You are on page 1of 10

MAKALAH DDPK

Tentang Madu Sialang

Disusun Oleh :

NANDA ZULHANAS

Kelas : X KH 3

SMK NEGERI 1 TUALANG

TP. 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. UU nomor 8 tahun 2021 Hasil sumber daya hutan menurut
Enny et al. (2017), pada umumnya berupa kayu, namun di Indonesia hasil sumber daya hutan
tidak hanya kayu saja akan tetapi terdapat hasil sumber daya hutan yang lainnya yakni hasil
hutan bukan kayu (HHBK) yang merupakan bagian dari ekosistem dan memiliki peranan
yang beragam, baik terhadap lingkungan alam maupun bagi manusia. Hasil hutan bukan kayu
yang diambil dari hutan dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Arief et al. (2017), menjelaskan salah satu HHBK yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu sumber pencarian masyarakat pedesaan yaitu
madu hutan atau sering disebut madu sialang. Menurut Agil dan Muntoha (2016), lebah
sebagai serangga penghasil madu telah dikenal manusia sejak zaman prasejarah, pengenalan
tersebut semakin mendalam bersamaan dengan turunnya wahyu yang tercatat dalam Alqur’an
(Q.S. An Nahl ayat 68-69) menjelaskan bahwa “Buatlah sarang di bukit-bukit, di pohon-
pohon dan di rumah-rumah yang didirikan manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap
(macam) buah-buahan, dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)”.
Dari dalam perut lebah itu dihasilkan madu yang mengandung obat dan menyembuhkan
berbagai penyakit yang diderita manusia. Madu hutan merupakan madu yang dihasilkan oleh
lebah madu (Apis dorsata) yang masih bersifat liar dan ganas, (Eni dan Hadinoto 2015),
menyatakan jika lebah hutan yang masih bersifat liar dan ganas, biasanya bersarang di pohon
- pohon jenis tertentu yang disebut pohon sialang.
Menurut Ridha (2017), menjelaskan bahwa pohon sialang adalah jenis pohon yang
besar dan tinggi batangnya, garis tengah batang pohonnya bisa mencapai 100cm atau lebih,
dan tingginya bisa mencapai 25 sampai 30 meter. Lebah-lebah membangun sarang-sarangnya
di dahan pohon dan ketiak pohon. Satu pohon sialang bisa berisi sampai 50 sarang bahkan
lebih, dimana tiap sarang bisa berisi 10 kilogram madu. Madu merupakan salah satu produksi
pertanian yang memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi. Sebagian produksi madu
yaitu sekitar 75% masih bergantung pada hasil hutan (Ilma, 2018). Produksi madu lebah
hutan menurut Michael dan Avry (2018), di tingkat petani Indonesia mampu mencapai
605.500kg/tahun. Apabila dihitung dalam penghasilan bulanan dengan harga madu hutan saat
ini Rp 100.000/kg maka diperkirakan dalam 1 bulan terjadi perputaran uang mencapai 5
milyar lebih dari perdagangan madu hutan. Beni et al. (2021), menegaskan di Sumatera
Selatan Kabupaten Muara Enim kegiatan budidaya lebah madu telah dilakukan dengan tujuan
untuk menekan laju degradasi dan alih fungsi lahan pada kawasan hutan. Namun, demikian
upaya ini memerlukan dukungan agar tingkat partisipasi masyarakat Sumatera Selatan dalam
pemanfaatan hasil hutan semakin meningkat terutama pada bagian produksi lebah,
dikarenakan produksi lebah madu di Sumatera Selatan semakin meningkat produk-produk
lebah madu ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, yang dapat meningkatkan
upaya pemenuhan gizi masyarakat dan dapat menjadi pendapatan ekonomi tambahan bagi
pembudidaya lebah. Hal ini tentu menjadikan madu lebah hutan sebagai komoditi bernilai
ekonomi tinggi. Selain itu, jika dihitung jasa ekosistem lebah madu hutan tentu nilainya akan
sangat besar melebihi harga jual madu. Produksi dari hasil lebah madu menjadi upaya untuk
melestarikan kawasan hutan, guna membantu perekonomian dan memberi manfaat kepada
masyarakat sekitar kawasan hutan khususnya petani madu, dan salah satu kawasan yang
memiliki potensi dalam menghasilkan produksi madu lebah alam yakni Kawasan Hutan
Lindung Bukit Cogong I (Bukit Gatan).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pemanenan madu sialang?
2. Alat apa saja yang digunakan untuk melindungi diri ketika memanen madu sialang?

1.3 Tujuan masalah


Adapun tujuan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pemanenan madu sialang.
2. Untuk mengetahui APD yang digunakan saat memanen madu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Pemanenan Madu Sialang


Dalam tradisi lokal memanen madu dikenal istilah menumbai. Namun rupanya saat
ini banyak orang yang tak lagi menggunakan cara tradisional ini sebagai efisiensi tenaga dan
menyangkut keamanan para pemanen madu. Saat ini sudah digunakan cara-cara modern yang
lebih cepat dan tetap menjaga kualitas madu yang dihasilkan. Artikel ini secara umum,
menjelaskan cara memanen madu sialang yang dibagi atas dua penjelasan, yakni secara
modern dan tradisional.

1. Panen Madu Sialang Secara Modern


Perbedaan mendasar cara memanen madu secara modern dan tradisional adalah,
pada cara modern ini tak lagi menggunakan upacara ritual mistik sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang yang menggunakan cara tradisional. Berikut ini beberapa hal
yang perlu Anda ketahui terkait cara panen madu sialang secara modern:
Tanpa menggunakan ritual adat ketua suku untuk memanggil dan mengusir mambang yang
ada di pohon sialang. Ritual yang digunakan lebih disederhanakan.

1. Panen dilakukan oleh para petani madu yang tergabung dalam satu kelompok tani.
2. Panen menggunakan peralatan pelindung berupa pakaian tebal, topi khusus (sebo)
yang aman dari sengatan lebah.
3. Lebah tak harus dibakar dulu, dalam kondisi badan tertutup pakaian dan topi
pelindung, para pemanen madu bisa langsung memanjat dan pengambilan sarang
lebah.
4. Panen madu bisa dilakukan oleh siapa saja, tak harus mereka yang memiliki kekuatan
khusus secara mistis. Asalkan memiliki keberanian dan keahlian memanjat, berani
berhadapan langsung dengan lebah dengan pakaian yang sudah digunakan.
Cara memanen madu secara modern cukup mudah. Biasanya beberapa para petani
madu akan berangkat menuju pohon sialang pada siang hari. Perlengkapan yang dibawa
berupa pakaian khusus yang tebal dilengkapi dengan topi khusus, pisau, ember, sarung
tangan dan tali. Para petani dalam keadaan fisik yang kuat berpakaian lengkap, lalu mengikat
ember menggunakan tali pada bagian pinggangnya. Para petani pun memanjat pohon sialang.
Dalam satu pohon bisa terdapat puluhan hingga ratusan sarang lebah yang akan diambil.
Selanjutnya, para petani langsung memotong sarang lebah yang akan dipanen. Sarang
tersebut dimasukkan ke dalam ember, lalu dengan menggunakan tali, ember berisi sarang
lebah diturunkan. Petani yang berada di bawah bertugas membersihkan sarang,
memasukkannya dalam plastik dan menyimpannya dalam ember besar. Setelah seluruh
sarang selesai dipotong, petani pun turun tanpa membunuh lebah-lebah tersebut sehingga
binatang tersebut bisa membuat sarang dan menghasilkan madu lagi.
Petani yang memanen madu dari sarang lebah dengan teknik memanen madu yang
modern juga menerapkan prinsip panen lestari. Dalam hal ini, Panen Lestari adalah metode
atau teknik memanen madu dengan memotong sarang lebah sebagian dengan meninggalkan
sebagian sarang lebah yang menempel di pohon tanpa menghabiskan seluruh sarang lebah
tersebut. Ini sangat berguna agar lebah yang bersarang dapat melanjutkan pembuatan
sarangnya tersebut sehingga beberapa waktu kemudian akan dapat dipanen lagi oleh petani
madu.
Madu segar yang masih mengandung air sebanyak 24% tersebut lalu ditiriskan dari
sarangnya. Madu dibiarkan keluar sendiri dari sarang tanpa diperas. Cara mendapatkan madu
ini lebih baik dibandingkan dengan cara diperas. Madu diiris tipis, lalu diletakkan pada
saringan atau wadah yang berlubang sehingga madu dapat menetes/meniris di wadah bagian
bawahnya yang menampung madu hasil tirisan. Cara ini akan menghasilkan madu yang lebih
bersih dan bebas dari lilin sarang lebah.
Pengolahan ini dilakukan secara modern oleh pihak kelompok tani madu yang mulai
memproduksi madu secara modern. Madu yang sudah ditiriskan tersebut dimasukkan ke
dalam alat/wadah khusus untuk menampung dan mengurangi kadar airnya hingga 18-19%.
Dengan kadar air yang rendah ini diharapkan madu akan lebih tahan lama saat disimpan.
Madu ini selanjutnya didiamkan lagi satu malam hingga hilang kandungan zat lilin yang ada
di dalamnya. Barulah setelah itu dipacking dengan hati-hati agar tidak terbentuk gelembung
udara di dalamnya. Madu hutan sialang Riau asal Kampar menjadi madu terbaik se Sumatera
dan terbaik ke 3 se Indonesia. Madu ini bahkan telah menembus pasar luar negeri, yakni
Swedia melalui sebuah merk terkenal.
2. Panen Madu Sialang Cara Tradisional
Cara memanen madu sialang yang cukup terkenal adalah dilakukan secara tradisional
melalui tradisi menumbai madu sialang. Tradisi ini dilakukan di malam hari oleh
masyarakat tradisional di daerah Pelalawan. Berbeda dengan cara modern, sebelum proses
pengambilan madu sialang dilakukan, biasanya pimpinan suku atau pemimpin kelompok
panen madu yang diberi nama Juragan Tuo akan lebih dulu melakukan ritual untuk mengusir
mambang (jin atau makhluk halus) maupun hewan pengganggu yang ada di dalam pohon.
Masyarakat tradisional percaya bahwa kehadiran mambang yang ada di pohon dapat
menghambat proses panen madu. Maka dilakukan lah upacara untuk meminta izin pada
mambang yang mendiami pohon sialang.

Proses pengambilan madu yang dilakukan hampir sama, hanya saja pada cara
tradisional ini tidak menggunakan alat pelindung khusus. Biasanya lebah diusir dengan
menyalakan asap dari bara api dari Tunam yaitu obor yang terbuat dari kulit kayu yang
dibawa ke atas oleh Tukang Panjat sehingga sebagian lebah bisa pingsan atau menghindar.
Cara tradisional ini juga lebih beresiko karena dilakukan di malam hari, di dalam hutan dan
tanpa menggunakan alat pengaman.

3. Secara umum ada 3 proses cara pengambilan madu sialang yaitu :

1. Sebelum mengambil, dilakukan ritual untuk mengusir mambang (jin atau makhluk
halus) maupun hewan pengganggu yang ada di dalam pohon.
2. Saat memanjat pohon, para petani pemanen atau pengambil madu sialang akan
memanjat pohon dengan menggunakan Semangkat yaitu tangga yang telah disiapkan
pada siang hari. Semangkat ini tidak menggunakan paku tetapi tali plastik, rotan
maupun akar pohon.
3. Saat mengusir lebah, petani pemanen atau pengambil madu sialang tidak
menggunakan alat pelindung khusus. Biasanya lebah diusir dengan menyalakan asap
dari bara api yang disebut Tunam yaitu obor yang terbuat dari kulit kayu yang dibawa
ke atas oleh Tukang Panjat sehingga sebagian lebah bisa pingsan atau menghindar.

Para pemanen madu lebah sialang secara tradisional ketika memanjat pohon
menggunakan Semangkat yaitu tangga yang telah disiapkan pada siang hari. Semangkat ini
tidak menggunakan paku tetapi tali plastik, rotan maupun akar pohon. Semangkat ini sangat
berguna ketika pohon sialangnya tegak lurus, atau apalagi pada saat kondisi hujan, pohon
akan menjadi licin sehingga resiko terjatuh akan lebih besar.

Hal lain yang membedakan cara memanen madu sialang secara tradisional dan
modern adalah, jika cara modern para petani madu berdoa sebelum memanjat dan
mempersiapkan fisik yang lebih kuat, maka pada cara tradisional ini masih menggunakan
mantra-mantra pengusir mambang atau hantu yang diduga mendiami pohon sialang tersebut.
Mantra-mantra diucapkan sebagai cara meminta izin lebih dulu sebelum melakukan
pengambilan madu.
Meskipun demikian, panen madu sialang secara tradisional ini telah menjadi warisan
budaya tak benda Provinsi Riau sebagai salah satu kekayaan tradisi yang ada di daerah Riau.
Tradisi ini dinilai memiliki keunikan karena merupakan ritual yang dilakukan oleh suku-suku
yang ada di daerah Riau. Meskipun untuk kebutuhan produksi yang lebih tinggi dibutuhkan
cara-cara panen secara modern yang lebih cepat dengan produksi tinggi, namun menumbai
yang dilakukan oleh suku tertentu di Riau juga menjadi budaya tradisi yang tetap dilindungi.
2.2 Alat Yang Digunakan Untuk Memanen Madu.
Pemanenan madu di Desa Bentenge dilakukan pada akhir musim kemarau hingga
awal musim penghujan, karena pada musim kemarau lebah-lebah pekerja mengumpulkan
nektar dari bunga yang ada di sekitar sarang. Pada umumnya bulan-bulan panen ini berkisar
antara September sampai dengan Desember setiap tahunnya. Berdasarkan hasil wawancara
dan pengamatan lapangan, diketahui bahwa tidak ada perbedaan cara memanen madu lebah
hutan dari setiap pemanen. Untuk melakukan pemanenan memerlukan peralatan seperti
parang, jerigen, plastik, kondre (keranjang anyaman rotan), tangga dan amung (alat pengasap
sarang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Pemanen madu melakukan pemanenan secara berkelompok yaitu 2–4 orang,
dengan pembagian kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Pada umumnya ketua
kelompok berperan sebagai pemanjat dan mengarahkan anggota lainnya dalam melakukan
persiapan. Persiapan dilakukan sejak dalam perjalanan mencari atau menuju sarang lebah
dengan mengumpulkan batang liana seperti rotan, lamollo dan salampe (bahasa lokal).
Setelah menemukan sarang yang siap panen, maka setiap anggota melaksanakan tugasnya
masing-masing, seperti membuat kondre, memasang tangga, membuat amung, dan pemanjat.

Tabel 2.

a. Pembuatan kondre
Kondre merupakan keranjang yang terbuat dari anyaman rotan yang digunakan
sebagai wadah untuk menurunkan sarang dari pohon inang. Rangka kondre ini
berbentuk seperti ember dengan tinggi 30–100 cm dan berdiameter antara 40–100
cm dan atau disesuaikan dengan ukuran sarang. Anyaman rotan pada kondre ini
dililit oleh batang liana, agar simpul yang ada menjadi lebih rapat. Setelah rangka
terbentuk, kondre ini dialasi dengan daun katimpang muda yang digunakan
sebagai pengalas. Kondre ini diikat kembali dengan batang liana sampai sarang
diturunkan.
b. Pembuatan amung
Teknik pemanenan madu ini dilakukan secara tradisional yakni dengan cara
memanjat pohon dan menggunakan pengasapan. Amung adalah alat pengasap
yang terbuat dari kayukayu kering yang digunakan untuk mengusir lebah.
Ranting-ranting kering yang dikumpulkan dalam perjalanan menuju sarang
maupun di daerah sekitar sarang, diikat dan dikumpulkan menjadi satu dengan
diameter ± 10 cm. Amung dibungkus dengan daun katimpang muda sampai
ranting-ranting kering ini tidak kelihatan lagi, kemudian dengan batang liana
dibuat pengait untuk memudahkan pada saat pemanjatan untuk pengasapan.
Jumlah amung yang digunakan pada setiap pengasapan berbeda-beda, tergantung
arah tiupan angin. Jika angin bertiup tidak terlalu kencang dapat menghabiskan
satu amung, akan tetapi jika angin bertiup kencang dan ke segala arah
menghabiskan 1 – 2 amung.
c. Pembuatan tangga
Tangga berfungsi untuk membantu pemanjat dalam mengambil sarang lebah di
atas pohon inang. Tangga yang digunakan adalah batang pohon yang telah
tumbang, kemudian dirapatkan dan diikat dengan salampe pada pohon inang
sehingga ikatan ini dijadikan pijakan oleh si pemanjat. Pembuatan dan
pemasangan tangga dilakukan pada setiap pohon inang karena jarak yang cukup
jauh, disamping bahan yang mudah diperoleh. Resiko pemanjatan dalam
pemanenan madu lebah hutan ini adalah terjatuh dari pohon inang akibat ikatan
tangga yang kurang kuat, batang kayu yang lemah atau kesalahan lain pada saat
pembuatan tangga.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :


1. Teknik pemanenan madu lebah hutan diawali dengan pengusiran lebah melalui
pengasapan, pemanjatan pohon inang, penyortiran sarang lebah, dan penurunan
sarang dengan menggunakan keranjang rotan atau kondre, dan pengemasan hasil
berupa madu.

2. Produksi, pembagian hasil dan berbagai proses serta teknik pemanenan madu di
dalam hutan perlu didukung oleh aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah desa
beserta masyarakat khususnya para pemanen madu sehingga proses pemanenan tetap
mampu menjaga kelestarian hutan dan hubungan kekerabatan para pemanen madu.

You might also like