You are on page 1of 22

KAMPUS FASILITATOR | i

KAMPUS FASILITATOR | ii

LEMBAR PENGESAHAN GAGASAN KREATIF PILMAPRES 2021

1. Judul Karya Tulis : Kampus Fasilitator: Konsep Pemberdayaan


Mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk
Meningkatkan Case Detection Rate Tuberkulosis
sebagai Upaya Mewujudkan Indonesia Bebas
Tuberkulosis 2030

2. Identitas Penulis
Nama Lengkap : Alvin Maulana Firza Yanuar
NIM : D11.2018.02716
Program Studi : S1 Kesehatan Masyarakat
Perguruan Tinggi : Universitas Dian Nuswantoro
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Getaspejaten RT 07/RW 02 Gang Kresna 3,
Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, +6289620898406
Alamat email : 411201802716@mhs.dinus.ac.id

3. Dosen Pendamping
Nama Lengkap dan Gelar : Suharyo, S.K.M., M.Kes.
NIDN : 0618057901
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Patemon, RT 4 RW I, Kecamatan Gunungpati, Kota
Semarang, +6285848813924

Semarang, 01 Juli 2021

Dosen Pembimbing, Penulis,

Suharyo, M.Kes Alvin Maulana Firza Yanuar


0618057901 D11.2018.02716

Mengetahui,
Wakil Rektor III
Bidang Kemahasiswaan

Dr Kusni Ingsih, MM
0601126801
KAMPUS FASILITATOR | iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

1. LINGKUP PEMBAHASAN .......................................................................................... 1

2. IDENTIFIKASI POTENSI DAN KEBUTUHAN LINGKUNGAN .................................... 2

GAGASAN KREATIF ............................................................................................................ 4

3. RUMUSAN TARGET PEMBANGUNAN ..................................................................... 4

4. ANALISIS UNTUK MEMILIH CARA PENCAPAIAN TARGET .................................... 5

5. PENJABARAN RENCANA KERJA ............................................................................. 6

a. Persiapan dan Pematangan Konsep Kampus Fasilitator ........................................ 7

b. Pelaksanaan Kampus Fasilitator ............................................................................. 7

c. Jadwal Pencapaian Program ................................................................................ 15

6. PENJABARAN INFORMASI TAMBAHAN ................................................................ 15

d. Struktur Organisasi Pelaksana .............................................................................. 15

e. Pendanaan Program ............................................................................................. 16

f. Pihak yang Terlibat ............................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 17

LAMPIRAN ......................................................................................................................... 19
KAMPUS FASILITATOR | 1

PENDAHULUAN

1. LINGKUP PEMBAHASAN
Tuberkulosis masih menjadi momok menakutkan yang menyebabkan kematian pada
1,3 juta pasien di dunia. Indonesia pada tahun 2019 mencatat angka kasus yang terlaporkan
dan diobati (Case Notification Rate) sebesar 203 per 100.000 penduduk dan menjadikannya
sebagai peringkat ke-2 sebagai negara dengan jumlah penderita tuberkulosis tertinggi di
dunia. (Kemenkes, 2020) Menurut Pusdatin Kemenkes (2018), Indonesia juga menjadi salah
satu negara dengan beban tuberkulosis tertinggi oleh WHO, dimana Indonesia menghadapi
permasalahan kasus tuberkulosis resisten obat (TB-RO) dan komplikasi TB-HIV selain
kasus reguler.

WHO (2020) mendefinisikan TB atau tuberkulosis merupakan sebuah penyakit


menular melalui jalur udara (airbone disease) yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan sebagian besar kasus terjadi pada paru-paru. Tuberkulosis menular melalui
percikan mikro dari dahak (droplet) ketika penderita bersin atau batuk tanpa memperhatikan
etika batuk. Semua orang memiliki risiko yang sama tingginya untuk menderita tuberkulosis
akan tetapi anak-anak, orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), lansia, penderita diabetes
mellitus (DM), perokok, dan kontak terdekat dengan penderita adalah kelompok-kelompok
yang memiliki kerentanan lebih tinggi untuk menderita tuberkulosis. (Kemenkes, 2015)
Gejala utama tuberkulosis yang mudah dikenali adalah batuk berdahak yang kadang kala
disertai darah selama 2 minggu atau lebih. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas,
nafsu makan menurun yang menyebabkan berat badan menurun secara drastis, berkeringat
berlebih saat malam hari dan disertai demam yang dapat berlangsung hingga 1 bulan.
Dikarenakan kecepatan penularan, keganasan, dan banyaknya mortalitas yang diakibatkan,
WHO menetapkan tuberkulosis di peringkat 10 dalam penyebab kematian tertinggi di dunia
dan menjadi salah satu fokus dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) oleh
United Nations. (Pusdatin, 2018)

Pemerintah menjadi semakin gencar dan serius sebagai respon atas kedaruratan
masalah tuberkulosis demi mewujudkan Indonesia bebas tuberkulosis pada tahun 2030.
Strategi yang diterapkan oleh pemerintah adalah “DOTS” (Directly Observed Treatment
Short-Course). (Rahayu, 2016) dan gerakan “TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh) TBC”,
sebuah ajakan untuk menjadi sadar akan bahaya tuberkulosis sehingga diharapkan dapat
meningkatkan angka temuan kasus secara aktif (Gabriel & Juliana, 2015). Meskipun sudah
menerapkan berbagai program, Indonesia pada tahun 2017 mencatat adanya panambahan
420.994 kasus tuberkulosis, yang meningkat pada 2018 dengan 566.623 kasus baru dari
yang terestimasi sebesar 843.188 kasus. Hal positif yang didapat adalah terjadi peningkatan
angka CDR (Case Detection Rate) sebesar 67,2%. Namun angka ini menurun pada tahun
2019 dimana hanya 64,5% dari kasus terestimasi yang terlaporkan ke Kementerian
Kesehatan. (Kemenkes, 2020) Bahkan pada tahun 2020, angka CDR ini kembali menurun
dengan sangat drastis yaitu hanya 41,7% yang disinyalir sebagai dampak dari pandemi
COVID-19. (Dinas Kesehatan Yogyakarta, 2021) Menurut Prasasti (2021), Kebijakan PSBB
yang dilanjutkan PPKM pada awal masa pandemi membuat terhambatnya penemuan kasus
secara aktif (active case-finding) pada sistem surveilans tuberkulosis, sehingga
menyebabkan berkurangnya angka temuan kasus (CDR).
KAMPUS FASILITATOR | 2

Salah satu faktor penghambat dalam upaya peningkatan angka temuan tuberkulosis
adalah sikap negatif dan stigmatisasi oleh masyarakat. Sikap negatif dapat berupa
anggapan bahwa gejala tuberkulosis akan sembuh sendiri dan tuberkulosis adalah penyakit
guna-guna. (Media, 2011). Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
sehingga meminimalisir kesalahpahaman dan stigma negatif tentang tuberkulosis di
masyarakat. adalah dengan edukasi kesehatan yang terstruktur dan berkelanjutan (Astuti
dkk, 2019; Sreeranmareddy dkk, 2013). Sehingga, dengan adanya edukasi kesehatan yang
terstruktur dan berkelanjutan kepada masyarakat akan mampu meningkatkan angka temuan
kasus secara aktif (Husnaniyah, 2017). Bentuk edukasi kesehatan di masyarakat menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan adalah pemberdayaan, yang berfungsi
sebagai fasilitas untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan dari
individu, keluarga, serta masyarakat agar mau dan berperan aktif dalam menanggulangi
permasalahan kesehatan di wilayahnya dengan memanfaatkan potensi yang tersedia.

Salah satu potensi di masyarakat adalah mahasiswa, yang berperan sebagai pelaku
kontrol sosial dimana mahasiswa dituntut untuk mampu berkontribusi dalam mengatasi
masalah-masalah yang ada di masyarakat dengan berlandaskan intelektualitasnya yang
didapat selama masa pendidikannya. (Cahyono, 2019) Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
memiliki kapasitas dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan memiliki kemampuan
dalam menggunakan teknologi informasi, sehingga mereka mampu untuk meningkatkan
kesadaran dan memfasilitasi masyarakat mengenai sebuah solusi berdaya guna tentang
suatu masalah kesehatan. (Saputra & Ismaniar, 2019). Berdasarkan uraian permasalahan
diatas maka dibutuhkan suatu konsep pemberdayaan yang terstruktur dan berkelanjutan
dengan memanfaatkan peran mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk mencapai target
peningkatan angka CDR dan “Indonesia bebas Tuberkulosis 2030” serta mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 3.3 yaitu pada tahun 2030, mengakhiri epidemi
AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis,
penyakit bersumber air, serta penyakit menular lainnya.

2. IDENTIFIKASI POTENSI DAN KEBUTUHAN LINGKUNGAN


a. Identifikasi Potensi

1. Program pengendalian tuberkulosis menjadi program prioritas Kementerian


Kesehatan sebagai salah satu upaya percepatan pemulihan kesehatan akibat
pandemi COVID-19, dan telah dianggarkan oleh Kementerian Keuangan
dalam APBN tahun 2021;

2. Kebijakan Pemerintah yang mengatur tentang pelacakan kontak tuberkulosis


sudah tertuang dalam aturan dan menjadi prioritas, yaitu pada “Petunjuk
Teknis Investigasi Kontak Pasien TBC bagi Petugas Kesehatan dan Kader”
tahun 2019 yang kemudian diperkuat dalam “Rencana Aksi Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 2020 – 2024” yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan;
KAMPUS FASILITATOR | 3

3. Tersedianya sistem informasi tuberkulosis (SITB) dan banyaknya aplikasi


digital untuk penanganan kasus tuberkulosis di Indonesia seperti: “TB
Indonesia Dashboard”, “Wajib Notifikasi TB”, “Sobat TB”, “Bye TBC!”, “Sembuh
TB”, “TB Report” dan masih banyak aplikasi serupa lainnya.

4. Jumlah mahasiswa kesehatan masyarakat di Indonesia per tahun 2016


mencapai lebih dari 158 ribu jiwa yang tersebar ke dalam 1.371 perguruan
tinggi di seluruh Indonesia. Mahasiswa Kesehatan Masyarakat telah dibekali
dengan ilmu pemberdayaan masyarakat dan teknologi informasi sehingga
mampu untuk menjalankan perannya sebagai fasilitator untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan suatu masalah kesehatan, dan menjembataninya
sehingga tercapai kesepakatan mengenai sebuah solusi berdaya guna.
(Saputra & Ismaniar, 2019)

5. Banyaknya jumlah kader yang aktif dan berpartisipasi dalam penanganan


kasus tuberkulosis di masyarakat.

b. Kebutuhan Lingkungan

1. Kurangnya angka penemuan kasus secara aktif dikarenakan sifat negatif dan
stigmatisasi oleh masyarakat terhadap penyakit dan/atau penderita
tuberkulosis. Selain itu kurang/tidak adanya tenaga epidemiologi di mayoritas
puskesmas di Indonesia yang disertai dengan kurangnya keterampilan dan
penggunaan teknologi menyebabkan kegiatan surveilans tuberkulosis menjadi
terhambat dan tidak tepat sasaran;

2. Tingginya semangat dan partisipasi kader tidak didukung dengan pengetahuan


dan keterampilannya, maka dibutuhkan pendampingan dari pihak yang lebih
memahami ilmu tentang tuberkulosis, pemberdayaan masyarakat, dan
teknologi;

3. Belum adanya sarana/wadah bagi mahasiswa kesehatan masyarakat untuk


mengambil peran dalam penyelesaian masalah kesehatan; terkhusus tentang
tuberkulosis melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat.
KAMPUS FASILITATOR | 4

GAGASAN KREATIF

3. RUMUSAN TARGET PEMBANGUNAN


Berdasarkan uraian mengenai kebutuhan lingkungan sasaran beserta potensi-
potensinya, dibutuhkan sebuah program untuk memanfaatkan potensi dalam mengatasi
kebutuhan tersebut, guna mencapai “Indonesia Bebas Tuberkulosis 2030”.

Grafik 1. Situasi Angka CDR Tuberkulosis beserta Target yang Hendak Dicapai

Grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2015 hingga 2018, selalu
terjadi trend kenaikan angka CDR dengan besaran yang cukup tinggi. Berdasarkan trend
CDR diatas maka target pembangunan yang ingin dicapai adalah adanya peningkatan
angka CDR tuberkulosis di Indonesia. Target pembangungan ini akan dicapai dengan
sebuah program yang bernama “Kampus Fasilitator”. Kampus Fasilitator diharapkan
dapat meningkatkan angka CDR menjadi lebih dari 50% di akhir 2021, dan meningkatkan
kembali hingga lebih dari 60% di akhir 2022, serta pada tahun 2023 diharapkan telah
mencapai target nasional yaitu lebih dari 70% dan akan terus meningkat di tahun-tahun
berikutnya hingga memenuhi standar yang ditetapkan oleh WHO (>90%). Kampus
Fasilitator mengedepankan prinsip spesifik, dapat diukur secara objektif, dapat diterima
dengan tidak melanggar sistem manapun, merupakan solusi yang realistis, dan mempunyai
tenggat yang jelas.

“Kampus Fasilitator” adalah sebuah program pemberdayaan masyarakat yang


bertujuan untuk meningkatkan angka CDR tuberkulosis di Indonesia sebagai upaya
percepatan mencapai “Indonesia Bebas Tuberkulosis tahun 2030” dan diwujudkan melalui
peningkatan penemuan kasus secara aktif melalui pendekatan KIE di masyarakat, serta
memanfaatkan teknologi informasi berupa GIS (Geographic Information System) yang
dilaksanakan oleh mahasiswa dan dosen di bidang kesehatan masyarakat serta petugas
kesehatan di puskesmas. Dalam mewujudkan target pembangunan tersebut di atas, maka
Kampus Fasilitator menetapkan beberapa sasaran dan mengklasifikasikannya berdasarkan
urgensi dan tujuan yang hendak dicapai. Sasaran utama dari kegiatan Kampus Fasilitator
adalah seluruh masyarakat Indonesia dimana tujuan yang hendak dicapai adalah
KAMPUS FASILITATOR | 5

meningkatnya literasi tentang tuberkulosis melalui pendekatan KIE, sehingga dapat terwujud
lingkungan masyarakat yang sadar dan waspada akan tuberkulosis.

Sasaran berikutnya dari Kampus Fasilitator adalah kader kesehatan di seluruh


puskesmas di Indonesia, dengan tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan kader tentang teknik penemuan suspek melalui pendekatan
KIE dan pemanfaatan teknologi informasi. Lebih lanjut, sasaran terakhir dari Kampus
Fasilitator adalah petugas kesehatan di puskesmas seluruh Indonesi dimana tujuan yang
hendak dicapai adalah peningkatan penggunaan teknologi informasi dalam sistem
surveilans tuberkulosis. Kedua sasaran ini perlu diberdayakan melalui Kampus Fasilitator
sehingga terwujud sumber daya manusia di bidang kesehatan masyarakat yang berkualitas
dan “melek” teknologi.

Kampus Fasilitator dalam arus manajemen datanya, tidak melanggar dan tumpang
tindih dengan sistem yang telah berlaku; mengedepankan integrasi data dari berbagai
sumber menjadi sebuah satu kesatuan; tidak melanggar dan melindungi pirvasi informasi
pribadi seluruh individu/instansi yang terlibat, serta dalam kegiatan lapangannya selalu
mengedepankan rasa saling percaya, empati, dan taat norma/hukum yang berlaku di
lingkungan masyarakat.

4. ANALISIS UNTUK MEMILIH CARA PENCAPAIAN TARGET


Tabel 1. Analisis Keunggulan Program “Kampus Fasilitator”

Nama Program Kekurangan Kampus Fasilitator


TOSS (Temukan, 1. Hanya berupa gerakan 1. Sebuah program dengan
Obati, Sampai sehingga indikator perencanaan yang matang,
Sembuh) TBC keberhasilan sangat bias sistematis, dan terintegrasi.
2. Tidak terwujud dalam 2. Merealisasikan visi gerakan
kegiatan-kegiatan spesifik, “TOSS TBC” dengan misi
sehingga waktu untuk “Kampus Mengajar”, disertai
mencapai tujuan tidak penyesuaian dan improvisasi.
terestimasi. 3. Diwujudkan dalam kegiatan
3. Perlu waktu lama untuk yang spesifik dan terarah untuk
sosialisasi gerakan ke mencapai visi, sehingga
masyarakat karena tidak indikator keberhasilan dapat
terdapat sistem yang terukur dan diestimasi.
terintegrasi. 4. Terdapat koordinasi antara
pusat dengan pihak perguruan
KAMPUS FASILITATOR | 6

Kampus Mengajar 1. Tidak/kurangnya koordinasi tinggi, sehingga dalam


antara pihak pusat dengan pelaksanaannya perguruan
perguruan tinggi, sehingga tinggi dapat berpartisipasi lebih
partisipasi perguruan tinggi aktif.
menjadi pasif. 5. Merupakan sarana
2. Tidak adanya panduan pengembangan keterampilan
konversi SKS sehingga untuk mahasiswa kesehatan
sepenuhnya tergantung pada masyarakat, karena disertai
kebijakan tiap program studi panduan konversi SKS yang
relevan dengan kegiatan di
3. Konsep program Kampus
lapangan.
Mengajar menitikberatkan
pada pemerataan kualitas
pendidikan, sehingga
tidak/kurang cocok bagi
mahasiswa kesehatan
masyarakat karena tidak linier
dengan kurikulum nasional
kesehatan masyarakat.
4. Tenaga kependidikan telah
mencukupi dan terstandar

5. PENJABARAN RENCANA KERJA


Kampus Fasilitator dalam pelaksanaanya akan berinduk pada Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan Indonesia
yang berkolaborasi dengan DIrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIkti) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, sebagai perwujudan dari kebijakan “Merdeka
Belajar – Kampus Merdeka” sehingga mahasiswa yang ikut serta akan mendapatkan
konversi sebanyak 20 SKS sesuai mata kuliah yang relevan dengan kurikulum nasional
kesehatan masyarakat, beasiswa bantuan pendidikan, dan uang saku.

Kampus Fasilitator terwujud dalam 4 (empat) kegiatan yang harus diselesaikan oleh
mahasiswa dalam kurun waktu 4 (empat) bulan di wilayah kerja puskesmas daerah
tinggalnya masing-masing untuk membatasi mobilitas selama pandemi COVID-19.
Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan secara daring maupun luring yang tentunya tetap
mengedepankan protokol kesehatan 5M untuk mencegah penularan COVID-19. Selama
melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, mahasiswa didampingi oleh dosen pembimbing
dan petugas kesehatan yang ditunjuk oleh puskesmas sebagai pembimbing lapangan.
Mahasiswa juga akan dibekali dengan pelatihan sebelum program dimulai dan modul-modul
berisi materi pelatihan tersebut, yang dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa dalam
menyelesaikan tanggung jawabnya di Kampus Fasilitator.
KAMPUS FASILITATOR | 7

Pusat informasi dan komunikasi dalam Kampus Fasilitator akan terwujud ke dalam
sebuah sistem informasi yang terstruktur dan terintegrasi, yaitu sebuah laman web dengan
alamat kampusfasilitator.kemkes.go.id. Melalui laman web ini mahasiswa sebagai “user
mahassiwa”, dosen pembimbing sebagai “user dosen” dan petugas kesehatan sebagai “user
nakes” dapat mengakses seluruh informasi, saling berkomunikasi, dan mempertanggung
jawabkan hasil kinerjanya yang berkenaan dengan kegiatan dalam Kampus Fasilitator .

a. Persiapan dan Pematangan Konsep Kampus Fasilitator


Tahap persiapan dan pematangan konsep program dilakukan untuk membahas
tentang kekurangan apa saja dan masalah yang mungkin muncul apabila program
Kampus Fasilitator benar-benar dilaksanakan, yang dapat berguna sebagai langkah
awal untuk perbaikan berdasarkan saran dan masukan yang ditampung. Tahap ini
dilakukan melalui sounding dan focus group discussion (FGD) bersama pemangku
kebijakan lokal serta pakar di bidang tuberkulosis dan pernecanaan program Pemangku
kebijakan dan pakar yang terlibat dalam acara FGD tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sadono Wiwoho, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Pengda PERSAKMI Jawa Tengah;
2. Perwakilan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang;
3. Dr. Irwan Budiono, M.Kes. (epid), selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Semarang;
4. dr. Nurhayati, M.Kes., selaku Kepala Puskesmas Bandarharjo Semarang;
5. Dr. Kusni Ingsih, MM, selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas
Dian Nuswantoro Semarang;
6. Enny Rachmani, M.Kom, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro Semarang;
7. Dr. MG. Catur Yuantari, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang;
8. Eti Rimawati, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen dalam Program Studi Kesehatan
Masyakarat Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Gambar 1. Dokumentasi Focus Group Discussion (FGD) Kampus Fasilitator

b. Pelaksanaan Kampus Fasilitator


Pelaksanaan Kampus Fasilitator dimulai dengan terlebih dahulu adanya uji coba
konsep ke beberapa perguruan tinggi untuk melihat gambaran program ketika benar-
KAMPUS FASILITATOR | 8

benar akan dilaksanakan. Persiapan yang perlu dilakukan sebelum uji coba ini adalah
koordinasi internal antara Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(Ditjen P2P) dengan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (DItjen Kesmas).
Koordinasi ini akan membantu dalam tahap pematangan konsep program.

Tahap pematangan konsep program dilakukan dengan berkolaborasi bersama


Direktorat Jenderal Pendidkan Tinggi (Ditjen Dikti) milik Kemendikbud untuk dikonsep
sesuai program Kampus Merdeka, penyusunan modul, perencanaan kegiatan pelatihan,
dan sebagainya. Diperlukan integrasi data dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
(PDDikti) serta Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes saat pembuatan laman
web dilakukan.

Pada akhirnya konsep program yang telah siap akan diuji coba ke beberapa
perguruan tinggi yang kemudian akan dilakukan evaluasi serta perbaikan agar program
dapat benar-benar menjadi solusi terbaik dan berdaya guna. Tahap utama dalam
persiapan dan perencanaan program dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1. Alur Uji Coba Konsep Kampus Fasilitator

Kampus Fasilitator dalam pelaksanaanya akan didukung oleh sebuah sistem


informasi yang terstruktur dan terintegrasi, yang terwujud dalam laman web beralamat
kampusfasilitator.kemkes.go.id. Laman web ini akan berguna sebagai pusat informasi
dan komunikasi seluruh kegiatan dalam Kampus Fasilitator. Konsep laman web
tersebut adalah sebagai berikut:
KAMPUS FASILITATOR | 9

Bagan 2. Konsep Penggunaan Laman Web “Kampus Fasilitator”

1. Peserta Mahasiswa dan Dosen

a. Mahasiswa dan dosen mendaftar secara mandiri melalui laman web dengan
menggunakan alamat email domain perguruan tinggi;

b. Mahasiswa dan dosen akan mendapat notifikasi pengaktifan akun setelah


alamat email terverifikasi oleh sistem yang terintegrasi dengan PDDikti;

c. Mahasiswa dan dosen dapat log in ke dalam laman web menggunakan akun
yang terverifikasi untuk selanjutnya mengisi kelengkapan berkas;

d. Mahasiswa dan dosen yang mendaftar, harus terdata oleh pihak perguruan
tinggi asal.

2. Peserta Petugas Kesehatan

a. Puskesmas melalui petugas kesehatannya dapat langsung log in ke laman


web menggunakan akun yang terdaftar di komdat kesmas;

b. Puskesmas melalui petugas kesehatannya mengisi kelengkapan berkas dan


data diri petugas kesehatan yang diutus/ditunjuk puskesmas untuk menjadi
peserta Kampus Fasilitator.

Konsep program Kampus Fasilitator yang telah melewati masa uji coba, akan
segera disosialisasikan untuk kemudian dilakukan pembukaan pendaftaran peserta.
Peserta-peserta yang telah mendaftar akan melalui serangkaian proses seleksi
sebelum akhirnya benar-benar terdaftar di Kampus Fasilititator dan bertanggung jawab
untuk melaksanakan seluruh kegiatan di dalamnya..
KAMPUS FASILITATOR | 10

Bagan 3. Alur Pelaksanaan Kampus Fasilitator

Sosialisasi program dilakukan ke seluruh perguruan tinggi dengan program studi


kesehatan masyarakat dan puskemas di Indonesia untuk kemudian dibuka pendaftaran.
Peserta merupakan dosen dan mahasiswa sebagai wakil dari perguruan tinggi yang
mendaftar secara mandiri, serta seorang petugas kesehatan yang ditunjuk/diutus oleh
puskesmas. Pendaftaran dilakukan secara tersistem melalui laman web.

Data mahasiswa dan dosen yang mendaftar, harus terhimpun oleh pihak
perguruan tinggi dengan dibuktikan surat perintah tugas kepada masing-masing individu
yang mendaftar. Jumlah dosen dan mahasiswa yang mendaftar dari suatu perguruan
tinggi tidak dibatasi, akan tetapi petugas kesehatan yang mendaftar hanya
diperbolehkan 1 (satu) orang saja untuk setiap puskesmas.

Tabel 2. Kriteria Peserta

Mahasiswa Dosen Pembimbing Petugas Kesehatan


a. Mahasiswa sarjana rumpun a. Merupakan dosen tetap a. Memiliki STR sesuai
kesehatan masyarakat dari dalam perguruan tinggi profesi yang masih
perguruan tinggi di bawah asal berlaku hingga seluruh
Ditjen Dikti b. Memiliki Nomor Registrasi rangkaian kegiatan
b. Program studi minimal Dosen Nasional (NIDN) dalam Kampus
berakreditasi B Fasilitator selesai
c. Memiliki kualifikasi
dilaksanakan
c. Minimal berada pada akademik minimal S2
semester 5 dengan dibuktikan dengan ijazah b. Bekerja di puskesmas
dibuktikan transkrip KHS dari perguruan tinggi asal terkait sekurang-
terbaru kurangnya selama 2
d. Memiliki kepakaran dalam
tahun dibuktikan
d. Memiliki IP Kumulatif rumpun bidang
dengan adanya surat
minimal 3.00/4.00 dengan epidemiologi dan/atau
keterangan dari
dibuktikan transkrip nilai promosi kesehatan
puskesmas asal
terbaru dibuktikan publikasi hasil
e. Melampirkan surat perintah penelitian sesuai bidang c. Melampirkan surat
terkait perintah tugas yang
tugas yang dikeluarkan oleh
dikeluarkan oleh
perguruan tinggi asal e. Melampirkan surat
puskesmas asal
perintah tugas yang
KAMPUS FASILITATOR | 11

f. Menyertakan sertifikat dikeluarkan oleh d. Kriteria lainnya dapat


pendukung yang relevan perguruan tinggi asal ditetapkan secara lokal
sebagai poin tambahan oleh masing-masing
dalam penilaian puskesmas yang
(pengalaman mengabdi, disesuaikan dengan
relawan atau kepanitiaan di ketersediaan tenaga
bidang kesehatan, dsb) kesehatan

Peserta mahasiswa dan dosen akan melalui seleksi administrasi berupa


pengecekan kelengkapan dan keabsahan berkas. Peserta dosen yang lolos seleksi
akan langsung terdaftar sebagai dosen pembimbing untuk peserta mahasiswa pada
perguruan tinggi tersebut, sedangkan bagi peserta mahasiswa akan mengikuti pelatihan
dan seleksi tahap kedua sebelum resmi terdaftar dalam Kampus Fasilitator

Pelatihan diselenggarakan kepada peserta mahasiswa selama 1 (satu) bulan


yang akan memuat seluruh substansi yang diperlukan selama menjalankan kegiatan di
Kampus Fasilitator. Seluruh materi yang diajarkan dalam pelatihan akan tercantum
dalam modul-modul yang dapat diunduh melalui laman web.

Tabel 3. Jadwal Pelatihan dalam Satu Minggu

Alokasi
Nama Pelatihan Modul yang Digunakan Mata Kuliah Konversi
Waktu
Senin
“Epidemiologi 1. Tuberkulosis dalam 1. Epidemiologi Penyakit 100
Tuberkulosis dan Kesehatan Masyarakat Menular Menit
COVID-19”
“Pendekatan Sosio- 2. Sosio-Antropologi dalam 2. Sosio-Antropologi 150
Antropolgi dalam Kesehatan Masyarakat Masyarakat Menit
Kesehatan
Masyarakat”
Selasa
“Komunikasi dalam 1. Teknik Komunikasi Publik 1. Promosi Kesehatan 200
Kesehatan dan Advokasi 2. Kepemimpinan dan Menit
Masyarakat” Berpikir Sistem
Kesehatan Masyarakat
Rabu
“Pemberdayaan 1. Teknik Fasilitasi 1. Pengembangan, 100
Masyarakat” 2. Teknik Penggunaan Pengorganisasian Menit
Media Masyarakat

“Perencanaan dan 3. Perencanaan dan 2. Perencanaan dan 100


Evaluasi Evaluasi Kesehatan Evaluasi Kesehatan Menit
Kesehatan”
Kamis
“Sistem Informasi 1. Sstem Informasi 1. Sistem Informasi 100
Geografis” Geografis dengan QGIS Kesehatan (SIK) Menit
KAMPUS FASILITATOR | 12

dan GPS Essential


“Etika dan Hukum 2. Etika dan Hukum dalam 2. Etika dan Hukum 100
dalam Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kesehatan Menit
Masyarakat”
Jumat
“Surveilans 1. Surveilans tuberkulosis 1. Surveilans Kesehatan 150
tuberkulosis” 2. Teknik Fasilitasi Masyarakat Menit

Tabel 4. Modul Mahasiswa

NAMA MODUL GARIS BESAR ISI


Tuberkulosis dalam Definisi; faktor dan kelompok risiko; gejala dan cara penularan;
Kesehatan skrining dan cara pengobatan; beban tuberkulosis di Indonesia; dan
Masyarakat perspektif dalam kesehatan masyarakat.
Sosio-Antropologi Konsep dan unsur budaya di masyarakat; determinan sosial dan
dalam Kesehatan budaya dalam kesehatan masyarakat; pendekatan sosio-antropologi
Masyarakat dalam kesehatan masyarakat.
Teknik Komunikasi Komunikasi intrapersonal; komunikasi kelompok; teknik advokasi dan
Publik dan Advokasi menjalin kemitraan; komunikasi dalam kebutuhan khusus.
Teknik Fasilitasi Dasar fasilitasi partisipatif; teknik mendengarkan dan menggali
informasi; teknik menyimpulkan opini dan membuat kesepakatan;
teknik menangani situasi tidak terduga.
Teknik Penggunaan Jenis-jenis media dalam pemberdayaan; teknik menentukan jenis
Media media yang cocok; dan teknik penyiapan media.
Perencanaan dan Konsep perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan kegiatan;
Evaluasi Kesehatan monitoring dan evaluasi kegiatan; sustainability.
Sistem Informasi Menandai lokasi dengan GPS essential; mengangkat titik lokasi ke
Geografis dengan dalam peta; pengenalan interface QGIS; mengakses plugin;
QGIS dan GPS georeferensi dan digitasi wilayah; input data atribut dan join table
Essential pada QGIS; teknik styling dan overlay peta; analisis buffer; analisis
heatmap.
Etika dan Hukum Konsep etika kesehatan masyarakat; konsep etika profesi dan aspek
dalam Kesehatan hukum kesehatan masyarakat; pentingnya informed consent dan
Masyarakat pencegahan malpraktik.
Surveilans Pengertian, tujuan, dan sasaran surveilan tuberkulosis; kegiatan-
Tuberkulosis kegiatan dalam surveilans tuberkulosis; perencanaan dan
pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi kegiatan-kegiatan dalam
surveilans tuberkulosis.
Format Penulisan Format umum laporan dan kriteria penilaian.
Laporan

Mahasiswa yang lolos seleksi tahap kedua dibatasi maksimal 8 (delapan) orang
saja untuk tiap perguruan tinggi. Mahasiswa-mahasiswa ini wajib melaksanakan seluruh
kegiatan Kampus Fasilitator selama 4 (empat) bulan, dengan bimbingan dari dosen
pembimbing dan petugas kesehatan yang terdaftar. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut:
KAMPUS FASILITATOR | 13

Tabel 5. Kegiatan Pokok Kampus Fasilitator

WAKTU KEGIATAN TANGGUNG JAWAB MAHASISWA


Bulan 1 – Pembekalan Kader Kesehatan
Deskripsi: Pembekalan kader kesehatan dilaksanakan oleh mahasiswa sebagai inisiator dan
koordinator dengan sasaran berupa kader kesehatan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
menambah bekal pengetahuan dan keterampilan kader-kader kesehatan tentang penemuan
kasus aktif (active case-finding) tuberkulosis.
Pembekalan diwujudkan dalam 3 (tiga) tahap yaitu; pelatihan penemuan suspek tuberkulosis,
pelatihan GPS essential, dan pelatihan pemanfaatan KIE. Seluruh tahapan ini dilakukan
secara daring, serta luring untuk pelatihan GPS essential
Minggu Menyusun rencana 1. Mendata seluruh kader kesehatan yang bertugas
ke-1 kegiatan di wilayah sasaran
2. Berkoordinasi dengan pembimbing lapangan
(petugas kesehatan) untuk membuat PoA (Plan of
Action)
3. Menyiapkan seluruh kebutuhan pembekalan
(materi, media, dsb)
4. Mahasiswa bertindak sebagai pemateri
Minggu Pembekalan kader Jelas
Ke-2 kesehatan tahap 1:
“Pelatihan Penemuan
Suspek Tuberkulosis”
Minggu Pembekalan kader 1. Pembekalan secara daring dimaksudkan untuk
ke-3 kesehatan tahap 2: pembahasan teori dan praktik sederhana
“Pelatihan GPS 2. Pembekalan secara luring dimaksudkan untuk
Essential” praktik lapamgan, yang dilakukan secara bertahap
untuk mencegah kerumunan
Minggu Pembekalan kader Jelas
ke-4 kesehatan tahap 3:
“Pelatihan Pemanfaatan
KIE”
Bulan 2 – Penyuluhan Tuberkulosis
Deskripsi: Penyuluhan tentang tuberkulosis dilaksanakan oleh mahasiswa sebagai inisiator
dan koordinator, bersama kader kesehatan sebagai panitia. Sasaran kegiatan ini adalah
kelompok-kelompok masyarakat dalam wilayah sasaran, yang memiliki hasil skoring prioritas
masalah tertinggi dalam survei pendahuluan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan literasi kelompok tersebut tentang tuberkulosis.
Penyuluhan dilaksanakan dalam dua cara; yaitu penyuluhan langsung dan tidak langsung.
Penyuluhan langsung dilakukan secara daring dan “langsung” kepada kelompok sasaran
terpilih, sedangkan penyuluhan tidak langsung dilakukan dengan membuat media untuk
ditempelkan/diputar/dibagikan dengan memanfaatkan potensi wilayah yang terdapat di
wilayah sasaran
Minggu ke-1 Menyusun rencana 1. Bersama kader kesehatan, melakukan survei
kegiatan pendahuluan tentang kondisi kerawanan
tuberkulosis di wilayah sasaran;
2. Mengidentifikasi potensi, masalah, dan
KAMPUS FASILITATOR | 14

kelompok sasarannya, serta menentukan


prioritasnya berdasarkan hasil survei
pendahuluan;
3. Membuat PoA (Plan of Action) dan menyiapkan
kebutuhan kegiatan
4. Mahasiswa bertindak sebagai pemateri utama.
Dapat dibantu pula kader dan/atau petugas
kesehatan (pembimbing lapangan) sebagai
pemateri pendukung
Minggu ke-2 Pembuatan media Jelas
penyuluhan
Minggu ke-3 Pelaksanaan Jelas
–4 penyuluhan
Bulan 3 – Penemuan Suspek Tuberkulosis
Deskripsi: Penemuan suspek tuberkulosis dilaksanakan oleh petugas kesehatan
(pembimbing lapangan) dan kader kesehatan dengan dibantu oleh mahasiswa.
Pada kegiatan ini, diaplikasikan teknik penemuan suspek tuberkulosis pada berbagai macam
kelompok risiko tinggi, penggunaan GPS essential sebagai sarana pengumpulan data secara
elektronik, dan penggunaan konsep KIE dalam melakukan pendekatan ke masyarakat.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memaksimalkan penemuan kasus secara aktif (active
case-finding) tuberkulosis dengan memanfaatkan teknologi sekaligus meningkatkan peran
serta masyarakat
Minggu ke-1 Penemuan suspek Jelas
hingga ke-4 tuberkulosis
Bulan 4 – Pemetaan Kerawanan Tuberkulosis
Deskripsi: Data hasil kegiatan penemuan suspek tuberkulosis dan survei pendahuluan
dipetakan dan dianalisis secara digital menggunakan software QGIS (Quantum-GIS) untuk
melihat persebaran kasus, suspek, dan kontak.
Pada kegiatan ini, pemetaan dilakukan oleh mahasiswa dengan melibatkan petugas
kesehatan (pembimbing lapangan). Hal ini memiliki tujuan ganda yaitu selain untuk
memetakan data, juga sebagai sarana untuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan
petugas kesehatan dalam memanfaatkan GIS, terkhusus menggunakan software QGIS untuk
analisa dan pelaporan kasus tuberkulosis secara elektronik.
Minggu ke-1 Menghimpun data hasil Jelas
penemuan suspek dan
survei pendahuluan

Minggu ke-2 Pemetaan wilayah Jelas


hingga 4

Peserta dinyatakan lulus jika telah melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan


dalam Kampus Fasilitator hingga selesai. Bentuk pertanggungjawaban oleh peserta
kepada Kampus Fasilitator adalah dengan melampirkan seluruh bukti-bukti kegiatan
sesuai format dalam laman web. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah foto kegiatan,
logbook, form indikator keberhasilan kegiatan, hingga laporan akhir.
KAMPUS FASILITATOR | 15

c. Jadwal Pencapaian Program


Tabel 6. Alokasi Waktu

Bulan
No Nama Tahapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Persiapan
2. Pematangan konsep
3. Pembuatan laman web
4. Uji coba dan monitoring
5. Evaluasi dan perbaikan
Bulan
No Nama Tahapan
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
6. Sosialisasi ke PT dan
puskesmas
7. Pendaftaran peserta
8. Seleksi administrasi peserta
(mahasiswa dan dosen)
9. Pelatihan (mahasiswa)
10. Seleksi tahap 2 (mahasiswa)
11. Pelaksanaan Kampus
Fasilitator

12. Evaluasi

6. PENJABARAN INFORMASI TAMBAHAN


a. Struktur Organisasi Pelaksana

Bagan 4. Struktur Organisasi Kampus Fasilitator


KAMPUS FASILITATOR | 16

b. Pendanaan Program
Pendanaan program Kampus Fasilitator akan bersumber pada APBN 2021
dimana pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan dana
sebesar Rp 2,8 triliun untuk program pengendalian tuberkulosis dan Rp 2,77 triliun
untuk penyediaan obat tuberkulosis, HIV/AIDS, dan vaksin 24 paket. (Kemenkeu, 2020)
Kedua program ini termasuk dalam salah satu target prioritas oleh Kementerian
Kesehatan guna percepatan pemulihan kesehatan akibat pandemi COVID-19. Program
pengendalian tuberkulosis akan diwujudkan melalui penguatan pencegahan, deteksi
dini dan respon penyakit, serta sistem kesehatan yang terintegrasi. (Kemenkeu, 2021)

Selain itu, porsi APBN 2021 untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
adalah sebesar 81,5 triliun. Anggaran ini akan dialokasikan ke kebijakan prioritas
“Merdeka Belajar 2021” termasuk di dalamnya adalah program “Kampus Merdeka”.
Target utama dari program ini adalah tercapainya peningkatan kualitas pembelajaran
dan kemahasiswaan serta penguatan desa dan fasilitasi masyarakat. (Kemenkeu,
2021)

c. Pihak yang Terlibat


1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
a. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
b. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
c. Pusat Data dan Informasi
2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
a. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
3. Kementerian Dalam Negeri
a. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
4. Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia
5. Puskesmas di seluruh Indonesia
KAMPUS FASILITATOR | 17

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, V.W., Nursasi, A.Y., Sukihananto. 2019. Edukas KesehatanTerstruktur dan Stigma
Masyarakat pada Klien TB Paru. Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang 14(2):85-90.

Cahyono, H. 2019. Peran Mahasiswa di Masyarakat. De Banten-Bode:Jurnal Pengabdian


Masyarakat Setiabudhi 1(1):36-8.

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2021. Dampak Pandemi COVID-19


terhadap Penanggulangan TBC [dikutip pada 16 Mei 2021].
https://www.dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/dampak-pandemi-covid-19-terhadap-
penanggulangan-tbc.

Elfemi, N. 2003. Aspek Sosial Kultural dalam Perawatan Kesehatan di Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Gabriel, Y., Juliana, M. 2015. Penanggulangan TBC di Indonesia Melalui Gerakan TOSS
TBC. UPN Jakarta.

Husnaniyah, D., Lukman, M., Susanti, R.D. 2017. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap
Harga Diri (Self Esteem) Penderita Tuberkulosis di Wilayah Eks Kawedanan
Indramayu. Indonesian Journal of Health Science 9(1):7-10.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019. 153-9.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Lembar balik TOSS TB.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2021. Informasi APBN 2021: Percepatan


Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi 15-20.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2020. Ini Kebijakan Bidang Kesehatan Tahun
2021 dan Anggarannya [dikutip pada 16 Mei 2021].
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-kebijakan-bidang-kesehatan-tahun-
2021-dan-anggarannya/.

Livana, P.H., Setiawati L., Sariti I. 2020. Stigma dan Perilaku Masyarakat pada Pasien
Positif COVID-19. Jurnal Gawat Darurat 2(2):95-100.

Media, Y. 2011. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat tentang Penyakit


Tuberkulosis (TB) Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi
Sumatera Barat. Media Litbang Kesehatan 21(2):82-8.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 tentang


Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.

Prasasti, G.D. 2021. Pelacakan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2020 Terhambat
Pandemi COVID-19. [dikutip pada 16 Mei 2021].
https://m.liputan6.com/health/read/4513631/pelacakan-kasus-tuberkulosis-di-
indonesia-tahun-2021-terhambat-pandemi-covid-19.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2018. Infodatin Tuberkulosis.1-6.
KAMPUS FASILITATOR | 18

Rahayu, S. 2016. Analisis Sistem DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
Sebagai Upaya Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Parakan
Kabupaten Temanggung [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 20-4.

Saputra, A.A., Ismaniar. 2019. Peran Pemuda Sebagai Agent of Change dalam
Pemberdayaan Masyarakat pada Usaha Pariwisata Kuliner di Kampung Nelayan
Ampang Pulai, Kabupaten Pesisir Selatan. Journal of Multidisciplinary Research and
Development 1(4):837-9, 840-1.

Sreeramareddy, C.T., Kumar, H.N.H., Arokiasamy, J.T. 2013. Prevalence of Self-Reported


Tuberculosis, Knowledge about Tuberculosis Transmission and Its Determinants
Among Adults in India: Results from A Nation-Wide Cross-Sectional Household Survey.
BMC Infect Dis 1-9.

WHO. 2020 Tuberculosis Fact Sheets. [dikutip pada 16 Mei 2021].


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis.
KAMPUS FASILITATOR | 19

LAMPIRAN

SITUASI SAAT INI


Angka CDR tuberkulosis di Indonesia menurun signifikan dan berada di bawah standar WHO
(>90%) selama 2020, yang disertai ketidakmerataan di seluruh provinsi.
Setiap puskesmas di Indonesia memiliki kader di wilayahnya yang secara sukarela membantu
mengatasi masalah kesehatan di masyarakat termasuk tuberkulosis. Namun kader-kader ini memiliki
keterbatasan berupa kurangnya literasi teknologi dan pengetahuan akan ilmu kesehatan masyarakat, yang
membuat kader kurang maksimal dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Mahasiswa kesehatan masyarakat sebagai SDM yang berkapasitas di bidang kesehatan
masyarakat serta keterpaparan teknologi yang lebih, diharapkan mampu berkontribusi lebih dan membantu
kader dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut.

SASARAN
Sasaran utama dari kegiatan Kampus Fasilitator adalah seluruh masyarakat Indonesia
dan kader kesehatan di seluruh puskesmas di Indonesia. Kampus Fasilitator bertujuan untuk
meningkatkan CDR Tuberkulosis sebanyak 15% per tahun. Berdasarkan potensi yang dimiliki,
program ini akan diterima dengan baik oleh berbagai pihak dan sangat memungkinkan untuk
dilaksanakan untuk mencapai target pembangunan. Kampus fasilitator adalah program
berkelanjutan yang berlangsung selama 4 bulan per periode dengan target pencapaian setelah 4
periode pelaksanaan.

HAMBATAN
1. Pandemi COVID-19
2. Sikap negatif akan penerimaan penyakit tuberkulosis membuat masyarakat enggan untuk
memeriksakan dirinya,
3. Stigma terhadap penderita tuberkulosis membuat seseorang tidak mau untuk memeriksakan
diri serta menjalani pengobatan intensif,
4. Belum ada sarana/wadah bagi mahasiswa kesehatan masyarakat untuk berkontribusi lebih di
masyarakat.

BANTUAN
1. Program pengendalian tuberkulosis menjadi prioritas Kementerian Kesehatan dalam upaya
percepatan pemulihan kesehatan akibat pandemi COVID-19 (telah dianggarkan dalam APBN
2021),
2. Telah adanya kebijakan tentang pelacakan kontak tuberkulosis,
3. Tersedianya sistem informasi tuberkulosis (SITB) dan banyaknya aplikasi digital untuk
penanganan kasus tuberkulosis di Indonesia,
4. Kebijakan “Merdeka Belajar” oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

TINDAKAN
Merencanakan model program dengan koordinasi antara Ditjen P2P selaku induk program dengan
Ditjen Kesmas, serta kolaborasi dengan Ditjen Dikti selaku penggagas kebijakan “Merdeka Belajar”. Dibuat
pula sebuah sistem informasi yang terstruktur dan terintegrasi berupa laman web. Model program dan sistem
informasi akan diuji cobakan ke beberapa perguruan tinggi yang kemudian dievaluasi dan dilakukan
perbaikan.
Model program yang telah matang disosialisasikan ke seluruh perguruan tinggi dan puskesmas di
Indonesia, yang kemudian diadakan pendaftaran peserta yang diseleksi terlebih dahulu sebelum
melaksanakan seluruh kegiatan di “Kampus Fasilitator”. Program dapat dilakukan secara berkala hingga
target tercapai (angka CDR tuberkulosis mengalami kenaikan)

Bagan 5. Bagan Visualisasi Gagasan

You might also like