalui disinsetif penataan ruang. Upaya insentif
dilakukan dengan mengembangkan jaringan jalan pada ruang-ruang yang akan
didorong perkembangannya sedangkan upaya disinsentif dilakukan dengan
membatasi pembangunan jaringan jalan pada ruang yang dibatasi
perkembangannya seperti pada kawasan berbukit;
3) Menentukan kebutuhan fasilitas pendukung sistem pergerakan dalam wilayah
perencanaan;
4) Mengembangkan pola pergerakan yang menghubungkan antara satu pusat kegiatan
ke pusat kegiatan lainnya sehingga terintegrasi satu sama lain dalam satu struktur
jaringan jalan kawasan, baik berupa angkutan penumpang maupun pedestrian; dan
5) Mengembangkan pola pergerakan yang menghubungkan permukiman dengan
pusat-pusat kegiatan.

Dasar pertimbangan pengaturan sistem pergerakan di Kawasan Perkotaan Kota


Kendari, adalah sebagai berikut:
1) Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Kendari;
2) Kondisi eksisting sistem pergerakan di dalam Kawasan Perkotaan Kota Kendari;
3) Potensi dan masalah sistem pergerakan di dalam Kawasan Perkotaan Kota
Kendari;
4) Keberadaan pusat-pusat pelayanan kegiatan yang telah ada maupun yang akan
dikembangkan di masa mendatang; dan
5) Pertimbangan menarik perkembangan ke dalam blok-blok kawasan sehingga dapat
mengurangi beban pelayanan jaringan jalan utama kawasan.

Berdasarkan tujuan dan dasar pertimbangan diatas maka konsep pengembangan


jaringan pergerakan pada wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Kendari adalah
sebagai berikut:
1) Sistem pergerakan utama berskala regional dan nasional yang yang melintasi
Kawasan Perkotaan Kendari dilindungi sebagai jalur pergerakan yang dapat
menjamin kecepatan kendaraan dengan kecepatan 40-60 km/jam, sehingga jalan
tersebut harus dilindungi dari akses yang berlebihan yang menyebabkan penurunan
LOS dan kemacetan. Hal ini dilakukan dengan menetapkan guna lahan di
sepanjang jalan arteri sebagai perkantoran dan komersial kapling besar serta
dengan mengembangkan jaringan jalan dengan pola grid ke dalam blok-blok
kawasan;
2) Pengembangan jaringan-jaringan jalan baru dilakukan untuk mendorong
pengembangan kawasan dan peningkatan pergerakan, dengan pembentukan pola
jaringan yang disesuaikan dengan kondisi dan penyebaran fungsi-fungsi kegiatan
perkotaan;
3) Pengembangan dan penyediaan ruang parkir yang diintegrasikan dengan pusat-
pusat kegiatan, dengan tetap mempertimbangkan arus pergerakan disekitarnya;
4) Pada ruang-ruang yang dibatasi perkembangannya, pengembangan jaringan jalan
tidak dilakukan secara masif; dan

V - 10
5) Sarana pengangkutan dikembangkan untuk melayani pergerakan penumpang dari
permukiman penduduk sebagai pusat bangkitan dan dari pusat pelayanan kota
sebagai pusat tarikan perjalanan. Oleh karena itu pergerakan dengan angkutan
umum hanya diarahkan pada jalan-jalan utama kota dengan menghubungkan setiap
pusat kegiatan yang ada, serta untuk mengurangi beban pelayanan jaringan jalan
utama maka dipertimbangkan pengembangan jaringan pedestrian yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan.
d. Konsep Pengembangan Fasilitas Perkotaan
Tujuan pengembangan fasilitas perkotaan adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang bermukim di Kawasan Perkotaan Kendari terhadap ketersediaan
fasilitas umum dan fasilitas sosial. Adapun dasar pertimbangan penyediaan dan
pengembangan fasilitas perkotaan di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah:
1) Daya dukung sarana/fasilitas serta penyebaran fasilitas yang sudah tersedia;
2) Kebutuhan fasilitas masyarakat kota sampai dengan akhir tahun perencanaan;
3) Jangkauan pelayanan masing masing fasilitas;
4) Hirarki pelayanan masing-masing fasilitas sesuai dengan jangkaun pelayanan dan
penduduk pendukungnya; dan
5) Fungsi wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Kendari sebagai pusat pelayanan
kota dan regional sehingga harus mampu menyediakan fasilitas yang mendukung
fungsi tersebut.

Berdasarkan tujuan pengembangan serta dasar pertimbangan pengembangan sarana


perkotaan, maka konsep pengembangan fasilitas perkotaan di Kawasan Perkotaan
Kendari adalah sebagai berikut:
1) Fasilitas umum dan fasilitas sosial berskala lingkungan dikembangkan sebagai
berikut:
a) Sarana pendidikan dasar dan menengah diarahkan untuk dikembangkan di unit
lingkungan dengan memperhatikan jumlah penduduk pendukungnya;
b) Sarana kesehatan dalam skala kelurahan dikembangkan dengan bentuk
puskesmas pembantu, ditambah pos-pos Kesehatan dan klinik;
c) Sarana olahraga dan rekreasi dalam skala pelayanannya, untuk skala
lingkungan dikembangkan di setiap unit lingkungan sampai pada tingkat
pelayanan yang paling tinggi, dimana penyediaannya tetap disesuaikan dengan
jumlah penduduk pendukungnya; dan
d) Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk tiap desa/kelurahan,
bahkan sampai ke tingkat RT dan RW, termasuk pengembangan dan
penyediaan lahan pemakaman.
2) Pengembangan fasilitas perkantoran dan pelayanan umum diarahkan mengisi
ruang disepanjang jalan utama yang dilengkapi dengan jalur pedestrian, dengan
tetap memperhatikan kelancaran arus dan sirkulasi lalulintas;
3) Pengembangan zona perdagangan dan jasa, dilakukan menurut hirarki
pelayanannya mulai dari skala lingkungan, skala kota sampai skala regional; dan
4) Penyediaan fasilitas perkotaan untuk melayani kebutuhan pergerakan seperti
terminal, halte, lampu lalulintas, lampu jalan dan street furniture lainnya akan
disesuaikan dengan kelas jalan dan juga untuk kepentingan estetika lingkungan.

V - 11
e. Konsep Pengembangan Jaringan Utilitas
Konsep pengembangan jaringan utilitas meliputi konsep pengembangan jaringan air
minum, pengelolaan air limbah, pelayanan persampahan, jaringan drainase, jaringan
listrik serta jaringan telekomunikasi. Secara umum, dalam hal penyediaan jaringan,
konsep pengembangan jaringan utilitas merupakan jaringan utilitas terpadu di dalam
tanah dengan main hole, sehingga biaya perawatan jariangan menjadi lebih murah.
Uraian mengenai konsep pengembangan jaringan utilitas adalah sebagaib berikut.
1) Air Minum
Pada wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Kota Kendari, pengembangan
penyediaan air bersih bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap akses air
bersih baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kontinuitas. Dasar
pertimbangan dalam penyediaan jaringan air bersih pada Kawasan Perkotaan
Kendari adalah sebagai berikut:
a) Belum tersedianya pelayanan jaringan air bersih/air minum oleh PDAM Kota
Kendari; dan
b) Kebutuhan untuk peningkatan pelayanan air bersih sehingga seluruh penduduk
dapat terlayani oleh jaringan air bersih atau mencapai pelayanan 100% pada
akhir tahun perencanaan.

Berdasarkan tujuan dan dasar pertimbangan dalam pengembangan jaringan air


bersih, maka konsep pengembangan jaringan air bersih di Kawasan Perkotaan
Kendari adalah sebagai berikut:
a) Penyediaan dan pengembangan SPAM;
b) Menambah jumlah sambungan langsung sesuai dengan kebutuhan
penambahan;
c) Meningkatkan kapasitas produksi air bersih sesuai dengan kebutuhan; dan
d) Mengembangkan jaringan pipa air bersih hingga mencakup seluruh Kawasan
Perkotaan Kota Kendari, dengan cara menambah jaringan pelayanan pada
daerah pelayanan baru serta pemeliharaan terhadap daerah pelayanan yang
sudah ada.
2) Air Limbah
Tujuan pengelolaan air limbah di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah
sebagai berikut:
a) Meningkatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak;
b) Melindungi air tanah dari pencemaran air limbah;
c) Meningkatkan estetika lingkungan; dan
d) Meningkatkan derajat kesehatan, dengan memutus rantai penyakit yang
disebabkan oleh air (water borne deceases).

Dasar pertimbangan dalam pengembangan pengelolaan air limbah di Kawasan


Perkotaan Kendari adalah sebagai berikut:
a) Belum adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sehingga limbah
rumah tangga (non-WC) dan limbah dari industri kecil (home industry)
dibuang langsung ke saluran drainase; dan

V - 12
b) Belum adanya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja, sehingga dimungkinkan
lumpur tinja hasil pengurasan/penyedotan dari tangki septik dibuang langsung
ke badan air atau lahan kosong.

Berdasarkan tujuan dan dasar pertimbangan pengembangan tersebut, maka konsep


pengembangan pengelolaan air limbah pada Kawasan Perkotaan Kendari adalah
sebagai berikut:
a) Pengembangan prasarana pengelolaan limbah secara on-site yang memenuhi
standar (a.l. septic tank yang kedap air dan di lengkapi resapan), sehingga
pencemaran terhadap air tanah bisa diminimalkan;
b) Untuk mengolah lumpur tinja yang ditimbulkan, perlu dibangun Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT);
c) Perlu dikaji dan dibangun sistem pengelolaan air limbah secara komunal,
terutama untuk daerah-daerah permukiman, baik secara on-site maupun off-
site; dan
d) Pengembangan sistem jaringan perpipaan air limbah untuk pengaliran limbah
dari sumber limbah ke sistem pengelolaan setempat.
3) Persampahan
Tujuan pengelolaan persampahan pada Kawasan Perkotaan Kendari adalah sebagai
berikut:
a) Meningkatkan pelayanan terhadap pengelolaan persampahan;
b) Mengurangi beban TPA untuk mengolah sampah, sehingga umur TPA bisa
dimaksimalakan (reduksi sampah dalam skala mikro untuk mengurangi
volume sampah yang dibuang ke TPA);
c) Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan masyarakat, dengan
mengurangi/menghilangkan timbunan sampah dan mengurangi berkembang
biaknya vektor penyakit; dan
d) Menghindarkan penyumbatan saluran akibat pembuangan sampah.

Dasar pertimbangan dalam pengelolaan persampahan di Kawasan Perkotaan


Kendari adalah sebagai berikut:
a) Masih rendahnya cakupan pelayanan persampahan;
b) Masih rendahnya pemilahan dan pengurangan volume sampah dari sumbernya;
c) Kebutuhan perluasan lahan TPA; dan
d) Pengembangan jalur pengangkutan sampah yang representatif serta mampu
melayani seluruh penduduk.

Berdasarkan tujuan dan dasar pertimbangan tersebut maka konsep pengembangan


pengelolaan persampahan pada Kawasan Perkotaan Kendari adalah sebagai
berikut:
a) Pengembangan reduksi sampah dalam skala mikro melalui reduksi sampah
dari rumah tangga (pemilahan sampah mulai dari sumbernya maupun dengan
Reduce, Reuse dan Recycle (3R), sehingga dapat mengurangi volume sampah
yang ditimbulkan); dan
b) Pengembangan Tempat Pembuangan dan Pengelolaan Sampah Sementara
secara terpadu (TPST) dalam skala unit lingkungan untuk pengolahan dan
reduksi sampah yang dibuang ke TPA.

V - 13
4) Drainase
Tujuan pengembangan jaringan drainase adalah untuk mengelola limpasan air
hujan agar tidak mengganggu kegiatan permukiman penduduk sehingga terhindar
dari genangan air hujan. Dasar pertimbangan dalam pengembangan jaringan
drainase adalah:
a) Keberadaan sungai besar beserta anak sungai yang melintasi wilayah
perencanaan;
b) Pengembangan jaringan jalan untuk mengembangkan jaringan drainase yang
sejajar dengan jaringan jalan; dan
c) Pengembangan jaringan utilitas kota lainnya untuk pengembangan sistem
jaringan utilitas yang terpadu.

Berdasarkan tujuan dan dasar pertimbangan di atas maka konsep pengembangan


jaringan drainase pada Kawasan Perkotaan Kendari adalah sebagai berikut:
a) Konsep pengembangan saluran drainase di wilayah perencanaan menggunakan
sistem yang pada umumnya digunakan yaitu sistem saluran samping jalan
sehingga pengembangannya sejajar dengan pengembangan jaringan jalan; dan
b) Desain saluran yang digunakan adalah saluran terbuka dan saluran tertutup,
yang terpadu dengan sistem jaringan utilitas lainnya dengan dilengkapi lubang
mainhole untuk perawatan. Hal ini juga berkaitan dengan efisiensi ruang
pejalan kaki sehingga saluran drainase tidak mengganggu kegiatan pedestrian.
5) Listrik dan Telekomunikasi
Tujuan pengembangan jaringan listrik dan telekomunikasi pada Kawasan
Perkotaan Kendari adalah untuk meningkatkan akses penduduk terhadap listrik dan
telekomunikasi dengan kualitas dan kontinuitas yang baik. Dasar pertimbangan
pengembangan jaringan listrik dan telekomunikasi pada Kawasan Perkotaan
Kendari adalah sebagai berikut:
a) Masih rendahnya cakupan pelayanan listrik dan telekomunikasi untuk
memenuhi kebutuhan penduduk Kawasan Perkotaan Kota Kendari;
b) Kebutuhan untuk peningkatan pelayanan listrik dan telekomunikasi sehingga
seluruh penduduk dapat terlayani atau mencapai pelayanan 100% pada akhir
tahun perencanaan; dan
c) Pertimbangan untuk mengembangkan sistem jaringan utilitas yang terpadu
antara satu sistem jaringan dengan sistem jaringan lainnya.

Berdasarkan tujuan dan dasar pertimbangan di atas, maka konsep pengembangan


jaringan listrik dan telekomunikasi sebagai berikut:
a) Mengembangkan cakupan pelayanan ke daerah-daerah pembangunan baru;
b) Pengembangan jaringan listrik dan telekomunikasi dilakukan secara terpadu
dengan pengembangan jaringan utilitas lainnya dengan pengembangan bawah
tanah;
c) Pengembangan jaringan listrik dan telekomunikasi dilakukan sejajar dengan
pengembangan jaringan jalan; dan
d) Jaringan listrik dan telekomunikasi terutama pada jalur-jalur utama kota yang
telah ada saat ini diarahkan untuk dialihkan ke jaringan bawah tanah.

C. KONSEP PENGEMBANGAN POLA RUANG

V - 14
Tujuan perumusan konsep pola ruang adalah mewujudkan efisiensi dan optimalisasi
pemanfaatan ruang kawasan perkotaan dalam rangka mengakomodasikan rencana alokasi
berbagai fungsi kegiatan termasuk parasarana pendukungnya yang akan disiapkan atau
dibangun dalam Kawasan Perkotaan Kota Kendari.

Secara umum, konsepsi pola ruang Kawasan Perkotaan Kendari adalah menyediakan ruang
yang cukup bagi pengembangan kegiatan perkotaan dengan memadukan fungsi masing-masing
ruang ke dalam suatu sistem tata ruang kota/kawasan yang utuh sehingga dapat menjamin dan
meningkatkan aksesibilitas di dalam kawasan, sekaligus menjamin keselarasan dan
keharmonisan dengan lingkungan hidup.

Berdasarkan kebijaksanaan tersebut disusun konsepsi pengembangan ruang kegiatan Kawasan


Perkotaan Kendari dengan mempertimbangkan faktor-faktor, sebagai berikut:
1. Peluang-peluang, kendala dan kecenderungan perkembangan fisik kawasan;
2. Pemantapan deliniasi lokasi-lokasi tertentu yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi
seperti kawasan rimba kota, kawasan penyanggah, (buffer zone) atau daerah genangan;
3. Hubungan fungsional antar kegiatan utama kawasan;
4. Kemudahan implementasi rencana alokasi pemanfaatan ruang kawasan;
5. Membentuk rencana tata ruang kawasan yang luwes dan fleksibel;
6. Bentuk dan struktur ruang kawasan menurut komponen-komponen fungsional kota yang
telah ada maupun yang perlu direncanakan;
7. Kapasitas penggunaan lahan dan kebutuhan lahan perkotaan, yang kemudian dilakukan
pengaturan dengan memperhatikan hubungan antara tata guna lahan yang satu dengan
yang lainnya. Wujud dari hubungan tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan
sistem jaringan jalan serta sarana perhubungan yang mencukupi;
8. Kecenderungan arah pengembangan ruang/lahan untuk kegiatan perkotaan (sarana dan
prasarana kota) sesuai dengan kebutuhan sampai akhir tahun perencanaan;
9. Mengarahkan pengembangan tata ruang kawasan sejalan dengan pola jaringan jalan
melalui pemanfaatan jalan eksisting dan jalan yang direncanakan sesuai dengan struktur
tata ruang kawasan yang ingin dicapai;
10. Menjamin kelestarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,
melalui:
a. Pembangunan jalur hijau pada sempadan sungai/saluran irigasi;
b. Pengadaan jalur hijau sepanjang jalur jalan;
c. Merencanakan ruang terbuka hijau perkotaan dalam bentuk taman kota, rimba kota,
makam, lapangan olah raga, buffer zone (pemisah) antar kegiatan, dan lainnya; dan
d. Mengembangkan fasilitas-fasilitas rekreasi dan olahraga yang diikuti penambahan
vegetasi.
11. Memanfaatkan investasi yang sudah ada dengan cara mempertahankan lokasi, bangunan
dan/atau kegiatan selama kegiatan tersebut tidak menyimpang dari pertimbangan-
pertimbangan perencanan tata ruang kota;
12. Mengarahkan pola kegiatan perkotaan sebagai wadah kegiatan sosial, ekonomi dan pusat
administrasi pemerintahan kecamatan; dan
13. Mengembangkan kantong-kantong lahan yang belum terbangun dengan memberikan
aksesibilitas pada masing-masing ruang.

V - 15
Selain faktor-faktor pertimbangan sebagaimana uraian diatas, maka dalam upaya
pengembangan ruang Kawasan Perkotaan Kendari ini juga mempertimbangkan beberapa
arahan pembangunan yang dapat dijadikan dasar pengembangan ruang kawasan, antara lain
seperti arahan pengelolaan lingkungan, arahan pembangunan berkelanjutan, arahan
pengembangan fungsi dan peran kawasan. Pengembangan fungsi kawasan pada dasarnya dapat
dilihat dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek politis, dimana kebijakan pengembangan kawasan perkotaan ditentukan oleh
kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan aspek-aspek politis, dalam hal ini
adalah peran kawasan dalam konstelasi nasional, propinsi maupun lingkup
Kabupaten/Kota. Bentuk pengembangan fungsi kawasan dengan pertimbangan politis
biasanya diterapkan pada kawasan-kawasan yang memiliki letak sangat strategis ataupun
memiliki potensi yang sangat vital sehingga perlu diamankan dengan melalui
pertimbangan-pertimbangan politis;
2. Aspek eksternal, dimana pengembangan fungsi kawasan dilihat dari peranan kawasan
tersebut dari konstelasi regional maupun daerah belakangnya, sehingga terdapat suatu
hubungan yang terpadu dan berjenjang yang saling melengkapi antara kawasan satu
dengan lainya dalam suatu wilayah regional; dan
3. Aspek internal, kawasan yang direncanakan, dimana pengembangan fungsi kawasan
dilihat dari potensi dan kendala yang ada. Selanjutnya dua aspek tersebut dipadukan
sehingga dapat ditentukan pengembangan fungsi kawasan yang ideal.

Dalam kaitannya dengan pengembangan Kawasan Perkotaan Kota Kendari, ketiga aspek
tersebut memegang peranan penting, yaitu:
1. Aspek politis pengembangan Kawasan Perkotaan Kendari dalam hal ini berupa arahan
kebijakan pengembangan yang menetapkan Kawasan Perkotaan Kendari sebagai pusat
pelayanan kota dan regional melalui pengembangan berbagai fasilitas pelayanan umum
berskala kota dan regional di Kota Kendari;
2. Aspek eksternal yang mempengaruhi pengembangan Kawasan Perkotaan Kendari yaitu
peran Kawasan Perkotaan Kendari dalam menyediakan berbagai fasilitas pelayanan
setingkat kota dan regional Kota Kendari; dan
3. Aspek internal yang akan menjadi pendorong perkembangan dan penentu fungsi kawasan
adalah embrio kegiatan yang sudah berkembang dan ditunjang oleh potensi sumberdaya
manusia dan sumber daya alam.

Kawasan Perkotaan Kendari akan menjadi bagian dari sistem pengembangan kawasan
perkotaan di Kota Kendari secara keseluruhan dengan fungsi utama sebagai pusat pelayanan
skala kecamatan atau beberapa desa/kelurahan dan sebagai kawasan cepat
tumbuh/perkembangan baru. Dengan demikian, akan dikembangkan kegaitan-kegiatan
perkotaan yang mendukung fungsi kawasan, baik secara internal maupun eksternal. Kegiatan-
kegiatan yang akan dikembangkan meliputi kegiatan permukiman, kesehatan, Pendidikan, jasa
dan komersial, perkantoran pemerintahan dan fasilitas umum.

Berdasarkan uraian diatas, maka konsep pengembangan pola ruang Kawasan Perkotaan
Kendari dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Konsep Pola Ruang Kawasan Lindung
Pola ruang kawasan lindung merupakan pola ruang yang dikembangkan secara terbatas
akibat kondisi fisik alamiahnya atau kawasan yang akan difungsikan untuk melindungi

V - 16
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan
nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Dengan kata
lain, pengembangan kawasan lindung dilakukan untuk membatasi pengembangan
kawasan budidaya yang dianggap dapat membahayakan keberadaan atau kelestarian
lingkungan hidup.

Untuk Kawasan Perkotaan Kota Kendari, ruang yang akan dilindungi akibat kondisi fisik
alamiahnya adalah kawasan lindung setempat berupa sempadan sungai/saluran.
Keberadaan sungai maupun badan air lainnya harus dilindungi sehingga perlu ditetapkan
sempadannya dengan fungsi lindung. Dengan demikian maka pada ruang ini tidak
dikembangkan kegiatan budidaya kecuali kegiatan yang berorientasi pada pengembangan
budidaya ruang terbuka hijau atau kawasan konservasi.

Selain itu, di Kawasan Perkotaan Kendari juga terdapat jaringan listrik berupa Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang juga berpotensi menimbulkan kerusakan dan
kerugian bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Pada jaringan ini juga akan
ditetapkan sebagai kawasan lindung yang luas dan batasnya mengikuti aturan yang telah
ada.
2. Konsep Pola Ruang Kawasan Budidaya
Dari beberapa peraturan terkait penataan ruang, kawasan budidaya didefinisikan sebagai
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan yang
digunakan atau diambil manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
manusia.
a. Pengembangan perumahan pada umumnya dilakukan pada ruang-ruang dengan
topografi yang relatif datar, namun tidak menutup kemungkinan untuk
pengembangan perumahan pada ruang dengan topografi berbukit. Perbedaannya
adalah pada ruang-ruang dengan topografi berbukit, pengembangan perumahan
dilakukan melalui penerapan konsep KDB rendah. Perumahan dengan intensitas
kepadatan yang lebih tinggi dikembangkan pada kawasan yang berdekatan dengan
kegiatan komersial, sedangkan perumahan dengan inetnsitas kepadatan rendah
dikembangkan pada ruang-ruang dengan topografi berbukit. Selain itu
dikembangkan pula perumahan dengan kepadatan sedang, yaitu pada ruang-ruang
dengan kondisi topografi yang bervariasi (datar dan berbukit) serta terletak
berdekatan dengan pusat kegiatan.
b. Pengembangan zona perdagangan dan jasa komersial dialokasikan dalam bentuk
komersial blok, komersial koridor dan komersial skala lingkungan.
1) Pengembangan komersial dalam bentuk blok diakukan pada pusat-pusat
kegiatan, dengan pelayanan tidak hanya mencakup internal Kawasan Perkotaan
Kota Kendari, akan tetapi diharapkan mampu berskala kota bahkan regional,
sesuai dengan arahan yang diberikan terhadap Kawasan Perkotaan Kota
Kendari;
2) Komersial koridor. Peruntukkan komersial koridor dikembangkan pada jalur
utama kawasan dan pada koridor penghubung pusat-pusat kegiatan; dan
3) Pengembanan komersial dalam skala unit lingkungan tidak dikembangkan
dengan skala kawasan namun disediakan terpadu dengan fasilitas perumahan
pada pusat-pusat lingkungan perumahan.

V - 17
c. Konsep pengembangan zona kawasan perkantoran pemerintah dilakukan dengan
melihat kecenderungan perkembangan yang telah ada saat ini serta kebutuhan
sampai akhir tahun perencanaan.
d. Konsep pengembangan zona fasilitas pelayanan umum dibagi ke dalam dua konsep
yaitu pengembangan kawasan fasilitas pelayanan umum dalam skala besar dan
dalam skala kecil (terpadu dengan pengembangan perumahan).
1) Sebagai tindak lanjut dari rencana pengembangan yang sudah ada yaitu rencana
pengembangan pendidikan dasar-menengah terpadu, maka dikembangkan
konsep pembangunan kawasan pendidikan yang mengintegrasikan pusat-pusat
pendidikan tersebut; dan
2) Fasilitas pelayanan umum dalam skala unit lingkungan dikembangkan secara
terpadu bersama pengembangan perumahan, yang disesuaikan dengan jumlah
penduduk pendukungnya.
e. Konsep pengembangan zona ruang terbuka hijau, yang diarahkan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan menambah keindahan kawasan yaitu
dengan mengembangkan komponen-komponen visual dan berestetika yang
diharapkan menjadi daya tarik kawasan. Komponen ini mencakup ruang terbuka
olahraga dan rekerasi, ruang terbuka taman kota, serta ruang terbuka vegetasi jalan
(jalur hijau) dan rimba kota.
1) Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau olahraga dan rekreasi didasarkan
pada pengembangan kawasan hijau yang dapat meningkatkan nilai kawasan.
Dalam hal ini pengembangan ruang terbuka olahraga dan rekreasi dilakukan
dengan cara: i) mempertimbangkan kecenderungan perkembangan yang ada
saat ini; serta ii) pertimbangan pemanfaatan ruang-ruang pengembangan agar
tetap memiliki “value” yang dapat meningkatkan nilai kawasan. Konsep
pengembangan kawasan ruang terbuka olahraga dan rekreasi yang dilakukan
berdasarkan perkembangan yang ada saat ini adalah pengembangan kawasan
olahraga skala kota;
2) Taman-taman kota dalam skala pelayanan unit lingkungan dikembangkan
tersebar di setiap pusat lingkungan terpadu dengan pengembangan perumahan
dan disesuaikan dengan jumlah penduduk pendukungnya;
3) Pengembangan vegetasi jalan dilakukan di sepanjang jalan dan median jalan,
yang diharpkan membentuk streetscape kota yang hijau, nyaman dan asri; dan
4) Konsep pengembangan kawasan rimba kota didasarkan pada kondisi fisik
alamiah atau kepentingan menjaga kelestarian lingkungan hidup di Kawasan
Perkotaan Kota Kendari. Ruang yang rawan terhadap bencana atau memiliki
kendala pengembangan akan dikembangkan dan diarahkan untuk difungsikan
sebagai kawasan konservasi.

Selain konsepsi diatas, pengembangan pola ruang juga didasarkan pada konsepsi pola dan
intensitas pengembangan ruang. Kawasan Perkotaan Kendari dalam pengembangan pola
ruangnya diarahkan terbagi ke dalam kawasan yang didorong perkembangannya dan
kawasan yang dibatasi perkembangannya, dengan pengaturan, sebagai berikut:
a. Kawasan yang didorong perkembangannya merupakan kawasan pengembangan baru
yang memiliki potensi-otensi alam yang memungkinkan untuk dikembangkan secara
intensif. Kawasan ini pada umumnya terletak pada kawasan dengan kondisi topografi
yang sesuai untuk pengembangan kawasan terbangun; dan

V - 18
b. Kawasan yang dibatasi pengembangannya merupakan kawasan yang memiliki
kondisi alamiah sebagian besar merupakan ruang yang harus dilindungi.

D. KONSEP PERUMUSAN SUB WP DAN PUSAT-PUSAT PELAYANAN


Menurut Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021, Wilayah Perencanaan (WP) adalah bagian
dari kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun RDTRnya. Penetapan WP dilakukan melalui
SK Walikota/Walikota, dimana wilayah cakupannya dapat berupa wilayah administartif
maupun kawasan fungsional. Sedangkan Sub Wilayah Perencanaan adalah bagian dari WP
yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri dari beberapa zona/blok.

Dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kendari berkedudukan sebagai wilayah


perencanaan, yang selanjutnya akan dibagi menjadi beberapa sub WP. Pembagian sub WP akan
ditentukan berdasarkan homogenitas fungsi-fungsi perkotaan yang ada dalam setiap blok
peruntukan maupun entitas-entitas lainnya. Pertimbangan dasar dalam penentuan sub WP
antara lain morfologi BWP, keserasian dan keterpaduan fungsi WP, dan jangkauan dan batasan
pelayanan untuk keseluruhan WP dengan memperhatikan rencana struktur ruang dalam RTRW.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan kajian entitas dan tematis kawasan perkotaan,
maka WP dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kendari ditetapkan seluas 3.631,26
Ha. Selanjutnya luas WP tersebut akan dibagi menjadi 4 (empat) sub WP yaitu sub WP A
seluas 534,28 Ha, sub WP B seluas 1.364,89 Ha, sub WP C seluas 1.042,77 Ha dan sub WP D
seluas 689,32 Ha. Penetapan deliniasi WP dan sub WP tersebut, akan ditindaklanjuti dengan
penerbitan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Walikota Kota Kendari. Penerbitan SK
ini juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan penyusunan RDTR
Kawasan Perkotaan Kota Kendari.

E. KONSEP PERUMUSAN BLOK DAN SUB BLOK


Blok merupakan identitas atau alamat yang menunjukkan lokasi suatu kegiatan/zona secara
terperinci yang ditentukan berdasarkan kesamaan fungsi dan karakteristik lingkungan pada
setiap zona yang terbentuk dan dibatasi oleh batasan fisik. Blok dibentuk berdasarkan batasan
fisik seperti jalan, sungai, kanal dan batasan fisik lainnya yang mudah dikenali, sehingga tidak
menimbulkan interpretasi mengenai batas blok yang ditetapkan. Dalam beberapa kasus, batas
administrasi juga menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan blok
perencanaan maupun peruntukan. Parameter yang digunakan dalam perumusan blok dan sub
blok peruntukan antara lain dominasi fungsi kawasan, jumlah dan distribusi penduduk, kondisi
jaringan transportasi dan penyebaran fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Tujuan pembentukan blok-blok perencanaan ini terutama untuk memudahkan pengarahan


perkembangan kota secara keseluruhan, pengaturan fungsi peruntukan di masing-masing
kawasan dan pembentukan skyline atau penentuan KDB, KLB dan garis sempadan bangunan
yang berlaku, serta permasalahan dan potensi yang bisa dikembangkan. Hal ini dilakukan
karena masing-masing SWP maupun blok mempunyai karakteristik fisik yang berbeda,
kepadatan penduduk yang tidak sama, serta fungsi yang berbeda pula.

Berdasarkan pengamatan lapangan, kecenderungan pola penggunaan lahan yang ada di


Kawasan Perkotaan Kendari merupakan penggunaan lahan campuran (mix use) sehingga dalam
perencanaannya, dalam satu blok maupun sub blok sangat memungkinkan dilakukan rencana

V - 19
peruntukan beberapa zona. Rencana peruntukan tersebut tetap memperhatikan dan
mempertimbangkan jangkauan pelayanan yang terhirarkis dari masing-masing peruntukan
fungsi-fungsi kegiatan perkotaan.

F. KONSEP PEMANFAATAN RUANG/PENGGUNAAN LAHAN


Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kualitas hidup, dan kesejahteraan masyarakat
berimplikasi terhadap meningkatnya berbagai kebutuhan dan fasilitas yang semuanya
membutuhkan lahan. Sementara itu, jumlah lahan relatif tetap sehingga sering menimbulkan
permasalahan dalam penggunaan lahan. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan kebijakan
penggunaan lahan yang dimulai dari proses evaluasi sumber daya lahan, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan perencanaan penggunaan lahan. Hal ini penting agar lahan yang
jumlahnya terbatas dapat dioptimalkan penggunaannya melalui cara yang rasional, paling
sesuai dengan sifat dan karakteristik utama lahan tersebut dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Pengalokasian lahan (ruang) selain mempertimbangkan kesesuaian lahan dan
ketersediaan lahan juga merupakan seni (arts) untuk bisa memenuhi berbagai jenis kebutuhan
pemangku kepentingan (stakeholders), baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan
pengusaha/swasta.

Penggunaan lahan (landuse) adalah merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap
sumberdaya lahan, baik yang sifatnya menetap (permanen) atau merupakan daur (cyclic), yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebendaan maupun kejiwaan (spiritual) atau
kedua-duanya. Penggunaan lahan (landuse) adalah penggunaan utama dan kedua (apabila
merupakan penggunaan berganda) dari sebidang lahan seperti lahan pertanian, lahan hutan,
padang rumput, dan sebagainya. Jadi, lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat.
Dari pengertian ini dapat segera dilihat bahwa penggunaan lahan berhubungan erat dengan
aktivitas manusia dan sumberdaya lahan. Penggunaan lahan merupakan hasil dari upaya
manusia yang sifatnya terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya terhadap sumberdaya
lahan yang tersedia. Oleh karena itu, penggunaan lahan sifatnya dinamis, mengikuti
perkembangan kehidupan manusia dan budayanya.

Berdasarkan survei lapangan serta interpretasi citra satelit, kondisi faktual penggunaan lahan di
Kawasan Perkotaan Kendari didominasi jenis kegiatan permukiman dan pertanian, selebihnya
masih berupa lahan kosong atau semak belukar. Sementara berdasarkan tutupan lahan, jenis
tutupan yang mendominasi terdiri dari sawah, kebun dan lahan terbuka. Selain itu juga terdapat
hutan rawa yang sampai saat ini berfungsi sebagai catchment area. Dari kondisi faktual
penggunaan lahan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka konsepsi pengaturan
dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah:
1. Penetapan zona lindung untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup kawasan perkotaan,
sekaligus berfungsi sebagai pembatas pengembangan zona budidaya;
2. Penetapan zona pertanian produktif dan memiliki potensi dan memenuhi kriteria untuk
ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan;
3. Pengembangan zona permukiman maupun zona budidaya lainnya disebar merata di setiap Sub
WP, sekaligus sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan
amplop ruang dan persyaratan bangunan gedung; dan
4. Penetapan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yaitu peraturan zonasi, perizinan,
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.

V - 20
G. KONSEP PENERAPAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
1. Konsep Penerapan KDB dan KLB
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR) adalah angka
persentase perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas
lahan/tanah/perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang
dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Secara sederhana, pengaturan KDB/BCR pada
hakekatnya adalah nilai persen yang didapat dengan membandingkan luas lantai dasar
dengan luas kavling, oleh karena itu biasanya penulisan KDB dalam bentuk persen (%).
Penerapan KDB ditentukan untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup pada daerah-
daerah terbangun (built-up area), terutama untuk penyerapan air oleh tanah, penghawaan
dan pencahayaan alamiah dan aspek estetika lingkungan.

Pengembangan KDB dilakukan terkait dengan keseimbangan Wilayah Perencanaan secara


terarah dan terencana, yang berkaitan pula dengan:
a. Sistem pengarahan dalam skala makro dan mikro;
b. Memberikan daerah bebas pandang bagi pemakai jalan;
c. Jaringan jalan yang terkait dengan besarnya serta fungsi dari jalan tersebut yang akan
berpengaruh dengan bangunan yang ada disepanjang jalan; dan
d. Memberikan jarak pandang tertentu terhadap batas pandang manusia yang memakai
jalan.

Penetapan KDB di dalam Wilayah Perencanaan khususnya pada satu unit lingkungan/blok,
didasarkan pada kriteria fungsi ruang, harga lahan, lokasi persil ditinjau dari kelas dan
fungsi jalan yang ada di depannya serta aspek perancangan kota. Selain itu, persentase luas
kapling yang boleh dibangun di wilayah perencanaan, dibedakan atas posisi bangunan
terhadap kota inti, tingkatan jalur jalan, dan fungsi bangunan. Adapun ketentuan dalam
penghitungan KDB, adalah:
a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100%;
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh
dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50%, selama tidak
melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan;
d. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
e. Dalam perhitungan KDB luas tapak yang diperhitungkan adalah yang dibelakang GSJ;
dan
f. Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KDB adalah
dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan dalam kawasan tersebut terhadap
total keseluruhan luas kawasan.

Sedangkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor Area Ratio (FAR) adalah
perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah. Koefisien yang digunakan
biasanya berupa desimal (misal: 1,2; 1,6; 2,5; dst) Peraturan akan FAR/KLB ini akan
mempengaruhi skyline yang tercipta oleh kumpulan bangunan yang ada di sekitar atau

V - 21
sepanjang jalan. Tujuan dari penetapan FAR/KLB ini terkait dengan hak setiap
orang/bangunan untuk menerima sinar matahari. Jika bangunan memiliki tinggi yang serasi
maka bangunan yang disampingnya akan dapat menerima sinar matahari yang sama
dengan bangunan yang ada di sebelahnya.

Kalau KDB hanya melibatkan luasan lantai dasar, maka KLB melibatkan seluruh lantai
yang didesain termasuk lantai dasar itu sendiri. Cara perhitungannya tetap sama yaitu
membandingkan luasan seluruh lantai dengan luas kavling yang ada. Semakin tinggi
ketentuan KLB sebuah lahan, maka nilai ekonomisnya semakin tinggi pula. Hal inilah yang
kemudian mendorong pengembang (developer) untuk mengajukan Izin
Kenaikan/Pelampauan KLB.

Penghitungan KLB ini berkaitan dengan jumlah lantai dan luas lantai masing-masing
bangunan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100%;
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh
dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung 50%, selama tidak
melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan;
d. Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut
dianggap sebagai luas lantai denah;
e. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
f. Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50% dari KLB yang ditetapkan, selebihnya
diperhitungkan 50% terhadap KLB;
g. Ram dan tangga terbuka dihitung 50%, selama tidak melebihi 10% dari luas lantai
dasar yang diperkenankan;
h. Dalam perhitungan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang dibelakang
GSJ;
i. Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (basement) ditetapkan oleh Kepala
Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis
para ahli terkait;
j. Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KLB adalah
dihitung terhadap total keseluruhan luas lantai bangunan terhadap total seluruh lantai
dasar bangunan;
k. Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke
lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut dianggap
sebagai dua lantai; dan
l. Mezanin yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai
penuh.

V - 22
Gambar: 5.1. Contoh Perhitungan Sederhana KDB dan KLB

2. Konsep Penerapan Koefisien Tinggi Bangunan (KTB)


Berdasarkan standar Peraturan Bangunan Nasional, yang dimaksud dengan ketinggian
bangunan adalah jumlah lantai penuh dalam satu bangunan dihitung mulai dari lantai dasar
sampai dengan lantai yang tertinggi, dan apabila terdapat ruang bawah permukaan tanah
(basement), maka ruang tersebut tidak diperhitungkan. Penerapan aturan tentang
ketinggian banguan ini dilakukan untuk menciptakan skyline lingkungan yang diharapkan.

Atas dasar tersebut maka ketinggian bangunan dapat diperinci atas bangunan satu lantai,
bangunan bertingkat dan bangunan tinggi. Akan tetapi ketentuan tersebut belum
menunjukkan kepastian tinggi bangunan di wilayah perencanaan. Pada prinsipnya, dasar
pertimbangan dalam merencanakan ketinggian bangunan di Wilayah Perencanaan, adalah:
a. Struktur geologi dan daya dukung tanah;
b. Penggunaan fisik bangunan;
c. Faktor bencana alam;
d. Estetika Lingkungan; dan
e. Kombinasi ketentuan KDB dengan KLB dapat pula menjadi dasar pertimbangan dalam
menetapkan ketentuan ketinggian bangunan. Walaupun demikian persyaratan khusus
lainnya dapat juga dibuat.
Selain pertimbangan tersebut diatas, di Wilayah Perencanaan terdapat Bandara Haluoleo,
yang dengan sendirinya menjadi pembatas dalam mendirikan bangunan berlantai banyak.
Dalam hal ini, ketinggian bangunan akan disesuaikan dengan Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Haluoleo.

V - 23
Gambar: 5.2. Konsep Penerapan KKOP di Kawasan Perkotaan Kota Kendari

Menurut aturan yang ada, radius 15 KM dari bandar udara adalah wilayah udara yang
dipertahankan bebas dari hambatan (obstacle) sehingga dapat menjamin keselamatan
operasi pesawat udara yang akan mempergunakan bandar udara dan untuk mencegah
tumbuhnya penghalang baru di sekitar bandar udara.

Atas dasar pertimbangan tersebut, ketinggian bangunan pada wilayah perencanaan untuk
bangunan bertingkat akan diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu KKOP
Bandar Udara Haluoleo, dengan tetap menjaga skyline kawasan yang harmonis.
Perencanaan tersebut dimaksudkan untuk terwujudnya hubungan yang harmonis antara
bangunan buatan manusia dengan alam sekitarnya.

3. Konsep Penerapan Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)


Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah mengalami proses
pembangunan atau perkerasan yang terjadi di atas lahan tersebut. Ada juga yang menyebut
lahan terbangun sebagai lingkungan terbangun. Sementara definisi lingkungan terbangun
(built environment) sebagai segala sesuatu yang dibuat, disusun dan dipelihara oleh
manusia untuk memenuhi keperluan manusia untuk menengahi lingkungan secara
keseluruhan dengan hasil yang mempengaruhi konteks lingkungan. Lingkungan terbangun
tersebut meliputi bangunan, jalan, fasilitas umum dan sarana lainnya.

Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) adalah angka persentase luas kawasan atau blok
peruntukan yang terbangun terhadap luas kawasan atau luas kawasan blok peruntukan
seluruhnya di dalam suatu kawasan atau blok peruntukan yang direncanakan. KWT
ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian peresapan air (water recharge),
jenis penggunaan lahan wilayah perencanaan dan kebutuhan akan zona pembatas (buffer
zone).

Berdasarkan data tutupan lahan serta definisi lahan terbangun yang telah disebutkan diatas,
maka di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, luas lahan yang telah terbangun adalah 674,87
Ha dan sisanya adalah lahan yang belum terbangun yaitu seluas 2.939,10 Ha. Dengan
demikian Koefisien Wilayah Terbangun untuk Kawasan Perkotaan Kendari tahun 2021
adalah 18,67%.

V - 24
4. Konsep Penerapan Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Koefіsіen Daerah Hіjau (KDH) adalah angka persentase perbandіngan antara ruang terbuka
dі luar ruangan yang dі berіkan oleh ruang terbuka hіjau terhadap luas lahan. Tujuan dі
terapkannya peraturan KDH іnі untuk mengatur luas ruangan yang ada dі alam terbuka
agar tіdak menghambat alіran resapan aіr ke dalam tanah, dengan demikian pepohonan
maupun tanaman lainnya yang ada dіsekіtar bangunan tіdak mengalamі kekerіngan
kemudіan matі. Dengan penerapan aturan KDH іnі dіmaksudkan agar tanaman tetap bіsa
hіdup dengan subur sehіngga kota tіdak mengalamі pencemaran udara dan tetap memіlіkі
sіrkulasі udara yang memadaі. Dalam Permen PU No. 29 tentang Pedoman Persyaratan
Teknіs Bangunan Gedung mengharuskan mіnіmal 10% besar KDH darі seluruh luas
bangunan tersebut.

Peraturan tersebut seyogyanya ditaati dan dijadikan sebagai pedoman oleh semua pihak,
baik pengembang perumahan (developer) maupun masyarakat secara umum. Namun
sampai saat ini, masіh banyak pihak/oknum yang membangun gedung atau perumahan,
tіdak memperhatіkan aturan terkait KDH іnі. Bahkan kіnі sudah banyak sekalі area
persawahan yang berubah menjadі area perumahan maupun gedung perkantoran. Hal іnі
lah yang kemudіan memіcu bencana alam maupun ketіka terjadі kebakaran maka apі akan
sangat cepat merambat akіbat bangunan yang dі dіdіrіkan secara berhіmpіtan dan tіdak
memіlіkі jarak.

Selaіn іtu jіka developer sebuah bangunan tіdak mau mempertіmbangkan masalah KDH іnі
maka yang ada daerah hіjau yang harusnya menjadі tempat tumbuh kembangnya tanaman
akan bergantі menjadі tempat bangunan. Dan masyarakat yang tіnggal dі area tersebut
akan kekurangan pasokan udara dan bersіh. Belum lagі ketіka musіm kemarau maka
bencana kekerіngan tіdak dapat dі hіndarі hal іnі berkaіtan dengan daerah hіjau yang
harusnya menjadі tempat tumbuh tanaman berubah menjadі area pemukіman padat
penduduk.

Sama sepertі peraturan tentang bangunan yang laіn, penerapan aturan KDH іnі bukan tanpa
alasan. Alasan utama yang menjadі dasar penerapan peraturan KDH іnі adalah agar kota
tetap memіlіkі daerah hіjau yang mencukupі sehіngga pasokan sіrkulasі udara segar
tetaplah terjaga dan tіdak terganggu. Alasan laіn yang menjadі petіmbangan penerapan
KDH adalah pemerіntah іngіn penataan kota tetap terjaga dan tіdak mengalamі kerusakan.
Sehіngga meskіpun terjadі bencana alam maka akan cepat dі tanggulangі dengan daerah
hіjau yang masіh terjaga іnі. Oleh karena іtu setelah tahu tentang alasan penerapan KDH
іnі ada baіknya para developer іnі tetap mematuhі peraturan KDH bagі setіap bangunan.
Dari berbagai sumber, penerapan KDH untuk setiap bangunan apabila tidak ditentukan
lain, adalah:
a. Pada daerah dengan kepadatan rendah, minimum 60% (enam puluh persen);
b. Pada daerah dengan kepadatan sedang, minimum 40% (empat puluh pesen); dan
c. Pada daerah dengan kepadatan tinggi, minimum 30% (tiga puluh persen).

H. KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Konsep pengembangan kawasan perkotaan tidak terlepas dari konsep dasar pengelolaan
lingkungan (environmental management) yang melibatkan komponen-komponen dasar sumber

V - 25
daya lingkungan dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan ekonomi). Hubungan ketiganya
dapat dinyatakan dalam suatu siklus pertukaran energi, materi, dan informasi. Sebagai suatu
pendekatan perencanaan dan pengelolaan untuk mencapai satu atau lebih hasil yang lebih
baik, maka pengelolaan dalam mengelola siklus pertukaran ini harus bersifat: 1)
keberkelanjutan secara ekologis, 2) pengambilan keputusannya proaktif dan antisipatif, 3)
memperhatikan keseimbangan efektif dan merata antara pengguna sumberdaya dan kelompok
lain yang terpengaruh, dan 4) memperhitungkan perubahan sosial dan ekonomi.

Berdasarkan ciri ini, maka sasaran utama konsep pengelolaan lingkungan pada dasarnya
adalah: 1) produktivitas (productivity), 2) keberlanjutan (sustainability), 3) stabilitas (stability),
4) kerentanan (reciliency), dan 5) pemerataan (equity).

Karakteristik pengelolaan lingkungan adalah: 1) mencakup seluruh sistem kawasan perkotaan,


2) menfokuskan pada hubungan antar komponen yang bekerja dalam sistem perkotaan, 3)
mengakui adanya sifat dinamis ekosistem sehingga mencerminkan gambar bergerak, bukan
gambar mati, 4) memasukkan konsep daya dukung, ketahanan dan keberlanjutan, dan 5)
mempertimbangkan unsur lingkungan secara luas.

Berdasarkan karakterisitik diatas, maka konsep dasar dari pengelolaan lingkungan harus
dibangun di atas dimensi-dimensi komprehensif, interkonektif dan srategik-reduktif (Born dan
Sonzogni, 1995).
1. Dimensi Komprehensif, adalah ide dasar perencanaan dan pengambilaan keputusan.
Komprehensif mengandung pengertian lingkup yang luas dan berbagai pemikiran-
pemikiran. Dalam konteks pengelolaan terpadu kawasan perkotaan, yang penting
diperhatikan dalam mengaktualisasikan dimensi komprehensif adalah derajat ketercakupan
suatu komponen dalam struktur. Aspek ini merupakan bagian penting yang harus
dikerjakan pada tahap awal analisis. Faktor-faktor yang dijelaskan dalam menggerakkan
derajat ketercakupan adalah: 1) elemen-elemen sumberdaya atau komponen ekosistem
lingkungan yang dipertimbangkan, 2) fungsi-fungsi pengelolaan sumberdaya atau sektor-
sektor pengguna sumberdaya, dan 3) posisi dengan kewenangan untuk bertindak. Dengan
kata lain, pengelolaan lingkungan secara terpadu harus mencakup semua aspek biofisik,
kimia, dan manusia dalam satu ekosistem, termasuk potensi-potensi penggunaan serta
kelompok individu dan publik yang berpengaruh atau dipengaruhi oleh kegiatan
pengelolaan.
2. Dimensi Interkonektif, menyatakan keterkaitan proses-proses dan komponen-komponen
dalam struktur pengelolaan. Berbagai analisis yang telah diketahui akan menyatukan hal
ini seperti yang dikenal antara lain Analisis Sistem dan Sistem Informasi Geografi (GIS),
dan sasarannya mengarah ke analisis antar hubungan. Dalam praktek, interaksi dan
koordinasi berbagai kepentingan mengarah ke pengertian interkoneksi kemudian bergerak
ke arah pendekatan integrasi.
3. Dimensi Strategis-Reduktif, merupakan konsep dasar yang akan membatasi ruang gerak
dimensi komprehensif dan interkonektif. Seperangkat komponen yang dipertimbangkan
harus betul-betul merupakan komponen yang terlibat dan dinilai penting. Dimensi ini akan
menyusun kemudian mereduksi kompleksitas dan kesulitan-kesulitan pencapaian derajat
komprehensif secara murni. Pengelolaan harus mampu mengidentifikasi dan memilih
aspek-aspek kunci, menyeleksi isu-isu kritis dan fungsi-fungsi yang esensial untuk
mencapai sukses. Dalam praktek, pelaksanaan dimensi ini sangat bersifat situasional,

V - 26
mempertimbangkan alasan-alasan perlunya keterpaduan, maka dapat dikemukakan
beberapa karakteristik pengelolaan lingkungan sebagai berikut:
a. Perencanaan kawasan perkotaan dalam kerangka kelembagaan dan kebijakan yang
dirancang untuk mendorong kerjasama dan koordinasi antar badan dan antar
pemerintahan yang diperlukan untuk mencapai sasaran perencanaan;
b. Dokumen yang dibuat bersama antara badan-badan pemerintah dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya untuk mengelola pembangunan perkotaan dengan
melibatkan sumberdaya dan lingkungan untuk melindungi ekosistem akibat
perubahan pemanfaatan;
c. Konsep pengelolaan secara terpadu paling sedikit mencakup pertimbangan-
pertimbangan: 1) penyusunan proyek tujuan ganda, 2) berbagai cara untuk mencapai
sasaran pengelolaan, 3) interaksi kualitas dan kuantitas, 4) interaksi pemanfaatan
lahan, 5) aspek sosial, dan 6) aspek lingkungan;
d. Perencanaan dengan menggunakan lahan sebagai landasan biofisik bagi perencanaan
dan pengelolaan. Perencanaan didasarkan atas proses kerja daur penunjang
kehidupan (life support cyclus) sebagai jalur yang memadukan proses-proses fisika,
kimia dan biologi ekosistem; dan
e. Kebutuhan memadukan berbagai daya suatu perubahan dalam perencanaan. Suatu
rencana perkotaan dapat dianggap memiliki berbagai langkah yang berbeda, yaitu: 1)
memaparkan sistem; identifikasi sumberdaya, habitat dan pemanfaatan oleh
manusia, 2) menetapkan struktur; saling keterkaitan sistem yang efektif dan
komponen utama yang akan diteliti (fungsi-fungsi), 3) mengurangi komponen dasar
sistem untuk tujuan penelitian ilmiah, 4) meneliti bagian-bagian komponen;
hidrologi, tanah, dan komponen lain yang terkait, 5) menyatukan ulang sistem, dan
6) mengevaluasi ulang paparan yang memfokuskan pada hubungan timbal balik
seluruh sistem.

I. KONSEP MITIGASI BENCANA


Penanganan kawasan rawan bencana di Kawasan Perkotaan Kendari dilakukan sesuai dengan
konsep mitigasi bencana yang telah diuraikan sebelumnya. Selain itu penanganan berbagai
bencana juga disesuaikan dengan manajemen bencana yang direncanakan. Pada lingkup
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kota Kendari, ilustrasi penanganan bencana
masih bersifat umum menggunakan konsep mitigasi bencana dan manajemen penanganan dari
tiap jenis bencana yang ada juga berdasarkan karakter umum fisik dasar Kawasan Perkotaan
Kota Kendari.

1. Mitigasi dan Manajemen Rawan Bencana


a. Manajemen Rawan Bencana Gempa Bumi
1) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Pengaturan Ruang/ Spasial, yaitu
dengan cara:
a) Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang aman dari gempa, antara lain dengan
menganalisa tipe-tipe tanah dan struktur geologinya;
b) Mengalokasikan penempatan bangunan (perumahan dan fasilitas umum yang
vital seperti rumah sakit, sekolah, kantor polisi, pemadam kebakaran, dan
sebagainya) pada area yang aman dari gempa bumi;

V - 27
c) Perlu tindak lanjut system manajemen mitigasi bencana yang dituangkan
dalam peraturan daerah yang berwawasan dan mempertimbangkan aspek
kebencanaan sehingga prinsip bangunan berkelanjutan dapat tercapai;
2) Menyiapkan jalur dan tempat evakuasi bencana;
3) Pemetaan mikrozonasi di wilayah rawan gempa bumi.
4) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Sistem Informasi dan Keteknikan,
dengan cara:
a) Mengembangkan teknik-teknik konstruksi tahan gempa, baik bangunan
untuk fasilitas umum maupun rumah penduduk. Misalnya antara lain
menggunakan bangunan dari kayu dan bahan ringan untuk rumah karena
lebih aman dibandingkan bangunan berat;
b) Verifikasi kapabilitas bendungan dan pekerjaan rekayasa untuk menahan
kekuatan gempa;
c) Meninjau kembali kesempurnaan fasilitas-fasilitas bangunan yang penting
(rumah sakit, sekolah, pemadam kebakaran, instalasi komunikasi), dan
menyempurnakan fasilitas tersebut jika diperlukan;
d) Merencanakan alternatif cadangan air;
5) Menyiapkan sistem-sistem komunikasi emergensi dan pesan-pesan kepada
khalayak umum yang menyangkut keamanan mereka.
6) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Pendidikan/Pemberdayaan Masyarakat,
dengan cara:
a) Melakukan pendidikan umum melalui penyebaran informasi untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat. Informasi tersebut berupa:
 Berbagai penyebab gempa bumi dan tanda-tanda peringatan;
 Resiko gempa bumi dan cara-cara untuk meminimasi kerentanan pribadi;
 Hal-hal yang harus dilakukan pada saat terjadi gempa (antara lain dengan
penyebaran poster yang komunikatif dengan bahasa yang sederhana dan
melakukan latihan/ gladi).
b) Menyebarkan poster atau brosur dengan bahasa yang mudah dipahami
kepada masyarakat, yang memuat informasi berikut:
 Pengenalan tentang tempat-tempat yang aman dan berbahaya di dalam
rumah dan bangunan umum, untuk digunakan sebagai tempat berlindung
jika tak sempat ke luar rumah/bangunan saat gempa;
 Tidak menyalakan korek api, lampu listrik, dan kompor gas untuk
menghindari ledakan seandainya terjadi kebocoran gas;
 Tindakan yang diperlukan di dalam rumah/bangunan, seperti mengaitkan
dengan kuat benda-benda berat di dalam rumah (misalnya lemari),
melepas hiasan dinding yang besar dari dinding di dekat tempat tidur;
 Menyiapkan helm, peluit dan senter;
 Menyiapkan jalur keluar darurat yang aman untuk berkumpul dan
berlindung di luar bangunan;
 Tidak berlari menuju tempat tinggi yang berpotensi longsor, tidak
berlindung di bawah tiang, pohon besar dan menara, menghindari tempat
yang berbau gas;
 Apabila dekat laut, mengenali tempat tinggi yang stabil dan aman dari
kemungkinan tsunami yang mengiringi gempa.

V - 28
c) Melaksanakan program untuk memperkenalkan teknik konstruksi yang
sudah diperbaiki kepada masyarakat.
d) Membangun kewaspadaan masyarakat dan pemerintah daerah melalui
pelatihan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi.
7) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Kelembagaan:
a) Melembagakan insentif untuk memindahkan bangunan-bangunan yang tidak
aman atau bangunan-bangunan yang awalnya berlokasi di area yang kurang
aman menuju lokasi yang lebih aman;
b) Melembagakan insentif untuk menggunakan konstruksi yang lebih aman
serta mendorong dan mengarahkan pembangunan di masa mendatang
menuju area yang lebih aman, melalui :
 Pengawasan zoning/penggunaan lahan;
 Standar-standar dan undang-undang bangunan;
 Perpajakan yang masuk akal, pinjaman atau subsidi.
c) Melatih tim-tim operasi SAR dan menjamin tersedianya peralatan deteksi
secara cepat;
d) Melatih personil dalam menghadapi trauma;
e) Melakukan koordinasi dengan organisasi-organisasi sukarela.
b. Manajemen Resiko Banjir
1) Manajemen resiko banjir melalui pengaturan ruang/spasial:
a) Melakukan pemetaan daerah rawan banjir, mengarahkan pembangunan
menghindari daerah rawan banjir (kecuali untuk taman dan fasilitas olah raga),
dan dilanjutkan dengan kontrol penggunaan lahan;
b) Melakukan diversifikasi produk pertanian seperti penanaman tanaman pangan
yang tahan terhadap banjir atau menyesuaikan musim tanam;
c) Penghijauan kembali dan pengaturan tanah endapan karena banjir; dan
d) Penyediaan jalur evakuasi apabila terjadi banjir.
2) Manajemen resiko banjir melalui sistem informasi dan keteknikan:
a) Melengkapi dengan sistem peringatan dan deteksi/peramalan banjir. Ada
beberapa pilihan dari yang sederhana (melibatkan petugas atau relawan
pengamat curah hujan dan batas air sungai) sampai yang canggih
menggunakan alat pengukur curah hujan dan model terkomputerisasi. Salah
satu contoh adalah ALERT (evaluasi lokal otomatis saat kejadian);
b) Menggunakan media untuk menyebarkan peringatan, melalui radio, televisi,
dan sirine;
c) Perlindungan vegetasi dari kebakaran dan dari penggembalaan yang terlalu
banyak;
d) Melakukan relokasi elemen-elemen yang menyumbat jalan banjir, termasuk
pembersihan sedimen dan puing-puing dari sungai;
e) Pembelokan banjir, meliputi tanggul, dan bendungan. Akan tetapi tanggul dan
bendungan cenderung jebol dan dapat dihancurkan oleh gempa bumi sehingga
harus direkayasa secara hati-hati untuk mengantisipasi tingkat-tingkat air yang
maksimum;
f) Menggunakan rancangan bangunan tahan banjir, misalnya menaikkan
lantai/ruangan di atas kemungkinan batas banjir (konstruksi rumah panggung).
Bangunan dimundurkan dari perairan. Lahan yang mengelilingi bangunan

V - 29
dilindungi dari erosi. Dasar sungai distabilkan dengan bangunan konstruksi
dari batu atau vegetasi, terutama yang berada dekat jembatan;
g) Peraturan tentang material bangunan, yang menghindari bangunan-bangunan
dari kayu dan yang berkerangka ringan pada zona-zona tertentu; dan
h) Pembangunan area-area yang ditinggikan atau bangunan-bangunan yang
digunakan untuk penampungan jika evakuasi tidak memungkinkan.
3) Manajemen resiko banjir melalui pendidikan/pemberdayaan masyarakat.
Melaksanakan program peningkatan kesadaran umum, yang memuat substansi
berikut:
a) Penjelasan dari fungsi dataran banjir, lokasi dataran banjir lokal, dan pola
drainase;
b) Identifikasi bahaya banjir dan tanda-tanda peringatan;
c) Mendorong setiap orang untuk membuat barang-barang mereka tahan banjir
dan mengembangkan rencana penyelamatan diri;
d) Penjelasan tentang rencana evakuasi masyarakat dan sistem peringatan dan
aktivitas pasca bencana;
e) Mendorong tumbuhnya tanggung jawab pribadi untuk mencegah banjir
dalam praktek kehidupan sehari-hari, seperti praktek pertanian yang sesuai,
pencegahan penggundulan hutan, dan mengelola saluran drainase.
4) Manajemen resiko banjir melalui kelembagaan:
a) Pembentukan lembaga atau komunitas yang peduli terhadap banjir dengan
melakukan pengontrolan daerah rawan banjir yang dikaitkan dengan
peraturan konservasi terhadap perbaikan sungai dan hutan serta peraturan
pendirian bangunan di daerah yang rawan banjir; dan
b) Penetapan insentif (berupa subsidi, potongan pajak atau pinjaman) untuk
mendorong pembangunan mengarah ke lokasi yang aman.

2. Ruang Evakuasi Bencana


Ruang evakuasi bencana di Kawasan Perkotaan Kendari dapat memanfaatkan ruang
terbuka (lapangan olah raga, plaza, taman-taman kota dan lainnya), fasilitas sosial dan
fasilitas umum (sekolah, mesjid, rumah sakit, gedung serbaguna dan lain sebagainya),
perkantoran pemerintahan dan perkantroan lainnya (kantor kecamatan, kelurahan/desa,
kantor koramil, polsek, kantor swasta, dan perkantoran lainnya), atau ruang terbuka yang
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk penyelamatan/menampung penduduk yang
mengungsi apabila terjadi bencana alam. Rencana pengelolaan kawasan ruang evakuasi
bencana meliputi:
1. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung evakuasi yang dialokasikan pada
kawasan ruang terbuka yang diarahkan untuk berfungsi ganda sebagai ruang evakuasi
bencana;
2. Mampu menjalankan fungsi evakuasinya dengan baik pada saat dibutuhkan;
3. Mempersiapkan koneksitas antara jalur evakuasi dengan ruang evakuasi bencana yang
dipersiapkan agar proses evakuasi dapat dilakukan dengan baik;
4. Melakukan sosialisasi berkala di masyarakat berkaitan dengan sistem, jalur dan ruang
evakuasi bencana yang disiapkan bila terjadi bencana alam; dan
5. Melakukan simulasi penanganan evakuasi bencana bagi masyarakat sebagai bagian
dari sosialisasi yang dilakukan secara berkala.

V - 30
3. Jalur Evakuasi Bencana
Untuk memudahkan dalam evakuasi penduduk, jika terjadi bencana, maka jalur yang dapat
diarahkan pada jalan-jalan utama (arteri, kolektor, lokal dan lingkungan) dan jalur yang
mudah dan dekat ke lokasi ruang evakuasi.

J. KONSEP KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN


PERKOTAAN
1. Analisa dan Konsep Kelembagaan Pengelolaan Perkotaan
Pergeseran paradigma dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi
menjadi pola desentralisasi yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (perubahan kedua Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015), membawa implikasi yang mendasar terhadap keberadaan, tugas, fungsi dan
tanggungjawab lembaga serta aparatur pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance. Wacana baru dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, adalah tuntutan masyarakat
untuk terwujudnya aparatur pemerintah yang demokratis, netral, profesional, efisien,
efektif, berkeadiian, bersih, terbuka, partisipatif dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat.

Secara sederhana, peranan Pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik
dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, bersifat langsung (direct public goods provision),
dan yang kedua bersifat tidak langsung (indirect public goods provision). Jenis yang
terakhir ini melibatkan peran yang lebih besar pada sektor swasta (private) atau masyarakat
(community). Peranan Pemerintah Daerah secara tidak langsung dapat dilakukan melalui
regulasi, insentif, maupun kontrol terhadap fungsi pelayanan publik yang dilaksanakan
oleh swasta maupun masyarakat untuk jenis pelayanan tertentu.

Salah satu persoalan yang dihadapi dalam menjalankan fungsi pelayanan publik oleh
pemerintahan daerah adalah menyangkut kelembagaan. Oleh karena itu pemerintah pusat
memandang perlu menata ulang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melalui pembentukan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016, yang kemudian digantikan dengan PP No.
72 Tahun 2019. Hal ini dilakukan mengingat banyak kasus, OPD di beberapa daerah
berbeda dengan OPD di daerah lainnya.

Dalam rangka pengelolaan kawasan perkotaan, Pemerintah Kota Kendari seyogyanya


membentuk sebuah badan/Lembaga maupun institusi khusus, diluar dinas atau OPD yang
selama ini bertugas menangani seluruh aktivitas pengelolaan kawasan perkotaan. Hal ini
dilakukan untuk menciptakan sinergi antar lembaga/OPD, mengingat karena
perkembangan dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
kawasan perkotaan semakin besar.

Terkait penyelenggaran penataan ruang, pemerintah melalui PP No. 21 Tahun 2021


mengatur dan mendorong pemerintah daerah membentuk Forum Penataan Ruang (FPR).
Keanggotaan FPR berasal dari perangkat daerah, asosiasi profesi dalam hal ini Ikatan Ahli
Perencana (IAP), asosiasi akademisi dalam hal ini Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia
(ASPI) dan tokoh masyarakat yang mempunyai kompetensi dibidangnya masing-masing.
Forum tersebut nantinya bertugas memberikan pertimbangan ke pemerintah daerah terkait
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), termasuk sengketa penataan ruang

V - 31
yang terjadi akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan antar tingkat pemerintah
daerah.

2. Konsep Pembiayaan Pembangunan Perkotaan


Tidak dipungkiri, pembiayaan pembangunan selalu menjadi persoalan tersendiri dalam
pelaksanaan pembangunan khususnya pelaksanaan pembangunan di daerah. Masih
tingginya kolusi, korupsi dan nepotisme serta kurangnya inovasi dan kretifitas dari
pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendanaan baru, ditambah program
pembangunan yang terkadang tumpeng tindih, disinyalir menjadi faktor penting terciptanya
permasalahan tersebut.

Pemerintah Pusat dibawah Kementerian keuangan telah membuat kebijakan-kebijakan dan


membuka peluang untuk mendorong pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama
dengan institusi/lembaga yang bergerak dibiang pembiayaan pembangunan. Salah satu
kebijakan yang dibuat adalah pembiayaan pembangunan dapat melalui Kerjasama
Pemerintah dengan Swasta (KPS) atau biasa disebut Public Private Partnership (PPP).
Kerjasama tersebut diadakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, seperti jalan
tol, bandara, kereta api, air minum, persampahan, telekomunikasi, dan sebagainya. KPS
terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:
a. Bulit, Operate, and Transfer (BOT)
Di dalam BOT, pembangunan infrastruktur dapat melibatkan investasi swasta pada
pembangunan konstruksi infrastruktur baru. Pendanaan pihak swasta akan digunakan
untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan
standar-standar performance yang disusun oleh pemerintah. Masa periode yang
diberikan memiliki waktu yang cukup panjang untuk perusahaan swasta untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan guna membangun konstruksi
beserta keuntungan yang akan didapat yaitu sekitar 10 sampai 20 tahun. Dalam hal ini
pemerintah tetap menguasai kepemilikanfasilitas infrastruktur dan pemerintah
memiliki dua peran sebagai pengguna dan regulator pelayanan infrastruktur tersebut.
b. Konsensi
Melalui penggunaan KPS dengan bentuk konsensi, pemerintah dapat memberikan
tanggung jawab dan pengelolaan penuh kepada kontraktor (konsesioner) swasta untuk
menyediakan pelayanan-pelayanan infrastruktur dalam sesuatu area tertentu, termasuk
dalam hal pengoperasian, perawatan, pengumpulan dan manajemennya. Konsesioner
bertanggung jawab atas sebagian besar investasi yang digunakan untuk membangun,
meningkatkan kapasitas, atau memperluas sistem jaringan, dimana konsesioner
mendapatkan pendanaan atas investasi yang dikeluarkan berasal dari tarif yang
dibayar oleh konsumen. Peran pemerintah ialah bertanggung jawab untuk memberikan
standar pelayanan dan jaminan kepada konsesioner. Peran pemerintah bergeser dari
penyedia pelayanan (provider) menjadi pemberi aturan (regulator).
c. Joint Venture
Joint venture merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dimana tanggung
jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan pelayanan
infrastruktur. Dalam kerjasama ini, masing-masing pihak mempunyai posisi yang
seimbang dalam perusahaan. Kerjasama ini bertujuan untuk memadukan keunggulan
sektor swasta seperti modal, teknologi, kemampuan manejemen, dengan keunggulan
pemerintah yakni kewenangan dan kepercayaan masyarakat.

V - 32
d. Community Based Provision (CBP)
CBP dapat terdiri dari perorangan, keluarga, atau perusahaan kecil. CBP memiliki
peran utama dalam mengorganisasikan penduduk miskin ke dalam kegiatan bersama
dan kepentingan mereka akan direpresentasikan dan dinegosiasikan dengan NGO dan
pemerintah. NGO berperan untuk menyediakan proses manajemen, menengahi
negosisasi antara CBO dan lembaga yang lebih besar lainnya dalam hal bentuk
jaringan kerjasama, pemberian informasi ataupun kebijasanaan.
e. Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan
Di dalam bentuk KPS ini, pemerintah dapat memberikan wewenang kepada pihak
swasta dalam kegiatan operasional, perawatan dan kontrak pelayanan pada
infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Pihak swasta harus membuat suatu
pelayanan dengan harga yang telah disetujui dan harus sesuai dengan standar
performance yang telah ditentukan oleh pemerintah.

K. PELIBATAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM


PEMBANGUNAN PERKOTAAN

Definisi peranserta masyarakat dalam penataan ruang dapat dipandang dari sudut
pemerintah maupun dari sudut pandang anggota masyarakat itu sendiri.
1. Dari sudut pandang pemerintah dimaknai sebagai proses pelibatan atau dorongan
untuk melakukan intervensi oleh masyarakat dalam proses penyelenggaraan
penataan ruang. Munculnya istilah pelibatan dikarenakan peran satu pihak
(pemerintah) lebih dominan dibandingkan dengan pihak kedua (masyarakat). Pada
realiasinya proses pelibatan ini memberikan konsekuensi kepada pemerintah untuk
melakukan pemberdayaan kepada masyarakat agar mereka dapat berperanserta
secara baik dan benar.
2. Dari sudut pandang anggota masyarakat dimaknai sebagai proses peranserta yakni
berupa rincian hak dan kewajiban dari masyarakat serta bagaimana cara masyarakat
berperanserta dalam proses penyelenggaraan penataan ruang.

Apabila peranserta masyarakat lebih difokuskan dari aspek pengambilan keputusan


dalam keseluruhan proses penataan ruang, maka output perencanaan lebih dapat
diterima (acceptable) daripada hanya dilakukan melalui proses teknokratis dan juga
mendorong capacity building antara pamerintah dan masyarakat. Melalui pendekatan
peranserta masyarakat di dalam proses perencanaan tata ruang, akan diperoleh hasil-
hasil yang: 1) Representatif, artinya: Bermutu, berdayaguna, dan berhasil guna; 2)
Responsif, artinya sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan dinamika masyarakat, serta
sesuai pula dengan tujuan-tujuan Penataan Ruang dan Kualitas Ruang; dan 3)
Accountability, artinya mendapat pengakuan dan kesepakatan masyarakat.

1. Pengertian Pendekatan Peran–Serta Masyarakat


”Pendekatan Peran-serta” dapat diartikan sebagai pola Pendekatan dalam proses
Pembangunan yang melibatkan berbagai pelaku, dalam suatu bentuk kemitraan
dalam kesetaraan, dengan menerapkan sistem/ciri peran-serta. Masyarakat
berperan sebagai subyek pembangunan, dan sekaligus sebagai objek dalam
menikmati hasil pembangunan.

V - 33
Dalam Pendekatan Peran-serta, setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan
antara Pemerintah dan Masyarakat. Keputusan ini berlaku untuk setiap tahap
pembangunan, mulai dari: pengenalan permasalahan dan perumusan kebutuhan,
perencanaan dan perumusan program, pelaksanaan, pengoperasian dan
pemeliharaan. Pemerintah berperan sebagai “Katalis” dan masyarakat sebagai
‘Klien” yang akan didampingi untuk memecahkan masalah mereka melalui hasil
kerja mereka sendiri. Dengan demikian seluruh proses pembangunan merupakan
proses belajar bagi semua pihak yang terlibat.

2. Tingkatan Peran-Serta
Meskipun masalah peran-serta masyarakat telah banyak dibicarakan, namun yang
seringkali masih menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh tingkat peran-serta
masyarakat diperlukan agar usaha tersebut dapat berhasil dengan baik. Secara
garis besar tipologi tingkatan persan serta masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Manipulation atau manipulasi;
b. Therapy atau penyembuhan;
c. Informing atau pemberian informasi;
d. Consultation atau konsultasi;
e. Placation atau perujukan;
f. Partnership atau kemitraan;
g. Delegated Power atau pelimpahan kekuasaan; dan
h. Citizen Control atau masyarakat yang mengontrol.

3. Bentuk Peran Serta Berdasarkan Tujuan


Sementara itu, jika ditinjau dari tujuannya, suatu bentuk peran-serta dapat
digolongkan sesuai urutan sebagai berikut (dari tingkat pasif sampai aktif):
a. Publisitas (Publicity) dilaksanakan dalam rangka membangun dukungan
masyarakat;
b. Pendidikan Masyarakat (Public Education) dilaksanakan dalam rangka
sosialisasi-desiminasi;
c. Masukan Masyarakat (Public Input) dilaksanakan dalam rangka
mengumpulkan informasi dari masyarakat;
d. Interaksi Masyarakat (Public Interaction) dilaksanakan dalam rangka
membangun komunikasi dua arah; dan
e. Kemitraan Masyarakat (Public Partnership) dilaksanakan dalam rangka
mengamankan saran dan “consern” mayarakat.

4. Bentuk Peran-serta Menurut Peraturan Perundangan


Pada setiap tahap kegiatan perencanaan tata ruang, masyarakat dapat berperan-
serta dengan cara menyampaikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan,
keberatan atau masukan-masukan yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
a. Memberi masukan dalam penentuan arah pengembangan;

V - 34
b. Membantu mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan,
termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang di wilayahnya dan
termasuk pula tata ruang kawasan;
c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang;
d. Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan arah kebijaksanaan pemanfataan
ruang, dan rencana pemanfaatan ruang;
e. Mengajukan keberatan dan tanggapan terhadap Rancangan Rencana;
f. Kerjasama penelitian dan pengembangan; dan
g. Bantuan tenaga ahli dan atau dana.

Kondisi ideal partisipasi masyarakat adalah berbentuk peranserta masyarakat yaitu


berupa aktivitas pendelegasian kekuasaan dan berjalannya kontrol masyarakat
terhadap proses penyelenggaraan penataan ruang sehingga pemerintah di tingkatan
manapun perlu menyadari bahwa aktivitas memberikan informasi dan melayani
konsultasi belumlah cukup dalam menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah bahwa pelibatan masyarakat ini
hanyalah sebagai alat untuk mencapai tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang itu
sendiri. Prinsip pelibatan masyarakat dalam penataan ruang adalah sebagai berikut:
1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku (ujung tombak) dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (termasuk dalam penataan ruang);
2. Memfasilitasi masyarakat agar menjadi pelaku dalam proses penataan ruang
(Pemerintah sebagai fasilitator, dan menghormati hak masyarakat, serta
menghargai kearifan lokal/keberagaman budayanya);
3. Mendorong agar stakeholder mampu bertindak secara transparans, akuntabel dan
profesional dalam proses penataan ruang (terutama dalam perencanaan tata
ruang); dan
4. Mendorong perkuatan kelembagaan yang mewadahi berbagai aspirasi dari berbagai
stakeholder.

V - 35

You might also like