Professional Documents
Culture Documents
Gagasan Kreatif Pilmapres - Kampus Fasilitator - Alvin Maulana Firza Yanuar
Gagasan Kreatif Pilmapres - Kampus Fasilitator - Alvin Maulana Firza Yanuar
KAMPUS FASILITATOR | ii
2. Identitas Penulis
Nama Lengkap : Alvin Maulana Firza Yanuar
NIM : D11.2018.02716
Program Studi : S1 Kesehatan Masyarakat
Perguruan Tinggi : Universitas Dian Nuswantoro
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Getaspejaten RT 07/RW 02 Gang Kresna 3,
Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, +6289620898406
Alamat email : 411201802716@mhs.dinus.ac.id
3. Dosen Pendamping
Nama Lengkap dan Gelar : Suharyo, S.K.M., M.Kes.
NIDN : 0618057901
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Patemon, RT 4 RW I, Kecamatan Gunungpati, Kota
Semarang, +6285848813924
Mengetahui,
Wakil Rektor III
Bidang Kemahasiswaan
Dr Kusni Ingsih, MM
0601126801
KAMPUS FASILITATOR | iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 19
KAMPUS FASILITATOR | 1
PENDAHULUAN
1. LINGKUP PEMBAHASAN
Tuberkulosis masih menjadi momok menakutkan yang menyebabkan kematian pada
1,3 juta pasien di dunia. Indonesia pada tahun 2019 mencatat angka kasus yang terlaporkan
dan diobati (Case Notification Rate) sebesar 203 per 100.000 penduduk dan menjadikannya
sebagai peringkat ke-2 sebagai negara dengan jumlah penderita tuberkulosis tertinggi di
dunia. (Kemenkes, 2020) Menurut Pusdatin Kemenkes (2018), Indonesia juga menjadi salah
satu negara dengan beban tuberkulosis tertinggi oleh WHO, dimana Indonesia menghadapi
permasalahan kasus tuberkulosis resisten obat (TB-RO) dan komplikasi TB-HIV selain
kasus reguler.
Pemerintah menjadi semakin gencar dan serius sebagai respon atas kedaruratan
masalah tuberkulosis demi mewujudkan Indonesia bebas tuberkulosis pada tahun 2030.
Strategi yang diterapkan oleh pemerintah adalah “DOTS” (Directly Observed Treatment
Short-Course). (Rahayu, 2016) dan gerakan “TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh) TBC”,
sebuah ajakan untuk menjadi sadar akan bahaya tuberkulosis sehingga diharapkan dapat
meningkatkan angka temuan kasus secara aktif (Gabriel & Juliana, 2015). Meskipun sudah
menerapkan berbagai program, Indonesia pada tahun 2017 mencatat adanya panambahan
420.994 kasus tuberkulosis, yang meningkat pada 2018 dengan 566.623 kasus baru dari
yang terestimasi sebesar 843.188 kasus. Hal positif yang didapat adalah terjadi peningkatan
angka CDR (Case Detection Rate) sebesar 67,2%. Namun angka ini menurun pada tahun
2019 dimana hanya 64,5% dari kasus terestimasi yang terlaporkan ke Kementerian
Kesehatan. (Kemenkes, 2020) Bahkan pada tahun 2020, angka CDR ini kembali menurun
dengan sangat drastis yaitu hanya 41,7% yang disinyalir sebagai dampak dari pandemi
COVID-19. (Dinas Kesehatan Yogyakarta, 2021) Menurut Prasasti (2021), Kebijakan PSBB
yang dilanjutkan PPKM pada awal masa pandemi membuat terhambatnya penemuan kasus
secara aktif (active case-finding) pada sistem surveilans tuberkulosis, sehingga
menyebabkan berkurangnya angka temuan kasus (CDR).
KAMPUS FASILITATOR | 2
Salah satu faktor penghambat dalam upaya peningkatan angka temuan tuberkulosis
adalah sikap negatif dan stigmatisasi oleh masyarakat. Sikap negatif dapat berupa
anggapan bahwa gejala tuberkulosis akan sembuh sendiri dan tuberkulosis adalah penyakit
guna-guna. (Media, 2011). Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
sehingga meminimalisir kesalahpahaman dan stigma negatif tentang tuberkulosis di
masyarakat. adalah dengan edukasi kesehatan yang terstruktur dan berkelanjutan (Astuti
dkk, 2019; Sreeranmareddy dkk, 2013). Sehingga, dengan adanya edukasi kesehatan yang
terstruktur dan berkelanjutan kepada masyarakat akan mampu meningkatkan angka temuan
kasus secara aktif (Husnaniyah, 2017). Bentuk edukasi kesehatan di masyarakat menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan adalah pemberdayaan, yang berfungsi
sebagai fasilitas untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan dari
individu, keluarga, serta masyarakat agar mau dan berperan aktif dalam menanggulangi
permasalahan kesehatan di wilayahnya dengan memanfaatkan potensi yang tersedia.
Salah satu potensi di masyarakat adalah mahasiswa, yang berperan sebagai pelaku
kontrol sosial dimana mahasiswa dituntut untuk mampu berkontribusi dalam mengatasi
masalah-masalah yang ada di masyarakat dengan berlandaskan intelektualitasnya yang
didapat selama masa pendidikannya. (Cahyono, 2019) Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
memiliki kapasitas dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan memiliki kemampuan
dalam menggunakan teknologi informasi, sehingga mereka mampu untuk meningkatkan
kesadaran dan memfasilitasi masyarakat mengenai sebuah solusi berdaya guna tentang
suatu masalah kesehatan. (Saputra & Ismaniar, 2019). Berdasarkan uraian permasalahan
diatas maka dibutuhkan suatu konsep pemberdayaan yang terstruktur dan berkelanjutan
dengan memanfaatkan peran mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk mencapai target
peningkatan angka CDR dan “Indonesia bebas Tuberkulosis 2030” serta mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 3.3 yaitu pada tahun 2030, mengakhiri epidemi
AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis,
penyakit bersumber air, serta penyakit menular lainnya.
b. Kebutuhan Lingkungan
1. Kurangnya angka penemuan kasus secara aktif dikarenakan sifat negatif dan
stigmatisasi oleh masyarakat terhadap penyakit dan/atau penderita
tuberkulosis. Selain itu kurang/tidak adanya tenaga epidemiologi di mayoritas
puskesmas di Indonesia yang disertai dengan kurangnya keterampilan dan
penggunaan teknologi menyebabkan kegiatan surveilans tuberkulosis menjadi
terhambat dan tidak tepat sasaran;
GAGASAN KREATIF
Grafik 1. Situasi Angka CDR Tuberkulosis beserta Target yang Hendak Dicapai
Grafik tersebut di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2015 hingga 2018, selalu
terjadi trend kenaikan angka CDR dengan besaran yang cukup tinggi. Berdasarkan trend
CDR diatas maka target pembangunan yang ingin dicapai adalah adanya peningkatan
angka CDR tuberkulosis di Indonesia. Target pembangungan ini akan dicapai dengan
sebuah program yang bernama “Kampus Fasilitator”. Kampus Fasilitator diharapkan
dapat meningkatkan angka CDR menjadi lebih dari 50% di akhir 2021, dan meningkatkan
kembali hingga lebih dari 60% di akhir 2022, serta pada tahun 2023 diharapkan telah
mencapai target nasional yaitu lebih dari 70% dan akan terus meningkat di tahun-tahun
berikutnya hingga memenuhi standar yang ditetapkan oleh WHO (>90%). Kampus
Fasilitator mengedepankan prinsip spesifik, dapat diukur secara objektif, dapat diterima
dengan tidak melanggar sistem manapun, merupakan solusi yang realistis, dan mempunyai
tenggat yang jelas.
meningkatnya literasi tentang tuberkulosis melalui pendekatan KIE, sehingga dapat terwujud
lingkungan masyarakat yang sadar dan waspada akan tuberkulosis.
Kampus Fasilitator dalam arus manajemen datanya, tidak melanggar dan tumpang
tindih dengan sistem yang telah berlaku; mengedepankan integrasi data dari berbagai
sumber menjadi sebuah satu kesatuan; tidak melanggar dan melindungi pirvasi informasi
pribadi seluruh individu/instansi yang terlibat, serta dalam kegiatan lapangannya selalu
mengedepankan rasa saling percaya, empati, dan taat norma/hukum yang berlaku di
lingkungan masyarakat.
Kampus Fasilitator terwujud dalam 4 (empat) kegiatan yang harus diselesaikan oleh
mahasiswa dalam kurun waktu 4 (empat) bulan di wilayah kerja puskesmas daerah
tinggalnya masing-masing untuk membatasi mobilitas selama pandemi COVID-19.
Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan secara daring maupun luring yang tentunya tetap
mengedepankan protokol kesehatan 5M untuk mencegah penularan COVID-19. Selama
melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, mahasiswa didampingi oleh dosen pembimbing
dan petugas kesehatan yang ditunjuk oleh puskesmas sebagai pembimbing lapangan.
Mahasiswa juga akan dibekali dengan pelatihan sebelum program dimulai dan modul-modul
berisi materi pelatihan tersebut, yang dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa dalam
menyelesaikan tanggung jawabnya di Kampus Fasilitator.
KAMPUS FASILITATOR | 7
Pusat informasi dan komunikasi dalam Kampus Fasilitator akan terwujud ke dalam
sebuah sistem informasi yang terstruktur dan terintegrasi, yaitu sebuah laman web dengan
alamat kampusfasilitator.kemkes.go.id. Melalui laman web ini mahasiswa sebagai “user
mahassiwa”, dosen pembimbing sebagai “user dosen” dan petugas kesehatan sebagai “user
nakes” dapat mengakses seluruh informasi, saling berkomunikasi, dan mempertanggung
jawabkan hasil kinerjanya yang berkenaan dengan kegiatan dalam Kampus Fasilitator .
1. Sadono Wiwoho, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Pengda PERSAKMI Jawa Tengah;
2. Perwakilan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang;
3. Dr. Irwan Budiono, M.Kes. (epid), selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Semarang;
4. dr. Nurhayati, M.Kes., selaku Kepala Puskesmas Bandarharjo Semarang;
5. Dr. Kusni Ingsih, MM, selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas
Dian Nuswantoro Semarang;
6. Enny Rachmani, M.Kom, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro Semarang;
7. Dr. MG. Catur Yuantari, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang;
8. Eti Rimawati, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen dalam Program Studi Kesehatan
Masyakarat Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
benar akan dilaksanakan. Persiapan yang perlu dilakukan sebelum uji coba ini adalah
koordinasi internal antara Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(Ditjen P2P) dengan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (DItjen Kesmas).
Koordinasi ini akan membantu dalam tahap pematangan konsep program.
Pada akhirnya konsep program yang telah siap akan diuji coba ke beberapa
perguruan tinggi yang kemudian akan dilakukan evaluasi serta perbaikan agar program
dapat benar-benar menjadi solusi terbaik dan berdaya guna. Tahap utama dalam
persiapan dan perencanaan program dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Mahasiswa dan dosen mendaftar secara mandiri melalui laman web dengan
menggunakan alamat email domain perguruan tinggi;
c. Mahasiswa dan dosen dapat log in ke dalam laman web menggunakan akun
yang terverifikasi untuk selanjutnya mengisi kelengkapan berkas;
d. Mahasiswa dan dosen yang mendaftar, harus terdata oleh pihak perguruan
tinggi asal.
Konsep program Kampus Fasilitator yang telah melewati masa uji coba, akan
segera disosialisasikan untuk kemudian dilakukan pembukaan pendaftaran peserta.
Peserta-peserta yang telah mendaftar akan melalui serangkaian proses seleksi
sebelum akhirnya benar-benar terdaftar di Kampus Fasilititator dan bertanggung jawab
untuk melaksanakan seluruh kegiatan di dalamnya..
KAMPUS FASILITATOR | 10
Data mahasiswa dan dosen yang mendaftar, harus terhimpun oleh pihak
perguruan tinggi dengan dibuktikan surat perintah tugas kepada masing-masing individu
yang mendaftar. Jumlah dosen dan mahasiswa yang mendaftar dari suatu perguruan
tinggi tidak dibatasi, akan tetapi petugas kesehatan yang mendaftar hanya
diperbolehkan 1 (satu) orang saja untuk setiap puskesmas.
Alokasi
Nama Pelatihan Modul yang Digunakan Mata Kuliah Konversi
Waktu
Senin
“Epidemiologi 1. Tuberkulosis dalam 1. Epidemiologi Penyakit 100
Tuberkulosis dan Kesehatan Masyarakat Menular Menit
COVID-19”
“Pendekatan Sosio- 2. Sosio-Antropologi dalam 2. Sosio-Antropologi 150
Antropolgi dalam Kesehatan Masyarakat Masyarakat Menit
Kesehatan
Masyarakat”
Selasa
“Komunikasi dalam 1. Teknik Komunikasi Publik 1. Promosi Kesehatan 200
Kesehatan dan Advokasi 2. Kepemimpinan dan Menit
Masyarakat” Berpikir Sistem
Kesehatan Masyarakat
Rabu
“Pemberdayaan 1. Teknik Fasilitasi 1. Pengembangan, 100
Masyarakat” 2. Teknik Penggunaan Pengorganisasian Menit
Media Masyarakat
Mahasiswa yang lolos seleksi tahap kedua dibatasi maksimal 8 (delapan) orang
saja untuk tiap perguruan tinggi. Mahasiswa-mahasiswa ini wajib melaksanakan seluruh
kegiatan Kampus Fasilitator selama 4 (empat) bulan, dengan bimbingan dari dosen
pembimbing dan petugas kesehatan yang terdaftar. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut:
KAMPUS FASILITATOR | 13
Bulan
No Nama Tahapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Persiapan
2. Pematangan konsep
3. Pembuatan laman web
4. Uji coba dan monitoring
5. Evaluasi dan perbaikan
Bulan
No Nama Tahapan
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
6. Sosialisasi ke PT dan
puskesmas
7. Pendaftaran peserta
8. Seleksi administrasi peserta
(mahasiswa dan dosen)
9. Pelatihan (mahasiswa)
10. Seleksi tahap 2 (mahasiswa)
11. Pelaksanaan Kampus
Fasilitator
12. Evaluasi
b. Pendanaan Program
Pendanaan program Kampus Fasilitator akan bersumber pada APBN 2021
dimana pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan dana
sebesar Rp 2,8 triliun untuk program pengendalian tuberkulosis dan Rp 2,77 triliun
untuk penyediaan obat tuberkulosis, HIV/AIDS, dan vaksin 24 paket. (Kemenkeu, 2020)
Kedua program ini termasuk dalam salah satu target prioritas oleh Kementerian
Kesehatan guna percepatan pemulihan kesehatan akibat pandemi COVID-19. Program
pengendalian tuberkulosis akan diwujudkan melalui penguatan pencegahan, deteksi
dini dan respon penyakit, serta sistem kesehatan yang terintegrasi. (Kemenkeu, 2021)
Selain itu, porsi APBN 2021 untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
adalah sebesar 81,5 triliun. Anggaran ini akan dialokasikan ke kebijakan prioritas
“Merdeka Belajar 2021” termasuk di dalamnya adalah program “Kampus Merdeka”.
Target utama dari program ini adalah tercapainya peningkatan kualitas pembelajaran
dan kemahasiswaan serta penguatan desa dan fasilitasi masyarakat. (Kemenkeu,
2021)
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, V.W., Nursasi, A.Y., Sukihananto. 2019. Edukas KesehatanTerstruktur dan Stigma
Masyarakat pada Klien TB Paru. Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang 14(2):85-90.
Elfemi, N. 2003. Aspek Sosial Kultural dalam Perawatan Kesehatan di Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Gabriel, Y., Juliana, M. 2015. Penanggulangan TBC di Indonesia Melalui Gerakan TOSS
TBC. UPN Jakarta.
Husnaniyah, D., Lukman, M., Susanti, R.D. 2017. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap
Harga Diri (Self Esteem) Penderita Tuberkulosis di Wilayah Eks Kawedanan
Indramayu. Indonesian Journal of Health Science 9(1):7-10.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019. 153-9.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2020. Ini Kebijakan Bidang Kesehatan Tahun
2021 dan Anggarannya [dikutip pada 16 Mei 2021].
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-kebijakan-bidang-kesehatan-tahun-
2021-dan-anggarannya/.
Livana, P.H., Setiawati L., Sariti I. 2020. Stigma dan Perilaku Masyarakat pada Pasien
Positif COVID-19. Jurnal Gawat Darurat 2(2):95-100.
Prasasti, G.D. 2021. Pelacakan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2020 Terhambat
Pandemi COVID-19. [dikutip pada 16 Mei 2021].
https://m.liputan6.com/health/read/4513631/pelacakan-kasus-tuberkulosis-di-
indonesia-tahun-2021-terhambat-pandemi-covid-19.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2018. Infodatin Tuberkulosis.1-6.
KAMPUS FASILITATOR | 18
Rahayu, S. 2016. Analisis Sistem DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
Sebagai Upaya Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Parakan
Kabupaten Temanggung [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 20-4.
Saputra, A.A., Ismaniar. 2019. Peran Pemuda Sebagai Agent of Change dalam
Pemberdayaan Masyarakat pada Usaha Pariwisata Kuliner di Kampung Nelayan
Ampang Pulai, Kabupaten Pesisir Selatan. Journal of Multidisciplinary Research and
Development 1(4):837-9, 840-1.
LAMPIRAN
SASARAN
Sasaran utama dari kegiatan Kampus Fasilitator adalah seluruh masyarakat Indonesia
dan kader kesehatan di seluruh puskesmas di Indonesia. Kampus Fasilitator bertujuan untuk
meningkatkan CDR Tuberkulosis sebanyak 15% per tahun. Berdasarkan potensi yang dimiliki,
program ini akan diterima dengan baik oleh berbagai pihak dan sangat memungkinkan untuk
dilaksanakan untuk mencapai target pembangunan. Kampus fasilitator adalah program
berkelanjutan yang berlangsung selama 4 bulan per periode dengan target pencapaian setelah 4
periode pelaksanaan.
HAMBATAN
1. Pandemi COVID-19
2. Sikap negatif akan penerimaan penyakit tuberkulosis membuat masyarakat enggan untuk
memeriksakan dirinya,
3. Stigma terhadap penderita tuberkulosis membuat seseorang tidak mau untuk memeriksakan
diri serta menjalani pengobatan intensif,
4. Belum ada sarana/wadah bagi mahasiswa kesehatan masyarakat untuk berkontribusi lebih di
masyarakat.
BANTUAN
1. Program pengendalian tuberkulosis menjadi prioritas Kementerian Kesehatan dalam upaya
percepatan pemulihan kesehatan akibat pandemi COVID-19 (telah dianggarkan dalam APBN
2021),
2. Telah adanya kebijakan tentang pelacakan kontak tuberkulosis,
3. Tersedianya sistem informasi tuberkulosis (SITB) dan banyaknya aplikasi digital untuk
penanganan kasus tuberkulosis di Indonesia,
4. Kebijakan “Merdeka Belajar” oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
TINDAKAN
Merencanakan model program dengan koordinasi antara Ditjen P2P selaku induk program dengan
Ditjen Kesmas, serta kolaborasi dengan Ditjen Dikti selaku penggagas kebijakan “Merdeka Belajar”. Dibuat
pula sebuah sistem informasi yang terstruktur dan terintegrasi berupa laman web. Model program dan sistem
informasi akan diuji cobakan ke beberapa perguruan tinggi yang kemudian dievaluasi dan dilakukan
perbaikan.
Model program yang telah matang disosialisasikan ke seluruh perguruan tinggi dan puskesmas di
Indonesia, yang kemudian diadakan pendaftaran peserta yang diseleksi terlebih dahulu sebelum
melaksanakan seluruh kegiatan di “Kampus Fasilitator”. Program dapat dilakukan secara berkala hingga
target tercapai (angka CDR tuberkulosis mengalami kenaikan)