Professional Documents
Culture Documents
KONSEP
PENGEM
BANGAN
KAWASA
NA. KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN
PERKOT
1. Isu dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Perkotaan
AANKota baik sebagai wilayah administratif maupun sebagai kawasan fungsional, memiliki dua
sisi yang selalu koeksis yaitu antara potensi dan masalah. Kedua hal tersebut tidak akan
dapat dipisahkan dari perkembangan kawasan perkotaan, yang secara alami akan tumbuh
baik direncanakan maupun tidak. Permasalahan yang umum dijumpai di kawasan perkotaan
antara lain kemacetan, polusi udara, banjir, kesenjangan sosial-ekonomi, permukiman
kumuh, sanitasi yang buruk, tingginya timbulan sampah, serta pelayanan publik yang
kurang memadai, adalah disatu sisi, sedangkan pada sisi yang lain kawasan perkotaan juga
memiliki potensi sebagai trigger pembangunan kewilayahan, juga menjadi awal tempat
tumbuhnya inovasi serta peradaban baru serta potensi-potensi lainnya.
Issu dan permasalahan pembangunan kawasan perkotaan tidak lepas dari persoalan
urbanisasi, kemiskinan, kualitas lingkungan hidup, kapasitas daerah untuk pengelolaan
kota, pertumbuhan antar kota yang belum seimbang, dan globalisasi. Oleh karena itu perlu
dirumuskan kebijakan dan strategi pembangunan perkotaan untuk dapat mencapai visi
“Kota Berkelanjutan 2045” dimana misinya adalah mewujudkan Kota Layak Huni, Inklusif
dan Berbudaya; mewujudkan Kota yang Maju dan Menyejahterakan; mewujudkan Kota
Hijau dan Tangguh; serta mendorong Sistem Perkotaan Nasional yang Seimbang dan
Berkeadilan.
Secara umum kebijakan perkotaan nasional terdiri atas dua bagian utama yaitu hal-hal yang
sifatnya nasional dan hal-hal yang sifatnya lokal namun perlu dukungan atau keselarasan
nasional. Yang bersifat nasional setidaknya dapat terdiri atas upaya menjadikan kota
V-1
sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan pengentasan
kemiskinan plus pembangunan regional yang seimbang. Sementara yang bersifat lokal
perlu mencakup aspek-aspek ekonomi, lingkungan, sosial-budaya serta kelembagaan.
Kawasan Perkotaan Kendari merupakan dua wilayah kecamatan yang yang perkembangan
fisik serta sosial ekonominya sangat cepat dibandingkan dengan kawasan perkotaan lain
dalam wilayah Kota Kendari. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah
Kota Kendari yang berkedudukan sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dampak ikutan dari faktor tersebut menjadi isu sentral dan permasalahan perkembangan
Kawasan Perkotaan Kendari dimasa yang akan datang, antara lain:
Pembangunan Kawasan-kawasan perumahan baru yang massif dilakukan, baik oleh
pengembang/developer maupun masyarakat umum, sehingga berdampak pada
perubahan fungsi lahan, sementara disatu sisi di Kawasan Perkotaan Kendari masih
terdapat lahan-lahan pertanian produktif yang pelu dilindungi; dan
Hampir semua ruang di Kawasan Perkotaan Kendari termasuk dalam Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Haluoleo, sehingga dalam
perancangan pembangunan fisik kawasan harus memperhatikan tinggi bangunan yang
dipersyaratkan.
Struktur ruang Wilayah Perencanan Kecamatan Kota Kendari, perlu penegasan fungsi dan
peranan masing-masing pusat kegiatan, dengan pembagian seperti perumahan, perkantoran,
sarana pelayanan umum, pusat pengembangan perdagangan dan jasa, serta pusat aktivitas
lainnya. Sementara itu pola pemanfaatan ruang Wilayah Perencanan Kota Kendari,
diarahkan:
Pengembalian fungsi areal zona lindung, dengan melakukan penanaman pohon-pohon
lindung di areal sempadan sungai;
Pembatasan perluasan areal pengembangan kegiatan perkotaan ke arah areal lahan
pertanian irigasi teknis (LP2B), dengan arahan berupa intensifikasi kegiatan; dan
Penetapan zona-zona pengembangan kegiatan perkotaan.
V-2
Tujuan penataan ruang Wilayah Perencanan Kota Kendari merupakan nilai dan/atau
kualitas terukur yang akan dicapai. Tujuan penataan ruang ini juga disesuaikan dan
disinergiskan dengan arahan pencapaian yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Strategis Kawasan Kota Kendari. Rumusan tujuan penataan ruang penyusunan
Wilayah Perencanan Kota Kendari disusun dengan fungsi:
Sebagai acuan untuk penyusunan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, arahan
pemanfaatan ruang, dan penyusunan peraturan zonasi;
Menjaga konsistensi dan keserasian pembangunan kawasan dengan RTRW Kota
Kendari; dan
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang Wilayah Perencanan Kendari tersebut, maka
konsep visi pengembangan kawasan tersebut, diarahkan untuk menciptakan kota yang
kompak, harmonis dan berkelanjutan, dengan mengacu pada prinsip optimalisasi
pemanfaatan ruang, pemerataan pembangunan antar kawasan, dan pembangunan
berkelanjutan.
Bila pembangunan yang ada saat ini dan akan datang tidak terkontrol dan tidak
memiliki konsep tata ruang yang jelas maka dikhawatirkan akan kehilangan ruang
terbuka dan elemen yang terkait seperti jalur jalan sebagai bagian dari elemen sirkulasi
ikut tidak terkontrol, sistem jaringan drainase, sistem pengelolaan limbah dan
penanganan sampah perkotaan ikut terpengaruh dikarenakan keberadaannya dapat
terdegradasi oleh masalah-masalah yang akan bermunculan dikarenakan penataan ruang
yang tidak memegang prinsip pemanfaatan ruang dengan baik.
V-3
Struktur Peruntukan Lahan; komponen rancang kawasan yang berperan penting
dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah
ditetapkan dalam suatu wilayah perencanaan tertentu.
Intensitas Pemanfaatan Lahan; tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum
bangunan terhadap lahan/tapak peruntukkannya.
Tata Bangunan; produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek
termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari
elemen-elemen blok, kavling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi
lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas
ruang kota yang akomodatif terhadap keberagaman kegiatan yang ada, terutama
yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.
Sistem Sirkulasi dan jalur penghubung; jaringan jalan dan pergerakan, sirkulasi
kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal
setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk disabilitas dan lanjut usia)
sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan lingkungan
dan sistem jaringan penghubung.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau; komponen rancang kawasan yang tidak
sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen sisa setelah proses
rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral
dari suatu lingkungan yang lebih luas.
Tata kualitas Lingkungan; merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan
yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub area dengan sistem
lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan; kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi
dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Mengacu pada pengertian dari pembangunan berkelanjutan diatas, maka salah satu
prinsip penataan Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah prinsip pembangunan
V-4
berkelanjutan, yang meliputi:
Ekonomi; pendekatan pembangunan dalam aspek ekonomi berkelanjutan,
difokuskan pada peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat di Kawasan Perkotaan
Kendari sehingga memiliki daya saing. Selain itu, pembangunan berkelanjutan
mendorong kerja sama ekonomi strategis dan peningkatan performa infrastruktur
dasar seperti perumahan, air, jalan, hingga akses informasi;
Energi; penerapan penghematan energi merupakan bagian dari pembangunan
berkelanjutan. Contohnya yang diterapkan adalah mengoptimalkan pembangunan
bangunan dengan pencahayaan alami sebanyak mungkin, mengutamakan
pengembangan sistem transportasi umum, massal, dan hemat energi dan bukan
justru pro terhadap penggunaan kendaraan-kendaraan pribadi di jalan;
Ekologi; dalam pembangunan berkelanjutan diterapkan melalui lahan campuran
dengan maksimal, memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau, sistem
tranportasi dan pembangunan saling terhubung serta membatasi alih fungsi lahan
secara berlebihan;
Pemerataan; tujuan utama dari pembangunan yang berkelanjutan adalah
pemerataan. Pemerataan dianggap bisa menekan disparitas ekonomi dan sosial,
serta memberikan kesempatan yang sama dalam masyarakat; dan
Peran serta; bentuk pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui
peningkatan dan optimalisasi peran serta masyarakat dalam proses pembangunan
Kawasan Perkotaan Kota Kendari. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Kendari
berperan sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat dan mampu menampung
aspirasi atau masukan dari masyarakat.
Dengan demikian aksesibilitas antar ruang akan meningkat akibat terciptanya interaksi
fungsional yang optimal antara unit-unit kawasan yang ada. Interaksi tersebut antara lain
berwujud keterkaitan dan atau ketergantungan antar unit kawasan yang mendorong
berkembangnya ruang secara proporsional. Arahan struktur dan pemanfaatan ruang pada
V-5
wilayah perencanaan secara optimal tidak dapat dipisahkan dari struktur dan pemanfaatan
ruang eksistingnya.
V-6
Segi penyediaan fasilitas lingkungan; dan
Segi finansial untuk pembangunan.
Dari pertimbangan dan berbagai faktor tersebut di atas, maka ditentukan alternatif struktur
ruang yang akan diterapkan pada wilayah perencanaan, sebagai berikut:
Struktur tata ruang terwujud oleh pusat-pusat kegiatan lingkungan yang mempunyai tata
hirarki yang ditandai dengan posisi pusat kegiatan dengan jenis dan skala pelayanan
fasilitas umum yang tersedia atau yang direncanakan pengadaannya, dengan sistem
hubungan antar pusat-pusat kegiatan lingkungan tersebut. Sistem struktur ruang dalam
wilayah perencanaan seyogyanya dipadukan dengan sistem struktur ruang di sekitar
wilayah perencanaan, sehingga terwujud suatu sistem struktur tata ruang yang lebih luas.
Secara umum, sistem struktur ruang terutama sangat ditentukan oleh pola tata hirarki
pusat-pusat unit lingkungan, fasilitas pelayanan umum pada masing-masing pusat unit
lingkungan, dan sistem penghubung maupun komunikasi;
Untuk meningkatkan aksesibilitas di dalam Kawasan Perkotaan Kendari akan dibuka
beberapa ruas jalan yang menghubungkan antar unit-unit lingkungan permukiman serta
pendistribusian fasilitas sosial dan fasilitas umum secara proporsional dengan tingkat
kebutuhan masyarakat guna meningkatkan pelayananl dan
Kondisi eksisting Kawasan Perkotaan Kendari menunjukkan bahwa permukiman
penduduk tumbuh secara berkelompok dan memusat di satu segmen. Oleh karena itu,
unit-unit permukiman tersebut perlu dihubungkan dengan membuka jaringan jalan baru,
sehingga tercipta suatu interaksi yang optimal dan sinergis dari tiap lingkungan
permukiman.
Penerapan rencana struktur ruang tersebut diatas, mempunyai beberapa kelebihan terutama
dalam hal:
Kemudahan pendistribusian fasilitas pelayanan baik lokal maupun regional, sehingga
jangkauan pelayanannya lebih merata;
Lahan yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Kendari dapat dimanfaatkan secara
optimal dan tidak terbatas pada lahan yang berada disepanjang jalan; dan
Menciptakan aksesibilitas yang tinggi antar dan inter kawasan, dalam arti jarak capai
antara fasilitas kota relatif sama dan merata, demikian pula terhadap pencapaian ke
fasilitas pelayanan umum.
Berdasarkan kajian wilayah perencanaan yang telah dijabarkan ke dalam konsep umum
pengembangan kawasan, dapat dirumuskan konsep pembentukan struktur ruang kawasan
yang meliputi konsep distribusi penduduk, konsep pengembangan pusat pelayanan, konsep
pengembangan sistem pergerakan, konsep pengembangan fasilitas perkotaan, serta konsep
pengembangan jaringan utilitas. Upaya pembentukan struktur ruang Kawasan Perkotaan
Kendari bertujuan untuk:
Mewujudkan pemerataan pembangunan di wilayah perencanaan melalui penempatan
fungsi-fungsi utama kawasan dan fasilitas sosial-ekonomi kawasan secara berjenjang
pada tiap unit-unit lingkungan sesuai dengan penduduk pendukung;
Menghindari terjadinya segresi keruangan (spatial segregation) melalui pemberian
fungsi dan peran tiap-tiap lingkungan kawasan secara jelas dan berjenjang;
Menciptakan sinergi perkembangan kawasan yang didukung oleh pembentukan interaksi
V-7
yang kuat antar fungsi-fungsi tiap lingkungan kawasan;
Membatasi pengembangan pada ruang-ruang yang memiliki fungsi konservasi serta
memiliki kerawanan bencana cukup tinggi; dan
Mendorong pengembangan ruang-ruang kawasan yang diarahkan menjadi pusat-pusat
pelayanan baru.
Pertimbangan dasar pembentukan struktur tata ruang atau pembagian wilayah wilayah
perencanaan adalah sebagai berikut:
Pembentukan pusat-pusat pelayanan baru dalam blok-blok kawasan sehingga dapat
menarik perkembangan ke dalam blok kawasan, untuk membatasi perkembangan yang
memanjang pada jaringan jalan utama kawasan; dan
Kondisi fisik alamiah kawasan yang terdiri atas bukit-bukit dan dataran menjadi
pertimbangan dalam pembentukan struktur yang terintegrasi antara keduanya.
Berikut uraian konsepsi pengembangan Kawasan Perkotaan Kendari terkait struktur tata
ruang:
Selain itu, pengaturan dan pengendalian distribusi penduduk juga dimaksudkan untuk
mengembangkan perekonomian masyarakat khususnya peningkatan pendapatan
masyarakat melalui penyediaan ruang yang cukup untuk pengembangan kegiatan
ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Dengan demikian,
kegiatan baru yang direncanakan tersebut diharapkan mampu menciptakan lapangan
kerja baru, yang dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat dalam
wilayah perencanaan khususnya dan masyarakat secara umum.
Selain itu perhitungan jumlah penduduk yang dapat ditampung Kawasan Perkotaan
Kendari ini dimaksudkan untuk mengetahui besaran ruang yang diperlukan dalam
melakukan aktivitas sosial ekonomi dan budaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya daya tampung penduduk ini antara lain:
1) Luas lahan efektif yang dapat dikembangkan sebagai ruang perkotaan;
2) Arahan rencana tata ruang yang lebih makro (RTRW Kota Kendari) terhadap
V-8
tingkat kepadatan penduduk dalam wilayah perencanaan; dan
3) Fungsi dan peranan wilayah perencanaan dalam struktur fisik dan fungsional
Kawasan Perkotaan Kota Kendari.
Berdasarkan konsep struktur ruang kota serta untuk mendukung fungsi kawasan
sebagai kawasan permukiman perkotaan, maka penyebaran penduduk di Kawasan
Perkotaan Kendari diatur sebagai berikut:
1) Jumlah penduduk diupayakan terdistribusi secara merata di setiap sub WP,
sebagai bagian dari upaya pemerataan kepadatan penduduk serta efisiensi dan
efektifitas pemanfaatan lahan; dan
2) Pengembangan dan pengaturan kepadatan penduduk di Kawasan Perkotaan
Kendari diarahkan pada skala pengembangan kepadatan rendah dan kepadatan
tinggi. Hal ini didasarkan pada arahan pengembangan kepadatan penduduk pada
RTRW Kota Kendari.
b. Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan
Tujuan pengembangan pusat-pusat pelayanan adalah menata hirarki pelayanan sesuai
dengan arahan struktur ruang wilayah perencanaan. Berkaitan dengan fungsi kawasan
sebagai pusat pelayanan kota dan regional maka penyediaan pusat-pusat pelayanan ini
juga ditujukan untuk menampung kebutuhan pengembangan fasiltias-fasilitas berskala
pelayanan yang lebih luas untuk melayani kebutuhan penduduk Kawasan Perkotaan
Kendari bahkan hingga wilayah hinterlandnya.
V-9
1) Mengatur pola hubungan antara Kawasan Perkotaan Kendari dengan wilayah
sekitarnya;
2) Mengarahkan perkembangan wilayah perencanaan baik pada ruang-ruang yang
didorong perkembangannya melalui insentif penataan ruang maupun ruang-ruang
yang dibatasi pengembangannya melalui disinsetif penataan ruang. Upaya insentif
dilakukan dengan mengembangkan jaringan jalan pada ruang-ruang yang akan
didorong perkembangannya sedangkan upaya disinsentif dilakukan dengan
membatasi pembangunan jaringan jalan pada ruang yang dibatasi
perkembangannya seperti pada kawasan berbukit;
3) Menentukan kebutuhan fasilitas pendukung sistem pergerakan dalam wilayah
perencanaan;
4) Mengembangkan pola pergerakan yang menghubungkan antara satu pusat kegiatan
ke pusat kegiatan lainnya sehingga terintegrasi satu sama lain dalam satu struktur
jaringan jalan kawasan, baik berupa angkutan penumpang maupun pedestrian; dan
5) Mengembangkan pola pergerakan yang menghubungkan permukiman dengan
pusat-pusat kegiatan.
V - 10
5) Sarana pengangkutan dikembangkan untuk melayani pergerakan penumpang dari
permukiman penduduk sebagai pusat bangkitan dan dari pusat pelayanan kota
sebagai pusat tarikan perjalanan. Oleh karena itu pergerakan dengan angkutan
umum hanya diarahkan pada jalan-jalan utama kota dengan menghubungkan setiap
pusat kegiatan yang ada, serta untuk mengurangi beban pelayanan jaringan jalan
utama maka dipertimbangkan pengembangan jaringan pedestrian yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan.
d. Konsep Pengembangan Fasilitas Perkotaan
Tujuan pengembangan fasilitas perkotaan adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang bermukim di Kawasan Perkotaan Kendari terhadap ketersediaan
fasilitas umum dan fasilitas sosial. Adapun dasar pertimbangan penyediaan dan
pengembangan fasilitas perkotaan di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah:
1) Daya dukung sarana/fasilitas serta penyebaran fasilitas yang sudah tersedia;
2) Kebutuhan fasilitas masyarakat kota sampai dengan akhir tahun perencanaan;
3) Jangkauan pelayanan masing masing fasilitas;
4) Hirarki pelayanan masing-masing fasilitas sesuai dengan jangkaun pelayanan dan
penduduk pendukungnya; dan
5) Fungsi wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Kendari sebagai pusat pelayanan
kota dan regional sehingga harus mampu menyediakan fasilitas yang mendukung
fungsi tersebut.
V - 11
e. Konsep Pengembangan Jaringan Utilitas
Konsep pengembangan jaringan utilitas meliputi konsep pengembangan jaringan air
minum, pengelolaan air limbah, pelayanan persampahan, jaringan drainase, jaringan
listrik serta jaringan telekomunikasi. Secara umum, dalam hal penyediaan jaringan,
konsep pengembangan jaringan utilitas merupakan jaringan utilitas terpadu di dalam
tanah dengan main hole, sehingga biaya perawatan jariangan menjadi lebih murah.
Uraian mengenai konsep pengembangan jaringan utilitas adalah sebagaib berikut.
1) Air Minum
Pada wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Kota Kendari, pengembangan
penyediaan air bersih bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap akses air
bersih baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kontinuitas. Dasar
pertimbangan dalam penyediaan jaringan air bersih pada Kawasan Perkotaan
Kendari adalah sebagai berikut:
a) Belum tersedianya pelayanan jaringan air bersih/air minum oleh PDAM Kota
Kendari; dan
b) Kebutuhan untuk peningkatan pelayanan air bersih sehingga seluruh penduduk
dapat terlayani oleh jaringan air bersih atau mencapai pelayanan 100% pada
akhir tahun perencanaan.
V - 12
b) Belum adanya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja, sehingga dimungkinkan
lumpur tinja hasil pengurasan/penyedotan dari tangki septik dibuang langsung
ke badan air atau lahan kosong.
V - 13
4) Drainase
Tujuan pengembangan jaringan drainase adalah untuk mengelola limpasan air
hujan agar tidak mengganggu kegiatan permukiman penduduk sehingga terhindar
dari genangan air hujan. Dasar pertimbangan dalam pengembangan jaringan
drainase adalah:
a) Keberadaan sungai besar beserta anak sungai yang melintasi wilayah
perencanaan;
b) Pengembangan jaringan jalan untuk mengembangkan jaringan drainase yang
sejajar dengan jaringan jalan; dan
c) Pengembangan jaringan utilitas kota lainnya untuk pengembangan sistem
jaringan utilitas yang terpadu.
V - 14
Tujuan perumusan konsep pola ruang adalah mewujudkan efisiensi dan optimalisasi
pemanfaatan ruang kawasan perkotaan dalam rangka mengakomodasikan rencana alokasi
berbagai fungsi kegiatan termasuk parasarana pendukungnya yang akan disiapkan atau
dibangun dalam Kawasan Perkotaan Kota Kendari.
Secara umum, konsepsi pola ruang Kawasan Perkotaan Kendari adalah menyediakan ruang
yang cukup bagi pengembangan kegiatan perkotaan dengan memadukan fungsi masing-masing
ruang ke dalam suatu sistem tata ruang kota/kawasan yang utuh sehingga dapat menjamin dan
meningkatkan aksesibilitas di dalam kawasan, sekaligus menjamin keselarasan dan
keharmonisan dengan lingkungan hidup.
V - 15
Selain faktor-faktor pertimbangan sebagaimana uraian diatas, maka dalam upaya
pengembangan ruang Kawasan Perkotaan Kendari ini juga mempertimbangkan beberapa
arahan pembangunan yang dapat dijadikan dasar pengembangan ruang kawasan, antara lain
seperti arahan pengelolaan lingkungan, arahan pembangunan berkelanjutan, arahan
pengembangan fungsi dan peran kawasan. Pengembangan fungsi kawasan pada dasarnya dapat
dilihat dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek politis, dimana kebijakan pengembangan kawasan perkotaan ditentukan oleh
kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan aspek-aspek politis, dalam hal ini
adalah peran kawasan dalam konstelasi nasional, propinsi maupun lingkup
Kabupaten/Kota. Bentuk pengembangan fungsi kawasan dengan pertimbangan politis
biasanya diterapkan pada kawasan-kawasan yang memiliki letak sangat strategis ataupun
memiliki potensi yang sangat vital sehingga perlu diamankan dengan melalui
pertimbangan-pertimbangan politis;
2. Aspek eksternal, dimana pengembangan fungsi kawasan dilihat dari peranan kawasan
tersebut dari konstelasi regional maupun daerah belakangnya, sehingga terdapat suatu
hubungan yang terpadu dan berjenjang yang saling melengkapi antara kawasan satu
dengan lainya dalam suatu wilayah regional; dan
3. Aspek internal, kawasan yang direncanakan, dimana pengembangan fungsi kawasan
dilihat dari potensi dan kendala yang ada. Selanjutnya dua aspek tersebut dipadukan
sehingga dapat ditentukan pengembangan fungsi kawasan yang ideal.
Dalam kaitannya dengan pengembangan Kawasan Perkotaan Kota Kendari, ketiga aspek
tersebut memegang peranan penting, yaitu:
1. Aspek politis pengembangan Kawasan Perkotaan Kendari dalam hal ini berupa arahan
kebijakan pengembangan yang menetapkan Kawasan Perkotaan Kendari sebagai pusat
pelayanan kota dan regional melalui pengembangan berbagai fasilitas pelayanan umum
berskala kota dan regional di Kota Kendari;
2. Aspek eksternal yang mempengaruhi pengembangan Kawasan Perkotaan Kendari yaitu
peran Kawasan Perkotaan Kendari dalam menyediakan berbagai fasilitas pelayanan
setingkat kota dan regional Kota Kendari; dan
3. Aspek internal yang akan menjadi pendorong perkembangan dan penentu fungsi kawasan
adalah embrio kegiatan yang sudah berkembang dan ditunjang oleh potensi sumberdaya
manusia dan sumber daya alam.
Kawasan Perkotaan Kendari akan menjadi bagian dari sistem pengembangan kawasan
perkotaan di Kota Kendari secara keseluruhan dengan fungsi utama sebagai pusat pelayanan
skala kecamatan atau beberapa desa/kelurahan dan sebagai kawasan cepat
tumbuh/perkembangan baru. Dengan demikian, akan dikembangkan kegaitan-kegiatan
perkotaan yang mendukung fungsi kawasan, baik secara internal maupun eksternal. Kegiatan-
kegiatan yang akan dikembangkan meliputi kegiatan permukiman, kesehatan, Pendidikan, jasa
dan komersial, perkantoran pemerintahan dan fasilitas umum.
Berdasarkan uraian diatas, maka konsep pengembangan pola ruang Kawasan Perkotaan
Kendari dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Konsep Pola Ruang Kawasan Lindung
Pola ruang kawasan lindung merupakan pola ruang yang dikembangkan secara terbatas
akibat kondisi fisik alamiahnya atau kawasan yang akan difungsikan untuk melindungi
V - 16
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan
nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Dengan kata
lain, pengembangan kawasan lindung dilakukan untuk membatasi pengembangan
kawasan budidaya yang dianggap dapat membahayakan keberadaan atau kelestarian
lingkungan hidup.
Untuk Kawasan Perkotaan Kota Kendari, ruang yang akan dilindungi akibat kondisi fisik
alamiahnya adalah kawasan lindung setempat berupa sempadan sungai/saluran.
Keberadaan sungai maupun badan air lainnya harus dilindungi sehingga perlu ditetapkan
sempadannya dengan fungsi lindung. Dengan demikian maka pada ruang ini tidak
dikembangkan kegiatan budidaya kecuali kegiatan yang berorientasi pada pengembangan
budidaya ruang terbuka hijau atau kawasan konservasi.
Selain itu, di Kawasan Perkotaan Kendari juga terdapat jaringan listrik berupa Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang juga berpotensi menimbulkan kerusakan dan
kerugian bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Pada jaringan ini juga akan
ditetapkan sebagai kawasan lindung yang luas dan batasnya mengikuti aturan yang telah
ada.
2. Konsep Pola Ruang Kawasan Budidaya
Dari beberapa peraturan terkait penataan ruang, kawasan budidaya didefinisikan sebagai
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan yang
digunakan atau diambil manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
manusia.
a. Pengembangan perumahan pada umumnya dilakukan pada ruang-ruang dengan
topografi yang relatif datar, namun tidak menutup kemungkinan untuk
pengembangan perumahan pada ruang dengan topografi berbukit. Perbedaannya
adalah pada ruang-ruang dengan topografi berbukit, pengembangan perumahan
dilakukan melalui penerapan konsep KDB rendah. Perumahan dengan intensitas
kepadatan yang lebih tinggi dikembangkan pada kawasan yang berdekatan dengan
kegiatan komersial, sedangkan perumahan dengan inetnsitas kepadatan rendah
dikembangkan pada ruang-ruang dengan topografi berbukit. Selain itu
dikembangkan pula perumahan dengan kepadatan sedang, yaitu pada ruang-ruang
dengan kondisi topografi yang bervariasi (datar dan berbukit) serta terletak
berdekatan dengan pusat kegiatan.
b. Pengembangan zona perdagangan dan jasa komersial dialokasikan dalam bentuk
komersial blok, komersial koridor dan komersial skala lingkungan.
1) Pengembangan komersial dalam bentuk blok diakukan pada pusat-pusat
kegiatan, dengan pelayanan tidak hanya mencakup internal Kawasan Perkotaan
Kota Kendari, akan tetapi diharapkan mampu berskala kota bahkan regional,
sesuai dengan arahan yang diberikan terhadap Kawasan Perkotaan Kota
Kendari;
2) Komersial koridor. Peruntukkan komersial koridor dikembangkan pada jalur
utama kawasan dan pada koridor penghubung pusat-pusat kegiatan; dan
3) Pengembanan komersial dalam skala unit lingkungan tidak dikembangkan
dengan skala kawasan namun disediakan terpadu dengan fasilitas perumahan
pada pusat-pusat lingkungan perumahan.
V - 17
c. Konsep pengembangan zona kawasan perkantoran pemerintah dilakukan dengan
melihat kecenderungan perkembangan yang telah ada saat ini serta kebutuhan
sampai akhir tahun perencanaan.
d. Konsep pengembangan zona fasilitas pelayanan umum dibagi ke dalam dua konsep
yaitu pengembangan kawasan fasilitas pelayanan umum dalam skala besar dan
dalam skala kecil (terpadu dengan pengembangan perumahan).
1) Sebagai tindak lanjut dari rencana pengembangan yang sudah ada yaitu rencana
pengembangan pendidikan dasar-menengah terpadu, maka dikembangkan
konsep pembangunan kawasan pendidikan yang mengintegrasikan pusat-pusat
pendidikan tersebut; dan
2) Fasilitas pelayanan umum dalam skala unit lingkungan dikembangkan secara
terpadu bersama pengembangan perumahan, yang disesuaikan dengan jumlah
penduduk pendukungnya.
e. Konsep pengembangan zona ruang terbuka hijau, yang diarahkan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan menambah keindahan kawasan yaitu
dengan mengembangkan komponen-komponen visual dan berestetika yang
diharapkan menjadi daya tarik kawasan. Komponen ini mencakup ruang terbuka
olahraga dan rekerasi, ruang terbuka taman kota, serta ruang terbuka vegetasi jalan
(jalur hijau) dan rimba kota.
1) Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau olahraga dan rekreasi didasarkan
pada pengembangan kawasan hijau yang dapat meningkatkan nilai kawasan.
Dalam hal ini pengembangan ruang terbuka olahraga dan rekreasi dilakukan
dengan cara: i) mempertimbangkan kecenderungan perkembangan yang ada
saat ini; serta ii) pertimbangan pemanfaatan ruang-ruang pengembangan agar
tetap memiliki “value” yang dapat meningkatkan nilai kawasan. Konsep
pengembangan kawasan ruang terbuka olahraga dan rekreasi yang dilakukan
berdasarkan perkembangan yang ada saat ini adalah pengembangan kawasan
olahraga skala kota;
2) Taman-taman kota dalam skala pelayanan unit lingkungan dikembangkan
tersebar di setiap pusat lingkungan terpadu dengan pengembangan perumahan
dan disesuaikan dengan jumlah penduduk pendukungnya;
3) Pengembangan vegetasi jalan dilakukan di sepanjang jalan dan median jalan,
yang diharpkan membentuk streetscape kota yang hijau, nyaman dan asri; dan
4) Konsep pengembangan kawasan rimba kota didasarkan pada kondisi fisik
alamiah atau kepentingan menjaga kelestarian lingkungan hidup di Kawasan
Perkotaan Kota Kendari. Ruang yang rawan terhadap bencana atau memiliki
kendala pengembangan akan dikembangkan dan diarahkan untuk difungsikan
sebagai kawasan konservasi.
Selain konsepsi diatas, pengembangan pola ruang juga didasarkan pada konsepsi pola dan
intensitas pengembangan ruang. Kawasan Perkotaan Kendari dalam pengembangan pola
ruangnya diarahkan terbagi ke dalam kawasan yang didorong perkembangannya dan
kawasan yang dibatasi perkembangannya, dengan pengaturan, sebagai berikut:
a. Kawasan yang didorong perkembangannya merupakan kawasan pengembangan baru
yang memiliki potensi-otensi alam yang memungkinkan untuk dikembangkan secara
intensif. Kawasan ini pada umumnya terletak pada kawasan dengan kondisi topografi
yang sesuai untuk pengembangan kawasan terbangun; dan
V - 18
b. Kawasan yang dibatasi pengembangannya merupakan kawasan yang memiliki
kondisi alamiah sebagian besar merupakan ruang yang harus dilindungi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan kajian entitas dan tematis kawasan perkotaan,
maka WP dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kendari ditetapkan seluas 3.631,26
Ha. Selanjutnya luas WP tersebut akan dibagi menjadi 4 (empat) sub WP yaitu sub WP A
seluas 534,28 Ha, sub WP B seluas 1.364,89 Ha, sub WP C seluas 1.042,77 Ha dan sub WP D
seluas 689,32 Ha. Penetapan deliniasi WP dan sub WP tersebut, akan ditindaklanjuti dengan
penerbitan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Walikota Kota Kendari. Penerbitan SK
ini juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan penyusunan RDTR
Kawasan Perkotaan Kota Kendari.
V - 19
peruntukan beberapa zona. Rencana peruntukan tersebut tetap memperhatikan dan
mempertimbangkan jangkauan pelayanan yang terhirarkis dari masing-masing peruntukan
fungsi-fungsi kegiatan perkotaan.
Penggunaan lahan (landuse) adalah merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap
sumberdaya lahan, baik yang sifatnya menetap (permanen) atau merupakan daur (cyclic), yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebendaan maupun kejiwaan (spiritual) atau
kedua-duanya. Penggunaan lahan (landuse) adalah penggunaan utama dan kedua (apabila
merupakan penggunaan berganda) dari sebidang lahan seperti lahan pertanian, lahan hutan,
padang rumput, dan sebagainya. Jadi, lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat.
Dari pengertian ini dapat segera dilihat bahwa penggunaan lahan berhubungan erat dengan
aktivitas manusia dan sumberdaya lahan. Penggunaan lahan merupakan hasil dari upaya
manusia yang sifatnya terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya terhadap sumberdaya
lahan yang tersedia. Oleh karena itu, penggunaan lahan sifatnya dinamis, mengikuti
perkembangan kehidupan manusia dan budayanya.
Berdasarkan survei lapangan serta interpretasi citra satelit, kondisi faktual penggunaan lahan di
Kawasan Perkotaan Kendari didominasi jenis kegiatan permukiman dan pertanian, selebihnya
masih berupa lahan kosong atau semak belukar. Sementara berdasarkan tutupan lahan, jenis
tutupan yang mendominasi terdiri dari sawah, kebun dan lahan terbuka. Selain itu juga terdapat
hutan rawa yang sampai saat ini berfungsi sebagai catchment area. Dari kondisi faktual
penggunaan lahan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka konsepsi pengaturan
dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, adalah:
1. Penetapan zona lindung untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup kawasan perkotaan,
sekaligus berfungsi sebagai pembatas pengembangan zona budidaya;
2. Penetapan zona pertanian produktif dan memiliki potensi dan memenuhi kriteria untuk
ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan;
3. Pengembangan zona permukiman maupun zona budidaya lainnya disebar merata di setiap Sub
WP, sekaligus sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan
amplop ruang dan persyaratan bangunan gedung; dan
4. Penetapan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yaitu peraturan zonasi, perizinan,
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.
V - 20
G. KONSEP PENERAPAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
1. Konsep Penerapan KDB dan KLB
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR) adalah angka
persentase perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas
lahan/tanah/perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang
dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Secara sederhana, pengaturan KDB/BCR pada
hakekatnya adalah nilai persen yang didapat dengan membandingkan luas lantai dasar
dengan luas kavling, oleh karena itu biasanya penulisan KDB dalam bentuk persen (%).
Penerapan KDB ditentukan untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup pada daerah-
daerah terbangun (built-up area), terutama untuk penyerapan air oleh tanah, penghawaan
dan pencahayaan alamiah dan aspek estetika lingkungan.
Penetapan KDB di dalam Wilayah Perencanaan khususnya pada satu unit lingkungan/blok,
didasarkan pada kriteria fungsi ruang, harga lahan, lokasi persil ditinjau dari kelas dan
fungsi jalan yang ada di depannya serta aspek perancangan kota. Selain itu, persentase luas
kapling yang boleh dibangun di wilayah perencanaan, dibedakan atas posisi bangunan
terhadap kota inti, tingkatan jalur jalan, dan fungsi bangunan. Adapun ketentuan dalam
penghitungan KDB, adalah:
a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100%;
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh
dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50%, selama tidak
melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan;
d. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
e. Dalam perhitungan KDB luas tapak yang diperhitungkan adalah yang dibelakang GSJ;
dan
f. Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KDB adalah
dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan dalam kawasan tersebut terhadap
total keseluruhan luas kawasan.
Sedangkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor Area Ratio (FAR) adalah
perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah. Koefisien yang digunakan
biasanya berupa desimal (misal: 1,2; 1,6; 2,5; dst) Peraturan akan FAR/KLB ini akan
mempengaruhi skyline yang tercipta oleh kumpulan bangunan yang ada di sekitar atau
V - 21
sepanjang jalan. Tujuan dari penetapan FAR/KLB ini terkait dengan hak setiap
orang/bangunan untuk menerima sinar matahari. Jika bangunan memiliki tinggi yang serasi
maka bangunan yang disampingnya akan dapat menerima sinar matahari yang sama
dengan bangunan yang ada di sebelahnya.
Kalau KDB hanya melibatkan luasan lantai dasar, maka KLB melibatkan seluruh lantai
yang didesain termasuk lantai dasar itu sendiri. Cara perhitungannya tetap sama yaitu
membandingkan luasan seluruh lantai dengan luas kavling yang ada. Semakin tinggi
ketentuan KLB sebuah lahan, maka nilai ekonomisnya semakin tinggi pula. Hal inilah yang
kemudian mendorong pengembang (developer) untuk mengajukan Izin
Kenaikan/Pelampauan KLB.
Penghitungan KLB ini berkaitan dengan jumlah lantai dan luas lantai masing-masing
bangunan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100%;
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh
dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung 50%, selama tidak
melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan;
d. Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut
dianggap sebagai luas lantai denah;
e. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
f. Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50% dari KLB yang ditetapkan, selebihnya
diperhitungkan 50% terhadap KLB;
g. Ram dan tangga terbuka dihitung 50%, selama tidak melebihi 10% dari luas lantai
dasar yang diperkenankan;
h. Dalam perhitungan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang dibelakang
GSJ;
i. Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (basement) ditetapkan oleh Kepala
Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis
para ahli terkait;
j. Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KLB adalah
dihitung terhadap total keseluruhan luas lantai bangunan terhadap total seluruh lantai
dasar bangunan;
k. Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke
lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut dianggap
sebagai dua lantai; dan
l. Mezanin yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai
penuh.
V - 22
Gambar: 5.1. Contoh Perhitungan Sederhana KDB dan KLB
Atas dasar tersebut maka ketinggian bangunan dapat diperinci atas bangunan satu lantai,
bangunan bertingkat dan bangunan tinggi. Akan tetapi ketentuan tersebut belum
menunjukkan kepastian tinggi bangunan di wilayah perencanaan. Pada prinsipnya, dasar
pertimbangan dalam merencanakan ketinggian bangunan di Wilayah Perencanaan, adalah:
a. Struktur geologi dan daya dukung tanah;
b. Penggunaan fisik bangunan;
c. Faktor bencana alam;
d. Estetika Lingkungan; dan
e. Kombinasi ketentuan KDB dengan KLB dapat pula menjadi dasar pertimbangan dalam
menetapkan ketentuan ketinggian bangunan. Walaupun demikian persyaratan khusus
lainnya dapat juga dibuat.
Selain pertimbangan tersebut diatas, di Wilayah Perencanaan terdapat Bandara Haluoleo,
yang dengan sendirinya menjadi pembatas dalam mendirikan bangunan berlantai banyak.
Dalam hal ini, ketinggian bangunan akan disesuaikan dengan Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Haluoleo.
V - 23
Gambar: 5.2. Konsep Penerapan KKOP di Kawasan Perkotaan Kota Kendari
Menurut aturan yang ada, radius 15 KM dari bandar udara adalah wilayah udara yang
dipertahankan bebas dari hambatan (obstacle) sehingga dapat menjamin keselamatan
operasi pesawat udara yang akan mempergunakan bandar udara dan untuk mencegah
tumbuhnya penghalang baru di sekitar bandar udara.
Atas dasar pertimbangan tersebut, ketinggian bangunan pada wilayah perencanaan untuk
bangunan bertingkat akan diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu KKOP
Bandar Udara Haluoleo, dengan tetap menjaga skyline kawasan yang harmonis.
Perencanaan tersebut dimaksudkan untuk terwujudnya hubungan yang harmonis antara
bangunan buatan manusia dengan alam sekitarnya.
Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) adalah angka persentase luas kawasan atau blok
peruntukan yang terbangun terhadap luas kawasan atau luas kawasan blok peruntukan
seluruhnya di dalam suatu kawasan atau blok peruntukan yang direncanakan. KWT
ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian peresapan air (water recharge),
jenis penggunaan lahan wilayah perencanaan dan kebutuhan akan zona pembatas (buffer
zone).
Berdasarkan data tutupan lahan serta definisi lahan terbangun yang telah disebutkan diatas,
maka di Kawasan Perkotaan Kota Kendari, luas lahan yang telah terbangun adalah 674,87
Ha dan sisanya adalah lahan yang belum terbangun yaitu seluas 2.939,10 Ha. Dengan
demikian Koefisien Wilayah Terbangun untuk Kawasan Perkotaan Kendari tahun 2021
adalah 18,67%.
V - 24
4. Konsep Penerapan Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Koefіsіen Daerah Hіjau (KDH) adalah angka persentase perbandіngan antara ruang terbuka
dі luar ruangan yang dі berіkan oleh ruang terbuka hіjau terhadap luas lahan. Tujuan dі
terapkannya peraturan KDH іnі untuk mengatur luas ruangan yang ada dі alam terbuka
agar tіdak menghambat alіran resapan aіr ke dalam tanah, dengan demikian pepohonan
maupun tanaman lainnya yang ada dіsekіtar bangunan tіdak mengalamі kekerіngan
kemudіan matі. Dengan penerapan aturan KDH іnі dіmaksudkan agar tanaman tetap bіsa
hіdup dengan subur sehіngga kota tіdak mengalamі pencemaran udara dan tetap memіlіkі
sіrkulasі udara yang memadaі. Dalam Permen PU No. 29 tentang Pedoman Persyaratan
Teknіs Bangunan Gedung mengharuskan mіnіmal 10% besar KDH darі seluruh luas
bangunan tersebut.
Peraturan tersebut seyogyanya ditaati dan dijadikan sebagai pedoman oleh semua pihak,
baik pengembang perumahan (developer) maupun masyarakat secara umum. Namun
sampai saat ini, masіh banyak pihak/oknum yang membangun gedung atau perumahan,
tіdak memperhatіkan aturan terkait KDH іnі. Bahkan kіnі sudah banyak sekalі area
persawahan yang berubah menjadі area perumahan maupun gedung perkantoran. Hal іnі
lah yang kemudіan memіcu bencana alam maupun ketіka terjadі kebakaran maka apі akan
sangat cepat merambat akіbat bangunan yang dі dіdіrіkan secara berhіmpіtan dan tіdak
memіlіkі jarak.
Selaіn іtu jіka developer sebuah bangunan tіdak mau mempertіmbangkan masalah KDH іnі
maka yang ada daerah hіjau yang harusnya menjadі tempat tumbuh kembangnya tanaman
akan bergantі menjadі tempat bangunan. Dan masyarakat yang tіnggal dі area tersebut
akan kekurangan pasokan udara dan bersіh. Belum lagі ketіka musіm kemarau maka
bencana kekerіngan tіdak dapat dі hіndarі hal іnі berkaіtan dengan daerah hіjau yang
harusnya menjadі tempat tumbuh tanaman berubah menjadі area pemukіman padat
penduduk.
Sama sepertі peraturan tentang bangunan yang laіn, penerapan aturan KDH іnі bukan tanpa
alasan. Alasan utama yang menjadі dasar penerapan peraturan KDH іnі adalah agar kota
tetap memіlіkі daerah hіjau yang mencukupі sehіngga pasokan sіrkulasі udara segar
tetaplah terjaga dan tіdak terganggu. Alasan laіn yang menjadі petіmbangan penerapan
KDH adalah pemerіntah іngіn penataan kota tetap terjaga dan tіdak mengalamі kerusakan.
Sehіngga meskіpun terjadі bencana alam maka akan cepat dі tanggulangі dengan daerah
hіjau yang masіh terjaga іnі. Oleh karena іtu setelah tahu tentang alasan penerapan KDH
іnі ada baіknya para developer іnі tetap mematuhі peraturan KDH bagі setіap bangunan.
Dari berbagai sumber, penerapan KDH untuk setiap bangunan apabila tidak ditentukan
lain, adalah:
a. Pada daerah dengan kepadatan rendah, minimum 60% (enam puluh persen);
b. Pada daerah dengan kepadatan sedang, minimum 40% (empat puluh pesen); dan
c. Pada daerah dengan kepadatan tinggi, minimum 30% (tiga puluh persen).
V - 25
daya lingkungan dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan ekonomi). Hubungan ketiganya
dapat dinyatakan dalam suatu siklus pertukaran energi, materi, dan informasi. Sebagai suatu
pendekatan perencanaan dan pengelolaan untuk mencapai satu atau lebih hasil yang lebih
baik, maka pengelolaan dalam mengelola siklus pertukaran ini harus bersifat: 1)
keberkelanjutan secara ekologis, 2) pengambilan keputusannya proaktif dan antisipatif, 3)
memperhatikan keseimbangan efektif dan merata antara pengguna sumberdaya dan kelompok
lain yang terpengaruh, dan 4) memperhitungkan perubahan sosial dan ekonomi.
Berdasarkan ciri ini, maka sasaran utama konsep pengelolaan lingkungan pada dasarnya
adalah: 1) produktivitas (productivity), 2) keberlanjutan (sustainability), 3) stabilitas (stability),
4) kerentanan (reciliency), dan 5) pemerataan (equity).
Berdasarkan karakterisitik diatas, maka konsep dasar dari pengelolaan lingkungan harus
dibangun di atas dimensi-dimensi komprehensif, interkonektif dan srategik-reduktif (Born dan
Sonzogni, 1995).
1. Dimensi Komprehensif, adalah ide dasar perencanaan dan pengambilaan keputusan.
Komprehensif mengandung pengertian lingkup yang luas dan berbagai pemikiran-
pemikiran. Dalam konteks pengelolaan terpadu kawasan perkotaan, yang penting
diperhatikan dalam mengaktualisasikan dimensi komprehensif adalah derajat ketercakupan
suatu komponen dalam struktur. Aspek ini merupakan bagian penting yang harus
dikerjakan pada tahap awal analisis. Faktor-faktor yang dijelaskan dalam menggerakkan
derajat ketercakupan adalah: 1) elemen-elemen sumberdaya atau komponen ekosistem
lingkungan yang dipertimbangkan, 2) fungsi-fungsi pengelolaan sumberdaya atau sektor-
sektor pengguna sumberdaya, dan 3) posisi dengan kewenangan untuk bertindak. Dengan
kata lain, pengelolaan lingkungan secara terpadu harus mencakup semua aspek biofisik,
kimia, dan manusia dalam satu ekosistem, termasuk potensi-potensi penggunaan serta
kelompok individu dan publik yang berpengaruh atau dipengaruhi oleh kegiatan
pengelolaan.
2. Dimensi Interkonektif, menyatakan keterkaitan proses-proses dan komponen-komponen
dalam struktur pengelolaan. Berbagai analisis yang telah diketahui akan menyatukan hal
ini seperti yang dikenal antara lain Analisis Sistem dan Sistem Informasi Geografi (GIS),
dan sasarannya mengarah ke analisis antar hubungan. Dalam praktek, interaksi dan
koordinasi berbagai kepentingan mengarah ke pengertian interkoneksi kemudian bergerak
ke arah pendekatan integrasi.
3. Dimensi Strategis-Reduktif, merupakan konsep dasar yang akan membatasi ruang gerak
dimensi komprehensif dan interkonektif. Seperangkat komponen yang dipertimbangkan
harus betul-betul merupakan komponen yang terlibat dan dinilai penting. Dimensi ini akan
menyusun kemudian mereduksi kompleksitas dan kesulitan-kesulitan pencapaian derajat
komprehensif secara murni. Pengelolaan harus mampu mengidentifikasi dan memilih
aspek-aspek kunci, menyeleksi isu-isu kritis dan fungsi-fungsi yang esensial untuk
mencapai sukses. Dalam praktek, pelaksanaan dimensi ini sangat bersifat situasional,
V - 26
mempertimbangkan alasan-alasan perlunya keterpaduan, maka dapat dikemukakan
beberapa karakteristik pengelolaan lingkungan sebagai berikut:
a. Perencanaan kawasan perkotaan dalam kerangka kelembagaan dan kebijakan yang
dirancang untuk mendorong kerjasama dan koordinasi antar badan dan antar
pemerintahan yang diperlukan untuk mencapai sasaran perencanaan;
b. Dokumen yang dibuat bersama antara badan-badan pemerintah dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya untuk mengelola pembangunan perkotaan dengan
melibatkan sumberdaya dan lingkungan untuk melindungi ekosistem akibat
perubahan pemanfaatan;
c. Konsep pengelolaan secara terpadu paling sedikit mencakup pertimbangan-
pertimbangan: 1) penyusunan proyek tujuan ganda, 2) berbagai cara untuk mencapai
sasaran pengelolaan, 3) interaksi kualitas dan kuantitas, 4) interaksi pemanfaatan
lahan, 5) aspek sosial, dan 6) aspek lingkungan;
d. Perencanaan dengan menggunakan lahan sebagai landasan biofisik bagi perencanaan
dan pengelolaan. Perencanaan didasarkan atas proses kerja daur penunjang
kehidupan (life support cyclus) sebagai jalur yang memadukan proses-proses fisika,
kimia dan biologi ekosistem; dan
e. Kebutuhan memadukan berbagai daya suatu perubahan dalam perencanaan. Suatu
rencana perkotaan dapat dianggap memiliki berbagai langkah yang berbeda, yaitu: 1)
memaparkan sistem; identifikasi sumberdaya, habitat dan pemanfaatan oleh
manusia, 2) menetapkan struktur; saling keterkaitan sistem yang efektif dan
komponen utama yang akan diteliti (fungsi-fungsi), 3) mengurangi komponen dasar
sistem untuk tujuan penelitian ilmiah, 4) meneliti bagian-bagian komponen;
hidrologi, tanah, dan komponen lain yang terkait, 5) menyatukan ulang sistem, dan
6) mengevaluasi ulang paparan yang memfokuskan pada hubungan timbal balik
seluruh sistem.
V - 27
c) Perlu tindak lanjut system manajemen mitigasi bencana yang dituangkan
dalam peraturan daerah yang berwawasan dan mempertimbangkan aspek
kebencanaan sehingga prinsip bangunan berkelanjutan dapat tercapai;
2) Menyiapkan jalur dan tempat evakuasi bencana;
3) Pemetaan mikrozonasi di wilayah rawan gempa bumi.
4) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Sistem Informasi dan Keteknikan,
dengan cara:
a) Mengembangkan teknik-teknik konstruksi tahan gempa, baik bangunan
untuk fasilitas umum maupun rumah penduduk. Misalnya antara lain
menggunakan bangunan dari kayu dan bahan ringan untuk rumah karena
lebih aman dibandingkan bangunan berat;
b) Verifikasi kapabilitas bendungan dan pekerjaan rekayasa untuk menahan
kekuatan gempa;
c) Meninjau kembali kesempurnaan fasilitas-fasilitas bangunan yang penting
(rumah sakit, sekolah, pemadam kebakaran, instalasi komunikasi), dan
menyempurnakan fasilitas tersebut jika diperlukan;
d) Merencanakan alternatif cadangan air;
5) Menyiapkan sistem-sistem komunikasi emergensi dan pesan-pesan kepada
khalayak umum yang menyangkut keamanan mereka.
6) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Pendidikan/Pemberdayaan Masyarakat,
dengan cara:
a) Melakukan pendidikan umum melalui penyebaran informasi untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat. Informasi tersebut berupa:
Berbagai penyebab gempa bumi dan tanda-tanda peringatan;
Resiko gempa bumi dan cara-cara untuk meminimasi kerentanan pribadi;
Hal-hal yang harus dilakukan pada saat terjadi gempa (antara lain dengan
penyebaran poster yang komunikatif dengan bahasa yang sederhana dan
melakukan latihan/ gladi).
b) Menyebarkan poster atau brosur dengan bahasa yang mudah dipahami
kepada masyarakat, yang memuat informasi berikut:
Pengenalan tentang tempat-tempat yang aman dan berbahaya di dalam
rumah dan bangunan umum, untuk digunakan sebagai tempat berlindung
jika tak sempat ke luar rumah/bangunan saat gempa;
Tidak menyalakan korek api, lampu listrik, dan kompor gas untuk
menghindari ledakan seandainya terjadi kebocoran gas;
Tindakan yang diperlukan di dalam rumah/bangunan, seperti mengaitkan
dengan kuat benda-benda berat di dalam rumah (misalnya lemari),
melepas hiasan dinding yang besar dari dinding di dekat tempat tidur;
Menyiapkan helm, peluit dan senter;
Menyiapkan jalur keluar darurat yang aman untuk berkumpul dan
berlindung di luar bangunan;
Tidak berlari menuju tempat tinggi yang berpotensi longsor, tidak
berlindung di bawah tiang, pohon besar dan menara, menghindari tempat
yang berbau gas;
Apabila dekat laut, mengenali tempat tinggi yang stabil dan aman dari
kemungkinan tsunami yang mengiringi gempa.
V - 28
c) Melaksanakan program untuk memperkenalkan teknik konstruksi yang
sudah diperbaiki kepada masyarakat.
d) Membangun kewaspadaan masyarakat dan pemerintah daerah melalui
pelatihan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi.
7) Manajemen Resiko Gempa Bumi Melalui Kelembagaan:
a) Melembagakan insentif untuk memindahkan bangunan-bangunan yang tidak
aman atau bangunan-bangunan yang awalnya berlokasi di area yang kurang
aman menuju lokasi yang lebih aman;
b) Melembagakan insentif untuk menggunakan konstruksi yang lebih aman
serta mendorong dan mengarahkan pembangunan di masa mendatang
menuju area yang lebih aman, melalui :
Pengawasan zoning/penggunaan lahan;
Standar-standar dan undang-undang bangunan;
Perpajakan yang masuk akal, pinjaman atau subsidi.
c) Melatih tim-tim operasi SAR dan menjamin tersedianya peralatan deteksi
secara cepat;
d) Melatih personil dalam menghadapi trauma;
e) Melakukan koordinasi dengan organisasi-organisasi sukarela.
b. Manajemen Resiko Banjir
1) Manajemen resiko banjir melalui pengaturan ruang/spasial:
a) Melakukan pemetaan daerah rawan banjir, mengarahkan pembangunan
menghindari daerah rawan banjir (kecuali untuk taman dan fasilitas olah raga),
dan dilanjutkan dengan kontrol penggunaan lahan;
b) Melakukan diversifikasi produk pertanian seperti penanaman tanaman pangan
yang tahan terhadap banjir atau menyesuaikan musim tanam;
c) Penghijauan kembali dan pengaturan tanah endapan karena banjir; dan
d) Penyediaan jalur evakuasi apabila terjadi banjir.
2) Manajemen resiko banjir melalui sistem informasi dan keteknikan:
a) Melengkapi dengan sistem peringatan dan deteksi/peramalan banjir. Ada
beberapa pilihan dari yang sederhana (melibatkan petugas atau relawan
pengamat curah hujan dan batas air sungai) sampai yang canggih
menggunakan alat pengukur curah hujan dan model terkomputerisasi. Salah
satu contoh adalah ALERT (evaluasi lokal otomatis saat kejadian);
b) Menggunakan media untuk menyebarkan peringatan, melalui radio, televisi,
dan sirine;
c) Perlindungan vegetasi dari kebakaran dan dari penggembalaan yang terlalu
banyak;
d) Melakukan relokasi elemen-elemen yang menyumbat jalan banjir, termasuk
pembersihan sedimen dan puing-puing dari sungai;
e) Pembelokan banjir, meliputi tanggul, dan bendungan. Akan tetapi tanggul dan
bendungan cenderung jebol dan dapat dihancurkan oleh gempa bumi sehingga
harus direkayasa secara hati-hati untuk mengantisipasi tingkat-tingkat air yang
maksimum;
f) Menggunakan rancangan bangunan tahan banjir, misalnya menaikkan
lantai/ruangan di atas kemungkinan batas banjir (konstruksi rumah panggung).
Bangunan dimundurkan dari perairan. Lahan yang mengelilingi bangunan
V - 29
dilindungi dari erosi. Dasar sungai distabilkan dengan bangunan konstruksi
dari batu atau vegetasi, terutama yang berada dekat jembatan;
g) Peraturan tentang material bangunan, yang menghindari bangunan-bangunan
dari kayu dan yang berkerangka ringan pada zona-zona tertentu; dan
h) Pembangunan area-area yang ditinggikan atau bangunan-bangunan yang
digunakan untuk penampungan jika evakuasi tidak memungkinkan.
3) Manajemen resiko banjir melalui pendidikan/pemberdayaan masyarakat.
Melaksanakan program peningkatan kesadaran umum, yang memuat substansi
berikut:
a) Penjelasan dari fungsi dataran banjir, lokasi dataran banjir lokal, dan pola
drainase;
b) Identifikasi bahaya banjir dan tanda-tanda peringatan;
c) Mendorong setiap orang untuk membuat barang-barang mereka tahan banjir
dan mengembangkan rencana penyelamatan diri;
d) Penjelasan tentang rencana evakuasi masyarakat dan sistem peringatan dan
aktivitas pasca bencana;
e) Mendorong tumbuhnya tanggung jawab pribadi untuk mencegah banjir
dalam praktek kehidupan sehari-hari, seperti praktek pertanian yang sesuai,
pencegahan penggundulan hutan, dan mengelola saluran drainase.
4) Manajemen resiko banjir melalui kelembagaan:
a) Pembentukan lembaga atau komunitas yang peduli terhadap banjir dengan
melakukan pengontrolan daerah rawan banjir yang dikaitkan dengan
peraturan konservasi terhadap perbaikan sungai dan hutan serta peraturan
pendirian bangunan di daerah yang rawan banjir; dan
b) Penetapan insentif (berupa subsidi, potongan pajak atau pinjaman) untuk
mendorong pembangunan mengarah ke lokasi yang aman.
V - 30
3. Jalur Evakuasi Bencana
Untuk memudahkan dalam evakuasi penduduk, jika terjadi bencana, maka jalur yang dapat
diarahkan pada jalan-jalan utama (arteri, kolektor, lokal dan lingkungan) dan jalur yang
mudah dan dekat ke lokasi ruang evakuasi.
Secara sederhana, peranan Pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik
dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, bersifat langsung (direct public goods provision),
dan yang kedua bersifat tidak langsung (indirect public goods provision). Jenis yang
terakhir ini melibatkan peran yang lebih besar pada sektor swasta (private) atau masyarakat
(community). Peranan Pemerintah Daerah secara tidak langsung dapat dilakukan melalui
regulasi, insentif, maupun kontrol terhadap fungsi pelayanan publik yang dilaksanakan
oleh swasta maupun masyarakat untuk jenis pelayanan tertentu.
Salah satu persoalan yang dihadapi dalam menjalankan fungsi pelayanan publik oleh
pemerintahan daerah adalah menyangkut kelembagaan. Oleh karena itu pemerintah pusat
memandang perlu menata ulang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melalui pembentukan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016, yang kemudian digantikan dengan PP No.
72 Tahun 2019. Hal ini dilakukan mengingat banyak kasus, OPD di beberapa daerah
berbeda dengan OPD di daerah lainnya.
V - 31
yang terjadi akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan antar tingkat pemerintah
daerah.
V - 32
d. Community Based Provision (CBP)
CBP dapat terdiri dari perorangan, keluarga, atau perusahaan kecil. CBP memiliki
peran utama dalam mengorganisasikan penduduk miskin ke dalam kegiatan bersama
dan kepentingan mereka akan direpresentasikan dan dinegosiasikan dengan NGO dan
pemerintah. NGO berperan untuk menyediakan proses manajemen, menengahi
negosisasi antara CBO dan lembaga yang lebih besar lainnya dalam hal bentuk
jaringan kerjasama, pemberian informasi ataupun kebijasanaan.
e. Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan
Di dalam bentuk KPS ini, pemerintah dapat memberikan wewenang kepada pihak
swasta dalam kegiatan operasional, perawatan dan kontrak pelayanan pada
infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Pihak swasta harus membuat suatu
pelayanan dengan harga yang telah disetujui dan harus sesuai dengan standar
performance yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Definisi peranserta masyarakat dalam penataan ruang dapat dipandang dari sudut
pemerintah maupun dari sudut pandang anggota masyarakat itu sendiri.
1. Dari sudut pandang pemerintah dimaknai sebagai proses pelibatan atau dorongan
untuk melakukan intervensi oleh masyarakat dalam proses penyelenggaraan
penataan ruang. Munculnya istilah pelibatan dikarenakan peran satu pihak
(pemerintah) lebih dominan dibandingkan dengan pihak kedua (masyarakat). Pada
realiasinya proses pelibatan ini memberikan konsekuensi kepada pemerintah untuk
melakukan pemberdayaan kepada masyarakat agar mereka dapat berperanserta
secara baik dan benar.
2. Dari sudut pandang anggota masyarakat dimaknai sebagai proses peranserta yakni
berupa rincian hak dan kewajiban dari masyarakat serta bagaimana cara masyarakat
berperanserta dalam proses penyelenggaraan penataan ruang.
V - 33
Dalam Pendekatan Peran-serta, setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan
antara Pemerintah dan Masyarakat. Keputusan ini berlaku untuk setiap tahap
pembangunan, mulai dari: pengenalan permasalahan dan perumusan kebutuhan,
perencanaan dan perumusan program, pelaksanaan, pengoperasian dan
pemeliharaan. Pemerintah berperan sebagai “Katalis” dan masyarakat sebagai
‘Klien” yang akan didampingi untuk memecahkan masalah mereka melalui hasil
kerja mereka sendiri. Dengan demikian seluruh proses pembangunan merupakan
proses belajar bagi semua pihak yang terlibat.
2. Tingkatan Peran-Serta
Meskipun masalah peran-serta masyarakat telah banyak dibicarakan, namun yang
seringkali masih menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh tingkat peran-serta
masyarakat diperlukan agar usaha tersebut dapat berhasil dengan baik. Secara
garis besar tipologi tingkatan persan serta masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Manipulation atau manipulasi;
b. Therapy atau penyembuhan;
c. Informing atau pemberian informasi;
d. Consultation atau konsultasi;
e. Placation atau perujukan;
f. Partnership atau kemitraan;
g. Delegated Power atau pelimpahan kekuasaan; dan
h. Citizen Control atau masyarakat yang mengontrol.
V - 34
b. Membantu mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan,
termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang di wilayahnya dan
termasuk pula tata ruang kawasan;
c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang;
d. Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan arah kebijaksanaan pemanfataan
ruang, dan rencana pemanfaatan ruang;
e. Mengajukan keberatan dan tanggapan terhadap Rancangan Rencana;
f. Kerjasama penelitian dan pengembangan; dan
g. Bantuan tenaga ahli dan atau dana.
V - 35